BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Programmable Logic Controller (PLC)
2.1.1.
Dasar-dasar Programmable Logic Controller (PLC) Sebuah sistem Programmable Logic Controller (PLC) memiliki empat
komponen penyusun utama, yaitu terdiri dari Central Processing Unit (CPU), Programmer/Momitor (PM), Input/Output (I/O) Modules, dan Racks serta Chassis. Selain itu, terdapat beberapa komponen tambahan yang merupakan unit opsional, yaitu Printer dan Program Recorder/Player (Webb dan Reis, 1995, p9-10). Blok diagram dari sebuah sistem PLC dapat dilihat pada gambar seperti berikut ini. Multiple Wires
up to one mile
C o d e r
Optional Remote Connection
C o d e r
Fiber Optics Cable/ Twisted Pairs of Wires plus Ground/ Coaxial Cable
Connections To Inputs: Switches, Contacts, etc
I N P U T
Connections To Outputs: Coils, Alarms, etc
O U T P U T
Input/Output (I/O) Module
I N P U T
To Inputs
O U T P U T
To Outputs
Optional Connection to Master Computer CPU Central Processing Unit
Printer RecorderPlayer Tape or Disc
PM Programmer/ Monitor
Gambar 2.1. Layout dan Koneksi Sistem PLC (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p10)
5
6 2.1.1.1.
Central Processing Unit (CPU) CPU adalah ‘otak’ atau ‘jantung’ dari sistem PLC. CPU memiliki tiga bagian
utama yaitu Prosesor (Processor), Memori (Memory), dan Catu Daya (Power Supply) (Webb dan Reis, 1995, p11). Prosesor merupakan pusat komputer yang melakukan operasi logika. Berbagai informasi yang diterima sistem disimpan dan dimanipulasi pada area yang disebut sebagai memori. Sedangkan catu daya merupakan komponen yang berfungsi dalam menyediakan daya listrik bagi CPU dengan melakukan konversi dari sumber listrik arus bolak-balik (ac) menjadi listrik arus searah (dc) pada tegangan operasional tertentu, juga memurnikan dan meregulasi tegangan dc untuk memastikan tegangan layak bagi operasi komputer. Pada beberapa jenis CPU, memori eksternal dapat ditambahkan dalam rangka penanganan sistem yang besar dan kompleks. Sedangkan untuk pengaturan sistemsistem yang tidak terlalu rumit cukup dengan menggunakan PLC kecil yang memiliki memori terbatas. Meskipun program operasi dasar tersimpan secara permanen pada CPU dan tidak akan hilang saat tidak ada catu daya pada sistem, namun program operasi tangga tidak disimpan secara permanen sehingga sebagian besar CPU memiliki baterai cadangan untuk menjaga program tersebut tidak hilang pada saat kehilangan daya. Setiap CPU memiliki saklar-saklar operasi yang memiliki fungsi-fungsi tertentu. Posisi-posisi saklar yang umumnya terdapat pada CPU adalah: o Off – Sistem tidak dapat dijalankan atau diprogram. o Run – Sistem dapat dijalankan, tetapi penggantian program tidak dapat dilakukan.
7 o Disable – Membuat semua output off atau mengesetnya menjadi keadaan yang tidak dapat dioperasikan. o Monitor – Menghidupkan layar yang menampilkan informasi pengoperasian. o Run/Program – Sistem dapat dijalankan dan modifikasi program dapat dilakukan selama sistem bekerja. o Off/Program – Sistem tidak dapat dijalankan, tetapi dapat diprogram atau diprogram ulang.
2.1.1.2.
Programmer/Monitor (PM) Programmer merupakan papan ketik yang digunakan oleh user untuk
mengetikkan instruksi-instruksi program. Hasil ketikan tesebut ditampilkan pada sebuah layar yang disebut Monitor. Selain itu, Monitor juga menampilkan informasi-informasi pengoperasian sistem lainnya. Perangkat PM terhubung ke CPU melalui kabel koneksi. Setelah proses pemrograman CPU selesai, perangkat PM tidak lagi diperlukan oleh CPU dan proses operasi sehingga PM dapat dilepaskan dari CPU. Oleh karena itu, seperangkat PM dapat digunakan untuk beberapa buah CPU operasional.
2.1.1.3.
Input/Output (I/O) Modules Modul input merupakan sekumpulan terminal dimana user memberi masukan
sinyal elektrik dari proses di luar sistem. Sedangkan modul output merupakan sekumpulan terminal yang mengirim sinyal aksi ke proses di luar sistem. Setelah proses pemrograman CPU PLC dilakukan, informasi masuk ke dan keluar dari sistem PLC melalui Modul Input/Output. Terminal pada modul input menerima sinyal-sinyal dari kabel yang terhubung pada saklar-saklar, indikator, dan
8 berbagai piranti masukan informasi lainnya. Sedangkan terminal pada modul output menyediakan tegangan keluaran untuk menjalankan motor dan katup, piranti pengindikasi operasi dan sebagainya (Webb dan Reis, 1995, p13). Pada umumnya, Modul Input/Output memiliki 4, 8, 12 atau 16 terminal setiap modulnya. Jumlah terminal antara modul input dan modul output tidak harus sama. Sebagai contoh, sebuah sistem PLC yang memiliki 12 terminal pada modul input dapat hanya memiliki 8 terminal pada modul output. Pada sistem PLC yang tidak terlalu besar, Modul Input/Output berada pada satu kerangka (frame) dengan CPU, tetapi pada sistem yang lebih besar, Modul Input/Output merupakan unit yang berdiri sendiri dan terpisah dari CPU. Pada sistem ini, Modul Input/Output ditempatkan pada kelompok rak (rack) yang dihubungkan ke CPU melalui kabel-kabel konektor multikonduktor yang tepat. Penggunaan 9 sampai 24 buah kabel interkoneksi dapat mengontrol sampai dengan 256 buah terminal. Jumlah penggunaan kabel ditentukan oleh jenis konfigurasi komputer yang digunakan untuk melakukan pertukaran informasi dari terminal ke CPU dan sebaliknya. Proses coding dan decoding terhadap sinyal kontrol elektrik dari CPU ke terminal dilakukan secara elektronik sehingga untuk mengontrol 256 buah terminal tidak harus menggunakan 256 kabel. Untuk modul berganda yang ada pada satu rak, pengesetan saklar-saklar modul perlu dilakukan bagi masing-masing modul. Posisi saklar-saklar tersebut menentukan nomor seri operasional masing-masing modul. Setiap kelompok rak mengetahui pada nomor mana harus merespon melalui sistem pengesetan saklar single in-line package (SIP). Pengesetan saklar-saklar tersebut ditentukan oleh pabrik.
9 Pengesetan Saklar Rak dan Nomor Referensi Rangkaian I/O Pengesetan Saklar Rak* Respon ke Nomor CPU Group Top Bottom (terminal) Select Select Select 1 – 16 1 1 1 G. SEL. T. SEL. B. SEL. 17 – 32 2 2 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 33 – 48 3 3 1 on 49 – 64 4 4 1 65 – 80 1 1 2 81 – 96 2 2 2 off 97 – 112 3 3 2 pengesetan saklar: 2/3/3 113 – 128 4 4 2 129 – 144 1 1 3 145 – 160 2 2 3 161 – 176 3 3 3 177 – 192 4 4 3 193 – 208 1 1 4 209 – 224 2 2 4 225 – 240 3 3 4 241 – 256 4 4 4 *
mengindikasikan nomor saklar yang diset on, sedangkan tiga saklat lainnya off
Gambar 2.2. Pengesetan Saklar Modul Input/Output (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p18)
Beberapa Modul Input/Output memiliki tambahan saklar internal selain saklar-saklar eksternal yang terlihat. Untuk itu, perlu diperiksa berdasarkan buku panduan pabrik. Apabila dua modul input atau modul output memiliki SIP yang sama maka keduanya akan bekerja secara identik. Jika SIP pada terminal modul input belum diset, maka input melalui terminal tersebut akan buntu secara elektik sehingga sinyal status tidak memiliki jalur untuk masuk ke CPU. Demikian juga dengan terminal pada modul output, tidak akan terjadi apapun saat CPU mengirim sebuah sinyal aksi ke terminal jika SIP belum diset. Beberapa sistem PLC menggunakan pemrograman daripada pengesetan saklar-saklar untuk melakukan pengaturan konfigurasi Modul Input/Output. Pada beberapa sistem PLC yang sederhana, tidak diperlukan pengesetan nomor alamat pada Modul Input/Output. Cara menghubungkan ke terminal pada modul menentukan nomor
10 alamat pada sistem ini. Sebaliknya, pada sistem yang lebih besar, dibutuhkan pengesetan nomor alamat dengan menggunakan prosedur pemrograman melalui PM. Berbagai bagian sistem PLC memerlukan kecepatan operasi perhitungan yang berbeda-beda agar dapat bekerja dengan semestinya. Kecepatan operasi ini disebut baud rate. Baud rate ini berbeda-beda pada masing-masing PLC, yang diset secara otomatis pada saat PLC dioperasikan. Baud rate mungkin harus diset ulang pada beberapa modus operasi PLC. Misalnya, pada saat serangkaian diagram program tangga dicetak melalui sebuah printer dan ternyata diperoleh hasil yang kualitas cetaknya buruk mungkin terjadi karena baud rate tidak diatur dengan benar. Pengesetan baud rate perlu dilakukan sesuai dengan buku panduan pabrik. Salah satu pertimbangan yang penting dalam menggunakan Modul Input/Output adalah tegangan dan kuat arus modul, dimana keduanya harus sesuai dengan sistem yang terhubung. Sebagai contoh, sebuah modul input yang bekerja pada tegangan 24 Volt DC tidak akan dapat bekerja jika dihubungkan dengan tegangan 120 Volt AC. Bahkan modul dapat rusak jika sekering tidak bekerja dengan baik dan cepat. Demikian pula dengan sebuah piranti keluaran yang memerlukan 4,5 A kuat arus tidak dapat diaktifkan dengan menggunakan modul output 2 A. Jika dipaksakan, maka sekering pad modul akan putus. Mengenai modul output, ada satu hal utama yang membedakan PLC dengan sistem relay. Pada operasi relay, ketika koneksi relay terbuka tidak ada arus mengalir pada rangkaian yang terhubung. Sebaliknya, pada modul output PLC, ketika dalam posisi off, masih akan terdapat arus bocor yang kecil keluar dari terminal pada modul output, yang dihasilkan dari keluaran sebuah semikonduktor tiristor yang disebut triac. Saat tidak dalam keadaan on, triac tetap melewatkan sejumlah kecil arus. Arus bocor ini
11 biasanya hanya beberapa miliAmpere dan tidak berpengaruh apa pun, namun pada beberapa aplikasi tetap harus diperhatikan. Contohnya, pada sebuah modul output PLC dihubungkan sebuah lampu neon yang mengindikasikan keluaran dalam keadaan on jika menyala. Lampu neon akan memancarkan sinar redup saat modul off karena adanya arus bocor. Untuk mengatasinya, dapat menggunakan tambahan sebuah penguat atau resistor shunting pada modul ouput.
2.1.1.4.
Racks dan Chassis, serta Komponen yang sifatnya Opsional Rak (rack) dan casis (chassis) merupakan tempat dimana bagian-bagian PLC
disusun dan membatasi penyusunan CPU, PM dan Modul Input/Output. Selain komponen-komponen utama seperti telah diulas sebelumnya, terdapat komponen lain yang sifatnya opsional, yaitu: o Printer – merupakan piranti yang digunakan untuk mencetak program yang ada pada CPU dan informasi-informasi operasi lainnya. o Program Recorder/Player – merupakan piranti yang digunakan untuk merekam program yang ada pada CPU ke dalam unit penyimpanan eksternal sehingga program tersebut dapat digunakan sebagai cadangan (back up) dalam hal program yang asli pada CPU hilang. 2.1.1.5. 2.1.2.
Prinsip Kerja Programmable Logic Controller (PLC) Sebuah PLC adalah sebuah komputer. Pada umumnya, berdasarkan
fungsinya komputer dibedakan menjadi dua, yaitu komputer pengolah data (dataprocessing computer) dan komputer pengontrol proses (process-control computer) (Webb dan Reis, 1995, p26).
12
Papan ketik
Pena cahaya
Monitor
Sistem komputer pengolah data
Mouse
Printer
Plotter
Gambar 2.3. Blok Diagram Komputer Pengolah Data (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p28)
Sensor gerak
Sensor suara
Sensor panas
Sensor cahaya
Motor
Sistem komputer pengontrol proses
Solenoida
Pemanas
Lampu/ Indikator
Gambar 2.4. Blok Diagram Komputer Pengontrol Proses (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p28)
Komputer pengolah data merupakan jenis komputer yang banyak digunakan untuk proses pengolahan data, memiliki sistem operasi dan piranti lunak yang menunjang berbagai proses pengolahan data tersebut. Periferal masukan pada komputer jenis ini berupa papan ketik (keyboard) dan mouse, sedangkan periferal keluarannya berupa monitor (video display terminal=VDT), printer dan plotter. Sebaliknya, pada komputer pengontrol proses, meskipun didalamnya tetap terjadi proses pengolahan data, namun hal itu bukan merupakan fungsi utamanya. Ada pun fungsi utama sebuah komputer pengontrol proses adalah untuk melakukan pengontrolan proses industri dan
13 perakitan seperti mesin-mesin, robot dan lain sebagainya. Meskipun mungkin ada yang memiliki periferal masukan berupa papan ketik (keyboard), masukan kontrol sebenarnya berupa saklar-saklar dan sensor-sensor, dan meskipun periferal keluaran seperti monitor dan printer dapat ditambahkan, namun komputer pengontrol proses digunakan untuk mengontrol piranti seperti motor, solenoida, lampu indikator, pemanas dan lain sebagainya. PLC merupakan komputer jenis kedua, dengan sifat-sifat: kecil, relatif murah, tahan dalam segala lingkungan, mudah diprogram, dioperasikan, dipelihara dan diperbaiki jika terjadi kerusakan. Pada umumnya dipasang dekat pada mesin atau proses yang dikontrol dan sering dilihat sebagai sambungan dari perlengkapan industri yang dikontrol.
2.1.2.1.
Prinsip Kerja CPU Memori Variabel (alterable memori) - diagram - numerik - status fungsi - status I/O - “scratch pad” - dll
Memori Tetap (fixed memori) - logika - edit - monitor - komunikasi - dll
Prosesor - logika - clock - dll
Catu Daya
Sumber listrik ac
Modul input
Monitor
Perintah masukan: keyboard
Catu Daya Cadangan (baterai)
Modul output
Periferal: printer, recorder,dll
Gambar 2.5. Blok Diagram CPU pada PLC (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p29)
14 Pada PLC sederhana, prosesor, memori solid-state, modul I/O dan catu daya merupakan satu unit terintergrasi. Piranti pemrograman, biasanya berupa unit hand-held dengan sebuah keypad dan layar LCD, merupakan unit terpisah yang terhubung ke unit utama melalui kabel. Pada PLC yang lebih besar, prosesor dan memori pada satu unit terintegrasi, catu daya pada unit kedua dan modul I/O pada unit ketiga. Piranti pemrograman, yang dapat berupa sebuah PC, juga merupakan unit terpisah. Terlepas dari ukurannya, pada PLC baik yang kecil, sedang maupun besar, prosesor dan memori selalu berada pada unit yang sama yang disebut sebagai Central Processing Unit (CPU). Gambar 2.5. menunjukkan blok diagram sebuah CPU pada PLC. o Memori Tetap (fixed memori) – berisi program yang diset oleh pabrik, merupakan program sistem yang fungsinya analog dengan DOS pada sebuah PC, yang diset pada sebuah chip IC khusus yang disebut read only memory (ROM). Program tetap pada ROM tidak bisa dirubah atau dihapus selama CPU bekerja. Program bersifat nonvolatile, artinya tidak akan hilang saat catu daya dilepas dari CPU. o Memori Variabel (alterable memory) – terbagi dalam beberapa bagian yang berisi berbagai data/informasi. Data/informasi tersebut disimpan pada sebuah chip IC khusus yang dapat diprogram, dirubah dan dihapus oleh pemrogram/user. Memori variabel ini disimpan pada random access memory (RAM) dimana data/informasi dapat ditulis ke atau dibaca dari RAM sehingga sering juga disebut sebagai memori baca/tulis (read/write memory). Data/informasi pada RAM akan hilang saat catu daya dilepas sehingga disebut sebagai memori yang bersifat volatile.
15 o Catu daya – berfungsi memberikan supply tegangan pada CPU. o Catu daya cadangan (baterai) – berfungsi untuk mempertahankan data/informasi pada RAM dalam hal catu daya utama terputus dan tidak dapat memberikan supply tegangan pada CPU. o Prosesor – merupakan bagian yang mengatur pertukaran data/informasi dalam operasi CPU. Prosesor merespon instruksi program yang disimpan dalam memori, menyebabkan piranti keluaran di-“isi” tegangan atau di“kosongkan” sesuai status on atau off pada piranti masukan.
2.1.2.2.
Memori Solid-State Pada sub bab sebelumnya telah dibahas mengenai ROM dan RAM. Beberapa
jenis memori solid-state lain yang banyak digunakan pada CPU PLC adalah programmable read only memory (PROM), erasable programmable read only memory (EPROM), electrically erasable programmable read only memory EEPROM dan nonvolatile random access memory (NOVRAM).
CHIP ROM RAM PROM EPROM EEPROM NOVRAM
Fixed (F) atau Alterable (A) F A F A A A
Aplikasi
Dapat Dihapus
Memori Operasi Tetap Program user Program user Program user Program user Program user
Tidak Tidak Tidak Cahaya UV Sinyal listrik Sinyal listrik
Tabel 2.1. Jenis-jenis Chip memori pada CPU PLC (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. P30)
Sebuah chip memori, baik yang bersifat volatile maupun nonvolatile, diklasifikasikan menurut ukuran bit (atau sel). Bit adalah logika 0 atau 1 (tegangan low
16 atau high) yang mengisi sel tertentu. Sel-sel tersusun dalam petak-petak, biasanya sepanjang 8 atau 16 bit. Beberapa bit bergabung membentuk word. Word yang tersusun dari 8 bit disebut sebagai byte. Dua byte disusun berdampingan membentuk word 16 bit. Dewasa ini, ukuran memori pada PLC bervariasi antara 1 KB sampai 256 KB, sebagian besar berupa RAM. Semakin banyak proses yang dikontrol oleh sebuah PLC, semakin besar memori yang dibutuhkan. Saat sebuah aplikasi dipasang pada PLC, kebutuhan akan memori tergantung pada jumlah masukan, jumlah keluaran dan tingkat kerumitan diagram kontrol. Alamat
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
Bit Alamat 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0000 0001 0002 0003 0004 0005
0000 0001 0002 0003 0004 0005
1018
1018
1019 1020 1021 1022 1023
1019 1020 1021 1022 1023 1 BYTE 1024 x 1 BYTE (a)
2 BYTE 1024 x 2 BYTE (b)
Gambar 2.6. Ukuran memori (a) 1 KB (b) 2 KB (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p31)
Pengaturan memori pada PLC dibagi dalam dua kategori, yaitu memori user dan memori penyimpanan. Memori user berisi program logika tangga, sedangkan memori penyimpanan berisi informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan program user antara lain: status diskrit piranti masukan dan keluaran, nilai preset dan akumulasi pencacah (counter) dan pewaktu (timer), nilai numerik, ekuivalen internal relay masukan/keluaran, dan lain-lain.
17 17 16 15 14 13 12 11 10 07 06 05 04 03 02 01 00
Alamat Word Oktal 110
117 120
127
Memori user (Program Logika "Ladder") Status Citra Masukan Status Citra Keluaran
130
Status Timer 157 160
Status Counter 217 220
Data Numerik 227
Fungsi Lain
Gambar 2.7. Peta Memori (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p33)
Pada umumnya, porsi memori user lebih besar dibandingkan memori penyimpanan, biasanya sebesar 75% atau lebih dari total memori. Misalnya pada PLC dengan memori 16 KB biasanya menyediakan 12 KB atau lebih untuk program logika tangga dan sisanya yaitu 4 KB atau kurang untuk menyimpan data.
2.1.2.3.
Prosesor Semua prosesor komputer dirancang untuk dapat menjalankan operasi
aritmatika dan logika. Sejak awal tahun 1970-an, saat perusahaan Intel dapat menggabungkan rangkaian yang rumit yang dibutuhkan untuk melakukan operasi tersebut kedalam bentuk sebuah chip tunggal, prosesor kemudian dikenal dengan nama mikroprosesor. PLC adalah sebuah piranti berbasis mikroprosesor (Wikipedia, 2005),
18 yang merupakan ‘otak’ dari semua komputer dan memiliki sebuah karakteristik yang unik – dapat diprogram, yaitu diberi perintah untuk melakukan satu set instruksi yang disusun dalam bentuk program. Saat mikroprosesor harus melakukan tugas yang berbeda, program baru ditulis dan dimasukkan kedalamnya. Mikroprosesor merupakan bagian CPU PLC yang menerima, menganalisa, memroses dan mengirimkan data dalam bentuk pulsa digital. Fungsi lainnya yang dapat dikerjakan oleh mikroprosesor adalah menerima masukan dari keyboard dan menampilkan sebuah informasi pada monitor. Selain itu, beberapa periferal lain seperti tape drive, disk drive dan printer dan komunikasi dengan CPU lainnya juga diatur operasinya oleh mikroprosesor. Sejarah mikroprosesor secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Pada awal tahun 1970-an, terdapat tiga proyek mikroprosesor yang diselesaikan pada waktu yang hampir bersamaan. Di tahun 1968, Garrett AiResearch diundang oleh Angkatan Laut Amerika untuk memproduksi komputer digital yang dapat menyaingi sistem elektromekanis untuk diterapkan pada komputer kontrol penerbangan utama. Rancangannya selesai pada tahun 1970, menggunakan chipset berbasis MOS sebagai inti CPU. Sementara itu, Texas Instrument mengembangkan mikroprosesor 4-bit tipe TMS 1000, dan pada tanggal 17 September 1971 memperkenalkan tipe TMS1802NC yang digunakan sebagai chip mesin hitung. Sedangkan chip 4-bit buatan Intel adalah tipe 4004, yang dikembangkan oleh Federico Faggin dan dikeluarkan pada 15 November 1971 (Wikipedia, 2005). Dikeluarkannya Intel 4004 kemudian diikuti Intel 8008 yang merupakan mikroprosesor 8-bit pertama dan menjadi pelopor bagi chip 8-bit lainnya seperti Intel
19 8080, Zilog Z80 dan turunan prosesor Intel 8-bit. Pada tahun 1980-an, Motorola memproduksi Motorola 6800 untuk menyaingi Zilog Z80 (Wikipedia, 2005). Setelah era 8-bit, pada awal tahun 1973, diperkenalkan mikroprosesor multichip 16-bit yang pertama oleh Nastional Semiconductor, yaitu tipe IMP-16. Kemudian pada tahun 1975, National Semiconductor memperkenalkan mikroprosesor single-chip 16-bit, yaitu PACE yang kemudian diikuti oleh vesri NMOS tipe INS8900 (Wikipedia, 2005). Era mikroprosesor 16-bit sangatlah singkat dan berakhir ketika implementasi mikroprosesor 32-bit dimulai. Pada tahun 1980, AT&T Bell Labs membuat contoh awalnya, yaitu BELLMAC-32A dan memproduksi secara umum pada tahun 1982, merupakan generasi mikroprosesor 32-bit yang pertama (Wikipedia, 2005). Pada pertengahan tahun 1980, mendekati awal tahun 1990, diperkenalkan mikroprosesor RISC (Reduced Instruction Set Computer) yang memiliki kinerja tinggi. Rancangan komersial pertama dikeluarkan oleh MIPS Technology, yaitu tipe R2000 32bit. Tipe R3000 membuat rancangan benar-benar menjadi praktis dan tipe R4000 diperkenalkan sebagai rancangan 64-bit pertama di dunia (Wikipedia, 2005). Saat ini, sistem PLC telah menerapkan prosesor berkecepatan tinggi pada CPU-nya. Sebagai contoh, pada produk PLC dari SoftPLC Corporation, telah digunakan prosesor tipe Pentium/Celeron dengan berbagai kecepatan, antara lain: model IC4-IHL1 yang menggunakan Pentium 266 dan IC4-PHL1 yang menggunakan Celeron 500 (SoftPLC Corporation, 2005).
20 2.1.2.4.
Antarmuka: Modul Input/Output Modul input biasanya memiliki 4, 6, 8, 12, 16, atau 32 buah terminal
ditambah common dan terminal ground pengaman. Pada prinsipnya, modul input melakukan empat tugas elektronis, yaitu sebagai berikut. CONVERTER
Terminal 1 MASUKAN: Saklar, AC Sensor, dll.
OPTOISOLATOR
DC
LOGIKA KELUARAN
DC
Ke CPU
L2
+120 V Common Terminal 2
CONVERTER
MASUKAN: Saklar, AC Sensor, dll.
SAMA
L2
+120 V
Gambar 2.8. Susunan Modul Input PLC (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p36)
Cara Kerja: o Terminal – mengindera ada/tidaknya sinyal masukan pada masing-masing terminal masukan. Sinyal masukan menunjukkan saklar, sensor atau sinyalsinyal lain mana yang on atau off pada proses yang dikontrol. o Converter – mengubah sinyal masukan on ke dalam bentuk satu level tegangan DC tertentu yang dapat digunakan oleh rangkaian elektronik modul. Sedangkan terhadap sinyal masukan off, tidak dilakukan perubahan apapun. Sinyal masukan berupa sinyal tegangan AC. Untuk masukan berupa sinyal tegangan DC, diperlukan sebuah converter tambahan DC ke DC.
21 o Optoisolator – melakukan proses isolasi secara elektronik antara keluaran modul masukan dengan masukannya, sehingga apabila terjadi kesalahan pada modul input, misalnya kerusakan pada converter menyebabkan converter dalam posisi open/short, CPU akan terlindung dari kerusakan. o Logika keluaran – rangkaian elektronik modul input menghasilkan keluaran yang akan diterima oleh CPU PLC. Sama halnya dengan modul input, modul output dapat memiliki 4, 6, 8, 12, 16, atau 32 buah terminal. Prinsip kerja modul output berlawanan dengan modul input. Sebuah sinyal DC dari CPU diubah menjadi tegangan keluaran yang dapat digunakan, baik dalam bentuk tegangan AC maupun tegangan DC. Terminal 1
LOGIKA MASUKAN
OPTOISOLATOR
CONVERTER
TRIAC Dari CPU
DC
DC Kontrol Pemicu
LOAD
AC
120 V AC
DC
Terminal 2
LOGIKA MASUKAN
Dari CPU
SAMA
DC
Gambar 2.9. Susunan Modul Output PLC (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p37)
Cara Kerja: o Logika masukan – menerima sinyal dari CPU, sekali untuk setiap proses scan. Jika kode sinyal CPU cocok dengan nomor identifikasi yang diberikan pada modul, yang ditentukan oleh SIP, terminal modul akan aktif/on. Jika
22 tidak ada sinyal yang cocok yang diterima oleh terminal selama proses scan keluaran, maka terminal modul tidak akan diberi tegangan. o Optoisolator – melakukan proses isolasi secara elektronik sehingga gelombang tegangan yang tidak menentu dari piranti keluaran tidak berbalik dan menyebabkan kerusakan pada CPU. Output dari isolator kemudian akan ditrasmisi ke converter. o Converter – berupa rangkaian penyaklaran atau relay keluaran. Penyaklaran AC biasanya menggunakan sebuah triac. Semua terminal keluaran pada satu modul akan memiliki sistem keluaran yang identik, artinya, sebuah terminal modul tidak akan memiliki keluaran AC atau DC atau tegangan yang berbeda pada saat yang bersamaan.
2.1.2.5.
Catu Daya Bentuk Gelombang
Bentuk Gelombang
Bentuk DC
CONVERTER/ RECTIFIER
Bentuk Gelombang
Sistem Baterai Cadangan
0
T1 + L1 L2 G Dari Panel Daya
Line Conditioner
T1
0
T2
-
G
G
+ 0
Filter
-
+5 V DC Regulator
0 -5 V DC
G
T2 Bentuk Gelombang
Bentuk DC 0
Ke CPU
Penyensoran level tegangan
Gambar 2.10. Blok Diagram Catu Daya PLC (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p39)
23 Pada umumnya, PLC beroperasi pada tegangan +5 dan –5 Volt DC. Oleh karena itu, CPU PLC harus memiliki rangkaian yang mengubah tegangan masukan AC menjadi tegangan 5 Volt DC yang dibutuhkan.Konversi tergangan tersebut terjadi pada catu daya pengubah tegangan yang terdapat pada CPU PLC. Catu daya pengubah tegangan terdiri dari empat bagian utama ditambah sebuah sistem penyaklaran pada sistem baterai cadangan. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut. o AC Conditioning – membersihkan bentuk gelombang AC masukan, yang mungkin terdistorsi, sehingga membentuk gelombang sinusoidal sempurna. Distorsi tersebut dapat terjadi karena dua faktor: kemungkinan terganggunya pembangkitan sinyal sinusoidal pada sistem pembangkit tenaga listrik (masalah selama proses pembangkitan tenaga listrik) dan gelombang balik elektrik pada sistem yang dibangun yang menggangu kesempurnaan bentuk gelombang sinusoidal. o Converter/rectifier – mengubah sinyal AC dua arah menjadi bentuk gelombang DC satu arah. Bentuk gelombang DC yang dibentuk masih belum stabil, berupa pulsa-pulsa. Didalamnya terdapat sebuah transformer penurun tegangan (step down) yang menurunkan tegangan pada level yang dibutuhkan. Kemudian penyearah jembatan menghasilkan keluaran DC pulsa (pulsating DC = PDC), keluaran pertama berupa +5 Volt DC, yang lainnya – 5 Volt DC. Dua macam tegangan ini dibutuhkan untuk banyak operasi pada chip IC CPU. o Filter – melakukan proses penyaringan tegangan PDC yang dihasilkan sehingga menjadi tegangan DC yang konstan. Proses ini diperlukan karena
24 komputer membutuhkan masukan DC yang konstan, bukan dalam bentuk pulsa-pulsa DC. o Regulator – menjaga tegangan tetap stabil pada 5 Volt DC, tanpa terpengaruh oleh pembebanan CPU. o Sistem penyaklaran baterai cadangan 2.1.2.6. 2.1.3.
Pemrograman PLC Format pemrograman PLC untuk tipe yang berbeda mungkin dapat
bervariasi, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tata nama, pola penomoran, dan tampilan layar. Variasi lainnya adalah format penomoran untuk kontak (contact), keluaran dan register, termasuk format huruf dan angka atau kombinasi keduanya. Keterbatasan format pemrograman pada PLC harus diperhatikan saat memrogram diagram tangga PLC. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka CPU tidak akan menerima program tersebut ke dalam memori. Beberapa contoh batasan umum program diagram tangga adalah sebagai berikut. o Sebuah kontak (contact) harus selalu disisipkan pada slot 1 pada bagian kiri atas. (Gambar 2.11.(a)) o Sebuah koil (coil) harus disisipkan pada akhir sebuah anak tangga (rung). (Gambar 2.11.(b)) Y A
B (a)
(b)
Gambar 2.11. Penyisipan Kontak dan Koil
25 o Semua kontak harus disusun secara horizontal, tidak boleh vertikal. (Gambar 2.12.) Y A
C B
D
E
Y A
D
Penyusunan kontak vertikal tidak diperbolehkan
B
C
C
E
D E Salah satu solusi yang dapat digunakan
Gambar 2.12. Contoh Penyisipan Kontak yang Salah dan Solusinya (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p47)
o Jumlah kontak per matriks (jaringan) adalah terbatas, misalnya 11 kontak x 7 baris kebawah per anak tangga (rung). (Gambar 2.13.) o Setiap grup kontak hanya memiliki satu keluaran. (Gambar 2.13.) Y
Gambar 2.13. Matriks Kontak (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p48)
o Penyusunan kontak bersarang (nested) harus dilakukan secara benar, atau pada beberapa PLC tidak dapat dilakukan sama sekali.
26 Y
Y
A
A
B
B
C
D
C
D
SALAH
BENAR
Gambar 2.14. Contoh Susunan Kontak Bersarang (Nested) (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p49)
o Aliran (flow) harus dari kiri ke kanan. (Gambar 2.15.(a)) o Gerak maju kontak harus lurus atau rata atas. (Gambar 2.15.(a)) Penambahan 2 kontak (E dan C) menambah jalur E, C, B
Y = A.B + A.C.D + E.D Y A
Y
B
Tidak “sah”
C
A
D
E
E
B
C
C
D
E SALAH
BENAR
(a) Y A
B
D
C
E
Y
F
A
D
F
G
B
E
G
H SALAH
C
H BENAR
(b) Gambar 2.15. Orientasi Aliran Diagram (a) flow dari kiri ke kanan; (b) flow lurus/rata atas (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p50)
2.1.4.
Proses Scan PLC berfungsi melalui proses scan program operasionalnya. Setiap siklus
operasional PLC terdiri dari tiga tahap yaitu: (1) scan masukan, (2) scan program, dan (3) scan keluaran. Waktu total untuk menyelesaikan scan program bergantung pada kecepatan prosesor dan panjangnya program user. Pada penggunaan prosesor
27 berkecepatan tinggi dan program user yang pendek, ratusan proses scan dapat diselesaikan dalam satu detiknya. Scan Masukan
Scan Keluaran
Scan Program
Gambar 2.16. Siklus Operasional PLC (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p51)
INPUT
TABEL STATUS INPUT
T E R M I N A L
PROGRAM USER
SCAN MASUKAN Terminal masukan dibaca dan Tabel status input di-update.
SCAN PROGRAM Selama scan program, data pada tabel input diterapkan pada program user. Program dieksekusi dan tabel output di-update.
TABEL STATUS OUTPUT
OUTPUT T E R M I N A L
SCAN KELUARAN Data yang sesuai dengan tabel output ditransfer ke terminal keluaran.
Gambar 2.17. Proses Scan (Sumber: John W. Webb; Ronald A. Reis. (1995). Programmable Logic Controller: Principles and Applications, Third Edition. Prentice Hall. p51)
Scan masukan, scan program dan scan keluaran merupakan fungsi terpisah dan independen. Oleh karena itu, perubahan status piranti masukan selama proses scan program atau scan keluaran berlangsung tidak akan dikenali sampai proses scan masukan berikutnya. Demikian pula data pada tabel ouput tidak ditransfer ke terminal keluaran selama scan masukan atau scan program, proses transfer data hanya berlangsung selama scan keluaran.
28 2.2.
Sensor Sebuah sensor berfungsi mengubah gejala fisik seperti suhu, tekanan, tingkat,
panjang, posisi, atau ada/tidaknya obyek menjadi bentuk tegangan, arus listrik, frekuensi, pulsa dan lain-lain. Dalam sebuah sistem, sensor merupakan bagian yang berfungsi mengumpulkan dan mempersiapkan data status proses dan mengirimkannya ke prosesor (Soloman, 1994, p13). Proses Sensor
Aktuator Software Program
Penyempurna Sinyal
Prosesor
Penyempurna Sinyal Koneksi ke prosesor lain (jaringan)
Gambar 2.18. Komponen Kontrol Proses (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p14)
Banyak tipe sensor telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir, khususnya untuk keperluan kontrol proses industri, penggunaan dalam bidang militer, pengobatan, aplikasi otomotif dan penerbangan. Beberapa jenis sensor telah diproduksi oleh perusahaan komersil. Sensor kontrol proses dalam industri/pabrik memegang peranan yang signifikan dalam meningkatkan produktivitas, secara kualitas dan kuantitas, pada dekade terakhir. Parameter utama yang diukur dan dikontrol dalam industri antara lain suhu, berat, gaya, tekanan, level dan aliran cairan, dan lain-lain. Pada dasarnya, terdapat tiga jenis sensor yang digunakan dalam aplikasi pabrik, yaitu sensor photoelectric, sensor inductive proximity, dan limit switches.
29 2.2.1.
Sensor Photoelectric Sensor photoelectric adalah sebuah saklar yang berubah menjadi on atau off
berdasarkan ada/tidaknya cahaya yang diterima (Soloman, 1994, p99). +
+
detector cahaya
LED Sumber
Detektor
kontak output
Gambar 2.19. Sensor Photoelectric (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p100)
Komponen dasar sebuah sensor photoelectric adalah catu daya, sumber cahaya, detektor cahaya dan kontak output. Kuncinya terletak pada detektor cahaya, yang terbuat dari silikon, material semikonduktor yang menghantar arus saat terkena cahaya. lampu pijar AC
sel cahaya
retro reflektor
kontak output
Gambar 2.20. Kontrol Photoelectric Mula-mula (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p100)
Pada mulanya, kontrol photoelectric pada industri menggunakan cahaya terfokus dari lampu pijar untuk mengaktivasi sel cahaya cadmium sulfide (Soloman, 1994, p100). Karena tidak termodulasi, maka cahaya-cahaya lain seperti cahaya matahari dapat dengan mudah mengacaukan pemicu sensor tersebut. Selain itu, kawat pijar (filamen) yang lembut pada lampu pijar relatif memiliki jangka waktu hidup yang
30 singkat dan tidak dapat bertahan pada getaran yang kuat seperti yang biasanya ditemui dalam lingkungan industri. Waktu penyaklaran juga dipengaruhi oleh waktu respon terhadap perubahan gelap/terang yang lambat dari sel cahaya. Saat ini, sensor photoelectric menggunakan sumber cahaya yang efektif, yaitu sebuah LED (light-emitting diode), yang dikembangkan pada awal tahun 1960-an. LED adalah piranti solid-state yang memancarkan cahaya saat dilewati arus listrik. Hal ini merupakan kebalikan dari detektor cahaya yang mengalirkan arus listrik saat menerima cahaya. LED (light-emitting diode) perubahan on-off cepat tidak perlu pemanasan ukuran relatif kecil keras/tidak mudah pecah konsumsi daya rendah efisiensi pancaran tinggi waktu hidup panjang
Gambar 2.21. LED (Light-Emitting Diode) (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p101)
Dibandingkan dengan lampu pijar, LED memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat berubah on atau off dengan sangat cepat, ukurannya kecil, konsumsi daya rendah dan dapat hidup selama 100.000 jam secara kontinyu. Sebagai piranti solid-state, LED lebih tahan terhadap getaran dibandingkan lampu pijar. LED memancarkan energi cahaya dengan panjang gelombang yang sempit. LED gallium arsenide infra merah memancarkan energi hanya pada 940 nm. Karena panjang gelombang tersebut berada pada puncak dari respon sebuah fotodioda silikon, maka dicapai transfer energi maksimum antara sumber dan detektor.
31 1nm
400nm
x-ray
nearinfrared 500 600 700 800 900 1000nm nm nm nm nm nm 1µm
3µm
visible
ultra violet 300 nm
visible green LED
visible red LED
midinfrared
30µm
farinfrared
infrared LED
Gambar 2.22. Panjang Gelombang Pemancaran LED (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p101)
350
ten
m
at
500
silikon
mat
a
blue cyan turquoise green emerald chartreuse yellow amber ocher orange tangerine scarlet
s tung
481 499 513 526 546 561 575 587 599 610 622 636
indigo
violet 429
386
400
pu
458
lam near ultra violet
Efisiensi Relatif
fotodioda
m
an
us
aha
ri
Ga As LED
ia
red
600 700 800 Panjang Gelombang (nanometer)
nearinfrared
900
950
Gambar 2.23. Pemancaran Infra Merah LED Gallium Arsenide (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p101)
Sensitivitas terhadap energi cahaya yang dimiliki oleh detektor cahaya silikon juga mencapai puncaknya pada spektrum cahaya infra merah. Hal ini akan memberikan kontribusi efisiensi tinggi dan jangkauan yang jauh saat sebuah detektor cahaya silikon digunakan berpasangan dengan LED gallium arsenide. Pada tahun-tahun belakangan, LED cahaya tampak mulai digunakan sebagai sumber cahaya sebuah kontrol photoelectric. Karena sorotan cahaya tampak oleh mata telanjang, maka keuntungan pokok dari penggunaan LED cahaya tampak adalah kemudahan dalam penjajaran (alignment). Adapun kelemahan LED cahaya tampak pada umumnya memiliki kinerja optikal yang lebih rendah dibandingkan dengan LED infra merah.
32 Terdapat 2 (dua) modus deteksi pada sensor optikal, yaitu modus sorotan cahaya lurus (through-beam) dan modus sorotan cahaya pantul (reflection).
2.2.1.1.
Sensor dengan Modus Sorotan Cahaya Lurus (Through-beam Sensor) Sensor sorotan cahaya lurus memiliki elemen sumber dan detektor cahaya
yang terpisah dan disusun sejajar saling berhadapan, dengan sorotan cahaya memotong jalur yang akan dilewati oleh obyek. Area sorotan efektif adalah kolom dimana cahaya melintas lurus diantara lensa-lensa. Detektor
Detektor
Sumber
Obyek
Bidang pandang
Ar ea So ro tan
efe
kti
f
Bidang pandang (a)
Sumber
(b)
Gambar 2.24. (a) Sensor Sorotan Cahaya Lurus; (b) Area Sorotan Efektif (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. pp102-103)
Karena cahaya dari sumber ditransmisi secara langsung pada detektor, sensor jenis ini memiliki beberapa keuntungan yaitu: o Jangkauan yang lebih jauh dalam mengindera o Memungkinkan tercapainya kekuatan cahaya yang tinggi o Rasio kontras terang/gelap yang besar o Memiliki kemampuan deteksi berulang-ulang terbaik Selain keuntungan diatas, sensor sorotan cahaya lurus memiliki keterbatasan sebagai berikut:
33 o Pengawatan kedua komponen memotong zona deteksi. o Dapat timbul masalah dalam mengatur posisi sumber dan detektor sehingga sejajar. o Jika obyek yang dideteksi berukuran lebih kecil dari diameter area sorotan efektif, diperlukan piranti tambahan yang memperkecil diameter area sorotan efektif tersebut, yaitu tutup lensa bercelah. Detektor
Bidang pandang
Ar ea
Tutup Lensa Bercelah
So ro ta
ne
fek t if
Bidang pandang
Sumber
Gambar 2.25. Sensor dengan Tutup Lensa Bercelah untuk Mendeteksi Benda Kecil (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p103)
Prinsip kerja sebuah sensor sorotan cahaya lurus adalah sebagai berikut. Pada saat tidak ada obyek yang melintas di antara sumber dan detektor, cahaya dari sumber diterima oleh detektor. Jika ada obyek melintas, cahaya dari sumber terhalang sehingga tidak diterima oleh detektor. Dengan demikian, penyaklaran dan keluaran terjadi.
Sumber
Detektor (a)
Sumber
Detektor (b)
Gambar 2.26. Prinsip Kerja Sensor Sorotan Cahaya Lurus (a) Cahaya dari Sumber Diterima Penuh oleh Detektor; (b) Cahaya dari Sumber Terhalang, Obyek Terdeteksi (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p14)
34 2.2.1.2.
Sensor dengan Modus Sorotan Cahaya Pantul (Reflection Sensor) Pada kontrol fotoelektrik modus sorotan cahaya pantul, posisi sumber dan
detektor cahaya saling berdampingan/paralel pada satu sisi yang sama. Cahaya dari sumber ditujukan pada sebuah retroreflektor yang akan memantulkan cahaya kembali kearah detektor. Penyaklaran dan keluaran terjadi saat obyek menghalangi sorotan cahaya. Bidang pandang Retroreflector
Retroreflector
Ar ea
So ro t an
efe k
tif
Sumber/ Detektor Sumber/ Detektor
Obyek (a)
(b)
Gambar 2.27. (a) Sensor Sorotan Cahaya Pantul; (b) Area Sorotan Efektif (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p22)
Sumber
Sumber
Retroreflektor Detektor
Retroreflektor Detektor
(a)
(b)
Gambar 2.28. Prinsip Kerja Sensor Sorotan Cahaya Pantul (a) Cahaya dari Sumber Dipantulkan oleh Retroreflektor dan Diterima Penuh oleh Detektor; (b) Cahaya dari Sumber Terhalang, Obyek Terdeteksi (Sumber: Sabrie Soloman. (1994). Sensors and Control Systems in Manufacturing. McGraw-Hill International Edition. p104)
Karena cahaya melalui dua arah (sehingga jarak tempuh menjadi ganda), maka sensor jenis ini tidak dapat mengindera sejauh sensor sorotan cahaya lurus. Namun, sensor ini menawarkan sistem penginderaan yang baik yaitu kemudahan dalam
35 memasang dan tidak memerlukan pengawatan pada kedua sisi area sensor. Batasan utama sensor ini adalah permukaan obyek yang berkilat dapat memicu kesalahan deteksi karena memantulkan kembali cahaya. 2.2.1.3. 2.2.2. 2.3.
Aktuator
2.3.1.
Motor Listrik Motor listrik menyediakan daya penggerak bagi ekonomi industri modern.
Motor listrik beroperasi karena interaksi antara fluks magnetis dengan arus listrik atau aliran muatan. Interaksi tersebut menghasilkan gaya, karena sebuah muatan yang bergerak dalam medan magnet akan memproduksi gaya yang ortogonal terhadap arah gerak muatan dan medan magnet. Motor listrik diklasifikasikan dalam 2 (dua) kategori, yaitu motor DC dan motor AC (Petruzella, 1996, p47). Motor DC beroperasi dengan terminal tegangan dan arus searah atau pada dasarnya konstan. Motor DC biasanya digunakan pada 2 (dua) jenis aplikasi utama. Pertama, sumber dayanya adalah DC. Kedua, karakteristik kecepatan tenaga putar (torsi) yang pada umumnya mudah disesuaikan. Sebaliknya, motor AC dirancang untuk beroperasi pada catu daya arus bolak-balik, secara umum dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu motor sinkron dan motor induksi. Motor AC bekerja dengan mengatur pola medan magnet yang mengenai stator, kemudian memakai gaya elektromagnet untuk membuat rotor bergerak dalam pola medan magnet berputar. Pada motor sinkron, umumnya mempunyai medan magnet yang tidak berubah yang mengenai rotor sehingga menyebabkan rotasi pada kecepatan yang sama dengan medan magnet stator. Sedangkan pada motor induksi medan magnet diinduksi oleh pergerakan rotor melalui medan magnet stator.
36 Secara umum, karekteristik motor listrik jenis AC dan DC dapat dilihat pada tabel berikut. Karakteristik*) Keterangan Motor AC 1. Harga Relatif lebih murah. 2. Pemeliharaan Relatif lebih mudah. 3. Perbaikan Relatif lebih murah. 4. Ukuran fisik Relatif lebih kecil. 5. Lain-lain Tersedia berbagai bentuk display untuk berbagai lingkungan pengoperasian, lebih mampu bertahan pada lingkungan pengoperasian yang keras. *) untuk HP (horse power) yang sama No
Motor DC Relatif lebih mahal. Perlu dilakukan secara rutin. Relatif lebih mahal. Relatif lebih besar. Torsi tinggi pada kecepatan rendah, kemampuan dalam mengatasi beban yang lebih baik, pengaturan kecepatan lebih stabil pada seluruh rentang.
Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Motor AC dan Motor DC (Sumber: Frank D. Petruzella. (1996). Elektronik Industri. Penerbit ANDI Yogyakarta. P343)
2.3.1.1.
Motor AC Seperti telah diuraikan diatas, motor AC dikelompokkan menjadi motor
sinkron dan motor induksi. Motor sinkron bekerja pada kecepatan tetap tanpa dipengaruhi oleh beban yang dijalankan. Kecepatan motor sinkron, disebut kecepatan sinkron, dirumuskan sebagai berikut. Speed = 120 ⋅
Dimana
f P
…1)
Speed = kecepatan sinkron, dalam rpm f = frekuensi sumber daya, dalam Hz P = jumlah lilitan kutub pada tiap lilitan satu fase.
Motor induksi bekerja pada kecepatan yang hampir mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan antara kecepatan sinkron dan kecepatan aktual pada motor induksi dinamakan kecepatan slip. Besarnya kecepatan slip dipengaruhi oleh rancangan motor
37 dan kinerja yang diharapkan. Lebih jauh, kecepatan motor dan kecepatan slip bervariasi tergantung beban yang dijalankan. Kecepatan motor akan menurun seiring dengan peningkatan beban pada motor. Setiap motor AC diklasifikasikan kedalam 2 (dua) kelompok, yaitu motor fase tunggal dan motor fase banyak, tergantung pada penerapan catu yang digunakan, yaitu catu fase tunggal atau catu fase banyak. Pada umumnya, motor fase banyak merupakan motor fase tiga sesuai dengan distribusi catu yang universal. fase tunggal
fase tunggal dua kecepatan
fase tiga
sedang
T1
T2
tinggi
T1
T2
T1
rendah
T2
T3
T3
lilitan berjalan
L1
line saklar sentrifugal
lilitan starting
3 fase
fase A fase B
R
120 V
tegangan rendah
fase C
L2 tegangan tinggi
L1
fase C
R
240 V
fase A
fase B line L2
3 fase
(a)
(b)
Gambar 2.29. Motor AC (a) Fase Tunggal; (b) Fase Tiga (Sumber: Frank D. Petruzella. (1996). Elektronik Industri. Penerbit ANDI Yogyakarta. p50, p54)
38 2.3.1.2.
Motor Induksi Motor induksi adalah sebuah pengubah listrik yang memiliki rangkaian
magnetis yang terpisah oleh celah udara kedalam 2 (dua) bagian yang secara relatif dapat bergerak, bagian pertama membawa lilitan primer disebut stator, yang lainnya lilitan sekunder disebut rotor. Arus AC dialirkan pada lilitan utama dari sebuah sistem catu daya listrik dan akan menginduksi arus yang berlawanan arah pada lilitan sekunder. Pergerakan relatif antara struktur lilitan primer dan sekunder dihasilkan oleh gaya elektromagnet sesuai catu daya, yang ditransfer melalui celah udara melalui proses induksi. Segi utama yang membedakan motor induksi dengan motor lainnya adalah pada motor induksi, arus sekunder semata-mata muncul karena proses induksi seperti pada transformer, bukan disediakan oleh pembangkit dc atau catu daya eksternal lainnya seperti pada motor sinkron dan motor dc. Motor induksi diklasifikasikan sebagai motor sangkar tupai dan motor rotor terlilit. Pada motor sangkar tupai, lilitan sekunder rotor tersusun atas batang konduktor yang dikontak-singkat oleh cincin akhir. Sedangkan pada motor rotor-terlilit, lilitan sekunder terdiri dari konduktor diskrit dengan jumlah kutub sama dengan lilitan primer pada stator. Lilitan rotor berakhir pada cincin slip pada batang motor. Lilitan dapat dikontak-singkat oleh sikat yang terdapat pada cincin slip atau dapat terhubung pada resistor atau pengubah solid-state untuk mulai bergerak atau mengatur kecepatan. Struktur normal motor induksi terdiri dari rotor silindris yang memuat lilitan sekunder yang ditempatkan pada keliling luar dan sebuah inti pelingkar baja berlapis yang memuat lilitan primer pada keliling dalam. Lilitan primer biasanya disusun untuk catu daya fase tiga dengan tiga gulungan kawat multi kutub yang sama persis berjarak sepertiga dari kutub secara teratur.
39 Pada dasarnya, prinsip kerja normal sebuah motor induksi adalah sebagai berikut. Mula-mula, stator diberi tegangan bolak-balik. Hal tesebut akan menciptakan medan magnet berputar atau gelombang berjalan yang menginduksi arus pada rangkaian rotor. Arus tersebut kemudian akan berinteraksi dengan gelombang berjalan untuk menghasilkan tenaga putaran (torsi). T4
Tabel Hubungan T3
T1
T6
Kecepatan
Kawat line
Terikat bersama
Polaritas lilitan
Hubungan lilitan
Rendah
T1-T2-T3
T4-T5-T6
conseq-pole
2 - paralel Y
Tinggi
T4-T5-T6
----------
conventional
serial ∆
T5
T2
Gambar 2.30. Motor Induksi dan Tabel Hubungan Pengatur Kecepatan (Sumber: Frank D. Petruzella. (1996). Elektronik Industri. Penerbit ANDI Yogyakarta. p54)
Motor induksi merupakan motor yang paling banyak digunakan, dengan alasan lebih sederhana dan relatif lebih murah dibandingkan motor lainnya. Motor induksi dapat dibuat sebagai motor fase tiga atau fase tunggal, karena tidak ada tegangan eksternal yang diberikan pada rotornya. Pada aplikasi industri, umumnya digunakan motor induksi fase tiga rotor sangkar,
dengan
alasan
kesederhanaan,
kekuatan
dan
kehandalan.
Karena
keistimewaannya tersebut, maka motor sangkar tupai diterima sebagai standar aplikasi motor ac untuk semua keperluan motor kecepatan konstan (Petruzella, 1996, p346). Adapun karakteristik motor sangkai tupai adalah:
40 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Parameter Rotor
Karakteristik Berupa penghantar tembaga, dipasang pada inti yang solid dengan ujung-ujung dihubung singkat, mirip sangkar tupai. Kecepatan Konstan Arus Start Besar sehingga tegangan berfluktuasi. Arah Putaran Dapat dibalik dengan menukar dua dari tiga lin daya utama. Faktor Daya Cenderung buruk untuk beban yang dikurangi Tabel 2.3. Karakteristik Motor Sangkar Tupai (Sumber: Frank D. Petruzella. (1996). Elektronik Industri. Penerbit ANDI Yogyakarta. P345)
2.4.
Proses Pengecatan Otomatis Pada bidang industri, khususnya industri otomotif, perusahaan PREMIER
System Integrations telah menawarkan satu sistem pengecat otomotif berbasis PLC. Hal yang melatarbelakanginya adalah adanya fasilitas perakitan otomotif di Amerika bagian barat daya yang masih melakukan proses pengecatan bumper mobil secara manual, dikerjakan satu-persatu dengan tangan, padahal jumlah bumper yang harus dicat setiap harinya mencapai ±2.000 buah. Jumlah bumper yang telah diproses, kemudian dicatat secara manual. Proses tersebut menghabiskan satu jam dari waktu operator sebelum giliran berikutnya. Metode manual tersebut tidaklah cukup dalam menghadapi pertumbuhan kebutuhan atas fasilitas pengecatan otomotif, sehingga dirancanglah suatu sistem otomasi dalam proses pengecatan. Secara sederhana, prinsip kerja sistem pengecat otomotif yang ditawarkan oleh perusahaan PREMIER System Integrations adalah sebagai berikut. Pada bagian belakang setiap bumper yang akan dicat diberi sebuah label barcode permanen yang berisi berbagai informasi yang akan diterima oleh sistem, antara lain nomor seri, bentuk dan warna. Setelah sistem membaca barcode pada bumper yang akan dicat, sistem melakukan penyesuaian posisi bumper. Kesalahan posisi harus dikoreksi oleh seorang operator. Setelah posisi bumper tepat, sebuah sistem pengecat
41 robotik akan melakukan proses pengecatan otomatis. Jenis robot yang digunakan adalah Robot Pengecat GE FANUC. Kemudian sistem juga akan langsung menghitung dan mencetak laporan inventarisasi bumper yang telah diproses. Paket perangkat lunak yang digunakan untuk diintegrasikan pada Robot FANUC adalah PaintTool Application Software, yang dapat digunakan untuk proses pengajaran lintasan pada robot (Fanuc Robotics, 1999). Dengan spesifikasi sistem yang ada, dimana sistem menggunakan sistem robotik sebagai pengecat dan plasma display sebagai penampil informasi serta barcode scanner sebagai masukannya, sistem pengecat otomatis yang ditawarkan oleh perusahaan PREMIER System Integrations tersebut relatif mahal dan hanya mungkin diterapkan pada industri-industri raksasa. Berdasarkan alasan inilah maka muncul ide untuk membuat suatu sistem simulasi conveyor untuk proses pengecatan dan pengeringan menggunakan PLC yang dapat diterapkan pada industri menengah kebawah, dengan memanfaatkan komponen-komponen yang lebih sederhana namun disertai dengan penerapan algoritma yang handal sehingga sistem menjadi relatif lebih murah.