6 BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pengukuran Kinerja Menurut Anderson dan Clancy (Yuwono et al, 2003, p22) pengukuran kinerja
adalah Timbal balik dari akuntan ke manajemen yang menyediakan informasi tentang seberapa baik tindakan mewakili suatu rencana; juga mengidentifikasi dimana manager mungkin membutuhkannya untuk membuat koreksi atau penyesuaian untuk rencana dimasa yang akan datang dan mengendalikan berbagai aktivitas. Menurut Anthony,Banker,Kaplan,dan Young (Yuwono et al, 2003, p23) pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Menurut Lynch dan Cross (Yuwono et al, 2003, p29-30) manfaat sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut : 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya – upaya pengurangan terhadap pemborosan. 4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
7 5. Membangun konsesus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi penghargaan atas perilaku yang diharapkan. Menurut Yuwono et al.(2003, p29) pengukuran kinerja yang baik harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut : 1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan. 2. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer valid dated. 3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif. 4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenai masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.
2.2
Pengertian Teknologi Informasi Pada zaman sekarang ini teknologi informasi telah menjadi sesuatu yang sangat
dibutuhkan perusahaan untuk mencapai keuntungan kompetitif. Menurut Indrajit (2001, p2):Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data atau informasi dalam batas-batas ruang dan waktu. Menurut Turban (2002, p3) pengertian teknologi informasi adalah suatu koleksi dari komponen teknologi individu yang secara khas diorganisir ke dalam suatu sistem informasi berbasis komputer, dan TI merupakan satu-satunya solusi bagi tekanan bisnis yang ada.
8 2.3
Visi, Misi dan Strategi
2.3.1
Pengertian Visi Menurut Yuwono et al (2003, p103) Visi merupakan gambaran menantang dan
imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik, dan filosofi organisasi dimasa datang yang akan menajamkan tugas-tugas strategik perusahaan. Sedangkan Menurut Sinamo (Tunggal, 2002, p28) visi adalah rumusan dari salah satu atau gabungan dari ketiga hal berikut ini : 1. Apa yang ingin kita capai di masa depan (what do we to attain). 2. Apa yang ingin kita peroleh di masa depan (what do we want to have). 3. Kita ingin menjadi apa di masa depan (what do we want to be).
2.3.2
Pengertian Misi Menurut Sinamo (Tunggal, 2002, p28) misi adalah rumusan tentang apa yang
harus kita kerjakan atau harus kita tuntaskan. (what must we do or what must we accomplish). Sedangkan menurut Rangkuti (2001, p181) misi adalah pernyataan yang menyebutkan alasan mengapa perusahaan tersebut harus ada.
2.3.3
Pengertian Strategi Menurut Porter (Rangkuti, 2001, p4) strategi adalah alat yang sangat penting untuk
mencapai keunggulan bersaing. Menurut Rangkuti (2001, p6-7) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu :
9 1. Strategi manajemen Meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro. 2. Strategi investasi Strategi ini merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi. 3. Strategi bisnis Strategi ini berorientasi pada fungsi – fungsi kegiatan manajemen.
2.4
Balanced Scorecard
2.4.1
Sejarah Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2001, p3) pada tahap awal perkembangannya, Balance
Scorecard di tujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA, yang di pimpin oleh David P. Norton, mensponsori studi tentang pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Hasil studi itu kemudian diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business review ( Januari – Februari 1992 ). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan ukuran komprehensif yang mencangkup empat perspektif, yaitu : keuangan, pelanggan, proses bisnis atau intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan.
10 Menurut Yuwono et al (2003,p3) Balanced Scorecard kemudian dikembangkan untuk menghubungkan tolak ukur bisnis dengan strategi perusahaan. Norton dan Kaplan menjelaskan pentingnya memilih tolak ukur berdasarkan keberhasilan strategis dalam artikel kedua Harvard Business review, “Putting the Balanced Scorecard to Work” (September – Oktober 1993). Menurut Mulyadi (2001, p7) mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solution, Inc ( RSI ) sebuah perusahaan konsultan yang dipimpin oleh David P. Norton, yang semula menjadi CEO Nolan Norton Institute menerapkan Balanced Scorecard sebagai pendekatan untuk menerjemahkan dan mengimplementasikan strategi di berbagai perusahaan kliennya. Mulai saat itu, Balanced Scorecard tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat pengukur kinerja, namun berkembang menjadi inti sistem manajemen strategik. Keberhasilan pemanfaatan Balanced Scorecard dalam sistem manajemen strategik di berbagai perusahaan tersebut dilaporkan dalam suatu artikel di Harvard Business Review (Januari–Februari 1996) berjudul “Using Balanced Scorecard as a strategik management system”.
2.4.2
Definisi Balanced Scorecard Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu kartu skor (scorecard) dan
berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor ini dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak di wujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak di wujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek : keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2001, p1-2).
11 Berdasarkan Yuwono et al. (2003,p8). Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa bisnis. Berdasarkan Kaplan dan Norton (2000, p2) Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis. Selain tetap memberi penekanan pada pencapaian tujuan finansial, Balanced Scorecard juga memuat faktor pendorong kinerja tercapainya tujuan finansial tersebut. Menurut Tunggal (2002, p1) Balanced Scorecard adalah kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan.
2.4.3
Keunggulan Balanced Scorecard Menurut Umar Husein (2003,p173), beberapa keunggulan utama dalam sistem
balanced scorecard dalam mendukung proses manajemen strategis antara lain adalah : 1. Memotivasi personel untuk berpikir dan bertindak strategis (strategik) Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, personel perlu menempuh langkah-langkah strategis dalam hal permodalan yang memerlukan langkah besar dan berjangka panjang. Selain itu, sistem ini juga menuntut personel untuk mencari inisiatif strategis dalam mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. 2. Menghasilkan bussiness plan yang komprehensif (komprehensif) Sistem balanced scorecard merumuskan sasaran strategis melalui keempat prespektif. Ketiga perspektif non-keuangan hendaknya dipicu karena ketiganya ini merupakan pemicu sesungguhnya bagi kinerja keuangan.
12 3. Menghasilkan bussiness plan yang koheren (koheren) Sistem balanced scorecard dapat menghasilkan dua macam koherensi: a. Koherensi antara visi dan misi perusahaan dengan program dan rencana laba jangka pendek dalam manajemen strategis yang akan menghasilkan berbagai keluaran yang mendukung tahap-tahap dalam manajemen strategis. b. Koherensi antara berbagai sasaran strategis. Perusahaan hendaknya mampu memberikan kepuasan kepada stakeholder utama, yaitu investor dan customer. 4. Keseimbangan (balanced) Keseimbangan dalam balanced scorecard diartikan sebagai suatu proses untuk menyeimbangkan antara aspek keuangan dan non keuangan, aspek internal dan eksternal perusahaan serta aspek perspektif proses dan orang. 5. Terukur. Sistem balanced scorecard hendaknya menghasilkan sasaran-sasaran strategis dengan ukuran tertentu.
2.4.4 Langkah-langkah Perancangan Balanced Scorecard Menyusun balanced scorecard hendaknya dilaksanakan dengan proses yang sistematis agar tercipta suatu kejelasan bagaimana misi, dan strategi perusahaan diterjemahkan ke dalam tujuan dan ukuran operasional. Menurut Paul R. Niven (2002,p39-196) bahwa dalam merancang balanced scorecard terdapat beberapa tahapan yang diuraikan sebagai berikut : 1. Merumuskan Misi, Nilai, Visi, Tujuan dan Strategi Perusahaan Tahap pertama dalam penyusunan balanced scorecard adalah merumuskan misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan. Dimana perusahaan harus dapat
13 merumuskannya dengan jelas agar mudah dimengerti oleh seluruh personel dalam perusahaan. 2. Menentukan Perspektif Tahap berikutnya adalah memilih dan merumuskan perspektif, perspektif yang dipilih haruslah berfungsi sebagai penterjemah strategi perusahaan. Ada 4 perspektif yang biasa digunakan, yaitu : perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Tetapi 4 perspektif tersebut hanya sebagai “template” bukan suatu keharusan. Jadi pemilihan perspektif disesuaikan dengan kondisi perusahaan seta misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan tersebut. 3. Merumuskan sasaran stategis (objectives) Setelah perspektif dirumuskan, maka tahap selanjutnya adalah menterjemahkan strategi ke dalam setiap perspektif yang berupa sasaran-sasaran strategis pada setiap perspektif. Sasaran-sasaran strategis tersebut haruslah dapat mendukung pencapaian misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan, kemudian dari sasaran-sasaran strategis tersebut dapat dibuat strategic map terlebih dahulu atau dapat dilakukan setelah tahap ke 4 dilakukan. 4. Menentukan ukuran strategis (measures) Sasaran strategis yang telah dirumuskan melalui strategi pelu ditetapkan ukuran pencapaiannya. Ada 2 ukuran yang perlu ditentukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis yaitu : a. Ukuran hasil (outcome measure atau log indicator) Merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis.
14 b. Ukuran pemacu kinerja (performance driver measure / lead indicator) Merupakan ukuran yang menunjukan penyebab dicapainya ukuran hasil, berfungsi sebagai pemacu agar ukuran hasil tercapai. 5. Menentukan target Tahap berikutnya adalah menentukan target, target merupakan pernyataan kualitatif dari kenerja yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu dimasa datang dalam mewujudkan sasaran strategis dalam setiap perspektif. 6. Merumuskan inisiatif strategis Inisiatif strategis merupakan action program yang bersifat strategik untuk mewujudkan sasaran strategis pada tiap perspektif, inisiatif strategis dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif yang berupa langkah besar yang akan dilaksanakan dimasa depan. Serta membantu pencapaian target yang telah ditetapkan. 7. Implementasi Balanced Scorecard Tahap selanjutnya adalah mengimplementasikan balanced scorecard yang telah disusun
tersebut
kedalam
perusahaan.
Balanced
scorecard
tidak
hanya
diimplementasikan pada level koorporasi saja. Tetapi harus diimplementasikan atau tepatnya diturunkan ke setiap level perusahaan dan bahkan ke setiap individu agar mendapatkan hasil yang dijanjikan dengan menggunakan balanced scorecard. Langkah-langkah Perancangan Balanced Scorecard dapat dilihat pada gambar 2.1.
15
Visi, Nilai, Misi dan Strategi
Perspektif
Sasaran Strategis (objectives)
Ukuran Strategis (measures)
Target
Lagging indicators and leading Indicators
Case and Effect linkages / strategy map
Inisiatif Strategis
Implementasi
Gambar 2.1 Langkah-langkah Perancangan Balanced Scorecard Sumber : Paul R. Niven(2002) 2.4.5 Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard Empat perspektif dalam balance scorecard (perspektif Financial, perspektif Pelanggan, perspekif Proses Bisnis Internal, perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan) dapat dilihat dalam gambar 2.2. 1. Perspektif Pelanggan Memfokuskan pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya, mengetahui pelanggan, dan harapan mereka. Perspektif ini mengukur mutu, pelayanan, dan rendahnya biaya dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
16 Menurut Yuwono et al (2003, p32-35) perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu : a. Customer core measurement a. Market share (pangsa pasar) b. Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain : jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan. c. Customer retention (tingkat retensi pelanggan) d. Mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. e. Customer acquisition (tingkat akuisisi pelanggan) f. Mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. g. Customer statisfaction (kepuasan pelanggan) h. Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition. i. Customer profitability ( profitabilitas pelanggan) j. Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan setelah dilurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut
17 Finansial
Untuk berhasil secara finansial,apa yang harus kita perlihatkan kepada para pemegang saham
T U J U A N
U K U R A N
S A S A R A N
I N I S I A T I F
Pelanggan
Untuk mewujudkan Visi kita, apa yang harus kita perlihatkan kepada para pelanggan
T U J U A N
Proses Bisnis Internal
U K U R A N
S A S A R A N
I N I S I A T I F
Untuk menyenangkan para pemegang saham dan pelanggan kita,proses bisnis apa yang harus kita kuasai dengan baik
Visi dan Strategi
T U J U A N
U K U R A N
S A S A R A N
I N I S I A T I F
Pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk mewujudkan Visi kita, bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan meningkatkan diri
T U J U A N
U K U R A N
S A S A R A N
I N I S I A T I F
Gambar 2.2 Balanced Scorecard memberi kerangka kerja untuk penerjemahan strategi ke dalam kerangka operasional Sumber : Kaplan dan Norton (2000, p8)
b. Customer value proposition Dibagi dalam tiga kategori : a. Product atau service attributes (atribut produk atau jasa) b. Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. c. Customer Relationship (hubungan pelanggan)
18 d. Image relationship Menggambarkan faktor–faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Menurut Kaplan dan Norton dalam The Balanced Scorecard, nilai pelanggan dapat dirumuskan (Tunggal,2002,p4) sebagai berikut : Nilai = Fungsi + Mutu + Citra + Harga + Waktu + Hubungan Keterangan : a. Fungsi : manfaat produk kita bagi pelanggan. b. Mutu : kesesuaian dengan standar permintaan pelanggan. c. Citra : daya tarik produk bagi pelanggan yang tercipta karena proses komunikasi pemasaran. d. Harga : perbandingan nilai relatif dengan produk pesaing. e. Waktu : ketersediaan dan kecepatan proses pemenuhan kebutuhan pelanggan f. Hubungan : dimensi antar manusia dalam proses bisnis dengan pelanggan.
2. Perspektif Keuangan Ukuran kinerja keuangan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. (Kaplan dan Norton, 2000, p23). Tujuan keuangan pada tiga tahap siklus hidup bisnis (Kaplan dan Norton,2000, p42) : a. Bertumbuh (Growth) Merupakan awal siklus hidup perusahaan, dimana mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Tujuan finansial keseluruhan perusahaan
19 dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar, kelompok pelanggan dan wilayah. b. Bertahan (sustain) Merupakan situasi dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanam investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Tujuan finansial pada tahap ini terkait dengan profitabilitas. c. Menuai (harvest) Merupakan tahap dimana perusahaan ingin menuai investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Tujuan finansial keseluruhan untuk unit bisnis pada tahap manuai adalah arus kas operasi dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal
penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini
memungkinkan unit bisnis untuk: a. Memberikan proposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran. b. Memenuhi harapan keuntungan keuangan yang tinggi para pemegang saham. Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan keuangan perusahaan. (Kaplan dan Norton, 2000, p24). Proses bisnis internal dapat dilihat dalam Gambar 2.3.
20 Kaplan dan Norton membagi proses bisnis internal terdiri dari (Yuwono et al, 2003, p37) : a. Inovasi Unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. b. Operasi Adalah tempat dimana produk dan jasa diproduksi dan disampaikan kepada pelanggan. c. Layanan purna jual Adalah layanan yang diberikan kepada pelanggan setelah penjualan atau penyampaian produk dan jasa.
Proses layanan Proses Inovasi Kebutuhan Pelanggan Diidentifik asi
Kenali Pasar
Ciptakan Produk / Jasa
Proses Operasi Bangun Produk / Jasa
Luncurkan Produk / Jasa
Purna jual Layani Pelanggan
Kebutuhan pelanggan terpuaskan
Gambar 2.3 Perspektif Proses Bisnis Internal–Model Rantai Nilai Generik Sumber : Kaplan dan Norton (2000, p84)
21 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ialah menyediakan infrasruktur yang memungkinkan tujuan dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. (Kaplan dan Norton,2000, p25). Kerangka kerja Pembelajaran dan pertumbuhan dapat dilihat dalam gambar 2.4. Tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ialah: i. Kapabilitas pekerja ii. Kapabilitas sistem informasi iii. Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan. Proses pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai, dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. 2.5
IT Balanced Scorecard
2.5.1
Definisi IT Balanced Scorecard [http-1] IT Balanced Scorecard merupakan penerjemahan Balanced Scorecard
yang lebih khusus untuk kebutuhan evaluasi terhadap fungsi TI dalam perusahaan. Berbeda dengan Balanced Scorecard secara umum, IT Balanced Scorecard terdiri dari 4 perspektif yang berbeda, terutama disebabkan karena fungsi TI yang memberikan pelayanan kepada internal perusahaan. Jika dibandingkan dengan teknik pengukuran lainnya, IT Balanced Scorecard bersifat lebih komprehensif karena teknik pengukuran lainnya hanya memperhatikan penilaian finansial daripada efisiensi proses internal.
22
Ukuran Inti Hasil
Retensi Pekerja
Produktivitas Pekerja
Kepuasan Pekerja
Faktor yang Mempengaruhi
Kompetensi Staff
Infrastruktur Teknologi
Iklim untuk Bertindak
Gambar 2.4 Kerangka Kerja Pembelajaran dan Pertumbuhan Sumber :Kaplan dan Norton (2000, p112)
Jadi dapat disimpulkan bahwa IT Balanced Scorecard adalah terjemahan dari Balanced Scorecard yang lebih khusus untuk kebutuhan evaluasi terhadap fungsi TI dalam perusahaan. IT Balanced Scorecard merupakan metode dalam pengukuran kinerja Divisi TI dalam suatu perusahaan, dimana evaluasi akan diberikan dalam gambaran yang menyeluruh dan sesuai dengan bisnis inti masing-masing seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5
23
Perspekif Kontribusi Perusahaan Obyektif
Ukuran
Bagaimana pandangan manajemen terhadap IT
Bagaimana pengguna memandang divisi IT
Perspekif Orientasi Pengguna Obyektif
Perspekif Penyempurnaan Operasional
Ukuran
Obyektif
Perspekif Orientasi Masa Depan Apakah TI di posisikan untuk menjawab tantangan masa depan?
Obyektif
Ukuran
Bagaimana tingkat efisiensi dan efektifitas proses IT
Ukuran
Gambar 2.5 Model IT Balanced Scorecard [http-1]
2.5.2
Empat perspektif dalam IT Balanced Scorecard
1. Perspektif Kontribusi Perusahaan Perspektif kontribusi perusahaan melakukan evaluasi terhadap finansial jangka pendek dan evaluasi terhadap proyek TI jangka panjang dan terhadap fungsi TI itu sendiri. Evaluasi finansial jangka pendek lebih menitikberatkan pada pengendalian anggaran atau biaya untuk proyek TI dan keuntungan yang mungkin diperoleh dari penjualan produk-produk TI dan pelayanan terhadap pihak ketiga. Keuntungan finansial TI secara tradisional hanya diukur dengan pengukuran finansial yang sederhana seperti misalnya Return On Investment. Sementara itu, proyek
24 TI tidak hanya menghasilkan keuntungan, tetapi juga menghasilkan penambahan nilai atau value yang tidak dapat diukur hanya dengan pengukuran finansial yang sederhana tersebut. Perspektif kontribusi perusahaan juga mengukur nilai bisnis dari proyek TI yang baru dan nilai bisnis dari fungsi TI pada perusahaan itu sendiri, dimana pengukuran terhadap nilai bisnis tersebut merupakan evaluasi dengan kerangka waktu jangka panjang. Ukuran-ukuran untuk perspektif kontribusi perusahaan dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Ukuran Untuk Perspektif Kontribusi Perusahaan [http-1] Mengontrol Biaya TI a. Persentase dibawah atau sama dengan anggaran. b. Alokasi dengan anggaran yang berbeda. c. Anggaran TI sebagai persentase turnover. d. Biaya TI per jumlah staff Menjual kepada pihak ketiga Keuntungan keuangan yang didapat dari menjual produk dan jasa. Nilai Bisnis dari proyek TI baru a. Evaluasi keuangan berdasarkan ROI, NPV, IRR, PB. b. Evaluasi bisnis berdasarkan Information economics. Nilai Bisnis dari fungsi TI a. Persentase pengembangan kapasitas berkaitan proyek strategis. b. Hubungan antara pengembangan atau infrastruktur baru dengan investasi atau perpindahan investasi.
2. Perspektif Orientasi Pengguna Ketika berbicara mengenai user, pikiran kita akan mengarah kepada terutama end user yaitu pengguna sistem internal dari perusahaan dan pelanggan dari luar perusahaan. Perspektif orientasi pengguna merupakan pengukuran terhadap penyediaan aplikasi dan operasi yang dipilih, kemitraan atau partnership dengan pengguna dan kepuasan pengguna atau user satisfaction. Pengukuran terhadap aplikasi yang dikelola dan diberikan oleh fungsi TI apakah dilakukan secara internal atau eksternal tergantung
25 kepada situasi spesifik perusahaan dan merupakan pilihan strategis. Dalam pengukuran orientasi pengguna, akan dilakukan juga survei terhadap kebutuhan dan keterlibatan pengguna atau pelanggan dimana pemenuhan kebutuhan pengguna dan keterlibatan pengguna berpengaruh besar terhadap pengukuran kinerja divisi TI tersebut. Ukuranukuran untuk perspektif orientasi pengguna dapat dilihat pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Ukuran untuk Perspektif Orientasi Pengguna [http-1] Supplier TI terpilih a. Persentase aplikasi yang ditangani oleh TI. b. Persentase aplikasi yang diantarkan oleh TI. c. Persentase aplikasi yang telah selesai. Kerjasama dengan user a. Jumlah user terlibat dalam pembuatan aplikasi strategis baru. b. Jumlah user terlibat dalam pengembangan aplikasi baru. c. Frekuensi pertemuan IT Steering Comitee. Kepuasan pengguna a. Jumlah user friendliness pada aplikasi. b. Indeks kepuasan pengguna. c. Jumlah ketersediaan aplikasi dan sistem. d. Indeks fungsionalitas aplikasi. e. Persentase pengembangan aplikasi dan operasi menggunakan SLA (Service Level Agreement )
3. Perspektif Penyempurnaan Operasional Perspektif pernyempurnaan operasional berhubungan dengan pengukuran dan peningkatan dalam proses dasar fungsi TI dalam perusahaan yaitu pengembangan sistem informasi yang baru dan operasional komputer. Selain itu pengukuran juga difokuskan terhadap penyediaan PC, manajemen permasalahan dan pengarahan user dan manajemen staff TI dan penggunaan saluran komunikasi software secara efisien. TI harus bisa memberikan pelayanan berkualitas tinggi kepada pengguna dengan biaya yang serendah mungkin. Ini hanya dapat dicapai dengan mengelola secara optimal
26 proses yang dapat ditingkatkan dengan mengikuti cara-cara pengukuran operasional dalam IT Balanced Scorecard. Ukuran-ukuran untuk perspektif penyempurnaan operasional dapat dilihat pada tabel 2.3.
4. Perspektif Orientasi Masa Depan Perspektif orientasi masa depan merupakan pengukuran kesempatan-kesempatan fungsi TI yang berhubungan dengan persiapan staf TI untuk masa depan, menyiapkan portfolio untuk masa depan dan menitikberatkan dalam pengembangan teknologi baru. Kemampuan untuk memberikan pelayanan TI yang berkualitas dalam 3 sampai 5 tahun berikutnya harus disiapkan dari sekarang. TI harus bisa menaksir trend di masa depan dan mengantisipasinya. Solusi yang lebih baik adalah pegawai internal dididik dengan baik untuk masa depan sehingga keahlian yang tepat dapat dibentuk dalam perusahaan sendiri. Setiap perspektif tersebut harus diterjemahkan ke dalam matriks dan pengukuran yang berhubungan dengan penilaian-penilaian situasi yang ada. Penilaian ini diulangulang secara periodik dan dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ukuran-ukuran untuk perspektif orientasi masa depan dapat dilihat pada tabel 2.4.
27 Tabel 2.3 Ukuran untuk perspektif penyempurnaan operasional [http-1] Efisiensi pengembangan piranti lunak a. Persentase perubahan dan penyesuaian yang dibuat melalui beberapa tingkatan pengembangan yang berbeda b. Jumlah defect per function point pada produk tahun pertama c. Jumlah function point per orang per bulan d. Jumlah rata-rata hari keterlambatan pengiriman piranti lunak e. Rata-rata peningkatan anggaran tak terduga f. Persentase proyek yang diselesaikan menggunakan SLA g. Persentase kode yang digunakan ulang h. Persentase kegiatan pemeliharaan Efisiensi Operasi a. Persentase ketidaktersediaan Mainframe b. Persentase ketidaktersediaan jaringan c. Waktu respon per kategori per orang d. Persentase pekerjaan selesai tepat waktu e. Persentase pekerjaan ulang f. Waktu rata-rata ketika sistem rusak g. Rasio biaya operasional atau MIPS yang diinstall Akuisisi PC dan piranti lunak untuk PC Waktu rata-rata untuk pengiriman Penanganan masalah a. Waktu jawab rata-rata untuk pertanyaan b. Persentase pertanyaan terjawab tepat waktu c. Persentase solusi yang diselesaikan menggunakan SLA Pelatihan user a. Persentase user yang telah menerima pelatihan (per teknologi atau aplikasi) b. Indeks kualitas pelatihan Penanganan staff TI a. Jumlah jam kerja yang dapat ditangani secara internal atau eksternal b. Persentase jam kerja yang ditangani atas proyek c. Indeks kualitas staff TI Penggunaan piranti lunak komunikasi a. Persentase staff TI yang dapat mengakses fasilitas internet maupun intranet b. Persentase staff TI yang efektif menggunakan fasilitas internet maupun intranet.
28 Tabel 2.4 Ukuran untuk perspektif orientasi masa depan [http-1] Pelatihan tetap staff a. Jumlah hari pelatihan per orang. b. Anggaran pelatihan sebagai persentase dari total anggaran TI. Keahlian staf TI a. Keahlian TI per staff dalam jumlah waktu. b. Piramida usia dari staff TI. Usia kumpulan aplikasi. a. Jumlah aplikasi per kategori usia. b. Jumlah aplikasi yang dibawah usia 5 tahun. Penelitian terhadap teknologi terbaru. Persentase anggaran yang dikeluarkan untuk penelitian TI.
2.6
Model Analisis Perusahaan
2.6.1
Model Competitive Forces oleh Porter Model Competitive Forces oleh Porter (1993,p4) dapat dilihat pada gambar 2.6.
Model Competitive Forces mencangkup : 1. Ancaman pendatang baru (Threat of new entrants) Pendatang baru seringkali memiliki sumber daya dalam jumlah besar dan kemauan yang kuat untuk memperoleh pangsa pasar. Kecenderungan masuknya pendatang baru tergantung pada dua faktor yaitu rintangan untuk masuk dan reaksi yang di harapkan dari pelaku industri yang ada. Porter mengidentifikasi beberapa halangan dalam memasuki suatu industri : a. Skala ekonomi : Skala ekonomi yang tinggi membuat calon perusahaan mengalami kesulitan dalam memasuki suatu industri.
29 b. Differensiasi produk : Jika differensiasi produk cukup tinggi, calon perusahaan baru harus mengeluarkan biaya yang besar untuk menarik konsumen dari produk yang sekarang. c. Persyaratan modal : Modal yang tinggi di butuhkan untuk membeli aktiva tetap, biaya promosi dan lainnya. d. Akses ke saluran distribusi : Calon perusahaan yang mengalami kesulitan menembus distribusi pemasaran akan meningkatkan halangan untuk memasuki industri. e. Peraturan pemerintah : Pemerintah dapat mengontrol masuknya pelaku industri malalui lisensi dan membatasi akses ke bahan baku.
2. Kekuatan tawar menawar dari pemasok (The bargaining power of supplier) Kelompok pemasok mempunyai kekuatan tawar - menawar yang tinggi apabila : a. Produk pengganti yang baik tidak tersedia bagi pembeli. b. Produk pemasok penting bagi pembeli. c. Pembeli bukan merupakan konsumen yang penting bagi pemasok. d. Berintegrasi ke depan ke arah industri pembeli. (Misalnya : produsen pakaian yang memilih menbuka toko pakaian sendiri)
3. Kekuatan tawar – menawar dari pembeli (The bargaining power of customer). Pembeli memiliki kekuatan tawar – menawar yang tinggi apabila : a. Membeli sejumlah besar hasil suatu industri. b. Dapat berpindah ke pemasok lainnya dengan biaya yang lebih rendah. c. Produk pemasok tidak eksklusif atau standar.
30 d. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah relatif besar terhadap penjualan pihak penjual. e. Pembeli mempunyai informasi lengkap. f. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli. Pendatang Baru
Ancaman Pendatang Baru
Kekuatan Tawar Pemasok Pemasok
Persaingan Industri
Kekuatan Tawar Pembeli
Persaingan diantara perusahaan yang ada
Pembeli
Ancaman Produk atau Jasa Pengganti
Produk Substitusi
Gambar 2.6 Competitive Forces Sumber : Porter (1993, p4)
4. Ancaman barang pengganti (The threat of substitute product) Ancaman produk pengganti tinggi apabila : Harga produk pengganti lebih rendah dengan mutu yang sama atau lebih besar dari produk yang ada.
31 Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah produk produk yang : a. Mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau prestasi yang lebih baik ketimbang produk industri. b. Dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi.
5. Persaingan perusahaan sejenis dari industri tersebut (The rivalry among existing firm in the industry) Faktor – faktor yang merupakan adanya persaingan, yaitu : a. Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang. b. Pertumbuhan industri yang lamban. c. Biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi. d. Ketiadaan diferensiasi atau biaya peralihan. e. Penambahan kapasitas dalam jumlah besar. f. Persaingan yang beragam. g. Hambatan pengunduran diri yang tinggi. h. Taruhan strategis yang besar.
2.6.2
Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2001, p18-19) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada
logika
yang
dapat
memaksimalkan
kekuatan
(strenghts)
dan
peluang
(opportunities),namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Diagaram analisis SWOT dapat dilihat pada gambar 2.7
32 Analisis SWOT terdiri dari empat komponen : 1. Analisis Lingkungan Eksternal a. Peluang (Opportunities) Adalah kondisi-kondisi dalam lingkungan umum yang dapat membantu perusahaan mencapai daya saing strategis. Peluang menguntungkan perusahaan dalam mengidentifikasi segmen pasar, perubahan dalam persaingan dan perubahan teknologi. b. Ancaman (Threat) Adalah kondisi-kondisi dalam lingkungan umum yang dapat mengganggu usaha perusahaan dalam mencapai daya saing strategis. Ancaman merupakan situasi yang tidak menguntungkan bagi keberadaan suatu perusahaan. Masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya kekuatan tawar– menawar dari pemasok, perubahan teknologi, merupakan ancaman bagi perusahaan. 2. Analisis Lingkungan Internal a. Kekuatan ( Strength ) Kekuatan adalah sumber keuntungan relatif bagi para pesaing dan perusahaan yang membutuhkan pelayanan pasar atau bagi yang mengharapkan pelayanan. Ini merupakan kemampuan khusus tersendiri jika perusahaan memberikan perbandingan keuntungan dalam pangsa pasar. Kekuatan berasal dari sumber dan kemampuan yang tersedia dalam perusahaan. b. Kelemahan ( Weakness )
33 Kelemahan adalah pembatasan atau kekurangan dalam satu atau lebih sumber atau kemampuan relatif bagi para pesaing yang sering mengalami suatu capaian perusahaan yang efektif.
Berbagai Peluang
Kelemahan Internal
3. Mendukung Strategi Turn Around
1. Mendukung Strategi Agresif
4. Mendukung Strategi Defensif
2. Mendukung Strategi Diversifikasi
Kekuatan Internal
Berbagai Ancaman
Gambar 2.7 Diagram Analisis SWOT Sumber : Rangkuti (2001, p19) Penjelasan : Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy). Kuadran 2 : Merupakan situasi dimana perusahaan menghadapi berbagai ancaman tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Situasi yang harus di
34 terapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk atau pasar). Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus strateginya adalah dengan meminimalkan masalah – masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Tabel 2.5 Diagram Matriks SWOT Sumber : Rangkuti (2001, p31) Internal
Strenghts (S)
Weakness (W)
Eksternal Opportunities (O) Strategi SO Menciptakan
Strategi WO strategi
yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaakan peluang
Menciptakan strategi yang meminimalkan untuk
kelemahan
memanfaatkan
peluang. Threats (T)
Strategi ST Menciptakan
Strategi WT strategi
yang Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk meminimalkan mengatasi ancaman
kelemahan
dan menghindari ancaman
35 Diagram matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 2.5. Penjelasan : Strategi SO
: Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.
Strategi ST
: Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk menghadapi ancaman.
Strategi WO : Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WT : Strategi ini didasarkan pada kekuatan yang bersifat difensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Matriks Faktor Strategi Eksternal Menurut Rangkuti (2001, p22-23) sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi eksternal (EFAS): a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating
36 untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating + 4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masingmasing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (Outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana
perusahaan
tertentu
bereaksi
terhadap
faktor-faktor
strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
Matriks Faktor Strategi Internal Menurut Rangkuti (2001, p 24-26) setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu table IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan. Tahapnya adalah : a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1.
37 b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00). c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. Contohnya, jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industri, nilainya adalah 4. d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masingmasing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih, dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
38 2.7 Teknik Pengumpulan Data 2.7.1
Kuesioner dan wawancara
Kuesioner Menurut Indriantoro dan Bambang (2002, p154-156) Kuesioner adalah pengumpulan data penelitian pada kondisi tertentu, kemungkinan tidak memerlukan kehadiran peneliti. Pertanyaan peneliti dan jawaban responden dapat dikemukakan secara tertulis melalui kuesioner. Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan. Kuesioner dapat didistribusikan dengan berbagai cara, antara lain : 1. Kuesioner secara personal (Personally Administered Questionnaires) Jika lokasi antar responden relatif berdekatan, peneliti dapat berhubungan langsung dengan responden dan memberikan penjelasan seperlunya dan kuisioner dapat langsung dikumpulkan setelah selesai dijawab oleh responden. Teknik ini, seperti wawancara tatap muka, biayanya relatif mahal jika jumlah responden relatif banyak dan letak geografisnya terpencar. Kelebihan kuesioner ini : a. Peneliti dapat memberi penjelasan mengenai tujuan survei dan pertanyaan yang kurang dipahami oleh responden. b. Tanggapan atas kuesioner dapat langsung dikumpulkan oleh peneliti setelah selesai diisi oleh responden. Kekurangan dari kuesioner ini : a. Waktu dan biaya pengumpulan data relatif banyak jika responden yang harus dihubungi secara geografis terpencar. b. Memungkinkan terjadinya bias oleh peneliti.
39 2. Kuesioner lewat pos (Mail Questionnaires) Kuesioner yang diajukan kepada responden dan jawaban responden dikirim melalui pos. Teknik ini memungkinkan peneliti memperoleh jawaban dari responden yang letak geografisnya terpencar. Jumlah pertanyaan yang diajukan relatif banyak yang tidak efisien jika pertanyaan tersebut diajukan lewat telepon. Teknik ini memiliki tingkat tanggapan (Response rate) yang paling rendah dibandingkan dengan teknik pengumpulan data primer yang lain. Kelebihan kuesioner ini : a. Pengumpulan data responden yang secara geografis terpencar memerlukan waktu dan biaya relatif sedikit dibandingkan dengan teknik wawancara. b. Jumlah pertanyaan yang diajukan relatif lebih banyak. c. Meminimalisasi kemungkinan terjadinya bias oleh peneliti. Kekurangan dari kuesioner ini : a. Tingkat tanggapan (Response rate) responden umumnya lebih rendah dibandingkan dengan teknik wawancara dan kuisioner yang dikumpulkan secara personal. b. Tanggapan responden kemungkinan tidak sesuai dengan konteks atau maksud pertanyaan dalam kuesioner. c. Responden kemungkinan mengisi kuesioner secara tidak lengkap.
Wawancara (Interview) Menurut Indriantoro dan Bambang (2002, pp152-153) Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian. Teknik wawancara dilakukan jika peneliti memerlukan
40 komunikasi atau hubungan dengan responden. Data yang dikumpulkan umumnya berupa masalah tertentu yang bersifat kompleks, sensitif atau kontroversial, sehingga kemungkinan jika dilakukan dengan teknik kuesioner akan kurang memperoleh tanggapan dari responden. Hasil wawancara selanjutnya dicatat oleh pewawancara sebagai data penelitian. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Wawancara tatap muka (Personal / face to face interviews) Metode pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara komunikasi secara langsung (tatap muka) antara pewawancara yang mengajukan pertanyaan secara lisan dengan responden yang menjawab pertanyaan secara lisan. Wawancara tatap muka dapat dilakukan ditempat kerja responden, dirumah responden, dipusat perbelanjaan atau ditempat lain. Menurut Indriantoro dan Bambang (2002, p156) Kelebihan wawancara tatap muka adalah : a. Menghasilkan lebih banyak data b. Kontak langsung dengan responden, sehingga peneliti dapat menanyakan masalah yang lebih kompleks, sensitif, atau kontroversial. c. Tingkat partisipasi responden relatif tinggi. Kelemahan wawancara tatap muka adalah : a. Memungkinkan terjadinya bias pewawancara b. Memerlukan biaya dan waktu yang relatif banyak, jika jumlah responden (sampel) relatif besar dan secara geografis letaknya terpencar.
41 2. Wawancara dengan telepon (Telephone Interviews) Pertanyaan peneliti dan jawaban responden (wawancara) dapat juga di kemukakan melalui telepon. Teknik ini dapat mengatasi kelemahan wawancara tatap muka karena dapat mengumpulkan data dari responden yang letak geografisnya terpencar dengan biaya relatif lebih murah dan diperoleh dengan waktu yang relatif cepat. Jumlah tenaga pengumpul data relatif lebih sedikit dibandingkan dengan tenaga yang diperlukan dalam wawancara tatap muka. Menurut Indriantoro dan Bambang (2002, p156) Kelebihan wawancara telepon adalah : a. Waktu pengumpulan data responden relatif lebih cepat, dengan tenaga dan biaya yang relatif lebih sedikit. b. Memperoleh tanggapan segera dari responden setelah pewawancara dapat menghubunginya lewat telepon. Kelemahan wawancara telepon adalah : a. Pewawancara tidak dapat mengamati ekspresi responden saat memberikan tanggapan b. Responden setiap saat dapat menolak untuk menanggapi pertanyaan dengan memutus hubungan telepon. c. Durasi wawancara relatif terbatas d. Responden bukan merupakan sampel yang representative mewakili semua lapisan masyarakat.
42 2.7.2 Populasi dan Sampel Menurut Sulaiman (2002, p31-32) Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang diperoleh dari percobaan atau penelitian. Sedangkan sampel (contoh) adalah suatu himpunan bagian dari populasi. Menurut Sulaiman (2002, p32-34) terdapat beberapa jenis sampel yang paling banyak digunakan : 1. Sampel Random : sebuah sampel yang terdiri dari unsur-unsur yang dipilih dari populasi. Dianggap random bila tiap unsur yang terdapat dalam populasi tersebut memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih. 2. Sampel Sistematis : Sebuah sampel dianggap sistematis bila proses pemilihannya dari populasi dilakukan secara sistematis 3. Sampel Luas : Adakalanya sampel luas juga dinamakan sampel kelompok (cluster sample). Prosedur pemilihan sampelnya menggunakan dasar lokasi geografis. 4. Sampel Berstrata : Bila populasi ternyata terdapat bermacam-macam jenis (heterogen), maka populasi itu dapat dibagi kedalam beberapa stratum dan dan sampelnya dapat dipilih secara random dari tiap stratum. 5. Sampel Kuota : Dalam riset pemasaran, pewawancara acapkali harus memilih kuota dari stratum-stratum tertentu yang dianggap cukup representatif bagi populasinya. Biasanya, kuota sedemikian itu sudah dispesifikasikan secara cermat dalam perencanaan sampel. Indeks harga konsumen atau indeks harga grosir sebetulnya dibuat atas dasar harga barang-barang yang khusus dipilih dan dianggap representatif bagi populasi harga konsumen maupun grosir.
43 2.8 Digital Dashboard 2.8.1 Pengertian Digital Dashboard [http-2] Menurut Microsoft(2000b) digital dashboard adalah sebuah solusi bagi knowledge worker dengan menggabungkan berbagai sumber informasi untuk menampilkan informasi kritis sesuai dengan kebutuhan hanya dalam satu layer. Digital dashboard ditampilkan dalam web sehingga memudahkan pemakai dalam mengakses data-data yang diperlukan dalam berbagai situasi. Digital dashboard diperlukan karena hingga saat ini, banyak pekerja yang mengalami kesulitan dalam krisis waktu, informasi yang tidak akurat mengenai kondisi industri, perusahaan, dan juga keadaan organisasi. Situasi diatas ini dapat diubah oleh banyak perusahaan dengan cara pekerja diberikan akses kedalam data dari berbagai sumber seperti web sites, news, e-mail dan data perusahaan. 2.8.2 Bagian-bagian dari Digital Dashboard [http-3] Digital dashboard terdiri atas beberapa bagian antara lain: personal outlook, team collaboration, external web, corporate business information. Bagian-bagian dari digital dashboard dapat dilihat pada gambar 2.8.
44
Personal outlook
Team collaboration
Penjadwalan/kalender
Proyek tim/kepanitiaan
Digital Dashboard
External web portal/web _____________________ Community
Corporate business information _________________________ Executive information system
Gambar 2.8 Bagian dari Digital Dashboard [http-3] 2.8.3 Keuntungan Digital Dashboard [http-3] Menurut Microsoft corporation, keuntungan digital dashboard adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan fasilitas mengakses informasi dari berbagai sumber. Digital dashboard dapat menggabungkan informasi dari berbagai sumber dalam kemudahan mengakses informasi. 2. Menampilkan informasi yang terintegritas. Digital dashboard dapat memberikan tampilan informasi yang unik dari sumber yang berbeda. Pengguna dapat menampilkan informasi pribadi seperti e-mail, kalender, tugas dan pekerjaan.
45 3. Membantu pengguna dalam menentukan prioritas informasi yang penting. Digital dashboard mengurangi informasi yang berlebihan (information overload) sehingga informasi penting dapat diproses secara cepat. 4. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan Kemudahan dalam memproses informasi secara cepat dan tepat akan mampu menghasilkan keputusan dan informasi yang berkualitas. 2.9
IS Strategic Grid Secara prinsip, peranan sebuah sistem informasi berbeda dari satu perusahaan ke
perusahaan lain ( Indrajit, 2001, p57 ). Sebuah perusahaan harus dapat memetakan setiap aplikasi atau infrastruktur teknologi informasi yang dimilikinya ke dalam matriks yang ada sehingga manajemen dapat melihat tingkat kepentingan masing-masing sistem informasi yang dimiliki untuk kepentingan perencanaan dan pengembangannya. Salah satu kerangka klasik dari Warren McFarlan yang masih relevan dipergunakan sebagai alat analisis adalah McFarlan Strategic Grid. Secara umum, McFarlan melihat posisi sistem informasi maupun teknologi informasi terhadap suatu perusahaan dari dua perspektif utama, yaitu : 1. Seberapa besar ketergantungan perusahaan terhadap sistem informasi dan teknologi informasi; dan 2. Seberapa besar potensi sistem informasi dan teknologi dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Dilihat dari kacamata manajemen strategis, masing-masing sistem diatas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristiknya ( lihat Gambar 2.9 ). Kelompok pertama
46 adalah sistem informasi atau teknologi informasi yang hanya berfungsi sebagai penunjang perusahaan ( kinerja perusahaan tidak tergantung pada peranan teknologi informasi ) dan tidak memiliki potensi yang besar dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan ( McFarlan menamakannya support ). Contohnya adalah Sistem Penggajian Karyawan di perusahaan pabrik sepatu. Kinerja perusahaan tidak tergantung pada kecanggihan teknologi yang ada, mengingat yang dijadikan patokan adalah kualitas sepatu yang dihasilkan. Sistem yang bersangkutan juga tidak membedakan keunggulan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya.
High
turnaround
strategic
Degree to which IT Development will Create competitive advantage support
factory
Low Low High Degree to which the firm is functionality Dependent upon IS and IT today
Gambar 2.9 Analisis IS Strategic Grid Jenis sistem kedua adalah teknologi informasi yang tidak secara langsung memberikan keunggulan kompetitif kepada perusahaan, namun keberadaannya mutlak diperlukan. McFarlan menamakannya factory ( mungkin karena sifatnya yang tidak lebih sebagai mesin dalam pabrik ). Dalam hal ini, Sistem Informasi Pelanggan pada
47 perusahaan asuransi bisa dijadikan contoh jelas, data lengkap pelanggan harus dimiliki oleh perusahaan asuransi karena segala perhitungan ( seperti premi dan klaim ) sangat bergantung pada profil perorangan. Namun sistem ini tidak secara khusus memberikan keunggulan kompetitif kepada perusahaan dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya. Kelompok ketiga memperlihatkan suatu fenomena yang cukup aneh, karena yang termasuk dalam jenis sistem ini adalah yang secara langsung dapat memberikan keunggulan kompetitif
bagi perusahaan yang memilikinya. Namun secara prinsip,
eksistensi perusahaan tersebut tidak tergantung pada sistem informasi yang bersangkutan. Contoh yang paling jelas adalah aplikasi Sistem Telemedicine pada industri rumah sakit. Sebenarnya, tanpa sistem ini pun rumah sakit dapat berjalan seperti biasa tanpa gangguan yang berarti. Namun, sistem telemedicine yang dapat menghubungkan rumah sakit bersangkutan dengan masyarakat melalui internet dapat meningkatkan daya saing rumah sakit tersebut dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Demikian pula dengan sebuah bank yang memiliki fasilitas Tele-Conference dengan para calon pelanggan di seluruh dunia. Walaupun tanpa sistem ini perusahaan dapat tetap berjalan, namun untuk beberapa pelanggan eksekutif atau kelas atas, fasilitas ini mendatangkan kepuasan tersendiri ( karena orang sepenting mereka tidak perlu harus berlelah-lelah berdiri di antrian agar dapat bertemu customer service ). Dengan demikian, mereka akan cenderung menabung uangnya di bank tersebut. Untuk kelompok yang satu ini, McFarlan menamakannya turnaround. Kelompok terakhir adalah yang paling utama, yaitu sistem informasi yang secara signifikan memiliki nilai strategis bagi perusahaan. Tanpa sistem ini, perusahaan yang bersangkutan dapat gulung tikar di era globalisasi informasi ini. Contoh yang paling utama adalah fasilitas ATM bagi sebuah bank retail atau Sistem Informasi Pergudangan
48 untuk perusahaan distribusi. Dengan jaringan ATM yang ada dimana-mana, sebuah bank akan menjadi pilihan bagi para calon pelanggan ( lebih kompetitif dari bank-bank yang lain ). Sementara di lain pihak, tanpa dilengkapi dengan fasilitas ATM, akan sulit bagi bank-bank retail dewasa ini untuk memperoleh perhatian calon pelanggan. Demikian pula untuk perusahaan distribusi yang sangat tergantung pada pengaturan aliran barang (flow of goods ) dari satu gudang ke gudang lain. Semakin efisien suatu sistem yang ada, semakin turun biaya perusahaan sehingga akan meningkatkan keuntungan perusahaan yang bersangkutan ( atau paling tidak, harga pelayanan yang ditawarkan akan lebih murah dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya ). Sistem Informasi Pergudangan yang efektif secara langsung juga akan meningkatkan kepuasan pelanggan, terutama dalam hal tingkat pelayanan yang tinggi. Adalah penting bagi seorang manajemen puncak untuk mengerti betul dan mendefinisikan secara jelas peranan masing-masing sistem informasi atau teknologi informasi yang dimiliki atau didayagunakan perusahaannya. Semuanya untuk mencegah terjadinya kelebihan investasi yang dapat mengakibatkan kehilangan kesempatan (opportunity loss ).
2.10 Strategic Map Strategi mendeskripsikan bagaimana sebuah organisasi bermaksud menciptakan nilai yang tahan lama untuk pemegang saham. Menciptakan dari intagible asset berbeda dalam beberapa cara dari menciptakan nilai yang dikelola menggunakan fisik tangible (nyata) dan asset finansial : 1. Penciptaan nilai adalah tidak langsung. Asset tidak nyata seperti pengetahuan dan teknologi jarang mempunyai dampak langsung pada hasil finansial. Contohnya
49 seperti peningkatan pendapatan, menurunkan biaya dan keuntungan yang besar. Peningkatan dalam asset tidak nyata mempengaruhi hasil finansial melewati rantai hubungan akibat. 2. Nilai adalah kontekstual. Nilai dari sebuah intagible asset tergantung pada kecocokan terhadap strategi. Sebagai contoh melatih karyawan dalam teknik six sigma mempunyai nilai yang lebih besar kepada organisasi. 3. Nilai adalah potensial. Biaya dari investasi dalam asset tidak nyata diwakili oleh perkiraan yang tidak akurat. 4. Asset adalah kumpulan. intagible Asset jarang menciptakan nilai oleh mereka sendiri. Mereka tidak mempunyai nilai yang dapat dipindahkan dari konteks organisasi dan strategi. Peta strategi balanced scorecard, menyediakan sebuah framework untuk mengilustrasikan bagaimana hubungan asset intagible dengan proses penciptaan nilai. Menurut Michael Porter (Kaplan dan Norton 2004), esensi dari strategi terdapat dalam aktivitas memilih mengerjakan aktivitas yang berbeda. Dia juga menambahkan : “Strategik cocok dengan semua aktivitas dasar bukan hanya keuntungan kompetitif tetapi juga keuntungan yang tahan lama. Pesaing lebih sulit untuk mencocokkan array dari aktivitas yang saling mengunci daripada hanya mengimitasi sebuah pendekatan kekuatan jual yang khusus, cocok dengan proses teknologi atau replikasi dari sekumpulan fitur produk. Posisi dibangun pada sistem aktivitas yang jauh lebih tahan lama daripada yang dibangun pada aktivitas individual”.