BAB 2 KERANGKA TEORI
2.1. Media massa Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Media digolongkan atas empat macam, yakni media antarpribadi, media kelompok, media publik, dan media massa (Cangara, 2007:123). Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat mekanis, seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara, 2007:127). Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan (Rakhmat, 1996:224). “Nilai-nilai lebih dari televisi tersebut membuat daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi” (Kuswandi, 1996 : 2). Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak komunikasi massa tentang orang, objek atau lembaga. Disini sudah mulai terasa bahayanya media 13
massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa (Rakhmat, 1996:225). Kemudian menurut DeFleur dan McQuail (1987), selain itu media massa juga memiliki beberapa bentuk, yang diantara nya ialah:
Cetak/Visual Bentuk yang satu ini memiliki ciri khas dibanding media massa lainnya. Meskipun merupakan media cetak, namun khalayak yang diterpa bersifat aktif.
Radio/Audio Radio merupakan media massa elektronik yang bersifat audio (didengar).
Televisi/Audio Visual Media ini merupakan bentuk komunikasi massa yang paling populer. Televisi memiliki kelebihan dari media massa lainnya, yaitu bersifat audio visual (didengar dan dilihat), sehingga pengaruh yang disebarkan makin besar pula serta lebih efektif.
Film bioskop Media ini memiliki fungsi dan sifat mekanik/nonelektronik, rekreatif, edukatif, persuasif atau non informatif.
Internet Internet merupakan media baru dimana khalayak dapat memilih sesuka hati informasi yang mereka sukai. Internet merupakan media massa, meskipun bersifat interaktif. Dari penjelasan tentang pengertian media dan bentuk-bentuk media,
maka penelitian kali ini adalah membahas mengenai salah satu alat komunikasi yang digunakan dalam media massa yaitu televisi. Penelitian ini akan melihat bagaimana isi berita televisi tentang kasus pengeboman gereja di Metro TV.
2.2. Berita Televisi
14
Televisi memiliki ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikannya heterogen ( Effendy, 1993 :21 ). Televisi mempunyai daya tarik sampai dengan saat ini, karena televisi mampu menyampaikan informasi kepada khalayak luas dengan gambar dan suara secara bersamaan, sehingga dalam perkembangannya televisi mampu menggeser radio, surat kabar, ataupun buku (Widjaja, 2008: 80-84). Tayangan televisi dapat diartikan sebagai adanya suatu pertunjukan acara yang ditampilkan atau disiarkan melalui media massa televisi. Tayangan tersebut bisa bersifat hiburan, informasi, ataupun edukasi seperti tayangan mengenai pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering memperoleh berbagai pengalaman. Hal ini dikarenakan terintegrasinya kelima indra yang kita miliki, tetapi dengan menonton audiovisual, akan mendapatkan 100% dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Ini sebagai akibat timbulnya pengalaman tiruan (Stimulated Experinence) dari media audiovisual tadi. (Darwanto, 2007:119) Menurut Dean M. Lyle Spencer dalam bukunya yang berjudul News Writing yang kemudian dikutip oleh George Fox Mott (New Survey Journalism) mengatakan bahwa : “Berita dapat didefinisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca”. Sedangkan menurut Mitchel V. Charnley dalam bukunya reporting edisi III (Holt-Reinhart & Winston, New York, 1975 : 44) menyebutkan “Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas”. (Muda, 2003 :21-22) Berita merupakan hasil produksi dari media massa. Dr. Willard.G. Bleyer memberikan definisi atau pengertian berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca. Sedangkan Mitchel V. Charnley memberikan definisi atau pengertian berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka Jani Yosef 15
memberikan definisi atau pengertian berita sebagai sebuah laporan terkini tentang fakta atau pendapat yang penting atau menarik bagi khalayak dan disebarluaskan melalui media massa. Pengertian mengenai berita itu sendiri bermacam-macam, namun belum ada satu pengertian yang dapat dijadikan patokan secara mutlak. Ada pernyataan sederhana, bahwa berita itu sudah pasti sebuah informasi, namun sebuah informasi belum tentu sebuah berita apabila informasi tersebut tidak memiliki nilai berita atau nilai jurnalistik untuk disebarluaskan kepada khalayak 1 Berita merupakan salah satu bentuk informasi dari media massa. Entah itu dengan media cetak, media elektronik, dan media bentuk baru (internet). Namun, penelitian ini dikhususkan untuk meneliti tentang berita televisi. Penulis mengambil berita televisi karena hampir sebagian masyarakat mempunyai televisi. Eric C. Hepwood (1996) mengemukakan, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting sehingga dapat menarik perhatian umum. Definisi ini mengungkapkan tiga unsure berita yakni aktual, penting dan menarik. (Harahap, 2007:3) Sementara itu, pakar komunikasi lainnya, JB Wahyudi mengemukakan, berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa periodik. Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan melalui media massa periodic. Dari definisi yang dikemukakan JB Wahyudi dapat kita pahami bahwa berita bukan hanya kejadian atau peristiwa, tetapi juga pendapat tersebut baru dapat dikatakan sebuah berita bila sudah dipublikasikan melalui media massa periodik: surat kabar, majalah, radio dan TV. Jadi kalau berita itu disajikan
1
http://id.shvoong.com/social-sciences/communication-media-studies/2185169-pengertiandan-jenis-berita/#ixzz1d4wSZauW diunduh tanggal 1 November 2011 pukul 23.21 WIB
16
melalui
papan
pengumuman,
selebaran,
leaflet
atau
spanduk
tentu
pengertiannya bukan lagi berita. Itu adalah pengumuman atau pemberitahuan. Berita TV bukan hanya sekedar melaporkan fakta tulisan/ narasi, tetapi juga gambar (visual), baik gambar diam, seperti foto, gambar peta, grafis, maupun film berita yakni rekaman peristiwa yang menjadi topik berita dan mampu memikat pemirsa. Bagi berita TV, gambar adalah primadona atau paling utama daripada narasi. Kalau gambar berita yang disiarkan mampu bercerita banyak, maka narasi hanya sebagai penunjang saja. Berita TV tanpa gambar tidak ubahnya dengan berita radio. (Harahap, 2007: 4) Dari definisi tersebut, maka berita TV dapat kita bagi menjadi tiga jenis, yaitu berita fakta peristiwa, berita fakta pendapat, dan berita fakta peristiwa dan fakta pendapat. Berita fakta peristiwa adalah laporan tentang segala sesuatu peristiwa sebagaimana adanya, misalnya, kebakaran, bencana alam, dan kecelakaan. Berita ini disusun hanya berdasarkan pengamatan wartawan di tempat kejadian perkara (TKP). Berita fakta pendapat adalah laporan tentang pernyataan/ pendapat manusia mengenai segala sesuatu yang tengah aktual, misalkan pendapat pakar mengenai implikasi kenaikan BBM, pendapat bergbagai kalangan masyarakat mengenai 100 hari Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan tanggapan SBY atas komentar kinerja kabinetnya. Berita ini disusun hanya berdasarkan tanggapan saja dan tidak ada peristiwanya. Kemudian berita fakta peristiwa dan fakta pendapat adalah laporan tentang segala sesuatu peristiwa yang terjadi dan pendapat manusia yang berkompeten mengenai fakta peristiwa tersebut. (Harahap, 2007: 5) 2.3. Terorisme Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) terorisme arti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan terror. Terorisme adalah suatu tindakan yang didasari sistem nilai dan cara pandang dunia, sehingga untuk memahaminya memerlukan suatu kerangka dan metodologi pemikiran yang biasa digunakan dalam tradisi filsafat.
17
Berbagai pendapat pakar dana badan pelaksana yang menangani masalah terorisme, mengemukakan tentang perngertian terorisme secara beragam. Terror mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk menciptakan atau mengkondisikan sebuah iklim ketakutan di dalam kelompok masyarakat yang lebih luas, daripada hanya pada jatuhnya korban kekerasan. Publikasi media massa adalah salah satu tujuan dari aksi kekerasan dari suatu terror, sehingga pelaku merasa sukses jika kekerasan dalam terorisme serta akibatnya dipublikasikan secara luas di mass media. Dalam perkembangannya lalu muncul suatu konsep yang memberi pengertian, bahwa terorisme adalah cara atau teknik intimidasi dengan sasaran sistematik, demi suatu kepentingan politik tertentu. (Hendropriyono, 2009: 25) Menurut Wittgenstein bahwa the language games (tata permainan bahasa) itu meliputi bahasa perintah untuk dipatuhi, bahasa lelucon atau komedi, bahasa pertanyaan, bahasa orang berterimakasih, bahasa berdoa, bahasa orang memaki, dan sejenisnya. Setiap ragam permainan bahasa itu mengandung aturan tertentu, yang mencerminkan cirri khas dari corak permainan bahasa yang bersangkutan. Sebagaimana lazimnya dalam sebuah permainan, orang yang terlibat dalam permainan catur misalnya, mempunyai aturan sendiri yang tidak sama dengan permainan sepak bola, begitu pula halnya yang terjadi dalam tata permainan bahasa, masing-masing mempunyai aturannya sendiri-sendiri. Sebagai suatu realitas kehidupan, Terorisme adalah ungkapan dari pemikiran atau perasaan para pelakunya sehingga merupakan suatu bahasa yang mempunyai aturan sendiri dan tidak tunduk kepada aturan lain yang berlaku umum atau universal. (Hendropriyono, 2009: 36-37) Tujuan para pelaku terorisme dan motivasinya di masa lalu beragam, yaitu demi keuntungan ekonomi (gold), memperoleh gengsi sosial (glory), memaksakan ideology, penafsiran keyakinan atau eksploitasi
agama,
kebudayaan, hegemoni, kekuasaan, dominasi cultural, ataupun pemaksaan konsep filsafati. (Hendropriyono, 2009: 37)
18
2.4. Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk Model yang dipakai oleh Van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Nama pendekatan semacam ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik pendekatan yang diperkenalkan oleh van Dijk. Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. ( Eriyanto, 2001: 221) Van Dijk membuat suatu jembatan yang menghubungkan elemen besar berupa struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang mikro dengan sebuah dimensi yang dinamakan kognisi sosial. Kognisi sosial tersebut mempunyai dua arti. Di satu sisi ia menunjukan bagaimana proses teks tersebut diproduksi oleh wartawan/ media, di sisi lain ia menggambarkan bagaimana nilai-nilai masyarakat yang patriarchal itu menyebar dan diserap oleh kognisi wartawan, dan akhirnya digunakannya untuk membuat teks berita. ( Eriyanto, 2001: 222) Penelitian mengenai wacana tidak bias mengeksklusi seakan-akan teks adalah bidang yang kosong, sebaliknya ia adalah bagian kecil dari struktur besar masyarakat. Pendekatan yang dikenal sebagai kognisi sosial ini membantu memetakan bagaimana produksi teks yang melibatkan proses yang kompleks tersebut dapat dipelajari dan dijelaskan. ( Eriyanto, 2001: 222) Van
Dijk
tidak
mengeksklusi
modelnya
semata-mata
dengan
menganalisis teks semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/ pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan: teks,kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level 19
kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Analisis van Dijk di sini menghubungkan analasis tekstual-yang memusatkan perhatian melulu pada teks ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks berita itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun dari masyarakat. (Eriyanto, 2001: 224-225) Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagianbagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafase, dan gambar. (Eriyanto, 2001: 225226) Menurut van Dijk, meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya pilihan kata dan kalimat yang dipakai. ( Eriyanto, 2001: 226) Menurut Littejohn, antara bagian teks dalam model van Dijk dilihat saling mendukung, mengandung arti yang koheren satu sama lain. Hal ini karena semua teks dipandang van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat dilihat sebagai suatu piramida. Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat, dan proposisi yang dipakai. Pernyataan/ tema pada level umum didukung oleh pilihan kata, kalimat, atau retorika tertentu. Prinsip ini membantu peneliti untuk mengamati bagiamana suatu teks terbangun lewat elemen-elemen yang lebih kecil. Skema ini juga memberikan peta untuk mempelajari suatu teks. Kita tidak cuma mengerti apa isi dari suatu teks berita, 20
tetapi juga elemen yang membentuk teks berita, kata, kalimat, paragraph, dan proposisi. Kita tidak hanya mengetahui apa yang diliput oleh media, tetapi juga bagaimana media mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa tertentu dan bagaimana itu diungkapkan lewat retorika tertentu. ( Eriyanto, 2001: 226227) Seperti yang sudah dijelaskan diatas, van Dijk melalui berbagai karyanya, membuat kerangka analisis wacana yang dapat didayagunakan. Ia melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur/ tingkatan, yang masingmasing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya kedalam tiga tingkatan: 1. Struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa. 2. Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. 3. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafase yang dipakai dan sebagainya. (Sobur, 2007: 73-74) Struktur/ elemen wacana yang dikemukakan van Dijk ini dapat digambarkan seperti berikut: Tabel 2.1 Elemen Wacana Van Dijk Struktur Wacana
Hal yang diamati
Elemen
Struktur makro
Tematik
Topic
(apa yang dikatakan?) Superstruktur
Skematik
Skema
(bagaimana pendapat disusun dan dirangkai? ) Struktur mikro
Sematik
Latar, detail, maksud,
21
(makna yang ingin ditekankan
praanggapan,
dalam teks berita)
nominalisasi
Sintaksis
Bentuk kalimat,
(Bagaimana pendapat
koherensi, kata ganti
Struktur mikro
disampaikan? ) Struktur mikro
Stilistik
Leksikon
(pilihan kata apa yang dipakai? ) Struktur mikro
Retoris
Grafis, metafora
(bagaimana dan dengan cara apa
ekspresi
penekanan dilakukan? )
Dalam pandangan van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Meski terdiri atas berbagai elemen, semua elemen itu merupakan suatu kesatuan, saling behubungan dan mendukung satu sama lainnya. 1. Tematik Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita. Oleh karena itu, ia sering disebut sebagai tema atau topik. ( Eriyanto, 2001: 229) Topik menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari wartawan ketika melihat atau memandang suatu peristiwa. Gagasan penting van Dijk, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau diruntut menunjuk pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk
22
menggambarkan topik umum tersebut. Topik menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh. ( Eriyanto, 2001: 230 ) Gagasan van Dijk ini didasarkan pada pandangan ketika wartawan meliput suatu peristiwa dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mental/ pikiran tertentu. Kognisi atau mental ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang dimunculkan dalam berita. Karena topik di sini dipahami sebagai mental atau kognisi wartawan, tidak mengherankan jika semua elemen dalam berita mengacu dan mendukung topik dalam berita. Elemen lain dipandang sebagai bagian dari strategi yang dipakai oleh wartawan untuk mendukung topik yang ingin dia tekankan dalam pemberitaan. Peristiwa yang sama bisa jadi dipahami secara berbeda oleh wartawan yang berbeda, dan ini dapat diamati dari topik suatu pemeberitaan. Dan pada taraf pertama kali, hal ini dapat diamati dari topik yang digambarkan dalam pemberitaan. Gagasan van Dijk semacam ini membantu peneliti untuk mengamati dan memusatkan perhatian pada bagaimana teks dibentuk oleh wartawan. (Eriyanto, 2001: 230231) 2. Skematik Kalau topik menunjukkan makna umum dari suatu wacana, maka struktur skematik atau superstruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya. Struktur skematik memberikan tekanan: bagian mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan bagian penting di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol. ( Sobur, 2007: 76 ) 23
Dalam konteks penyajian berita, meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya secara hipotetik mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead (teras berita). Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang paling penting. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. ( Sobur, 2007: 76 ) Judul dan lead umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini secara hipotetik juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks. (Eriyanto, 2001: 232) Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya terdiri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Latar umumnya dipakai untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih jelas ketika disampaikan kepada khalayak. Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihakpihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa secara hipotetik terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokoh yang dikutip oleh wartawan. Kedua, kesimpulan yang diambil oleh wartawan dari komentar berbagai tokoh. (Sobur, 2007: 77-78) Menurut van Dijk (dalam Eriyanto, 2001: 234), arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. (Sobur, 2007: 78)
24
3. Semantik Semantik dalam skema van Dijk dikiategorikan sebagai makna vocal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Analisis wacana banyak memusatkan perhatian pada dimensi teks seperti makna yang eksplisit maupun implisit, makna yang sengaja disembunyikan dan bagaimana orang menulis atau berbicara mengenai hal itu. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur wacana tetapi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa. (Sobur, 2007: 78) Latar merupakan elemen wacana yang dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Latar peristiwa dipakai untuk menyediakan latar belakang hendak kemana makna suatu teks itu dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, dimana komunikator dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, bergantung pada kepentingan mereka. Latar merupakan bagian berita yang bisa mempengaruhi semantic (arti kata) yang ingin ditampilkan. (Sobur, 2007: 79) Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Oleh karena itu, latar membantu menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa. ( Eriyanto, 2001: 235) Latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh wartawan. Kadang maksud atau isi utama tidak dibeberkan dalam teks, tetapi dengan melihat latar apa yang ditampilkan dan bagaimana latar tersebut disajikan, kita bisa mengalisis apa maksud tersembunyi yang ingin dikemukakan oleh wartawan seseungguhnya. (Eriyanto, 2001: 235-236) Bentuk lain dari strategi semantik adalah detail suatu wacana. Elemen wacana detail berhubungan dengan control informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan 25
informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. (Sobur, 2007: 79) Informasi yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi juga dengan detail yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detail yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu khalayak. Detail yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang menguntungkan komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara detail dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detail informasi akan dikurangi. (Eriyanto, 2001: 238) Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekpresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail
yang
besar,
akan
menggambarkan
bagaimana
wacana
yang
dikembangkan oleh media. (Eriyanto, 2001: 238) Kemudian bentuk lain strategi semantic adalah elemen maksud. Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detail. Dalam detail, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detail panjang. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah public hanya disajikan informasi yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan menunjuk langsung pada fakta. Sementara itu, informasi yang merugikan disajikan dengan kata tersamar, eufemistik, dan berbeli-belit.
Dengan
semantik
tertentu,
seorang
komunikator
dapat
menyampaikan secara implisit informasi atau fakta yang merugikan dirinya, sebaliknya secara eksplisit akan menguraikan informasi yang menguntungkan dirinya. (Eriyanto, 2001: 240) 26
4. Sintaksis Strategi untuk menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negative, itu juga dilakukan dengan manipulasi politik menggunakan sintaksis (kalimat) seperti pada pemakaian kata ganti, aturan tata kata, pemakaian kategori sintaksis yang spesifik, pemakaian kalimat aktif atau pasif, peletakan anak kalimat, pemakaian kalimat yang kompleks dan sebagainya. (Sobur, 2007: 80) Salah satu strategi pada level semantik ini adalah dengan pemakaian koherensi. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan
sehingga
tampak
berhubungan sekalipun dapat
koheren. menjadi
Sehingga
fakta
yang
berhubungan ketika
tidak
seseorang
menghubungkannya. ( Eriyanto, 2001: 242) Strategi pada level sintaksis yang lain adalah dengan menggunakan bentuk kalimat. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang mana ia menanyakan apakah A menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. (Sobur, 2007: 81) Elemen lain adalah kata ganti. Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Adalah suatu gejala universal bahwa dalam berbahasa sebuah kata yang mengacu kepada manusia, benda, atau hal, tidak akan dipergunakan berulang kali dalam sebuah konteks yang sama. Untuk menghindari segi-segi yang negative dari pengulangan itu, maka setiap bahasa di dunia ini memiliki cara dengan memakai kata ganti. Kata ganti ini timbul untuk menghindari pengulangan kata tadi (yang disebut anteseden) dalam kalimat-kalimat berikutnya. (Sobur, 2007: 81-82)
27
5. Stilistik Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa
sebagai
sarana. Dengan demikian style
dapat
diterjemahkan sebagai gaya bahasa. (Sobur, 2007: 82) Pada dasaranya elemen leksikon ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Kata “meninggal”, misalnya, mempunyai kata lain: mati, tewas, gugur, meninggal, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya. Di antara beberapa kata itu seseorang dapat memilih di antara pilihan yang tersedia. Dengan demikian pilihan kata yang dipakai tidak semata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta/ realitas. ( Eriyanto, 2001: 255) 6. Retoris Strategi dalam level retoris di sini adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya, dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik), atau bertele-tele, retoris mempunyai fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak. Pemakaiannya, di antaranya dengan menggunakan gaya repetisi (pengulangan), aliterasi (pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya seperti sajak), sebagai suatu strategi untuk menarik perhatian, atau untuk menekankan sisi tertentu agar diperhatikan oleh khalayak. Bentuk gaya retoris lain adalah ejekan (ironi) dan metonomi. Tujuannya adalah melebihkan sesuatu yang positif mengenai diri sendiri dan melebihkan keburukan pihak lawan. (Sobur, 2007: 83-84) Di
dalam
suatu
wacana,
seorang
komunikator
tidak
hanya
menyampaikan pesan pokok, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksudkan sebagai ornament atau bumbu dari suatu teks. Tetapi, pemakaian metefora tertentu boleh jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai 28
landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada public. Wacana terakhir yang menjadi strategi dalam level retoris ini adalah dengan menampilkan grafis. Grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. 2.5.
Hegemoni Teori hegemoni merupakan sebuah teori politik paling penting abad
XX. Teori ini dikemukakan oleh Antonio Gramsci (1891-1937). Antonio Gramsci dapat dipandang sebagai pemikir politik terpenting setelah Marx. Gagasanya yang cemerlang tentang hegemoni, yang banyak dipengeruhi oleh filsafat hukum Hegel, dianggap merupakan landasan paradigma alternatif terhadap teori Marxis tradisional mengenai paradigma base-superstructure (basis-suprastruktur). Teori hegemoni dibangun di atas preis pentingnya ide dan tidak mencukupinya kekuatan fisik belaka dalam kontrol sosial politik. Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut “eugemonia”, sebagaimana dikemukakan Encyclopedia Britanica dalam prakteknya di Yunani, diterapakan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota (polis atau citystates) secara individual, misalnya yang dilakukan oleh negara kota Athena dan Sparta, terhadap Negara-negara lain yang sejajar (Hendarto, 1993:73). Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui penindasan terhadap klas sosial lainnya. Ada berbagai cara yang dipakai, misalnya melalui institusi yang ada di masyarakat yang menentukan secara langsung atau tidak struktur-struktur kognitif dari masyarakat. Karena itu hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan (Patria, 2003: 120-121). Hegemoni membangun suatu teori yang menekankan bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadiran kelompok dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindakan kekerasan. Media 29
menjadi sarana dimana suatu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan
kelompok
lain.
Seperti
dikatakan
Raymond
William
(Eriyanto,2001:104) hegemoni bekerja melalui dua saluran : ideologi dan budaya dimana nilai-nilai itu bekerja. Melalui hegemoni, ideologi kelompok dominan dapat disebarkan, nilai dan kepercayaan dapat ditukarkan. Menurut Gramsci, agar yang dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, lebih dari itu mereka juga harus memberi persetujuan atas subordinasi mereka. Inilah yang dimaksud Gramci dengan “hegemoni” atau menguasai dengan “kepemimpinan moral dan intelektual”. Dalam konteks ini, Gramci secara berlawanan mendudukan hegemoni, sebagai satu bentuk supermasi satu kelompok atau beberapa kelompok atas yang lainnya, dengan bentuk supermasi lain yang ia namakan “dominasi” yaitu kekuasaan yang ditopang oleh kekuatan fisik (Sugiono, 1999:31) Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai. Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat birokrasi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa. Pendek kata, hegemoni satu kelompok atas kelompok-kelompok lainnya dalam pengertian Gramscian bukanlah sesuatu yang dipaksakan. Hegemoni itu harus diraih melalui upaya-upaya politis, kultural dan intelektual guna menciptakan pandangan dunia bersama bagi seluruh masyarakat. Teori politik Gramsci penjelasan bagaimana ide-ide atau ideologi menjadi sebuah instrumen
30
dominasi yang memberikan pada kelompok penguasa legitimasi untuk berkuasa (Sugiono, 1999: 31).
2.6.
Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Isu Sosial Persepsi tentang Islam 1. Pembicaraan tentang Islam 2. Banyak film tentang Islam 3. Pembahasan Islam di Indonesia
Padangan Negatif tentang Islam
Bagaimana Media Massa Mengemas sebuah berita.
Berita Televisi Mengenai kasus terorisme yang terjadi di Indonesia, terutama kasus pengeboman GBIS Kepunton di Solo
Analisis Wacana Kritis Model Van Djik 1. Tematik (topik) 2. Skematik (skema) 3. Sematik (latar, detail, maksud, praanggapan, nominalisasi) 4. Sintaksis (bentuk kalimat, koherensi, kata ganti) 5. Stilistik (leksikon) 6. Retoris (Grafis, metafora ekspresi)
31
Penjelasan: Berangkat dari banyaknya pandangan tentang Islam, bagaimana Islam dibentuk dari berbagai media dan juga kejadian-kejadian yang berkaitan dengan Islam, sebagian masyarakat berpandangan negatif tentang Islam. Dari psikologi sosial yang sudah terbentuk dalam masyarakat, sebuah berita media masa dibuat juga dari psikologi wartawan tentang sebuah pandangan tentang Islam. Dalam psikologi wartawan, sebuah berita dibentuk untuk membangun persepsi atau pandangan sebagaian masyarakat, seperti berita tentang bom gereja di Solo. Penulis kemudian menganilisa bagaimana sebuah berita kasus bom gereja di Solo yang ada dalam media televisi yaitu Metro TV dengan menggunakan analisis wacana kritis Van Dijk. Dalam analisis ini penulis juga mengetahui bagaimana sebuah berita bisa membuat persepsi masyarakat tentang sebuah kejadian.
32