BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemasaran Kotler dan Keller (2012:27), mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam memilih target pasar dan mendapatkan, mempertahankan, dan meningkatkan konsumen dengan membuat, memberikan dan mengkomunikasikan nilai konsumen yang superior. Kotler (2005:11) mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Armstrong dan Kotler (2012:29) yang menyatakan bahwa manajemen pemasaran adalah serangkaian proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suatu nilai bagi para pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan mereka agar tercipta suatu nilai dari para pelanggan tersebut. Donnelly (2011:14) mendefinisikan manajemen pemasaran adalah ”the process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of goods, services and ideas to create exchanges with target groups that satisfy customer and organizational objectives”. Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran adalah melakukan rangkaian proses untuk menciptakan suatu nilai guna membantu pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Kegiatan pemasaran itu dilakukan melalui serangkaian proses perencanaan, pengarahan, pengendalian dan penetapan harga, pemetaan distribusi serta kegiatan promosi. 2.1.1 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran adalah variabel-variabel pemasaran yang dapat diatur
sedemikian
rupa,
sehingga 17
dapat meningkatkan
penjualan
18
perusahaan. Variabel-variabel tersebut terdiri dari produk, harga, distribusi, promosi. Agar perusahaan dapat menghadapi persaingan, maka perusahaan harus berusaha meningkatkan penjualan dengan cara mengkombinasikan variabel-variabel dalam bauran pemasaran seperti produk dengan harga, distribusi dengan promosi, produk dengan promosi dan lain-lain. Pengertian Bauran Pemasaran (Marketing Mix) menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong dalam bukunya Principle of Marketing (2012:75) adalah seperangkat alat pemasaran terkontrol yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran. Menurut Philip Kotler dan Kevin Keller dalam bukunya Marketing Management (2012:47), mendefinisikan bauran pemasaran sebagai seperangkat alat pemasaran perusahaan menggunakan untuk mengejar tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Program pemasaran yang efektif memadukan semua elemen bauran pemasaran ke dalam suatu program pemasaran terintegrasi yang dirancang untuk mencapai tujuan pemasaran perusahaan dengan menghantarkan nilai bagi konsumen. Bauran pemasaran merupakan sarana taktis p erusahaan untuk menentukan positioning yang kuat dalam pasar sasaran. 1.
Produk (Product) Menurut Kotler dan Keller (2012:47) adalah suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, agar produk yang dijual mau dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan dari konsumen. Sedangkan pengertian produk menurut Kotler dan Armstrong (2010:253) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendaptkan perhatian, dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk meliputi objek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide. Selain itu produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya (Tjiptono, 2008).
19
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka produk didefinisikan sebagai kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merek ditambah dengan jasa dan reputasi penjualannya.
2.
Harga (Price) Menurut Kotler dan Keller (2012:47) adalah sejumlah nilai yang ditukarkan
konsumen
dengan
manfaat
dari
memiliki
atau
menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2010;314) yang dimaksud harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga yang ditawarkan kepada konsumen harus sesuai dengan pandangan konsumen atas nilai dan manfaat yang diperoleh dari prouk tersebut. Harga mempunya peranan penting bagi perusahaan, karena harga mempunya pengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan lainnya. Setiap
perusahaan
selalu
mengejar
keuntungan
guna
kesinambungan produksi. Keuntungan yang diperoleh ditentukan pada penetapan harga yang ditawarkan. Harga suatu produk atau jasa ditentukan pula dari besarnya pengorbanan yang dilakukan untuk menghasilkan jasa tersebut dan laba atau keuntungan yang diharapkan. Oleh karena itu, penetuan harga produk dari suatu perusahaan merupakan masalah yang cukup penting, karena dapat mempengaruhi hidup matinya serta laba dari perusahaan.
20
Kebijaksanaan harga erat kaitannya dengan keputusan tentang jasa yang di pasarkan. Hal ini disebabkan harga merupakan penawaran suatu produk atau jasa. Dalam penetapan harga, biasanya didasarkan pada suatu kombinasi barang/ jasa ditambah dengan beberapa jasa lain serta keuntungan yang memuaskan. Berdasarkan harga yang ditetapkan ini konsumen akan mengambil keputusan apakah dia membeli barang tersebut atau tidak. Juga konsumen menetapkan berapa jumlah barang/ jasa yang harus dibeli berdasarkan harga tersebut. Tentunya keputusan dari konsumen ini tidak hanya berdasarkan pada harga semata, tetapi banyak juga faktor lain yang menjadi pertimbangan, misalnya kualitas dari barang atau jasa, kepercayaan terhadap perusahaan dan sebagainya. Hendaknya setiap perusahaan dapat menetapkan harga yang peling tepat, dalam arti yang dapat memberikan keuntungan yang paling baik, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang. 3.
Tempat (Place) Menurut Kotler dan Keller (2012:47) tempat diasosiasikan sebagai saluran distribusi yang ditujukan untuk mencapai taget konsumen. Sistem distribusi ini mencakup lokasi, transportasi, pergudangan, dan sebagainya. Menurut Kotler dan Armstrong (2010:363) definisi tempat atau saluran distribusi adalah saluran distribusi merupakan seperangkat organisasi yang saling bergantung satu sama lain, yang dilibatkan dalam proses penyediaan suatu produk atau jasa , untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. Berdasarkan definisi diatas, saluran distribusi merupakan hal yang sangat penting, karena dengan adanya saluran distribusi produk dari produsen akan sampai ke konsumen. Maka, perusahaan harus menentukan strategi dalam pemilihan jumlah dan bentuk saluran distribusi yang tepat.
21
4.
Promosi (Promotion) Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program pemasaran, karena dengan adanya kegiatan promosi perusahaan bisa memberi informasi kepada konsumen tentang keberadaan dan manfaat produk perusahaan. Pengertian menurut Kotler dan Keller (2012:47) Promosi sebagai salah satu cara pemasaran untuk mengkomunikasikan dan menjual suatu produk kepada konsumen yang berpotensi. Aspek
ini
berhubungan
dengan
berbagai
usaha
untuk
memberikan informasi pada pasar tentang produk/ jasa yang dijual, tempat dan saatnya. Ada beberapa cara menyebarkan informasi ini, antara lain periklanan (advertising), penjualan pribadi (Personal Selling), Promosi penjualan (Sales Promotion) dan Publisitas (Publicity) a.
Periklanan (Advertising): Merupakan alat utama bagi pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya. Periklanan ini dapat dilakukan oleh pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop, televisi, ataupun dalam bentuk poster-poster yang dipasang di pinggir jalan atau tempat-tempat yang strategis.
b.
Penjualan Pribadi (Personal selling): Merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak langsung dengan calon konsumennya. Dengan kontak langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara pengusaha dengan calon konsumennya itu. Yang termasuk dalam personal selling adalah: door to door selling, mail order, telephone selling, dan direct selling.
c.
Promosi Penjualan (Sales Promotion): Merupakan kegiatan perusahaan untuk menjajakan produk yang dipasarkarlnya sedemikian rupa sehingga konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan pengaturan
22
tertentu, maka produk tersebut akan menarik perhatian konsumen. d.
Publsitas (Pubilicity): Merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh perusahaan untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen, agar mereka menjadi tahu, dan menyenangi produk yang dipasarkannya, hal ini berbeda dengan promosi, dimana di dalam melakukan publisitas perusahaan tidak melakukan hal yang bersifat komersial. Publisitas merupakan suatu alat promosi yang mampu membentuk opini masyarakat secara tepat, sehingga sering disebut sebagai usaha untuk "mensosialisasikan" atau "memasyarakatkan ". Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah tercapainya
keseimbangan yang efektif, dengan mengkombinasikan komponenkomponen tersebut kedalam suatu strategi promosi yang terpadu untuk berkomunikasi dengan para pembeli dan para pembuat keputusan pembelian. Marketing Mix
Product Product variety Quality Design
Price List Price Discounts Allowances
Target Market
Place Channels Coverage Assortment
Promotion Sales promotion Advertising Sales force
Gambar 2.1 Empat P Bauran Pemasaran Sumber : Kotler, Philip. Buku Marketing Management (2012:47)
23
2.1.2Brand Identity Merek adalah salah satu atribut yang penting dari suatu produk karena selain identifikasi, merek mempunyai banyak manfaat bagi para konsumen dan produsen maupun perantara. Merek merupakan unsur kebijakan produk yang dapat mempengaruhi kelancaran penjualan, oleh karena itu merek perlu mendapat perhatian. American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai “nama, istilah, tanda, lambang, kombinasinya, yang di maksudkan untuk mengidentifi kasi kan barang atau jasa dari sal ah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensi asi kan mereka dari pesaing”. Maka merek adal ah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional dan nyata, berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata, berhubungan dengan apa yang dipresentasikan oleh merek (Kotler dan Keller; 2012:263). Konsumen dapat mengevaluasi produk yang sama secara berbedabeda tergantung pada bagai mana pemerekan produk tersebut. Mereka belajar tentang merek melalui pengalaman masa lalu dengan produk tersebut dan program pemasarannya, menemukan merek mana yang memuaskan kebutuhan meraka dan mana yang tidak. Ketika hidup konsumen menjadi semakin rumit, terburu-buru dan kehabisan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan mengurangi resiko adalah sesuatu yang berharga (Kotler dan Keller; 2012:264). Menurut Tjiptono (2008:348), memilih nama merek yang tepat untuk sebuah produk bukanlah perkara gampang. Sejumlah pakar merek bahkan mengklaim bahwa memilih nama merek lebih sulit dibandingkan memilih nama anak. 2.1.2.1 Kategori Merek Sebuah merek bisa dikatakan sukses apabila pembeli atau
24
pemakainya mempersepsikan adanya nilai tambah relevan, unik dan berkesinambungan yang memenuhi kebutuhannya secara paling memuaskan. Menurut Doyle yang mendefinisikan merek sukses sebagai nama, simbol, desain atau kombinasi diantaranya yang mengidentifikasi produk organisasi tertentu dengan keunggulan diferensial berkesinambungan. Kriteria utama disini adalah (1) keunggulan diferensial yakni pelanggan memiliki alasan kuat untuk lebih menyukai merek bersangkutan dibandingkan merek-merek pesaing; dan (2) langgeng atau berkesinambungan artinya keunggulan yang tidak mudah ditiru para pesaing, menciptakan
hambatan
masuk
dimana perusahaan
misalnya
dengan
jalan
mengembangkan reputasi atau citra merek yang unik dan kokoh dalam kualitas layanan. Secara teoritis, pemilihan nama merek yang efektif harus memenuhi sejumlah kriteria, diantaranya mencerminkan manfaat dan kualitas produk (contohnya Navigator, Beautyrest, Spray & Wipe), mudah diucapkan, dikenal dan diingat (contohnya Sony, Virgin, Kodak), bersifat unik misalnya (Pajero, Prado), mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa lain serta memungkinkan perlindungan hukum dan registrasi merek (Tjiptono; 2008:353). Menurut Kotler dan Keller (2008:359), terdapat 4 kategori merek yaitu: a.
Merek perusahaan yaitu menggunakan nama perusahaan (baik perusahaan induk maupun anak perusahaan atau kantor cabangnya) sebagai merek produk.
b.
Merek keluarga yaitu nama merek yang digunakan di lebih dari satu kategori produk, tetapi tidak harus selalu merupakan nama perusahaan pemiliknya.
c.
Merek individu yaitu merek yang dibatasi hanya untuk satu kategori produk, meskipun dapat digunakan untuk beberapa tipe produk berbeda dalam kategori yang sama.
d.
Pengubah yakni wahana untuk menandakan item secara spesifik
25
atau tipe model atau versi/konfigurasi tertentu dari produk. Contohnya Yoghurt yoplaint menawarkan variasi rasa. 2.1.2.2 Manfaat Merek Menurut Kotler dan Keller (2008:355), merek bermanfaat bagi konsumen dan produsen. Bagi produsen merek bermanfaat sebagai: a.
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan.
b.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.
c.
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi lain waktu.
d.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.
e.
Sumber keunggulan kompetitif terutama perlindungan hukum.
Manfaat merek bagi para konsumen menurut Tjiptono (2008:357) yaitu: a.
Identifikasi yaitu bisa dilihat dengan jelas.
b.
Jaminan yaitu memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan tempat berbeda.
c.
Optimisasi yaitu memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternative terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik.
d.
Karakterisasi yaitu mendapatkan konfirmasi menganai citra diri konsumen atau citra diri yang ditampilkannya kepada orang lain.
e.
Kontinuitas yaitu
kepuasan terwujud
dari produk
yang
dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun. f.
Etis yaitu kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab terhadap merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.
26
2.1.2.3 Peranan dan Kegunaan Merek Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek.Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan emosional yang sama. Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Menurut Tjiptono (2005:20) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat yangdikategorikan menjadi 2, yaitu: 1.
Bagi produsen a.
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan ataupelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasiansediaan dan pencatatan akuntansi.
b.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Namamerek bisa diproteksi melalui merek dagang
terdaftar
(registeredtrademarks),
proses
pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten,dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain.Hak-hak properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yangdikembangkannya dan meraup manfaat dari aset bernilai tersebut. c.
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehinggamereka
bisa
dengan
mudah
memilih
dan
membelinya lagi di lainwaktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability dansecurity permintaan bagi perusahaan
dan
menciptakan
hambatanmasuk
menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
yang
27
d.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakanproduk dari para pesaing.
e.
Sumber
keunggulan
kompetitif,
terutama
melalui
perlindungan hukum,loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benakkonsumen. f.
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa
g. 2.
datang.
Bagi konsumen Keller mengemukakan 7 manfaat pokok merek bagi konsumen, yaitu: a.
Sebagai identifikasi sumber produk
b.
Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu
c.
Pengurang risiko
d.
Penekan biaya pencarian (search costs) internal dan eksternal
e.
Janji atau ikatan khusus dengan produsen
f.
Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
g.
Signal kualitas
2.1.2.4Definisi Brand Identity Pembedaan antara produk dan merek menurut Susanto (2003:1) dapat dipakai sebagai panduan untuk memperjelas tentang identitas. Produk meliputi ruang lingkup, atribut, kualitas, dan penggunaan. Sedangkan merek meliputi simbol, kepribadian merek, segala asosiasi terhadap organisasi, negara asal, pencitraan oleh pengguna, manfaat ekspresi diri, manfaat emosional, dan hubungan antara merek dan pelanggan. Brand identity adalah seperangkat asosiasi merek yang unik brand identity adalah seperangkat asosiasi merek yang unik yang
28
diciptakan oleh para penyusun strategi merek. Asosiasi-asosiasi ini mencerminkan kedudukan suatu merek dan merupakan suatu janji kepada pelanggan dari anggota organisasi. Brand identity akan membantu kemantapan hubungan diantara merek dan pelanggan melalui proposisi nilai yang melibatkan manfaat fungsional, manfaat emosional atau ekspresi diri. (Kotler & Keller, 2006:261) Sedangkan menurut Ghodeswar,brand identity merupakan asosiasi merek yang unik yang menunjukkan janji kepada konsumen. Agar menjadi efektif, brand identity perlu beresonansi dengan konsumen, membedakan merek dari pesaing, dan mewakili apa organisasi dapat dan akan lakukan dari waktu ke waktu (Halim dkk, 2014).
2.1.2.5 Dimensi Brand identity Brand identity adalah seperangkat asosiasi merek yang unik, yang diciptakan oleh parapenyusun strategi merek Asosiasi-asosiasi ini mencerminkan bagaimana merek tersebutberada dalam benak konsumen.
Brand
identity
membantu
membangun
hubungan
antaramerek dan konsumen melalui penciptaan proporsi nilai yang melibatkan keunggulanfungsional, emosional maupun ekspresi diri. (David dan Erich 2007:43). Dimensi Brand identitymenurut (Canandan,2009:122-123) adalah sebagai berikut : 1.
Brand as Product Dalam fungsi ini, merek adalah nama yang memebedakan suatu produk dengan produk lainnya.
2.
Brand as Organization Dalam fungsi ini, merek mewakili budaya, nilai, dan program perusahaan.
3.
Brand as Person Dalam fungsi ini, merekdibentuk menjadi lebihunik dan menarik agardapat
mencerminkanpribadi
pemakai
dengantujuan
menciptakankualitas hubungan jangkapanjang yangmemuaskan.
29
4.
Brand as Symbol Pada fungsi ini, merekberfokus pada inovasi danimajinasi merek sehinggamerek
menjadi
lebihmudah
untuk
dikenal,cukup
denganmenggunakan symbolsaja pelanggan sudah bisamengenali merek tersebutdalam hitungan detik.
2.1.3Coorporate Image Corporate image diperlukan untuk mempengaruhi pikiran pelanggan melalui kombinasi dari periklanan, humas, bentuk fisik, kata-mulut, dan berbagai pengalaman aktual selama menggunakan barang dan jasa. Dari pernyataan-pernyataan mempertimbangkan
tersebut
kemampuan
tersirat yang
dimiliki
bahwa
pelanggan
perusahaan
untuk
mempengaruhi persepsi mereka terhadap apa yang ditawarkan dan akan memiliki dampak terhadap perilaku pembelian pelanggan. Menurut Soemirat dan Adianto (2007:21) bahwa corporate image adalah kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap perusahaan, kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang-orang atau organisasi.Handi Irawan (2006) menyebutkan “Corporate image dapat memberikan kemampuan pada perusahaan untuk mengubah harga premium, meni kmati peneri maan lebih tinggi di banding pesaing yang membuat kepercayaan pelanggan pada perusahaan”. Menurut Soemirtat dan Adianto (2007:22) bahwa salah satu dari indikator terdapat sikap yang artinya adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi ide, objek, situasi dan nilai. Sikap bukan perilaku tetapi kecenderungan untuk berprilaku dan cara-cara tertentu.Corporate image merupakan persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya (Kotler and Keller, 2006 : 299). Corporate image berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi dari produk, tradisi, ideologi dan kesan pada kualitas yang di komunikasikan oleh setiap karyawan yang berinteraksi dengan klien organisasi . Citra masyarakat terhadap suatu organisasi, seringkali merupakan hasil interaksi masyarakat dengan anggota organisasi. Corporate image
30
tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi corporate image adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan melaksanakan kegiatan operasionalnya, yang mempunyai landasan utama pada segi layanan. Berdasarakan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa indikator dalam pembentukan corporate image yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sekumpulan kesan (impressions), kepercayaan (beliefs), dan sikap (attitudes) yang ada dalam benak konsumen terhadap perusahaan. Corporate image diawali dengan adanya persepsi public mengenai suatu perusahaan yang terbentuk dalam benak para pelanggan. Untuk membentuk corporate image yang positif, perusahaan perlu mengirimkan pesan dirinya kepada lingkungan perusahaan, baik internal maupun eksternal, yaitu pegawai perusahaan, konsumen, supplier, dan lainnya. Perusahaan dapat membentuk corporate image yang positif dalam benak konsumen (share of mind). Dengan demikian, corporate image dapat dipersepsikan sebagai gambaran mental secara selektif. Karena keseluruhan kesan tentang karakteristik suatu perusahaanlah yang nantinya akan membentuk corporate image dibenak masyarakat. Setiap perusahaan dapat memiliki lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi yang dilakukan perusahaan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, seperti: nasabah, karyawan, pemegang saham, supplier dimana setiap kelompok tersebut mempunyai pengalaman dan hubungan yang berbeda dengan perusahaan.
2.1.3.1 Arti Penting Corporate image Pelanggan yang cenderung untuk membeli terutama dari bisnis dioperasikan perusahaan sedang mencari nama yang berkualitas dapat mereka percayai. Corporate image semakin dipandang penting dalam mempengaruhi efektivitas pemasaran. Oleh karena itu sangat layak kalau citra ditetapkan sebagai sal ah satu aset utama yang dimiliki
31
perusahaan atau organisasi. Corporate image penting bagi setiap perusahaan karena merupakan kesel uruhan kesan yang terbentuk di benak masyarakat tentang perusahaan (Kanaidi, 2010:33). Citra dapat berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi produk, tradisi, ideology, dan kesan pada kualitas komunikasi yang di lakukan oleh seti ap karyawan yang berinteraksi dengan klien perusahaan. Dengan demikian, corporate image dapat dipresepsikan sebagai gambaran mental secara selektif. Karena keseluruhan kesan tentangkarakteristik
suatu
perusahaanlah
yang
nantinya
akan
membentuk corporate image dibenak masyarakat. Setiap perusahaan dapat memiliki lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi yang dilakukan perusahaan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, seperti: nasabah, karyawan, pemegang saham, supplier dimana setiap kelompok tersebut mempunyai pengalaman dan hubungan yang berbeda dengan perusahaan. Karena itu, citra yang dimiliki perusahaan dapat berperingkat positif atau negatif. Untuk itu, perusahaan perlu mengkomunikasikan secara jelas tentang perusahaan yang diharapkan, sehingga dapat mengarahkan masyarakat dalam mencitrakan perusahaan secara positif. Lebih lanjut, citra merupakan hasil dari penilaian atas sejumlah atribut, tetapi citra bukanlah penilaian itu sendiri, karena citra adalah kesan konsumen yang paling menonjol dari perusahaan, yang dievaluasi dan dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Pentingnya Corporate image dikemukakan oleh Sutisna dalam Kanaidi (2010:82) sebagai berikut: 1. Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal, Citra positif memberikan kemudahan bagi perisahaan untuk berkomunikasi dan mencapai tujuan secara efektif sedangkan citra negatif sebaliknya. 2. Sebagai penyaring yang memperngaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan citra yang positif menjadi pelindung terhadap
32
kesalahan kecil, kualitas teknik/ fungsional sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan tersebut. 3. Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas pelayanan perusahaan. 4. Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak internal corporate
image
yang
kurang
jelas
dari
nyata
mempengaruhi sikap karyawan terhadap perusahaan. Dengan demikian peran corporate image amatlah penting karena citra yang
baik
dari
perusahaan
akan
berdampak
positif
dan
menguntungkan sedangkan citra yang buruk akan berdampak buruk dan merugikan perusahaan.
2.1.3.2 Dimensi Pembentukan Corporate image Corporate image tidak dapat di bentuk dengan sendirinya, harusl ah ada upaya-upaya yang dilakukan agar citra tersebut menj adi semakin baik. Corporate image yang bersumber dari pengal aman memberikan gambaran telah terjadi keterlibatan antara konsumen dengan perusahaannya, upaya perusahaan sebagai sumber informasi yang lengkap dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan objek sasaran. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:74) mengatakan bahwa “Proses terbentuknya corporate image berlangsung beberapa tahapan. Pertama, objek mengetahui (menlihat/mendengar upaya
yang
dilakukan perusahaan dalam membentuk corporate image. Kedua, memperhatikan upaya perusahaan tersebut. Ketiga, setelah adanya perhatian objek mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan. Keempat, terbentuk corporate image pada objek. Kelima, corporate image yang terbentuk akan menentukan perilaku objek sasaran dalam hubungannya dengan perusahaan”. Sedangkan menurut Qamar (2013) et al.Tsai Corporate image didefinisikan sebagai konsep multidimensional yang berisi empat dimensi;
33
1.
Corporate product image Keller dalam (Tsai et. al. 2010) berpendapat bahwa atribut dengan manfaat produk dapat menyediakan pelanggan dengan informasi penting bagi pelanggan dalam menilaicorporate image.
2.
Corporate service image Keller dalam (Tsai et. al. 2010) menunjukkan bahwa perilaku karyawan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pembentukan
pelanggan
image
perusahaan
yang
menguntungkan. Di antara berbagai jenis perilaku seperti itu, tindakan layanan terkait sangat berpengaruh pada pembentukan pelanggan tayangan positif. Sebuah citra pelayanan perusahaan merupakan sebuah organisasi yang berfokus pada kebutuhan dan perasaan pelanggan dan menekankan kepuasan pelanggan. 3.
Corporate citizenship image Perilaku perusahaan yang bertanggung jawab sosial adalah cara yang paling populer bagi perusahaan untuk mengelola corporate image citizenship. Perusahaan mempublikasikan perilaku positif mereka di media dan kegiatan kehumasan lainnya untuk mendapatkan pengakuan positif dari pihak luar.
4.
Corporate credibility image Kredibilitas perusahaan mengacu pada sejauh mana konsumen dan stakeholder lainnya percaya pada perusahaan layak dipercaya, keahliannya, dan menyenangkan, yang memberikan kontribusi untuk seluruh gambar suatu perusahaan (Yongqiang Li. et. al. Formbrun 2011).
2.2 Perilaku Konsumen (Consumer Behaviour) 1. Pengertian Perilaku Kosumen
34
Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa. Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, di mana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (2007:72) Teori perilaku konsumen adalah deskripsi tentang bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatan antara barang dan jasa yang berbeda- beda untuk memaksimalkan kesejahteraan konsumen tersebut. Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan perilaku konsumen (consumen behavior) sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalammencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk yang diharapkan akan memuaskan kebutuhan hidup. Studi tentang perilaku konsumen akan menjadi dasar yang amat penting dalam manajemen pemasaran. Hasil dari kajiannya akan membantu para pemasar untuk menghasilkan 3 (tiga) informasi penting, yaitu : 1) Orientasi / arah / cara pandang konsumen (a consumer orientation) 2) Berbagai fakta tentang perilaku berbelanja (Facts about buying behavior) 3) Konsep / teori yang memberi acuan pada proses berfikirnya manusia dalam berkeputusan (Theories to guide the thinking process) Selain itu, analisis perilaku konsumen juga memainkan peranan penting dalam merancang kebijakan publik. Bagi pengusaha bidang ekonomi suatu negara memerlukan kajian ini untuk merumuskan kebijakannya dalam rangka perlindungan konsumen.
35
Dengan mengetahui mungkin dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan kemampuan seorang pemasar dalam menjalankan tugasnya. Demikian juga bagi kalangan akademis, kajian ini akan dipergunakan untuk memperdalam pengetahuan tentang perilaku konsumen. Dari setiap perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor diantaranya faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi. Dari faktor – faktor tersebut merupakan faktor – faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar – benar diperhitungkan.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kosumen Pengertian perilaku konsumen menurut para. ahli sangatlah berbeda-
beda, salah satunya menurut Kotler (2007:213), yang menjelaskan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Studi konsumen memberikan petunjuk untuk memperbaiki dan memperkenalkan produk atau jasa, menetapkan harga, merencanakan saluran, menyusun pesan, dan mengembangkan kegiatan pemasaran lain. Oleh sebab itulah memahami perilaku konsumen dan mengenal kebutuhan dan keinginan mereka sangatlah tidak pernah sederhana. Dari definisi tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sebagai produsen mereka harus mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumennya. Dengan mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap sebuah produk, maka produsen dapat mempengaruhi- konsumen agar mereka dapat membeli produknya, pada saat mereka membutuhkannya. Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, dan pribadi (Kotler dan Keller, 2009). a.
Faktor Budaya Menurut Kotler dan Keller (2009:166), Budaya (culture) adalah determinan dasar keinginan dan perilaku seseorang. Kelas budaya, subbudaya, dan sosial sangat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.
36
1) Subbudaya (subculture) Setiap budaya terdiri dari beberapa subbudaya (subculture) yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. 2) Kelas Sosial Menurut Kotler dan Keller (2009:168), kelas sosial didefinisikan sebagai sebuah stratifikasi sosial atau divisi yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, tersusun secara hierarki dan mempunyai anggota yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2008:329), mendefinisikan kelas sosial sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status sosial yang berbeda, sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Salah satu gambaran klasik tentang kelas sosial di Amerika Serikat mendefinisikan tujuh tingkat dari bawah ke atas, sebagai berikut: (1) bawah rendah, (2) bawah tinggi, (3) kelas pekerja, (4) kelas menengah, (5) menengah atas, (6) atas rendah, (7) atas tinggi. b.
Faktor Sosial Selain faktor budaya, faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian. 1)
Kelompok Referensi Kelompok referensi (reference group) seseorang adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung disebut kelompok keanggotaan (membership group). Beberapa dari kelompok ini merupakan kelompok
primer
(primary
group),
dengan
siapa
seseorang
berinteraksi dengan apa adanya secara terus menerus dan tidak resmi, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja. Masyarakat juga menjadi kelompok sekunder (secondary group), seperti agama,
37
professional, dan kelompok persatuan perdagangan, yang cenderung lebih resmi dan memerlukan interaksi yang kurang berkelanjutan. Orang juga dipengaruhi oleh kelompok di luar kelompoknya. Kelompok aspirasional (aspirational group) adalah kelompok yang ingin diikuti oleh orang itu; kelompok disosiatif (dissociative group) adalah kelompok yang nilai dan perilakunya ditolak oleh orang tersebut. Jika pengaruh kelompok referensi kuat, pemasar menentukan cara menjangkau
dan
mempengaruhi
pemimpin
opini
kelompok.
Pemimpin opini adalah orang yang menawarkan nasihat atau informasi informal tentang produk atau kategori produk tertentu, misalnya mana yang terbaik dari beberapa merek atau bagaimana produk tertentu dapat digunakan. 2)
Keluarga Menurut Kotler dan Keller (2009:171), Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan anggota keluarga merepresentasikan kelompok referensi utama yang paling berpengaruh. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2008:305) secara tradisional, keluarga didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang dikaitkan oleh hubungan darah, perkawinan, atau adopsi yang tinggal bersama-sama. Dalam arti yang lebih dinamis, para individu yang merupakan satu keluarga dapat digambarkan sebagai anggota kelompok sosial paling dasar yang hidup bersama- sama dan berinteraksi untuk memuaskan kebutuhan pribadi bersama. Ada dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi (family of orientation) yang terdiri dari orang tua dan saudara kandung. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi terhadap agama, politik, dan ekonomi serta rasa ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian setiap hari adalah keluarga prokreasi (family of procreation) terdiri dari pasangan dan anak-anak.
3)
Peran dan Status
38
Orang berpartisipasi dalam banyak kelompok keluarga, klub, organisasi. Kelompok sering menjadi sumber informasi penting dan membantu mendefinisikan norma perilaku. Posisi seseorang dalam tiap kelompok di mana ia menjadi anggota berdasarkan peran dan status. Peran (role) terdiri dari kegiatan yang diharapkan dapat dilakukan seseorang. Setiap peran menyandang status. c.
Faktor Pribadi Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli; pekerjaan dan keadaan ekonomi; kepribadian dan konsep diri; serta gaya hidup dan nilai. 1) Usia dan Tahap Siklus Hidup Selera dalam makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlah, usia, serta jenis kelamin orang dalam rumah tangga pada satu waktu tertentu. 2) Pekerjaan dan Keadaan Ekonomi Pekerja kerah biru akan membeli baju kerja, sepatu kerja, dan kotak makan. Presiden perusahaan akan membeli jas, perjalanan udara, dan keanggotaan country club. Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa mereka. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi: penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat, stabilitas, dan pola waktu), tabungan dan asset (termasuk persentase asset likuid), utang, kekuatan pinjaman, dan sikap terhadap pengeluaran dan tabungan. 3) Kepribadian dan Konsep Diri Setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. Yang dimaksudkan dengan kepribadian (personality), adalah sekumpulan sifat psikologis manusia yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian). Kepribadian
39
juga dapat menjadi variabel yang berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen. Idenya bahwa merek juga mempunyai kepribadian, dan konsumen mungkin memilih merek yang kepribadiannya sesuai dengan mereka. Kepribadian merek (brand personality) dapat didefinisikan sebagai bauran tertentu dari sifat manusia yang dapat kita kaitkan pada merek tertentu. 4) Gaya Hidup dan Nilai Orang-orang dari subbudaya dan kelas sosial yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda. Menurut Kotler dan Keller (2009:175), Gaya hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang di dunia yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapat. Gaya hidup memotret interaksi "seseorang secara utuh" dengan lingkungannya. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh nilai inti (core values), sistem kepercayaan yang mendasari sikap dan perilaku. Nilai inti lebih dalam daripada perilaku atau sikap dan menentukan pilihan dan keinginan seseorang pada tingkat dasar dalam jangka panjang.
d.
Proses Psikologis Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah model respons rangsangan yang diperlihatkan dalam gambar dibawah ini rangsangan pemasaran dan lingkungan memasuki kesadaran konsumen, dan sekelompok
proses
psikologis
digabungkan
dengan
karakteristik
konsumen tertentu menghasilkan proses pengambilan keputusan dan keputusan akhir pembelian.
Gambar 2.2 Model Perilaku Konsumen
40
Sumber: Kotler dan Keller (2009:178)
Model ini disebut juga dengan model of Buyer Behavior, menjelaskan proses terjadinya pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian. Model ini diawali dengan rangsangan pemasaran (marketing stimuli) yang terdiri dari: 1) Produk (Product), yaitu produk apa yang secara tepat diminati oleh konsumen, baik secara kualitas dan kuantitasnya. 2) Harga (Price), merupakan seberapa besar harga sebagai pengorbanan konsumen dalam memperoleh manfaat yang diinginkan. 3) Distribusi (Place), bagaimana pendistribusian barang sehingga produk dapat sampai ke tangan konsumen dengan mudah. 4) Promosi (Promotion), yaitu pesan-pesan yang dikomunikasikan sehingga keunggulan produk dapat sampai kepada konsumen. Rangsangan marketing tersebut, dalam hal ini dilengkapi dengan adanya rangsangan-rangsangan lain-lain, yang meliputi: 1) Ekonomi (Economic), dalam hal ini adalah daya beli yang tersedia dalam suatu perekonomian yang bergantung pada pendapatan pada tingkat dan distribusi yang berbeda-beda. 2) Tehnologi (Technology), dalam ini menjelaskan bahwa dapat membentuk hidup manusia serta dapat memberi dampak positif atau negatif dalam kehidupannya.
41
3) Politik dan hukum (Political), menjelaskan bahwa keadaan politik dan hukum sangat mempengaruhi stabilitas dan situasi yang sangat berpengaruh pada keputusan pembelian. 4) Budaya (Cultural), meliputi keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dibentuk oleh masyarakat dimana mereka dibesarkan yang dapat bergeser mengikuti model atau trend terbaru. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara kedatangan rangsangan pemasaran dari luar dan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis kunci motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori mempengaruhi respons konsumen secara fundamental. 1)
Motivasi Menurut
Schiffman
dan
Kanuk
(2008:72),
motivasi
dapat
digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Kita semua mempunyai banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenic; kebutuhan itu timbul dari keadaan tekanan psikologis seperti rasa lapar, rasa haus, atau rasa tidak nyaman. Kebutuhan lain bersifat psikogenik; kebutuhan yang timbul dari keadaan tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki. Kebutuhan menjadi motif (motive) ketika kebutuhan itu meningkat sampai tingkat intensitas yang cukup sehingga mendorong kita bertindak. Motivasi dua arah kita memilih satu tujuan di atas tujuan lainnya dan intensitas energi yang kita gunakan untuk mengejar tujuan. 2)
Persepsi Persepsi (perception) adalah proses di mana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang berarti. Poin utamanya adalah bahwa persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan
42
rangsangan terhadap bidang yang mengelilinginya dan kondisi dalam setiap diri kita. Dalam pemasaran, persepsi lebih penting daripada realitas, karena persepsi konsumen mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Orang bisa mempunyai persepsi berbeda tentang obyek yang sama karena tiga proses pemahaman: atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif. (i) Atensi Selektif Atensi-perhatian adalah alokasi pemrosesan kapasitas terhadap beberapa rangsangan. Atensi sukarela adalah sesuatu yang bermakna; tak sukarela disebabkan oleh seseorang atau sesuatu. Diperkirakan bahwa rata-rata orang terpapar oleh lebih dari 1.500 iklan atau komunikasi merek sendiri. Karena kita tidak mungkin dapat mendengarkan semua ini, kita menyortir sebagian besar rangsangan tersebut sebuah proses yang disebut atensi selektif (selectiveattention). Atensi selektif berarti bahwa pemasar harus bekerja keras untuk menarik atensi konsumen. (ii)
Distorsi Selektif Distorsi selektif (selective distortion) adalah kecenderungan untuk menerjemahkan informasi dengan cara yang sesuai dengan konsepsi awal kita. Konsumen sering mendistorsi informasi agar konsisten dengan keyakinan dan ekspektasi dari merek dan produk yang sudah ada sebelumnya.
(iii)
Retensi Selektif Sebagian besar dari kita tidak mengingat kebanyakan informasi yang dipaparkan kepada kita, tetapi kita mempertahankan informasi yang mendukung sikap dan keyakinan kita. Karena retensi selektif (selective retention), kita akan mengingat poin bagus tentang sebuah produk yang kita sukai dan melupakan poin bagus tentang produk pesaing. Retensi selektif sekali lagi bekerja untuk keunggulan merek- merek kuat.
3) Pembelajaran
43
Ketika
kita
bertindak,
kita
belajar.
Pembelajaran
(learning)
mendorong perubahan dalam perilaku kita yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia dipelajari, meskipun sebagian
besar
pembelajaran
itu
tidak
sengaja.
Ahli
teori
pembelajaran percaya bahwa pembelajaran dihasilkan melalui interaksi dorongan, ransangan, pertanda, respons, dan penguatan. 4) Memori Semua informasi dan pengalaman yang kita hadapi ketika kita menjalani hidup dapat berakhir di memori jangka panjang kita. Ahli psikologi kognitif membedakan antara memori jangka pendek (short term memory STM) penyimpanan informasi temporer dan terbatas dan memori jangka panjang (long term memory) penyimpanan yang lebih permanen dan pada dasarnya tak terbatas. Pandangan struktur memori jangka panjang yang paling diterima secara luas mengasumsikan kita membentuk beberapa model asosiatif. Misalnya, model memori jaringan asosiatif (associative network memory model) memandang LTM sebagai sekumpulan node dan penghubung. Node adalah informasi tersimpan yang dihubungkan dengan penghubung yang kekuatannya bervariasi.
2.2.1Consumer Attitude Menurut Eagle dan Chaiken dalam buku A. Wawan dan Dewi M. (2010:20) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke dalam proses- proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan respon-respon yang konsisten).
44
2.2.1.1Fungsi Sikap Menurut Katz dalam buku Wawan dan Dewi (2010:23) sikap mempunyai beberapa fungsi, yaitu: a.
Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang memandang sejauh mana obyek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka mencapai tujuan. Bila obyek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersifat positif terhadap obyek tersebut. Demikian sebaliknya bila obyek sikap menghambat pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap obyek sikap yang bersangkutan.
b.
Fungsi pertahanan ego Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya atau egonya.
c.
Fungsi ekspresi nilai Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat menunjukkan kepada dirinya. Dengan individu mengambil sikap tertentu akan menggambarkan keadaan sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.
d.
Fungsi pengetahuan Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan pengalaman-pengalamannya.
Ini
berarti
bila
seseorang
mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan tentang
pengetahuan
orang
terhadap
obyek
sikap
yang
bersangkutan. Menurut Azwar S (2011:23) sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu:
45
a.
Komponen kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial.
b.
Komponen afektif Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
c.
Komponen konatif Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengancara-cara tertentu. Menurut
Azwar
S
(2011:30)
faktor-faktor
yang
mempengaruhisikap yaitu: a.
Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
b.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c.
Pengaruh kebudayaan
46
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. d.
Media massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
e.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan
apabila
pada
gilirannya
konsep
tersebut
mempengaruhi sikap. f.
Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
2.2.1.2 Definisi Consumer attitude Menurut Peter dan Olson (2009:130) consumer attitude adalah selalu menuju pada beberapa konsep, terdapat dua jenis konsep yang banyak digunakan yaitu benda dan perilaku. Konsumen dapat memiliki sikap terhadap objek fisik dan objek sosial, termasuk didalamnya
produk,
merek,
model,
toko,
dan
orang-orang
sebagaimana aspek strategi pemasaran. Konsumen juga dapat memiliki sikap terhadap benda-benda yang tak berwujud seperti konsep dan ide-ide. Selain itu konsumen juga dapat memiliki sikap terhadap perilaku atau tindakan mereka sendiri, termasuk tindakan masa lalu mereka dan perilaku masa depan. Menurut Schiffman dan Kanuk (2009:249) Model Tiga komponen sikap (Three Component Attitude Model) merupakan model yang dikembangkan oleh para ahli perilaku yang menentukan
47
secara tepat komposisi sikap dengan maksud agar perilaku dapat dijelaskan dan diprediksi. Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1)
Komponen Kognitif Merupakan pengetahuan (cognition) dan persepsi yang diperoleh melalui kombinasi dari pengalaman langsung dengan objek sikap (attitude object) dan informasi terkait yang didapat dari berbagai sumber.
2)
Komponen Afektif Merupakan emosi atau perasaan terhadap suatu produk atau merek tertentu yang mempunyai hakikat evaluatif.
3)
Komponen Konatif Kemungkinan
atau
kecenderungan
bahwa
individu
akan
melakukan tindakan tertentu atau berperilaku dengan cara tertentu berkaitan dengan objek sikap. Menurut beberapa interpretasi, komponen konatif mungkin termasuk perilaku yang sebenarnya itu sendiri. Dalam riset pemasaran dan konsumen, komponen konatif sering diperlakukan sebagai ekspresi niat konsumen untuk membeli. pembeli skala niat digunakan untuk menilai
kemungkinan
konsumen
membeli
produk
atau
berperilaku dengan cara tertentu. Menurut Schiffman dan Kanuk (2009:246) terdapat beberapa karakteristik penting yang dimiliki oleh sikap, yaitu : 1)
Sikap Memiliki Objek Didalam konteks pemasaran, consumer attitude terkait dengan berbagai konsep seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan, media dan sebagainya.
2)
Sikap adalah Kecenderungan yang dipelajari Bahwa sikap relevan terhadap perilaku pembelian dimana terbentuk sebagai hasil dari pengalaman langsung sebuah produk, informasi word-of-mouthyang diperoleh dari orang lain
48
atau iklan dari media massa, internet, dan berbagai bentuk pemasaran langsung. 3)
Konsistensi Sikap Sikap relatif konsisten dengan perilaku yang direfleksikan.
4)
Sikap dan situasi Kejadian atau keadaan dimana dalam suatu waktu mempengaruhi hubungan diantara sikap dan perilaku.
2.2.1.3 Dimensi Consumer attitude Dimensiconsumer attitude menurut Jaafar (2012:76) adalah sebagai berikut : 1)
Trust on the product Delgado (2008:150)Kepercayaan Merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek. Kepercayaan Merek adalah kemauan
konsumen
mempercayai
merek
dengan
segala
resikonya, karena adanya harapan merek tersebut dapat memberikan hasil yang positif bagi mereka. 2)
Familiarity Penggunaan konsisten suatu merek, membuat merektersebut segera dapat dikenali oleh konsumen sehingga segala sesuatu yang berkaitandengannya tetap diingat. Dengan demikian, menurut Gede Riana (2008:187) suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut. 1.
Menjelaskan apa yang dijual perusahaan.
2.
Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan.
3.
Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.
Suatu merek memberikan serangkaian janji yang di dalamnya menyangkutkepercayaan, konsistensi, dan harapan. Dengan demikian, merek sangat penting, baikbagi konsumen maupun produsen.
Bagi
konsumen,
merek
bermanfaat
untukmempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan jaminan akan kualitas. Sebaliknya, bagi produsen, merek dapat
49
membantu upayaupaya untuk membangunloyalitas dan hubungan berkelanjutan dengan konsumen. 3)
Perceived economic situation Persepsi situasi ekonomi akan mempengaruhi pola pembeliankonsumen. Mereka yang secara ekonomi baik akan memilikibanyak pilihan, sementara yang ekonominya kurang baik akanterbatas pilihanya.
2.3
Tingkatan Pembuatan Keputusan Konsumen Dalam hal ini ada tiga tingkatan pembuatan keputusan konsumen dari high-involvement (keterlibatan tinggi) sampai ke low-involvement (keterlibatan rendah), yaitu extensive problem solving, limited problem solving, dan routinized responsed behavior (Schiffman-kanuk, 2008:74). a. Extensive problem solving – terjadi ketika konsumen tidak mempunyai kriteria yang jelas dalam menilai kategori produk atau merek khusus, atau dia tidak mengelompokkan sejumlah merek potensial yang masuk dalam perhitungan. Pada saat itu konsumen membutuhkan banyak informasi untuk menentukan kriteria dalam menilai merek-merek tertentu. b. Limited problem solving – pada tahap ini konsumen telah memiliki kriteria-kriteria standar dalam menilai kategori produk dan merekmerek dalam kategori tersebut, namun dia tetap tidak dapat menentukan pilihan. Pencarian informasi dalam tahap ini lebih bersifat memperbaiki, konsumen harus mengumpulkan informasi tambahan untuk memastikan pilihan yang akan mereka ambil. c. Routinized response behavior- pada tahap ini, konsumen telah memiliki pengalaman dalam penggunaan produk dan telah menentukan kriteriakriteria dalam mengevaluasi merek-merek alternatif. Dalam beberapa situasi, konsumen mungkin akan mencari beberapa informasi tambahan dalam rangka mengulang apa yang telah mereka ketahui.
50
2.3.1
Proses Keputusan Pembelian Konsumen Selain model perilaku keputusan pembelian konsumen menurut
Kotler, terdapat pula model perilaku keputusan pembelian konsumen menurut Sshiffman-Kanuk. Model dari Schiffman-Kanuk merefleksikan adanya proses kognitif atas pemecahan masalah yang dialami oleh konsumen dan terdiri dari tiga komponen utama yaitu Input, Proses, dan Output, dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2 Model Sederhana Dari Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Pengaruh Eksternal
I N P U T
Usaha Pemasaran Perusahaan 1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Distribusi
Lingkungan Sosial Budaya 1. Keluarga 2. Sumber Informal 3. Sumber non komersial lainnya 4. Kelas sosial 5. Sub budaya & budaya
Pengaruh Internal Pengenalan Kebutuhan P R O S E S
O U T P U T
Pencarian Informasi
Pengaruh Internal 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran 4. Kepribadian 5. Perilaku
Evaluasi Alternatif
Pengalaman
Perilaku Pasca Pengambilan Keputusan
Pembelian 1. Percobaan 2. Pembelian ulang Evaluasi Pasca Pembelian
Sumber : Schiffman and Kanuk (2008:54)
51
a. Input Komponen input yang ada meliputi pengaruh dari luar yang berlaku sebagai sumber informasi dan mempengaruhi konsumen melalui nilai dan perilaku yang berhubungan dengan produk. Yang berperan penting dalam input adalah kegiatan bauran pemasaran yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan produknya kepada konsumen potensial dan juga pengaruh sosiokultural untuk menggiring konsumen dalam keputusan pembelian (Schiffman-Kanuk, 2008: 55). 1) Input pemasaran – Kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan untuk menjangkau, menginformasikan, dan membujuk konsumen untuk membeli produk yang mereka tawarkan. Kegiatan pemasaran tersebut meliputi karakteristik produk, iklan pada media massa, personal selling, dan promosi-promosi lainnya 2) Input sosiokultural – Lingkungan sosiokultural juga berperan penting dalam mempengaruhi konsumen, termasuk pendapat teman, artikel editorial di koran, penggunaan produk oleh anggota keluarga, atau artikel dalam jurnal konsumen. Juga pengaruh dari kelas sosial, budaya, dan sub-budaya yang tidak kalah pentingnya dalam penilaian serta penerimaan atau penolakan konsumen atas suatu produk.
b. Proses Dalam proses pembuatan keputusan konsumen harus diperhatikan beberapa faktor psikologis yang memiliki pengaruh internal terhadap konsumen. Pada gambar 2.4 diperlihatkan tiga tahapan yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian alternatif, dan evaluasi alternatif. Pencarian informasi atas produk tergantung dari jenis produk yang dibeli, dimana semakin kompleks atau rumit produk yang akan dibeli, semakin banyak informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini ada tiga tahapan proses pembuatan keputusan konsumen (Schiffman-Kanuk, 2008: 55), yaitu:
52
1) Pengenalan kebutuhan – kebutuhan terjadi bila seseorang dihadapkan pada adanya masalah. Ada dua tipe pengenalan masalah yang dilakukan oleh konsumen, pertama, adalah tipe konsumen yang merasa mempunyai masalah ketika suatu produk tidak dapat memuaskan kebutuhannya, dan yang kedua adalah konsumen yang mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang baru dan ini menjadi pemicu timbulnya kebutuhan. 2) Pencarian alternatif pembelian – hal ini terjadi pada saat konsumen sadar bahwa kebutuhannya dapat dipuaskan dengan membeli atau mengkonsumsi produk tertentu. Untuk itu dia memerlukan informasi yang berkaitan dengan produk yang akan dia beli, seperti pengalaman pemakaian produk di masa lalu. Jika dia belum pernah mengkonsumsi produk tersebut, maka konsumen tersebut harus mencari informasi untuk menentukan pilihan produknya. Semakin besar pengaruh dari sumber internal (pengalaman masa lalu), maka akan semakin kecil kebutuhannya akan informasi eksternal (iklan, promosi, dll), dan semakin tinggi resiko yang dihadapi, maka semakin kompleks informasi yang dibutuhkan dan sebaliknya. 3) Evaluasi alternatif – pada saat melakukan evaluasi, konsumen biasanya berpegang pada dua tipe informasi, yaitu daftar merek produk yang menjadi acuannya, dan kriteria yang dia gunakan untuk menilai tiap merek. c. Output Pada bagian ini terdapat dua bentuk kegiatan pasca keputusan pembelian yang sangat erat yaitu perilaku pembelian dan perilaku pasca pembelian (Schiffman-Kanuk, 2005:69). a. Perilaku pembelian konsumen melakukan dua tipe pembelian yaitu pembelian uji coba dan pembelian ulang. Jika konsumen merasa puas akan merek yang dibelinya atau merasa mereknya lebih baik daripada merek lainnya, biasanya dia akan melakukan pembelian ulang. Perilaku pembelian ulang berhubungan sangat erat dengan loyalitas merek, dimana pemasar berusaha untuk mendorong
53
terjadinya pembelian ulang tersebut karena akan memberikan jaminan kestabilan market share mereka. Evaluasi pasca pembelian – pada saat konsumen menggunakan produk, terutama pada saat uji coba, mereka menilai kemampuan produk, apakah sesuai dengan harapan mereka atau tidak. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: pertama, kemampuan produk sesuai dengan standar yang telah ditentukan, menghasilkan reaksi netral pada konsumen; kedua, kemampuan
produk
berada
diatas
standar
konsumen
sehingga
menghasilkan kepuasan; ketiga, kemampuan produk berada dibawah standar yang telah ditentukan, akan menghasilkan ketidakpuasan.
2.3.2Purchase Intention Dalam menimbulkan purchase intention adalah sesuatu yang paling sulit untuk memerlukan komunikasi yang efektif dengan pasar sasaran. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus mengerti bagaimana konsumen berpikir, beralasan untuk membeli. Agar berhasil perusahaan harus mampu meyakinkan konsumen bahwa produk yang di tawarkan mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Adapun pengertian purchase intention menurut David (2009:191) menyatakan bahwa keinginan yang timbul dari konsumen untuk memiliki suatu produk karena akibat dari beberapa dorongan. Sedangkan menurut Margaret (2006:152) bahwa : Purchase intention muncul karena beberapa keputusan pembelian: keputusan merek, keputusan kuantitas, keputusan waktu, dan keputusan waktu pembayaran. Heizer (2007:162) menyatakan tujuan akhir yang diharapkan adalah agar konsumen melakukan indikator, hal ini tidak mudah. Pembeli potensial perlu didorong untuk mencoba produk untuk memudahkan melakukan pembelian. Salah satu model mengenai tahap-tahap respon konsumen adalah model “AIDA” merupakan tahap-tahap yang dilalui seorang
konsumen
dalam
melakukan
tindakan
pembelian,
yang
memperlihatkan bagaimana pembeli melewati tahap perhatian (Attention), minat (Interest), kehendak (Desire), dan tindakan (Action).
54
Purchase intention merupakan salah satu aspek kepribadian yang berbentuk dan berkembang karena pengaruh pembawaan dan lingkungan. Minat terus menerus mengalami perubahan dan dipengaruhi oleh kondisi fisik, mental dan keadaan emosinya serta perubahan lingkungan sosial dimana ia berada. Proses perubahan minat tersebut terjadi hampir sepanjang garis kehidupan. Dilihat dari fase perkembangan, minat berkambang secara bertingkat, mengikuti setiap fase perkembangan yang dilalui individu sejak bayi hingga dewasa. Selain dari pada itu perkembangan minat juga tergantung pada kesempatan belajar. Dengan kata lain bergantung pada lingkungan dimana individu berada dan bergaul.
2.3.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Purchase intention Pada dasarnya purchase intention seseorang timbul karena pengaruh dari dalam pengaruh dari dalam dan luar dirinya. Pada saat konsumen akan membeli suatu produk pasti akan memperhatikan dengan seksama perihal produk yang akan dibelinya. Hal-hal yang diperhatikan tersebut antara lain mengenai produk itu sendiri, kebersihan, harga dan kemasan dari produk tersebut. Menurut Heizer (2007:164) Jika seseroang akan membeli suatu barang atau produk, maka dengan sendirinya akan memasuki tahaptahap Attention (perhatian), Interest (tertarik), Desire (hasrat) dan Action (tindakan untuk membeli), sebagai contoh ketika konsumen melihat seorang memakai produk-produk yang dipakainya, dalam hal ini seseorang konsumen sudah memasuki tahap. 1. Attention (perhatian terhadap produk-produk yangdipakai oleh seorang seseorang. Konsumen yang tertarik kepada salah satu produk yang ada akan memperhatikan produk tersebut dan akan mengingatnya seandainya dia tidak bisa membeli produk tersebut pada saat itu juga, setelah dia memperhatikan produk tersebut maka dia akan tertarik dan akan merasa bahwa dia menyenangi
55
dan menginginkan produk tersebut, dan pada saat itu juga seorang konsumen berada pada tahap 2. Interest. Selanjutnya konsumen akan lebih memperhatikan bahkan ingin segera memiliki produk tersebut, ingatannya pada produk tersebut selalu berada dalam tahap selanjutnya yaitu 3. Desire (hasrat), dalam hal ini perasaan ingin memiliki barang tersebut sangat besar. 4. Action (membeli), Sebagai tahap terakhir yaitu tindakan seseorang untuk setelah konsumen melalui tahap-tahap sebelumnya. Apabila kita hubungkan antara desaign product dengan purchase intention, akan kita dapatkan suatu hubungan yang dalam dari keduanya, kita ambil contoh produk desain yang dipakai seseorang akan mendapatkan perhatian dari konsumen (Attention) pada saat pertama kali dia melihat produk tersebut, kemudian akan tertarik setelah dia melihat barang tersebut, kemudian akan tertarik setelah memperhatikan keadaan produk yang dipakainya (Interest), selanjutnya dia akan menginginkan dan ingin lebih berusaha untuk mendapatkan barang tersebut (Desire) dan terakhir dia akan bertindak untuk membeli barang tersebut setelah diamemperhatikan, mendapat daya tarik dan hasrat yang lebih untuk memiliki produk dengan melihat produk yang dipakai oleh seseorang. Selanjutnya menurut Heizer (2007:166) menyatakan bahwa : tahap-tahap seorang konsumen bertindak untuk membeli adalah melalui tahap-tahap dibawah ini, dihubungkan dengan tahap-tahap yang telah dijelaskan diatas, tahap pertama adalah sikap kognitif yaitu pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap produk dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, ini sama dengan tahap pertama diatas yaitu tahap perhatian (Attention) yang didapat dari informasi TV, radio, majalah, koran, dan lain-lain. Tahap kedua yaitu sikap affective yaitu emosi atau perasaan seseorang terhadap produk tertentu atau merk setelah dia mengetahui adanya produk dari informasi atau sama denga tahap kedua dan ketiga diatas yaitu tahap tertarik
56
(Intersest) dan hasrat (desire). Tahap terakhir adalah sikap konatif yaitu kemungkinan atau kecendrungan seorang individu untuk bertindak terhadap suatu produk seperti halnya dengan tahap keempat diatas yaitu tahap tindakan untuk membeli (action). Setelah memperhatikan penjelasan diatas maka perhatian, daya tarik, hasrat membeli konsumen dan mengakibatkan tindakan membeli yang akhirnya akan menumbuhkan purchase intention konsumen terhadap suatu produk.
2.3.2.2
Dimensi Purchase Intention Huang (2011) menunjukkan bahwa paling diakuipembelian konsumenpengambilan keputusan model dapat dibagi menjadi lima tahap: 1.
Problem Recognition Pengakuan dari kebutuhan atau masalah adalah tahap pertama dari model. Menurut Bruner pengakuan masalah muncul dalam situasi di mana seorang individu menyadari perbedaan antara keadaan yang sebenarnya urusan dan keadaan yang diinginkan urusan. Neal dan Quester (2006) menyatakan lebih lanjut bahwa pengakuan masalah atau perlu tergantung pada situasi yang berbeda dan keadaan seperti hasil pribadi atau profesional dan pengakuan ini dalam penciptaan ide pembelian. Misalnya, konsumen dapat mengenali kebutuhan untuk membeli laptop ketika ada perlu membawanya menggunakannya di tempat yang berbeda yang nyaman dibandingkan dengan komputer desktop. Kebutuhan manusia tidak memiliki batas karena; pengakuan masalah adalah berulang-ulang di alam. Menurut teori Maslow, manusia selalu tidak puas, ketika individu satu kebutuhan puas satu sama lain akan keluar dan tren ini terus berlanjut berulangulang.
2.
Information Search
57
Tahap berikutnya dari model ini adalah pencarian informasi. Setelah kebutuhan diakui, konsumen cenderung mencari informasi terkait produk sebelum langsung membuat keputusan pembelian. Namun, individu yang berbeda yang terlibat dalam proses pencarian berbeda tergantung pada pengetahuan mereka tentang produk, pengalaman mereka sebelumnya atau pembelian atau informasi eksternal seperti umpan balik dari orang lain. Proses pencarian informasi itu sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian seperti yang dinyatakan oleh Oliver (2011)pencarian internal dan eksternal pencarian. Dalam pencarian internal, konsumen membandingkan alternatif dari pengalaman dan kenangan mereka sendiri tergantung pada pengalaman masa lalu mereka sendiri dan pengetahuan. Misalnya, mencari makanan cepat saji dapat menjadi contoh bagi pencarian internal karena pelanggan sering menggunakan pengetahuan mereka dan selera untuk memilih produk yang tepat yang mereka butuhkan daripada meminta seseorang untuk saran. Di sisi lain, pencarian eksternal berakhir menjadi pembelian besar seperti peralatan rumah atau gadget. Misalnya, konsumen yang ingin membeli furnitur baru atau ponsel cenderung meminta pendapat dan saran teman-teman 'atau mencari di majalah dan media sebelum membuat keputusan pembelian. 3.
Alternative Evaluation Setelah mengumpulkan informasi yang cukup pada tahap pertama konsumen masuk ke membandingkan dan mengevaluasi informasi bahwa untuk membuat pilihan yang tepat. Dalam tahap ini konsumen menganalisis semua informasi yang diperoleh melalui pencarian dan menganggap berbagai produk dan layanan alternatif membandingkan mereka sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Selain itu, berbagai aspek lain dari produk seperti ukuran, kualitas, merek dan harga yang dipertimbangkan pada tahap ini. Oleh karena itu, tahap ini dianggap tahap yang paling
58
penting selama proses pengambilan keputusan konsumen secara keseluruhan. Selanjutnya, menurut Ha et. al. (2010), proses evaluasi alternatif kadang-kadang sulit, memakan waktu dan penuh tekanan bagi konsumen. Hal ini karena cukup sulit untuk menemukan produk yang ideal atau layanan yang memenuhi kebutuhan
pelanggan
menghambat
proses
karena
ada
pengambilan
banyak
faktor
keputusan
yang
pembelian
konsumen. Misalnya, ketika datang ke reservasi hotel online atau proses evaluasi pembelian furnitur, bisa cukup kompleks. Beberapa faktor dan aspek perlu dipertimbangkan sebelum membuat keputusan pembelian. Faktor-faktor seperti usia, budaya, rasa dan anggaran memiliki semua berdampak pada proses evaluasi oleh konsumen. Misalnya, ketika membeli furnitur, orang-orang muda mempertimbangkan faktor-faktor seperti kemudahan dan harga di mana sebagai orang tua cenderung untuk mempertimbangkan kualitas dan desain. 4.
Purchase Decision Setelah proses pencarian informasi dan evaluasi berakhir, konsumen membuat keputusan pembelian dan tahap ini dianggap tahap yang paling penting di seluruh seluruh proses. Dalam tahap ini, konsumen membuat keputusan untuk melakukan pembelian akhir karena ia sudah meninjau semua alternatif dan datang ke titik keputusan akhir. Dibeli lanjut dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis: rencana pembelian, sebagian membeli dan pembelian impuls. Kacen ini kemudian didukung oleh Hoyer dan MacInnis (2008) yang menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelian. Misalnya, produk yang diinginkan mungkin tidak tersedia di perusahaan. Dalam hal ini proses
pembelian
tertunda
dan
konsumen
dapat
59
mempertimbangkan membeli produk melalui toko online daripada mengunjungi toko fisik tradisional. 5.
Post-Purchase Behavior Tahap akhir dalam proses pengambilan keputusan konsumen pasca pembelian tahap evaluasi. Banyak perusahaan cenderung mengabaikan tahap ini karena ini terjadi setelah transaksi telah dilakukan. Namun, tahap ini bisa menjadi salah satu yang paling penting karena langsung mempengaruhi masa depan proses pengambilan keputusan oleh konsumen untuk produk yang sama. Oleh karena itu tahap ini mencerminkan pengalaman konsumen membeli produk atau jasa. Pandangan ini kemudian didukung oleh Ofir (2005) menyebutkan bahwa proses pengambilan keputusan konsumen adalah tindakan berulang-ulang dan pengalaman yang baik sangat penting dalam mengurangi ketidakpastian ketika keputusan untuk membeli produk atau layanan yang sama dianggap waktu ext. Jika konsumen puas dengan pembelian kemungkinan bahwa pembelian dapat diulangi sementara jika mereka memiliki pengalaman negatif dari pembelian tidak mungkin bahwa mungkin konsumen membuat keputusan untuk membeli produk yang sama dari penjual yang sama atau bahkan mungkin tidak membeli produk sama sekali.
2.4 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, tujuan masalah, kerangka pemikiran, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu : H1 = Brand Identity terhadap Consumer attitude H2 = Corporate Image terhadap Consumer attitude H3 = Brand Identity, Corporate Image terhadap Consumer attitude H4 = Brand Identity terhadap Purchase Intention H5 = Corporate Image terhadap Purchase Intention H6 = Consumer attitude terhadap Purchase Intention
60
H7 = Brand Identity, Corporate Image dan Consumer attitudeterhadap Purchase Intention
2.5 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran berisikan langkah-langkah dalam proses penelitian. Kerangka pemikiran ini digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran
Brand Identity
Consumer Attitude Purchase Intention
Corporate Image
Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat menjadi landasan dalam penulisan ini. Selanjutnya yang disajikan dalam bentuk diagram alur (flowchart). Dalam diagram alur ini, memperlihatkan adanya pengaruh antara Pengaruh Brand Identity Dan Corporate Image Terhadap Consumer Attitude Serta Dampaknya Pada Purchase Intention Pada Restoran Sapo Garden.