BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tata Letak Fasilitas 2.1.1
Definisi Tata Letak Fasilitas 1) Menurut Sritomo (1992, p52), tata letak fasilitas didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas - fasilitas fisik pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. 2) Menurut Apple (1990, p2), tata letak fasilitas didefinisikan sebagai menganalisis, membentuk konsep, merancang, dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Kegiatan perancangan fasilitas berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu lingkungan. 3) Menurut Tompkins (1996, p1), facilities planning merupakan ilmu yang multi disiplin, dimana berkaitan dengan merencanakan layout
fasilitas,
memilih
material
handling
sistem,
dan
menentukan peralatan proses yang diperlukan.
2.1.2
Peranan Perancangan Tata Letak Fasilitas Menurut Apple (1990, p3), perancangan tata letak fasilitas berperan penting sebagai berikut :
21
1) Suatu perencanaan aliran barang yang efisien merupakan prasyarat untuk mendapatkan produksi yang ekonomis. 2) Pola aliran barang yang merupakan dasar bagi perencanaan fasilitas fisik yang efektif. 3) Perpindahan barang merubah pola aliran statis menjadi suatu kenyataan yang dinamis, menunjukkan cara bagaimana suatu barang dipindahkan. 4) Susunan fasilitas yang efektif disekitar pola aliran barang dapat menghasilkan pelaksanaan yang efisien dapat meminimumkan biaya produksi. 5) Biaya
produksi
minimum
dapat
memberikan
keuntungan
maksimum.
2.1.3
Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Fasilitas Menurut Sritomo (1992, p53), secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi, aman, dan nyaman sehingga akan dapat digunakan untuk menaikkan moral kerja dan performansi kerja dari operator. Lebih spesifik lagi suatu tata letak yang baik akan memberikan beberapa keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, yaitu antara lain sebagai berikut :
22
1) Menaikkan Output Produksi. Biasanya tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output) yang lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit, man hour yang lebih kecil, dan mengurangi jam kerja mesin. 2) Mengurangi Waktu Tunggu (Delay). Mengatur keseimbangan antara waktu untuk operasi produksi dan beban dari masing-masing departemen atau mesin sehingga akan mengurangi delay yang berlebihan. 3) Mengurangi Proses Pemindahan Bahan (Material Handling). Tata letak yang baik akan lebih menekankan untuk meminimalkan aktivitas-aktivitas pemindahan bahan pada saat proses produksi berlangsung. Hal ini akan mendapatkan penghematan akan biaya perpindahan bahan, pendayagunaan yang lebih baik akan pemakaian mesin, tenaga kerja atau fasilitas produksi, mengurangi work in process, menyingkatkan proses manufaktur, mengurangi kemacetan dan lainnya.
2.1.4
Masalah Dalam Perancangan Fasilitas Menurut Apple (1990, p16), terdapat beberapa permasalahan dalam perancangan fasilitas yaitu :
23
1) Perubahan rancangan. Seiring dengan perubahan rancangan produk maka akan menuntut perubahan proses atau operasi yang diperlukan. Sehingga hal ini memerlukan perancangan ulang tata letak. 2) Perluasan departemen. Penambahan produksi suatu komponen produk tertentu akan memerlukan perubahan dalam tata letak. 3) Pengurangan departemen. Kondisi ini terjadi apabila terjadi suatu kondisi penurunan jumlah produksi secara drastis dan menetap. 4) Penambahan produk baru. Dalam hal ini terjadi penambahan produk baru yang berbeda dengan produk yang sedang diproduksi. Sehingga terjadi kondisi kemungkinan penambahan mesin baru sehingga memerlukan penyusunan ulang fasilitas. 5) Memindahkan satu departemen. Memindahkan suatu departemen ke lokasi baru memerlukan penataletakkan ulang pada wilayah baru. 6) Peremajaan peralatan yang rusak. Persoalan ini akan menuntut pemindahan peralatan yang berdekatan untuk mendapatkan tambahan ruang.
25
2. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap (fix material location product layout atau fix position layout). Merupakan metode pengaturan suatu fasilitas produksi seperti mesin, manusia, dan komponen lainnya yang bergerak menuju komponen produk utama yang berada pada posisi tetap. Biasanya tata letak ini digunakan untuk kegiatan produksi yang menghasilkan produk - produk dengan skala ukuran yang besar seperti pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya. Tata letak
tipe
ini
dapat
ditunjukkan
dalam
contoh
berikut
:
Gambar 2.2 Tata Letak Fix Position Layout
3. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk (product family product layout atau group technology layout). Merupakan tata letak yang didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan dibuat. Dalam hal ini pengelompokan tidak
26
didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir, tetapi dikelompokkan berdasarkan langkah pemprosesan, bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai. Tata letak tipe ini dapat ditunjukkan dalam contoh berikut :
Gambar 2.3 Tata Letak Group Technology Layout
4. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Fungsi atau Macam Proses (functional atau process layout). Merupakan metode pengaturan dan penempatan segala mesin dan peralatan produksi yang memiliki tipe / jenis sama kedalam satu departemen. Jadi mesin dikelompokkan sesuai dengan kesamaan proses atau fungsi kerjanya. Tata letak ini cocok untuk produksi produk dengan variasi produknya tinggi dan volume produksinya rendah. Tata letak tipe ini dapat ditunjukkan dalam contoh berikut :
27
Gambar 2.4 Tata Letak Process Layout
2.3
Pola Aliran Pemindahan Bahan Proses Produksi Menurut Sritomo (1992, p120-123), terdapat lima pola aliran bahan dalam proses produksi yang mana dibedakan sebagai berikut yaitu : 1. Straight Line. Pola aliran berdasarkan garis lurus atau straight line umum dipakai bilamana proses produksinya berlangsung singkat, relatif sederhana, dan umumnya terdiri dar beberapa komponen-komponen atau beberapa macam perlengkapan produksi. Pola aliran bahan berdasarkan garis lurus ini akan memberikan : •
Jarak yang terpendek antara dua titik.
•
Proses atau aktivitas produksi berlangsung sepanjang garis lurus yaitu dari mesin nomor satu sampai ke mesin yang terakhir.
28
•
Jarak perpindahan bahan (handling distance) secara total akan kecil karena jarak antara masing-masing mesin adalah yang sependekpendeknya.
Gambar 2.5 Pola Aliran Bahan Straight Line 2. Serpertine atau zig zag (S-shaped). Pola aliran berdasarkan garis-garis patah ini sangat baik ditetapkan bilamana aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luas area yang tersedia. Untuk itu aliran bahan dibelokkan untuk menambah panjangnya garis aliran yang ada dan secara ekonomis akan dapat mengatasi segala keterbatasan dari area, bentuk, dan ukuran dari bangunan pabrik yang ada.
Gambar 2.6 Pola Aliran Bahan S-Shaped
29
3. U-shaped. Pola aliran ini digunakan bilamana dikehendaki bahwa akhir dari proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksinya. Hal ini jelas akan memudahkan pemanfaatan fasilitas transportasi dan juga memudahkan pengawasan untuk keluar dan masuk material.
Gambar 2.7 Pola Aliran Bahan U-Shaped 4. Circular. Pola aliran berbentuk lingkaran (circular) sangat baik digunakan bilamana dikehendaki untuk mengembalikan material atau produk pada titik awal aliran produksi berlangsung. Hal ini juga baik dipakai apabila departemen penerimaan dan pengiriman material atau produk jadi direncanakan untuk berada pada lokasi yang sama pabrik yang bersangkutan.
30
Gambar 2.8 Pola Aliran Bahan Circular 5. Odd-angle. Pola
aliran
berdasarkan
odd-angle
ini
tidaklah
begitu
dikenal
dibandingkan dengan pola-pola aliran yang lainnya. Pada dasarnya pola ini sangat umum dan baik digunakan untuk kondisi-kondisi seperti : •
Bilamana tujuan utamanya adalah untuk memperoleh garis aliran yang pendek diantara suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan.
•
Bilamana proses handling dilaksanakan secara mekanis.
•
Bilamana keterbatasan ruangan menyebabkan pola aliran lain terpaksa tidak diterapkan.
•
Bilamana dikehendaki adanya pola aliran yang tetap dari fasilitasfasilitas produksi yang ada.
31
Gambar 2.9 Pola Aliran Bahan Odd-angle
2.4
Peta Kerja 2.4.1
Definisi Peta Kerja Menurut Sutalaksana (1979, p15), peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta - peta kerja ini kita bisa mendapatkan informasi - informasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki metode kerja.
2.4.2
Lambang - Lambang Dalam Peta Kerja Menurut Sutalaksana (1979, p15-18), terdapat empat macam lambang yang digunakan untuk pembuatan suatu peta kerja yaitu sebagai berikut :
a.
merupakan lambang operasi dimana biasanya suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan
32
sifat, baik fisik maupun kimiawi. Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses.
b.
merupakan lambang pemeriksaan dimana suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
c.
merupakan lambang tranportasi dimana suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja, atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari suatu operasi.
d.
merupakan lambang penyimpanan dimana suatu kegiatan penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama (penyimpanan permanen).
2.4.3
Macam - Macam Peta Kerja Menurut Sutalaksana (1979, p19-50), pada dasarnya peta kerja yang ada sekarang ini dapat dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan kegiatannya yaitu :
33
1) Peta Kerja Untuk Menganalisa Kegiatan Kerja Keseluruhan •
Peta Proses Operasi Merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan - urutan operasi dan pemeriksaan. Dalam peta proses operasi terdapat beberapa informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut seperti waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang digunakan. Biasanya peta proses operasi digunakan untuk mengetahui kebutuhan mesin, memperkirakan kebutuhan bahan baku, melakukan perbaikan cara kerja, dan menentukan tata letak pabrik.
•
Peta Aliran Proses Merupakan suatu diagram yang menunjukkan urutan - urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung.
•
Peta Proses Kelompok Kerja Merupakan hasil pengembangan dari suatu peta aliran proses dimana digunakan dalam suatu tempat kerja yang untuk
34
mengerjakannya memerlukan kerja sama yang baik dari sekelompok pekerja. •
Diagram Alir Merupakan suatu peta yang memuat informasi - informasi relatif lengkap sehubungan dengan proses dalam suatu pabrik atau kantor.
2) Peta Kerja Untuk Menganalisa Kegiatan Kerja Setempat •
Peta Pekerja dan Mesin Merupakan suatu grafik yang menggambarkan koordinasi antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang ditanganinya. Biasa digunakan untuk mengurangi waktu menganggur.
•
Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Merupakan suatu peta kerja yang menggambarkan semua gerakan - gerakan saat bekerja dan waktu menganggur yang dilakukan tangan kiri dan tangan kanan pekerja.
2.5
Pengukuran Kerja 2.5.1
Definisi Pengukuran Kerja dan Pembagian Pengukuran Kerja Menurut
Sritomo
(1995,
p169-170)
Pengukuran
kerja
merupakan bagian dari penelitian cara kerja. Pengukuran kerja adalah
35
pengukuran kerja dilihat dari waktu kerja pada saat operator melakukan kerja. Pengukuran kerja merupakan metode penetapan keseimbangan antara kegiatan dengan manusia yang dikontribusikan dengan output yang akan dihasilkan. Pengukuran kerja dibagi menjadi dua yaitu : 1) Pengukuran kerja langsung Pengukuran kerja langsung adalah pengukuran waktu kerja yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan diukur dan dijalankan. Cara pengukurannya dilakukan dengan menggunakan alat bantuan seperti jam henti (stopwatch) dan sampling kerja. 2) Pengukuran kerja tidak langsung Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran kerja dengan cara dihitung dengan metode standar data / formula, pengukuran kerja dengan analisa regresi, penetapan waktu baku dengan data gerakan. Atau dengan kata lain si pengamat tidak harus berada di tempat pengukuran kerja.
2.5.2
Waktu Baku Menurut Sritomo (1995, p170), Waktu baku didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat keahlian rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kegunaan dari waktu baku adalah :
36
•
Untuk membuat penjadwalan kerja mengenai seberapa lama suatu pekerjaan berlangsung.
•
Untuk merencanakan berapa banyak output yang dapat dihasilkan.
•
Untuk mengetahui seberapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan untuk
menentukan waktu baku adalah : 1. Faktor penyesuaian Faktor penyesuaian diberikan berkenaan dengan tingkat kecepatan kerja yang dilakukan pekerja dalam melakukan pekerjaannya terkadang dalam melakukan kerja terdapat ketidakwajaran yang dilakukan seperti bekerja sangat cepat seolah diburu waktu, bekerja tanpa kesungguhan, atau kesulitan kerja akibat pengaruh kondisi ruangan kerja yang buruk. Cara menentukan faktor penyesuaian adalah cara shumard, cara westinghouse, cara bedaux, dan cara objektif 2. Faktor kelonggaran Faktor kelonggaran diberikan berkenaan dengan adanya sejumlah kebutuhan pekerja diluar kerja yang terjadi selama pekerjaan berlangsung seperti kebutuhan pribadi, hambatan kerja yang tidak dapat dihilangkan, dan kebutuhan untuk melepas lelah.
37
Menurut Sutalaksana (1979, p140 - 154), Rumus yang digunakan dalam perhitungan waktu baku adalah : Waktu Normal = Waktu Siklus Rata − rata × (1 + P ) Waktu Baku = Waktu Normal ×
100% , dimana : 100% − A%
P = Faktor Penyesuaian A = Persentase Faktor Kelonggaran
2.6
Uji Kecukupan Data Menurut Ralph M. Barnes (1983 p273 - 274), dalam melakukan observasi dan pengumpulan data hendaknya melakukan evaluasi terhadap error dari data yang dikumpulkan. Untuk itu perlu untuk diketahui nilai N’, yaitu jumlah observasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan kebenaran data pada tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang sudah ditentukan. Berikut adalah rumus N’ dengan 95 persen tingkat kepercayaan dan 5 persen tingkat ketelitian : ⎛ 40 N X 2 − ( X ) 2 ⎜ ∑ ∑ N'= ⎜ ∑X ⎜ ⎝
•
2
⎞ ⎟ ⎟ , Dimana : ⎟ ⎠
N’ = Jumlah observasi yang diperlukan untuk tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat ketelitian 5 %.
•
N = Jumlah observasi awal yang dilakukan.
38
•
40 = Konstanta tingkat ketelitian (5% = 40, 10% = 20).
•
X = Data waktu yang dikumpulkan. Menurut Sutalaksana (1979, p135), tingkat ketelitian dan tingkat
kepercayaan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak melakukan pengkuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Sedangkan tingkat kepercayaan menujukkan besarnya kepercayaan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian yang ada.
2.7
Perhitungan Jumlah Mesin Untuk menghitung jumlah mesin dilakukan perhitungan jumlah mesin teoritis dari routing sheet dan menghitung jumlah mesin sebenarnya dengan tabel jumlah mesin total. Berikut adalah langkah - langkah dalam perhitungan kebutuhan jumlah mesin : 2.7.1
Lembar Pengurutan Produksi (Routing Sheet) Lembar pengurutan produksi (routing sheet) adalah tabulasi langkah - langkah yang dicakup dalam memproduksi komponen komponen tertentu dan perincian untuk hal - hal yang berkaitan. Lembar pengurutan produksi berguna untuk menentukan bahan baku
39
yang harus disiapkan dan jumlah mesin teoritis yang tersedia pada kapasitas produksi tertentu. Menurut Apple (1990, p89-92), berikut adalah langkah langkah pembuatan routing sheet : 1) Tentukan jumlah produk per satuan waktu yang ingin dicapai dan jumlah jam kerja dalam satuan waktu tersebut. Tentukan pula waktu baku dan waktu setup mesin untuk tiap operasi. Kapasitas Alat Teoritis / hari =
Jam Kerja Tiap Hari − Waktu Setup Me sin Tiap Hari Waktu Baku Pr oses
2) Kemudian hitung jumlah unit yang diharapkan dan jumlah unit yang disiapkan. •
Jumlah unit yang diharapkan merupakan jumlah produk yang ingin dicapai pada operasi ke-n didapatkan dari jumlah unit yang disiapkan pada operasi berikutnya atau operasi ke- (n+1). Sedangkan untuk proses operasi yang terakhir jumlah unit yang diharapkan diperoleh dari target produksi yang ingin dicapai. Perlu diperhatikan untuk komponen - komponen yang dengan jumlah pieces lebih dari satu, maka jumlah unit yang diharapkan diperoleh dari mengalikannya dengan jumlah pieces yang diperlukan.
40
•
Persentase skrap, merupakan persentase dari barang yang cacat karena kegagalan proses dan tidak dapat digunakan lagi, bukan sisa bahan yang tidak dipakai.
•
Jumlah unit yang disiapkan nilainya akan selalu sama atau lebih besar dari nilai skrap untuk produksi yang bersangkutan.
Jumlah unit yang disiapkan =
Jumlah unit yang diharapkan 1 − persentase skrap
3) Setelah itu kemudian dilakukan perhitungan akan kapasitas dengan efisiensi Efisiensi yang digunakan adalah efisiensi pabrik (efisiensi rata-rata dari semua departemen dalam pabrik), bukan efisien per departemen, karena efisiensi pabrik tidak 100 % maka berarti kapasitas yang dicapai akan lebih kecil dari kapasitas teoritis. Kapasitas dengan efisiensi =
jumlah unit yang disiapkan efisiensi pabrik
Cara yang paling sederhana untuk menghitung efisiensi adalah dengan mengukur output kerja dan kemudian efisiensi dihitung berdasarkan rumus berikut : Efisiensi =
Output yang dihasilkan ( Actual Output ) Output Baku (S tan dard Output )
4) Terakhir dilakukan perhitungan akan jumlah mesin teoritis yang dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi tersebut.
41
Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan jumlah mesin teoritis : Jumlah me sin teoritis =
2.7.2
produk dengan efisiensi kapasitas me sin teoritis × reliabilit as me sin
Perhitungan Jumlah Mesin Yang Dibutuhkan Menurut Apple (1990, p92), perhitungan ini diperoleh dari peta proses produk dari tiap jenis mesin yang sama pada masing - masing tipe. Perhitungan jumlah mesin sebenarnya digunakan untuk menghitung jumlah mesin yang diperlukan dalam proses produksi. Berikut adalah ketentuan perhitungan jumlah mesin yang dibutuhkan : •
Pembulatan keatas jika angka dibelakang koma dibagi dengan angka didepan koma jika lebih besar dari 0.1, maka dilakukan pembulatan keatas.
•
Pembulatan kebawah jika angka dibelakang koma dibagi dengan angka didepan koma jika lebih kecil dari 0.1, maka dilakukan pembulatan kebawah.
•
Jika jumlah mesin teoritis lebih kecil dari satu maka dibulatkan menjadi 1.
42
2.8
Usulan Luas Lantai Produksi Usulan luas lantai produksi ini berguna dalam memperkirakan alokasi ruang yang dibutuhkan dalam menempatkan berbagai fasilitas yang digunakan pada lantai produksi. Langkah - langkah perhitungan luas lantai produksi : Definisikan jumlah dan ukuran peralatan yang dibutuhkan pada setiap sub kelompok mesin, seperti jumlah mesin, mesin, kursi operator, tempat input, dan tempat output. 1) Tentukan panjang dan lebar sub kelompok mesin (sub kelompok mesin adalah satu paket mesin dan peralatan lainnya seperti operator, mesin, tempat input, dan tempat output). •
Panjang sub kelompok mesin diperoleh dari sisi terpanjang sub kelompok mesin ditambah panjang tempat input dan tempat output.
•
Lebar sub kelompok mesin diperoleh dari sisi lebar sub kelompok mesin ditambah kursi operator, kelonggaran operator dengan mesin, dan kelonggaran antar mesin.
2) Hitung luas kelompok mesin tanpa gang Merupakan hasil perkalian panjang dan lebar sub kelompok mesin yang dikalikan lagi dengan jumlah sub kelompok mesin. 3) Hitung luas allowance gang
43
Merupakan hasil perhitungan dan pengukuran dari luas allowance gang sebenarnya pada gambar. 4) Hitung luas kelompok mesin + gang Luas kelompok mesin + gang didapatkan dari penjumlahan dari luas kelompok mesin tanpa gang dengan luas allowance gang.
2.9
Material Handling Planning Sheet (MHPS) Menurut Sritomo (1992, p162), material handling dapat didefinisikan sebagai suatu seni dan ilmu yang meliputi penanganan (handling), pembungkusan / pengepakan (packing), penyimpanan (storing), sekaligus pengendalian / pengawasan (controlling) dari bahan atau material dengan segala bentuknya. Sedangkan Material Handling Planning Sheet (MHPS) adalah tabel yang digunakan untuk menghitung besarnya biaya dari tiap-tiap penanganan atau perpindahan bahan atau material berdasarkan peralatan material handling yang digunakan. Kemudian jarak perpindahan material didapatkan dengan menggunakan data luas tiap kelompok mesin pada perhitungan luas lantai produksi teortis. Menurut Apple (1992, p378), dalam pemindahan barang dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1) Menaikkan kapasitas produksi 2) Memperbaiki kondisi kerja 3) Memperbaiki pelayanan pada pelanggan
44
4) Meningkatkan pemanfaat ruang dan peralatan 5) Mengurangi biaya perpindahan yang harus dikeluarkan Menurut Sritomo (1990, p382), dalam melakukan pemindahan bahan sebaiknya menggunakan berbagai prinsip di bawah ini : 1) Semua kegiatan pemindahan bahan harus direncanakan. 2) Merencanakan
urutan
operasi
dan
susunan
peralatan
untuk
mengoptimalkan aliran barang. 3) Kurangi, gabung, atau hilangkan pemindahan yang tidak perlu. 4) Memanfaatkan gravitasi dalam memindahkan barang dan volume bangunan semaksimal mungkin. 5) Tingkatkan jumlah, ukuran, berat barang yang dipindahkan, dan lainnya. Berikut data-data yang digunakan dalam perhitungan MHPS yaitu : 1) Hourly fuel power & maintenance cost, merupakan biaya bahan bakar per jam dan biaya perawatan peralatan. 2) Hour labor cost, merupakan upah operator per hari. 3) Material handling unit load capacity, merupakan kapasitas angkut maksimal dari material handling yang digunakan. 4) Material handling equipment depretiation cost, merupakan biaya depresiasi peralatan material handling per satuan waktu tertentu. 5) Quantity, dibutuhkan.
merupakan
jumlah
peralatan
material
handling
yang
45
Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan MHPS yaitu : 1) Luas Asal, merupakan hasil perhitungan luas lantai produksi teoritis untuk kelompok mesin asal. 2) Luas Tujuan, merupakan hasil perhitungan luas lantai produksi teoritis untuk kelompok mesin tujuan. 3) Jarak (distance), merupakan jarak perpindahan material yang didapatkan dengan menggunakan rumus : Jarak = 0.5 ×
(
Luas Area Asal + Luas Area Tujuan
)
4) Jenis Material Handling yang digunakan, merupakan hasil pembandingan dari material handling yang ada dimana suatu material handling digunakan apabila biayanya secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan material handling lainnya. 5) Jumlah yang harus dipindahkan didapatkan dari jumlah yang diharapkan pada mesin asal. 6) Kapasitas pengangkutan (unit load), merupakan jumlah maksimum unit yang dapat dibawa dalam satu kali perpindahan material. 7) Frekuensi per hari, merupakan jumlah penggunaan material handling per hari dimana didapatkan dengan membagi jumlah unit yang disiapkan dengan kapasitas pengangkutan (roundup nol desimal)
46
8) Faktor biaya, dalam perhitungan ini digunakan dua faktor biaya yaitu : •
Biaya perpindahan tiap meter didapatkan dari mengkalikan jarak (distance) dengan lamanya waktu perpindahan kemudian dikalikan dengan biaya tenaga kerja per satuan waktu yang dikeluarkan.
•
Biaya depresiasi peralatan material handling.
9) Total material handling cost Total biaya material handling didapatkan dari total dari faktor biaya dikalikan dengan jarak perpindahan kemudian dikalikan lagi dengan frekuensi per hari akan penggunaan material handling tersebut.
2.10
From To Chart (FTC) Menurut Sritomo (1992, p142), from to chart atau trip frequency chart atau travel chart merupakan salah satu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatu proses produksi. Pada dasarnya from to chart merupakan adaptasi dari ”mileage chart” yang umum dijumpai pada suatu peta perjalanan (road map), angka - angka yang terdapat dalam suatu from to chart akan menunjukkan total dari berat beban yang harus dipindahkan, jarak perpindahan, volume atau kombinasi dari faktor - faktor ini.
47
2.10.1 From To Chart (FTC) Biaya From to chart biaya biasanya diisi dengan biaya total dari Material Handling Planning Sheet untuk tiap-tiap perpindahan yang terjadi.
2.10.2 From To Chart (FTC) Inflow dan Outflow From to chart inflow dan outflow dibuat didasarkan hasil perhitungan from to chart biaya dimana digunakan rumus perhitungan sebagai berikut : 1) Perhitungan from to chart inflow FTC Inflow =
Nilai pada sel matriks yang terisi ( FTC Biaya ) Total kolom dim ana sel tersebut berada
2) Perhitungan from to chart outflow FTC Outflow =
2.11
Nilai pada sel matriks yang terisi ( FTC Biaya ) Total baris dim ana msn tersebut menjadi msn tujuan
Skala Prioritas Skala prioritas menunjukkan hubungan antar mesin dan gudang adalah skala yang menunjukkan derajat kepentingan antar mesin-mesin produksi maupun antar mesin dan gudang. Ada dua macam skala prioritas yaitu skala prioritas inflow (dibuat berdasarkan inflow) dan skala prioritas outflow (dibuat berdasarkan outflow).
48
Menurut Apple (1990, 225) untuk membantu dalam menentukan kegiatan yang harus diletakkan pada satu tempat maka digunakan derajat kedekatan sebagai berikut : A
= Mutlak perlu kegiatan tersebut berdampingan satu sama lain
E
= Sangat Penting kegiatan tersebut berdekatan
I
= Penting kegiatan tersebut berdekatan
O
= Biasa (kedekatannya), dimana saja tidak ada masalah
U
= Tidak Perlu adanya keterkaitan geografis apapun Pengisian derajat kedekatan pada tabel skala prioritas berdasarkan
angka-angka atau koefisien dari FTC Inflow dan FTC Outflow dengan range nilai untuk masing-masing derajat kedekatan. Pengisian derajat kedekatan pada tabel skala prioritas berdasarkan angka - angka atau koefisien dari FTC Inflow dan FTC Outflow yang telah diurutkan
berdasarkan
range
yang
sudah
ditentukan.
Kemudian
dikelompokkan untuk masuk ke dalam hubungan A, E, I, O, U. Dalam menentukan hubungan, perlu ditentukan range nilai untuk menentukan frekuensi untuk hubungan A sampai U. Dalam perhitungan saat ini range yang digunakan adalah metode kuadratis.
49
2.12
Activity Relationship Menurut Tompkins (1996, p79), activity relationship menyediakan beberapa pertimbangan dalam proses perencanaan fasilitas. Berikut beberapa primary relationship yang menjadi pertimbangan : •
Organizational relationship
•
Flow relationship (aliran material, orang, peralatan, informasi, dan uang)
•
Control relationship (centralized dan decentralized material control, shop floor control, level automation)
•
Environmental relationship (pertimbangan keselamatan, temperatur, kebisingan, kepadatan, debu)
2.12.1 Activity Relationship Chart (ARC) Menurut Apple (1990, p226 - 227), peta keterkaitan kegiatan adalah teknik ideal untuk merencanakan keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling berkaitan. Kegunaan dari peta keterkaitan (Activity Relationship Chart) yaitu sebagai berikut : •
Penyusunan urutan pendahuluan bagi satu peta dari-ke
•
Lokasi nisbi dari pusat kerja atau departemen dalam satu kantor
•
Lokasi kegiatan dalam satu usaha pelayanan
•
Lokasi pusat kerja dalam operasi perawatan atau perbaikan
50
•
Menunjukkan hubungan satu kegiatan dengan yang lainnya serta alasannya
•
Memperoleh satu landasan bagi penyusunan daerah selanjutnya Biasanya dalam peta keterkaitan digunakan huruf-huruf A, E, I,
O, U yang menunjukkan derajat hubungan kedekatan antara tiap lokasi. Berikut adalah penjelasan dari sandi tersebut :
A → Merah → Mutlak Perlu
E → Jingga → Sangat Penting
I → Hijau → Penting
O → Biru → Kedekatan Biasa
U → Tak Berwarna → Tidak Perlu
X → Coklat → Tak Diharapkan Untuk lebih jelasnya mengenai peta keterkaitan kegiatan
(activity relationship chart) akan dilampirkan dalam lampiran 3 pada daftar lampiran.
2.12.2 Activity Relationship Diagramming (ARD) Menurut Apple (1990, p229-231), diagram keterkaitan kegiatan (activity relationship diagram) dibuat menggunakan informasi dari peta keterkaitan kegiatan (activity relationship chart) yang digunakan menjadi dasar perencanaan keterkaitan antara pola
51
aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan kegiatan produksi. Diagram keterkaitan kegiatan merupakan diagram balok yang menunjukkan pendekatan keterkaitan kegiatan sebagai suatu model kegiatan tunggal. Untuk lebih jelas mengenai diagram keterkaitan kegiatan (activity relationship diagram) akan dilampirkan dalam lampiran 4 pada daftar lampiran
2.13 Area allocation Diagram (AAD) Pembuatan AAD (Activity Relationship Diagram) bertujuan untuk : 1. Merancang ruang produksi yang efisien dalam satu kesatuan yang terpadu. 2. Mengatur peletakan stasiun kerja yang efisien dalam lantai produksi dengan memperhatikan hubungan kedekatan yang telah ditentukan dalam ARD. 3. Menunjukkan keterkaitan antar suatu fasilitas lainnya beserta alasannya AAD merupakan alat bantu yang paling dekat dengan tata letak pabrik sebenarnya, yang nantinya akan memuat fasilitas-fasilitas yang ada. Adapun keuntungan dari ADD adalah : 1. Pembagian wilayah kegiatan yang sistematis. 2. Memudahkan proses tata letak. 3. Meminimumkan ruang yang tidak terpakai.
52
4. Menterjemahkan perkiraan area ke dalam suatu pengaturan pendahuluan yang dapat dilihat. 5. Memberikan perkiraan luas total yang mendekati sebenarnya. 6. Dasar untuk perencanaan selanjutnya.