BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan (maintenance) dapat didefinisikan sebagai (Ariani, 2008): “suatu kombinasi dari berbagai tindakan untuk menjaga, memperbaiki dan memelihara fasilitas / peralatan pabrik serta mengadakan perbaikan atau penggantian yang diperlukan untuk mencapai suatu keadaan operasi sesuai dengan yang telah direncanakan.”
2.2
Tujuan Pemeliharaan (Maintenance) Beberapa tujuan utama dari proses pemeliharaan (maintenance) dalam menunjang aktivitas proses produksi adalah (Ariani, 2008): A. Agar kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. B. Menjaga kualitas produksi pada tingkat yang tepat dan mengusahakan agar kegiatan produksi tidak terganggu. C. Memaksimalkan umur kegunaan alat atau fasilitas. D. Mencapai tingkat biaya maintenance serendah mungkin melalui pelaksanaan kegiatan maintenance dengan baik.
2.3
Jenis Pemeliharaan Sistem pemeliharaan (maintenance) dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu corrective maintenance (pemeliharaan korektif) dan preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) (O’Connor, 2004, p.401). A. Corrective Maintenance (Pemeliharaan Korektif) Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance) mencakup semua kegiatan untuk mengembalikan sistem dari status rusak ke status beroperasi (O’Connor, 2004, p.401). Pemeliharaan perbaikan mencakup beberapa aktivitas, yang dibagi menjadi tiga kategori (O’Connor, 2004, p.401): • Waktu persiapan (preparation time): waktu yang dibutuhkan untuk mencari operator untuk pekerjaan, peralatan dan perlengkapan. • Waktu dari perbaikan (active maintenance time): waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. • Waktu keterlambatan (delay time): waktu yang dibutuhkan untuk menunggu suku cadang, ketika kegiatan perbaikan sudah mulai dilakukan. B. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan) Ebeling (1997, hal. 189) dalam bukunya yang berjudul “Reliability and Maintainability Engineering” mendefinisikan preventive maintenance sebagai pemeliharaan yang terjadwal, yang umumnya dilakukan secara periodik, dimana sejumlah pekerjaan seperti inspeksi dan perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan serta penyesuaian dilakukan. Dalam praktiknya, preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu perusahaan pabrik dapat dibedakan atas routine maintenance dan 4
5 periodic maintenance. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Sedangkan periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu bulan sekali (Ariani, 2008). 2.4
Diagram Pareto Diagram pareto (pareto chart) adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia bernama Vilfredo Pareto pada abad XIX (Nasution, 2004). Analisis pareto didasarkan pada aturan pareto “80-20” (Kolarik, 1995, dikutip oleh Shahin, Arabzad, & Ghorbani, 2010). Menurut Juan dan Gryna (1988), 20 persen dari penyebab menyumbang 80 persen dari kegagalan kualitas (Shahin, Arabzad, & Ghorbani, 2010). Diagram pareto digunakan untuk menampilkan hubungan yang penting dari suatu masalah atau situasi dan memisahkan hasil penting yang kecil dan besar, ketika perhatian ditekankan pada usaha dan sumber daya (Shahin, Arabzad, & Ghorbani, 2010).
2.5
Konsep Keandalan (Reliability) Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diperlukan untuk jangka waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan (Ebeling, p.5).
2.6
Konsep Perawatan (Maintainability) Perawatan (maintainability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa komponen atau sistem yang rusak akan diperbaiki kembali pada kondisi yang telah ditentukan selama jangka waktu tertentu, ketika dilakukan pemeliharaan sesuai dengan prosedur yang ada (Ebeling, p.6).
2.7
Konsep Ketersediaan (Availability) Ketersediaan (availability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa komponen atau sistem beroperasi sesuai dengan fungsi yang diperlukan pada titik waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan (Ebeling, p.6).
2.8
Nilai Rata-rata Waktu Kerusakan (Mean Time to Failure) Mean time to Failure (MTTF) adalah nilai rata-rata atau waktu ratarata terjadinya kerusakan (Ebeling, 1997, p.26). Perhitungan nilai MTTF untuk masing-masing distribusi yaitu: • Distribusi Weibull MTTF = ..............................................................................(2.1) dimana: = scale parameter yang mempengaruhi nilai tengah dari pola data (Ebeling, 1997, p.59) = shape parameter yang mempengaruhi laju kerusakan (Ebeling, 1997, p.59) Nilai didapat dari tabel fungsi Gamma
6 •
Distribusi Exponential MTTF = ..............................................................................................(2.2)
•
•
dimana: = rata-rata kedatangan kerusakan yang terjadi (Ebeling, 1997, p.42) Distribusi Normal MTTF = ..............................................................................................(2.3) dimana: = nilai tengah (Ebeling, 1997, p.69) Distribusi Lognormal MTTF = ...............................................................................(2.4) dimana : = parameter lokasi (nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan) = parameter bentuk (shape parameter) (Ebeling, 1997, p.73)
2.9
Nilai Rata-rata Waktu Perbaikan (Mean Time to Repair) Mean time to Repair (MTTR) adalah nilai rata-rata atau waktu ratarata yang diperlukan untuk melakukan perbaikan terhadap suatu komponen yang mengalami kerusakan (breakdown) (Ebeling, 1997, p.192). Perhitungan nilai MTTR untuk masing-masing distribusi yaitu: • Distribusi Weibull MTTR = ............................................................................(2.5) dimana: = scale parameter = shape parameter Nilai •
didapat dari tabel fungsi Gamma
Distribusi Exponential MTTR = .............................................................................................(2.6)
•
dimana: = failure rate (Ebeling, 1997, p.207) Distribusi Lognormal dan Normal MTTR = ..............................................................................(2.7) dimana : = nilai tengah (median) waktu perbaikan = parameter bentuk (shape parameter) (Ebeling, 1997, p.193)
2.10
Penentuan Selang Waktu Optimal Penggantian Pencegahan Penentuan selang waktu optimal dilakukan dengan tujuan untuk menentukan waktu terbaik dalam melakukan penggantian pencegahan komponen yang rusak untuk meminimalkan total downtime dan menghindari terhentinya kegiatan produksi akibat kerusakan mesin. Penentuan selang waktu optimal penggantian pencegahan dapat dimodelkan sebagai berikut (Jardine, 2001, p.95):
7 Tf = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan. Tp = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan. f(t) = fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan.
2.10.1 Block Replacement Dalam block replacement, tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval yang tetap. Cara ini diterapkan dengan melakukan penggantian kerusakan yang terjadi pada interval (0, tp) dengan mengabaikan adanya penggantian yang terjadi selama selang waktu tersebut, serta melakukan penggantian pencegahan pada setiap selang waktu tp secara konstan (Jardine, 2001, p.95). Block replacement memungkinkan terjadinya penggantian dalam kurun waktu yang berdekatan, dimana komponen yang baru dipasang setelah penggantian kerusakan harus mengalami penggantian kembali pada saat tiba waktu penggantian pencegahan (tp).
..................................................(2.8) dimana : = interval waktu penggantian pencegahan tp D(tp) = downtime persatuan waktu H(tp) = ekspektasi jumlah kerusakan pada interval (0,t) Tf = downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan Tp = downtime yang terjadi karena penggantian pencegahan 2.10.2 Age Replacement Dalam age replacement, tindakan penggantian pencegahan dilakukan berdasarkan pada umur pakai komponen (tp). Jika pada selang waktu tp tidak terdapat kerusakan, maka tetap dilakukan penggantian sebagai tindakan pencegahan (preventive). Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp didenotasikan dengan D(tp) yaitu (Jardine, 2001, p.96):
•
Total Ekspektasi downtime per siklus (EDS) EDS = Tp.R(tp) + Tf . (1-R(tp)) • Ekspektasi panjang siklus (EPS) EPS = (tp + Tp). R(tp) + (M(tp) + Tf).(1-R(tp)) Sehingga dapat diformulasikan menjadi, ..................................(2.9) dan A(tp) = 1 – D(tp)min................................................(2.10) dimana : D(tp) D(tp)min A(tp)
= downtime per satuan waktu = downtime terkecial per satuan waktu = nilai tingkat ketersediaan (availability)
8 tp Tf Tp F(t) R(tp) M(tp)
2.11
= interval waktu penggantian pencegahan = downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan = downtime yang terjadi karena penggantian pencegahan = fungsi distribusi interval antar kerusakan yang terjadi = probabilitas terjadinya penggantian pencegahan pada saat tp = waktu rata-rata terjadinya kerusakan jikan penggantian pencegahan dilakukan pada tp
Perhitungan Biaya Kerusakan (Failure Cost), Biaya Pemeliharaan (Preventive Cost) dan Biaya Total (Total Cost) Biaya kerusakan (failure cost) merupakan biaya yang timbul karena terjadi kerusakan di luar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi terhenti ketika waktu produksi sedang berjalan. Biaya pemeliharaan (preventive cost) merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan dan direncanakan. Perhitungan biaya failure, biaya preventive dan biaya total dapat dilakukan menggunakan rumus (Anggono, 2005, p.65): • Biaya Siklus Failure (Cf) Cf = ((biaya tenaga kerja/jam + biaya kehilangan produksi) x tf) + biaya komponen..............................................................................(2.11) dimana: tf = waktu standar perbaikan kerusakan / MTTR (mean time to repair) Biaya kehilangan produksi = (biaya bahan baku/jam + biaya listrik/jam + biaya operator/jam) •
Biaya Siklus Preventive (Cp) Cp = (biaya tenaga kerja/jam x tp) + biaya komponen........................(2.12) dimana: tp = interval waktu preventive = T = Age replacement
•
Total Biaya Failure Tc(tf) ...........................................................................(2.13)
•
dimana: Cf = biaya failure dan tf = nilai MTTF Total Biaya Preventive Tc(tp) .........................................................(2.14) dimana: Cp = biaya preventive Cf = biaya failure tp = interval waktu preventive tf = nilai MTTF R = nilai reliability saat R(tp)
2.12 Perancangan Sistem Informasi 2.12.1 Pengertian Data dan Informasi Data dapat didefinisikan sebagai dasar pendeskripsian dari benda, kejadian, aktivitas dan transaksi yang dicatat, diklasifikasi dan disimpan, namun tidak diorganisir untuk menyampaikan makna tertentu (Jr. & Cegieiski, 2010, p.10).
9 Informasi dapat didefinisikan sebagai data yang telah diorganisir, sehingga memiliki makna dan nilai bagi penerimanya (Jr. & Cegieiski, 2010, p.10).
2.12.2 Pengertian Sistem Informasi Dalam bukunya Jr. & Cegieiski (2010, p.38) mendefinisikan sistem sebagai kumpulan dari people, prosedur, hardware, software, jaringan dan database yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu dalam sebuah organisasi. 2.12.3 Komponen Sistem Informasi Dalam sistem informasi, terdapat enam komponen yang saling terintegrasi satu dengan yang lainnya, antara lain (Jr. & Cegieiski, 2010, p.40) : • Hardware, peralatan seperti prosesor, monitor, keyboard dan printer yang secara bersama-sama menerima, memproses dan menampilan data dan informasi. • Software, sekumpulan program yang memungkinkan hardware dalam memproses data. • Database, kumpulan dari berkas atau dokumen yang terakit atau tabel yang berisi data. • Network, menghubungkan sistem yang memberi izin komputer yang berbeda untuk saling bertukar informasi. • Procedures, sekumpulan instruksi tentang bagaimana menggabungkan komponen-komponen di atas (hardware, software, database, network) untuk memproses informasi dan menghasilkan output yang diinginkan. • People, sekumpulan individu yang menggunakan hardware dan software atau menggunakan hasil dari output. 2.12.4 Unified Modeling Language (UML) Unified Modeling Language (UML) merupakan suatu set standar konstruksi model dan notasi yang dikembangkan secara khusus untuk pengembangan berorientasi objek. Dengan menggunakan UML, analis dan end user mampu menggambarkan dan mengerti berbagai diagram spesifik yang digunakan dalam proyek pengembangan suatu sistem (Satzinger, 2010, p.61). A. Activity Diagram Menurut Satzinger (2005, p.144), activity diagram adalah suatu diagram aliran kerja yang mendeskripsikan berbagai aktivitas dari user (atau sistem), aktor yang melakukan setiap aktivitas dan aliran sekuensial dari aktivitas tersebut. B. Use Case Diagram Use case diagram merupakan sebuah diagram yang menunjukkan berbagai peran dari user dan bagaimana para user tersebut berinteraksi dengan sistem (Satzinger, 2005, p.213). C. Domain Model Class Diagram
10 Merupakan diagram UML yang digunakan untuk mendefinisikan semua class yang penting di dalam problem domain, sebagai contoh sistem user (Satzinger, 2005, p.184).
D. System Sequence Diagram Menurut Satzinger (2005, p.226), system sequence diagram digunakan untuk mendeskripsikan aliran informasi dalam mendokumentasikan input dan output serta mengidentifikasi interaksi antara aktor dengan sistem. E. User Interface Menurut Satzinger (2005, p.442), terdapat tiga aspek yang berhubungan dengan user interface, yaitu : • Aspek fisik dari user interface, termasuk pengguna yang benar-benar menyentuh perangkat, termasuk keyboard, mouse, layar sentuh atau tombol. • Aspek persepsi dari user interface, mencakup semua pengguna akhir, melihat, mendengar atau menyentuh (diluar perangkat fisik). • Aspek konseptual dari user interface, termasuk semua pengguna yang mengerti penggunaan sistem, semua masalah domain yang dimanipulasi oleh pengguna, dan sistem operasi yang dilakukan.