6
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Bisnis Logistik Bisnis logistik merupakan kegiatan unik, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang tertua sekaligus yang termuda. Disebut bisnis tertua, jika dilihat dari kegiatan individu dimana kegiatan logistik sudah ada sejak manusia ada. Hal ini dapat dilihat ketika manusia akan selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhannya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada perusahaan, logistik dilakukan pada pengelolaan, penyimpanan bahan baku, suku cadang dan barang jadi. Pada zaman orde baru pemerintahan Indonesia sebagai pengelola telah memiliki Badan Urusan Logistik (BULOG) sebagai instansi resmi penyalur sembilan bahan pokok. Sedangkan bisnis logistik disebut termuda karena kelahiran manajemen logistik baru muncul dan diperhitungkan sejak tahun 1950. Pada saat itu terjadi perubahan dalam kegiatan logistik dimana awalnya terpisah-pisah menjadi kegiatan yang terpadu dengan diterapkannya sistem manajemen logistik terpadu. Manajemen logistik dianggap termuda dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya seperti pemasaran, keuangan dan operasional. Sedangkan definisi logistik sendiri merupakan bagian dari proses rantai suplai yang berfungsi merencanakan, melaksanakan, mengontrol secara efektif, efisien proses pengadaan, pengelolaan, penyimpanan barang, pelayanan dan informasi mulai dari titik awal (point of origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) dengan tujuan memenuhi kebutuhan konsumen (Siagian, 2005, p.3). 2.2 Pengukuran Kinerja Faktor kunci sukses dari setiap organisasi adalah kemampuan untuk mengukur kinerja. Umpan balik pada kinerja mengizinkan manajemen untuk menentukan ya atau tidaknya bentuk standar atau sasaran yang ingin dicapai. Jika
7
tidak sesuai standar, manajemen kemudian akan membuat penyesuaian kebutuhan untuk meningkatkan kinerja (Prasetya dan Lukiastuti, 2002, p. 79). Tipe- tipe dari pengukuran kinerja : a. Produktivitas Produktivitas
merupakan
suatu
ukuran
seberapa
baik
kita
mengkonversi input dari proses transformasi ke dalam output. Dalam pengertian yang paling luas, produktivitas dapat digambarkan sebagai berikut : Produktivitas =
Output Input
Untuk meningkatkan produktivitas, kita ingin membuat perbandingan output ke input sama besar. Contoh ukuran produktivitas : Produktivitas parsial =
Output Output Output Output atau atau atau Labor Capital Material Energy
b. Kapasitas Kapasitas adalah suatu ukuran yang menyangkut kemampuan output dari suatu proses. Ukuran kinerja ini adalah secara khas di dalam unit output per unit waktu walaupun seperti kita lihat kemudian, dalam bagian ini tidak selalu sesuai. Desain kapasitas menggambarkan sebagai tingkat keluaran yang ideal di mana suatu perusahaan akan menghasilkan dalam keadaan normal dan dimana sistem akan dirancang. Derajat yag mana suatu perusahaan menggunakan kapasitas produksinya yang ditunjuk sebagai pemanfaatan kapasitas, yang digambarkan sebagai berikut : Capacity Utilization =
Actual Output Design Capacity
8
c. Kualitas Kualitas dari proses pada umumnya diukur dengan tingkat ketidaksesuaian dari produk yang dihasilkan. d. Kecepatan Pengiriman Banyak perusahaan yang mencoba menekan kenaikan dengan menghargai kecepatan dalam pengiriman. Adapun kecepatan pengiriman dapat diukur dalam dua dimensi, pertama jumlah waktu antara produk ketika dipesan untuk dikirim ke pelanggan, yang biasa diketahui sebagai product lead time. Kedua adalah variabilitas dalam waktu pengiriman. e. Fleksibel Ada tiga dimensi dari fleksibel, pertama bentuk dari fleksibelitas menandai bagaimana kecepatan proses dapat masuk dari memproduksi satu produk atau keluarga produk untuk yang lain. Kedua adalah kemampuan bereaksi untuk berubah dalam volume. Ketiga, kemampuan dari proses produksi yang lebih dari satu produk secara serempak. f. Kecepatan Proses Kecepatan proses adalah perbandingan nyata melalui waktu yang diambil dari produk untuk melewati proses yang dibagi dengan nilai tambah waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi produk atau jasa. 2.2.1 Pengukuran Kerja Dengan Menggunakan Direct Stop–Watch Time Study Dalam konteks pengukuran kerja, metode direct stop-watch time study merupakan teknik pengukuran kerja dengan menggunakan stop-watch sebagai alat pengukur waktu yang ditunjukkan dalam berhasil diukur dan dicatat kemudian dimodifikasikan dengan mempertimbangkan tempo kerja operator dan menambahakan dengan allowances. Untuk kelancaran kegiatan pengukuran dan analisis nantinya, maka selain stop-watch sebagai timing device diperlukan time study form juga mencatat data waktu yang diukur tersebut. Selain mencatat waktu yang diukur tersebut seperti sketsa gambar layout area kerja, kondisi kerja (kecepatan kerja
9
mesin, gambar produk, nama operator, dan lain-lain) dan deskripsi yang berkaitan dengan elemental breakdown. Waktu Normal = Total waktu x performans rating (%) Waktu Standar = Waktu normal + % allowance x waktu normal Out Put Standar = 1/(Waktu Standar) Kesahilan (validitas) hasil penetapan waktu ataupun output standar pada dasarnya akan sangat tergantung pada hasil (data) waktu pengamatan atau pengukuran yang diperoleh akan mempengaruhi hasil penetapan standard standard tersebut. Penentuan jumlah sampel pengamatan yang dibutuhkan akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu: 1. Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dan hasil pengamatan 2. Tingkat kepercayaan (level of convidence) dari hasil pengamatan Tetapi banyaknya pengamatan dalam suatu siklus kerja yang telah tercipta sebelumnya data ditentukan dengan tabel rekomendasi jumlah data pengamatan sebagai berikut : Tabel 2.1. Rekomendasi Jumlah Data Observasi dalam Work Sampling Cycle Time (Menit) 0,1 0,25 0,5 0,75 1 2 2- 5 5 - 10 10 - 20 20 - 40 40 - ke atas
Jumlah Data yang Direkomendasikan 200 100 60 40 30 20 15 10 8 5 3
Sumber : Mcgraw Hill – Methods, Standard and Work Design (2002)
10
2.3 Tata Letak 2.3.1 Pentingnya Perencanaan Tata Letak Tata letak (layout), yaitu satu susunan fasilitas fisik (perlengkapan, tanah, bangunan dan sarana lain) untuk mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tatacara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara sangkil, ekonomis dan aman (Apple, 1990, p. 2). Tata letak (layout) merupakan salah satu keputusan strategis operasional yang turut menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Tata letak yang tepat menunjukan ciri-ciri adanya penyesuaian tata letak fasilitas operasionalnya dengan jenis produk atau jasa yang dihasilkan dan proses konversinya. Tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal kecukupan kapasitas, kelancaran proses, fleksibilitas operasi, dan biaya handling bahan, serta untuk kenyamanan kerja. Menurut Render dan Jay (1997), tata letak yang efektif bisa membantu perusahaan dalam hal mencapai : a.
Pemanfaatan yang lebih efektif atas ruangan, peralatan, dan manusia.
b.
Arus informasi, bahan baku, dan mausia yang lebih baik.
c.
Lebih memudahkan konsumen.
d.
Peningkatan moral karyawan dan kondisi kerja yang lebih aman. Pada
dasarnya,
tujuan
dari
desain
tata
letak
adalah
untuk
mengembangkan tata letak yang ekonomis dan dapat membantu pencapaian keempat hal tersebut dengan tetap memenuhi kebutuhan perusahaan untuk beroperasi secara efektif, efisien, ekonomis, dan produktif (p. 434). Pada umumnya perencanaan tata letak dan modifikasinya akan senantiasa diperlukan di setiap perusahaan. Kebutuhan memodifikasinya itu disebabkan oleh beberapa faktor berikut : 1. Terjadinya perubahan desain produk secara terus –menerus. 2. Adanya perubahan volume permintaan. 3. Kemungkinan pengantian fasilitas agar selalu baru (Up to Date).
11
4. Adanya penambahan produk baru. 5. Adanya kondisi lingkungan kerja yang tidak memuaskan. 6. Risiko kecelakaan kerja dalam proses produksi. 7. Kebutuhan akan penghematan biaya. 8. Mendukung pergeseran/ perluasan lokasi pasar produk perusahaan. 2.3.2 Tujuan Perencanaan Tata Letak Menurut Yamit (2003) bahwa tujuan utama yang ingin dicapai dalam perencanaan tata letak fasilitas pabrik adalah untuk meminimumkan biaya atau meningkatkan efisiensi dalam pengaturan segala fasilitas produksi dan area kerja. Secara umum, tujuan dari perencanaa tata letak adalah untuk mendapatkan susunan tata letak yang paling optimal dari fasilitas-fasilitas produksi yang tersedia di dalam perusahaan. Secara lebih terperinci tujuan perencanaan tata letak akan mencakup beberapa hal sebagai berikut : 1.
Minimalisasi material handling cost Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen perusahaan adalah simplikasi dari proses produksi di dalam perusahaan yang bersangkutan. Penyusunan tata letak pabrik yang tepat diharapkan dapat memperoleh insentif dan kontribusi terhadap penurunan material handling cost.
2. Efektivitas penggunaan ruangan pabrik Investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membangun pabrik, membeli mesin, dan peralatan produksi, umumnya berjumlah besar. Ruang bangunan pabrik harus termanfaatkan dengan baik agar efisiensi tercapai. Dalam program tata letak harus sudah diperhitungkan luas ruangan yang diperlukan untuk meletakkan mesin dan peralatan produksi, ruang untuk
penempatan
peralatan
material
handling,
ruangan
untuk
penyimpanan bahan dan komponen rakitan, barang dalam proses pengerjaan, dan barang selesai, ruang untuk tenaga kerja manusia, dan ruang lain untuk menunjang proses pabrikan yang lancar.
12
3.
Tingkat penggunaan tenaga kerja pabrikasi Pada umumnya, perusahaan dalam melaksanakan proses produksi, mengharapkan agar waktu kerja efektif tenaga kerjanya tidak terbuang percuma. Jam kerja efektif para tenaga kerja perusahaan dapat terbuang, apabila tata letak kurang baik, tenaga kerja harus melakukan gerakan yang melampaui kebutuhan. Menghitung semua kebutuhan ruangan dengan cermat akan menjadi pemicu dicapainya pemakaian ruangan yang efisien.
4. Mengurangi kendala kelancaran proses produksi Keteraturan dari peletakan mesin dan peralatan produksi di dalam sebuah perusahaan akan menciptakan lingkungan kerja yang baik. Tenaga kerja akan merasa nyaman dalam melaksanakan tugasnya. Tekanan perasaan yang akan berujung pada timbulnya stress akan dikurangi. Penempatan mesin dan peralatan produksi yang tidak serasi, sumpek dan pengap akan memberikan dampak psikologis yang berat kepada segenap tenaga kerja. 5.
Memudahkan komunikasi Dari berbagai hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa rancangan tata letak yang membatasi komunikasi antara sesama pekerja, pekerja dengan supervisinya, dan antarsupervisi yang ada, akan memiliki produktivitas yang rendah. Sehubungan dengan itu, rencangan tata letak yang menyebabkan tenaga kerja itu menghadap ke dinding dan saling membelakangi satu sama lain, akan menurunkan moral kerja. Tujuan-tujuan tersebut dapat dinyatakan sebagai prinsip dasar dari
proses perencanaan tata letak pabrik yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Prinsip integrasi secara total Prinsip ini menyatakan bahwa tata letak pabrik adalah merupakan integrasi secara total dari seluruh elemen produksi yang ada menjadi satu unit operasi yang besar.
13
b.
Prinsip jarak perpindahan bahan yang paling minimal Hampir setiap proses yang terjadi dalam suatu industri mencakup beberapa gerakan
perpindahan
dari
material,
yang
mana
kita
tidak
bisa
menghindarinya secara keseluruhan. Dalam proses pemindahan bahan dari satu operasi ke operasi yang lain, waktu dapat dihemat dengan cara mengurangi jarak perpindahan tersebut. Hal ini dilaksanakan dengan cara mencoba menempatkan operasi yang berikutnya sedekat mungkin dengan operasi yang sebelumnya. c.
Prinsip aliran dari suatu proses kerja Prinsip ini diusahakan untuk menghindari adanya gerakan balik (back tracking), gerakan memotong (cross movement), kemacetan (congestion) dan sedapat mungkin material bergerak terus tanpa ada interupsi. Perlu diingat bahwa aliran proses yang baik tidaklah berarti harus selalu dalam lintasan garis lurus, banyak layout pabrik yang baik menggunakan bentuk aliran bahan secara zigzag ataupun melingkar.
d.
Prinsip pemanfaatan ruangan Pada dasarnya tata letak adalah suatu pengaturan ruangan yaitu pengaturan ruangan yang akan dipakai oleh manusia, bahan baku, mesin dan peralatan penunjang proses produksi lainnya. Dalam merencanakan tata letak kita juga seharusnya mempertimbangkan faktor dimensi ruang ini.
e.
Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja Keselamatan kerja merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan tata letak pabrik. Suatu layout dikatakan tidak baik apabila akhirnya
justru
membahayakan
keselamatan
orang
yang
bekerja
didalamnya. f.
Prinsip fleksibilitas Prinsip ini sangat berarti dalam abad ini dimana riset ilmiah, komunikasi dan transportasi bergerak dengan cepat yang mana hal ini akan mengakibatkan dunia industri harus ikut berpacu dalam mengimbanginya. Kondisi yang ekonomis akan bisa dicapai bila tata letak yang ada
14
direncanakan cukup fleksibel untuk diadakan penyesuain/pengaturan kembali (relayout) dan/atau suatu layout yang baru dapat dibuat dengan cepat dan mudah. 2.3.3 Jenis Tata Letak Tata letak dibedakan atas : 1.
Tata letak berorientasi produk (Product Layout) Product layout lazim pula disebut flow shop atau continuous production system layout adalah penataan dari mesin, fasilitas, dan peralatan produksi menurut urutan pengerjaan untuk menyelesaikan pembuatan suatu produk atau jasa yang akan diserahkan. Unit-unit yang diproduksi akan memiliki urutan proses pengerjaan yang sama. Tata letak berorientasi produk ini dipergunakan apabila: a.
Produk yang dihasilkan adalah produk terstandardisasi, dan ragamnya terbatas atau tidak berbeda.
b.
Volume produksi tinggi (Mass Production System) dengan tanpa variabilitas desain, atau variabilitas desain yang sangat terbatas.
c.
Urutan proses pengerjaan tetap (Fixed Sequence of Operations).
d.
Proses produksi bersifat kontinu atau atau berkesinambungan (Continuous Flow).
2. Tata letak proses (Process Layout) Tata letak proses (process layout) lazim pula disebut functional layout (tata letak fungsional) dan job shop layout atau intermitten flow layout. Pada dasarnya, tata letak proses adalah penataan letak fasilitas dan mesin atau peralatan produksi yang dikelompokkan menurut kesamaan fungsinya. Pesanan yang berbeda mungkin saja mempunyai jalur pengerjaan yang berbeda dan bergantung kepada persyaratan pengolahan secara khusus atas produk atau jasa yang dipesan. Ciri-ciri dari tata letak ini adalah :
15
a.
Arus kegiatan pengolahan atau pengerjaan produk berbeda antara batch yang satu dengan yang lainnya, atau antara pesanan pelanggan yang satu dengan yang lainnya.
b.
Produk yang dibuat tergolong produk yang tidak terstandardisasi, spesifikasinya disesuaikan dengan permintaan pemesan atau pelanggan.
c.
Volume produksi terbatas tetapi ragamnya banyak.
d.
Mesin atau peralatan produksi yang dipergunakan adalah mesin atau peralatan yang multiguna (multipurpose machine).
e.
Pelanggan yang menentukan desain atau spesifikasi produk.
3. Tata letak tetap (Fixed Position Layout) Tata letak tetap lazim pula disebut tata letak proyek (project layout). Proyek adalah sistem produksi yang dirancang untuk memproduksi hanya satu unit produk dalam satuan waktu tertentu, atau sejumlah kecil tugas dengan volume dan keragaman elemen pekerjaan yang tinggi. Kegiatan perakitan pesawat udara, pembuatan kapal pesiar, pembangunan bendungan, jembatan, gedung konferensi, menara, dan sebagainya adalah tergolong proyek. Pada umumnya, tata letak dengan posisi tetap menjadi rumit kerena dipengaruhi oleh faktor, antara lain: a.
Ruang geraknya terbatas, proyek harus tetap berada dilokasi pengerjaan.
b.
Pada tahap-tahap proses konstruksi diperlukan bahan baku yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penjadwalan yang cermat.
c.
Jumlah bahan baku yang dibutuhkan bervariasi. Dengan demikian, bagian logistik harus selalu siaga untuk melayani permintaan terhadap material.
4. Tata letak ritel (Retail Layout) Tata letak ritel adalah tata letak dari usaha eceran besar, seperti department store dan supermarket. Tata letak harus memperhitungkan
16
selera dan persepsi pelanggan. Tata letak harus menjamin semua pengunjung atau pelanggan akan merasa lega berada di dalam bangunan, udara sejuk, cahaya lampu terang, pajangan barang memiliki daya tarik, mudah dijangkau, menjamin keleluasaan bagi semua pelanggan untuk bergerak, loket pembayaran cukup tersedia sehingga tidak perlu antri lama, alunan musik yang lembut, dan sebagainya. 5.
Tata letak gudang (Warehouse Layout) Tata letak gudang sangat penting untuk diperhatikan, karena tata letak gudang yang baik akan memudahkan penanganan dan pengendalian persediaan dapat meminimumkan kerusakan barang serta memudahkan penerimaan dan penyerahan barang.tata letak gudang disesuaikan sistem persediaan yang dipergunakan, seperti sistem persediaan barang dengan FIFO (First In First Out), artinya barang yang pertama diterima harus siap untuk dikeluarkan pertama kali, sehingga tata letak harus diatur sedemikian rupa, agar barang mudah untuk dimasukkan dan dikeluarkan.
6. Tata letak kantor (Office Layout) Tata letak kantor bertujuan untuk menentukan posisi karyawan dan peralatan agar menjamin kelancaran arus pekerjaan dan komunikasi antara semua pegawai dan manajer yang ada. Tata letak kantor modern difokuskan pada keterbukaan dan fleksibilitas yang tinggi. Mengevaluasi tata letak, ada dua kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tata letak : a. Evaluasi tata letak yang ada dengan tujuan mencari peluang perbaikan. b. Evaluasi terhadap tata letak alternatif untuk suatu masalah atau proyek tunggal. 2.3.4 Peta Proses Operasi Peta proses operasi (operation process chart) umumnya digunakan untuk menggambarkan urutan kerja khususnya untuk kegiatan-kegiatan yang produktif saja seperti operasi dan inspeksi. Sedangkan istilah peta aliran proses (flow process chart) akan memberikan informasi yang lebih detail dan sangat
17
baik diaplikasikan guna menganalisa tata letak fasilitas produksi. Flow process chart akan menggambarkan adanya kegiatan transportasi atau pemindahan material selama proses produksi berlangsung, sedangkan permasalahan pokok perancangan layout pabrik justru berkaitan erat dengan upaya untuk meminimalkan pemindahan material. Berikut adalah symbol-simbol ASME yang digunakan untuk pembuatan peta proses : SIMBOL ASME
ARTI MAKNA
Kegiatan operasi kerja seperti membubut, mencat, merakit dan sebagainya. Kegiatan inspeksi/pemeriksaan baik yang berkaitan dengan pemeriksaan kuantitas atau kualitas hasil kegiatan operasi Kegiatan transportasi atau pemindahan material
Kegiatan menunggu (delay ), yaitu dimana material sementara untuk menunggu proses lebih lanjut Kegiatan penyimpanan (storage ) dimana material atas produk jadi disimpan beberapa lama di gudang penyimpanan sampai diperlukan kembali
Gambar 2.1 Simbol-simbol ASME untuk Pembuatan Peta Proses 2.3.5 Activity Relation Chart (Peta Keterkaitan Kegiatan) Peta keterkaitan kegiatan adalah teknik ideal untuk merencanakan keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling berkaitan. Peta ini berguna dalam : 1.
Penyusunan urutan.
2.
Lokasi kegiatan dalam satu usaha pelayanan.
3.
Menunjukkan hubungan satu kegiatan dengan yang lainnya.
4.
Lokasi pusat kerja dalam operasi perawatan dan perbaikan.
18
ARC (Activity Relation Chart) bisa dipakai untuk memberi pertimbangan-pertimbangan di dalam perancangan layout tersebut. ARC akan memberikan pertimbangan mengenai derajat kedekatan (closeness) dari satu departemen terhadap departemen lainnya dengan ukuran-ukuran yang lebih bersifat kualitatif seperti mutlak atau tidak mutlak harus berdekatan, cukup penting untuk diletakkan berdekatan dan lain-lain. Berikut adalah penilaian kualitatif mengenai derajat kedekatan dalam ARC : SIMBOL HURUF DERAJAT KEDEKATAN SIMBOL GRAFIS A
Absolutely Necessary
E
Especially Important
I
Important
O
Ordinary
U
Unimportant
X
Not Desirable
None
Gambar 2.2 Simbol-Simbol Activity Relation Chart Pada masing-masing departemen yang terkait diberikan derajat hubungan dan alasan atau pertimbangan dalam penetapan derajat hubungan tersebut. Berikut adalah deskripsi alasan atau pertimbangan yang digunakan dalam Activity Relation Chart : SIMBOL
DESKRIPSI ALASAN/PERTIMBANGAN
1
Fungsi dan misi kegiatan kerja
2
Kemudahan melakukan supervisi
3
Menggunakan keterampilan (Skill)
4
Menggunakan fasilitas dan alat kerja bersama-sama
5
Memerlukan akses yang cepat
6
Memerlukan komunikasi yang mudah
Gambar 2.3 Alasan atau Pertimbangan dalam Activity Relation Chart
19
2.3.6 Perluasan Salah satu masalah yang paling membingungkan yang dihadapi pimpinan dan perancang fasilitas adalah tuntutan perluasan. Dalam perusahaan yang berjalan baik, maju dan berhasil, perluasan tidak dapat dihindarkan. Jika bangunan kekecilan dapat mengakibatkan pembagian yang ketat, produksi yang kurang efisien dan kebutuhan akan tambahan bangunan terpisah yang terlalu cepat. Tetapi jika keuangan memungkinkan, Kelebihan ruangan tidak memberikan akibat yang terlalu serius, karena kelebihan ruangan dapat disewakan sampai saat diperlukan sendiri. Kebutuhan penambahan volume, produk, komponen, proses, atau pelayanan., misalnya : 1.
Tidak mungkin lagi memenuhi permintaan penjualan, karena kapasitas yang tidak mencukupi.
2.
Ditambahkannya komponen baru pada produk.
3.
Mungkin dibutuhkan proses baru.
4.
Mungkin diperlukan operasi dan pelayanan tambahan.
5.
Kegiatan yang sebelumnya di sub-kontrakan, ditarik kembali.
2.4 Line Balancing Perencanaan dari kapasitas lini perakitan sering mencakup penentuan struktur dari lini produksi, misalnya banyaknya orang dan/atau mesin beserta tugas-tugas yang diberikan kepada masing-masing sumber daya itu. Masalah penentuan jumlah orang dan/atau mesin beserta tugas-tugas yang diberikan kepada masing-masing sumber daya itu, dikenal sebagai line balancing (Gaspersz, 1998, p. 30). Untuk mendesain suatu keseimbangan lintasan diperlukan tiga langkah yaitu : a. Menyusun standarisasi sistem yang berjalan saat ini. 1. Memilih jenis/tipe produk yang akan di redesign lintasannya. 2. Menyusun operation list and timing. 3. Menyusun ulang sistem yang ada saat ini. 4. Memilih target cycle time.
20
b. Menyusun desain dasar sistem 1. Menentukan elemen-elemen kerja utama. 2. Mengelompokkan elemen-elemen kerja utama tersebut dan menyusun precedence diagram. 3. Mendesain stasiun kerja yang baru sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dapat diketahui kaitannya dari precedence diagram. 4. Mengevaluasi alternatif-alternatif desain tersebut dan memilih rencana terbaik untuk lini perakitan. c. Menyusun desain sistem secara rinci 1. Menentukan elemen-elemen kerja tambahan. 2. Melakukan perbaikan pada stasiun kerja yang mengalami bottleneck. Hal ini dapat dilakukan dengan mengeliminasi elemen-elemen kerja tambahan pada tiap stasiun kerja. 3. Rebalancing lini perakitan jika masih ditemukan ketidakseimbangan dengan jalan menyusun ulang beberapa pekerjaan. 4. Mengevaluasi alternatif desain tersebut dan memilih desain akhir sistem kerja untuk lini perakitan tersebut. Untuk dapat menyelesaikan masalah line balancing, manajemen industri harus mengetahui tentang metode kerja, peralatan-peralatan, mesinmesin dan personil yang digunakan dalam proses kerja. Untuk itu ada beberapa perhitungan dasar yang diperlukan antara lain : a. Perhitungan untuk mencari waktu siklus (cycle time) C=
H P
Dimana : C = Cycle Time (Waktu Siklus) H = Waktu kerja yang tersedia per hari P = Kebutuhan volume produksi per hari b. Perhitungan stasiun kerja minimum (Kmin) yang dibutuhkan
21
N
ƩT
Kmin =
i
i=1
+ r(0 ≤ r ≤ 1)
C
Dimana : Ti = Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan elemen kerja i N = Banyaknya elemen kerja c. Menghitung efisiensi lini perakitan N
Efisiensi =
ƩT
i=1
i
x 100%
N x TCT Dimana : TCT = Target cycle time Berdasarkan
tingkat
efisiensi
ini,
pihak
manajemen
dapat
membandingkan tingkat efisiensi pada berbagai stasiun kerja guna mengetahui sensitivitas dari lini perakitan terhadap tingkat produksi harian dan penugasan stasiun kerja (Herliansyah dan Nobmalia, 2006, p. 13).