BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
E-Ticketing
E-Ticketing adalah pemesanan tempat, seperti untuk kursi dalam sebuah pesawat, dengan mengkonfirmasi secara elektronik (Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company, 2013). Setelah mengkonfirmasi secara elektronik, baru pemesan mendapat tiket yang dicetak. Dengan pengertian ini, berarti e-ticketing tidaklah harus menggunakan tiket elektronik. Namun ada juga penggunaan istilah eticketing ini untuk merujuk pada penggunaan e-ticket atau digital ticket. Contohnya seperti dalam jurnal (Shetty, 2014). Selain itu, istilah e-ticketing dapat dipakai juga untuk mengacu kepada penggunaan sistem pembelian dan verifikasi menggunakan kartu elektronik. Seperti dalam berita (Jawa Pos, 2014), e-ticketing yang digunakan akan melibatkan layanan isi ulang untuk saldo e-ticketing penumpang. Istilah e-ticketing yang dipakai dalam penulisan skripsi ini mengacu kepada pemesanan tempat duduk dalam concert hall secara elektronik (yaitu melalui situs). Juga, istilah ini digunakan dalam skripsi ini untuk mengacu pada proses konfirmasinya yang juga melalui elektronik. 2.2
Strategic Management
7
8 Analisis dan pemilihan strategi sebagian besar termasuk membuat keputusankeputusan subjektif berdasarkan informasi yang objektif menurut (David, 2011, p. 174).
Gambar 2.1 A Comprehensive Strategic-Management Model Sumber : (David, 2011, p. 177)
Menurut (David, 2011, p. 176), teknik-teknik formulasi strategi yang penting bisa diintegrasikan ke dalam sebuah framework pembuatan keputusan tiga tahap. Alat-alat yang ditunjukkan dalam framework ini berlaku pada segala ukuran dan tipe organisasi dan bisa menolong strategists mengidentifikasi, mengevaluasi dan menentukan strategi. Menurut (David, 2011, p. 176) tahap pertama dari framework formulasi ini terdiri dari matriks EFE, matriks IFE, dan Competitive Profile Matrix (CPM). Tahap pertama yang disebut sebagai Input Stage meringkaskan input informasi dasar yang
9 dibutuhkan untuk memformulasikan strategi-strategi. Tahap kedua yang disebut Matching Stage, fokus pada menghasilkan strategi-strategi alternatif yang feasible dengan menjajarkan faktor-faktor internal dan eksternal. Teknik-teknik Stage 2 meliputi matriks Strenghts-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT), matriks Strategic Position and Action Evaluation (SPACE), matriks Boston Consulting Group (BCG), matriks Internal-Eksternal (IE), dan matriks Grand Strategy. Tahap ketiga yang disebut sebagai Decision Stage, meliputi satu teknik saja yaitu matriks Quantitative Strategic Planning. QSPM menggunakan informasi input dari tahap pertama untuk secara objektif mengevaluasi strategi-strategi alternatif yang feasible yang diidentifikasi pada tahap kedua. QSPM menyatakan ketertarikan relatif dari strategi-strategi alternatif dan menyediakan dasar yang objektif untuk menentukan strategi-strategi yang spesifik. Menurut (David, 2011, p. 176) kesembilan teknik yang termasuk dalam strategy-formulation framework membutuhkan integrasi dari intuisi dan analisis. Divisi-divisi yang otonom dalam sebuah organisasi secara umum menggunakan teknik-teknik strategy-formulation untuk mengembangkan strategi-strategi dan tujuan-tujuan. Divisional analyses menyediakan sebuah dasar untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menentukan di antara strategi-strategi alternatif pada corporatelevel.
Gambar 2.2 The Strategy-Formulation Analytical Framework Sumber : (David, 2011, p. 177)
10 Menurut (David, 2011, pp. 176-177) strategists sendiri, bukan analytic tools, selalu bertanggung jawab atas keputusan-keputusan strategi. Lenz menekankan bahwa pergeseran dari proses perencanaan yang words-oriented kepada yang numbers-oriented bisa memberi rasa salah terhadap kepastian; ini bisa mereduksi dialog, diskusi, dan argument sebagai alat untuk mengeksplorasi pengertianpengertian, menguji asumsi-asumsi, dan mengembangkan pembelajaran organisasi. Strategists oleh karena itu harus waspada terhadap kemungkinan ini dan menggunakan analytical tools untuk memfasilitasi, bukan untuk menghilangkan komunikasi. Tanpa analisis dan informasi yang objektif, personal biases, politics, emotions, personalities, dan halo error (kecenderungan untuk menekankan satu faktor) mungkin memainkan peran yang dominan dalam proses formulasi strategi. Menurut (David, 2011, p. 177) informasi yang didapatkan dari matriks EFE, CPM, dan EFE menyediakan informasi input dasar untuk matriks-matriks pada matching stage dan decision stage. Input tools ini mengharuskan strategists untuk mengkuantifikasi subjektivitas pada tahap-tahap awal dari proses formulasi strategi. Membuat keputusan-keputusan kecil dalam matriks-matriks input mengenai kepentingan relatif dari faktor-faktor internal dan eksternal memperbolehkan strategists untuk menghasilkan dan mengevaluasi dengan lebih efektif. Intuivive judgement yang baik selalu dibutuhkan dalam menentukan bobot dan peringkat yang pas. 2.2.1
Jenis-Jenis Strategi
2.2.1.1 Strategi Integrasi
Menurut (David, 2011, p. 139), forward integration, backward integration dan horizontal integration sering kali secara kolektif diacu sebagai strategi-strategi integrasi vertikal. Strategi-strategi ini memungkinkan sebuah organisasi untuk mendapat kontrol atas distributor-distributor, penyuplai dan kompetitor. Menurut (David, 2011, p. 139), forward integration meliputi menambah ownership atau kontrol atas distributor atau pengecer. Banyak manufaktur (penyuplai) pada masa kini mengejar forward integration strategy dengan membuat situs untuk secara langsung menjual produk-produk kepada konsumen-konsumen.
11 Menurut (David, 2011, p. 140), baik pembelian manufaktur atau pun pengecer memerlukan material dari penyuplai. Backward integration adalah sebuah strategi untuk mengejar ownership atau pun kontrol atas penyuplai-penyuplai perusahaan. Strategi ini khususnya bisa menjadi cocok ketika penyuplai-penyuplai perusahaan yang sekarang tidak dapat diandalkan, terlalu mahal, atau tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan perusahaan. Menurut (David, 2011, p. 141), horizontal integration mengacu pada sebuah strategi yang mengejar ownership atau kontrol atas kompetitor-kompetitor perusahaan. Satu tren yang paling signifikan dalam manajemen strategis sekarang adalah penggunaan meningkat dari horizontal integration sebagai strategi pertumbuhan. Merger, akuisisi, dan takeovers antara kompetitor-kompetitor memungkinkan peningkatan economies of scale dan transfer sumber daya dan kompetensi. 2.2.1.2 Strategi Intensif
Menurut (David, 2011, p. 141), Market penetration, market development, dan product development kadang diacu sebagai strategi-strategi intensif karena membutuhkan usaha-usaha intensif jika ingin meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang sekarang. Menurut (David, 2011, p. 141), strategi penetrasi pasar mengejar peningkatan pangsa pasar untuk produk-produk yang sekarang dalam pasar yang sekarang melalui usaha-usaha pemasaran yang lebih besar. Strategi ini secara luas digunakan sendiri dan juga dalam kombinasi dengan strategi-strategi lainnya. Penetrasi pasar meliputi menambah jumlah salespersons, meningkatkan pengeluaran-pengeluaran iklan, menawarkan extensive sales promotion items, atau meningkatkan usaha-usaha publisitas. Menurut (David, 2011, p. 142), pengembangan pasar (market development) meliputi pengenalan produk-produk yang sekarang ke dalam area-area baru. Sementara product development adalah strategi yang mengejar peningkatan penjualan dengan meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang sekarang.
12 Product development biasanya memerlukan riset yang besar dan pengeluaranpengeluaran pengembangan. 2.2.1.3 Strategi Diversifikasi
Menurut (David, 2011, p. 143) ada dua tipe umum dari strategi diversifikasi: related dan unrelated. Bisnis disebut related ketika value chain dari bisnis tersebut memiliki cross-business strategic fits yang bernilai secara kompetitif; bisnis dikatakan unrelated ketika value chain bisnis ini tidak sama sehingga tidak ada cross-business relationship yang bernilai secara kompetitif. Kebanyakan perusahaanperusahaan menyukai strategi diversifikasi yang related untuk memanfaatkan sinergi seperti berikut : •
Mentransfer keahlian yang bernilai secara kompetitif, technological knowhow, atau kapabilitas lainnya dari satu bisnis ke yang lain.
•
Mengkombinasi aktivitas-aktivitas yang berhubungan dari bisnis-bisnis yang terpisah ke dalam satu operasi untuk mencapai biaya yang lebih rendah.
•
Mengeksploitasi penggunaan umum dari merek yang dikenali secara baik.
•
Kolaborasi cross-business untuk membuat sumber daya kekuatan dan kapabilitas yang bernilai secara kompetitif.
2.2.1.4 Strategi Defensif
Menurut (David, 2011, p. 146), sebagai tambahan kepada strategi integratif, intensif dan diversifikasi, organisasi juga bisa melakukan retrenchment, divestiture, atau liquidation. Retrenchment terjadi ketika sebuah organisasi menyusun kembali melalui reduksi aset dan biaya kepada reverse declining sales dan profit. Sering kali disebut turnaround atau reorganizational strategy, retrenchment didesain untuk membangun kompetensi dasar yang berbeda dari organisasi. Selama retrenchment, strategists bekerja dengan sumber daya yang terbatas dan menghadapi tekanan dari shareholders, pekerja dan juga media. Retrenchment bisa memerlukan penjualan tanah dan bangunan untuk memperoleh kas yang diperlukan, pembabatan lini produk, menutup bisnis-bisnis marjinal, menutu pabrik-pabrik yang usang, mengotomatisasi
13 proses-proses, mereduksi jumlah dari karyawan-karyawan, dan mendirikan sistem kontrol biaya. Menurut (David, 2011, p. 148), penjualan divisi atau bagian dari sebuah organisasi disebut divestiture. Divestiture sering kali digunakan untuk meningkatkan kapital untuk akuisisi dan investasi strategis lebih lanjut. Divestiture bisa merupakan bagian dari strategi retrenchment untuk membersihkan bisnis yang tidak menguntungkan, yang membutuhkan modal terlalu banyak, atau yang tidak cocok dengan aktivitas-aktivitas perusahaan lainnya. Divestiture juga telah menjadi strategi populer bagi perusahaan-perusahaan untuk fokus pada core businesses mereka dan menjadi less diversified. Menurut (David, 2011, p. 149), menjual seluruh aset perusahaan dalam bagian-bagian disebut likuidasi. Likuidasi adalah pengakuan dari kekalahan dan konsekuensinya bisa menjadi strategi yang susah secara emosional. Bagaimana pun juga, mungkin adalah lebih baik untuk berhenti beroperasi daripada melanjutkan tapi kehilangan sejumlah uang yang besar.
2.2.2
Input Stage
2.2.2.1 Matriks EFE
Menurut (David, 2011, p. 80), matriks External Factor Evaluation (EFE) memungkinkan strategists untuk meringkaskan dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, tekonologi, dan kompeteisi. Matriks EFE bisa dikembangkan dalam lima langkah : - Catat faktor-faktor eksternal kunci seperti yang diidentifikasikan dalam proses audit eksternal. Masukkan sepuluh sampai dua puluh faktor, termasuk kesempatan-kesempatan
dan
ancaman-ancaman,
yang
mempengaruhi
organisasi dan industrinya. Catat kesempatan-kesempatan terlebih dahulu lalu ancaman-ancamannya. Gunakan persentase, rasio, angka-angka komparatif kapan pun dimungkinkan.
14 - Berikan setiap faktor sebuah bobot yang. berkisar dari 0.0 (tidak penting) sampai 1.0 (sangat penting). Bobot ini mengindikasikan kepentingan relatif dari faktor tersebut untuk menjadi sukses di dalam industri organisasi tersebut. Kesempatan-kesempatan sering kali menerima bobot-bobot yang lebih tinggi daripada ancaman-ancaman, tetapi ancaman-ancaman bisa menerima bobotbobot yang tinggi jika ancaman ini benar-benar parah atau mengancam. Bobot yang pantas bisa ditentukan dengan membandingkan kompetitor sukses dan tidak sukses atau dengan mendiskusikan faktor dan mencapai konsensus grup. Jumlah dari semua bobot yang diberikan kepada faktor-faktor harus sama dengan 1.0. - Berikan peringkat antara 1 dan 4 untuk setiap faktor kunci eksternal untuk mengindikasikan bagaimana strategi organisasi yang sekarang merespons faktor secara efektif, di mana 4 = responsnya tinggi, 3 = responsnya di atas rata-rata, 2 = responsnya rata-rata, dan 1 = responsnya rendah. Peringkatperingkat ini didasarkan pada efektivitas dari strategi-strategi organisasi. Peringkat-peringkat ini dengan demikian adalah berdasarkan perusahaan, di mana bobot-bobot dalam langkah dua didasarkan pada industri. Baik ancaman atau pun kesempatan bisa menerima angka 1, 2, 3, 4. - Kalikan setiap bobot faktor oleh peringkatnya untuk menentukan skor tertimbang. - Jumlahkan skor tertimbang untuk setiap variabel untuk menentukan total skor tertimbang untuk organisasi. Menurut (David, 2011, pp. 80-81), tanpa memperhatikan jumlah kesempatankesempatan dan ancaman-ancaman kunci yang termasuk dalam matriks EFE, total skor tertimbang tertinggi yang mungkin bagi sebuah organisasi adalah 4.0 dan total skor tertimbang terendah yang mungkin adalah 1.0. Rata-rata total skor tertimbang adalah 2.5. Total skor tertimbang yang berjumlah 4.0 mengindikasikan bahwa sebuah organisasi merespons dalam cara yang baik terhadap kesempatan-kesempatan dan ancaman-ancaman yang eksis sekarang dalam industri tersebut. Dengan kata lain, strategi-strategi organisasi secara efektif mengambil keuntungan dari kesempatankesempatan yang ada dan meminimalisir pengaruh-pengaruh merusak potensial dari ancaman-ancaman eksternal. Total skor yang berjumlah 1.0 mengindikasikan bahwa
15 strategi-strategi organisasi tidak menggunakan dengan maksimal kesempatankesempatan atau pun menghindari ancaman-ancaman eksternal. 2.2.2.2 Matriks IFE
Menurut (David, 2011, pp. 122-123), langkah simpel untuk mengadakan audit internal manajemen strategis adalah dengan membuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Alat formulasi strategi ini meringkaskan dan mengevaluasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan mayor dalam area-area fungsional dari sebuah bisnis, dan ini juga menyediakan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi relasi-relasi antar area-area tersebut. Intuitive judgements dibutuhkan dalam mengembangkan matriks IFE, jadi tampilan pendekatan yang ilmiah tidak berarti ini adalah teknik yang hebat sekali. Pengertian yang teliti dari faktor-faktor yang diikutkan adalah lebih penting daripada angka-angka yang sebenarnya. Sama seperti matriks EFE dan CPM, matriks IFE bisa dikembangkan dalam lima langkah : - Catat faktor-faktor internal seperti diidentifikasikan dalam proses audit internal. Gunakan sepuluh sampai dua puluh internal faktor, meliputi kekuatan-kekuatan dan ancaman-ancaman. Catat kekuatan-kekuatan terlebih dahulu lalu kemudian kelemahan-kelemahan. Gunakan persentase, rasio dan angka-angka komparatif. - Berikan bobot yang berkisar dari 0.0 (tidak penting) sampai 1.0 (sangat penting) untuk setiap faktor. Bobot yang diberikan pada setiap faktor mengindikasikan kepentingan relatif dari faktor untuk menjadi sukses dalam industri organisasi tersebut. Tanpa memperhatikan apakah faktor kunci adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor-faktor yang dipertimbangkan yang memiliki efek yang paling besar pada performa organisasi harus diberikan bobot paling tinggi. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1.0. - Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor itu merepresentasikan kelemahan mayor (peringkat = 1), kelemahan minor (peringkat = 2), kekuatan minor (peringkat = 3), atau sebuah kekuatan mayor (peringkat = 4). Peringkat didasarkan pada perusahaan, sementara bobot pada langkah kedua didasarkan pada industri.
16 - Kalikan setiap bobot dari faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor tertimbang untuk setiap variabel. - Jumlahkan skor tertimbang untuk setiap variabel untuk menentukan total skor tertimbang untuk organisasi. Tanpa memperhatikan berapa banyak faktor yang dimasukkan ke dalam matriks IFE, total skor tertimbang bisa berkisar dari 1.0 sampai 4.0, dengan rata-rata skor adalah 2.5. Total skor tertimbang di bawah 2.5 mengkarakterisasikan organisasi yang lemah secara internal, sementara skor yang secara signifikan di atas 2.5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Seperti matriks EFE, matriks IFE harus memasukkan sepuluh sampai dua puluh faktor. Jumlah faktor-faktor tidak memiliki pengaruh pada total skor tertimbang karean bobot selalu berjumlah 1. Ketika faktor internal kunci adalah kekuatan sekaligus kelemahan, faktor tersebut harus dimasukkan dua kali dalam matriks IFE, dan bobot dan peringkat harus diberikan pada setiap peringkat. Sebagai contoh, logo Playboy menolong sekaligus memperjelek Playboy Enterprises; logo ini menarik pelanggan kepada majalah Playboy, tetapi logo ini juga yang membuat saluran televisi kabel Playboy dikeluarkan dari banyak pasar. 2.2.2.3 Analytical Hierarchy Process
Menurut (MyChoiceMyDecision, 2007), Analytical Hierarchy Process adalah teknik pengambilan keputusan yang kuat dan fleksibel dalam menentukan prioritas dan mencapai keputusan-keputusan optimal dalam situasi-situasi ketika aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif telah dipertimbangkan. Dengan mereduksi pengambilan keputusan yang kompleks menjadi perbandingan-perbandingan antara pasanganpasangan alternatif, AHP menolong tidak hanya dalam pengambilan keputusan tetapi juga kepada keputusan rasional. AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas Saaty pada tahun 1970-an ketika dia menjabat sebagai profesor di Wharton School of Business dan dibuat untuk merefleksikan bagaimana orang-orang berpikir. Metode ini didasarkan pada perbandingan pasangan-pasangan dari solusisolusi alternatif dan ketika itu semua alternatif dibandingkan satu sama lain.
17 Pengambil keputusan menandakan tingkat preferensinya terhadap satu alternatif dibandingkan dengan alternatif lainnya. Langkah pertama dari metode ini adalah mendefinisikan tujuan, kriteria dan solusi-solusi alternatif. Lalu untuk setiap kriteria, akan ada perbandingan pasangan satu solusi alternatif dengan alternatif lainnya. Pengambil keputusan memilih tingkat preferensinya di sini. Kemudian model matematis ini akan menampilkan preferensi kita atas perbandingan solusi alternatif yang ada. 2.2.3
Matching Stage
Menurut (David, 2011, pp. 177-178), strategi terkadang didefinisikan sebagai kecocokan yang organisasi buat antara sumber daya dan kemampuan-kemampuan internalnya, dan kesempatan-kesempatan dan resiko-resiko yang dibuat oleh faktorfaktor ekternalnya. Matching stage dari framework formulasi strategi terdiri dari lima teknik yang bisa digunakan dalam urutan mana saja: matriks SWOT, matriks SPACE, matriks BCG, matriks IE, dan matriks Grand Strategy. Alat-alat ini bersandar pada informasi yang didapat dari input stage untuk mencocokkan kesempatan dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. Mencocokkan critical success factors dari eksternal mau pun internal adalah kunci untuk menghasilkan strategi-strategi alternatif yang feasible secara efektif. Dalam banyak situasi, hubungan-hubungan eksternal dan internal ini lebih kompleks, dan mencocokkan kedua hal ini membutuhkan banyak penjajaran untuk setiap strategi yang dihasilkan. Setiap organisasi, apakah itu militer, product-oriented, service-oriented, pemerintahan, atau bahkan atletik, harus mengembangkan dan mengeksekusi strategi-strategi yang baik untuk menang. Penyerangan yang baik tanpa pertahanan yang baik, atau sebaliknya, biasanya menghasilkan kekalahan. Mengembangkan strategi-strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan kesempatan bisa dianggap sebagai sebuah serangan, sementara strategi-strategi yang didesain untuk menanggung kelemahan selagi menghindari ancaman bisa dikatakan defensif. Setiap organisasi mempunyai beberapa kesempatan dan ancaman eksternal dan kekuatan dan kelemahan internal yang bisa disejajarkan untuk memformulasi strategi-strategi alternatif yang feasible.
18 2.2.3.1 Matriks SWOT
Menurut (David, 2011, pp. 178-181), matriks SWOT adalah matching tools penting yang membantu manajer-manajer mengembangkan empat tipe strategi: strategi SO (strengths-opportunities), strategi WO (weakness-opportunities), strategi ST (strengths-threats), strategi WT (weakness-threats). Mencocokkan faktor-faktor internal dan eksternal yang kunci adalah bagian tersulit dari mengembangkan matriks SWOT dan membutuhkan good judgement – dan tidak ada satu setelan yang terbaik. Strategi SO menggunakan kekuatan internal organisasi untuk mengambil keuntungan atas kesempatan eksternal. Semua manajer ingin organisasinya ada dalam posisi di mana kekuatan internalnya bisa digunakan untuk mengambil keuntungan atas tren-tren dan even-even eksternal. Organisasi-organisasi secara umum mengejar strategi-strategi WO, ST, atau WT untuk masuk ke dalam situasi di mana mereka bisa mengaplikasikan strategi SO. Ketika sebuah organisasi mempunyai kelemahan mayor, organisasi ini akan bekerja keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi kekuatan. Ketika organisasi menghadapi ancamanancaman mayor, mereka akan berusaha untuk menghindarinya dan berkonsentrasi pada kesempatan-kesempatan. Strategi WO membidik perbaikan pada kelemahan-kelemahan internal dengan mengambil keuntungan dari kesempatan-kesempatan eksternal. Kadang-kadang kesempatan-kesempatan eksternal yang kunci eksis, tetapi organisasi tersebut mempunyai
kelemahan-kelemahan
internal
yang
menghalanginya
untuk
memanfaatkan kesempatan-kesempatan tersebut. Sebagai contoh, mungkin ada permintaan tinggi untuk alat-alat elektronik untuk mengontrol jumlah dan timing dari fuel injection pada mesin-mesin mobil (kesempatan), tetapi manufaktur onderdil mobil tertentu mungkin kekurangan teknologi yang dibutuhkan untuk memproduksi alat-alat ini (kelemahan). Satu strategi WO yang mungkin adalah dengan memperoleh teknologi ini dengan membuat joint venture dengan sebuah perusahaan yang mempunyai kompetensi dalam area ini. Strategi WO alternatif adalah dengan mempekerjakan dan melatih orang-orang dengan kapabilitas teknis yang dibutuhkan.
19 Strategi ST menggunakan kekuatan-kekuatan organisasi untuk menghindari atau mereduksi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Ini bukan berarti bahwa organisasi yang kuat selalu bertemu dengan ancaman-ancaman di lingkungan eksternal secara langsung. Strategi WT adalah taktik-taktik defensif yang diarahkan untuk mereduksi kelemahan-kelemahan internal dan menghindari ancaman-ancaman eksternal. Organisasi dihadapkan pada banyak ancaman eksternal dan kelemahan internal mungkin dalam keadaan bahaya. Pada kenyataannya, organisasi seperti ini mungkin harus bertarung untuk kelangsungan hidupnya, merge, retrenchment, bangkrut, atau memilih likuidasi. Delapan langkah dalam membuat matriks SWOT: - Catat kesempatan-kesempatan eksternal kunci dari organisasi. - Catat ancaman-ancaman eksternal kunci dari organisasi. - Catat kekuatan-kekuatan internal dari organisasi. - Catat kelemahan-kelemahan internal kunci dari organisasi. - Cocokkan kekuatan-kekuatan internal dengan kesempatan-kesempatan eksternal, dan catat strategi-strategi yang dihasilkan. - Cocokkan kelemahan-kelemahan internal dengan kesempatan-kesempatan eksternal, dan catat strategi-strategi WO yang dihasilkan. - Cocokkan kekuatan-kekuatan internal dengan ancaman-ancaman eksternal, dan catat strategi-strategi ST yang dihasilkan. - Cocokkan kelemahan-kelemahan internal dengan ancaman-ancaman eksternal, dan catat strategi-strategi WT yang dihasilkan. Adalah penting untuk memasukkan notasi “S1, O2“ setelah setiap strategi dalam matriks SWOT. Notasi ini menyatakan dasar rasionil untuk setiap strategi alternatif. Strategi-strategi tidak lahir dari tiba-tiba. Tujuan dari setiap matching tool pada tahap kedua adalah untuk menghasilkan strategi-strategi alternatif yang feasible,
20 bukan untuk menentukan strategi-strategi mana yang terbaik. Tidak semua strategistrategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih untuk implementasi. Walaupun matriks SWOT digunakan secara umum dalam perencanaan strategis, analisis ini mempunyai beberapa batasan. Pertama, SWOT tidak menunjukkan bagaimana mencapai competitive advantage, jadi matriks ini bukanlah akhir dari segalanya. Matriks ini harus menjadi poin permulaan untuk mendiskusikan bagaimana strategi-strategi yang diusulkan bisa diimplementasikan dan juga mendiskusikan pertimbangan untung-rugi yang akhirnya bisa menggiring organisasi mencapai competitive advantage. Kedua, SWOT adalah penilaian statis. Matriks SWOT seperti mempelajari single frame dari gambar-gambar bergerak di mana kita bisa melihat karakter utamanya dan latar belakangnya namun tidak tahu mengenai alurnya. Ketika lingkungan, kapabilitas, ancaman, dan strategi berubah, dinamika dari kompetisi mungkin tidak dinyatakan dalam matriks. Ketiga, analisis SWOT mungkin menggiring organisasi untuk menekankan secara berlebihan pada satu faktor internal mau pun eksternal dalam memformulasikan strategi-strategi. Ada interrelationships antara faktor-faktor internal dan eksternal kunci yang SWOT tidak nyatakan yang mungkin adalah penting dalam membuat strategi. 2.2.3.2 Matriks BCG
Menurut (David, 2011, pp. 185-188), autonomous divisions (atau profit centers) dari sebuah organisasi membuat apa yang disebut sebagai business portfolio. Ketika divisi-divisi dari sebuah organisasi berkompetisi dalam industri-industri yang berbeda, strategi yang terpisah harus dikembangkan untuk setiap bisnis. Matriks Boston Consulting Group (BCG) dan matriks Internal-External (IE) didesain secara spesifik
untuk
mempertinggi
usaha-usaha
multidivisi
organisasi
untuk
memformulasikan strategi-strategi. Dalam Form 10K atau Annual Report, beberapa perusahaan tidak menyingkapkan informasi finansialnya berdasarkan segmen, jadi BCG portfolio analysis tidak mungkin bagi entiti eksternal.
21 Matriks BCG melukiskan perbedaan-perbedaan antar divisi-divisi dalam hal posisi pangsa pasar relatif dan tingkat pertumbuhan industri. Matriks BCG memungkinkan organisasi dengan banyak divisi untuk mengatur portfolio dari bisnisbisnisnya dengan memeriksa posisi pangsa pasar relatif dan tingkat pertumbuhan industri dari setiap divisi relatif dengan seluruh divisi dalam organisasi. Posisi pangsa pasar relatif didefinisikan sebagai rasio dari pangsa pasar (atau omset) dari sebuah divisi dalam industri tertentu terhadap pangsa pasar (atau omset) yang diperoleh rival terbesar dari organisasi tersebut dalam industri tersebut. Posisi pangsa pasar relatif ditunjukkan pada sumbu x dari matriks BCG. Titik tengah dari sumbu x biasanya ditetapkan pada .50, sesuai dengan divisi yang memiliki setengah dari pangsa pasar dari perusahaan pemimpin dalam industri. Sumbu y merepresentasikan tingkat pertumbuhan industri dalam omset, diukur dalam persentase. Persentase tingkat pertumbuhan pada sumbu y bisa berkisar dari -20 sampai +20 persen, dengan 0.0 menjadi titik tengah. Rata-rata peningkatan tahunan dalam omset untuk beberapa perusahaan-perusahaan pemimpin dalam industri bisa menjadi estimasi yang baik untuk nilai ini. Kisaran numerik pada sumbu x dan y ini sering kali digunakan, tetapi nilai-nilai numerik lainnya bisa ditetapkan untuk organisasi-organisasi tertentu, seperti -10 sampai +10 persen. Setiap lingkaran pada matriks BCG merepresentasikan divisi yang terpisah. Ukuran dari lingkaran berhubungan dengan proporsi dari omset perusahaan yang dihasilkan oleh business unit tersebut, dan pie slice mengindikasikan proporsi dari profit perusahaan yang dihasilkan oleh divisi tersebut. Divisi yang terletak dalam kuadran I dari matriks BCG disebut “Question Marks,” yang terletak dalam kuadran II disebut “Stars,” yang terletak dalam kuadran III disebut “Cash Cows,” dan yang terletak dalam kuadran IV disebut “Dogs.”
22
Gambar 2.3 Matriks BCG Sumber : (David, 2011, p. 186)
- Question Marks – Divisi-divisi dalam kuadran I memiliki posisi pangsa pasar relatif yang rendah, namun mereka berkompetisi dalam industri yang bertumbuh dalam tingkat yang tinggi. Umumnya kebutuhan-kebutuhan kas perusahaan-perusahaan ini tinggi dan penghasilan kasnya rendah. Bisnis-bisnis ini disebut Question Marks karena organisasi harus memutuskan apakah memperkuatnya dengan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk) atau menjualnya. - Stars – bisnis-bisnis kuadran II merepresentasikan kesempatan-kesempatan organisasi jangka panjang terbaik untuk pertumbuhan dan profitabilitas. Divisi-divisi dengan pangsa pasar relatif tinggi dan tingkat pertumbuhan industri yang tinggi harus menerima investasi yang substansial untuk memelihara atau memperkuat posisi-posisi dominannya. Forward integration, backward
integration,
dan
horizontal
integration;
penetrasi
pasar,
pengembangan pasar, pengembangan produk adalah strategi-strategi yang cocok untuk divisi-divisi ini untuk pertimbangkan.
23 - Cash Cows - Divisi-divisi yang terletak dalam kuadran III mempunyai pangsa pasar relatif yang tinggi tetapi berkompetisi dalam industri yang tingkat pertumbuhannya rendah. Disebut Cash Cows karena mereka menghasilkan kas dalam kelimpahan kebutuhannya akan kas. Banyak yang sekarang adalah Cash Cows dulunya adalah Stars. Divisi-divisi Cash Cow harus diatur untuk memelihara posisi kuatnya selama mungkin. Pengembangan produk atau diversifikasi mungkin adalah strategi-strategi yang menarik untuk Cash Cows yang kuat. Namun, jika divisi Cash Cows melemah, retrenchment atau divestiture bisa menjadi lebih cocok. - Dogs – divisi-divisi dalam kuadran IV memiliki posisi pangsa pasar relatif yang rendah dan berkompetisi dalam industri yang tingkat pertumbuhannya rendah atau tidak bertumbuh. Karena posisi internal dan eksternalnya yang lemah, bisnis-bisnis ini sering kali dilikuidasi, dilepaskan atau dipangkas melalui retrenchment. Ketika sebuah divisi menjadi Dog, retrenchment bisa menjadi strategi terbaik untuk dipakai karena banyak Dogs yang kembali setelah reduksi biaya menjadi divisi yang menguntungkan. Keuntungan utama dari matriks BCG adalah matriks ini memperhatikan arus kas, karakteristik-karakteristik investasi, dan kebutuhan-kebutuhan dari divisi-divisi organisasi yang bervariasi. Divisi-divisi dari banyak perusahaan-perusahaan berkembang seiring berjalannya waktu: Dogs menjadi Question Marks, Question Marks menjadi Stars, Stars menjadi Cash Cows, dan Cash Cows menjadi Dogs dalam arah sebalik arah jarum jam. Secara jarang Stars menjadi Question Marks, Question Marks menjadi Dogs, Dogs menjadi Cash Cows, dan Cash Cows menjadi Stars (searah jarum jam). Dalam beberapa organisasi, tidak ada gerakan siklis yang terlihat. Seiring berjalannya waktu, organisasi-organisasi harus berjuang untuk mencapai portofolio yang terdiri dari divisi-divisi yang Stars. Matriks BCG, seperti semua teknik-teknik analitis lainnya memiliki kelemahan-kelemahan. Sebagai contoh, melihat setiap bisnis sebagai Star, Cash Cow, Dog, atau pun Question Mark adalah sebuah oversimplification; banyak bisnis yang terletak di tengah matriks BCG dan dengan demikian tidak mudah untuk diklasifikasikan. Lebih lanjut, matriks BCG tidak merefleksikan apakah divisi-divisi atau industrinya bertumbuh seiring berjalannya waktu; matriks ini tidak mempunyai
24 kualitas tempo, tetapi matriks ini adalah sebuah snapshot dari sebuah organisasi pada waktu tertentu. Variabel-variabel lainnya selain posisi pangsa pasar relatif dan tingkat pertumbuhan industri dalam omset, seperti ukuran dari pasar dan competitive advantages, adalah penting dalam pembuatan keputusan-keputusan strategis untuk macam-macam divisi, namun matriks ini tidak mengakomodirnya. 2.2.3.3 Matriks IE
Menurut (David, 2011, p. 188), matriks Internal-External (IE) memposisikan divisi-divisi organisasi yang bervariasi dalam tampilan sembilan sel. Matriks IE mirip dengan matriks BCG dalam hal kedua alat ini meliputi plotting divisi-divisi organisasi dalam schematic diagram; inilah kenapa mereka disebut “portfolio matrices.” Juga, ukuran dari setiap lingkaran merepresentasikan persentase kontribusi omset dari setiap divisi, dan pie slices menyatakan persentase kontribusi profit dari setiap divisi dalam matriks BCG dan IE. Ada beberapa perbedaan penting antara matriks BCG dan matriks IE. Pertama, sumbu-sumbunya berbeda. Juga, matriks IE membutuhkan informasi lebih tentang divisi-divisi daripada matriks BCG. Lebih lanjut, implikasi-implikasi strategis dari setiap matriks berbeda. Untuk alasan-alasan ini, strategists dalam organisasiorganisasi yang multidivisi sering mengembangkan baik matriks BCG mau pun matriks IE dalam memformulasikan strategi-strategi alternatif. Praktek yang umum adalah mengembangkan matriks BCG dan matriks IE untuk sekarang dan mengembangkan matriks yang diproyeksikan untuk merefleksikan ekspektasi akan masa depan. Before-and-after analysis ini memperkirakan pengaruh yang diharapkan dari keputusan-keputusan strategis pada portofolio divisi-divisi dari sebuah organisasi.
25
Gambar 2.4 Matriks IE Sumber : (David, 2011, p. 189)
Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci: IFE total weigthed scores pada sumbu x dan EFE total weighted scores pada sumbu y. Total weighted scores yang diturunkan dari divisi-divisi memungkinkan pembuatan dari matriks IE pada corporate-level. Pada sumbu x matriks IE, IFE total weighted score yang berkisar antara 1.0 sampai 1.99 merepresentasikan posisi internal yang lemah; skor antara 2.0 sampai 2.99 dianggap rata-rata; dan skor antara 3.0 sampai 4.0 adalah kuat. Pada sumbu y, EFE total weighted score yang berkisar antara 1.0 sampai 1.99 dianggap rendah; skor antara 2.0 sampai 2.99 adalah medium, dan skor antara 3.0 sampai 4.0 adalah tinggi. Menurut (David, 2011, p. 189), matriks IE bisa dibagi ke dalam tiga bagian yang memiliki implikasi-implikasi strategi yang berbeda. Pertama, usulan untuk divisi-divisi dalam sel I, II, atau IV bisa dideskripsikan sebagai grow and build. Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif (backward integration, forward integration, dan horizontal integration) bisa menjadi yang paling cocok untuk divisi-divisi ini. Kedua, divisidivisi dalam sel III, V, VII bisa diatur dengan baik dengan strategi hold and maintain;
26 penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang umum digunakan untuk tipe divisi-divisi ini. Ketiga, usulan yang umum untuk divisi-divisi dalam sel VI, VIII, atau IX adalah harvest or divest. Organisasi-organisasi bisa mencapai portofolio bisnis-bisnis yang diposisikan dalam atau sekitar sel I dalam matriks IE. 2.2.3.4 Matriks Grand Strategy
Menurut (David, 2011, pp. 191-192), sebagai tambahan kepada matriks SWOT, matriks SPACE, matriks BCG, dan matriks IE, matriks Grand Strategy telah menjadi alat yang populer untuk memformulasikan strategi-strategi alternatif. Semua organisasi bisa diposisikan dalam satu dari empat kuadran strategi dari matriks Grand Strategy. Matriks Grand Strategy didasarkan pada dua dimensi evaluatif: posisi kompetitif dan pertumbuhan pasar (industri). Industri lainnya yang tingkat pertumbuhan omset per tahunnya melebihi lima persen bisa dianggap memiliki pertumbuhan yang cepat. Strategi-strategi yang cocok untuk sebuah organisasi sebagai pertimbangan diurutkan pada setiap kuadran dalam matriks. Organisasi-organisasi yang terletak dalam kuadran I dari matriks Grand Strategy ada dalam posisi strategis yang baik. Untuk organisasi-organisasi ini, konsentrasi pada pasar yang sekarang (penetrasi pasar dan pengembangan pasar) dan konsentrasi pada produk (pengembangan produk) adalah strategi yang cocok. Adalah tidak bijak bagi organisasi dalam kuadran I untuk bergeser khususnya dari competitive advantages yang sudah ditetapkan. Ketika organisasi kuadran I memiliki sumber daya yang berlebihan, maka backward integration, forward integration, atau pun horizontal integration mungkin adalah strategi-strategi yang efektif. Ketika organisasi kuadran I terlalu fokus pada sebuah produk, maka related diversification mungkin mereduksi resiko-resiko yang diasosiasikan dengan lini produk yang ramping. Organisasi-organisasi kuadran I mampu mengambil keuntungan eksternal dalam beberapa area. Mereka bisa mengambil resiko secara agresif ketika dibutuhkan.
27
Gambar 2.5 Matriks Grand Strategy Sumber : (David, 2011, p. 191)
Organisasi-organisasi yang diposisikan dalam kuadran II perlu mengevaluasi pendekatan mereka yang sekarang ke marketplace. Walaupun industri mereka sedang bertumbuh, mereka tidak mampu berkompetisi secara efektif, dan mereka perlu memutuskan mengapa pendekatan organisasi yang sekarang tidak efektif dan bagaimana organisasi bisa memperbaiki kemampuan berkompetisi ini. Karena organisasi-organisasi kuadran II ada dalam industri yang bertumbuh dengan cepat, strategi intensif (sebagai oposisi dari integratif atau diversifikasi) biasanya adalah pilihan pertama yang harus dipertimbangkan. Namun, jika sebuah organisasi kekurangan kompetensi atau competitive advantage tersendiri, maka horizontal integration adalah alternatif yang tepat. Sebagai jalan terakhir, divestiture atau likuidasi bisa dipertimbangkan. Divestiture bisa menyediakan dana-dana yang dibutuhkan untuk mengakuisisi bisnis-bisnis lain atau membeli kembali porsi saham yang bukan dimiliki organisasi. Organisasi-organisasi kuadran III berkompetisi dalam industri-industri yang tingkat pertumbuhannya rendah dan memiliki posisi-posisi kompetitif yang lemah.
28 Organisasi-organisasi ini harus membuat perubahan-perubahan drastis secara cepat untuk menghindari kemunduran yang lebih lanjut dan kemungkinan likuidasi. Extensive cost dan asset reduction (retrenchment) harus dikerjakan pertama kali. Strategi alternatif lainnya adalah dengan menggeser sumber daya dari bisnis-bisnis yang sekarang ke area-area yang berbeda (diversify). JIka semuanya gagal, pilihan terakhir bagi organisasi kuadran III adalah divestiture atau likuidasi. Organisasi-organisasi kuadran IV memiliki posisi kompetitif yang kuat namun ada dalam industri yang tingkat pertumbuhannya rendah. Organisasi-organisasi ini memiliki kekuatan untuk meluncurkan program-program yang terdiversifikasi ke dalam area-area yang menjanjikan pertumbuhan: organisasi-organisasi kuadran IV memiliki tingkat arus kas tinggi secara karakteristik dan kebutuhan pertumbuhan internal yang terbatas dan sering kali bisa memakai related diversification atau pun unrelated diversification secara sukses. Organisasi-organisasi kuadran IV juga bisa menerapkan joint venture. 2.2.4
Decision Stage
2.2.4.1 Matriks QSPM
Menurut (David, 2011, p. 192), selain mengurutkan strategi-strategi untuk mencapai daftar yang terprioritaskan, hanya ada satu teknik analitis dalam literatur yang didesain untuk menentukan ketertarikan relatif dari tindakan-tindakan alternatif yang feasible. Teknik tersebut adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM), yang termasuk dalam tahap ketiga dari framework analitis formulasi strategi. Teknik ini secara objektif mengindikasikan strategi alternatif mana yang terbaik. QSPM menggunakan input dari tahap pertama analisis dan mencocokkan hasil dari tahap kedua analisis dan memutuskan secara objektif antara strategistrategi alternatif. Matriks EFE, matriks IFE, dan matriks Competitive Profile yang membuat tahap pertama, digabungkan dengan matriks SWOT, matriks SPACE, matriks BCG, matriks IE, dan matriks Grand Strategy yang membuat tahap kedua, menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengerjakan QSPM. QSPM adalah sebuah alat yang memungkinkan strategists untuk mengevaluasi strategi-strategi alternatif secara objektif, berdasarkan pada critical success factors internal dan
29 eksternal yang diidentifikasikan sebelumnya. Seperti alat-alat analitis formulasi strategi lainnya, QSPM memerlukan good intuitive judgement.
Gambar 2.6 QSPM Sumber : (David, 2011, p. 193)
Kolom kiri dari QSPM terdiri dari faktor-faktor eksternal dan internal kunci (dari tahap pertama), dan baris atas terdiri dari strategi-strategi alternatif yang feasible (dari tahap kedua). Secara spesifik, kolom kiri dari QSPM terdiri dari informasi yang diperoleh secara langsung dari matriks EFE dan IFE. Dalam kolom yang berdekatan dengan critical success factors, bobot yang diterima oleh setiap faktor dalam matriks EFE dan IFE dicatat. Baris atas dari QSPM terdiri dari strategi-strategi alternatif yang diturunkan dari matriks SWOT, matriks SPACE, matriks BCG, matriks IE, dan matriks Grand Strategy. Biasanya matching tools ini menghasilkan alternatif yang mirip. Namun, tidak setiap strategi yang diusulkan oleh matching techniques harus dievaluasi dalam QSPM. Strategists harus menggunakan good intuitive judgement dalam memilih strategi-strategi untuk dimasukkan ke dalam QSPM. Menurut (David, 2011, p. 193), secara konsep, QSPM menentukan attractiveness dari strategi-strategi yang bervariasi berdasarkan pada tingkat di mana
30 critical success factors internal dan eksternal kunci ditingkatkan. Attractiveness yang relatif dari setiap strategi dalam satu kumpulan alternatif diperhitungkan dengan menentukan pengaruh kumulatif dari setiap critical success factor eksternal dan internal. Jumlah berapa pun dari strategi-strategi alternatif bisa dimasukkan dalam QSPM, dan jumlah berapa pun dari strategi-strategi bisa membuat satu setelan, namun hanya strategi-strategi dalam setelan yang ditentukan yang dievaluasi secara relatif satu sama lain. Sebagai contoh, satu setelan strategi-strategi mungkin meliputi diversifikasi, sementara setelan lain mungkin meliputi pengeluaran saham dan penjualan sebuah divisi untuk meningkatkan modal yang dibutuhkan. Dua setelah strategi ini berbeda sama sekali, dan QSPM mengevaluasi strategi-strategi hanya dalam setelan-setelan. Enam langkah yang dibutuhkan untuk mengembangkan QSPM menurut (David, 2011, pp. 193-195) adalah : 1. Buat sebuah catatan mengenai kesempatan atau ancaman eksternal dan kekuatan atau kelemahan eksternal pada kolom kiri dari QSPM. Informasi ini harus diambil secara langsung dari matriks EFE dan IFE. Minimal sepuluh faktor sukses kunci eksternal dan sepuluh faktor sukses kunci internal harus dimasukkan ke dalam QSPM. 2. Berikan bobot pada setiap faktor kunci internal dan eksternal. Bobot-bobot ini identik dengan bobot yang berada di matriks EFE dan IFE. Bobot-bobot ini ditampilkan dalam kolom lurus persis di sebelah kanan dari critical success factors internal dan eksternal. 3. Menguji matriks-matriks tahap kedua, dan mengidentifikasikan strategistrategi alternatif yang organisasi harus pertimbangkan untuk implementasi. Catat strategi-strategi ini pada baris atas dari QSPM. Kelompokkan strategistrategi ini ke dalam setelan yang mutually exclusive jika memungkinkan. 4. Tentukan Attractiveness Scores (AS) yang didefinisikan sebagai nilai-nilai numerik yang mengindikasikan attractiveness relatif dari setiap strategi dalam setelan alternatif yang diberikan. Attractiveness Scores (AS) ditentukan dengan menguji setiap faktor internal dan eksternal kunci satu per satu dan mempertanyakan pertanyaan “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan
31 strategi-strategi yang dibuat?” Jika jawaban terhadap pertanyaan ini adalah ya, maka strategi-strategi harus dibandingkan secara relatif kepada faktor kunci tersebut. Secara spesifik, Attractiveness Scores harus bisa ditempatkan pada setiap strategi untuk mengindikasikan attractiveness relatif dari satu strategi dibandingkan yang lain, mempertimbangkan faktor-faktor khusus. Kisaran untuk Attractiveness Scores adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = sangat menarik. Menarik artinya tingkat dari sebuah strategi, dibandingkan dengan strategi lain, memungkinkan organisasi untuk memanfaatkan kekuatan, memperbaiki kelemahan, memanfaatkan kesempatan, dan menghindari ancaman. Jika jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya itu adalah tidak, ini mengindikasikan bahwa faktor kunci tersebut tidak mempunyai pengaruh terhadap pilihan spesifik yang dibuat, dengan demikian jangan memberikan Attractiveness Scores kepada strategi-strategi dalam setelan tersebut. Gunakan strip untuk mengindikasikan bahwa faktor kunci tersebut tidak mempengaruhi pilihan yang dibuat. Jika satu strategi diberikan AS, maka strategi lain juga perlu diberikan AS. Jika satu strategi diberikan tanda strip, maka strategi lain pun diberikan tanda strip. 5. Hitung total Attractiveness Scores. Total Attractiveness Scores (TAS) didefinisikan sebagai hasil dari perkalian antara bobot (langkah kedua) dengan Attractiveness Scores (langkah keempat) pada setiap baris. Total Attractiveness Scores mengindikasikan attractiveness relatif dari setiap strategi alternatif, dengan mempertimbangkan hanya pengaruh dari critical success factor internal atau pun eksternal yang berdekatan. Semakin tinggi TAS, semakin menarik alternatif strategi (dengan hanya mempertimbangkan critical success factor yang berdekatan). 6. Hitung jumlah Total Attractiveness Scores. Tambahkan TAS dalam setiap kolom strategi dari QSPM. Sum Total Attractiveness Scores (STAS) menyatakan strategi mana yang paling menarik dalam setiap setelan alternatif. Skor-skor yang lebih tinggi mengindikasikan strategi-strategi yang lebih menarik, dengan mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal yang bisa mempengaruhi keputusan-keputusan strategis. Besarnya perbedaan antara STAS dalam satu setelan alternatif strategis mengindikasikan desireability relatif dari sebuah strategi dibandingkan yang lain.
32 Menurut (David, 2011, p. 196) satu fitur positif dari QSPM adalah setelansetelan strategi bisa diuji secara sekuensial atau secara serempak. Sebagai contoh, strategi-strategi pada corporate-level bisa dievaluasi pertama kali, diikuti oleh strategi-strategi pada tingkat divisi, dan kemudian pada tingkat fungsional. Tidak ada batas dari jumlah strategi yang bisa dievaluasi atau jumlah setelan strategi yang bisa diuji pada satu waktu menggunakan QSPM. Fitur positif lainnya dari QSPM adalah QSPM memerlukan strategists untuk mengintegrasikan faktor-faktor eksternal dan internal yang berhubungan ke dalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM mengecilkan kemungkinan bahwa faktorfaktor kunci akan diabaikan atau diberi bobot secara tidak pantas. QSPM mengarahkan perhatian ke relasi-relasi penting yang mempengaruhi keputusankeputusan strategi. Walaupun mengembangkan QSPM membutuhkan sejumlah keputusankeputusan subjektif, membuat keputusan-keputusan kecil selama perjalanan meningkatkan kemungkinan bahwa keputusan-keputusan strategis terakhir akan menjadi yang terbaik bagi organisasi. QSPM bisa diadaptasikan untuk digunakan oleh organisasi kecil dan besar yang berorientasi profit atau pun tidak. QSPM bisa secara
khusus
meningkatkan
pilihan
strategis
dalam
organisasi-organisasi
multinasional karena banyak faktor dan strategi bisa dipertimbangkan dalam satu waktu. Ini juga diaplikasikan secara sukses oleh sejumlah bisnis-bisnis kecil. QSPM bukanlah tanpa kelemahan. Pertama, QSPM selalu membutuhkan intuitive judgements dan educated assumptions. Peringkat dan attractiveness scores membutuhkan judgemental decisions, walaupun harus didasarkan pada informasi objektif. Diskusi antara strategists, manajer-manajer, dan karyawan-karyawan selama proses formulasi strategi, termasuk pengembangan QSPM, bersifat konstruktif
dan
memperbaiki
keputusan-keputusan
strategis.
Diskusi
yang
membangun selama analisis dan pemilihan strategi mungkin meningkat karena perbedaan akan interpretasi informasi dan variasi opini-opini. Kelemahan lainnya dari QSPM adalah QSPM bisa menjadi bagus sesuai dengan informasi prasyaratnya dan matching analyses-nya yang dari ini QSPM didasarkan.
33 2.3
Penelitian Bisnis
Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 5) penelitian bisnis adalah aplikasi dari metode ilmiah dalam mencari kebenaran dari sebuah fenomena bisnis. Aktivitas-aktivitas ini meliputi mendefinisikan peluang-peluang dan masalahmasalah bisnis, menghasilkan dan mengevaluasi jalan dari tindakan, dan memonitor karyawan dan performa organisasi. Proses ini meliputi pengembangan ide dan teori, definisi maslaah, pencarian dan pengumpulan informasi, analisis data, dan mengkomunikasikan hasilnya dan implikasinya. Penelitian bisnis adalah satu alat yang esensial untuk manajemen dalam hampir
aktivitas-aktivitas
problem-solving
dan
decision-making.
Dengan
menyediakan informasi yang diperlukan yang darinya bisa didasarkan pengambilan keputusan, penelitian bisa menurunkan resiko pembuatan keputusan yang salah dalam setiap area. Definisi ini dibatasi oleh definisi bisnis. Tentunya, penelitian mengenai produksi, finansial, pemasaran, dan manajemen dalam perusahaan-perusahaan berorientasi laba adalah penelitian bisnis. Namun, penelitian bisnis juga termasuk di dalamnya adalah usaha-usaha yang membantu organisasi-organisasi nirlaba (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 6). Satu cara yang berguna untuk mendeskripsikan penelitian adalah berdasarkan pada
kekhususan
tujuannya.
Applied
business
research
dilakukan
untuk
mengalamatkan sebuah keputusan bisnis spesifik untuk sebuah perusahaan atau organisasi yang spesifik. Basic business research dilakukan tanpa keputusan spesifik dalam pemikiran, dan ini biasanya tidak mengalamatkan kebutuhan dari sebuah organisasi yang spesifik. Basic business research berusaha untuk mengembangkan batasan-batasan dari knowledge secara umum, dan tidak diarahkan untuk menyelesaikan masalah pragmatis secara khusus. Basic research bisa digunakan untuk menguji validitas dari sebuah teori umum bisnis (teori yang berlaku untuk semua bisnis) atau untuk mempelajari lagi tentang sebuah fenomena bisnis.
34 Perbedaan antara basic dan applied berguna dalam mendeskripsikan penelitian, namun ada beberapa aspek-aspek dari penelitian yang berlaku hanya pada basic atau pun applied research. Istilah business research digunakan secara umum untuk mengacu ke kedua tipe penelitian ini (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 7). 2.3.1
Tahap-Tahap Penelitian Bisnis
Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 63) penelitian bisnis meliputi urutan dari aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan. Tahap-tahap dari proses penelitian saling tumpang tindih secara terus-menerus, dan adalah sebuah penggampangan jika dikatakan bahwa setiap proyek penelitian memiliki aktivitasaktivitas yang berurutan sama persis. Namun, penelitian bisnis sering kali mengikuti pola yang umum. Ada enam tahap penelitian bisnis: •
Mendefinisikan tujuan-tujuan bisnis Research objectives adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai dengan melakukan riset. Istilah deliverables lebih sering digunakan untuk mendeskripsikan tujuan-tujuan kepada research client. Asal-usul dari research objectives terletak pada jenis keputusan yang dihadapi oleh situasi. Tujuan-tujuan mungkin meliputi mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan untuk masuk ke dalam pasar yang baru. Secara alternatif mungkin meliputi pengujian pengaruh dari perubahan kebijakan pada kepuasan pekerjaan. Tipetipe berbeda dari objectives mengarahkan kepada tipe-tipe yang berbeda dari desain penelitian. Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, pp. 63-64) dalam applied business research, objectives tidak bisa ditentukan sampai ada pengertian yang jelas akan keputusan manajerial yang ingin dibuat. Pengertian ini harus dibagikan antara pembuat keputusan yang sebenarnya dan peneliti pemimpin. Kita sering mendeskripsikan pengertian ini sebagai pernyataan masalah. Dalam penggunaan yang umum, kata masalah memberi kesan bahwa sesuatu telah berjalan secara salah. Kasusnya tidak selalu seperti ini ketika penelitian dimulai. Sebenarnya, tujuan penelitian mungkin hanya untuk mengklarifikasi sebuah
situasi,
mendefinisikan
kesempatan,
atau
memonitor
dan
35 mengevaluasi operasi-operasi bisnis yang sekarang. Tujuan-tujuan penelitian tidak bisa dikembangkan sampai manajer-manajer dan peneliti telah setuju pada masalah bisnis yang sebenarnya yang akan dijawab oleh penelitian. Dengan demikian, mereka harus menemukan masalah ini melalui wawancarawawancara dan melalui dokumen yang disebut proposal penelitian. Perlu dicatat bahwa proses ini berorientasi lebih kepada penemuan daripada konfirmasi atau justifikasi. Manajer dan peneliti mungkin tidak memiliki pengertian yang jelas akan situasi pada permulaan proses penelitian. Manajermanajer mungkin hanya mampur mendata gejala-gejala yang bisa mengindikasikan sebuah masalah. Sebagai contoh, employee turnover meningkat, tetapi manajemen mungkin tidak tahu natur dari masalah ini. Dengan demikian, pernyataan masalah sering dibuat hanya dalam istilahistilah umum; apa yang harus diinvestigasi tidak secara spesifik diidentifikasi. Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 64)dalam penelitian bisnis, peribahasa “masalah yang didefinisikan secara baik adalah masalah yang sebagian telah dipecahkan” patut diingat. Albert Einstein juga pernah mengatakan “Formulasi dari sebuah masalah sering kali lebih esensial daripada solusinya.” Frase-frase ini menekankan bahwa definisi dari masalah penelitian menyediakan arah dari investigasi. Perhatian yang hati-hati kepada definisi masalah memperbolehkan peneliti untuk menetapkan research objectives yang pantas. Ketika tujuan dari penelitian jelas, peluang-peluang untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan diperlukan, bukannya mengumpulkan informasi surplus, akan lebih besar. Manajer-manajer sering kali lebih prihatin dengan penemuan jawaban yang benar daripada menanyakan pertanyaan yang tepat. Mereka juga mengingini satu solusi secara cepat, daripada menghabiskan waktu mempertimbangkan banyak solusi yang mungkin. Bagaimana pun, mendefinisikan sebuah masalah secara pantas bisa lebih sulit daripada memecahkannya. Dalam penelitian bisnis, jika data dikumpulkan sebelum natur dari masalah secara hati-hati dipikirkan, data ini mungkin tidak menghasilkan informasi yang berguna.
36 Dengan demikian, mendefinisikan situasi harus mendahului research objectives. Peneliti tidak akan diikutsertakan sampai tim manajemen telah menemukan bahwa informasi tertentu tentang sebuah aspek partikular dari bisnis diperlukan. Bahkan pada poin ini natur pasti dari sebuah situasi mungkin didefinisikan secara tidak baik. Ketika sebuah area masalah ditemukan, peneliti dan manajemen bersama-sama bisa memulai proses mendefinisikannya secara tepat. Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 64) sering kali penelitian dilakukan tanpa definisi yang jelas dari tujuan-tujuannya. Peneliti lupa bahwa tempat terbaik untuk melakukan proyek penelitian adalah akhirnya. Dengan kata lain, mengetahui apa yang harus dicapai menentukan proses penelitian. Eror atau kelalaian dalam menspesifikasikan tujuan-tujuan kemungkinan besar menjadi kesalahan yang mahal yang tidak bisa dikoreksi dalam tahaptahap berikutnya dari proses penelitian. Exploratory research bisa digunakan untuk menolong mengidentifikasi dan mengklarifikasi keputusan-keputusan yang perlu untuk dibuat. Aktivitasaktivitas penelitian pendahuluan ini bisa merampingkan ruang lingkup dari topik penelitian dan membantu mentransformasi masalah-masalah ambigu ke dalam masalah-masalah yang didefinisikan dengan baik yang bisa menghasilkan tujuan-tujuan penelitian yang spesifik. Dengan menginvestigasi studi-studi yang tersedia pada subjek, berbicara dengan individu-individu yang mengetahui banyak hal, dan secara informal menginvestigasi situasi, peneliti bisa secara progresif menajamkan fokus dari penelitian. Setelah eksplorasi seperti itu, peneliti bisa mengetahui secara pasti data mana yang harus dikumpulkan selama tahap-tahap formal dari proyek dan bagiamana melakukan proyek tersebut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 66). Setelah mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, dengan atau tanpa exploratory research, periset harus secara formal menyatakan tujuan-tujuan riset. Pernyataan ini menggambarkan tipe riset yang dibutuhkan dan kecerdasan apa yang mungkin dihasilkan yang mungkin memperbolehkan pengambil keputusan untuk membuat informed choices. Pernyataan dari
37 tujuan-tujuan riset memuncaki proses mengklarifikasi keputusan manajerial ke dalam sesuatu yang dapat dilakukan. Pernyataan keputusan yang ditulis mengekspresikan situasi bisnis kepada periset dan meyakinkan bahwa manajer-manajer dan peneliti-peneliti ada dalam pembicaraan masalah yang sama. Tujuan-tujuan penelitian mencoba untuk secara langsung mengalamatkan pernyataan keputusan. Tujuan-tujuan penelitian merepresentasikan sebuah kontrak yang mengikat peneliti untuk menghasilkan penelitian yang diperlukan. Inilah kenapa tujuan-tujuan ini diekspresikan sebagai deliverables dalam applied business research. Tujuantujuan riset menyetir sisa dari proses riset. Kenyataannya, sebelum melanjutkan, peneliti dan manajer-manajer harus setuju bahwa tujuantujuannya pas dan akan menghasilkan informasi yang relevan. •
Merencanakan desain penelitian Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, pp. 66-67) research design adalah master plan yang menspesifikasikan metode-mtode dan prosedurprosedur untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang dibutuhkan. Research design menyediakan framework atau plan of action untuk sebuah riset. Tujuan-tujuan dari studi yang ditentukan selama tahap-tahap awal dari sebuah riset dimasukkan ke dalam desain untuk memastikan bahwa informasi yang dikumpulkan pantas untuk memecahkan masalah. Seorang peneliti juga harus menentukan sumber-sumber dari informasi, teknik mendesain, metodologi sampling, dan jadwal dan biaya dari sebuah riset. Tujuan dari studi, sumber data yang tersedia, urgensi dari keputusan, dan biaya memperoleh data akan menentukan metode mana yang harus dipilih. Aspek manajerial dari memilih desain riset akan dipertimbangkan nanti. Dalam riset bisnis, metode yang paling umum untuk menghasilkan data primer adalah survei. Survei adalah teknik riset di mana sampel diwawancara dalam bentuk tertentu atau perilaku dari responden-responden diamati dan dideskripsikan dalam cara-cara tertentu. Tugas menulis daftar pertanyaan dan mendesain format dari kuesioer yang dicetak atau ditulis adalah aspek esensial dari pengembangan desain riset survey.
38 Research investigators mungkin memilih untuk menghubungi respondenresponden menggunakan telepon atau surat, menggunakan internet, atau secara pribadi. Setiap metode-metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahannya sendiri. Tugas periset adalah menemukan cara yang paling cocok untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam situasi tertentu. Tujuan dari banyak proyek-proyek riset adalah untuk mencatat apa yang bisa diamati. Ini bisa dicatat secara mekanik oleh mesin atau pun diobservasi oleh manusia. Keuntungan dari teknik observasi adalah teknik ini mencatat perilaku tanpa menyandarkan diri pada laporan-laporan dari respondenresponden. Data-data observasional sering kali dikumpulkan secara pasif tanpa partisipasi langsung dari responden. Observasi lebih kompleks daripada hanya menghitung, dan tugas ini lebih sulit daripada yang bisa dibayangkan peneliti belum berpengalaman. Observasi mengeleminasi potensi bias dari interaksi pewawancara, beberapa hal yang penting seperti sikap, pendapat, motivasi, dan state of mind yang tidak dapat diraba, tidak bisa diamati. Argumen yang sering didengar adalah tidak ada satu desain penelitian yang terbaik. Peneliti biasanya mempunyai beberapa alternatif yang bisa menyelesaikan tujuan-tujuan penelitian yang dinyatakan. Pertimbangkan penelitian yang harus meramalkan penjualan untuk tahun yang akan datang. Beberapa metode ramalan yang secara umum digunakan adalah mensurvei opini eksekutif, mengumpulkan opini-opini komposit dari sales force, mensurvei ekspektasi-ekspektasi pengguna, memproyeksi tren-tren, dan menganalisis faktor-faktor lingkungan. Kemampuan untuk memilih desain penelitian yang cocok berkembang dengan pengalaman. Periset-periset tidak berpengalaman sering kali lompat kepada konklusi bahwa metodologi survei biasanya adalah desain terbaik karena mereka sangat nyaman dengan metode ini. •
Merencanakan sampling Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, pp. 68-69) walaupun rencana sampling diuraikan dalam desain penelitian, tahap sampling adalah tahap yang berbeda dari proses penelitian. Sampling meliputi prosedur apa
39 pun yang menarik konklusi-konklusi berdasarkan pengukuran-pengukuran dari porsi dari populasi. Dengan kata lain, sampel adalah subset dari populasi yang lebih besar. Jika prosedur-prosedur statistikal diikuti, periset tidak perlu memilih setiap benda dalam sebuah populasi karena hasil-hasil dari sampel yang baik seharusnya memiliki karakteristik-karakteristik sebagai populasi sebagai keseluruhan. Tentu saja, ketika eror terjadi, sampel tidak memberikan estimasi-estimasi akan populasi yang dapat diandalkan. Pertanyaan sampling pertama adalah siapa yang disampelkan. Jawaban kepada pertanyaan primer ini membuthkan identifikasi akan populasi target. Siapa yang kita mau sampel ini representasikan? Mendefinisikan populasi ini dan
menentukan
unit-unit
sampling
ini
mungkin
tidak
mudah.
Menspesifikasikan populasi target adalah aspek krusial dari perencanaan sampling. Isu sampling berikutnya menyangkut ukuran sampel. Seberapa besar sampel itu seharusnya? Walaupun manajemen mungkin berharap untuk menguji setiap pembeli potensial dari produk atau jasa, mengujinya seperti itu mungkin tidak perlu dan juga tidak realistis. Dengan asumsi hal-hal yang lain adalah sama, sampel yang lebih besar lebih tepat daripada sampel yang lebih kecil. Bagaimana pun, probabibility sampling yang pas bisa menyediakan proporsi kecil dari total populasi untuk memberikan ukuran yang dapat diandalkan dari keseluruhan. Keputusan sampling yang terakhir adalah bagaimana memilih unit-unit sampling. Sampling acak yang sederhana mungkin tipe terbaik yang diketahui, yang di dalamnya setiap unit dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Bagaimana pun juga, ini hanya satu tipe dari sampling. Sebagai contoh, jika anggota-anggota dari populasi ditemukan dalam cluster geografis yang dekat, prosedur sampling cluster (satu yang memilih area cluster daripada unit-unit individu dalam sebuah populasi) akan mereduksi biaya. Daripada memilih seribu individu di Amerika Serikat, adalah lebih ekonomis jika memilih dua puluh lima negara dan menyampel dalam negara-negara tersebut. Ini akan secara substansial mereduksi biaya perjalanan, perekrutan, dan pelatihan. Dalam menentukan rencana sampling yang cocok, peneliti
40 akan harus memilih prosedur sampling yang paling cocok untuk menemukan tujuan-tujuan studi yang sudah ditetapkan. •
Mengumpulkan data Tahap pengumpulan data mulai langsung setelah rencana sampling telah diformulasikan. Pengumpulan data adalah proses pengumpulan informasi. Data mungkin dikumpulkan oleh pengamat manusia atau pewawancara, atau data mungkin direkam oleh mesin-mesin seperti dalam kasus scanner data dan web-based surveys. Tentu saja, banyak teknik-teknik riset meliputi banyak metode-metode pengumpulan data. Survei-survei membutuhkan partisipasi langsung dari responden-responden riset. Ini mungkin meliputi mengisi kuesioner atau berinteraksi dengan pewawancara. Dalam artian ini, mereka obstrusive. Unobstrusive methods untuk pengumpulan data adalah metode-metode yang di dalamnya subjek-subjek tidak perlu diganggu untuk pengumpulan data. Mereka bahkan tidak sadar sama sekali bahwa riset sedang dijalankan. Sebagai contoh, penghitungan simpel dari pengendara sepeda motor berkendara melewati suatu lokasi adalah satu jenis metode pengumpulan data. Bagaimana pun data dikumpulkan, adalah penting untuk meminimalisir kesalahan dalam prosesnya. Sebagai contoh, pengumpulan data harus konsisten dalam seluruh area-area geografis. Jika seorang pewawancara bertanya secara salah atau mencatat pernyataan-pernyataan responden secara tidak akurat (tidak kata per kata), kesalahan pengumpulan data secara mayor akan terjadi.
•
Menganalisis data Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 70) setelah fieldwork telah diselesaikan, data harus dikonversi ke dalam format yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan manajer. Ini adalah bagian dari pemrosesan data dan tahap analisis. Di sini, konten informasi akan didapat dari data mentah. Pemrosesan data secara umum dimulai dengan editing dan coding data. Editing meliputi memeriksa formulir pengumpulan data akan kelalaian, kemudahan untuk dibaca, dan konsistensi dalam klasifikasi. Proses editing
41 mengkoreksi masalah-masalah seperti kesalahan pewawancara (jawaban yang direkam pada porsi kuesioner yang salah, sebagai contoh) sebelum data dikirimkan ke komputer. Sebelum data bisa ditabulasi, kategori-kategori berarti dan simbol-simbol karakter harus ditetapkan untuk grup dari respons-respons. Aturan-aturan untuk menginterpretasi, mengkategorisasi, merekam, dan mentransfer data ke media penyimpanan data disebut codes. Proses coding ini memfasilitasi komputer atau tabulasi secara manual. Jika analisis komputer yang digunakan, data dimasukkan ke dalam komputer dan diverifikasi. Wawancara yang dibantu oleh komputer (online) adalah satu contoh dari pengaruh perubahan teknologi pada proses riset. Pewawancara telepon, duduk di terminal komputer, membaca pertanyaan-pertanyaan survei yang ditampilkan pada monitor. Pewawancara menanyakan pertanyaan-pertanyaan dan mengisi jawaban-jawaban
responden.
Dengan
demikian,
jawaban-jawaban
dikumpulkan dan diproses ke dalam komputer pada waktu yang sama, mengeleminasi langkah-langkah sebelumnya yang bisa menimbulkan eror. Analisis data adalah aplikasi dari reasoning untuk mengerti data yang telah dikumpulkan. Dalam bentuknya yang paling simpel, analisis mungkin meliputi penentuan pola-pola konsisten dan perangkuman dari detail-detail yang relevan yang dinyatakan dalam investigasi. Teknik analitis yang pas untuk analisis data akan ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan informasi dari manajemen, karakteristik-karakteristik dari desain penelitian, dan natur dari data yang dikumpulkan. Analisis statistik mungkin berkisar dari memotret distribusi frekuensi yang simpel sampai kepada pendekatan-pendekatan multivariate yang kompleks, seperti multiple regression. •
Memformulasikan konklusi-konklusi dan mempersiapkan laporan Menurut (Zikmund, Babin, Carr, & Mitch, 2009, p. 70) satu dari pekerjaanpekerjaan yang penting yang periset lakukan adalah mengkomunikasikan hasil-hasil riset. Ini adalah tahap terakhir dari proyek riset, tapi ini bukannya yang paling tidak penting. Tahap penarikan konklusi-konklusi dan persiapan laporan terdiri dari menginterpretasi hasil-hasil penelitian, mendeskripsikan implikasi-implikasinya, dan menarik konklusi-konklusi yang cocok pas untuk
42 keputusan-keputusan manajerial. Konklusi-konklusi ini harus memenuhi deliverables yang dijanjikan dalam proposal riset. Sebagai tambahan, adalah penting bahwa periset mempertimbangkan kemampuan-kemampuan yang bervariasi dari orang-orang untuk mengerti hasil-hasil penelitian. Laporan tidak seharusnya ditulis dalam cara yang sama kepada grup Ph. D. jika ingin diberikan kepada manajer-manajer lini. Banyak laporan-laporan applied business research secara berlebihan merumitkan pernyataan-pernyataan dari aspek-aspek teknis dan metodemetode riset yang canggih. Manajemen sering kali tidak tertarik dengan pelaporan detail dari desain penelitian dan penemuan-penemuan statistik, tetapi berharap hanya sebuah rangkuman dari penemuan-penemuan. Jika penemuan-penemuan dari penelitian tetap tidak dibaca oleh manajer, studi akan menjadi tidak berguna. Kepentingan dari komunikasi yang efektif tidak bisa lebih ditekankan lagi. 2.3.2
Teknik Pengambilan Sampel
Dalam pengambilan sampel, penulis menggunakan metode pengambilan sampel menggunakan rumus slovin. Rumus slovin (Statistics How To, 2014) untuk menentukan ukuran sampel minimal (n) jika diketahui ukuran populasi (N) pada taraf signifikansi α adalah :
2.4
Analisis dan Desain Sistem
Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 5), analisis sistem terdiri dari aktivitas-aktivitas
yang
memungkinkan
seseorang
untuk
mengerti
dan
menspesifikasikan apa yang harus sistem baru kerjakan. Analisis sistem lebih dari pernyataan singkat dari masalah. Contoh: customer management system harus mendata customers, menambahkan produk, memonitor garansi, dan mendata service
43 levels. Analisis sistem mendeskripsikan secara detail apa yang sistem harus lakukan untuk memenuhi kebutuhan atau untuk memecahkan masalah. Desain sistem terdiri dari aktivitas-aktivitas yang memungkinkan seseorang untuk mendeskripsikan secara detail sistem yang memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain, desain sistem menggambarkan bagaimana sistem akan bekerja. Desain akan menspesifikasikan secara detail semua komponen-komponen dari sistem dan bagaimana komponenkomponen ini bekerja sama untuk menyediakan solusi yang diinginkan. 2.4.1
Analisis Sistem
Analisis berorientasi objek menekankan pembuatan model-model dunia nyata, menggunakan cara pandang berorientasi objek kepada lingkungan. Analisis berorientasi objek adalah metode analisis yang memeriksa kebutuhan-kebutuhan dari perspektif akan kelas dan objek yang ditemukan dalam problem domain (Booch, et al., 2007, p. 42). Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 160)Selama aktivitas analisis dibuat dokumen dan model. Untuk analisis yang berorientasi objek, yang digunakan adalah event table dan model pengembangan lain, seperti class diagram, use case diagram, use case description, activity diagram, system sequence diagram, dan state machine diagram. Dalam model analisis tradisional digunakan event table, data flow diagrams dan entity-relationship diagram. Terlepas dari pendekatannya, input kepada aktivitas desain terdiri dari dokumen-dokumen dan model-model yang dibuat saat aktivitas-aktivitas yang mendahuluinya (analisis). Selama analisis, analyst juga membuat model untuk merepresentasikan dunia nyata dan untuk mengerti proses-proses bisnis yang diinginkan dan informasi yang digunakan dalam proses-proses tersebut. Pada dasarnya, analisis termasuk di dalamnya decomposition dari masalah dengan kebutuhan informasi yang rumit ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil dan lebih dimengerti. Analyst kemudian mengorganisasi, menstrukturisasi, dan mendokumentasikan problem domain knowledge dengan membuat model-model kebutuhan. Analisis dan modeling membutuhkan keterlibatan pengguna yang substansial untuk menjelaskan kebutuhan-
44 kebutuhan dan memverifikasi bahwa model-modelnya akurat (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 159),. 2.4.2
Desain Sistem
Desain berorientasi objek adalah metode desain mencakup proses decomposition berorientasi objek dan notasi yang menggambarkan baik logical dan physical model, sekaligus juga static dan dynamic model dari sistem yang didesain (Booch, et al., 2007, p. 42). Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 160), Desain juga adalah aktivitas pembuatan model. Analyst mengkonversi informasi yang dikumpulkan selama analisis ke dalam model yang merepresentasikan sistem yang menjadi solusi. Desain lebih berorientasi kepada isu-isu teknis dan dengan demikian membutuhkan keterlibatan pengguna yang lebih sedikit dan lebih melibatkan orang-orang profesional dalam bidang sistem. Yang termasuk di dalam desain adalah mendeskripsikan, mengorganisir, menstrukturisasi solusi sistem. Hasil dari aktivitas desain ini adalah sekumpulan diagram dan dokumen yang mencapai tujuan ini. Formalitas dari sebuah proyek juga mempengaruhi desain. Proyek-proyek formal biasanya membutuhkan dokumen-dokumen desain yang dikembangkan dengan baik, yang sering kali ditinjau ulang dalam rapat-rapat formal. Pengembangpengembang pada proyek-proyek informal sering membuat desain-desain mereka dengan notepad dan pensil lalu membuang desain tersebut ketika program itu sudah mulai dibuat (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 160). Design activities menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 162) : • Design the environment • Design application architecture and software • Design system interfaces • Design the database • Design system controls and security
45 Design environment adalah semua teknologi yang dibutuhkan untuk mendukung software application yang sedang dikembangkan. Setiap software application harus dieksekusi dalam technology environment. Environment ini memasukkan computer dan hardware lainnya yang dibutuhkan untuk deployment dari aplikasi dan juga untuk server computer, desktop computer, mobile computer, firewall, router and cabling, fiber optics, dan wireless access points (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 163),.
Gambar 2.7 Design Activity and Key Question Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 162)
Dalam merancang arsitektur dari sebuah aplikasi, keputusan-keputusan tentang struktur dan konfigurasi dari sistem yang baru ini dan desain dari software ini juga dimasukkan. Satu dari langkah-langkah dalam proses desain ini adalah menyekat software ke dalam subsystems. Keputusan-keputusan juga dibuat tentang infrastruktur database dan tentang multilayer design di mana user interface dipisahkan dari business logic dan database processing. Arsitektur teknologi akan menentukan banyak keputusan-keputusan desain ini. Subsystems mungkin diletakkan pada server computer yang berbeda berdasarkan kepentingan, response time requirements, atau isu privasi dan keamanan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 164).
46 Untuk pengguna dari sebuah sistem, user interface adalah sistem itu sendiri. Mendesain user interface bisa dikatakan sebagai sebuah aktivitas analisis dan desain. Aktivitas ini memiliki elemen analisis yang di dalamnya pengembang-pengembang (programmers) harus mengerti kebutuhan-kebutuhan pengguna dan bagaimana pengguna melaksanakan pekerjaannya. User interface tidak hanya harus membawa informasi yang benar, tetapi user interface juga efisien secara ergonomis dan menarik secara estetis. Desain user interface juga adalah aktivitas desain yang di dalamnya membutuhkan kreativitas dan kecocokan pada kebutuhan-kebutuhan teknologi yang teliti. Banyak tipe model dan alat yang digunakan untuk melakukan desain user interface, termasuk di dalamnya adalah mock-ups, storyboards, graphical layouts, dan prototyping dengan screen-modeling tools. Satu dari kesulitan-kesulitan primer dari mendesain user interface pada masa sekarang adalah disparitas antara desktop screens dan smartphone displays sering mengharuskan multiple user interfaces untuk aplikasi yang sama. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 168), sedikit, jika ada, sistem yang berdiri dalam vacuum pada computing environment masa kini. Sistem informasi yang baru akan mempengaruhi dan mengutilisasi banyak sistem informasi. Kadang, satu sistem menyediakan informasi yang nantinya digunakan oleh system yang lain, dan kadang, sistem-sistem bertukar informasi secara kontinu selama sistem-sistem ini berjalan. Komponen yang memungkinkan sistem-sistem untuk berbagi informasi ini disebut system interface, dan setiap system interface perlu didesain secara detail. Bentuk dari interfaces ini akan bervariasi. Dalam beberapa kasus, sebuah file dikirim dari satu sistem ke sistem yang lain. Dalam kasus-kasus lain, pertukaran data realtime diperlukan, dan transaksi-transaksi langsung ditransfer antara sistem-sistem. Dalam kasus-kasus lain, satu sistem membutuhkan sebuah jasa dari sistem yang lain, dan sebuah fungsi (function) dipanggil melalui application program interface. Format dari interchange juga bervariasi, mulai dari format binari hingga format enkripsi atau pun format berbasis teks. Sejak permulaan dari desain sistem, analyst harus memastikan bahwa seluruh sistem bekerja bersamaan secara baik. Dalam beberapa kasus, sistem yang baru ini perlu bertukar data dengan sistem yang berada di luar organisasi-sebagai contoh, yang berada di situs pemasok atau pun rumah pelanggan.
Organisasi-organisasi
melewati batas-batas organisasional.
menghubungkan
sistem-sistem
bersamaan
47 Bagian integral dari setiap sistem informasi komputer adalah informasi itu sendiri, dengan database yang mendasarinya. Model data (domain model) dibuat ketika awal analisis sistem dan kemudian digunakan untuk membuat model implementasi dari database. Biasanya, keputusan pertamanya adalah menentukan struktur database. Kadang, database adalah kumpulan dari file komputer tradisional. Lebih sering lagi adalah relational database yang terdiri dari lusinan atau ratusan tabel. Kadang, file dan relational database digunakan dalam sistem yang sama. Keputusan lainnya yang perlu dibuat adalah apakah database disentralisasi atau didistribusi. Properti internal dari database juga harus didesain. Analyst perlu mempertimbangkan banyak isu-isu teknis ketika mendesain database. Banyak kebutuhan-kebutuhan teknikal didefinisikan selama analisis sistem berhubungan dengan kebutuhan performa database (seperti response time). Banyak dari pekerjaan desain mungkin menyangkut menyetel performa untuk memastikan sistem bekerja dengan cukup cepat. Isu keamanan dan enkripsi, yang adalah aspek-aspek penting dari information integrity, harus dibahas dan didesain ke dalam solusi. Aktivitas desain terakhir adalah memastikan bahwa sistem mempunyai usaha perlindungan yang cukup untuk melindungi aset organisasi – usaha perlindungan mengacu pada system control. Aktivitas ini tidak didaftarkan terakhir bukan karena ini adalah yang paling tidak penting. Kebalikannya, khususnya pada budaya masa kini, di mana orang luar bisa menyebabkan kerusakan berat pada sistem dan datanya, mendesain system control adalah aktivitas krusial. Desain dari keamanan dan system control harus dimasukkan dalam aktivitas-aktivitas desain lainnya: user interface, system interface, application architecture, database, network design. User-interface control memastikan bahwa sistem-sistem lain tidak menyebabkan kerusakan pada sistem ini. Application control memastikan bahwa transaksi dicatat secara tepat dan pekerjaan lain dilakukan oleh sistem dikerjakan dengan benar. Database control memastikan bahwa data diproteksi dari akses yang tidak terotorisasi dan dari kehilangan kebetulan yang dikarenakan software atau hardware failure. Network control memastikan bahwa komunikasi melalui jaringan diproteksi. Semua kontrol ini perlu didesain ke dalam sistem berbasiskan teknologi yang sekarang. Spesialis sering sekali dibawa untuk mengembangkan control ini dan semua system control perlu secara teliti diuji.
48 Aktivitas pertama dalam daftar aktivitas-aktivitas desain adalah mendesain environment (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 167). Aktivitas ini juga ditaruh pada urutan pertama karena ini menyerap keputusan-keputusan desain lainnya. Sebagai contoh, sistem yang stand-alone dan single-desktop akan membutuhkan keputusan-keputusan desain yang sangat berbeda untuk software, user interface, system interface, dan database daripada sistem yang interconnected dan terdistribusi. Meskipun keputusan-keputusan desain yang detail melibatkan environment mungkin tidak dipenuhi pada awal proyek, keputusan-keputusan mayor sudah diamanatkan. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 168), Ada banyak variasi system deployment pada masa kini dan juga banyak tipe device dan konfigurasi yang mempunyai aplikasi software. Konsekuensinya, tidak ada cara mudah untuk mengorganisir dan mendiskusikan isu-isu yang relevan dengan mendesain environment. Tiga tren industri mayor dalam software deployment adalah software system yang disebarkan secara keseluruhan dalam sebuah organisasi, software system yang dibuat semata-mata untuk pengguna eksternal (disebarkan melalui internet), dan software system yang disebarkan sedikit dalam distributed fashion (untuk pengguna internal dan eksternal). Dua tipe software deployment secara internal adalah stand-alone system dan internal network system. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 171), Segala software system yang dieksekusi pada satu computing device tanpa dihubungkan dengan internet atau jaringan lainnya adalah stand-alone system. Internal network-based system adalah satu tipe sistem yang digunakan secara eksklusif oleh organisasi yang membuat atau membeli ini. Dua tipe dari internal network-based system adalah desktop application system dan browser-based application system. 2.4.3
Activity Diagram
Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, pp. 57-58), satu cara yang efektif untuk menangkap informasi proses bisnis adalah dengan diagram. Pada akhirnya, diagram bisa digunakan untuk mendeskripsikan workflow dari sistem yang baru dan juga yang lama. Workflow adalah urutan dari processing steps yang secara keseluruhan menangani satu transaksi bisnis atau permohonan pelanggan. Workflow
49 bisa simpel atau pun kompleks. Workflow yang kompleks bisa disusun dari lusinan atau ratusan processing steps dan mungkin melibatkan partisipan dari bagian-bagian yang berbeda dari sebuah organisasi. Activity diagram mendeskripsikan aktivitasaktivitas pengguna yang beragam, orang yang melakukan setiap aktivitas, dan alur sekuensial dari aktivitas-aktivitas ini. Bagian yang oval mewakili aktivitas individu dalam sebuah workflow. Panah yang menghubungkan mewakili urutan antara aktivitas-aktivitas. Lingkaran hitam menunjukkan awalan dan akhiran dari sebuah workflow. Bentuk diamond adalah decision point ketika alur dari proses akan mengikuti satu jalur atau yang lain. Garis padat dan tebal adalah synchronization bar, yang memisahkan jalan kecil ke dalam concurrent paths atau mengkombinasi ulang concurrent paths. Swimline heading mewakili agen yang melakukan aktivitasaktivitas. Karena umumnya dalam sebuah workflow mempunyai banyak agen yang berbeda yang melakukan langkah-langkah berbeda dari proses workflow, simbol swimlane memisahkan aktivitas-aktivitas workflow ke dalam grup-grup yang menunjukkan agen mana yang melakukan aktivitas mana.
Gambar 2.8 Notasi Untuk Activity Diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 58)
50
2.4.4
Use Cases
Menurut (Chaffey, 2009, pp. 627-628), use-case method of process analysis and modelling dikembangkan pada awal 1990 sebagai bagian dari pengembangan teknik berorientasi objek. Ini adalah bagian dari metodologi yang dikenal sebagai “Unified Modelling Language” yang berusaha menyatukan pendekatan-pendekatan yang mendahuluinya seperti Booch, OMT, dan Objectory notations. Jacobsen et al. (1994) memberikan sebuah introduksi dan mendeskripsikan bagaimana object modelling bisa digunakan pada analisis workflow. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 14), Sebuah use case mendokumentasikan business event yang dipicu oleh pengguna dan respons sistem terhadap event tersebut. Aktivitas yang mendahului event penggunaan sistem adalah penting, tetapi kita tidak mengidentifikasikannya sebagai business event sampai ini digunakan. Maka istilah use case adalah sebuah kasus atau situasi di mana sistem digunakan. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 81), dalam kebanyakan use cases dinyatakan secara tidak langsung orang yang menggunakan sistem, yang telah diacu sebagai pengguna. Dalam UML, orang ini disebut aktor. Aktor selalu berada di luar automation boundary dari sistem, tetapi mungkin bagian dari porsi manual sebuah sistem. Kadang-kadang, aktor untuk sebuah use case bukanlah orang, malah bisa jadi adalah itu merupakan sistem lain atau device yang menerima services dari sistem. Figur simple stick digunakan untuk merepresentasikan aktor. Stick figure ini diberi nama yang mengkarakterisasikan peran yang aktor itu sedang jalankan. Use case sendiri direpresentasikan oleh bentuk oval dengan nama use case di dalamnya. Garis yang menghubungkan aktor dengan use case menandakan bahwa aktor terlibat dengan use case tersebut. Automation boundary, yang mendefinisikan garis antara bagian yang terkomputerisasi dari sebuah aplikasi dengan orang-orang yang
51 mengoperasikan aplikasi, ditunjukkan dengan bentuk kotak yang berisikan use case. Komunikasi aktor ini dengan use case akan melintasi automation boundary. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 83), Include atau use relationship <> atau <<uses>> adalah hubungan antara use case di mana sebuah use case termasuk di dalam use case yang lain. Extend relationship dengan notasi <<extends>> adalah relasi langsung yang menspesifikasikan bagaimana dan kapan sebuah behavior yang didefinisikan dalam extending use case dapat dimasukkan ke dalam behavior yang didefinisikan dalam extended use case (uml-diagrams.org, 2014). Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 69), satu pendekatan untuk mengidentifikasi use cases, disebut user goal technique, adalah dengan menanyakan pengguna untuk mendeskripsikan tujuan-tujuannya menggunakan sistem yang baru atau pun diperbarui. Analyst pertama-tama mengidentifikasi semua pengguna dan melakukan interview yang terstruktur dengan setiap pengguna. Selama interview, analyst membimbing pengguna untuk mengidentifikasi cara-cara spesifik bagaimana sistem computer bisa menolong pengguna mengerjakan tugas yang diserahkan kepadanya. Tujuan yang paling menyeluruh adalah untuk mengidentifikasi bagaimana sebuah sistem bisa meningkatkan performa dan produktivitas pengguna. Tujuan-tujuan tambahan mungkin termasuk mempersingkat tugas-tugas yang dilakukan oleh pengguna sekarang atau pun memungkinkan pengguna untuk mengerjakan tugas-tugas baru yang tidak mungkin dilakukan dengan sistem yang sekarang.
52
Gambar 2.9 Use Case Dengan Aktor Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 81)
Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 70), teknik yang paling komprehensif untuk mengidentifikasi use case adalah event decomposition technique. Event decomposition technique dimulai dengan mengidentifikasi semua business events yang akan menyebabkan sistem informasi merespons, dan setiap event menghasilkan satu use case. Dengan memulai dari business events membantu analyst untuk mendefinisikan setiap use case pada tingkat kedetailan yang tepat. Sebagai contoh, seorang analyst mungkin mengidentifikasi sebuah use case sebagai mengetik nama pelanggan pada sebuah form. Analyst kedua mungkin mengidentifikasi sebuah use case sebagai seluruh proses menambahkan pelanggan baru. Analyst ketiga mungkin mendefinisikan sebuah use case sebagai bekerja dengan pelanggan seharian, yang bisa termasuk di dalamnya adalah menambahkan pelanggan baru, memperbarui customer records, atau menghapus pelanggan. Tingkat kedetailan yang tepat untuk mengidentifikasi use cases adalah yang fokus pada elementary business processes (EBPs). EBP adalah sebuah tugas yang dikerjakan oleh satu orang di satu tempat dalam respons kepada business event, menambah business value yang dapat diukur, dan meninggalkan sistem dan datanya dalam keadaan yang stabil dan konsisten.
53 Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 121), informasi detail dari setiap use case dideskripsikan dengan use case description. Use case description adalah model tekstual yang mencatat dan mendeskripsikan processing details untuk sebuah use case. Tergantung dari kebutuhan analyst, use case descriptions cenderung ditulis dalam dua tingkat kedetailan yang terpisah: brief description dan fully developed description. Brief description use case bisa digunakan untuk use case yang sangat simpel, khususnya ketika sistem yang akan dikembangkan sangat kecil, dan sangat mudah dipahami.
Gambar 2.10 Contoh Fully Developed Use Case Description Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 123)
54
Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 122), fully developed description adalahh metode paling formal untuk mendokumentasikan sebuah use case. Satu kesulitan mayor untuk software developers adalah mereka susah untuk mendapat pengertian yang dalam akan kebutuhan pengguna. Tetapi jika fully developed description use case dibuat, kemungkinan bahwa proses bisnis dan kebutuhannya ini dimengerti meningkat. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, pp. 122-123), compartment pertama
dan
mengidentifikasi
kedua
dari
fully
use
case
dan
developed skenario
description
dalam
use
digunakan case
yang
untuk sedang
didokumentasikan. Compartment ketiga mengidentifikasi event yang memicu use case. Compartment keempat adalah deskripsi singkat dari use case atau skenario. Compartment kelima mengidentifikasi aktor. Compartment keenam mengidentifikasi use case lainnya dan cara use case ini saling berhubungan. Compartment ketujuh mengidentifikasi stakeholders yang merupakan pihak berkepentingan selain dari aktor. Compartment kedelapan dan kesembilan menyediakan informasi kritis tentang status sistem sebelum dan sesudah use case ini dieksekusi. Compartment kesepuluh mendeskripsikan alur aktivitas dari use case secara detail. Aktivitas alternatif dan exception conditions dideskripsikan dalam compartment kesebelas. 2.4.5
Class Diagrams
Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 101), class diagram adalah sebuah diagram yang meliputi kelas-kelas dan asosiasi antara kelas-kelas tersebut. Nama kelas dan atribut menggunakan camelback notation, di mana kata-kata bersambungan tanpa dipisahkan spasi atau pun underscore. Nama kelas dimulai dengan huruf besar, nama atribut dimulai dengan huruf kecil (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 101). Kelas ditunjukkan dengan sebuah kotak berisikan nama kelas, dan juga dengan compartment yang dipisahkan oleh garis horizontal yang berisikan features atau
55 anggota-anggota dari classifier. Features dari sebuah kelas adalah atribut dan operation. Ketika kelas ditunjukkan dengan tiga compartments, compartment yang ditengah mencatat atribut-atribut dan compartment bagian bawa mencatat operasioperasi. Huruf pertama dari atribut dan operasi harus menggunakan huruf kecil (umldiagrams.org, 2014). Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 97), multiplicity digunakan untuk mengacu pada jumlah link dalam UML dan harus digunakan ketika mendiskusikan model-model UML. Multiplicity diberikan untuk setiap arah dari asosiasi. Hal yang penting adalah mendeskripsikan bukan hanya multiplicity tetapi juga kisaran nilai-nilai yang memungkinkan dari multiplicity ini.
Gambar 2.11 Contoh Class Diagram Sumber : (Johnson, 2012)
56 Ada beberapa tipe relasi dalam class diagram. Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 104), relasi generalisasi atau spesialisasi didasarkan pada ide bahwa orang-orang mengklasifikasikan benda-benda dalam hal persamaan dan perbedaan. Relasi generalisasi atau spesialisasi digunakan untuk menstrukturisasi benda-benda ini dari yang lebih umum ke yang lebih spesial. Klasifikasi mengacu pada pendefinisian kelas-kelas dari benda-benda. Setiap kelas dari benda-benda dalam hirarki mungkin memiliki kelas yang lebih umum di atasnya, disebut superclass. Sebuah kelas juga dapat memiliki kelas yang lebih terspesialisasi di bawahnya, disebut subclass. Notasi UML class diagram menggunakan segitiga untuk menunjuk kepada superclass untuk menunjukkan hirarki generalisasi atau spesialisasi. Cara lain orang-orang menstrukturisasi informasi tentang benda-benda adalah dengan mendefinisikannya dalam hal bagian-bagiannya. Whole-part relationship digunakan untuk menunjukkan asosiasi antara satu kelas dengan kelas-kelas lainnya yang adalah bagian dari kelas itu (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, pp. 105-106). Ada dua tipe dari whole-part relationships: aggregation dan composition. Aggregation mengacu pada tipe whole-part relationship antara aggregate (whole) dan komponennya (parts), di mana parts bisa eksis secara terpisah. Composition mengacu pada whole-part relationship yang lebih kuat, di mana parts, sekali diasosiasi, tidak bisa eksis lagi secara terpisah. Simbol diamond UML diisi untuk merepresentasikan composition. 2.4.6
Sequence Diagrams
Sequence diagram adalah tipe dari interaction diagram yang menekankan urutan dari pesan-pesan yang dikirim antar objek untuk sebuah use case (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 332). Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 128), alam sequence diagram, stick figure merepresentasikan aktor atau orang yang berinteraksi dengan sistem dengan memasukkan data dan menerima data yang dihasilkan sistem. Dalam interaction diagram, pesan dikirim dan diterima oleh objek individu bukan oleh kelas. Dalam object notation, sebuah kotak mengacu pada satu objek individu, bukan kelas dari objek-objek yang serupa. Object lifeline adalah perpanjangan dari objek, baik
57 aktor mau pun objek, selama use case. Panah di antara lifelines merepresentasikan pesan-pesan yang dikirim oleh aktor. Setiap panah memiliki asal dan tujuan. Asal dari sebuah pesan adalah aktor atau objek yang mengirimnya. Aktor tujuan atau objek dari sebuah pesan diindikasikan oleh lifeline yang disentuh oleh kepala panah. Tujuan dari lifelines adalah untuk mengindikasikan urutan dari pesan yang dikirim dan diterima oleh aktor dan objek. Urutan dari pesan-pesan ini dibaca dari atas ke bawah dalam diagram.
Gambar 2.12 Contoh Multilayer Sequence Diagram Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 334)
Pengembangan first-cut sequence diagram yang didasari tiga asumsi yang mana beberapa berlanjut sewaktu mengembangkan sequence diagram juga :
58 •
Perfect technology assumption – asumsi bahwa sistem berjalan dalam
kondisi operasional dan teknologi yang sempurna (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 76). •
Perfect memory assumption – asumsi mengenai apakah objek sudah
dibuat dalam memori atau belum. Dalam multilayer design, asumsi ini dihilangkan, sehingga ada langkah untuk membuat objek dalam diagram. •
Perfect
solution
assumption
–
First-cut
sequence
diagram
mengasumsikan bahwa tidak ada exception conditions. Tidak ada logika yang diikutkan untuk menangani situasi di mana produk atau katalog yang diminta tidak ditemukan. Exception condition yang lebih serius seperti kegagalan mengecek kredit, mungkin juga ditemui. Banyak developers mendesain basic processing steps dahulu lalu menambah pesan-pesan dan proses-proses lainnya untuk menangani exception conditions nantinya (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 344). 2.4.7
User Interface
Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 189), User interfaces adalah inputs atau pun outpus yang secara langsung melibatkan pengguna sistem. User interfaces bisa untuk pengguna internal atau pun eksternal. Desainnya bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti tujuan dari interface, karakteristik pengguna, dan karakteristik dari specific interface device. 2.4.8
Database Schema
Titik awal untuk mendesain relational database schema adalah class diagram atau entity-relationship diagram (ERD) (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 376). Memulai dengan ERD adalah pendekatan yang lebih tradisional, tetapi penggunaan yang meluas dari class diagram untuk mendesain software telah membuat class diagram lebih umum daripada ERD. Untuk tujuan dari desain relational database, tidak ada keuntungan khusus untuk salah satu pun diagram yang disebut di atas.
59
Gambar 2.13 Contoh Database Schema Sumber : (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 20)
Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 377), langkah pertama dalam membuat relational database schema adalah membuat tabel untuk setiap kelas pada class diagram. Setelah membuat tabel untuk setiap kelas, pilih sebuah primary key untuk setiap tabel. Jika tabel memiliki sebuah atribut yang unik, atribut ini bisa dipilih sebagai primary key. Jika tabel tidak memiliki atribut ini, designer dari database harus menemukan sebuah atribut yang bisa jadi primary key yang baru. Segala nama bisa dipilih untuk atribut ini, tetapi nama ini harus mengindikasikan bahwa atribut tersebut mengandung nilai yang unik. Nama yang tipikal adalah code, number, dan ID – mungkin dikombinasikan dengan nama tabel. Asosiasi direpresentasikan dalam relational database dengan foreign key. Foreign key mana yang harus diletakkan dalam tabel mana tergantung pada tipe asosiasi yang sedang direpresentasikan. Aturan untuk merepresentasikan asosiasi
60 one-to-many dan many-to-many adalah sebagai berikut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, pp. 379-380) : •
Asosiasi one-to-many – tambahkan atribut primary key kelas “one” ke tabel yang merepresentasikan kelas “many”.
•
Asosiasi many-to-many – jika tidak ada association class yang tersedia, buat tabel baru untuk merepresentasikan asosiasi. Tambahkan atribut primary key dari associated classes ke tabel yang merepresentasikan asosiasi tersebut.
2.4.9
Persistent Object Persistent object adalah objek yang tetap eksis setelah program yang
membuatnya sudah tidak dimuat lagi. Kelas dari objek tersebut dan statusnya yang sekarang harus disimpan untuk digunakan dalam sesi yang berikutnya. Persistent class di samping itu adalah kelas yang objeknya eksis setelah sistem dimatikan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2012, p. 309). Cara untuk membuat data persistent adalah dengan menyimpannya dalam database. 2.5
Kerangka Pikir
61
Gambar 2.14 Kerangka Pikir
62