BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Profil Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta a. Lokasi Instansi Balai Besar POM Yogyakarta terletak di jalan Tompeyan Tegalrejo Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, kode pos 55244, Telephone (0274) 561038 dan fax. (0274) 552250, (0274) 519052. Email:
[email protected]. Balai Besar POM Yogyakarta ini terletak dikawasan perkantoran dan apabila dilihat dari segi perhubungan sangat strategis karena berlokasi di dekat jalan raya yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul. b. Luas Wilayah Kerja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di Pulau Jawa terbentang antara 110° Bujur Timur sampai 150° Bujur Timur dan 733° Lintang Selatan sampai 812° Lintang Selatan, dengan batas bagian Selatan Samudra Hindia dan bagian lainnya berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, yaitu bagian Tenggara dengan Kabupaten Wonogiri, bagian Timur Laut dengan Kabupaten Klaten, bagian Barat Laut dengan Kabupaten Magelang dan Bagian Barat dengan Kabupaten Purworejo.
44
45
Luas wilayah pengawasan secara keseluruhan adalah 3.185,80 km2 atau 0,17 persen dari luas Indonesia (1.860.359,67 km2). Cakupan wilayah kerja pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta meliputi seluruh wilayah administratif Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri atas 1 kota dan 4 kabupaten, yaitu sebagai berikut. 1) Kota Yogyakarta dengan luas 32,50 km2. 2) Kabupaten Kulon Progo dengan luas 586,27 km2. 3) Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2. 4) Kabupaten Gunung Kidul dengan luas 1.485,36 km2. 5) Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km2. c. Visi dan Misi Visi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta adalah menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Misi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta mengacu dengan Misi Badan POM RI sesuai dengan Keputusan Kepala Badang POM RI Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 tanggal 3 November 2010 tentang penetapan visi dan misi Badan POM sebagai berikut. 1) Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. 2) Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. 3) Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.
46
4) Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. 5) Membangun organisasi pembelajar (learning organization). d. Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan, dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta menyelenggarakan fungsi sebagai berikut. 1) Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. 2) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. 3) Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi. 4) Pelaksanaan
pemeriksaan
setempat,
pengambilan
contoh
dan
pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi. 5) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum. 6) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
47
7) Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen. 8) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 9) Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan. 10) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan bidang tugasnya. b. Sumber Daya Manusia Jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada di Balai Besar POM Yogyakarta per 31 Desember 2013 adalah sebanyak 116 orang. Berdasarkan unit kerja, sumber daya manusia (SDM) Balai Besar POM Yogyakarta sebagai berikut. 1) Sumber daya manusia bidang tata usaha sebanyak 26 orang. 2) Sumber daya manusia bidang pemeriksaan dan penyidikan sebanyak 21 orang. 3) Sumber daya manusia bidang pangan dan bahan berbahaya sebanyak 15 orang. 4) sumber daya manusia bidang pengujian mikrobiologis sebanyak 12 orang. 5) Sumber daya manusia bidang pengujian terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen sebanyak 30 orang. 6) Sumber daya manusia bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen sebanyak 12 orang.
48
c. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta
(Sesuai
Keputusan
Kepala
Badan
POM
Nomor
:
05018/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM).
Kepala Balai Besar POM
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Kepala Bidang Pengujian Terapetik, Narkotika, OT, Kosmetik dan Produk Komplimen
Kepala Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
Kepala Bidang Pengujian Mikrobiolo gi
Kepala Bidang Pemeriksa an dan Penyidikan
Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Seksi Pemeriksaan
Kepala Seksi Sertifikasi
Seksi Penyidikan Seksi Layanan Info. Konsumen
Gambar 2. Struktur Organisasi Balai Besar POM Yogyakarta
49
d. Unit-Unit Kerja dalam Melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi 1) Bagian Tata Usaha Bagian tata usaha mempunyai tugas yaitu mengurusi dan melakukan urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga Balai Besar POM. Memberikan pelayanan teknis dan administrasi di lingkungan Balai Besar POM. 2) Bidang Pengujian Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen (Teranokoko) Bidang pengujian terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 3) Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya Bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi, dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan
pemeriksaan
secara
laboratorium, pengujian, dan penilaian mutu untuk dibidang pangan, bahan berbahaya. 4) Bidang Pengujian Mikrobiologi Bidang pengujian mikrobiologi mempunyai tugas dalam melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi,
50
penyusunan laporan pelaksanaan secara laboratorium, pengujian, penilaian mutu secara mikrobiologi. 5) Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Bidang pemeriksaan dan penyidikan yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja serta evaluasi dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan
pemeriksaan
setempat,
pengambilan contoh untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kometika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas maka bidang pemeriksaan dan penyidikan menyelenggarakan sebagai berikut. a) Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan. b) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh, dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi, instansi kesehatan di bidang terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen. c) Melaksanakan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana distribusi di bidang pangan dan bahan berbahaya.
51
d) Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum. e) Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan. 6) Bidang Sertifikasi dan Lembaga Informasi Konsumen Bidang
sertifikasi
dan
lembaga
informasi
konsumen
mempunyai tugas yaitu melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu dan layanan informasi konsumen. Dalam melaksanakan tugas, bidang sertifikasi dan lembaga informasi konsumen menyelenggarakan fungsi sebagai berikut. a) Penyusun rencana dan program sertifikasi produk dan layanan informasi konsumen. b) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu. c) Pelaksanaan layanan informasi untuk konsumen. d) Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi roduk dan layanan informasi konsumen. 2. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kinerja organisasi publik merupakan gambaran mengenai hasil kerja dan pencapaian suatu organisasi publik dalam pelaksanaan kegiatan, program, kebijaksanaan guna mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mengetahui kinerja organisasi publik maka
52
dapat dilakukan dengan penilaian kinerja pada sebuah organisasi publik dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab dari sebuah organisasi. Dengan demikian, maka dapat diketahui atau diukur tingkat pencapaian hasil kerja suatu organisasi publik dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehingga dapat diketahui sejauhmana sebuah organisasi publik telah bekerja. Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan diukur dari sejauhmana capaian Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Penilaian kinerja dalam hal ini dengan melihat kinerja Balai Besar POM Yogyakarta berdasarkan indikator-indikator yang telah di tetapkan yaitu produktivitas, responsivitas, dan responsibilitas. a. Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam Pengawasan Produk Obat dan Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan ditentukan dari sejauhmana hasil kerja yang dapat dicapai oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengukuran kinerja Balai Besar POM Yogyakarta berdasarkan tiga indikator yaitu indikator produktivitas, indikator responsivitas, dan indikator responsibilitas.
53
1) Produktivitas Kerja Balai Besar POM Yogyakarta Produktivitas dipahami sebagai rasio antara input dan ouput, yang artinya perbandingan sejauhmana sumber daya yang digunakan dan upaya yang dilakukan dengan hasil yang diperoleh dalam periode tertentu. Dalam penelitian ini, konsep produktivitas dibahas mengenai sejauhmana hasil kerja yang diperoleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi terkait pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta berusaha dengan sebaik-baiknya untuk melindungi masyarakat. Hal ini sesuai dengan visi yang ingin dicapai Balai Besar POM Yogyakarta yaitu menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada selasa, 14 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kita ingin sepenuhnya memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penggunaan produk obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan dan mengandung zat berbahaya. Disini, kami sebagai Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan dengan melakukan pengawasan pre-market dan post-market yaitu dengan melakukan pengawasan dan pemeriksaan sebelum dan setelah produk obat dan makanan beredar di masyarakat”.
54
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu D saat wawancara pada rabu, 15 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Pengawasan yang kami lakukan itu untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penggunaan produk obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan dan mengandung zat berbahaya. kami ingin masyarakat lebih waspada dan menyadari akan produk obat dan makanan yang di pakai”. Dari penuturan kedua informan menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah melaksanakan tugas pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Pengawasan tersebut dengan menggunakan sistem pengawasan premarket dan post-market yang sesuai dengan visi Badan POM RI yakni melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. Pengawasan tersebut untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penggunaan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Sistem pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan tugas pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat
berbahaya
menggunakan
sistem
pengawasan
komprehensif yang meliputi pengawasan pre-market dan post-market. Pengawasan
pre-market
dan
post-market
Balai
Besar
POM
Yogyakarta dilakukan untuk melindungi masyarakat dari produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya.
55
Pengawasan Pre-market yang dilakukan Balai Besar POM Yogyakarta untuk memastikan apakah produk obat dan makanan yang akan beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi. Balai Besar POM Yogyakarta selama ini telah melaksanakan pengawasan pre-market terhadap produk obat dan makanan dengan cara ikut berperan serta dalam mengaudit sarana produksi dan memberi rekomendasi penerbitan ijin produksi produk obat dan makanan kepada Badan POM RI terhadap produk obat dan makanan yang diproduksi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada selasa, 14 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kegiatan pengawasan pre-market kita dengan berperan dalam mengaudit dan memberi rekomendasi kepada Badan POM RI terhadap produk pangan dan obat tradisional yang diproduksi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti misalnya audit sarana produksi pangan dalam rangka penerbitan BPOM RI MD, audit sarana produksi obat tradisonal dalam rangka penerbitan ijin produksi obat tradisional. Pengawasan pre-market juga dengan pemeriksaan sarana tempat produksi baik di industri farmasi, industri obat tradisonal, industri pangan seperti di pabrik susu SGM, pengrajin jamu gendong, dan industri-industri rumah tangga di wilayah kerja kita yaitu di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Pendapat informan diatas didukung oleh dokumen kinerja perizinan Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2013 seperti pada tabel 3 sebagai berikut.
56
Tabel 3. Kinerja Perizinan Tahun 2013 Hasil Audit Jenis Sarana
1. Sarana
Produksi
Memenuhi
Belum Memenuhi
Syarat
Syarat
7
10
13
0
8
5
2
2
38
7
Pangan
Penerbitan BPOM RI MD. 2. Sarana
Produksi
Pangan
Penerbitan Ijin Pencantuman Logo Halal. 3. Sarana
Produksi
Tradisional
Obat
Penerbitan
Ijin
Produksi. 4. Sarana
Produksi
Penerbitan
Kosmetik
Ijin
Produksi
Kosmetik. 5. Sarana
Distribusi
Obat
Penerbitan Ijin PBF. Sumber : Kinerja Perizinan Tahun 2013 Dari penuturan informan dan tabel 3 menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta sudah menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sebelum produk obat dan makanan diedarkan di masyarakat. Pengawasan Pre-market dilakukan dengan membantu mengaudit dan memberi rekomendasi kepada Badan POM RI terhadap produk pangan dan obat tradisional yang diproduksi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta seperti audit sarana produksi pangan penerbitan BPOM RI MD, sarana produksi pangan penerbitan
57
ijin pencantuman logo halal, sarana produksi obat tradisional penerbitan ijin produksi, sarana produksi kosmetik penerbitan ijin produksi kosmetik, sarana distribusi obat penerbitan ijin PBF. Pengawasan pre-market Balai Besar POM Yogyakarta juga dengan melakukan pemeriksaan setempat ke sarana produksi seperti industri obat, pabrik susu, dan indusri-industri rumah tangga di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengawasan post-market yang dilakukan Balai Besar POM dengan melakukan pemeriksaan sarana distribusi produk obat dan makanan serta melakukan sampling produk obat dan makanan untuk di uji secara laboratorium untuk mendeteksi produk obat dan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Pengawasan post-market ini dilakukan untuk memastikan apakah produk obat dan makanan yang beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada selasa, 14 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kegiatan pengawasan post-market kita biasanya dengan melakukan pemeriksaan sarana distribusi dan melakukan sampling produk obat dan makanan. Sampel makanan atau obat tersebut kita beli dari berbagai toko misalnya di swalayan, minimarket, toko herbal, dan depot jamu lalu kita uji di laboratorium kita untuk mengetahui kandungan bakteri, kandungan bahan berbahaya, kandungan bahan kimia obat termasuk juga pengecekan kemasan dan tanggal kadaluarsa”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Bapak S saat wawancara pada rabu, 15 Januari 2014 yang mengatakan bahwa :
58
“Pengawasan post-market kita dengan mengambil sampel produk obat dan makanan di toko-toko dan swalayan. Sampel obat dan makanan tersebut kita beli dari toko atau swalayan lalu kita bawa untuk di uji di laboratorium”. Dari penuturan kedua informan di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesudah produk diedarkan di masyarakat dengan melakukan pemeriksaan setempat ke sarana distribusi seperti swalayan, minimarket, toko herbal, dan depot jamu dan melakukan pengambilan sampling ke tempat distribusi produk obat dan makanan. Produktivitas pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta dalam meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dapat dilihat dari perbandingan antara rencana target indikator sasaran pengawasan dengan realisasi/hasil capaian pengawasan selama 1 tahun. Indikator sasaran pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta yaitu pertama, proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu). Kedua, proporsi obat tradisonal yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Ketiga, proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. Keempat, proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. Kelima, proporsi makanan yang memenuhi syarat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada selasa, 14 Januari 2014 yang mengatakan bahwa:
59
“Biasanya kita untuk melihat produktivitas pengawasan dengan membandingkan antara target indikator sasaran dengan hasil capaian pengawasan. Indikator sasaran seperti pertama, proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu). Kedua, proporsi obat tradisonal yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Ketiga, proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. Keempat, proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. Kelima, proporsi makanan yang memenuhi syarat selama periode 1 tahun”. Pendapat informan diatas didukung oleh dokumen pengukuran kinerja pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2013 seperti pada tabel 4 sebagai berikut. Tabel 4. Pengukuran Kinerja Pengawasan Tahun 2013 Indikator sasaran 1. Proporsi
obat
yang
Target
Realisasi
Keterangan
99,53 %
96,38 %
Belum
memenuhi standar (aman,
tercapai
manfaat, dan mutu). 2. Proporsi
obat
tradisonal
1,2 %
5%
yang mengandung Bahan
Belum tercapai
Kimia Obat (BKO). 3. Proporsi
kosmetik
mengandung
yang
1,5 %
1,00 %
Tercapai
4%
0%
Tercapai
88 %
79,09 %
Belum
bahan
berbahaya. 4. Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. 5. Proporsi
makanan
memenuhi syarat.
yang
tercapai
Sumber : Laporan Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta Tahun 2013
60
Tabel 4 menerangkan produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut. 1) Rencana target proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu) untuk tahun 2013 sebesar 99,53%. Namun capaian sebesar 96,38 % yang berarti bahwa persentase produk obat yang memenuhi syarat keamanan, kemanfaatan, dan mutu yang beredar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 96,36 % dari keseluruhan sampel yang diuji di laboratorium Balai Besar POM Yogyakarta. Dengan kata lain, pencapaian sasaran ini belum mencapai target yang ditentukan yaitu 99,53 %. 2) Rencana target proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu) untuk tahun 2013 sebesar 99,53%. Namun capaian sebesar 96,38 % yang berarti bahwa persentase produk obat yang memenuhi syarat keamanan, kemanfaatan, dan mutu yang beredar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 96,36 % dari keseluruhan sampel yang diuji di laboratorium Balai Besar POM Yogyakarta. Dengan kata lain, pencapaian sasaran ini belum mencapai target yang ditentukan yaitu 99,53 %. 3) Rencana target proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya untuk tahun 2013 sebesar 1,5 %. Capaian sebesar 1,00 % yang berarti bahwa persentase kosmetik yang mengandung bahan berbahaya yang beredar di wilayah Daerah Istimewa
61
Yogyakarta adalah 1,00 % dari keseluruhan sampel yang diuji di laboratorium Balai Besar POM Yogyakarta. Dengan kata lain, pencapaian sasaran sudah mencapai target yang ditentukan yaitu 1,5 %. 4) Rencana target proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan untuk tahun 2013 sebesar 4%. Capaian sebesar 0 % yang berarti bahwa persentase produk suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat yang beredar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 0 % dari keseluruhan sampel yang diuji di laboratorium Balai Besar POM Yogyakarta. Dengan kata lain, pencapaian sasaran ini sudah mencapai target yang ditentukan yaitu 4 %. 5) Rencana target Proporsi makanan yang memenuhi syarat untuk tahun 2013 sebesar 88 %. Namun capaian hanya sebesar 79,09 % yang berarti bahwa persentase produk makanan yang memenuhi syarat yang beredar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 79,09 % dari keseluruhan sampel yang diuji di laboratorium Balai Besar POM Yogyakarta. Dengan kata lain, pencapaian sasaran ini belum mencapai target yang ditentukan yaitu 88 %. Dari penuturan informan dan tabel 4 menerangkan bahwa Balai Besar
POM
Yogyakarta
belum
sepenuhnya
bisa
melindungi
masyarakat di Daerah Istimewa Yogayakarta dari produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal ini dapat dilihat dari
62
adanya indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan dan ada pula indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan. Indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan yaitu proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. Sedangkan indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan antara lain yaitu proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu), proporsi obat tradisonal yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), dan proporsi makanan yang memenuhi syarat. Efektivitas kegiatan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya dilihat dari tingkat kemampuan suatu kegiatan mencapai hasil yang diinginkan. Dalam hal ini, efektivitas ditentukan dari pencapaian indikator outcames, dimana hal ini tidak dapat diukur seketika setelah suatu kegiatan seselai dilaksanakan, tetapi baru dapat diukur beberapa waktu kemudian. Salah satu cara pengukuran efektivitas adalah melalui survei kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada selasa, 14 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Untuk melihat keefektivitasan pengawasan, kita biasanya hanya dengan melihat dari pencapaian hasil pengawasan terhadap target yang ditentukan. Namun kami belum pernah melakukan survei kepada masyarakat tentang apakah pengawasan kita sudah efektif atau belum”.
63
Dari penuturan informan di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta belum pernah melakukan survei kepada masyarakat terkait keefektivitasan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan. Pengukuran efesiensi kegiatan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta terhadap produk obat dan makanan menggunakan indikator input dan output. Dalam hal ini diukur kemampuan kegiatan pengawasan terhadap produk obat dan makanan dalam menggunakan input yang lebih sedikit dalam menghasilkan output yang sama atau lebih besar. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan seluruh kegiatan pengawasan sudah dalam kategori efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada selasa, 14 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kita melihat efesiensi seluruh kegiatan pengawasan dengan membandingkan antara indikator input yang digunakan dengan indikator output yang dihasilkan, itu semua sudah ada rumusnya. Dan untuk tahun 2013 ini seluruh kegiatan pengawasan kita termasuk kategori efisien”. Pendapat informan diatas didukung oleh data efisiensi kegiatan di dalam laporan kinerja Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2013 yang berbunyi sebagai berikut. “Pada tahun 2013, dari 38 (tiga puluh delapan) kegiatan yang dilakukan oleh seluruh jajaran Balai Besar POM Yogyakarta seluruhnya merupakan kegiatan yang berkategori efisien”.
64
Kesehatan organisasi dan kepuasan kerja pegawai merupakan aspek penting dalam melihat produktivitas suatu organisasi. Ukuran pokok untuk menentukan kesehatan organisasi yaitu mencakup produktivitas
individual
dan
produktivitas
kolektif
organisasi.
Sedangkan kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi. Kesehatan organisasi Balai Besar POM Yogyakarta dilihat dari produktivitas seluruh kegiatan pengawasan yang dilakukan Balai Besar POM Yogyakarta dalam meningkatkan kinerja dalam pengawasan obat dan makanan. Produktivitas tersebut meliputi empat indikator yaitu jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan makanan yang diperiksa, jumlah produk obat dan makanan yang disampling dan diuji, jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan, dan jumlah layanan informasi dan pengaduan. Sedangkan Kepuasan kerja pegawai Balai Besar POM Yogyakarta dapat dilihat dari produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi pegawai pada masing-masing bidang di Balai Besar POM Yogyakarta. Balai Besar POM Yogyakarta terdiri dari bagian tata usaha, bidang pengujian terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen (teranokoko), bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya, bidang pengujian mikrobiologi bidang pemeriksaan dan penyidikan, bidang sertifikasi dan lembaga informasi konsumen. Kesehatan organisasi dan kepuasan kerja Balai Besar POM
65
Yogyakarta dalam pengawasan bidang obat dan makanan dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut. Tabel 5. Pencapaian Sasaran Kinerja Pengawasan Tahun 2013 Indikator sasaran
Target
Realisasi
Keterangan
1. Jumlah sarana produksi
1.214
1.296
Tercapai
dan distribusi obat dan
sarana
sarana
4.200
4.990
sampel
sampel
8
8
dokumen
dokumen
426
528
layanan
layanan
makanan yang diperiksa. 2. Jumlah produk obat dan makanan
yang
Tercapai
disampling dan diuji. 3. Jumlah
dokumen
perencanaan, penganggaran,
Tercapai
dan
evaluasi yang dihasilkan. 4. Jumlah layanan informasi dan pengaduan.
Tercapai
Sumber : Laporan Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta Tahun 2013 Tabel 5 menerangkan pencapaian sasaran kinerja pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut. 1) Rencana target jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan makanan yang diperiksa untuk tahun 2013 sebanyak 1.124 sarana. Pencapaian produktivitas sebesar 1.296 sarana atau presentase capaian sebesar 115,30 % terhadap target. Dengan kata lain, jumlah produksi dan distribusi obat dan makanan yang diperiksa untuk tahun 2013 sudah mencapai target yang ditentukan.
66
2) Rencana target jumlah produk obat dan makanan yang disampling dan diuji untuk tahun 2013 sebanyak 4200 produk obat dan makanan. Pencapaian produktivitas sebesar 4.990 sampel atau presentase capaian sebesar 118,80 % terhadap target. Dengan kata lain, jumlah produk obat dan makanan yang disampling dan diuji untuk tahun 2013 sudah mencapai target yang ditentukan. 3) Rencana target jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan untuk tahun 2013 adalah 8 dokumen. Pencapaian indikator jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan adalah 8 atau dengan kata lain persentase capaian indikator adalah 100 % dari target. Dokumen yang dihasilkan adalah dokumen RKAKL, DIPA, RKT, PK, LAPTAH, LAKIP, dan 2 dokumen laporan keuangan. 4) Rencana target jumlah layanan informasi dan pengaduan untuk tahun 2013 sebanyak 426. Pencapaian indikator jumlah layanan informasi dan pengaduan adalah 528 atau dengan kata lain persetase capaian indikator adalah 123,94 % terhadap target. Tabel 5 menerangkan bahwa kesehatan organisasi dan kepuasan kerja pegawai Balai Besar POM Yogyakarta terkait menjalankan tugas dan fungsi dalam kegiatan pengawasan bidang obat dan makanan sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari semua indikator sasaran kinerja Balai Besar POM Yogyakarta sudah memenuhi target yang direncanakan antara lain jumlah sarana produksi dan distribusi
67
obat dan makanan yang diperiksa, jumlah produk obat dan makanan yang
disampling
dan
diuji,
jumlah
dokumen
perencanaan,
penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan, dan jumlah layanan informasi dan pengaduan. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melayani masyarakat terkait masalah produk obat dan makanan sudah menyediakan Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK). Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2013 telah menerima 868 petanyaan/permintaan informasi mengenai obat dan makanan. ULPK Balai Besar POM Yogyakarta dalam tahun 2013 juga telah menindaklanjuti 14 pengaduan dari masyarakat terkait produk kosmetik, obat, dan makanan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. 14 pengaduan tersebut diantaranya 7 pengaduan terkait komoditi obat tradional, 5 pengaduan komoditi masalah makanan, dan 2 pengaduan terkait komoditi kosmetik. Selain menyediakan Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK). Balai Besar POM Yogyakarta dalam melayani masyarakat terkait masalah produk obat dan makanan juga membuat programprogram layanan informasi untuk masyarakat antara lain sosialisasi Gerakan Nasional Waspada Obat Dan Makanan Ilegal (GNWOMI), penyebaran informasi produk obat dan makanan, pemberdayaan masyarakat DIY dalam pengawasan keamanan pangan, dan talkshow kepada masyarakat.
68
Banyaknya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di Daerah Istimewa Yogyakarta masih menjadi tantangan dari Balai Besar POM Yogyakarta dalam hal produktivitas pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Pada tahun 2013, Balai Besar POM telah menemukan 42.367 komoditas ilegal dan berbahaya. Total nilai komoditas yang ditemukan mencapai lebih dari Rp. 221.000.000 rupiah. Sedangkan untuk tahun 2013, Balai Besar POM Yogyakarta telah memusnahkan 1.468 jenis produk ilegal senilai Rp. 2.032.227.636 rupiah. (Sumber : Laporan Tahunan BPOM Tahun 2013). Semakin banyak polemik produk obat dan makanan yang mengandung
zat
berbahaya
di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
menandakan bahwa semakin banyaknya pula peredaran produk obat dan makanan yang ilegal dan mengandung zat berbahaya yang beredar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Masih banyak produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan produktivitas pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta belum maksimal. 2) Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta Responsivitas merupakan indikator kinerja yang berorientasi pada proses. Responsivitas adalah kemampuan organisasi dalam mengenali
kebutuhan,
keluhan,
dan
pengaduan
masyarakat.
Responsivitas dilihat dari kemampuan organisasi untuk mengenali
69
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya menampung dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan, keluhan, dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada rabu, 15 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kami dari pihak Balai Besar POM Yogyakarta selalu siap jika masyarakat ingin menyampaikan pertanyaan, keluhan, dan pengaduan terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Untuk itu kami, Balai Besar POM Yogyakarta sudah menyediakan ULPK (Unit Pelayanan Pengaduan Konsumen) untuk menampung dan menindaklanjuti pertanyaan, keluhan, dan pengaduan dari masyarakat”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu I saat wawancara pada senin, 27 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kami memfasilitasi masyarakat yang mau bertanya atau menyampaikan keluhannya kepada kami. Untuk itu kami menyediakan ULPK (Unit Pelayanan Pengaduan Konsumen) untuk melayani pertanyaan dan aduan dari masyarakat”. Dari penuturan kedua informan di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah melakukan untuk menampung segala pertanyaan, keluhan, dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat
70
berbahaya dengan menyediakan ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen). ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta untuk tahun 2013 telah merespon dan menanggapi 868 pertanyaan dari masyarakat terkait informasi-informasi spesifik tentang produk obat dan makanan seperti kontradiksi, efeksamping, dosis, pengujian, setifikasi, produk terdaftar, label halal, dan lain-lain. ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta dalam merespon dan menanggapi segala pertanyaan dari masyarakat juga membuat katalog yang berisi referensi standar jawaban pengaduan konsumen sesuai dengan jenis komoditi. Pihak Balai Besar POM Yogyakarta menyediakan lima sarana untuk mempermudahkan akses masyarakat dalam mengajukan pertanyaan atau keluhannya yaitu melalui email, fax, surat, telepon, dan bisa langsung datang ke kantor Balai Besar POM Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada rabu, 15 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Jika masyarakat ingin mengadukan keluhan, memberi saran atau mengajukan pertanyaan ke Balai Besar POM. Kami sudah menyediakan ULPK yang bisa diakses melalui telepon, fax, email, surat atau langsung datang. Kami juga sudah menyiapkan katalog untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat”. Pendapat informan diatas didukung oleh dokumen ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta seperti pada gambar 3 sebagai berikut.
71
Gambar 3. Katalog Referensi Standar Jawaban Pengaduan Konsumen
Dari penuturan informan, dan gambar 3 menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah menyediakan katalog produk obat dan makanan serta menyediakan lima sarana akses komunikasi untuk mempermudahkan masyarakat dalam mengajukan pertanyaan /keluhan ke pihak Balai Besar POM Yogyakarta. ULPK (Unit Pelayanan Pengaduan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta dalam tahun 2013 telah menindaklanjuti 14 pengaduan dari masyarakat terkait produk kosmetik, obat, dan makanan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada rabu, 15 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Untuk tahun 2013, kami telah menindaklanjuti beberapa pengaduan dari masyarakat. Ada pengaduan komoditi obat tradional, produk makanan, dan pengaduan komoditi kosmetik”. Pendapat informan diatas didukung oleh dokumen pengaduan ULPK Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2013 seperti pada tabel 6, tabel 7, dan tabel 8 sebagai berikut.
72
Tabel 6. Pengaduan di Bidang Komoditi Pangan Komoditi Pangan Hal Pengaduan 1. Keracunan
nasi
Tindaklanjut ikan Diuji di laboratorium kandungan
tongkol.
histamin 8718,9 ppm. Indikasi keracuan terjadi jika kandungan histamin lebih dari 500 ppm.
2. Surat
persetujuan Penyegelan
pabrik
dan
pendaftaran AMDK (Air pemusnahkan label AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) Minum Dalam Kemasan). digunakan perusahaan lain. 3. Ikan
asin
dicurigai Diuji
mengandung formalin.
di
laboratorium
positif
mengandung formalin
4. Pada kemasan produk susu Pengaduan diteruskan ke Balai tertulis anjuran penggunaan Besar
POM
Bandung
karena
2 bulan sampai 1 tahun, produk yang diadukan diproduksi anjuran
tersebut
sesuai
dengan
tidak di Bogor. ASI
eksklusif. 5. AMDK (Air Minum Dalam Koordinasi dengan Balai Besar Kemasan) tanpa ijin edar.
POM Semarang. karena produk yang
diadukan
Semarang. Sumber : Laporan pengaduan ULPK tahun 2013
diproduksi
di
73
Tabel 7. Pengaduan di Bidang Komoditi Obat Tradisional Komoditi Obat Tradisional Hal Pengaduan
Tindaklanjut
1. Iklan obat tradisional yang Beberapa iklan sudah dilalukan berisi testimoni dan klaim pengawasan, 5 Iklan mendapat khasiat
obat
tradisional peringatan karena tidak memenuhi
yang berlebihan. 2. Menerima
ketentuan.
telepon
dari Setelah dikonfirmasi tidak benar.
seseorang yang mengaku dapat memberi sertifikat kosmetik Badan POM RI. 3. Obat tradisonal tanpa ijin Gelar kasus. edar. 4. Obat tradisonal tanpa ijin Barang dikirim via pos tanpa edar.
alamat dan nomor telpon pelapor sehingga tidak bisa ditindaklanjuti.
5. Obat tradisonal tanpa ijin Ketika dikunjungi tidak ditemukan edar.
praktek
pengobatan
menggunakan
obat
dengan tradisional
tanpa ijin edar.
6. Obat tradisional diklaim Dilakukan pemanggilan produsen mengandung
dan distribusi obat tradisonal.
immunoterapy kanker. 7. Curiga
obat
tradisional Diuji
di
laboratorium,
mengandung BKO (Bahan BKO (Bahan Kimia Obat). Kimia Obat). Sumber : Laporan pengaduan ULPK tahun 2013
negatif
74
Tabel 8. Pengaduan di Bidang Komoditi Kosmetik Komoditi Kosmetik Hal Pengaduan 5. Kosmetik
Tindaklanjut
mengandung Diuji di laboratorium mengandung
bahan berbahaya. 6. Kosmetk tanpa ijin edar.
hidrokinon. Pengecekan
dengan
notifikasi
kosmetik ternyata tidak terdaftar. Sumber : Laporan pengaduan ULPK tahun 2013 Pihak Balai Besar POM Yogyakarta dalam menindaklanjuti berbagai aduan dari masyarakat sesuai dengan Strandar Operating Procedure (SOP) pengaduan Balai Besar POM Yogyakarta. SOP pengaduan berbentuk formulir layanan informasi yang berisi pertanyaan/aduan apa yang akan disampaikan dan data diri lengkap sehingga
pertanyaan/pengaduan
pelapor
dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada rabu, 15 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kami dalam menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat terkait produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesuai dengan SOP pengaduan kami yang berbentuk formulir layanan konsumen yang berisi pertanyaan/pengaduan apa yang akan disampaikan dan data diri lengkap pelapor seperti nama lengkap, alamat lengkap, email dan nomor telepon yang bisa di hubungi. Hal ini kami lakukan untuk memastikan pengaduan tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau tidak”. Pendapat informan diatas didukung oleh dokumen formulir layanan informasi Balai Besar POM Yogyakarta seperti pada gambar 4 sebagai berikut.
75
Gambar 4. Formulir Layanan Informasi
Dari penuturan informan dan gambar 4 menerangkan bahwa pelayanan ULPK (unit Pelayanan Pengaduan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta sudah menerapkan SOP pengaduan bagi masyarakat yang ingin bertanya maupun bagi para pelapor yang ingin mengadukan permasalahannya. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta sangat penting dalam memenuhi kebutuhan, pertanyaan, dan pengaduan masyarakat terkait peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya, karena hal ini bisa dijadikan bukti nyata bahwa Balai Besar POM Yogyakarta sudah merespon dan menindaklanjuti terhadap pertanyaan, keluhan, dan pengaduan dari masyarakat. Sikap responsif
76
Balai Besar POM Yogyakarta dalam merespon dan menindaklanjuti pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat dapat dilihat dari tanggapan masyarakat yang mengakses ULPK (Unit Layanan Pelayanan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu R saat wawancara pada rabu, 5 Februari 2014 yang mengatakan bahwa : “Saya kesini untuk konsultasi masalah uji nutrisi produk emping melinjo. pelayanan ULPK disini bagus, cepat, dan langsung dilayani. Petugasnya ngasih penjelasannya juga runtut dan jelas”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu SL saat wawancara pada rabu, 5 Februari 2014 yang mengatakan bahwa : “Saya datang ke balai POM ini mau tanya tentang prizinan P-IRT produk saya. Pelayanan disini cukup bagus. Penjelasan petugasnya juga mudah dipahami, pokoknya sudah bagus ”. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam merespon dan menindaklanjuti pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat juga dilihat dari tanggapan masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak S warga Sleman saat wawancara pada senin, 1 April 2014 yang mengatakan bahwa “Pelayanan konsultasinya sudah bagus dan cepat. Petugas di Balai POM juga ramah”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Mbak A warga Bantul saat wawancara pada senin, 1 April 2014 yang mengatakan bahwa “Respon dari Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik, penjelasan yang disampaikan petugasnya juga mudah dipahami”.
77
Dari penuturan keempat informan menerangkan bahwa ULPK (Unit Layanan Pelayanan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta sudah baik dan responsif dalam merespon dan menindaklanjuti pertanyaan, dan pengaduan dari masyarakat terkait masalah produk obat dan makanan. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya juga menyusun program-program pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada rabu, 15 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kami juga berupaya untuk membuat program-program pengawasan yang dapat menjawab kebutuhan dan aspirasi masyarakat terkait peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya seperti pengawasan pangan jajan anak sekolah, pasar bebas bahan berbahaya, gerakan nasional waspada obat dan makanan ilegal, pemberdayaan masyarakat, dan penyuluhan/pelatihan tentang cara produksi dan distribusi produk obat dan makanan yang baik”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu I saat wawancara pada senin, 27 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Program-program kami untuk masyarakat seperti gerakan nasional waspada obat dan pangan ilegal. Program ini dengan mensuplai informasi kepada masyarakat supaya masyarakat menjadi cerdas melalui media televisi, radio, media cetak”. Ada juga pasar bebas bahan berbahaya. di DIY ada 5 pilot project pasar yaitu pasar argosari Gunung Kidul, pasar demangan Kota Yogyakarta, pasar sambilegi Sleman, pasar niten Bantul dan pasar wates Kulon Progo”.
78
Dari penuturan kedua informan menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah membuat program-program pengawasan yang dibutuhkan masyarakat. Program-program pengawasan tersebut bertujuan untuk memberi perlindungan kepada masyarakat dan untuk mengatasi segala permasalahan yang ada di masyarakat terkait peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Program-program pengawasan dari Balai Besar POM Yogyakarta seperti pengawasan pangan jajan anak sekolah, pasar bebas bahan berbahaya, gerakan nasional waspada obat dan makanan ilegal, pemberdayaan masyarakat, dan penyuluhan/pelatihan tentang cara produksi dan distribusi produk obat dan makanan yang baik. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta cukup baik dalam memenuhi kebutuhan, aspirasi, dan pengaduan masyarakat terkait peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya, karena hal ini bisa dijadikan bukti nyata bahwa Balai Besar POM Yogyakarta sudah merespon dan menindaklanjuti terhadap pertanyaan, keluhan, dan pengaduan dari masyarakat. Balai Besar POM Yogyakarta juga tanggap terhadap segala permasalahan yang terjadi di masyarakat terkait produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya dengan membuat program-program kerja yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
79
3) Responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi. Responsibilitas dapat dinilai dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan semua kegiatan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya berpedoman dan merujuk kebijakan organisasi yaitu Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar POM Yogyakarta
dalam
pengawasan
obat
dan
makanan.
Renstra
pengawasan obat dan makanan dijabarkan menjadi tujuan strategis, sasaran strategis, indikator sasaran, dan didukung oleh programprogram pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Semua kegiatan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta berpedoman dan merujuk pada Rencana Strategis (Renstra) pengawasan obat dan makanan. Renstra Balai Besar POM Yogyakarta pengawasan obat dan makanan tersebut mempunyai tujuan strategis, sasaran trategis, indikator sasaran dan program pengawasan. pokok programnya yaitu program pengawasan, program peyuluhan/sosialisasi dan program peningkatan kompetensi pegawai”. Dari penuturan informan menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah melakukan semua kegiatan pengawasan berdasarkan pada Renstra. Renstra Balai Besar POM Yogyakarta tahun
80
2010-2014 mempunyai 1 tujuan strategis dengan menetapkan 2 sasaran strategis dengan penjabaran 9 indikator sasaran dan didukung oleh 19 program. Renstra Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2010-2014 mempunyai tujuan meningkatkan perlindungan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakata dari produk obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan. Tujuan tersebut dituangkan dalam 2 sasaran strategis yaitu pertama, meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat. Kedua, Meningkatkan kinerja pengawasan obat dan makanan. Setiap pengawasan rutin yang dilakukan Balai Besar POM Yogyakarta berupa pengawasan sarana produksi dan distribusi produk obat dan makanan berpedoman terhadap peraturan yang berlaku pada setiap masing-masing komoditi. Untuk pengawasan sarana produksi produk obat dan makanan, peraturan-peraturan yang digunakan antara lain CPOTB (Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik), CPOB (Cara Produksi Obat yang Baik), CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga), CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik). Sementara untuk pengawasan sarana distribusi produk obat dan makanan, peraturan-peraturan yang digunakan antara lain CDOTB (Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik), CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik), CDMB (Cara Distribisi Makanan yang
81
Baik). Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kami dalam melakukan pengawasan sarana produksi dan distribusi produk obat dan makanan selalu berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku seperti CPOTB (Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik), CPOB (Cara Produksi Obat yang Baik). Jadi peraturan-peraturan tersebut menjadi pegangan kami untuk melakukan pemeriksaan ke sarana produksi dan maupun distribusi”. Dari penuturan informan di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta dalam setiap pengawasan telah berlandaskan pada peraturan yang berlaku pada setiap masing masing komoditi seperti CPOTB (Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik) yang termuat dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 dan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) yang termuat dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan semua kegiatan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya dan beresiko terhadap kesehatan dengan melakukan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk obat dan makanan serta pemeriksaan dengan melakukan sampling dan uji terhadap produk obat dan makanan selalu berdasarkan perencanaan tahunan. Perencanaan tahunan tersebut meliputi rencana pemeriksaan sarana produksi dan distribusi serta rencana sampling produk obat dan
82
makanan. Perencanaan tahunan tersebut dijabarkan ke dalam rencana bulanan, rencana minggunan hingga rencana harian. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Jadi perencanaan pengawasan kami sesuai dengan rencana strategis 5 tahun tersebut lalu diturunkan ke rencana tahunan, di jabarkan lagi ke rencana bulanan, mingguan hingga rencana harian. Rencana tersebut untuk menentukan jadwal pengawasan, jumlah target pegawasan, menentukan lokasi mana saja yang akan diawasai, jumlah personil yang diturunkan, hingga apa saja yang diperlukan dalam proses pengawasan”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu D saat wawancara pada senin, 27 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Jadi setiap program pengawasan maupun program layanan informasi itu sudah ada jadwalnya masing-masing dan perencanaan yang tentu itu berpedoman pada rencana strategis kita .” Dari penuturan kedua informan di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah merencanakan seluruh kegiatan pengawasan yang di jabarkan hingga rencana harian. Rencana tersebut untuk menentukan jadwal dalam melakukan pengawasan, baik pengawasan sarana produksi dan distribusi maupun sampling produk. Rencana tersebut juga terkait untuk menentukan berapa jumlah target pengawasan, baik dari jumlah sarana produksi dan distribusi yang diperiksa maupun dari jumlah produk obat dan makanan yang mau di sampling serta untuk menentukan lokasi mana saja yang akan di
83
periksa, baik sarana produksi dan distribusi yang diperiksa maupun toko atau minimarket yang akan di sampling produknya. Pengawasan produk obat dan makanan yang dilakukan oleh Balai Besar POM Yogyakarta sudah sesuai dengan Strandar Operating Procedure (SOP) pengawasan pada masing-masing komoditi. Setiap produk obat dan makanan sudah mempunyai SOP masing-masing. SOP
pengawasan
tersebut
menjadi
acuan
untuk
melakukan
pemeriksaan pada masing-masing produk obat dan makanan, baik di sarana produksinya maupun di sarana distribusinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Dalam melakukan pemeriksaan, setiap produk obat dan makanan mempunyai SOP yang berbeda-beda. Jadi setiap produk layoutnya berbeda, poin-poin pemeriksaannya berbeda, indikator-indikator yang diperiksa berbeda, formulir pemeriksaan berbeda dan aturannya berbeda”. Pendapat informan diatas didukung oleh dokumen Strandar Operating
Procedure
(SOP)
Pengawasan
Yogyakarta seperti pada tabel 9 sebagai berikut.
Balai
Besar
POM
84
Tabel. 9 Strandar Operating Procedure (SOP) Pengawasan Nomor Formulir POM-15.SOP/F02 Nama Dokumen Formulir Daftar Dokumen Nama Dokumen 1. Penyusunan
Rencana
Nomor Dokumen Inspeksi
POM-03SOP.01.IK.01(96)
2. Perencanaan Pemeriksaan Tahunan
POM-03SOP.01.IK.02(96)
Tahunan
Dan Bulanan 3. Persiapan
Pemeriksaan
Sarana
POM-03SOP.01.IK.04(96)
Produksi Dan Distribusi 4. Pelaksanaan
pemeriksaan
Sarana POM-03SOP.01.IK.06(96)
Pedagang Besar Farmasi (PBF) 5. Pemeriksan Sarana Apotek 6. Pelaksanaan
Pemeriksan
POM-03SOP.01.IK.08(96) Sarana
POM-03SOP.01.IK.11(96)
Produksi Obat Tradisional 7. Pemeriksaan Sarana Toko Obat
POM-03SOP.01.IK.10(96)
8. Pelaksanaan Pemeriksaan Sarana
POM-03SOP.01.IK.14(96)
Produksi Pangan 9. Pelaksanaan Pemeriksaan Sarana
POM-03SOP.01.IK.14(96)
Distribusi Pangan 10. Tatacara Pengisian Form Penilaian
POM-03SOP.01.IK.19(96)
CPPOB Sarana MD 11. Tatacara Pemeriksaan
Pengisian Sarana
Form
POM-03SOP.01.IK.19(96)
Produksi
Rumah Tangga Pangan Sumber : Dokumen Strandar Operating Procedure (SOP) Pengawasan
85
Dari penuturan informan dan tabel 9 menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah melaksanakan pengawasan produk obat dan makanan sesuai Strandar Operating Procedure (SOP) masingmasing produk yang terdiri dari poin-poin pemeriksaan, indikatorindikator yang diperiksa, dan formulir pemeriksaan produk. SOP tersebut menjadi acuan dalam setiap melakukan pengawasan seperti SOP pelaksanaan pemeriksaan sarana apotek, SOP pelaksanaan pemeriksaan sarana produksi obat tradisional, SOP pemeriksaan toko obat, SOP pelaksanaan pemeriksaan sarana produksi pangan, dan SOP pelaksanaan sarana distribusi pangan. Pihak Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan semua kegiatan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya berupa pengawasan sarana produksi dan distribusi produk obat dan makanan serta pengawasan sampling produk obat dan makanan melalui prosedur-prosedur administrasi. Prosedur
administrasi
dalam
pengawasan
Balai
Besar
POM
Yogyakarta dimulai dari sebelum dilakukannya pengawasan, saat di sarana produksi dan distribusi maupun setelah melakukan pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu A saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kita itu dalam setiap melakukan pengawasan itu sudah ada prosedur administrasinya, sebelum malakukan pengawasan kita biasanya bikin perencanaaan pengawasan yang meliputi 1 bulan harus kemana saja, harus menyiapkan apa saja, siapa saja
86
personil yang akan diturunkan. Lalu ketika akan melakukan pengawasan kita dibekali surat tugas. Lalu ketika di sarana produksi dan distribusi kita lakukan opening meeting dulu, lalu membuat berita acara pemeriksaan. untuk laporan pemeriksaannya bulanan. Laporan pemeriksaan tersebut juga dievaluasi setiap bulan. Laporan-laporan bulanan tersebut setiap tahunnya di satukan menjadi laporan tahunan dan laporan kinerja”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu D saat wawancara pada selasa, 14 Januari 2014 yang mengatakan bahwa: “Kegiatan pengawasan dan program layanan informasi konsumen tu ada perencanaannya, Lalu setelah selesai pengawasan atau program kita membuat RHPK (Resume Hasil Pelaksanaan kegiatan). Dan laporannya satu bulan sekali”. Dari penuturan kedua informan di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah mematuhi segala prosedur administrasi dalam melakukan setiap pengawasan baik sebelum pengawasan dengan membuat perencanaaan pengawasan dan surat tugas pengawasan, saat dilokasi pengawasan dengan membuat berita acara pemeriksaan, dan setelah pengawasan dengan membuat RHPK (Resume Hasil Pelaksanaan kegiatan) dan laporan pengawasan. Untuk setiap tahunnya, Balai Besar POM Yogyakarta juga membuat laporan tahunan dan laporan kinerja untuk di serahkan ke Badan POM pusat di Jakarta. Balai Besar POM Yogyakarta dalam pelaksanaan penyidikan dan penindakan terhadap suatu kasus pelanggaran berpedoman pada dua cara penindakan yaitu dengan secara non-justisia dan pro-justisia. Cara penindakan secara non-justisia yaitu berupa pemusnahan produk,
87
pembinaan,
dan
pemanggilan
pemilik
sarana
untuk
dimintai
keterangan terkait temuan produk. Sedangkan penindakan secara projustisia yaitu dengan penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Balai Besar POM Yogyakarta yang akan dilimpahkan hingga ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pengadilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bapak S saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Tindakan non-justisia itu kita bina produsennya atau distributornya, tergantung siapa yang melanggar dan ada yang kita musnahkan. Sementara pro-justisia itu misalnya ada kasus lalu ditangani penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), PPNS melakukan pengawasan dan penyidikan lalu jika ada pelanggaran, penyidik diberi Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), penyidik mulai mengumpulkan bukti-bukti dan panggil saksi, setelah mendapat tersangka, penyidikan menjadi buku berkas perkara, lalu diserahkan ke kejaksaan memalui korwas (koordinator pengawasan) kepolisian. Dari korwas serahkan kekejaksaan dan dikejaksaan di keluarka P-16 untuk menentukan siapa jaksa yang akan mengawal kasus ini, setelah berkas lengkap ada P-21, penyidik menyerahkan/melimpahkan kewenangan berupa tersangka dan barang bukti ke pengadilan untuk proses penuntutan dan keluarlah vonis pengadilan”. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Ibu A saat wawancara pada jumat, 17 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kalo non-justisia itu kasus pelanggarannya masih berupa peringatan. Jadi nanti bisa di dibina produsennya atau dimusnahkan produknya. Tapi kalo pro-justisia itu kasus pelanggarannya dibawa ke jalur hukum jadi nanti sampai putusan pengadilan”. Pendapat kedua informan diatas didukung oleh dokumen hasil penyidikan dan penyelidikan Balai Besar POM Yogyakarta seperti pada tabel 10 sebagai berikut.
88
Tabel 10. Hasil Penyidikan dan Penyelidikan Tindak Pidana Bidang Obat dan Makanan Tahun 2012 No
Jenis
Tindak Lanjut
Produk Jumlah
Non-
kasus
justisia
%
Pro-
%
justisia
1.
Obat
25
10
14,08
15
21,13
2.
Makanan
4
2
2,82
2
2,82
3.
Kosmetik
19
19
26,76
0
0
4.
Obat
22
21
29,58
1
1,41
1
1
1,41
0
0
71
53
74,65
18
25,36
tradisonal 5.
Produk komlemen Total
Sumber : Laporan Tahunan Balai Besar POM Yogyakarta 2012 Dari penuturan informan dan tabel 10 di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta dalam penindakan terhadap setiap kasus pelanggaran telah berpedoman pada dua jenis penindakan yaitu penindakan non-justisia dan penindakan pro-justisia. Penindakan non-justisia yaitu berupa pemusnahan produk, pembinaan, dan pemanggilan pemilik sarana untuk dimintai keterangan terkait temuan produk. Sedangkan penindakan pro-justisia yaitu dengan penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Balai Besar POM Yogyakarta yang akan dilimpahkan hingga ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pengadilan.
89
b. Faktor Penghambat Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam Pengawasan Produk Obat dan Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya Berbagai hambatan dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hambatan yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dibagi menjadi dua yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal yaitu hambatan yang ditimbul dari dalam organisasi Balai Besar POM Yogyakarta. Sedangkan hambatan eksternal yaitu hambatan yang timbul di luar organisasi Balai Besar POM Yogyakarta. Hambatan internal yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut. 1) Sumber daya manusia tidak sebanding dengan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi. Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam hal pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta masih kekurangan dari segi sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimiliki Balai Besar POM Yogyakarta tidak sebanding dengan besarnya cakupan pengawasan sarana produksi
90
dan distribusi yang ada di seluruh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada jumat, 17 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Jumlah SDM kita kurang, Kita tidak bisa berbuat banyak. Misal SD di DIY ada 2660, setiap tahun kita hanya mengawsai 200 SD, jika dihitung dari tahun 2010-2014, selama 4 tahun hanya 800 SD. Masih tersisa 1860 SD sehingga masih banyak anak-anak yang belum terlindungi. Dengan kurangnya pegawai pekerjaan kita jadi overload ”. Hal senada juga di ungkapkan oleh Ibu A saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Dalam pemeriksaan dan pengawasan tidak semua sarana kita awasi, seperti apotek di DIY ada 600, hanya yang sudah direncanakan dan di tentukan yang kita awasi. Kita belum bisa mengawasi semuanya karena keterbatasan SDM”. Dari penuturan informan di atas menerangkan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta belum bisa melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap sarana produksi dan distribusi yang ada di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta karena keterbatasan sumber daya manusia. 2) Kompetensi dan kualitas pegawai Balai Besar POM Yogyakarta belum merata. Kompetensi
dan
kualitas
pegawai
Balai
Besar
POM
Yogyakarta masih belum merata. Ada pegawai yang mempunyai kualitas bagus dan ada pula pegawai yang kualitas dan kompetensi kurang. Belum meratanya kompentensi dan kualitas pegawai ini menghambat kinerja pengawasan produk obat dan makanan. Artinya,
91
pegawai yang mempunyai kompetensi bagus dalam hal melakukan pengawasan sarana produksi dan distribusi dapat menjalankan tugasnya secara cepat dan cermat. Sedangkan pegawai yang kompetensi kurang, belum dapat menjalankan tugas pengawasannya secara cepat dan cermat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu D saat wawancara pada jumat, 17 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Hambatan pengawasan pada sarana produksi dan distribusi itu juga pada kompetensi pegawai mas. Masih ada pegawai kita yang belum mempunyai kompetensi pengawasan yang kita harapkan”. Hal senada juga di ungkapkan oleh Ibu A saat wawancara pada kamis, 16 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Hambatan kita salah satunya ya kompetensi pegawai yang masih kurang. Kompetensi pegawai kita ada yang sudah bagus dan ada pula yang masih kurang. Kurangnya kompetensi itu nanti berkaitan dengan pengawasan. Nanti ada pengawasan yang cepat dan cermat dalam melakukan pemeriksaan tapi adapula yang belum”. Dari penuturan kedua informan di atas menerangkan bahwa kompetensi dan kualitas pegawai Balai Besar POM Yogyakarta masih belum merata. Hal ini menjadi hambatan bagi Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam pengawasan produk obat dan makanan. Hambatan eksternal yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut.
92
1) Masih rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik. Rendahnya
pelaku
usaha
untuk
memenuhi
ketentuan
persyaratan cara produksi yang baik merupakan faktor penghambat dalam kinerja pengawasan produk obat dan makanan. Rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik akan mengakibatkan masih adanya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan semakin banyak produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat akan menambah beban pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu I saat wawancara pada jumat, 17 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Pelaku usaha tu diharapkan memproduksi produknya sesuai dengan prosedur dan cara produksi yang benar untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu. Tapi kenyataannya masih ada yang belum, jadi ya menghambat kerja kita dalam pengawasan, kerja kita tambah banyak”. Pendapat informan diatas didukung oleh dokumen pemeriksaan sarana produksi tahun 2012 seperti pada tabel 11 sebagai berikut. Tabel 11. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan dan Obat Tradisonal Tahun 2012 Produk
Indikator Sarana Produksi Memenuhi Kriteria
Tidak Memenuhi Kriteria
Pangan
68,91 %
31,09 %
Obat Tradisonal
41,03 %
58,97 %
Sumber : Laporan Tahunan Balai Besar POM Yogyakarta 2012
93
Dari penuturan informan dan tabel 11 menerangkan bahwa para produsen pangan dan obat tradisional belum patuh dan belum konsisten dengan penerapan prosedur cara produksi yang baik sehingga mengakibatkan masih adanya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. 2) Rendahnya sangsi hukum kepada pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan. Sangsi hukum yang relatif rendah kepada pelanggar tindak pidana bidang obat dan makanan menyebabkan penegakan hukum yang dilakukan kepada para pelanggar menjadi tidak optimal. Putusan pengadilan yang dijatuhkan tidak sebanding dengan keuntungan finansial yang didapat oleh pelanggar. Hal ini menyebabkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggar sehingga masih ditemukannya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di DIY. Hal ini sesuai dengan pendapat Bapak S saat wawancara pada jumat, 17 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Untuk tahun 2013 ini ada 20 kasus, 6 sudah mendapat putusan pengadilan, 14 masih dalam proses penyidikan. 6 kasus masih rendah dalam putusan pengadilan padahal jika dilihat dari pasal yang disangkakan, kasus obat denda maksimal 100 juta tapi kenyataannya hanya 1-2 juta”. Putusan pengadilan yang masih relatif rendah disebabkan karena kurangnya koordinasi antara pihak Balai Besar POM Yogyakarta, kepolisian, jaksa penuntut umum, dan pihak pengadilan.
94
Hal ini sesuai dengan pendapat Bapak S saat wawancara pada jumat, 17 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Kuncinya ada di koordinasi, seharusnya ada koordinasi yang baik, saling komunikasi dari penyidik komunikasikan dengan jaksa penuntut umum, jaksa penuntut umum komunikasi ke pengadilan, tidak saling intervensi, hanya koordinasi”. Faktor lain yang menyebabkan putusan pengadilan yang masih relatif rendah juga karena pada proses penyidikan di PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) secara fokus masih belum tajam. Dari segi penuntutan, jaksa penuntut umum juga kurang berani dalam memberi tuntutan yang tegas. Hal ini sesuai dengan pendapat Bapak S saat wawancara pada jumat, 17 Januari 2014 yang mengatakan bahwa : “Hasil dari vonis pengadilan yang rendah secara tidak langsung bisa dipengaruhi oleh penyidikan kurang tajam dan kurang fokus, atau mungkin dari penyidikan sudah fukus namun dari segi penuntutan jaksa kurang berani”. Dari penuturan informan di atas menerangkan bahwa sangsi hukum yang relatif rendah kepada pelaku pelanggar produk obat dan makanan disebabkan karena kurangnya koordinasi antara pihak Balai Besar POM Yogyakarta dengan pengadilan serta proses penyidikan yang kurang fokus. Sangsi hukum yang relatif rendah menyebabkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggar sehingga mengakibatkan masih ditemukannya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Masih ditemukannya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya ini menjadi penghambat kinerja pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta.
95
B. Pembahasan 1. Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta Dalam Pengawasan Produk Obat Dan Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan ditentukan dari sejauhmana hasil kerja yang dapat dicapai oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengukuran kinerja Balai Besar POM Yogyakarta berdasarkan tiga indikator yaitu indikator produktivitas, indikator responsivitas, dan indikator responsibilitas. a. Produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta belum maksimal dalam rangka pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal ini dapat dilihat dari adanya indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan dan ada pula indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan. Indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan antara lain sebagai berikut. 1) Jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan makanan yang diperiksa. 2) Jumlah produk obat dan makanan yang disampling dan diuji. 3) Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. 4) Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya.
96
5) Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan. 6) Jumlah layanan informasi dan pengaduan. Sedangkan indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan antara lain yaitu : 1) Proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu). 2) Proporsi obat tradisonal yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). 3) Proporsi makanan yang memenuhi syarat. Balai Besar POM Yogyakarta belum pernah melakukan survei kepada masyarakat terkait keefektivitasan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan. Sedangkan Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan seluruh kegiatan pengawasan sudah dalam kategori efisien. Produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam rangka pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesuai dengan pendapat Agus Dwiyanto (2006 : 50) yang menjelaskan bahwa konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.
97
b. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam rangka menampung, merespon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal ini dibuktikan dengan sudah menjawab dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat. Balai Besar POM juga sudah menyediakan ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) untuk menampung, merspon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya juga sudah menyusun program-program pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat seperti progam pengawasan pangan jajan anak sekolah, program pasar bebas bahan berbahaya, program gerakan nasional waspada obat dan makanan ilegal, pemberdayaan masyarakat, dan program-program penyuluhan/pelatihan tentang cara produksi dan distribusi produk obat dan makanan yang baik. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam rangka menampung, merespon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesuai dengan pendapat Agus Dwiyanto (2006 : 50) yang menjelaskan bahwa responsivitas adalah
98
kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, dan prioritas pelayanan, mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. c. Responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam rangka pelaksanaan kegiatan/program Balai Besar POM Yogyakarta terkait pengawasan produk
obat
dan
makanan
yang
mengandung
zat
berbahaya.
Kegiatan/program pengawasan produk obat dan makanan yang dilakukan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan sudah sesuai dengan kebijakan organisasi. Hal ini dibuktikan dengan seluruh kegiatan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta berpedoman dan merujuk pada Renstra (Rncana Strategis) pengawasan obat dan makanan.
99
Kegiatan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta juga sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, Strandar Operating Procedure (SOP) pengawasan, dan prosedur administrasi pengawasan. Balai Besar POM Yogyakarta dalam pelaksanaan penyidikan dan penindakan terhadap suatu kasus pelanggaran juga berpedoman pada dua cara penindakan yaitu dengan secara non-justisia dan pro-justisia. Responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam rangka pelaksanaan kegiatan/program Balai Besar POM Yogyakarta terkait pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesuai dengan pendapat Agus Dwiyanto (2006 : 50) yang menjelaskan bahwa responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. 2. Faktor Penghambat Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam Pengawasan Produk Obat dan Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya Hambatan-hambatan dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hambatan yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dibagi menjadi dua yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal.
100
Hambatan internal yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut. a. Sumber daya manusia tidak sebanding dengan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi. Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam hal pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta masih kekurangan dari segi sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimiliki Balai Besar POM Yogyakarta tidak sebanding dengan besarnya cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi yang ada di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian, Balai Besar POM Yogyakarta belum bisa melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap sarana produksi dan distribusi yang ada di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Kompetensi dan kualitas pegawai Balai Besar POM Yogyakarta belum merata. Kompetensi dan kualitas pegawai balai besar POM Yogyakarta masih belum merata. Ada pegawai yang mempunyai kualitas dan kompetensi bagus, dan ada pula pegawai yang kualitas dan kompetensi kurang. Belum meratanya kompentensi dan kualitas pegawai ini menghambat kinerja pengawasan produk obat dan makanan. Artinya,
101
pegawai yang mempunyai kompetensi bagus dalam hal melakukan pengawasan sarana produksi dan distribusi dapat menjalankan tugasnya secara cepat dan cermat. Sedangkan pegawai yang kompetensi kurang, belum dapat menjalankan tugas pengawasannya secara cepat dan cermat. Belum merata kompetensi dan kualitas pegawai ini juga menjadi hambatan bagi Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam pengawasan produk obat dan makanan. Hambatan eksternal yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut. a. Masih rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik. Rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik merupakan faktor penghambat dalam kinerja pengawasan produk obat dan makanan. Rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik akan mengakibatkan masih adanya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Semakin banyak produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat akan menambah beban pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta.
102
b. Rendahnya sangsi hukum kepada pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan. Sangsi hukum yang relatif rendah kepada pelanggar tindak pidana bidang obat dan makanan menyebabkan penegakan hukum yang dilakukan kepada para pelanggar menjadi tidak optimal. Putusan pengadilan yang dijatuhkan tidak sebanding dengan keuntungan finansial yang didapat oleh pelanggar. Hal ini menyebabkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggar sehingga masih ditemukannya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Masih ditemukannya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya ini menjadi penghambat kinerja pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta.