BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Definisi dan Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Contohnya, seorang manusia membutuhkan air dalam memenuhi kebutuhan dahaganya. Jika ada segelas air maka kebutuhan dahaganya akan terpenuhi. Namun manusia tidak hanya ingin memenuhi kebutuhannya namun juga ingin memenuhi keinginannya yaitu misalnya segelas air merek Aqua yang bersih dan mudah dibawa. Maka manusia ini memilih Aqua botol yang sesuai dengan kebutuhan dalam dahaga dan sesuai dengan keinginannya yang juga mudah dibawa. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar. Pemasar ini sebaiknya memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen yang dituju. (Wikipedia, 2011) Pemasaran didefinisikan sebagai fungsi dari organisasi dan rangkaian proses untuk membuat, berkomunikasi, dan memberikan nilai kepada pelanggan selain itu juga 9
10
untuk mengelola hubungan dengan pelanggan melalui cara-cara yang menguntungkan organisasi dan stakeholder. Menurut Craven (2006), strategi pemasaran adalah sebuah proses pengembangan strategi yang ditentukan oleh pasar, memperhatikan keadaan bisnis yang selalu berubah dan kebutuhan untuk meningkatkan nilai pelanggan (customer) yang lebih baik lagi. Secara definisi, Manajemen Pemasaran adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan (Kotler, 2004). Perusahaan yang sudah mulai mengenal bahwa pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses usahanya, akan mengetahui adanya cara dan falsafah baru yang terlibat di dalamnya. Cara dan falsafah baru ini disebut "Konsep Pemasaran". Sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan dan berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Hal ini secara asasi berbeda dengan falsafah bisnis terdahulu yang berorientasi pada produk, dan penjualan. Secara definitif dapatlah dikatakan bahwa: Konsep Pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Stanton, 2004). Tiga unsur konsep pemasaran yang dimaksud yakni : orientasi pada konsumen, penyusunan kegiatan pemasaran secara integral, dan kepuasan konsumen.
11
2.2
Bauran Pemasaran Bauran pemasaran (marketing mix) adalah 4 (empat) komponen dalam strategi
pemasaran yang terdiri dari 4P yakni :
Product (produk)
Price (harga)
Place (tempat, termasuk juga distribusi)
Promotion (promosi) Pada perkembangannnya, teori bauran pemasaran juga ikut berkembang. Teori
bauran pemasaran juga disesuaikan dengan kondisi industri dimana industri jasa mengenal 3P tambahan sehingga menjadi 7P yakni : People (Orang), Physical Evidence (Bukti Fisik), Process (Proses). Strategi pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan dimana strategi pemasaran merupakan suatu cara mencapai tujuan dari sebuah perusahaan. Menurut Swastha, strategi adalah serangkaian rancangan besar yang menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan harus beroperasi untuk mencapai tujuannya. Menurut W.Y.Stanton (2004), pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial. Berdasarkan definisi di atas, proses pemasaran dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen. Oleh karena itu, pada akhirnya pemasaran memiliki tujuan yaitu :
12
1.
Konsumen potensial mengetahui secara detail produk apa yang dihasilkan dan perusahaan dapat menyediakan atau memenuhi semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
2.
Perusahaan
dapat
menjelaskan
secara
detail
semua
kegiatan
yang
berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai kegiatan yang dimulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen secara cepat. 3.
Perusahaan dapat mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya. Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa
kegiatan bisnis. Strategi pemasaran ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1.
Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan masyarakat.
2.
Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik dan sosial/budaya. Selain itu, dalam pelaksaanan strategi pemasaran terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemasaran yang dipandang dari kedua sudut atau sisi yakni dari sudut penjual dan dari sudut konsumen itu sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari sudut pandang penjual adalah : 1.
Tempat yang strategis (place),
2.
Produk yang bermutu (product),
3.
Harga yang kompetitif (price), dan
4.
Promosi yang gencar (promotion).
13
Sedangkan, hal-hal yang perlu diperhatikan dari sudut pandang konsumen adalah :
2.3
1.
Kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and wants),
2.
Biaya konsumen (cost to the customer),
3.
Kenyamanan (convenience), dan
4.
Komunikasi (comunication).
Identitas dan Citra Merek Sebuah identitas merek merupakan petunjuk, arahan tujuan dan arti dari
sebuah merek. Identitas merek adalah pusat dari visi strategis merek dan salah satu pendukung empat prinsip dimensi ekuitas merek, yaitu asosiasi-asosiasi yang mana adalah jiwa dari
merek itu sendiri. Menurut Aaker (2004) identitas merek dapat
didefinisikan sebagai : “Brand identity consist of twelve dimensions organized around four perspectives-the brand as product (product scope, product attributes, quality or value users, country of origin), brand as organizations (organizational attributes, local versus global), brand as person (brand personality, brand customer relationship), and brand as symbol (visual imagery/metaphors and brand heritage)” Citra merek mencerminkan persepsi dari sebuah merek. Seperti halnya dengan identitas merek, posisi merek lebih mengaspirasi, merefleksikan persepsi dari strategi yang dibuat untuk diasosiasikan dengan merek itu sendiri. Dalam membuat posisi merek, langkah yang diperlukan untuk membantu adalah melakukan perbandingan antara identitas merek dengan citra merek dari berbagai dimensi. Dimensi merek sendiri
14
terdiri atas; produk, pengguna, kepribadian, humoris, keuntungan fungsional superior, keuntungan emosional sosial.
2.4
Asosiasi Merek Menurut David A Aaker (2004), suatu asosiasi merek adalah segala hal yang
berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Kaitan pada merek akan lebih kuat apabila kaitan itu didukung dengan suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna.
2.5
Perilaku Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), perilaku konsumen (consumer
behavior) dapat didefinisikan sebagai perilaku dimana konsumen menunjukkan dalam hal mencari (searching for), membeli (purchasing), menggunakan (using), mengevaluasi (evaluating), dan membuang produk dan jasa yang diharapkan akan memuaskan kebutuhan (disposing of products and services that they will satisfy their needs). Sedangkan menurut Solomon (2007), perilaku konsumen merupakan proses yang meliputi kapan seorang individu atau kelompok dalam mencari, membeli, menggunakan atau membuang produk, pelayanan, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen fokus pada bagaimana konsumen individual dan keluarga atau rumah tangga membuat keputusan untuk menghabiskan sumber daya yang dimiliki (waktu, uang, usaha) pada barang-barang (jasa) konsumsi. Hal ini termasuk apa yang mereka beli, kenapa mereka beli, kapan mereka beli, dimana mereka beli, seberapa sering mereka beli, seberapa sering mereka gunakan, bagaimana
15
mereka mengevaluasi setelah melakukan pembelian, dampak beberapa evaluasi terhadap pembelian ke depan, dan bagaimana mereka membuangnya. Menurut James F. Engel, Roger D Blackwell dan Paul W. Miniard (2005), perilaku konsumen berpengaruh terhadap pembelian produk atau jasa karena definisi perilaku konsumen menurut mereka adalah: “Consumer behavior as those activities directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and service, including the decision process that precede and follow these actions.” Dalam pemasaran baik pemasaran produk dan jasa, “the consumer is king” sehingga tidaklah mengherankan bahwa mempelajari perilaku konsumen adalah merupakan akar pemasaran. Selain itu, memahami dan mempelajari motivasi konsumen dan kebiasaan adalah penting untuk bertahan dalam persaingan juga berdampak pada rancangan produk atau jasa karena harus sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen. Perilaku konsumen yang perlu diteliti adalah faktor-faktor apa dan bagaimana konsumen itu memutuskan untuk membeli serta menggunakan produk atau jasa itu. Proses pengambilan keputusan pembelian pada konsumen meliputi: 1.
Analisa segmentasi dan demografi pasar
2.
Pengendalian dan pencarian produk
3.
Alternatif evaluasi sebelum pembelian
4.
Pembelian produk
5.
Sifat konsumtif, tingkat kepuasan, dan divestment Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), perihal perilaku konsumen
menggambarkan dua perbedaan jenis entitas konsumsi, yakni : konsumen personal (personal consumer) dan konsumen organisasi (organizational consumer). Konsumen
16
personal (personal consumer) membeli barang dan jasa untuk pemakaian sendiri, untuk pemakaian rumah tangga, atau sebagai hadiah pemberian kepada teman. Dalam setiap konteks ini, produk yang dibeli adalah pemakaian terakhir oleh individu, dimana yang dimaksud sebagai pemakai akhir (end users) atau konsumen akhir (ultimate consumers). Sedangkan kategori kedua dari konsumen adalah konsumen organisasi (organizational consumers) termasuk bisnis laba dan nirlaba, agen pemerintahan (lokal, provinsi, dan nasional), dan institusi (seperti sekolah, rumah sakit, dan lain-lain) dimana semua harus membeli produk, perlengkapan, dan jasa dengan tujuan untuk menjalankan organisasinya. Pada penulisan skripsi ini, pembahasan perilaku konsumen ditujukan kepada perilaku konsumen secara individual atau konsumen personal (personal consumer). Menurut Solomon (2007), perilaku konsumen individual dalam memutuskan pembelian suatu barang / jasa tersusun dalam beberapa tahapan yang disebut tahapan proses pengambilan keputusan oleh konsumen (stages in consumer decision making). Tahapan ini oleh Solomon digambarkan dalam suatu diagram proses berikut ini : Problem Recognition
Information Search
Evaluation of Alternatives
Product Choice
Outcomes
Gambar 2.1 Consumer Decision Making Process
17
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (2005), pada saat sebelum membeli, seorang konsumen mengalami banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelian atas suatu produk atau jasa, yakni : 1.
Pembelian individual a. Daya beli konsumen yang berhubungan dengan pendapat konsumen dan pengeluaran konsumen (consumer resources) b. Pengetahuan (knowledge) c. Sikap (attitudes) d. Motivasi dan Konsep Diri (motivation and self concept) e. Kepribadian, Penghargaan, dan Gaya Hidup (personality, value, and lifestyle)
2.
Proses psikologis (psicological processes) yang meliputi : a. Proses memperoleh informasi (information processing) b. Pembelajaran (learning) c. Pengaruh sikap dan kebiasaan (the influence of attitudes and habit)
3.
Pengaruh lingkungan a. Pengaruh budaya dalam pembelian dan sifat konsumtif (the influence of culture on buying and consumption) b. Pengaruh etnisitas pada perilaku konsumen (etnicity influence on consumer behaviour) c. Kelas sosial dan status sosial (social class and status) d. Pengaruh pribadi (social influence) e. Pengaruh keluarga dan kebutuhan rumah tangga (family and household influence)
18
f. Pengaruh situasi (situation influence) Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (2005), semua faktor-faktor yang telah disebutkan diatas sangat penting dalam pemasaran produk, dimana dapat berpengaruh terhadap penilaian produk dan tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk karena definisi kepuasan menurut mereka adalah: “Satisfaction is defined here as a cost consumption evaluation that a chosen alternative at meets or exceed expectations”. Sedangkan menurut Philip Kotler (2004), kepuasan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapa-harapannya. Dan harapan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman pembelian mereka sebelumnya, nasihat teman atau kolega, serta janji dan informasi pemasar dan para pesaingnya. Jika para pemasar meningkatkan harapan terlalu tinggi, para pembeli kemungkinana besar akan kecewa. Dalam pemasaran banyak faktor yang mempengaruhi penjualan dan pembelian produk, antara lain adalah segmentasi menurut Philip Kotler (2004), segmentasi meliputi kategori antara geografis (wilayah, ukuran kota atau besar), demografis (usia ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, kelas sosial), psikografis (gaya hidup dan kepribadian) dan perilaku (kejadian, manfaat, status pemakai, tingkat pemakaian, status kesetiaan, tahap kesiapan pembeli dan sikap terhadap produk), diperlukan dalam pemasaran karena konsumen itu bervariasi. Kegunaan segmentasi menjadi salah satu penetu positioning produk, apabila tingkat kepuasan konsumen terhadap produk yang ditawarkan sesuai segmen yang diarahkan, maka produk tersebut akan diingat oleh konsumen.
19
Bidang strategis dan terapan perilaku konsumen berakar pada tiga filosofi berbeda dalam orientasi bisnis yang mengarah ke orientasi bisnis yang sangat penting, yang dikenal sebagai konsep pemasaran. Filosofi pertama dari tiga orientasi tersebut adalah sering diberi label produk orientasi (product orientation), dengan rentang waktu sekitar dari tahun 1850-an sampai dengan akhir tahun 1920-an. Fokus pada periode ini adalah fokus keterampilan manufaktur yang bertujuan untuk memperluas produksi, untuk membuat lebih banyak produk. Filosofi kedua dari orientasi bisnis adalah orientasi penjualan (sales orientation), dengan rentang waktu dari sekitar tahun 1930-an sampai dengan awal pertengahan tahun 1950-an. Fokus dari orientasi bisnis ini adalah untuk menjual lebih banyak dari apa yang dapat diproduksi oleh manufaktur. Untuk menjawab perkembangan ketertarikan konsumen pada barang dan jasa yang semakin unik dan akan lebih baik memuaskan individu atau kebutuhan dan preferensi khusus, perusahaan mulai dari pertengahan tahun 1950-an secara bertahap beralih dari orientasi penjualan (sales orientation) ke orientasi pasar (marketing orientation). Pusat dari kemunculan orientasi pasar (marketing orientation) adalah realisasi dari masa bisnis yang lebih berfokus pada perhatian kepada konsumen dan preferensi mereka dimana meletakkan konsumen sebagai yang utama pada pemikiran dan perencanaan bisnis, serta mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh konsumen dibandingkan apa yang diproduksi oleh perusahaan.
2.6
Definisi dan Konsep Komunikasi Komunikasi merupakan hal terpenting bagi manusia untuk dapat saling
memahami satu sama lainnya. Dalam berbagai hal, komunikasi dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan manusia. Suatu produk yang dikeluarkan oleh perusahaan
20
diinformasikan kepada pembelinya (konsumen) melalui sebuah komunikasi. Melalui komunikasi, sikap atau perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi akan menjadi efektif apabila komunikasi pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama atau dipahami oleh penerima pesan. Komunikasi akan suatu merek produk dapat tersampaikan dengan baik bila penerima pesan yakni konsumen dapat memahami dengan baik apa yang disampaikan dalam merek tersebut sehingga dapat tercipta pemahaman dan persepsi yang baik.
2.6.1
Definisi Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communis yang memiliki arti
sama. Communico, communicatio, atau communicare memiliki arti membuat sama. Singkatnya, komunikasi dapat terjadi bila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan penerimaan pesan yakni orang yang menerima pesan. Oleh karena itu, komunikasi tersebut bergantung pada kemampuan untuk dapat saling memahami satu dengan yang lainnya. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi satu sama lainnya. Komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti kedua belah pihak. Selain komunikasi secara verbal, komunikasi dapat dilakukan secara non verbal, yakni dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu yang mengandung arti seperti menganggukkan kepala, menggelengkan kepala, tersenyum, mengangkat bahu, dan lain-lain.
21
2.6.2
Komponen Komunikasi Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi
dapat berlangsung dengan baik. Menurut Laswell, komponen komunikasi terdiri dari: 1.
Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
2.
Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
3.
Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.
4.
Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.
5.
Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
6.
Protokol adalah aturan yang disepakati para pelaku komunikasi bagaimana komunikasi itu dilakukan atau dijalankan.
2.6.3
Proses Komunikasi Proses komunikasi dapat berlangsung melalui 2 (dua) hal yaitu :
1.
Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada pihak lain atau orang yang dimaksud / dituju. Pesan yang disampaikan dapat berupa informasi dalam bentuk bahasa atau simbol-simbol yang dapat dimengerti kedua belah pihak.
22
2.
Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.7
Penelitian Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat
menjelaskan secara objektif dari kenyataan yang ada atau dapat merupakan curahan hati dari responden yang menggambarkan situasi atas kondisi yang terjadi.
2.7.1
Definisi Penelitian Menurut Hilway (1956), penelitian adalah suatu studi yang dilakukan
melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. Definisi dari penelitian juga dikemukakan oleh peneliti lainnya, seperti Parsons (1946) bahwa penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. Menurut John (1949), penelitian adalah pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau hukum. Sedangkan menurut Webster, penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsipprinsip, suatu penyelidikan yang cerdik untuk menentukan sesuatu. Riset atau penelitian sering dideskripsikan sebagai suatu proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematik yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, merevisi fakta-fakta.
dan
23
2.7.2
Definisi Riset atau Penelitan Pemasaran Riset Pemasaran adalah kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang
dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi hasil penelitan. Riset pemasaran bertujuan untuk memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran ini dapat digunakan untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.
2.7.3
Jenis Penelitian Dalam riset pemasaran, terdapat 2 jenis penelitian berdasarkan
pendekatannya, yakni: penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Berdasarkan Rachmat Krisyantono (2006), perbedaan antara riset kualitatif dan kuantitatif adalah sebenarnya perbedaannya amat mendasar pada falsafah atau pendekatan yang terkandung
didalamnya.
Metodologi
riset
kuantitatif
berdasarkan
pendekatan
positivisme (klasik / objektif). Sedangkan metodologi kualitatif berasal dari pendekatan interpretif (subjektif). Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”. (Wikipedia, 2009) Perbedaan antara kedua jenis penelitian ini yakni :
24
1.
Penelitian Kualitatif Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahakan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Pada penelitian kualitatif ini, yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitatif) data, bukan pada banyaknya (kuantitas) data. Periset adalah bagian integral dari data dimana periset ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, periset menjadi instrumen riset yang harus terjun langsung di lapangan. Oleh karena itu, riset kualitatif bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan. Desain riset dapat dibuat bersamaan atau sesudah riset. Desain dapat berubah atau disesuaikan dengan perkembangan riset. Bahkan untuk riset eksploratif, periset sama sekali tidak mempunyai konsep awal tentang apa yang diteliti, sehingga tentu saja juga tidak mempunyai desain riset. Dengan tidak mendesain, maka dimaksudkan agar periseet melakukan riset dalam pengukuran
25
(setting) yang alamiah dan membiarkan peristiwa yang diteliti mengalir secara normal tanpa mengontrol variabel yang diteliti. Berdasarkan Rachmat Krisyantono (2006), secara umum riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri : • Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan. Periset merupakan instrumen pokok riset. • Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter. • Analisis data lapangan • Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar-komentar. • Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses risetnya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial. • Subjektif dan berada hanya dalam referensi periset. Periset sebagai sarana penggalian interpretasi data. • Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah. • Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan individu-individunya. • Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasaan (breadth). • Prosedur riset bersifat empiris-rasional dan tidak berstruktur.
26
• Hubungan antara teori, konsep, dan data adalah data memunculkan atau membentuk teori baru.
Berdasarkan metodologi kualitatif dikenal beberapa metode riset antara focus group discussion (FGD), wawancara mendalam (depth interview), studi kasus, dan observasi. Menurut Freddy Rangkuti (2009), secara umum riset kualitatif dapat menggunakan dua pendekatan yaitu : 1. Pendekatan secara langsung Pendekatan secara langsung atau direct approach adalah pendekatan yang dipakai dengan menjelaskan secara jelas tujuan penelitian kepada responden. Pendekatan ini terdiri dari Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (depth interview). 2. Pendekatan tidak langsung Pendekatan tidak langsung (indirect approach) adalah pendekatan yang dipakai dengan tidak menyebutkan secara jelas tujuan penelitian kepada responden.
Beberapa metode yang digunakan dalam riset kualitatif adalah : 1. Metode Focus Group Discussion Focus Group Discussion atau FGD (Kelompok Diskusi Terfokus) adalah metode riset dimana periset memilih orang-orang yang dianggap mewakili sejumlah publik atau populasi yang berbeda. Moderator memegang peran penting bagi suksesnya diskusi. Periset dapat bertindak sebagai moderator atau mempercayakan kepada orang lain. Sebagai
27
moderator harus mempunyai kemampuan dalam penguasaan teknik wawancara, menjaga agar aliran diskusi tetap berjalan, mampu bertindak sebagai wasit atau bahkan sebagai pembela yang menentang apa yang dianggap baik (devil’s advocate). Selama proses diskusi akan lebih baik dilengkapi alat-alat perekam, seperti videotape, tape-recorder, sehingga membantu peneliti dalam analisis data. FGD memungkinkan periset mendapatkan data yang lengkap dari responden yang biasanya dijadikan landasan suatu program (pilot study). Pelaksanaan FGD juga relatif cepat dan biasanya yang terlama adalah waktu untuk merekrut responden. FGD juga memungkinkan periset lebih fleksibel dalam menentukan desain pertanyaan, sehingga bebas bertanya kepada responden sesuai dengan tujuan riset. Namun FGD relatif membutuhkan biaya yang cukup besar, bahkan dalam beberapa kasus, para responden mendapatkan konsumsi dan uang karena telah mengikuti diskusi.
2. Metode Wawancara Mendalam (Depth Interview) Metode wawancara mendalam (depth interview) adalah metode riset dimana periset melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus-menerus (dapat lebih dari satu kali) untuk menggali informasi dari responden. Oleh karena itu, respondent dapat disebut juga sebagai informan. Biasanya metode ini menggunakan sampel yang terbatas dan jika periset merasa bahwa data yang dibutuhkan telah cukup maka tidak perlu mencari sampel (responden) yang lain. Metode ini
28
memungkinkan periset untuk mendapatkan alasan detail dari jawaban responden yang antara lain mencakup opininya, motivasinya, nilai-nilai ataupun pengalaman-pengalamannya. Dalam pelaksanaannya, metode wawancara mendalam (depth interviews) membutuhkan waktu yang cukup lama agar diperoleh hasil wawancara yang mendalam. Wawancara mendalam (depth interviews) dan observasi ini merupakan wujud pendekatan konstruktivis yaitu menganggap bahwa realitas ada dalam pikiran subjek yang diteliti.
3. Metode Observasi Metode observasi adalah metode dimana periset mengamati langsung objek yang diteliti. Terdapat 2 (dua) jenis observasi yaitu : •
Observasi partisipan, yakni periset ikut berpartisipasi sebagai anggota kelompok yang diteliti.
•
Observasi non-partisipan, yakni observasi dimana periset tidak memposisikan dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, observasi sering dipadu dengan wawancara mendalam.
4. Metode Studi Kasus Metode studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif
29
berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi, atau peristiwa secara sistematis. Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumpulan data. Oleh karena itu, periset dapat menggunakan wawancara mendalam (depth interviews), observasi partisipan, dokumentasi-dokumentasi, kuesioner (hasil survei), rekaman, bukti-bukti fisik, dan lain-lain.
Menurut Mulyana (2001), dalam studi kasus, periset berupaya secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, maka periset bertujuan untuk memberikan uraian yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti. Oleh karena itu, studi kasus memiliki ciriciri sebagai berikut : •
Partikularistik, yang artinya studi kasus terfokus pada situasi, peristiwa, program atau fenomena tertentu.
•
Deskriptif, yakni hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik yang diteliti.
•
Heuristik, yakni
metode studi kasus membantu khalayak
memahami apa yang sedang diteliti. Interpretasi baru, perspektif baru, makna baru merupakan tujuan dari studi kasus. •
Induktif, yakni studi kasus berangkat dari fakta-fakta di lapangan kemudian disimpulkan ke dalam tataran konsep atau teori.
30
2.
Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.
Berdasarkan Wikipedia (2009), penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka. Ukuran sampel untuk survei oleh statistik dihitung dengan menggunakan rumusan untuk menentukan seberapa besar ukuran sampel yang diperlukan dari suatu populasi untuk mencapai hasil dengan tingkat akurasi yang dapat diterima.
Menurut Kriyantono (2008), riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dengan demikian, maka tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis. Periset lebih mementingkan aspek keluasan data sehingga data atau hasil riset dapat dianggap merupakan representasi dari seluruh
31
populasi. Dalam riset kuantitatif, periset dituntut bersikap objektif dan memisahkan diri dari data, yang berarti periset tidak boleh membuat batasan konsep maupun alat ukur sekehendak hatinya sendiri. Semuanya harus bersifat objektif dengan diuji dahulu apakah batasan konsep dan alat ukurnya telah memenuhi prinsip reliabilitas dan validitas. Dengan kata lain, periset berusaha membatasi konsep atau variabel yang diteliti dengan cara mengarahkan riset dalam bentuk (setting) yang terkontrol, lebih sistematik, dan terstruktur dalam sebuat desain riset yang telah ditentukan sebelum riset dimulai.
Karena periset harus menjaga sifat objektif maka dalam analisis data pun periset tidak boleh mengikutsertakan analisis dan interpretasi yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, digunakan uji statistik untuk menganalisa data tersebut. Pada umumnya, riset kuantitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : • Hubungan riset dengan subjek adalah jauh. Periset menganggap bahwa realitas terpisah dan ada diluar dirinya. Oleh karena itu, harus ada jarak supaya objektif. Alat ukurnya harus juga dijaga keobjektifannya. • Riset bertujuan untuk menguji teori atau hipotesis, mendukung atau menolak teori. Data hanya sebagai sarana konfirmasi teori atau teori dibuktikan dengan data. • Riset harus dapat digeneralisasikan. Oleh karena itu, riset menuntut sampel yang representatif dari seluruh populasi, operasionalisasi konsep serta alat ukur yang valid dan reliabel.
32
• Prosedur riset rasional-empiris, yang berarti riset berangkat dari konsepkonsep atau teori-teori yang melandasinya.
Berdasarkan metodologi kuantitatif, dikenal beberapa metode riset kuantitatif antara lain : 1. Metode Survei Metode survei adalah metode riset dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi mengenai sejumlah responden yang dianggap mewakili populasi tertentu. Dalam survei, proses pengumpulan data dan analisis bersifat terstruktur dan mendetail melalui kuesioner sebagai instrumen utama untuk mendapatkan informasi dari sejumlah responden yang diasumsikan mewakili populasi secara spesifik. Oleh karena itu, penggunaan teknik sampling yang benar akan sangat menentukan kualitas riset.
Secara umum, metode survei terdiri dari 2 (dua) jenis yakni : deskriptif dan ekplanatif (analitik). Pembagian ini berdasarkan pada tataran atau cara periset menganalisis data yang telah dikumpulkan dan jumlah variabel yang diteliti.
2. Metode Analisis Isi (Content Analysis) Metode analisis isi adalah metode yang digunakan untuk meriset atau menganalisis isi komunikasi secara sistematik, objektif, dan
33
kuantitatif. Sistematik berarti bahwa segala proses analisis harus tersusun melalui proses yang sistematik, mulai dari penentuan isi komunikasi yang dianalisis, cara menganalisisnya, maupun kategori yang dipakai untuk menganalisis. Objektif berarti bahwa periset harus mengesampingkan faktor-faktor yang bersifat subjektif atau bias personal, sehingga hasil analisis benar-benar objektif dan bila dilakukan riset kembali oleh orang lain, maka hasilnya relatif sama. Analisis isi harus bisa dikuantitatifkan ke dalam angka-angka, misalnya : “70% berita surat kabar ABC selama setahun adalah bertema politik”. Analisis isi kuantitatif lebih memfokuskan pada isi komunikasi yang tampak (tersurat/manifest/nyata), sedangkan untuk menjelaskan halhal yang bersifat tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada dibalik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan
ilmu
komunikasi,
metode
analisis
isi
kualitatif
berkembang menjadi beberapa varian metode antara lain : analisis framing, analisis wacana, dan semiotik.
3. Metode Eksperimen Metode riset yang digunakan untuk meneliti hubungan atau pengaruh sebab akibat dengan memanipulasi satu atau lebih variabel pada satu atau lebih kelompok eksperimental dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi. Periset harus membagi responden dalam dua kelompok yakni kelompok satu dimanipulasi dengan pesan-pesan tertentu, sedangkan kelompok yang
34
lain tidak. Periset kemudian melihat efek manipulasi tersebut terhadap kelompok satu dengan membandingkan dengan kelompok dua yang tidak dimanipulasi. Contoh dari metode eksperimen ini adalah untuk mengetahui
apakah
acara
kriminalitas
di
televisi
(TV)
dapat
mempengaruhi penonton melakukan tindakan kekerasan. Oleh karena itu, periset membagi 2 (dua) kelompok anak yakni kelompok pertama diminta menonton acara kriminalitas di TV, sedangkan kelompok kedua disuguhi acara ringan seperti komedi. Kelompok pertama biasanya biasanya disebut sebagai kelompok ekperimental, sedangkan kelompok kedua disebut kelompok kontrol. Jika kekerasan diukur dengan perilaku memukul, menendang, mencubit, dan lain-lain, maka penonton yang setelah menonton acara kriminalitas di TV ketika diamati terdapat banyak yang memukul, menendang, dan mencubit, maka berarti terbukti bahwa acara kriminalitas dapat mempengaruhi perilaku kekerasan penonton.
Keuntungan metode eksperimen bagi periset adalah kemampuan memberikan bukti nyata mengenai hubungan sebab-akibat yang langsung dapat dilihat. Namun metode ini juga memiliki kekurangan, yakni kurangnya sifat alami dimana bila responden mengetahui sedang diteliti, maka perilakunya cenderung disesuaikan atau dibuat bagus. Hal ini tentunya, bisa mempengaruhi kealamiahan
reaksi
(respon)
dari
responden. Dalam melakukan penelitian menggunakan metode ekperimen ini, tentunya harus ada prosedur yang harus diperhatikan oleh periset. Secara umum, prosedur metode eksperimen adalah :
35
•
Periset membagi responden kedalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen sebagai kelompok yang dikenai perlakuan, stimulus, atau dimanipulasi dan kelompok kontrol sebagai kelompok yang tidak dikenai perlakuan atau tidak dimanipulasi.
•
Pemilihan anggota kelompok harus melalui randomisasi (acak).
•
Melakukan pre-test dimana pada tahap ini periset menentukan variabel pengaruh (bebas atau independen) dan variabel tak bebas (terpengaruh, tergantung, atau dependen).
•
Periset memberikan atau memperkenalkan satu atau lebih variabel indenpenden kepada kelompok eksperimen. Misalnya, terpaan acara kriminalitas kepada kelompok eksperimen.
•
Melakukan post-test dimana periset meneliti apakah ada pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
2.7.4
Tipe Desain Penelitian Desain penelitian adalah kerangka untuk mengadakan penelitian. Tipe desain
penelitian yang memuat prosedur yang sangat dibutuhkan dalam upaya memperoleh informasi serta mengolahnya dalam rangka memecahkan masalah. Tipe desain penelitian berdasarkan tataran atau cara menganalisis data, terdiri dari (Freddy Rangkuti, 2009) :
36
1.
Penelitian Ekplorasi Penelitian yang didesain untuk menjawab permasalahan apa sehingga dapat memberikan pemahaman dan pengertian secara mendalam terhadap suatu objek. Penelitian ini berguna apabila peneliti tidak banyak mengetahui atau sedikit sekali informasi mengenai suatu masalah. Penelitian atau riset ini diperuntukkan dalam menggali data, tanpa mengoperasionalisasikan konsep atau menguji konsep pada realitas yang diteliti. Riset ini paling sederhana dan mendasar. Riset ini pada biasanya merupakan penelitian kualitatif. Jenis riset ekplorasi dikenal sebagai riset grounded. Menurut Bungin (2001), riset ini bertolak belakang dengan riset lainnya dimanab bila pada riset lainnya, umumnya diawali desain riset, namun grounded tidak. Periset dapat langsung terjun ke lapangan dan semuanya dapat dilaksanakan di lapangan. Rumusan masalah juga ditemukan di lapangan dan data merupakan sumber teori. Teori berdasarkan data sehingga teori juga lahir dan berkembang di lapangan.
2.
Penelitian Konklusif Penelitian yang didesain untuk menolong pengambil keputusan dalam menentukan, mengevaluasi, dan memilih alternatif terbaik dalam memecahkan suatu masalah. Penelitian konklusif ini terdiri dari dua jenis yakni : 1. Penelitian Deskriptif Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan karasteristik pasar dengan menggunakan metode pengumpulan data sekunder, data primer (survei), panel atau observasi. Penelitian ini membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat
37
populasi atau objek tertentu. Periset sudah mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual (landasan teori) inilah, periset melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya. Penelitian ini menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel.
2. Penelitian Kausal Penelitian kausal bertujuan untuk mencari hubungan sebab dan akibat dari sebuah peristiwa. Periset menghubungkan atau mencari sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti. Periset membutuhkan definisi konsep, kerangka konseptual, dan kerangka teori. Periset perlu mencari teori untuk menghasilkan dugaan awal (hipotesis) antara variabel yang satu dengan lainnya. Kegiatan berteori ini ada dalam kerangka teori dan sering disebut pula sebagai jenis riset korelasional dan komparatif. Menurut Naresh K. Malhotra (2007), penelitian eksplorasi (eksploratif) dan penelitian konklusi (konklusif) dapat dibedakan sebagai berikut :
Objektif
Eksplorasi (Ekploratif)
Konklusi (Konklusif)
Untuk menyediakan wawasan
Untuk menguji hipotesis secara
(insights) atau pemahaman
spesifik dan menguji hubungan.
(understanding) Karakteristik
Informasi yang dibutuhkan hanya didefinisikan secara
Informasi yang dibutuhkan
38
longgar.
secara jelas didefinisikan.
Proses penelitian adalah fleksibel Proses penelitian adalah formal dan tidak terstruktur. dan terstruktur. Sampel kecil dan nonrepresentatif.
Sampel besar dan representatif. Analisis adalah kuantitatif.
Analisis data primer adalah kualitatif. Temuan
Tentatif (tentative)
Konklusif (conclusive)
Hasil
Umumnya diikuti lebih lanjut oleh
Temuan digunakan sebagai
penelitian eksplorasi (eksploratif)
masukan dalam pengambilan
atau konklusif.
keputusan.
Tabel 2.1 penelitian eksplorasi (eksploratif) dan penelitian konklusi (konklusif)
2.7.5
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
periset untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dibagi menjadi 2 bagian yakni pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara personal interviewing atau wawancara pribadi (di rumah, di kantor, dan di tempat umum lainnya) dengan menggunakan wawancara langsung, telepon, atau surat. Sedangkan untuk mendapatkan data sekunder dapat digunakan fasilitas internet, perpustakaan, publikasi lembaga-lembaga statistik, majalah, dan sebagainya. (Freddy Rangkuti, 2009).
Perbandingan antara data primer dan data sekunder dapat ditunjukkan melalui tabel berikut (Naresh K. Malhotra, 2007) :
39
Data Primer untuk masalah yang dihadapi relatif lebih lama tinggi
Data Sekunder
Tujuan untuk masalah lain Pengumpulan cepat dan mudah Proses Pengumpulan relatif rendah Biaya Pengumpulan Waktu panjang pendek Pengumpulan Tabel 2.2 perbandingan data primer dan data sekunder
Menurut Freddy Rangkuti (2009), Data dapat dikumpulkan dengan beberapa cara yaitu : 1.
Sensus Sensus atau complete enumeration mencatat seluruh elemen (populasi atau universe). Contoh: orang, rumah tangga, perusahaan industry, dan sebagainya.
2.
Sampling Sampling mencatat sebagian kecil dari populasi sehingga dapat diperoleh nilai karakteristik perkiraan (estimate value).
3.
Kasus Kasus atau case study hanya mengambil beberapa elemen yang sering tidak jelas populasinya, kemudian masing-masing elemen diselidiki secara mendalam. Misalnya penelitian mengenai 4 perusahaan pabrik rokok: Djarum, Gudang Garam, Djie Sam Soe, Gentong. Hasilnya tidak dapat menyimpulkan keadaan seluruh pabrik rokok di Indonesia, tetapi dapat menggambarkan keadaan masingmasing pabrik rokok tersebut. Data dapat dikumpulkan dari 2 (dua) sumber berdasarkan asal diperolehnya
data tersebut. Sumber data penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Data Sekunder
40
Data diperoleh dari data yang dikumpulkan dari berbagai studi pustaka seperti jurnal, artikel di media cetak seperti koran, majalah, dll hingga online dengan bantuan internet. 2.
Data Primer Data diperoleh dari kuesioner yang disebarkan secara sampling kepada sejumlah responden. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dimana responden dapat menjawab pilihan jawaban yang diberikan. Metode pengumpulan data sangat ditentukan oleh metodologi riset, apakah
metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif atau kuantitatif. Dalam riset kualitatif dikenal metode pengumpulan data : observasi (field observations), focus group discussion (FGD), wawancara mendalam (intensive/depth interviews), dan studi kasus (Wimmer, 2000 dan Sendjaya, 1997). Sedangkan riset kuantitatif dikenal metode pengumpulan data : kuesioner (angket), wawancara (biasanya berstruktur), dan dokumentasi. Periset dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode tersebut tergantung masalah yang dihadapi. Instrumen pengumpulan data atau dapat disebut juga sebagai instrumen riset adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh periset dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan itu menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 1995). Berbeda dengan metode pengumpulan data yang masih bersifat abstrak, maka instrumen riset ini merupakan sarana yang bisa diwujudkan dalam bentuk benda, misalnya : angket (kuesioner), daftar cocok (checklist), skala, pedoman wawancara (interview guide), soal ujian, dan lain-lain. Hubungan antara metode dan instrumen pengumpulan data dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Arikunto, 1995) :
41
Tipe Metode Pengumpulan Data
Tipe Instrumen Pengumpulan data
Angket (Questionnaire)
Angket (Questionnaire) Daftar Cocok (Checklist) Skala (Scale) Inventori (Inventory)
Wawancara (Interviews)
Pedoman Wawancara (Interview Guide) Daftar Cocok (Checklist) Telephone Surveys
Observasi
Lembar Pengamatan Panduan Pengamatan Daftar Cocok (Checklist) Sistem Kategori Sistem Skala
Ujian (Test)
Soal Ujian Inventori
Dokumentasi
Daftar Cocok (Checklist) Tabel Foto Produk Tertulis / Tercetak Rekaman
Tabel 2.3 Hubungan antara metode dan instrumen pengumpulan data Instrumen riset ini biasanya dibuat setelah periset menyusun desain riset (desain penelitian). Jadi periset terlebih dahulu harus menentukan metodologi penelitian yang akan digunakan yakni metode riset atau jenis risetnya. Setelah itu, periset menentukan instrumen riset yang akan disusun atau digunakan untuk membantu dalam pengumpulan data.
42
Instrumen riset ini merupakan sebuah alat ukur untuk mengukur data di lapangan. Alat ukur adalah alat bantu yang menentukan bagaimana dan apa yang harus dilakukan dalam mengumpulkan data. Pada dasarnya, kegiatan pengumpulan data adalah kegiatan untuk melakukan pengukuran terhadap data mana yang sesuai dan mana yang tidak. Dengan kata lain, alat ukur memegang peranan yang sangat penting dalam mencari data dengan cara membatasi kebenaran dan ketepatan indikator variabel yang sudah ditetapkan dari data di lapangan, sehingga data yang terkumpul adalah sesuai dengan masalah dan tidak meluas.
2.8
Penelitian Perilaku Konsumen Penelitian perilaku konsumen (consumer behavior research/consumer
research) memungkinkan para pemasar (marketers) untuk dapat memprediksi atau mengantisipasi bagaimana pemasar dapat lebih baik untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan menawarkan mereka dengan produk dan pesan pemasaran (marketing messages) yang lebih cocok. Para praktisi pemasaran tentunya juga menyadari bahwa semakin besar kemungkinan mereka mengetahui mengenai proses pengambilan keputusan (decision making process) target konsumen mereka, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk mendesain strategi pemasaran dan pesan-pesan promosi yang akan menarik dan dengan baik mempengaruhi target konsumen mereka. Tugas untuk mengetahui dan memuaskan kebutuhan konsumen dan berkomunikasi dengan mereka, menjadi sebuah tantangan yang semakin besar. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk memahami konsumen mereka semakin lebih baik seperti pemahaman akan keunikan, preferensi, benak / persepsi, dan lain-lain.
43
Untuk memenuhi tantangan tersebut, maka diperlukan penelitian perilaku konsumen terutama dalam pertimbangan proses pengambilan keputusan (decision making process atau decision making behavior) atau dapat disebut consumer research.
2.8.1
Kerangka Proses Penelitian Perilaku Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), proses penelitian perilaku
konsumen dapat dibagi menjadi perspektif kualitatif, kuantitatif, maupun penggabungan antara keduanya karena pada kenyataannya banyak aplikasi antara keduanya. Baik penelitian kualitatif maupun kuantitatif, proses penelitian perilaku konsumen ini meliputi 6 langkah yakni : mendefinisikan tujuan (defining objectives), mengumpulkan data sekunder (collecting secondary data), mengembangkan desain penelitian (developing a research design), mengumpulkan data primer (collecting primary data), menganalisa data (analyzing the data), dan menyiapkan laporan temuan (preparing a report of the findings). Proses dimulai dari penentuan atau formulasi objek atau tujuan penelitian. Temuan dari data sekunder dan penelitian eksplorasi dapat digunakan untuk menyaring tujuan penelitian. Pengumpulan data sekunder dapat diambil dari sumber internal maupun eksternal. Desain penelitian kualitatif menekankan pada penggunaan focus groups atau depth interviews. Desain penelitian kuantitatif lebih banyak menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data. Hasil pengumpulan data dianalisis dan teknik analisis khusus diterapkan masing-masing untuk data kualitatif atau kuantitatif. Gambaran proses penelitian perilaku konsumen dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
44 Develop Objectives Collect Secondary Data Design Qualitative Research : Method Screener Questionnaire Discussion Guide Conduct Research (usually by interviewers)
Design Quantitative Research : Method Sample Design Data Collection Instrument
Exploratory Study
Analyze Data (subjective) Prepare Report
Collect Primary Data (usually by field staff)
Analyze Data (objective)
Prepare Report
Gambar 2.2 Kerangka penelitian perilaku konsumen
2.8.2
Penggabungan antara riset kualitatif dan kuantitatif Menurut Blaxter (2001) yang diadaptasi dari Punch (1998), terdapat
beberapa cara dalam mengkombinasikan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif yakni : 1.
Logic of triangulation. Temuan dari satu tipe studi dapat diperiksa terhadap temuan dari tipe lainnya. Sebagai contoh, hasil dari sebuah investigasi kualitatif mungkin diperiksa terhadap studi kuantitatif.
2.
Qualitative research facilitates quantitative research. Penelitian kualitatif dapat membantu untuk menyediakan latar belakang informasi mengenai konteks dan subjek; bertindak sebagai sumber hipotesis; bantuan konstruksi skala.
45
3.
Quantitative research facilitaties qualitative research. Biasanya hal ini berarti penelitan kuantitatif membantu dengan pilihan subjek untuk penyelidikan atau investigasi kualitatif.
4.
Quantitative and qualitative research are combined in order to provide a general picture (Penelitian kuantitatif dan kualitatif dikombinasikan agar dapat menyediakan gambaran umum). Penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk menutupi atau menjembatani kesenjangan (gap) dalam penelitian kualitatif yang timbul karena sebagai contoh, peneliti tidak dapat berada di lebih dari satu tempat pada satu waktu atau tidak semua isu / masalah bisa semata-mata menerima untuk sebuah penyelidikan / investigasi kuantitatif atau kualitatif.
5.
Structure and process. Penelitian kuantitatif adalah efisien terutama dalam mendapatkan unsur struktural kehidupan sosial, sedangkan penelitian kualitatif biasanya lebih kuat pada aspek proses.
6.
Researchers’ and subjects’ perspectives. Penelitian kuantitatif biasanya didorong oleh kepentingan atau perhatian peneliti, sedangkan penelitian kualitatif mengambil perspektif dari subjek.
7.
Problem of generality. Tambahan dari beberapa temuan kuantitatif dapat membantu generalisasi.
8.
Qualitative research may facilitate the interpretation of relationships between variables.
Penelitian
kuantitatif
mudah
memungkinkan
peneliti
untuk
membangun hubungan antara variabel, tetapi sering lemah ketika datang untuk mengeksplorasi alasan bagi hubungan. Sebuah studi kualitatif dapat digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mendasari hubungan yang luas
46
9.
Relationship between macro and micro levels. Menggunakan baik penelitian kuantitatif dan kualitatif mungkin bisa menyediakan cara untuk menjembatani jurang makro-mikro. Penelitian kuantitatif dapat mengisi unsur besar dari struktural kehidupan sosial, sedangkan penelitian kualitatif cenderung membahas aspek perilaku skala kecil.
10.
Stage in the research process. Digunakan pada tahapan yang berbeda dari studi longitudinal.
11.
Hybrids. Penggunaan penelitian kualitatif dalam penelitian kuantitatif kuasieksperimental.