BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teori Dalam project ini, teori yang akan digunakan mencakup namun tidak dibatasi di marketing, copy writing, typography, sosio-antropologi, psikologi konsumen, desain dan media planning. Sebelum merancang sebuah desain komunikasi, harus dilakukan analisa demografis seperti apa yang akan dituju, apakah kampanye ini menyalahi aturan mengenai lalu lintas. Setelah data didapat dan dilengkapi, barulah perancangan bagan komunikasinya dapat dimulai, dimana kampanye ini akan memanfaatkan elemen visual, konseptual, dan psikologi untuk mengkomunikasikan kampanye ini. 2.1.1 Teori Hukum Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 2, Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia no. 22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 10, Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang dikendalikan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 12, Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 17, Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan
yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 19, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 18, Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 30, Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 31, Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaran, Jalan, dan/atau lingkungan. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 1 Ayat 32, Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 103 Ayat 1 dan 2 :
1. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka Jalan. 2. Rambu Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Marka Jalan.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 256 Ayat 1 dan 2 : 1. Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Peran serta masyarakat sebagaimana disebutkan dalam ayat 1 berupa: •
Pemantauan dan penjagaan Keamanan, Keselamatan, Ketertuban, dan Kelancaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.Masukan kepada instansi
•
Pembina dan penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di tingkat pusat dan daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.22 Tahun 2009, Pasal 287 Ayat 1 dan 2 : 1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 4 huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 4 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 4 huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
2.1.2 Teori Komunikasi Dalam sebuah proses perjalanan dimana seseorang berada dalam lingkungan lalu lintas, komunikasi antara sesama, baik pengemudi maupun pejalan kaki tidaklah dapat dipisahkan. Pengemudi kendaraan bermotor menyalakan lampu sein saat akan berbelok, pejalan kaki mengangkat tangan saat menyeberang, pengemudi kendaraan berhenti saat lampu lalu lintas menyala dengan lampu merah, seseorang berhenti saat peluit dibunyikan oleh petugas parkir, membunyikan klakson untuk meminta jalan, dll. Semua itu adalah bagian dari komunikasi di lingkungan lalu lintas, dimana semua metode komunikasi, baik yang sudah maupun belum disebutkan dalam paragraf diatas memiliki fungsi tertentu, dimana fungsi tersebut umumnya memiliki manfaat berupa pencegahan atas terjadinya sebuah kecelakaan, melancarkan arus lalu lintas, atau sekadar memberi peringatan. Simbol, adalah karakter, huruf, angka, kata-kata, benda, orang, atau tindakan yang berfungsi mewakili sesuatu selain simbol itu sendiri. (Ruben, Brent D., dan Lea P. Stewart, Komunikasi dan Perilaku Manusia, 2013) Sebagai desainer, simbol bisa merujuk kepada media yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan sebuah pesan kepada audiens. Bila diartikan secara terpisah dan tidak pada konteksnya, bisa saja sebuah simbol salah diartikan, atau jadi memiliki 2 arti (ambigu).
Gambar 2 Pose yang bila diartikan dalam perspektif Jepang sebagai bersemangat, memiliki makna umpatan di negara lain, seperti Turki
Simbol sendiri dapat memiliki atau berganti makna apabila dikaitkan dalam sebuah ruang, tempat, waktu, ataupun situasi tertentu. Sebagai contoh, pose bersemangat orang Jepang, memiliki makna umpatan apabila diartikan melalui kacamata orang Turki. Hal ini menegaskan bahwa penggunaan simbol secara baik dan benar harus memperhatikan lingkup ruang, tempat, waktu, dan situasi yang sesuai dan relevan untuk memastikan tersampaikannya pesan komunikasi yang ingin disampaikan.
2.1.3 Teori Psikologi Manusia membagi memorinya dalam dua bentuk, yaitu memori semantik dan memori episodik. Memori semantik adalah memori mengenai orang, tempat, maupun kejadian. Memori episodik merupakan memori yang berkaitan dengan informasi yang berkaitan dengan orang, tempat, atau kejadian. (Ruben, Brent D., dan Lea P. Stewart, Komunikasi dan Perilaku Manusia, 2013). Bila harus dianalogikan, semantik adalah konteks, sementara episodik adalah konten. Semantik adalah judul, episodik adalah kajian.
Sebagai desainer yang mengkomunikasikan sesuatu, akan lebih mudah apabila kita memahami pola pikir audiens. Dengan demikian, diharapkan audiens akan lebih mudah memahami pesan yang akan disampaikan kepada mereka, dikarenakan gaya penyampaian yang sudah akrab dengan kehidupan sehari-hari mereka, sehingga memori semantik dan episodik mereka memudahkan penerimaan pesan yang disampaikan.
Seseorang yang terpandang akan lebih didengarkan nasihatnya. Hal ini sudah ditekankan bahkan sejak kita kecil, seperti saat guru memberi nasihat. Kita akan lebih mematuhi nasihat dari guru ketimbang teman sepermainan. Hal ini dikarenakan figur-figur tertentu ini memiliki kredibilitas atau wibawa lebih dalam kacamata sosial, sehingga perkataan mereka akan lebih diperhatikan.
Dalam bidang komunikasi komersial atau iklan, kita dapat memanfaatkan tokoh masyarakat, artis, atau orang yang memiliki keahlian dan/atau pengaruh sebagai brand ambassador untuk meyakinkan audiens mengenai manfaat dari sebuah produk atau keabsahan sebuah informasi. Informasi yang disampaikan oleh brand ambassador tersebut memiliki kecenderungan untuk diterima oleh audiens, terutama mereka yang memiliki sebuah perasaan, baik kekaguman, memiliki, atau menghormati terhadap brand ambassador tersebut.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh instansi yang memiliki peran terkait sebuah pesan komunikasi. Imbauan tentang demam berdarah yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan akan memiliki pengaruh yang lebih kuat ketimbang imbauan dari ketua RT. Hal ini menunjukkan bahwa validitas dan integritas sebuah instansi memiliki pengaruh positif dalam proses komunikasi.
Sejalan dengan pernyataan di atas, perintah dari figur yang memiliki kuasa atau kewenangan juga dapat mempengaruhi seberapa besar perhatian kita terhadap apa yang mereka sampaikan. Perintah seorang petugas polisi untuk memberhentikan seorang pengendara motor tanpa helm akan lebih dipatuhi ketimbang peringatan dari satpam kompleks. Dalam kasus ini, terdapat pula sebuah kemungkinan akan adanya ganjaran, baik berupa hadiah atau hukuman. Kondisi yang demikian membuat seseorang menaruh perhatian lebih terhadap pesan yang disampaikan oleh sebuah figur yang memiliki kekuasaan atau kewanangan atas sebuah permasalahan.
Konformitas merupakan sebuah wujud penyesuaian diri dan perilaku seseorang mengikuti aturan dalam sebuah kelompok, baik nyata maupun tidak. Apabila seseorang melakukan konform dalam sebuah kelompok untuk mendapatkan kesan baik, bukan karena ia mempercayai aturan yang berlaku, hal ini bernama compliance. (Kelman ; 1955)
Menurut Crutchfield, mereka yang melakukan konform memiliki sifat tipikal berupa : •
Tingkat kompetensi intelektual yang lebih rendah
•
Tidak percaya diri akan pendapat mereka sendiri
•
Kemampuan kepemimpinan rendah
•
Berpikiran sempit
•
Mempercayai figur yang berkuasa (authoritarian)
Menurut Deutsch & Gerrard ; 1955 dan Festinger ;1954, manusia memiliki kebutuhan untuk diterima secara sosial. Hal ini bernama afiliasi. Apabila seseorang berada dalam situasi yang berpotensi membuat mereka malu, seperti bertentangan dengan suara mayoritas, mereka yang bertentangan memiliki potensi untuk mengalah. Teori ini bernama normative social influence / social comparison theory.
2.1.4 Teori Media Jarak fisik memiliki pengaruh yang cukup besar dalam komunikasi. Manusia cenderung berkomunikasi dalam kuantitas yang lebih besar dengan subjek yang berjarak dekat, contohnya interaksi kita dengan teman sekampus tentu akan lebih sering terjadi dibandingkan interaksi dengan teman yang berbeda kampus. Dengan lebih dekatnya jarak fisik antara pesan dan audiens, uang, tenaga, dan waktu yang dikeluarkan untuk menyampaikan sebuah pesan akan menjadi lebih sedikit dan ada kecenderungan untuk lebih mudah diterima dikarenakan kuantitasnya yang lebih tinggi. Dari keterangan di atas, saya menyimpulkan bahwa komunikasi yang efektif juga dapat terpengaruh oleh kedekatan penempatan media dan audiens, sehingga audiens akan lebih sering terekspos oleh pesan yang ingin kita sampaikan. (Ruben, Brent D., dan Lea P. Stewart, Komunikasi dan Perilaku Manusia, 2013)
2.1.5 Teori Periklanan Sebuah iklan yang baik, harus memiliki tujuan dalam pesan yang disampaikannya. Bila sebuah iklan tidak mampu mewujudkan tujuannya, maka sebuah iklan tersebut bukanlah iklan yang berhasil. Umumnya, terdapat 5 tujuan iklan, yaitu untuk membangun brand awareness, untuk menginformasikan, untuk mempersuasi, untuk mendukung sebuah usaha pemasaran yang sedang berjalan, dan untuk mendorong sebuah aksi.
(Clow, Kenneth E., dan Donald Baack, Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communications)
Eksekusi sebuah iklan umumnya disesuaikan dengan audiens, dengan harapan bahwa pesan yang akan disampaikan menjadi lebih mudah untuk diterima. Umumnya, pendekatan yang ditentukan akan didasarkan kepada demografi dari calon audiens. Terdapat 7 poin pendekatan sebuah iklan, yaitu rasa takut, humor, seks, musik, rasionalitas, emosional, dan kelangkaan. (Clow, Kenneth E., dan Donald Baack, Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communications)
Dalam menyampaikan sebuah iklan, terdapat 3 strategi utama, yaitu strategi kognitif, strategi afektif, dan strategi konatif. (Clow, Kenneth E., dan Donald Baack, Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communications) . Strategi kognitif adalah sebuah strategi dimana informasi yang disampaikan membutuhkan sebuah proses kognisi, dimana kata kunci dari strategi ini berpusat pada manfaat dan atribut dari sebuah produk, dimana manfaat dari sebuah produk baru dapat dirasakan setelah kita membeli produk tersebut. Strategi generic sendiri terbagi menjadi 9 bagian, yaitu generik, preemptive, unique selling proposition, hiperbola, komparatif, resonansi, emosional, memicu aksi, dan pendukung promosi. •
Generik : Iklan yang mempromosikan manfaat atau fitur dari sebuah produk tanpa mengklaim kelebihannya. Biasanya jenis strategi ini digunakan oleh market leader.
•
Preemptive : Jenis strategi dimana iklan mengklaim sebuah manfaat atau kelebihan dari produknya sebagai bentuk pencegahan agar brand lain tidak menggunakan manfaat atau kelebihan yang sama.
•
Unique Selling Proposition : Sebuah strategi dimana iklan menyajikan kelebihan atau manfaat secara eksplisit dengan didukung oleh klaim mengenai manfaat atau kelebihan dari produk yang diiklankan.
•
Hiperbola : Dalam buku Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communications ; 171, hiperbola adalah sebuah klaim atas manfaat atau atribut yang belum bisa dibuktikan.
•
Komparatif : Jenis ini membandingkan, baik secara langsung maupun tidak, produk mereka dengan kompetitor di bidang yang sama.
•
Resonansi : Mengaitkan sebuah produk dengan pengalaman dari audiens untuk memicu kenangan dan membuat ikatan yang kuat antara brand dan audiens.
•
Emosional : Mencoba untuk memicu munculnya emosi dari audiens yang dapat mengingatkan dan memilih sebuah brand yang diiklankan.
•
Memicu Aksi : Jenis strategi ini mengesampingkan aspek afektif dan kognitif, dimana kedua aspek ini ditimbulkan saat penggunaan dari produk yang diiklankan. Strategi ini mengutamakan impulsive buys.
•
Pendukung Promosi : Strategi ini bersifat mendukung strategi yang telah berjalan, seperti pemberian kupon saat berbelanja, undian, dll.
2.1.6 Teori DKV Sebuah metode komunikasi yang memiliki konsep haruslah diwujudkan dalam sebuah bentuk tertentu yang tepat dan sesuai konteks. Apabila konsep dan eksekusinya sesuai, maka pesan akan lebih mudah diterima dan disampaikan, tanpa melenceng dari konteks yang akan disampaikan. Terdapat 8 jenis kerangka eksekusi yaitu : •
Slice-of-life : Jenis iklan ini berpusat pada kejadian yang dapat ditemui dalam kejadian sehari-hari, dimana menurut Procter & Gamble, format yang umum adalah berupa “pertemuan” – “masalah” – “interaksi” – “solusi”. Iklan jenis ini banyak dipakai dikarenakan kejelasannya dalam menyampaikan pesan, dimana terdapat masalah, solusi, dan manfaat yang disampaikan dalam sebuah alur.
•
Dramatisasi : Jenis ini mirip dengan jenis slice-of-life, namun dengan diberikan dramatisasi dan ketegangan lebih. Dramatisasi memberikan intensitas yang lebih besar dalam eksekusinya dibanding dengan slice-of-life.
•
Testimonial : Jenis ini sukses digunakan untuk jenis business-to-business, dimana testimonial dari seorang yang telah menggunakan sebuah produk dan merasakan manfaat yang didapat dari produk tersebu akan menambah kredibilitas atas sebuah produk. Hal ini dikarenakan audiens akan lebih mempercayai sebuah testimoni mengenai sebuah produk apabila yang memberi testimoni telah menggunakan produk tersebut, dibandingkan apabila perusahaan produk itu sendiri yang membuat klaim positif.
•
Otoritarian : Jenis ini mengkomunikasikan sebuah klaim mengenai produk, dimana klaim ini dibuat oleh seseorang yang memiliki keahlian, kewenangan, atau kekuasaan dalam sebuah bidang tertentu. Sebagai contoh, iklan PureIt dari Unilever yang mengklaim bahwa produk mereka sudah teruji di laboratorium. Klaim ini akan membantu meyakinkan audiens bahwa produk yang ditawarkan merupakan sebuah produk dengan sebuah standar kualitas yang telah dibuktikan oleh badan/personal/kelompok yang memiliki wawasan atau kewenangan dalam bidang terkait.
•
Demonstrasi : Jenis ini menyajikan komunikasi melalui sebuah demonstrasi mengenai produk yang akan dikomunikasikan. Manfaat dari jenis ini adalah audiens dapat melihat secara langsung proses kerja sebuah produk, cara efektif dalam menggunakannya, sekaligus manfaat dari produk tersebut. Jenis ini cocok dilakukan bagi media TVC dan iklan internet.
•
Fantasi : Jenis iklan ini menampilkan sebuah eksekusi yang keluar dari batasbatas dunia nyata, dimana iklan ini bermain di genre “make-believe” dimana seseorang disuguhi sebuah khalayan yang menjadi nyata. Umumnya, iklan yang paling tidak logis dan tidak rasional akan lebih mudah diingat. Sebagai contoh adalah iklan Axe, dimana protagonist pria menyemprotkan parfum ke badannya, dan para wanita akan berkerumun di sekelilingnya.
•
Informatif : Jenis iklan ini menyampaikan informasi mengenai sebuah produk secara lugas dan langsung. Jenis ini lebih cocok untuk iklan radio, dimana hanya terdapat komunikasi verbal. Penempatan dan waktu sangat berpengaruh dalam iklan ini. Sebagai contoh, iklan informatif mengenai
sebuah restoran akan lebih didengarkan dengan seksama pada saat sebelum jam makan siang, dibandingkan bila disiarkan pada sore hari.
(Clow, Kenneth E., dan Donald Baack, Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communications)
2.2 Tinjauan Data Pihak yang menjadi narasumber dalam kasus ini adalah Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya dan Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Data juga diperoleh melalui wawancara dengan target audiens dan survei dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan data dari situs Korlantas, sepanjang Juni 2013 hingga Desember 2014, terjadi kecelakaan dengan rata-rata 20 ribu kasus per 3 bulan sekali, dengan total kasus sebanyak 136.036 kasus, dengan jumlah meninggal sebanyak 30.309 jiwa di seluruh Indonesia.
Gambar 3 Jumlah korban kecelakaan periode Juni 2013 – Desember 2014 Di daerah Metro Jaya (Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi) sendiri terdapat 1.358 kasus kecelakaan, dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 164 jiwa, 605 luka berat, dan 879 luka ringan selama perempat tahun terakhir di 2013. Total kerugian materi mencapai Rp. 4.899.700.116,- (Empat milyar delapan ratus sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus ribu seratus enam belas Rupiah).
Gambar 4 Kelompok usia kecelakaan
Gambar 5 Jenis kendaraan yang terlibat kecelakaan Berdasarkan sebuah survei yang saya adakan kepada audiens berjumlah 39 orang responden, yang berada dalam jenjang usia produktif, saya mendapat kesimpulan yaitu : 1. Mereka menggunakan kendaraan pribadi secara teratur
2. Jumlah pengguna mobil dan motor hampir seimbang, dengan motor sedikit lebih unggul 3. Tujuan penggunaan cukup beragam, dimana terdapat 5 opsi jawaban, dan semuanya terisi, dengan tujuan penggunaan kendaraan bermotor sebagai moda transportasi untuk sekolah / kuliah sebagai yang terbanyak, disusul tujuan pribadi dan bekerja. 4. Jumlah rata-rata lampu lalu lintas yang mereka temui dalam rute yang para responden lalui sehari-hari adalah sebanyak 3-4 buah. 5. Delapan puluh enam persen responden sepakat bahwa ada beberapa orang yang mencoba menerobos lampu lalu lintas di lampu lalu lintas yang menjadi rute mereka sehari-hari. 6. Sepeda motor menjadi mayoritas yang menerobos lampu lalu lintas menurut para responden, yaitu sebanyak 78% yang sepakat bahwa sepeda motorlah yang paling sering menerobos lampu lalu lintas. 7. Hampir semua responden berpandangan buruk mengenai tindakan menerobos lampu merah, dengan 61% memilih “berbahaya” dan 32% memilih “mengganggu” sebagai pandangan mereka atas tindakan menerobos lampu merah. 8. Lima puluh persen responden mengaku pernah menerobos lampu lalu lintas, dimana terdapat 47% suara yang mengaku tidak pernah menerobos lampu lalu lintas. 9. Mayoritas responden, sebesar 59% suara, berpendapat bahwa hal yang mendorong mereka untuk menerobos lampu lintas disebabkan oleh terburuburu. Di tempat kedua terdapat 22% suara yang berpendapat bahwa ada kesempatan untuk meneroboslah yang menjadikan mereka menerobos lampu lalu lintas. 10. Sebanyak
52%
responden
berpendapat
bahwa
pengemudilah
yang
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan di lampu lalu lintas. Terdapat pula suara sebesar 30% yang berpendapat bahwa diri sendirilah yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan di lampu lalu lintas. 11. Untuk hal yang dapat membatalkan niat menerobos lampu lalu lintas, terdapat 3 jawaban yang hampir seimbang. Kehadiran polisi yang bertugas mengatur
lalu lintas (34%). Aturan yang jauh lebih tegas dan pengendara lain yang disiplin (28%). Terdapat pula mereka yang menjawab bahwa kehadiran di lampu lalu lintas dapat membatalkan niat mereka menerobos lampu lalu lintas (9%).
20
16
17