83
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Produk Produk terbagi atas 2 jenis, yaitu berupa barang dan berupa jasa. Pengertian barang adalah hasil dari suatu kegiatan produksi yang mempunyai sifat - sifat fisik dan kimia serta ada jangka waktu antara saat diproduksi dengan saat produk tersebut dikonsumsi atau digunakan. Sedangkan pengertian jasa adalah merupakan hasil dari suatu kegiatan produksi yang tidak mempunyai sifat - sifat baik fisik maupun kimia serta tidak ada jarak waktu antara saat diproduksi dengan saat dikonsumsi. Barang dapat diraba secara fisik, tetapi jasa hanya dapat dirasakan dan tidak dapat diraba secara fisik, misalnya jasa bengkel, jasa angkutan umum, jasa transportasi udara, jasa transportasi kereta api, jasa pelayanan bank, jasa pelayanan toko, jasa travel dan lain –lain. (Sumber : MCL Bina Nusantara)
2. 2 Aspek – Aspek Perencanaan dan Pengembangan Produk Dalam perencanaan produk ( Planning of Product ) terdapat 3 aspek yaitu : a. Aspek Produk Pada tahap eksplorasi ada 3 pola proses pengenalan dan pengembangan produk/jasa baru yaitu :
84
1.
Menarik Pasar (Need Pull/Market Pull) Menurut pandangan ini, “Anda harus membuat apa yang dapat dijual”. Produk baru ditentukan oleh pasar berdasarkan kebutuhan pelanggan. Jenis produk baru ditentukan melalui penelitian pasar & umpan balik pelanggan, dengan sedikit perhatian terhadap teknologi. Need Pull akan menuju pada terbentuknya incremental innovation.
Gambar 2.1 Aliran aktivitas dari Model Need Pull (Sumber : MCL Bina Nusantara) 2.
Mendorong Teknologi (Technology Push) Pandangan ini menyarankan “Anda harus menjual apa yang dapat anda buat”. Produk baru diperoleh dari teknologi produksi, penggunaan teknologi yang canggih dan kemudahan operasi, dengan sedikit perhatian terhadap pasar. Dengan kata lain suatu produk atau teknologi baru didorong atau dijual ke pasar (potential customer) yang tidak meminta atau mengetahui perihal produk atau teknologi baru tersebut. Technolgy Push akan menuju kepada radical innovation.
85
Gambar 2.2 Aliran aktivitas dari Model Technology Push (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) 3.
Antar fungsional (Interfunctional) Produk baru memerlukan kerjasama diantara pemasaran, operasi, keterampilan teknik, dan fungsi lainnya sehingga menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan penggunaan teknologi yang memberikan manfaat terbaik. Untuk kesuksesan inovasi produk atau jasa baru diperlukan kombinasi dari kedua model pertama yaitu proses technical-linking dan need-linking. Selain itu ada tiga elemen yang menjadi konsideran dalam menciptakan peluang bisnis baru yaitu : relevant problem, technology sources dan market demand.
b. Aspek Jumlah Produk Aspek ini berkaitan dengan berapa jumlah produk yang seharusnya diproduksi. Untuk menentukan jumlah produk terdapat 2 cara : cara non-
86
statistik dan cara kuantitatif. Cara non statistik menentukan jumlah produk yang harus dibuat dan dijual dengan berdasarkan pertimbangan semata. Ada 3 cara pertimbangan non-statistik, yaitu : Pertimbangan Tenaga Penjual dan Pertimbangan Eksekutif dan Ahli. Cara kuantitatif adalah menentukan jumlah produksi berdasarkan analisa kuantitatif dengan menggunakan data – data masa lalu untuk meramalkan jumlah produk yang ditawarkan / dijual di pasar pada masa yang akan datang. c. Aspek Kombinasi Produk Aspek ini lebih memfokuskan pada berapa jenis produk yang diproduksi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, misalkan PT. ABC memproduksi saus ABC, baterai ABC, kecap ABC, sehingga dengan adanya kombinasi produk diharapkan dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen yang berbeda – beda tersebut. Di lain pihak, wirausahawan / produsen akan memperoleh keuntungan yang berlipat. Setiap proses pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan, Output fase perencanaan ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya akan digunakan sebagai input yang dibutuhkan untuk memulai tahapan pengembangan konsep. Dalam
perencanaan
produk,
dikelompokan menjadi 4 tipe, yaitu:
proyek
pengembangan
produk
87
1. Platform produk baru: Tipe proyek ini adalah melibatkan usaha pengembangan utama untuk merancang suatu keluarga produk baru berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru akan memasuki pasar dan produk yang sudah dikenal. 2. Turunan dari platform produk yang sudah ada: Proyek-proyek ini memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki pasar yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru. 3. Peningkatan perbaikan untuk produk yang telah ada: Proyek-proyek ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa detail produk dproduk yang telah ada dalam rangka menjaga lini produksi yang ada pesaingnya. 4. Pada dasarnya produk baru: Proyek-proyek ini melibatkan produk yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin membantu untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru. Proyek-proyek ini umumnya melibatkan lebih banyak resiko; yang mana, keberhasilan jangka panjang perusahaan mungkin tergantung dari apa yang dipelajari melalui proyek-proyek penting ini.
88
2.3 Tahapan Pengembangan Produk menurut Para Ahli
Gambar 2.3 Fase Pengembangan Produk Menurut Ulrich-Eppinger (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
89
•
Fase 0. Perencanaan : Fase ini disebut sebagai ‘zerofase’ karena kegiatan di
sini
mendahului
persetujuan
proyek
dan
proses
peluncuran
pengembangan produk aktual. •
Fase 1. Pengembangan Konsep : Pada fase ini, kebutuhan pasar target diidentifikasi,
alternatif
konsep-konsep
produk
dibangkitkan
dan
dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh. Konsep adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk dan biasanya disertai dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek. •
Fase 2. Perancangan Tingkatan Sistem : Pada fase ini, definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk sistem produksi biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir.
•
Fase 3. Perancangan Detail : Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unit pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. Rencana proses dinyatakan dan
90
peralatan dirancang untuk tiap komponen yang dibuat, dalam sistem produksi. Output dari fase ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk, gambar untuk tiap komponen produk dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen yang dapat dibeli, serta rencana untuk proses pabrikasi dan perakitan produk. •
Fase 4. Pengujian dan Perbaikan : Fase ini melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototype awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada proses pabrikasi sesungguhnya. Prototipe alpha diuji untuk menentukan apakah produk akan bekerja sesuai dengan apa yang direncanakan dan apakah produk memuaskan kebutuhan konsumen utama. Prototipe berikutnya (beta) biasanya dibuat dengan komponen-komponen yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta dievaluasi secara internal dan juga diuji oleh konsumen dengan menggunakannya secara langsung. Sasaran dari prototipe beta biasanya adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai kinerja dan keandalan dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan perubahan-perubahan secara teknik untuk produk akhir.
91
•
Fase 5. Produksi awal : Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang timbul. Peralihan dari produksi awal menjadi produksi sesungguhnya harus melewati tahap demi tahap. Pada beberapa titik pada masa peralihan ini, produk diluncurkan dan mulai disediakan untuk didistribusikan. Pada Gambar 2.3, terdapat macam-macam proses yang dilakukan dalam
melakukan tahapan proses perancangan dan pengembangan produk dalam buku Ulrich-Eppinger, yaitu: •
Bab 2, “Proses dan Organisasi Pengembangan Produk,” menguraikan proses pengembangan produk generic dan memperlihatkan variasi penggunaan proses ini dalam berbagai situasi dan lingkungan industri. Pada bab ini dijelaskan bagaimana seorang individu diorganisasikan dalam suatu kelompok yang terlibat dalam proyek pengembangan produk.
•
Bab 3, “Perencanaan Produk,” Disini dijelaskan metode untuk mengambil keputusan produk mana yang akan dikembangkan. Output dari metode ini adalah pernyataan misi untuk proyek tertentu.
92
•
Bab 4 sampai bab 8, Disini diuraikan aktivitas-aktivitas kunci pada fase Pengembangan Konsep. Metode-metode yang dijelaskan akan menuntun proses pengembangan produk mulai dari pernyataan misi sampai dengan seleksi konsep.
•
Bab 9, “Arsitektur Produk,” Disini dijelaskan implikasi arsitektur terhadap perubahan produk, variasi produk, standarisasi komponen, kinerja produk, biaya manufaktur, dan manajemen proyek. Terakhir dijelaskan metode untuk membuat arsitektur produk.
•
Bab 10, “Desain Industri,” disini dijelaskan peran desainer industri, berkaitan dengan interaksi produk sengan pemakainya, termasuk pertimbangan aspek estetika dan ergonomik dalam proses pengembangan produk.
•
Bab 11, “Desain untuk Proses Manufaktur,” disini didiskusikan teknikteknik apa yang digunakan untuk mengurangi biaya manufaktur. Teknikteknik ini terutama diterapkan pada fase Perancangan Sistem dan Perancangan Detail Sistem dari proses pengembangan produk.
•
Bab 12, “Membuat Prototipe,” pada bab ini dijelaskan metode untuk menjamin upaya pembuatan prototype produk yang berlangsung selama proses pengembangan diterapkan secara efektif.
93
•
Bab 13, “Analisis Ekonomi Pengembangan Produk,” pada bab ini diuraikan metode-metode untuk memahami pengaruh internal dan eksternal faktor-faktor terhadap nilai ekonomis proyek.
•
Bab 14, “Mengendalikan Proyek,” disini dijelaskan beberapa konsep mendasar untuk memahami dan menggambarkan interaksi antara tugastugas proyek.
Menurut C. Merle Crawford dan C. Anthony Di Benedetto dalam bukunya yang
berjudul
“New
Products
Management”,
dikatakan
bahwa
tahapan
pengembangan produk memiliki 5 fase yaitu :
Phase 1: Opportunity Identification/Selection
Phase 2: Concept Generation
Phase 3: Concept/Project Evaluation
Phase 4: Development
Phase 5: Launch
Gambar 2.4 Fase Pengembangan Produk Menurut Crawford-Benedetto (Sumber : New Products Management, Crawford-Benedetto)
94
•
Fase 1. Identifikasi peluang dan Seleksi ( Opportunity Identification and Selection) : Disini peluang dari produk baru akan dijadikan peluang bisnis, mengadakan perubahan pada rencana pemasaran, sumber daya dan kebutuhan yang terdapat pada pasar. Mengadakan riset pasar untuk kemudian dievaluasi, divalidasi dan keluarannya adalah pernyataan strategic yang akan melangkah ke tahap berikutnya.
•
Fase 2. Pengembangan Konsep (concept generation) : Memilih peluang yang paling berpotensi untuk dikembangkan dan mulai dengan keterlibatan konsumen dalam tahap identifikasi kebutuhan. Mulai menyusun konsep produk baru yang dapat menjawab kesempatan atau peluang yang ada.
•
Fase 3. Evaluasi Proyek/Konsep (Concept/Project Evaluation) : Mengevaluasi konsep produk tersebut (seperti pada saat mereka mulai masuk) pada kriteria teknis, pemasaran dan keuangan. Beri bobot dan pilih yang terbaik kedua atau ketiga.
•
Fase 4. Pengembangan (Development) : Pada fase ini merupakan tahap pengujian konsep yang sudah matang dengan pembuatan prototipe yang langsung diujikan kepada konsumen, desain pembuatan dan peralatan yang dibutuhkan sudah mulai disusun, sambil tidak lupa mempersiapkan
95
strategi pemasaran dan persiapan peluncuran produk tersebut dengan memperhatikan jalur distribusi dan biaya-biaya yang dibutuhkan melalui sebuah business plan. •
Fase 5. Peluncuran (Launch) : mulai produksi awal dan pemasaran dengan ruang lingkup yang kecil dulu sambil memantapkan sistem produksi pembuatan produk tersebut, dan mulai menjalankan program peluncuran sesuai yang direncanakan secara bertahap.
Kelima fase ini lebih difokuskan untuk pengembangan produk yang betulbetul merupakan produk baru (Crawford-Beneditto, 2000). Lain halnya dengan pendapat seorang ahli pengembangan produk di USA yaitu R. Cooper dalam bukunya yang berjudul “Winning at New Products”, Cooper menyebutkan tahapan pengembangan produk yang dikenal sebagai Stage-Gate Process yaitu sebuah tahapan pergerakan suatu proyek produk baru dari sebuah ide hingga ke tahap peluncuran. Stage merupakan tahapan sebenarnya dimana diwujudkan dalam tindakan nyata. Sedangkan gate merupakan point pengambilan keputusan untuk dilanjutkan atau tidak ke tahap atau stage selanjutnya. Berikut penjelasan singkat mengenai Stage-Gate Process :
96
Gambar 2.5 Stage-Gate Process Menurut R. Cooper (Sumber : Winning at New Products, R. Cooper)
•
Discovery Stage . Tahap pemilihan ide : dalam tahapan ini, munculnya ide-ide tentang produk apa yang akan dikembangkan dan apa jenis pengembangannya semuanya pasti muncul dari suatu ide atau gagasan.
•
Gate 1. Idea screen : merupakan tahapan pengelompokan ide-ide yang telah didapatkan.
•
Stage 1. Scooping : merupakan tahapan perkiraan akan keberhasilan produk yang akan dikembangkan, dapatkah produk itu dibuat, serta bagaimana respon pasar terhadap produk tersebut nantinya.
•
Gate 2. Second screen : dalam tahap ini diadakan penyaringan konsep produk mana yang akan dilanjukan untuk dikembangkan.
•
Stage 2. Building the business case : merupakan tahap yang paling menentukan bagi tim pengembangan produk, disini akan dibuat definisi dari produk dan proyek tersebut, rencana proyek dan pembenaran dari proyek tersebut di masa-masa mendatang.
97
•
Gate 3. Go to Development : pada tahap ini ditentukan apakah diteruskan ke tahap pengembangan atau tidak berdasarkan hasil dari tahapan sebelumnya dan konsep yang telah terpilih.
•
Stage 3. Development : Tahap ini yang disebut tahapan pengembangan, pada tahap ini dilakukan seperti yang dilakukan pada tahap pengembangan konsep, persiapan peluncuran, rencana sistem produksi, dan pengujian untuk ke tahap selanjutnya.
•
Gate 4. Go to Testing : Merupakan tahapan awal dari pengujian konsep produk yang sudah dikembangkan.
•
Stage 4. Testing and Validation : Merupakan tahapan final dari pengujian dan validasi data pengujian dari seluruh proyek, perkiraan rencana proses produksi, analisa ekonomi produk, respon dari konsumen, dan pembuatan prototipe.
•
Gate 5. Go to launch : Tahapan persiapan peluncuran awal dari produk yang sudah diuji.
•
Stage 5. Launching : produksi awal sudah mulai dilakukan, beserta perbaikan-perbaikan sistem produksi dan peralatan untuk efisiensi proses, jalur distribusi dan komersialisasi mulai dibangun dan diperluas secara bertahap.
•
Review dari peluncuran produk : Setelah produk diluncurkan secara komersialisasi, dilakukan review untuk memastikan bahwa hambatan-
98
hambatan yang ada bisa teratasi, serta memastikan apakah produksi tetap dilanjutkan beserta pemasarannya, atau tetap memasarkan sisa stok barang (bila produksi dihentikan karena tidak dapat dilanjutkan), atau mendaur ulang produk tersebut sehingga dapat dimanfaatkan menjadi barang lain (“Winning at New Products”, R.Cooper, 2001). Ketiga model di atas memiliki tahapan-tahapan pengembangan produk yang berbeda satu sama lain, namun dapat dilihat juga banyaknya kesamaan dari ketiga proses tersebut, perbedaan jumlah tahapan atau fase disebabkan karena adanya penggabungan dari beberapa tahapan yang sejenis ataupun membaginya menjadi beberapa tahapan yang lebih detail. Tahapan pengembangan produk menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppingger adalah yang paling umum, paling detail dan paling mudah dipahami. Para praktisi pengembangan produk banyak yang menggunakan tahapan ini. Pada tahap pembahasan pengembangan produk ini nantinya akan disesuaikan menurut tahapan yang dikembangkan oleh Ulrich dan Eppingger. 2.4 Pengembangan Produk Tiap-tiap
organisasi
mempunyai
pendekatan
yang
berbeda
untuk
pengembangan produk tetapi pada dasarnya langkah-langkah yang ditempuh adalah sama dan secara sistematis yang digambarkan pada proses pengembangan produkseperti gambar berikut :
99
Pelanggan
Pencarian Gagasan
Teknologi R&D
Seleksi Produk
Desain Prod. Pendahuluan
Desain Proses Pendahuluan
Pengujian Desain Proses Akhir Desain Produk Akhir
Produksi Produk Baru
Perencanaan Kapasitas, Produksi dan Schedule
Gambar 2.6 Proses Pengembangan Produk Baru (Sumber : MCL Bina Nusantara) Untuk mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi proyek, ada lima tahapan proses berikut : 2.4.1 Identifikasi peluang / Pencarian Gagasan Proses
pengembangan
produk
akan
dimulai
dengan
mengidentifikasi peluang-peluang pengembangan produk. Langkah ini dapat dibayangkan sebagai terowongan peluang karena membawa bersama-sama input dari perusahaan dan konsumen yang sudah ada. Ide-ide untuk produk baru atau detail produk berasal dari beberapa sumber, meliputi (diantaranya): •
Personal pemasaran dan penjualan
•
Penelitian dan organisasi pengembangan teknologi
•
Tim pengembangan produk saat ini
100
•
Manufaktur dan operasional organisasi
•
Pelanggan sekarang atau potensial
•
Pihak ketiga seperti pemasok, pencipta, dan partner-partner bisnis. Proses identifikasi peluang pengembangan produk sangat berhubungan
dengan kegiatan identifikasi kebutuhan pelanggan. Beberapa pendekatan proaktif meliputi: •
Mencatat kegagalan dan keluhan yang dialami pelanggan dengan produk yang sudah ada sekarang
•
Mewawancarai penguna utama, dengan memfokuskan pada proses inovsi oleh penguna-penguna ini dan modifikasi-modifikasi yang dilakukan oleh para pengguna terhadap produk yang sudah ada.
•
Mempertimbangkan implikasi terhadap adanya kecenderungankecenderungan dalam gaya hidup, demografis, dan teknologi untuk kategori produk yang ada dan peluang-peluang kategori produk baru.
•
Beberapa usulan pelanggan sekarang dikumpulkan secara sistematis melalui tenaga penjual dan system pelayanan pelanggan.
•
Studi para pesaing produk dilakukan secara berhati-hati dengan berdasarkan pada basisi sekarang( keungulan-keungulan pesaing)
•
Status teknologi yang muncul dilihat kembali untuk memfasilitasi perpindahan
teknologi
pengembangan produk.
yang
tepat
dari
penelitian
ke
arah
101
2. Mengevaluasi dan Memprioritaskan Proyek Langkah kedua dalam proses perencanaan produk adalah memilih proyek yang paling menjanjikan untuk diikuti. Empat perspektif dasar yang berguna dalam mengevaluasi dan memprioritaskan peluang-peluang bagi produk baru dalam kategori produk yang sudah ada adalah •
Strategi bersaing Strategi bersaing perusahaan merupakan suatu pendekatan pasar dan produk yang mendasar dengan memperhatikan para pesaing. Strategi ini digunakan untuk memilih peluang. Pada umumnya perusahaan melakukan diskusi pada tingkat manajemen merupakan suatu kompetensi strategi dan membantu dalam bersaing.
•
Segmentasi pasar Dengan
membagi
suatu
pasar
menjadi
segmen-segmen,
memungkinkan perusahaan untuk mempertimbangkan tindakan para pesaing dan kekuatan produk perusahaan sekarang berdasarkan kelompok pelanggan yang jelas. Dengan memetakan produk-produk peasaing dan produk milik perusahaan sendiri dalam segmen-segmen, perusahaan dapat mempekirakan peluang produk yang mana menyebabkan
kelemahan
lini
produknya
dan
yang
memanfaatkan kelemahan dari penawaran pesaing-pesaing.
mana
102
•
Mengikuti perkembangan teknologi Dalam bisnis yang sifatnya intensif teknologi, keputusan perencanaan produk yang utama adalah penentuan waktu untuk menggunakan teknologi dasar yang baru dalamlini produksi. Sebagai contoh, dalam bisnis pencatatan, permasalahan teknologi utama pada pergantian abad adalah pergantian untuk pemrosesan dan pencetakan digital. Keputusan perencanaan produk adalah menentukan kapan untuk mengembangkan produk-produk digital, berlawanan kebalikan dari pengembangan produk yang lain yang berdasarkan teknologi yang menggunakan lensa lampu.
•
Perencanaan platform produk Platform produk merupakan sekumpulan asset yang dibagi dalam sekumpulan produk. Komponen-komponen dan dubrakitan-subrakitan sering menjadi hal terpenting dari aset-aset ini. Platform yang efektif dapat memungkinkan variasi turunan yproduk untuk dirancang lebih cepat dan lebih mudah, dimana setiap produk memberikan ciri-ciri dan fungsi-fungsi yang diinginkan oleh segman pasar utama.
3. Mengalokasikan Sumber daya dan rencana waktu Penentuan waktu dan alokasi sumber daya ditentukan untuk proyekproyek yang lebih menjanjikan, terlalu banyak proyek akan menimbulkan
103
persaingan untuk beberapa sumber daya. Sebagai hasilnya, usaha untuk merancang sumber daya dan merencanakan waktu hampir selalu menghasilkan suatu tingkat pengembalian untuk evaluasi sebelumnya dan penentuan prioritas langkah untuk memendekkan sekumpulan proyek yang akan diikuti. 4. Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek Setelah proyek disetujui, maka diadakan kegiatan perencanaan proyek pendahuluan, dibentuk sebuah tim inti yang terdiri dari ahli teknik, pemasaran, manufaktur dan fungsi pelayanan untuk menghasilkan suatu pernyataan visi dan pernyataan misi produk yang isinya memformulasikan suatu definisi yang lebih detil dari pasar target dan asumsi-asumsi yang mendasari operasional tim pengembangan. Pernyataan misi mungkin mencangkup beberapa dari keseluruhan informasi berikut: •
Uraian produk ringkas (satu kalimat): Uraian ini mencangkup manfaat produk utama untuk pelanggan namun menghindari penggunaan konsep produk secara spesifik. Mungkin saja berupa pernyataan visi produk.
•
Sasaran utama bisnis: Sebagai tambahan sasaran proyek yang mendukung strategi perusahaan, sasaran ini biasanya mencangkup
104
waktu, biaya, dan kualitas (contoh penentuan waktu pengenalan produk, performasi finansial yang diinginkan, target pangsa pasar). •
Pasar target untuk produk: Terdapat beberapa pasar target untuk produk. Bagian ini mengidentifikasi pasar utama dan pasar kedua yang perlu dipertimbangkan dalam usaha mengembangan
•
Asumsi-asumsi dan batasan-batasan untuk mengarahkan usaha pengembangan: Asumsi-asumsi harus dibuat dengan hati-hati, meskipun mereka membatasi kemungkinan jangkauan konsep produk, mereka membantu untuk menjaga lingkup proyek yang terkelola. Untuk itu dibutuhkan informasi-informasi untuk pencatatan keputusan mengenai asumsi dan batasan.
•
Stakeholder: Satu cara untuk menjamin bahwa banyak permasalahan pengembangan ditujukan untuk mendaftar secara eksplisit seluruh stakeholder dari produk, yaitu sekumpulan orang yang dipengaruhi oleh keberhasilan dan kegagalan produk. Daftar stakeholder dimulai dari pengguna akhir (pelanggan eksternal akhir) dan pelanggan eksternal yang membuat keputusan tentang produk. Stakeholder juga mencangkup pelanggan produk yang mendampingi perusahaan, seperti tenaga penjual, organisasi pelayanan, dan departemen produksi. Daftar stakeholder
menyediakan
suatu
bayangan
bagi
tim
untuk
105
mempertimbangkan kebutuhan setiap orang yang dipengaruhi oleh produk. 5. Merefleksikan kembali hasil dan proses Pada tahap ini dilakukan reality check terhadap pernyataan misi yang merupakan pegangan untuk tim pengembangan. Langkah awal untuk ini adalah waktu untuk memperbaiki apakah pengembangan ini bisa berjalan dan konsisten. Setelah gagasan ditemukan, disusunlah konsep – konsep yang nantinya akan diseleksi. Metode penyusunan konsep secara umum terdiri atas 5 langkah dengan memecahkan sebuah masalah kompleks yang menjadi submasalah yang lebih sederhana. Berikut gambar dari lima langkah metode penyusunan konsep :
Gambar 2.7 Langkah Metode Penyusunan Konsep (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah menggunakan prosedur pencarian eksternal dan internal, pencarian eksternal untuk konsep yang sudah ada, sedangkan pencarian internal untuk konsep baru.
106
Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah menggunakan prosedur pencarian eksternal dan internal, pencarian eksternal untuk konsep yang sudah ada, sedangkan pencarian internal untuk konsep baru. Pohon klasifikasi dan tabel kombinasi kemudian digunakan untuk menggali secara sistematis konsep penyelesaian tersebut dan untuk mengintegrasikan penyelesaian sub masalah ke dalam sebuah penyelesaian total. Akhirnya dapat dibuat sebuah langkah mundur untuk merefleksikan validitas dan kemampuan aplikasi dari hasil, seperti yang digunakan oleh proses. Dari sini akan muncul beberapa macam konsep yang tujuannya sama yaitu untuk menjawab penyelesaian dari submasalah yang sudah difokuskan karena sifatnya memang penting. 2.4.2 QFD (Quality Function Deployment) Cohen (1995) mendefinisikan Quality Function Deployment adalah metode terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk
menetapkan
spesifikasi
keinginan
dan
kebutuhan
konsumen,
serta
mengevaluasi secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Tujuan dari Quality Function Deployment tidak hanya memenuhi sebanyak mungkin harapan pelanggan, tapi juga berusaha melampaui harapan-harapan pelanggan sebagai cara untuk berkompetensi dengan saingannya, sehingga diharapkan konsumen tidak menolak dan tidak komplein, tetapi malah menginginkannya.
107
Implementasi dari QFD terdiri tiga tahap, dimana seluruh kegiatan yang dilakukan pada masing-masing tahapan dapat diterapkan seperti layaknya suatu proyek, dengan terlebih dahulu dilakukan tahap perencanaan dan persiapan, ketiga tahapan tersebut adalah (Lou Cohen, 1995) : 1. Tahap pengumpulan Voice of Customer. 2. Tahap penyusunan rumah kualitas (House of Quality). 3. Tahap analisa dan implementasi Keuntungan utama dari metode matriks QFD menurut Gaspersz (2001) adalah sebagai berikut: 1. Memperjelas area dimana tim pengembangan produk perlu untuk memenuhi informasi dalam mendefenisikan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan konsumen. 2. Mempunyai bentuk yang jelas dan teratur serta kemampuan untuk penelusuran kembali pada kebutuhan konsumen dari seluruh data atau informasi yang tim produk butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat dalam hal defenisi, desain, produksi dan penyediaan produk. 3. Menyediakan forum untuk analisa masalah yang timbul dari data yang tersedia mengenai kepuasan konsumen dan kemampuan kompetisi produk atau jasa. 4. Menyimpan perencanaan untuk produk sebagai hasil keputusan bersama.
108
5. Dapat digunakan untuk mengkomunikasikan rencana terhadap produkuntuk mendukung manajemen dari pihak lainnya yang bertanggung jawab terhadap implementasi dari rencana tersebut. Untuk pelaksanaan strategi, dengan Quality Function Deployment digunakan teknik-teknik lain sebagai alat bantu, yaitu pairwise comparisons (perbandingan berpasangan) dan benchmarking. Untuk mengetahui harapan dan kebutuhan pelanggan atau mengadakan evaluasi dan hubungan antara variabel dengan kepuasan pelanggan. Pairwise comparisons untuk penetapan prioritas terhadap harapan dan kebutuhan pelanggan. Benchmarking untuk membantu para pengambil keputusan untuk mengetahui kondisi pasar dan kondisi pesaing sehingga perusahaan dapat memberikan yang terbaik bagi pelanggan (Dorothea, 1999). Untuk penetapan prioritas terhadap kebutuhan dan harapan pelanggan yang telah diidentifikasi berdasarkan Voice of Customer (VOC) yang dijabarkan dalam QFD
digunakan
sistem
pembobotan
menggunakan
metode
perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons) dengan bantuan QFD Designer yang memungkinkan tingkat kepentingan suatu kriteria relatif terhadap kriteria lainnya dapat dinyatakan dengan jelas. Metode
pairwise
comparisons
dapat
memberikan
judgement
dalam
memecahkan problem terhadap adanya komponen-komponen yang tak terukur yang mempunyai peran yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan. Karena tidak
109
semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen yang dapat diukur, maka dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara judgement dengan skala-skala yang tersedia. Dalam pengkajian ini digunakan nilai skala komparasi 1 s/d 9. Saaty pada tahun 1995 telah membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 s/d 9 adalah yang terbaik, yaitu berdasarkan pertimbangan tingginya akurasi, yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square) dan MAD (Mean Absolute Deviation) pada berbagai problema (Arkeman, 1999)
110
Gambar 2.8 Bagan QFD (Sumber : Software QFD Designer)
111
2.4.2 Seleksi Konsep Produk Konsep - konsep yang telah terbentuk tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk itu diperlukan seleksi konsep yang merupakan proses menilai konsep dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan dan kriteria lain, membandingkan kekuatan dan kelemahan relatif dari konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penyelidikan, pengujian dan pengembangan selanjutnya. Metode seleksi konsep pada proses ini didasarkan pada penggunaan matriks keputusan untuk mengevaluasi masing-masing konsep dengan mempertimbangkan serangkaian kriteria seleksi.
Gambar 2.9 Seleksi dan Penyaringan Konsep (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Proses seleksi konsep terdiri atas 2 langkah utama yaitu penyaringan konsep dan penilaian konsep dengan metode yang dikembangkan oleh Stuart Pugh pada tahun 1980-an dan sering sekali disebut seleksi konsep Pugh (Pugh,1990). Tujuan tahapan ini adalah mempersempit jumlah konsep secara cepat dan untuk memperbaiki konsep.
112
Kriteria seleksi Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5 Kriteria 6 Kriteria 7 Jumlah + Jumlah 0 Jumlah Nilai akhir Peringkat lanjutkan ?
1 0 0 + 1 2 4 -3 3 Tidak
Konsep 2 0 0 0 + 0 0 1 5 1 0 2 Ya
3 0 0 + + 0 + + 4 3 0 4 1 Ya
Gambar 2.10 Matriks Penyaringan Konsep (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Proses penyaringan konsep merupakan proses penilaian yang sederhana yang menggunakan tiga simbol yaitu nilai relatif “lebih baik” (+), jika konsep tersebut lebih baik dari konsep yang lain dalam hal kriteria tersebut. “sama dengan” (0), jika untuk kriteria tersebut konsep tersebut sama dengan konsep yang lainnya. Dan terakhir “lebih buruk” (-), bila konsep tersebut lebih buruk dari konsep yang lainnya. Kemudian jumlah bobot tiap kriteria dijumlahkan untuk masing-masing konsep diberi rangking. Konsep yang dipilih untuk diteruskan adalah satu atau lebih konsep yang memiliki tingkat rangking yang lebih tinggi. Tahapan selanjutnya pada seleksi konsep adalah dengan menggunakan matriks penilaian konsep, dengan cara menambahkan bobot kepentingan ke dalam matriks.
113
Konsep 2 Kriteria Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5 Kriteria 6 Kriteria 7
3 Nilai Beban 0.15 0.45 0.75 0.8 0.4 0.3 0.2
Beban Rating 5% 3 15% 3 25% 3 20% 4 10% 4 15% 2 10% 2 Total Nilai 3.05 Peringkat 2 Lanjutkan ? Tidak Gambar 2.11 Matriks Penilaian Konsep
Rating 3 3 4 4 3 3 3
Nilai Beban 0.15 0.45 1 0.8 0.3 0.45 0.3 3.45 1 Ya
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Beberapa pola yang berbeda dapat digunakan untuk memberi bobot pada kriteria seperti menandai nilai kepentingan dari 1-5 atau mengalokasi nilai 100%. Selanjutnya penetapan rating dapat dilakukan oleh beberapa responden untuk menentukan apakah bobot yang diberikan sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Nilai rating dan beban dikalikan untuk mendapatkan nilai beban. Nilai beban ini yang akan dijumlahkan untuk menentukan rangking tiap konsep yang dinilai. Sama seperti tahap penyaringan konsep, konsep yang terpilih adalah konsep yang memiliki rangking tertinggi. Dengan dasar kedua matriks seleksi tersebut dapat diputuskan untuk memilih satu atau lebih konsep terbaik, konsep-konsep ini mungkin lebih lanjut
114
dikembangkan, dibuat prototipe dan diuji untuk memperoleh umpan balik dari pelanggan. Ada juga dengan metode daftar penilaian (scoring) melalui proses finansial. Beberapa faktor penimbang diberi bobot oleh anggota Direksi atau tenaga ahli dalam bidang sejenis. Lembar Evaluasi Gagasan Produk seperti ganbar di bawah ini:
Tabel EVALUASI GAGASAN PRODUK N o
Syarat keberhasilan
Pembobotan (A)
Penilaian (B) Sangat Baik Sedang Baik (30) (20) (40)
Jele k (10)
Nilai Sangat Jelek (0)
(A) X (B)
1
Vol. Penjualan
0.20
*
8
2
Perlindungan Patent
0.05
*
2
3
Persaiangan
0.05
*
2
4
Bahan Baku
0.10
*
3
5
Resiko Teknis
0.10
*
3
6
Kesesuaian dg Bisnis Utama
0.20
*
6
7
Nilai Tambah
0.10
*
3
8
Terpengaruh pd Produk Sekarang
0.20
*
Total
0
27
Gambar 2.12 Evaluasi Gagasan Produk (Sumber : MCL Pengembangan Produk Bina Nusantara) Dari gambar tersebut disimpulkan produk lolos dari penyaringan karena nilainya 27. Setelah lolos dilakukan analisis finansial berdasarkan MCL Bina Nusantara dengan rumus:
115
RI = ( Pt x Pc x AV x P x L ) / TDC Dengan keterangan sebagai berikut : RI
: Return on Invesment
PT
: Probabilitas Keberhasilan Teknikal (O ≤ PT ≤ 1)
Pc
: Probabilitas Keberhasilan Komersial dalam pasar (O ≤ Pc ≤ 1)
AV : Volume Tahunan (penjualan produk total dalam unit) P
: Kontribusi laba per unit produk yang dijual dalam rupiah (harga minus biaya)
L
: Waktu kehidupan produk dalam tahun
TDC : Biaya pengembangan produk total dalam Rupiah 2.4.3 Desain Produk Pendahuluan Dalam hal ini perlu diketahui ciri-ciri produk terpilih. Sebagai contoh dalam industri permen untuk anak-anak bagaimana komposisinya, kenampakannya, ukurannya, bagaimana penyimpanan produk, umur simpan dan sebagainya. Prototipe merupakan produk baru dari suatu kegiatan uji coba produksi skala kecil.
116
Perusahaan akan mengalami Trade off yaitu akibat dari kondisi yang saling berlawanan antara biaya, kualitas dan nilai produk hasil akhir dari kegiatan diatas berupa disain yang dapat bersaing dipasar yang siap diproduksi. 2.4.4 Pengujian Konsep Prototipe yang sudah dibuat kemudian diuji hasilnya ditinjau dari aspek pemasaran dan kemampuan tehnikal produk. Kegiatan pengujian pasar sangat penting karena meskipun produk berkualitas tetapi tidak layak jual juga tidak ada artinya dan kegiatan ini disebut Uji Pasar. Dalam hal ini prototipe produk baru dilempar kesekelompok konsumen untuk dicoba dan dari uji ini diketahui pendapat konsumen mengenai produk baru tersebut. Pengujian Konsep berhubungan erat dengan seleksi konsep, dimana kedua aktivitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep yang akan diproses lebih lanjut. Namun pengujian konsep berbeda, karena aktivitas ini menitikberatkan pada pengumpulan data langsung dari pelanggaan potensial dan hanya melibatkan sedikit penilaian dari tim pengembang. Tahapan ini dilakukan setelah seleksi konsep karena tidak memungkinkan untuk menyodorkan banyak konsep ke pelanggan potensial untuk diuji, sehingga konsep-konsep alternatif harus dipersempit terlebih dahulu menjadi satu atau dua konsep untuk diuji.
117
Metode pengujian konsep terdiri dari 7 tahap yaitu ( Ulrich Eppinger,2001) : 1) Mendefinisikan maksud dari pengujian konsep → Pengujian konsep dapat diartikan sebagai suatu eksperimen, oleh karena itu perlu didefinisikan dahulu maksud dari eksperimen ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti Konsep mana yang akan diuji?, Bagaimana konsep dapat diperbaiki?, Berapa Jumlah produk yang dapat dijual?, Dapatkah proses pengembangan dilanjutkan?. 2) Memilih Populasi Survei → Seringkali produk ditujukan untuk pasar potensial dengan beberapa segmen sekaligus. Hal yang perlu diperhatikan adalah pengujian ke beberapa segmen sekaligus akan membuang banyak waktu dan biaya, sehingga seringkali untuk menghindari pembengkakan biaya maka pengujian konsep cukup dilakukan dengan memilih pelanggan potensial dengan segmen pasar terbesar saja. 3) Memilih Format Survei → Sama seperti survei-survei yang pernah dilakukan pada tahapan sebelumnya, jenis format yang dapat dipilih adalah dengan : face-to-face interaction, Telepon, Surat, E-mail, Internet. Dan tiap format memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. 4) Mengkomunikasikan Konsep → Yang membedakan survei pengujian konsep dengan survei-survei sebelumnya adalah adanya konsep terpilih yang harus dkomunikasikan kepada responden untuk dinilai sendiri oleh mereka. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan konsep yaitu :
118
uraian verbal, sketsa, Foto dan gambar, storyboard, Video, simulasi, Multimedia interaktif, Model fisik, dan prototipe yang dioperasikan. Sehingga tim pengembang dapat memilih cara yang sesuai untuk mengkomunikasikan konsep disesuaikan dengan biaya dan kemampuan yag ada. 5) Mengukur respon pelanggan → Data yang didapatkan dari survei dapat diolah dan digunakan untuk mengukur respon pelanggan, dan hal yang terutama diukur adalah Konsep mana yang dipilih, usulan perbaikan, serta keinginan pelanggan untuk membeli dengan dibagi ke dalam 5 skala yaitu pasti akan membeli, mungkin akan membeli, mungkin atau tidak akan membeli, mungkin tidak akan membeli, pasti tidak akan membeli. Atau bisa juga dengan cara menyuruh responden untuk menyebut angka peluang sendiri untuk membeli. 6) Mengiterpretasikan Hasil → Maksud dari mengintrepretasikan hasil adalah bila memang ada konsep yang mendominasi, maka secara langsung konsep tersebut dapat dipilih untuk dilanjutkan ke tahap pengembangan model, tetapi bila hasilnya tidak terbatas, maka konsep dapat dipilih berdasarkan pertimbangan waktu dan biaya. Dan tidak jarang juga tim pengembang dapat memperkirakan potensi penjualan produk 1 tahun ke depan setelah produk tersebut diluncurkan. Meskipun sifatnya tidak pasti, tetapui prediksi penjualan cenderung berkorelasi dengan permintaan yang sebnarnya, karena itu prediksi
119
penjualan
merupakan
informasi
yang
sangat
berharga
bagi
Tim
pengembangan produk. Merfleksikan Hasil dan proses → Manfaat utama dari pengujian konsep adalah memperoleh umpan balik dari pelanggan potensial, yang diuntungkan oleh pemikiran tentang pengaruh tiga variabel kunci yang terdapat pada model prediksi yaitu : Ukuran Pasar keseluruhan, Ketersediaan tentang produk, dan proporsi pelanggan yang mungkin akan membeli produk. Dalam merefleksikan hasil pengujian konsep, sebaiknya 2 pertanyaan kunci harus terjawab, yaitu : apakah konsep sudah dikomunikasikan dengan benar sehingga menghasilkan respon pelanggan sesuai dengan yang dituju ? dan apakah hasil prediksi konsisten dengan hasil tingkat pengamatan tingkat penjualan terhadap produk-produk yang sama ? Akhirnya pengalaman dengan produk baru kemungkinan besar dapat diterapkan di masa yang akan datang untuk produk-produk yang hampir sama. 2.4.5 Arsitektur Produk Semua produk terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemenelemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian, komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap
120
fungsi produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama yang disebut chunks. Setiap Chunk terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan fungsi dari produk.. Arsitektur produk adalah skema elemen-elemen fungsional dari produk disusun menjadi chunk yang bersifat fisik. Dan menjelaskan bagaimana setiap chunk berinteraksi. Karakter arsitektur produk yang terpenting adalah modularitas. Ciriciri dari arsitektur modular adalah : Chunk melaksanakan atau mengimplementasikan satu atau sedikit elemen fungsional pada keseluruhan fisiknya, dan interaksi antar chunk dapat dijelaskan dengan baik, dan umumnya penting untuk menjelaskan fungsi-fungsi utama produk. Keputusan mengenai cara membagi produk menjadi chunk dan tentang berapa banyak modularitas akan diterapkan pada arsitektur sangat terkait dengan beberapa isu yang menyangkut kepentingan seluruh perusahaan seperti : perubahan produk, variasi produk, standarisasi komponen, kinerja produk, kemampuan manufaktur, dan manajemen pengembangan produk. Langkah-langkah dalam menetapkan arsitektur produk adalah dengan :
121
1. Membuat skema produk, yaitu diagram yang menggambarkan pengertian terhadap elemen-elemen penyusun produk, yakni berupa elemen fisik, komponen kritis dan elemen fungsional.
Gambar 2.13 Contoh Skema Produk (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) 2. Mengelompokkan elemen-elemen pada skema, yaitu menugaskan setiap elemen yang ada pada skema menjadi chunk. Setiap chunk memiliki satu fungsi. Elemen yang memiliki fungsi yang sama dapat digabungkan dalam satu chunk. Kondisi ekstrim yang mungkin terjadi adalah semua komponen memiliki chunk sendiri sehingga jumlah elemen sama dengan jumlah chunk. Atau sebaliknya mengintegrasikan semua komponen ke dalam satu fungsi yang sifatnya akan lebih kompleks.
122
Gambar 2.14 Contoh Function Diagram (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) 3. Membuat susunan Geometris yang masih kasar, Susunan geometris dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model fisik yang terdiri dari 2 atau 3 dimensi. Penyusunan Geometris yang masih
berbentuk
kotak
dapat
memberikan
beberapa
alternatif
penyusunan sehingga tidak ada hubungan antar chunk yang saling bertentangan. Pembuatan susunan geometris harus memperhatikan aspek estetika, keamanan dan kenyamanan dari sebuah produk. 2.4.6 Desain akhir Disain akhir meliputi spesifikasi produk mulai dari komposisi kimiawi, ciri-ciri bahan pengemas dan gambar, demikian juga dengan metode bakunya sehingga memudahkan bagian produksi. Sebagai hasil prototipe perubahan-perubahan tertentu mungkin perlu dimasukkan dalam disain
123
akhir. Hal ini sangat diperlukan untuk melakukan pengujian kembali yang dapat menjamin nilai produk. Contoh: pebuatan permen yang bernilai gizi untuk anak-anak. Hasil prototipe menunjukan rasa tidak disukai oleh anak-anak karena kurang manis, maka perlu diubah kembali sehingga rasa tersebut sesuai dengan selera anak-anak. 2.4.7 Produksi Pengembangan Produk baru Berikut hambatan pengembangan produk baru: 1.
Gagasan-gagasan yang masuk masih kurang.
2.
Persaingan pasar yang sangat berat, dengan teknologi yang lebih canggih misalnya industri-industri suplemen.
3.
Peran pemerintah yang kadang-kadang memberikan batasan-batasan yang berat misalnya keselamatan lingkungan.
4.
Biaya untuk pengembangan produk baru, mulai dari pencarian gagasan, pelaksanaan penelitian dan melakukan uji pasar sehingga produk harus benar-benar unggul. Dari gagasan-gagasan yang ada hanya sedikit saja yang sukses.
5.
Produk baru meskipun sudah dilakukan uji konsumen bisa gagal karena tidak memenuhi pengharapan atau tidak sesuai dengan selera; rasa, bau, dan aroma yang diinginkan.
124
6.
Banyaknya perusahaan-perusahaan yang akan meniru setelah peluncuran produk baru. Hal ini menyebabkan waktu kehidupan yang pendek.
Mortalitas Gagasan Produk Baru 60
J um Ga ga sa n
Penyaringan 15
Analisis Bisnis
10
Pengembangan Pengujian Komersialisasi
5
0
5
10
15
20
25
30
Waktu Kumulatif (%) Gambar 2.15 Mortalitas Gagasan Produk Baru (Sumber : MCL Pengembangan Produk Bina Nusantara) 2.4.8
Desain Produk dan Spesifikasi Kualitas Kegiatan penelitian dan pengembangan yang telah dibahas dimuka memberikan latar belakang yang diperlukan bagi disain produk dan jasa baru serta spesifikasi kulitasnya. Dalam hal ini harus ada perhitungan yang cermat agar hasil penelitian dan pengembangan dapat menghasilkan produk yang banyak dan menghasilkan laba. Keputusan harus dibuat oleh pihak
125
manajemen mengenai disain atau rancang bangun. Pertama manajemen harus membuat keputusan yang menyangkut Trade Off antara bentuk dan fungsi (Kurva I & II → Total nilai dari misal 2 faktor yang satu turun yang satu naik). 2.4.9
Standardisasi
•
Standar merupakan kata yang mempunyai arti yang sangat penting yaitu memberikan ukuran-ukuran spesifik tertentu yang dibuat dan dijual.
•
Pembatasan jumlah ukuran-ukuran dan juga komponenkomponen penyusunannya sering disebut Simplifikasi atau penyederhanaan.
•
Standarisasi bukan hanya penyederhanaan tetapi merupakan suatu kegiatan untuk menentukan ukuran, rasa, aroma dan ciriciri lain yang selalu sama dan tidak berbeda-beda yang mencerminkan spesifikasi dari produk.
2.4.10 Reliability Ada beberapa macam aspek yang perlu ditinjau: - Keandalan dari suatu proses perkaitan dengan umur kehidupan produk - Penggunaannya apakah dapat digunakan diatas batas normal atau tidak
126
- Keandalan berkaitan dengan komponen-komponen produk secara keseluruhan. 2.5 Lead User Research Lead User research adalah salah satu metodologi yang diyakini dapat memberikan kunci sukses bagi terobosan produk/jasa baru. Dasar pemikiran metodologi ini adalah adanya Lead User yaitu spesifik konsumen/individual yang memiliki pengalaman kebutuhan lebih dahulu/mendahului dari konsumen/individual yang lain. Dengan melibatkan team khusus yang terdiri dari para expert pada kelompok lead user ini, maka akan didapatkan suatu temuan inovasi yang sangat berharga. Beberapa contoh peran serta lead user dalam suatu terobosan inovasi baru antara lain : -
Protein untuk hair conditioner ditemukan oleh seorang wanita di tahun 1950 yang mempunyai ramuan tradisional yang terdiri dari bir atau telur untuk tubuh agar lebih bersinar.
-
Minuman Gatorade, diproduksi di Florida berdasarkan masukan dari para atlet sebagai lead user.
-
Speaker Bose, sukses menjadi pioneer high fidelity speaker untuk musik latar tahun 1980, didapat dari pengalaman Jim Sanchez saat mendengarkan musik latar dari toko CD lokal di Boston area Strawberries.
127
Karakteristik Lead User 1. Lead User memiliki kebutuhan produk/jasa baru yang nanti akan memasyarakat, akan tetapi mereka telah menemukan kebutuhan tersebut beberapa bulan/tahun sebelum masyarakat umum menghadapinya. 2. Lead User mengharapkan manfaat yang signifikan dengan menemukan solusi dari kebutuhannya. Sebagai hasilnya, mereka mengembangkan sendiri produk/jasa baru tanpa menunggu produk/jasa tersebut tersedia secara komersial. 3. Lead User tidak sama dengan early adopter (First user yang membeli suatu produk /jasa eksisting). Lead user dihadapkan pada kebutuhan akan suatu produk/jasa yang belum ada di pasaran. Melalui metodologi Lead user ini akan didapatkan beberapa manfaat sebagai berikut : 1.
Memperoleh akses informasi yang lebih kaya dan reliable melalui kebutuhan customer yang dapat diperoleh melalui traditional market research. Metode Lead User melengkapi kebutuhan untuk traditional market research bukan menggantikan.
2. Pengembangan konsep produk/jasa yang lebih baik karena berasal dari data konsumen yang lebih baik. 3. Akselerasi proses pengembangan produk/jasa Tahapan Metodologi Lead User Research Ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam Lead User Research, yaitu :
128
a. Stage 1: Project Planning (4-6 minggu) •
Membuat master plan
•
Mempelajari current market place
•
Merumuskan fokus projek
b. Stage 2: Trends/Needs Identification (5-6 minggu) •
Melakukan studi literatur
•
Melakukan Interview kepada top expert.
•
Analisa data, dan menentukan kebutuhan yang lebih mengerucut
c. Stage 3: Preliminary Concept Generation (5-6 minggu) •
Interview lead user dan expert
•
Pengumpulan data untuk bisnis case
•
Mendefinisikan kebutuhan produk/jasa baru – buat draft konsep
d. Stage 4: Final Concept Development (5-6 minggu) •
Perencanaan Workshop Lead user
•
Mengundang partisipan
•
Pelaksanaan workshop –> perbaikan konsep dengan melibatkan lead user/expert
•
Finalisasi konsep
2.6 Strategi Pemasaran (Marketing Strategy) Setelah memaparkan secara rinci tujuan pemasaran, dalam komponen ini diminta untuk memaparkan secara rinci tentang strategi pemasaran perusahaan.
129
Di sinilah rencana bagaimana mencapai tujuan pemasara persusahaan disusun. Komponen ini pada dasarnya merupakan inti dari rencana pemasaran perusahaan kita. Isi di dalamnya meliputi ke-empat faktor bauran pemasaran atau marketing mix atau lebih populer disebut sebagai 4Ps, yaitu: product (barang atau jasa); price (harga); promotion (promosi); dan place atau distribution (distribusi). •
Product. Deskripsi lengkap tentang barang dan/atau jasa yang ditawarkan perusahaan kita dipaparkan di dalam komponen ini. Deskripsi tersebut, antara lain, meliputi fitur (feature) dan kegunaan (benefit) dari barang dan/atau jasa yang ditawarkan ;
•
Price. Deskripsikan dalam bagian ini pula strategi penentuan (pricing strategy) harga barang dan/atau jasa yang ditawarkan dan kebijakan atau sistem pembayarannya (payment policies);
•
Promotion. Paparkan secara rinci alat-alat atau media promosi yang akan digunakan perusahaan kita atau taktik yang akan diterapkan dalam merealisasikan rencana promosi (promotion plan) dalam rangka mewujudkan tujuan pemasaran perusahaan; dan
•
Place. Di sini kita diminta untuk mendeskripsikan secara rinci bagaimana dan di mana perusahaan akan menempatkan produk sehingga pelanggan mudah mengaksesnya. Kita juga perlu untuk memaparkan bagaimana perusahaan akan menjualnya atau metode distribusi dan penjualan apa yang akan diterapkan perusahaan.
130
2.7 Penentuan Sample Penentuan jumlah sample dapat dilakukan dengan Slovin ( Sugiyono, 2006)
n=
N 1 + Ne 2
Contoh penerapan Slovin: Kita akan meneliti pengaruh upah terhadap semangat kerja pada karyawan PT. Cucak Rowo. Di dalam PT tersebut terdapat 130 orang karyawan.
Dengan
tingkat kesalahan pengambilan sampel sebesar 5%, berapa jumlah sampel minimal yang harus diambil ?
n=
130 = 98,11 1 + 130(0,05) 2
Teknik Pengambilan Sampel Teknik Sampling Teknik Sampling
Probability Sampling Probability Sampling
Non Probability Non Probability Sampling Sampling
Convenience Convenience Sampling Sampling Purposive sampling Purposive sampling Judgement JudgementSampling Sampling Quota Sampling Quota Sampling Snowball Sampling≠ Snowball Sampling≠
Simple Random Simple Random Sampling Sampling Stratified Stratified Sampling Sampling Propotional Propotional Disproportional Disproportional Cluster Sampling Cluster Sampling Double Sampling Double Sampling
By Suliyanto
Gambar 2.16 Teknik Pengambilan Sampel ( Sumber : MCL Bina Nusantara )
131
2.8 Validitas dan Reliabilitas z Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul
dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. z
Kevalidan sebuah alat ukur ditunjukan dari kemampuan alat ukur tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas Eksternal
Instrumen yang dicapai bila data yang dicapai sesuai dengan data atau informasi lain mengenai variabel penelitian yang dimaksud Validitas Internal
Bila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan.
Melalui Analisis Faktor
Melalui Analisis Butir
Jika koefisien korelasi product moment melebihi 0,3
Kriteria:
(Azwar, 1992. Soegiyono, 1999 )
Jika koefisien korelasi product moment > r-tabel ( α ; n2 ) n = jumlah sampel.
132
Nilai Sig. ≤ α
z Pengertian reliabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya, terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Metode Pendekatan: secara garis besar ada dua jenis reliabilitas, yaitu : z Teknik Paralel (parallel form)
Pada teknik ini kita membagi kuesioner kepada responden yang intinya sama akan tetapi menggunakan kalimat yang berbeda: Misalnya:
Apakah menurut saudara harga tiket di kereta ini tidak mahal ?
Apakah harga di kereta ini telah sesuai dengan pelayanan yang saudara terima ?
z Teknik Ulang (double test / test pretest)
Pada teknik ini kita membagi kuesioner yang sama pada waktu yang berbeda. Misalnya:
Pada minggu I ditanyakan:
Bagaimana tanggapan saudara terhadap kualitas dosen di Universitas Calibakal ?
133
Pada minggu III ditanyakan:
Ditanyakan lagi pada responden yang sama dengan pertanyaan yang sama.
z Reliabilitas Internal (Internal Consistensy) z Uji reliabilitas internal digunakan untuk menghilangkan kelemahan-
kelamahan pada uji reliabilitas eksternal. 1. Dengan rumus Spearman-Brown 2. Dengan rumus Flanagant 3. Dengan rumus Rulon 4. Dengan rumus K – R.21 5. Dengan rumus Hoyt 6. Dengan rumus Alpha Cronbach Langkah dalam melakukan uji validitas dan reliabilitas internal adalah sebagai berikut:
1. Cobalah item di lapangan kepada paling sedikit 30 orang responden (batas sampel besar dalam statistik) 2. Tabulasi data yang telah masuk 3. Ujilah validitas dan reliabilitasnya Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor item dengan skor total. Korelasi Rank Spearman jika data yang diperoleh adalah data ordinal, sedangkan jika data yang diperoleh data interval bisa digunakan iyo
134
korelasi Product Moment. Sedangkan uji reliabilitas yang paling sering digunakan adalah uji, Alpha, Hoyt dan Spearman Brown Skala pengukuran data menjadi hal yang krusial dalam analisis statistika mengingat ini merupakan salah satu faktor penentu jenis atau tipe teknik statistika yang akan digunakan untuk menganalisis data. Secara garis besar, berdasarkan skala pengukurannya data dibedakan menjadi dua : nonmetrik (kualitatif) dan metrik (kuantitatif). Data nonmetrik meliputi atribut, karakteristik atau sifat kategoris yang mendeskripsikan suatu subjek. Data metrik meliputi hasil pengukuran atau pencacahan terhadap suatu subjek tertentu. Berbagai parameter dan statistik yang dikenal dalam Statistika deskriptif (ukuran pemusatan, ukuran letak, ukuran persebaran) hanya berlaku pada data yang diukur dengan skala metrik. Secara lebih terperinci, skala nonmetrik masih dapat dibedakan menjadi nominal dan ordinal sedangkan skala metrik menjadi interval dan rasio.
Skala Ordinal z Adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan
peringkat antar tingkatan, akan tetapi jarak atau interval antar tingkatan belum jelas. z Data ordinal adalah data yang berbentuk rangking atau peringkat. z Bila dinyatakan dalam skala, maka jarak satu data dengan yang lainnya tidak
sama.
135
z Contoh:
Berilah peringkat supermarket berdasarkan kualitas pelayanannya ! Sri Ratu………………………
1
Moro …………………………
3
Matahari …………………..
5
Rita I ……………………….
2
Rita II ………………………
4
Super Ekonomi ………….
6
Urutan juara (1, 2, 3); skala likert (STS, TS, N, S, SS); dsb Skala Interval z Adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan
peringkat antar tingkatan, dan jarak atau interval antar tingkatan sudah jelas, namun belum memiliki nilai 0 (nol) yang mutlak. z Data dari skala interval adalah data interval . z Contoh:
1. Skala Pada Termometer 2. Skala Pada Jam 3. Skala Pada Tanggal Skala Likert z Skala Likert’s digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang tentang fenomena sosial.
136
z Contoh:
Pelayanan rumah sakit ini sudah sesuai dengan apa yang saudara harapkan. a. Sangat setuju
skor 5
b. Setuju
skor 4
c. Tidak ada pendapat
skor 3
d. Tidak setuju
skor 2
e. Sangat tidak setuju
skor 1
Skala nominal
Data berkala nominal hanya bisa digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan karakteristik antara subjek satu dengan lainnya. Selain itu, data ini juga dapat digunakan dalam kegiatan klasifikasi atau kategorisasi. Mengingat sifatnya, relasi aritmatis yang berlaku hanyalah = dan ¹. Contoh : jawaban dikotomi (ya, tidak); jenis kelamin (pria, wanita); warna lampu lalu lintas (merah, kuning, hijau); nomor urut parpol Pemilu 2004 (1, 2, …, 48); dsb. Contoh : temperatur (0o C = 0 o R = 32o F = 273o K); dsb. Skala rasio
Data berskala rasio memiliki semua karakteristik skala lainnya ditambah dengan adanya harga nol mutlak, sehingga menempati urutan tertinggi dalam penskalaan. Dalam skala ini, 10 = (2 ´ 5) = (20 : 2). Transformasi linier yang berlaku adalah Y = cX. Relasi aritmatis yang berlaku adalah =, ¹, <, >, ≤, ≥, +, –, ´, :, akar dan pangkat. Contoh : massa; panjang; waktu; cacah benda; nominal uang; dsb.
137
Banyak teknik analisis statistika yang dibedakan berdasarkan tipe skala pengukuran data, misalnya dikenal istilah analisis data kategorik (categorical data analysis) untuk menunjukkan bahwa analisis-analisis yang dibahas dalam cabang ini hanya berlaku untuk tipe data kategorik (nominal) atau paling tinggi ordinal. Contoh lain, analisis peringkat ( rank analysis) dalam cabang Statistika Nonparametrik hanya cocok diterapkan pada data-data bertipe ordinal atau yang lebih rendah (nominal) namun jika diterapkan pada data yang diukur pada skala interval atau rasio maka kuasa ujinya ( test power) akan lebih rendah dibandingkan kalau digunakan analisis yang memang didesain untuk tipe data metrik. Begitu juga dalam analisis multivariat, ada beberapa teknik analisis yang mensyaratkan data diukur pada skala metrik, misalnya analisis faktor, analisis klaster dan analisis diskriminan (meskipun dalam perkembangannya para statistisi mampu menciptakan
beragam
teknik
“derivatif”
dari
analisis2
ini
yang
mampu
mengakomodasi data2 nonmetrik). Dalam kondisi seperti ini, jika data yang dimiliki hanyalah data nonmetrik, akan lebih baik jika digunakan teknik analisis multivariat nonparametrik. Namun penerapan teknik seperti ini mengandung beberapa kesulitan : ·
Penerapan praktis dengan hasil yang memuaskan cenderung mensyaratkan
kondisi-kondisi yang sulit dipenuhi, seperti ukuran sampel yang lebih besar dibandingkan jika digunakan teknik parametrik Ada beberapa analisis statistika multivariat yang mensyaratkan data yang dianalisis diukur pada skala metrik (interval atau rasio), di antaranya analsis klaster
138
dan analisis diskriminan. Dalam kondisi di mana data yang dimiliki hanyalah data berskala ordinal, diperlukan suatu transformasi yang dapat mengubah skor-skor data pada variabel yang terlibat (berskala ordinal) menjadi data metrik. Dalam Psikometrika, metode transformasi seperti ini dinamakan metode penskalaan ( scaling technique). Metode penskalaan yang populer di antaranya metode rating dijumlahkan (summated rating) & juga metode yg mirip dengannya, metode interval berurutan (succesive interval). namun kebanyakan teknik2 ini mengasumsikan data populasi berdistribusi normal.
2.9 Anthropometri
Dalam
membuat
anthropometri,
data
suatu
desain
anthropometri
kita
yang
memerlukan berhasil
data-data
diperoleh
akan
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas dan sebagainya
Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi atau meja komputer, dan lain-lain.
Perancangan areal kerja (stasiun kerja, interior mobil, dan lain-lain). Pada dasarnya, peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil
referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh dari populasi yang memakainya. Kemampuan
139
penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang amat penting dalam proses perancangannya, terutama untuk produk-produk yang berorientasi ekspor.
2.9.1 Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya
Manusia pada umumnya mempunyai bentuk dan dimensi ukuran tubuh yang berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia yang harus diperhatikan dalam perancangan produk: •
Umur -
Secara umum, dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan
bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahiran sampai pada umur sekitar 20 tahunan. •
Jenis kelamin – Dimensi ukuran tubuh pria umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
•
Suku bangsa (etnis) – Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnis akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
•
Posisi tubuh (postur) – sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh, oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh, dikenal 2 cara pengukuran, yaitu :
140
o
Pengukuran dimensi struktur tubuh (Structural body dimension) Disini tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi badan dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi / panjang lutut pada saat berdiri maupun duduk, panjang lengan, dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5th dan 95th persentil.
o
Pengukuran
dimensi
fungsional
tubuh
(Functional
body
dimensions) Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan – gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas ukuran tubuh manusia , antara lain : •
Cacat tubuh, dimana data anthropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki atau tangan palsu, dan lain-lain).
•
Tebal / tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi
141
tubuh orang pun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain. •
Kehamilan atau pregnancy, dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khususnya perempuan), hal ini jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.
2.9.2 Penggunaan Distribusi Normal
Data anthropometri diperlukan untuk rancangan suatu produk bisa disesuaikan dengan orang yang mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang diperlukan pada dasarnya tidak sulit diperoleh dari ukuran secara individual, seperti halnya yang dijumpai berdasarkan pesanan. Situasi menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahannya adalah pemilihan ukuran tubuh yang dipilih sebagai acuan untuk mewakili populasi yang ada. Masalah ini akan lebih mudah diatasi apabila kita dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai” (adjustable) dengan suatu rentang ukuran tertentu.
142
Gambar 2-17 Distribusi Normal dengan Data Anthropometri Persentil 95
(Sumber : MCL Bina Nusantara)
Untuk penetapan data anthropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean, X ) dan simpangan baku (standar deviasi, σx). Dari nilai tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel distribusi normal. Dengan persentil, maka yang dimaksudkan disini adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki urutan pada atau di bawah nilai tersebut.
143
Tabel 2-1 Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal
(Sumber : Wikipedia) Persentil Perhitungan
1
X -2.325 σx
2.5
X -1.96 σx
5
X -1.645 σx
10
X -1.28 σx
50
X
90
X +1.28 σx
95
X +1.645 σx
97.5
X +1.96 σx
99
X +2.325 σx
144
2.9.3 Prinsip-prinsip dalam Perancangan Produk atau Fasilitas Kerja
Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat merancang produk atau fasilitas kerja yang akan dibuat. Maka prinsip-prinsip yang akan diambil pada data anthropometri harus ditetapkan lebih dahulu seperti : 1.
Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang Ekstrim. Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk: •
Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya
•
Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada)
2.
Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Diantara Rentang Ukuran Waktu. Disini rancangan dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh, contohnya adalah pada saat perancangan kursi mobil, dimana kursi tersebut dapat duibah-ubah letaknya bisa digeser maju mundur tergantung orang yang menggunakannya.
145
3.
Prinsip Perancangan Produk Dengan Ukuran Rata-Rata Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Disini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata
2.9.4
Metode Pengukuran Anthropometri
Metoda pengukuran dengan mengunakan data anthropometri di mana ketika kita akan merancang produk, kita mengunakan perhitungan yang sudah baku dengan menggunakan persentil, baik persentil besar (90, 95 atau 99) maupun kecil (5,10) tergantung produk yang akan kita desain. Misalnya dalam mendesain sebuah pintu. Data rata-rata tinggi orang Indonesia sudah ada sehingga kita tinggal menghitungnya saja yaitu dengan menggunakan persentil besar. Artinya, orang yang memiliki tinggi di atas rata-rata pun dapat melewati tinggi pintu tersebut apalagi orang yang pendek. Dalam metode pengukuran Anthropometri ini terdapat dua jenis metode, yaitu metode ukur dengan anthropometer dan metode ukur tukang jahit.
146
2.9.5 Metode Ukur Anthropometri dengan Anthropometer
Metode ini menggunakan kursi anthropometri. Pada metode ini, orang yang akan diukur, duduk pada kursi anthropometri dan pengukur kemudian melakukan pengukuran pada bagian-bagian tubuh yang ingin diukur. Orang yang diukur tidak perlu berpindah-pindah tempat, cukup duduk, dan mengikuti petunjuk dari pengukur untuk bagian tubuh yang akan diukur. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mengukur diameter anggota tubuh karena alat ukur yang kaku (seperti penggaris). Kelebihannya adalah pengukuran
yang cepat, karena terdapat banyak alat pengukur untuk
berbagai posisi.
2.9.6 Metode Ukur Anthropometri Tukang Jahit
Pada metode ini, anggota tubuh yang akan diukur, diukur menggunakan ukuran tukang jahit yang bersifat elastis. Dengan menggunakan alat ukur tukang jahit, pengukuran diameter atau lingkar anggota tubuh lebih mudah. Kelemahannya adalah panjangnya yang terbatas dan mempunyai kesulitan dalam pengukuran tinggi badan karena sifat alat ukurnya yang elastis. Pengukuran dengan metode ini memang bertujuan untuk mengukur diameter anggota tubuh, misalnya untuk merancang baju atau celana.