BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (SDA dan LH) mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, baik sebagai penyedia bahan baku bagi pembangunan maupun sebagai pendukung sistem kehidupan. Sesuai amanat RPJMN 2010-2014, pembangunan SDA dan LH diarahkan untuk (1) mendukung pembangunan ekonomi, dan (2) mempertahankan danmeningkatkan kualitas lingkungan hidup. Pembangunan SDA dan LH untuk mendukung pembangunan ekonomi dijabarkan dalam tiga prioritas, yaitu (1) Peningkatan Ketahanan Pangan, dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; (2) Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi; dan (3) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan. Pembangunan SDA dan LH untuk mempertahankan serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup ditekankan pada empat prioritas, yaitu (4) Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup; (5) Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan; (6) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan; dan (7) Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim.
12.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI 12.1.1 Peningkatan Ketahanan Pangan dan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Revitalisasi
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan ketahanan pangan adalah memantapkan ketahanan dan kemandirian pangan yang bertumpu pada produksi dalam negeri. Kebutuhan pangan dalam negeri terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan daya beli, dan pergeseran pola pangan masyarakat yang masih harus dihadapi oleh permasalahan terbatasnya sumber daya produktif, serta kondisi pasar global dan domestik. Tekanan terhadap kebutuhan pangan tersebut sangat terkait dengan kemampuan produksi pangan, pertanian, dan perikanan akibat menurunnya kapasitas sumber daya sebagai faktor utama. Dampak negatif dari perubahan iklim, penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya lahan, tambak dan air, alih fungsi lahan pangan ke non pertanian, degradasi lahan pertanian dan lahan tambak, keterbatasan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, keterbatasan kelembagaan penyuluhan, serta lemahnya diseminasi teknologi menjadi permasalahan lain dalam upaya meningkatkan kemampuan produksi bahan pangan termasuk akses pada pembiayaan. Stabilitas harga pangan dan kemampuan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan menjadi permasalahan tersendiri dalam peningkatan ketahanan pangan. Stabilitas harga pangan pada saat ini tidak hanya dipengaruhi oleh keseimbangan permintaan dan produksi dalam negeri, namun juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pangan di kawasan regional dan internasional. Stabilisasi harga pangan sangat terkait dengan permasalahan pengelolaan logistik dan distribusi pangan yang harus mampu menjawab permasalahan belum meratanya kemampuan produksi pangan antarwilayah dan antarwaktu. Untuk itu, sarana dan prasarana distribusi pangan, termasuk pemasaran produk yang merata masih harus terus ditingkatkan efektivitas dan efisiensinya. Selanjutnya, aksesibilitas 12 - 2
masyarakat miskin dan rawan pangan terhadap pangan juga akan menjadi perhatian utama pada saat ini dan ke depan karena akan sangat mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Lebih lanjut, diversifikasi konsumsi pangan yang bersumber dari pangan lokal, sistem mutu dan penanggulangan masalah keamanan pangan; termasuk penanggulangan penyakit zoonosis, higienisasi, dan penggunaan bahan berbahaya dalam produk pangan; masih harus ditingkatkan. Terkait penyediaan ikan untuk konsumsi masyarakat, kurang memadainya kondisi sarana dan prasarana pemasaran produk perikanan dalam negeri, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai kandungan gizi ikan, dan rendahnya jaminan keamanan produk perikanan menyebabkan masih rendahnya tingkat konsumsi ikan. Permasalahan lain yang dihadapi dalam revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutananadalah jaminan penyediaan dan aksesibilitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan terhadap input produksi. Permasalahan deforestasi, degradasi lahan dan hutan, serta pemanfaatan sumber daya pertanian, perikanan, dan kehutanan yang tidak berkelanjutan (seperti fully exploited dan overfishing di beberapa wilayah pengelolaan perikanan serta terjadinya degraded forest) juga menjadi kendala dalam peningkatan produksi dan produktivitas. Peningkatan produksi dan produktivitas juga masih memerlukan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam aspek input produksi, penanggulangan penyakit tumbuhan/tanaman dan kesehatan hewan/ikan. Di sektor kehutanan, hasil hutan kayu yang berasal dari produksi Hutan Alam, Hutan Tanaman, dan Hutan Rakyat belum dapat memenuhi kebutuhan kayu untuk industri. Selain itu, terbatasnya akses petani, nelayan dan pembudidaya ikan terhadap input produksi (pakan, pupuk, benih, modal, BBM, dan lain-lain), serta keterbatasan sarana dan prasarana pertanian, perikanan, dan kehutanan sangat mempengaruhi upaya peningkatan produksi dan produktivitas. Ketimpangan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian dan perikanan antarwilayah juga berpengaruh terhadap produksi. Selain itu, sektor perikanan juga masih 12 - 3
menghadapi kendala lain yaitu armada perikanan nasional yang masih didominasi oleh kapal-kapal skala kecil.Kondisi ini menyebabkan cakupan areal penangkapan terbatas, yang berakibat pada rendahnya tingkat produksi perikanan tangkap. Kondisi ini diperparah dengan adanya perubahan iklim yang menghambat upaya peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, perikanan, dan kehutanan. Perubahan iklim berdampak negatif bagi kehidupan ekonomi nelayan karena waktu melaut semakin terbatas sehingga pendapatan nelayan semakin menurun. Selain itu, kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir umumnya berada di bawah garis kemiskinan dengan kondisi perumahan/lingkungan yang buruk serta akses perlindungan sosial yang rendah. Untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam perdagangan dan pemasaran maka diperlukan revitalisasi pada sektor-sektor tersebut. Walaupun kemampuan produksi beberapa komoditas pertanian, perikanan, dan kehutanan telah meningkat, namun daya saingnya di pasar ekspor dan pasar domestik masih perlu ditingkatkan. Dalam upaya ini, kondisi sarana dan prasarana pertanian, perikanan, dan kehutanan, perlu terus dikembangkan untuk dapat mendukung kelancaran proses produksi dan pengolahan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan. Peningkatan nilai tambah dan daya saing selama ini juga masih terkendala oleh relatif rendahnya mutu produksi dan produk olahannya. Selain itu, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung mutu produksi dan produk olahan masih rendah. Ketersediaan pasokan bahan baku, jaringan pemasaran dan sistem distribusi juga perlu ditingkatkan. Selain itu, kebijakan perdagangan internasional produk pertanian, perikanan dan kehutanan harus selaras dengan kebijakan peningkatan produksi dan daya saing guna mendorong peningkatan ekspor. Kapasitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam penerapan dan pengembangan teknologi masih perlu ditingkatkan kemampuannya.Kelembagaan pertanian, perikanan, dan kehutanan juga masih menjadi permasalahan dalam meningkatkan 12 - 4
kapasitas sumber daya manusia dan pengembangan atau pengenalan teknologi. Efisiensi kelembagaan petani/petani hutan/nelayan/pembudidaya ikan masih perlu terus ditingkatkan. Untuk itu, perlu dukungan peningkatan efektivitas sistem kelembagaan penelitian dan inovasi teknologi untuk lebih mengoptimalkan diseminasi teknologi pada masyarakat luas. Disamping itu, perlu peningkatan akses terhadap modal bagi usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan, khususnya bagi petani berskala kecil dan menengah. Hal-hal tersebut merupakan sebagian penyebab dari belum efisiennya usaha pertanian/perikanan dan belum terintegrasinya kegiatan agribisnis/agroindustri. Sementara itu, peranan swasta dan BUMN dalam pembangunan pertanian masih kurang karena resiko bisnis yang cukup tinggi, membutuhkan waktu persiapan yang relatif lama untuk menghasilkan, kendala dalam penyediaan lahan serta infrastruktur pendukungnya, serta proses perijinan dunia usaha yang kurangefisien. Permasalahan utama terkait dengan revitalisasi kehutanan adalah : (1) luasnya area hutan yang tidak dibebani ijin sekitar 24,68 juta ha; (2) pertumbuhan hutan tanaman (HTI/HTR) belum optimal untuk memenuhi kebutuhan kayu nasional; (3) masih rendahnya efisiensi industri, terutama dalam pemanfaatan limbah dan kayu berdiameter kecil; (4) masih rendahnya kinerja pemegang IUPHHK, baik hutan alam maupun hutan tanaman; (5) belum optimalnya penertiban peredaran dan perdagangan kayu; (6) masih rendahnya produksi HHBK; dan (7) banyaknya konflik kepemilikan lahan yang menyangkut kawasan hutan.
12.1.2. Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi Pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi sebagai pemasok kebutuhan bahan bakar dan bahan baku industri di dalam negeri masih mengalami banyak permasalahan dari sisi produksinya dan distribusinya. 12 - 5
Dari sisi produksi, kilang yang ada di Indonesia saat ini merupakan kilang-kilang tua yang memiliki efisiensi semakin menurun dan acapkali mengalami stop operasi (shutdown) karena masalah teknis dan pemeliharaan. Sementara itu, penemuan sumur baru dan kegiatan eksplorasi serta eksploitasinya membutuhkan waktu yang relatif lama dan investasi yang cukup besar. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan. Dari sisi distribusi, terbatasnya ketersediaan pelayanan infrastruktur yang memadai dan faktor alam merupakan permasalahan yang masih dihadapi dalam rangka menjamin kelancaran pasokan ke seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM) yang masih tinggi, di samping memperluas pemanfaatan gas bumi, pemerintah melakukan upaya pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi. Namun demikian, beberapa permasalahan berikut masih menghambat upaya tersebut, yaitu: (1) harga bahan baku bahan bakar nabati (BBN) relatif mahal yang mengakibatkan biaya produksi BBN menjadi mahal; (2) biaya investasi awal yang tinggi untuk implementasi teknologi energi terbarukan sehingga mengakibatkan tidak dapat bersaing dengan energi konvensional; (3) kurangnya minat swasta di bidang bisnis teknologi energi terbarukan karena pasarnya yang masih terbatas; dan (4) harga pembelian uap panas bumiyang kurang ekonomis dan 30% lokasi panas bumi berada di hutan konservasi.
12.1.3 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Dalam upaya meningkatkan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan ke arah yang lebih baik, pemerintah bersama DPR telah menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Saat ini merupakan 12 - 6
masa transisi untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU tersebut. Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan adalah: (1) harga pasar di dunia lebih tinggi sehingga produksi batubara cenderung untuk diekspor, hal ini berakibat pada pasokan batubara ke pasar dalam negeri menjadi terbatas; (2) belum terselesaikannya renegosiasi dengan perusahaan Kontrak Karya (KK)/ Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) karena ada pasalpasal yang belum disepakati; (3) masih adanya tumpang tindih penggunaan lahan KK dan PKP2B dengan kawasan hutan mengakibatkan tertundanya kegiatan lapangan dari perusahaan; (4) masih adanya pertambangan tanpa izin; dan (5) belum lengkapnyaperaturan teknis setingkat menteri untuk melaksanakan UU No 4 Tahun 2009 dan turunannya sehingga menghambat investasi dan belum dapat menjamin kepastian pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batubara.
12.1.4 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup Upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup terus menjadi perhatian penting dalam pembangunan nasional, agar dapat mencegah dan mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam, dan sekaligus untuk antisipasi terhadap perubahan iklim. Namun, pembangunan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan rakyat masih bertumpu pada penggunaan sumber daya alam yang cenderung boros, sehingga menimbulkan permasalahan terhadap daya dukung lingkungan. Permasalahan yang masih terus dihadapi sampai dengan saat ini dalam perbaikan kualitas lingkungan hidup antara lain adalah (1) masih terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan di beberapa wilayah dan ekosistem, yang melebihi daya dukung dan kemampuan lingkungan untuk pemulihan/memperbaiki sendiri; (2) desentralisasi 12 - 7
pengelolaan lingkungan dan adanya konflik kepentingan dalam pembangunan di berbagi sektor sering menyebabkan beban terhadap lingkungan dan kerusakan terhadap keanekaragaman hayati; (3) pengelolaan lingkungan yang masih bersifat sektoral dan parsial, serta kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan yang menimbulkan kurang efektifnya pengelolaan; (4) bervariasinya ketersediaan dan tingkat akurasi data dan informasi di berbagai institusi menyebabkan kemungkinan terjadinya ketidak-tepatan dalam pembuatan rencana, serta monitoring dan evaluasi kualitas lingkungan hidup; (5) upaya pelestarian lingkungan masih terkendala juga dengan rendahnya kesadaran masyarakat, pendekatan pelaksanaan pembangunan yang kurang peduli terhadap lingkungan, serta kebijakan pengelolaan lingkungan yang belum terintegrasi dengan baik dengan perencanaan pembangunan lainnya (lingkungan yang diperlakukan sebagai eksternalitas); (6) makin meningkatnya potensi bencana ekologis dan perubahan iklim global; serta (7) terdesak perubahan fungsi kawasan konservasi karena pembangunan sector lain serta pemekaran wilayah.
12.1.5 Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dilaksanakan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan untuk menjamin terjaganya daya dukung DAS.Kegiatan RHL dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan desa, rehabilitasi hutan konservasi dan hutan lindung, dan hutan tanaman rakyat. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan RHL adalah: (1)
12 - 8
Masih banyaknya kawasan hutan yang belum memiliki kepastian tata batas sehingga menyulitkan pelaksanaan rehabilitasi yang memerlukan status lahan yang jelas dan tidak bermasalah terutama dengan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
(2) (3)
(4)
Belum tercakupnya sebagian kawasan hutan dalam KPH menyebabkan kegiatan RHL tidak terkelola dengan baik. Kemampuan daerah yang masih terbatas dalam melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang menjadi tugas daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Koordinasi dan sinergi para pihak dalam meningkatkan kualitas DAS belum terjalin secara optimal dalam pelaksanaan RHL DAS.
Keanekaragaman hayati yang tinggi, saat ini mengalami penurunan karena kebakaran hutan dan pembalakan liar, perdagangan satwa dan tumbuhan secara ilegal, serta perburuan secara ilegal. Hampir setiap tahun, terutama pada musim kemarau, sebagian kawasan hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan mengalami kebakaran akibat pengelolaan dan pengolahan lahan dilakukan secara tradisional dan tidak mengindahkan kaidah lingkungan. Meskipun aktifitas pembalakan liar skala besar mengalami penurunan dan kasus–kasus yang ditangani oleh aparat hukum dapat terungkap, namun praktek pembalakan liaryang dilakukan secara sporadis dan skala kecil belum dapat dihilangkan. Pembalakan liar dan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar, perburuan dan penyelundupan kayu berimplikasi pada turunnya dan hilangnya keragaman satwa dan tumbuhan liar, keanekaragaman hayati genetik, jenis bahkan ekosistem. Apabila hal ini berlangsung secara cepat dan berskala besar akan memicu terjadinya kelangkaan dan kepunahan spesies tertentu.
12.1.6 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan dimaksudkan untuk meningkatkan manfaat sumber daya kelautan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memelihara fungsi laut sebagai pendukung sistem kehidupan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi 12 - 9
dalam peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan, antara lain adalah: (1) Belum optimalnya pengelolaan sumber daya kelautan, termasuk pengelolaan kawasan konservasi, dan masih adanya eksploitasi pemanfaatan sumber daya kelautan yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem yang berakibat pada rusaknya ekosistem pesisir dan laut, berupa deforestasi mangrove dan degradasi terumbu karang, serta erosi pantai; (2) Konflik pemanfaatan wilayah laut dan pesisir akibat kurangnya pengendalian dalam penerapan tata ruang pesisir; (3) Masih maraknya pencurian ikan dan kegiatan penangkapan ikan yang merusak (illegal and destructive fishing), yang disebabkan kurangnya ketaatan masyarakat, misalnya penggunaan bom ikan dan racun potasium, kurangnya sarana pengawasan dan lemahnya penegakan hukum; (4) Belum optimalnya pengendalian pencemaran laut, baik yang diakibatkan oleh kegiatan industri, pertanian yang sangat intensif, kegiatan pelayaran yang padat, maupun tumpahan minyak di laut; dan (5) Belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil, termasuk kurangnya sarana prasarana dasar dan kurangnya aksesibilitas antarpulau; serta (6) belum memadainya inovasi dan pengembangan teknologi dan informasi kelautan. 12.1.7 Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Perubahan paradigma pembangunan yang mengarah pada pembangunan rendah emisi terus diupayakan pemerintah sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pada saat ini perubahan iklim tidak lagi hanya menjadi wacana, melainkan sudah merupakan realita dan dampaknya mulai dirasakan di seluruh sendi kehidupan. Variabilitas dan perubahan iklim yang terjadi akhirakhir ini, seperti terjadinya iklim dan cuaca ekstrim dalam bentuk puting beliung, gelombang tinggi, banjir dan kekeringan telah mengganggu keseimbangan produksi pangan, energi dan jalur transportasi. Perubahan pola musim seperti kemarau basah berkepanjangan pada tahun 2010 hingga awal 2011 telah merubah 12 - 10
pola tanam petani dan pola penangkapan ikan bagi nelayan serta beberapa sektor kehidupan lainnya. Namun, penanganan perubahan iklim (climate change) dan kualitas informasi iklim dan bencana alam saat ini masih dirasa kurang optimal karena beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) daya dukung lingkungan yang semakin merosot, degradasi lingkungan yang semakin meluas akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan yang memperparah terjadinya perubahan iklim di Indonesia; (2) belum lengkapnya jaringan komunikasi untuk dapat mendiseminasikan informasi iklim, cuaca dan peringatan dini bencana sampai ke tingkat wilayah terkecil (kecamatan), serta masih rendahnya tingkat teknologi peralatan penyediaan informasi cuaca (pada umumnya masih bersifat konvensional dan manual); (3) masih terbatasnya kapasitas sumber daya manusia dan institusi pengelola data dan informasi iklim dan cuaca yang menyebabkan sering terjadinya keterlambatan dalam pemanfaatan informasi iklim, bahkan seringkali terjadi kesalahan dalam interpretasi; rendahnya tingkat penguasaan teknologi; serta masih tingginya tingkat ketergantungan terhadap produk/teknologi luar negeri. 12.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN HASIL YANG DICAPAI
DAN
12.2.1 Peningkatan Ketahanan Pangan dan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
HASIL-
Revitalisasi
Dalam rangka peningkatan ketahanan pangan, dengan memperhatikan sasaran dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan meliputi : 1.
Peningkatan produktivitas dan pengelolaan lahan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Langkah kebijakan yang dilakukan meliputi: (1) penyediaan dan penyaluran input produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan, terutama benih/bibit unggul dan pupuk sampai ke petani dan nelayan; (2) penerapan manajemen dan teknologi budidaya pertanian, 12 - 11
perikanan, dan kehutanan yang intensif, misal melalui sekolah lapang pertanian tanaman terpadu (SL-PTT), sekolah lapang iklim (SLI), system of rice intensification (SRI) dan pembinaan kelompok petani hutan; (3) menjamin ketersediaan dan peningkatan dukungan infrastruktur pertanian, perikanan, dan kehutanan melalui pembangunan jaringan irigasi, pelabuhan perikanan, jalan usaha tani, jalan produksi, dan jalan desa; (4) pengendalian terpadu terhadap serangan hama dan penyakit pengganggu tanaman serta antisipasi terhadap dampak perubahan iklim; (5) dukungan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi teknologi pertanian, perikanan, dan kehutanan yang unggul; (6) melakukan perluasan lahan sawah di lahan-lahan yang memiliki potensi untuk produksi pangan; (7) berupaya melindungi lahan-lahan pertanian pangan yang sudah ada; (8) mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang sudah ada; (9) memanfaatkan lahan terlantar dan lahan kering; (10) penguatan komitmen daerah dalam pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan melalui Sosialisasi, Temu Usaha atau workshop tentang pengembangan HHBK dengan melibatkan pemerintah daerah dan para pihak yang terkait; (11) Koordinasi Pembentukan Sentra Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tahun 2011 sebanyak 6 lokasi; (12) investasi sampai dengan akhir tahun 2010 pada IUPHHK-HA/HPH sebesar Rp. 7,52 trilyun (nilai perolehan) dan pada IUPHHK-HTI sebesar Rp. 2,02 trilyun (nilai perolehan); (13) tenaga kerja yang terserap pada IUPHHK-HA sebanyak 29.319 orang dan pada IUPHHK-HTI sebanyak 23.042 orang; (14) perkembangan IUIPHHK kapasitas diatas 6.000 m3/tahun sebesar 6,5%, kurun waktu tahun 2010-2011 dimana investasi yang ditanamkan tumbuh sebesar 36,3%; (15) IUIPHHK tercatat 327 unit dengan investasi sebesar Rp. 32,1 trilyun dan tenaga kerja yang teserap sebanyak 257.852 orang (terdiri dari industri kayu lapis, veneer, kayu gergajian, chipwood, serta industri yang terintegrasi/terpadu) dengan kapasitas 34,4 juta m3/tahun; (16) 12 - 12
Realisasi pembangunan tanaman HTI secara kumulatif telah mencapai 4,97 juta ha, dengan pertumbuhan tahun 2010-2011 sebesar 8,9%, pembangunan tanaman HTI telah terealisasi seluas 57.248 ha; (17) Luas pencadangan areal HTR oleh Menteri Kehutanan seluas 650.662,73 ha dengan jumlah IUPHHK-HTR yang dikeluarkan oleh Bupati seluas 126.294,95 ha (19,41%); (18) Realiasasi pemenuhan bahan baku kayu, khususnya untuk IPHHK kapasitas diatas 6.000 m3/tahun sebesar 22,3 juta m3/tahun (41,5% dari rencana pemenuhan bahan baku pada tahun 2011 sebesar 53,7 juta m3/tahun); (19) Realisasi produksi kayu bulat sebesar 563.729,82 m3 (6,19% dari JPT yang ditetapkan sebesar 9,1 juta m3); (20) Produksi kayu olahan yang berasal dari IPHHK sebesar 2,7 juta m3, (20) produksi pulp sebesar 2,6 juta ton; (21) Volume ekspor sebesar 747 ribu m3 dengan nilai ekspor sebesar USD 414,2 juta, mengalami kenaikan sebesar 44,8% dengan nilai ekspor juga naik sebesar 57,4%. 2.
Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pangan dan Distribusi. Langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan, meliputi : (1) stabilisasi harga pangan domestik melalui peningkatan produksi bahan pangan domestik dan peningkatan stok pangan; (2) membantu meringankan kelompok rumah tangga kurang mampu dengan penyaluran beras bersubsidi bagi rumah tangga miskin (Raskin); (3) memberikan bantuan pangan kepada kelompok masyarakat yang terkena bencana alam dan bencana sosial, dan (4) meningkatkan dukungan transportasi dan konektivitas untuk penyaluran bahan pangan antar wilayah, termasuk sarana dan prasarana logistik pangan.
3.
Peningkatan Kualitas Konsumsi Masyarakat dilakukan melalui langkah kebijakan sebagai berikut: (1) meningkatkan pengawasan terhadap mutu bahan pangan dan pangan olahan, (2) meningkatkan penerapan standar mutu dan keamanan pangan, (3) meningkatkan sosialisasi dan informasi tentang pangan bergizi dan seimbang, (4) Diversifikasi konsumsi 12 - 13
pangan PP No. 29/2009, serta (5) meningkatkan cakupan dan kualitas perkarantinaan pertanian, perikanan, dan kehutanan. 4.
Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Hasil Pertanian. Dalam hal ini, langkah kebijakan yang dilakukan adalah: (1) mensosialisasikan dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan dan penanganan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan sesuai preferensi konsumen, misal: good agricultural practices (GAP) dan good handling practices (GHP), (2) mendorong berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian, perikanan, dan kehutanan.
5.
Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani dan Nelayan. Langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan, meliputi: (1) meningkatkan pemahaman dan kapasitas petani/nelayan dan kelompoknya; (2) memberikan bantuan permodalan usaha tani dan nelayan; (3) mendorong dan mendukung pengembangan kelompok petani/nelayan; (4) meningkatkan dukungan penyuluhan dan pelatihan pertanian, perikanan, dan kehutanan; (5) peningkatan jumlah dan kapasitas lembagalembaga penyuluh;(6) peningkatan jumlah dan kapasitas lembaga kelompok tani dan gabungan kelompok tani; (7) peningkatan sarana kerja dan penyediaan insentif bagi penyuluh; (8) Hasil pembangunan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa yang telah dicapai pada tahun 2011 sampai dengan bulan Juni adalah Evaluasi/verifikasi areal kerja HKm seluas 54.865 ha dan Evaluasi/verifikasi areal kerja Hutan Desa seluas 45.306 ha; (9) Pengembangan Seed For People di 4 lokasi yaitu di Jembrana, Lumajang, Purworejo dan Sumedang; (10) Sosialisasi Pembangunan hutan rakyat kemitraan sebanyak 19 unit dengan luas 50.000 ha; (11) Penetapan Kelompok Tani Pelaksana Kebun Bibit Rakyat (KBR) tahun 2011 sebanyak 10.000 unit.
Melalui langkah-langkah kebijakan di atas, pembangunan ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan menunjukkan peningkatan kinerja sektornya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti peningkatan produksi, 12 - 14
penjagaan stabilitas harga pangan pokok, peningkatan kualitas dan keragaman konsumsi, peningkatan status gizi masyarakat yang secara umum semakin baik. Hingga saat ini, sektor pertanian masih menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja. Kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mencapai lebih dari sepertiga total penduduk yang bekerja. Pada bulan Februari 2011 tenaga kerja yang terserap pada sektor pertanian tercatat sebesar 42,47 juta orang, dan pada Agustus 2010 mencapai 41,49 juta orang. Angka-angka ini menunjukkan besarnya kapasitas sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja, terutama di perdesaan. Pada tahun 2010,guna mendukung jaringan irigasi yang baik, telah dilakukan pembangunan / peningkatan 115 ribu ha dan rehabilitasi 293 ribu ha jaringan irigasi. Pemerintah juga selalu menjaga pasokan dan cadangan pangan pemerintah. Untuk beras, cadangan beras pemerintah dipersiapkan untuk bantuan pangan bagi rumah tangga miskin (Raskin), stabilisasi harga melalui operasi pasar, bantuan pangan bagi masyarakat yang terkena bencana, distribusi bagi golongan anggaran, dan persiapan bantuan pangan untuk memenuhi komitmen perjanjian bilateral/multilateral. Pada akhir tahun 2010, cadangan beras di Perum Bulog sekitar 700-800 ribu ton,sampai dengan bulan Agustus 2011, stok beras mencapai sekitar 1,34 juta ton. Capaian produksi lima komoditas utama pertanian pada tahun 2010 hingga 2011 sebagai berikut. Peningkatan produksi padi dari 66,47 juta ton GKG tahun 2010 menjadi 68,06 juta ton GKG pada tahun 2011 (ARAM II) atau meningkat sebesar 2,4 persen. Produksi jagung menurun dari 17,63 juta ton pipilan kering pada tahun 2009 menjadi 17,39 juta ton pada tahun 2011 (ARAM –II). Sama halnya dengan jagung, produksi kedelai juga mengalami penurunan dari 975 ribu ton pada tahun 2009 menjadi 819 ribu ton pada tahun 2011 (ARAM –II). Penurunan pada komoditas jagung dan kedelai salah satunya diakibatkan karena penurunan luasan areal panen. Produksi daging sapi mengalami peningkatan dari 390 ribu ton pada tahun 2010 menjadi 417 ribu ton pada tahun 2011. Produksi gula hablur berdasarkan prognosa 2011 mengalami peningkatan dari 2,39 juta 12 - 15
ton pada tahun 2010 menjadi 2,7 juta ton pada tahun 2011, setelah pada tahun sebelumnya mengalami penurunan produksi. Produksi lima komoditas utama tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.1 TABEL 12.1 PRODUKSI LIMA KOMODITAS UTAMA PERTANIAN 2009 – 2011 2009 2010*) 2011**) Komoditas (juta ton) Padi 64,40 66,47 68,06 Jagung 17,63 18,33 17,39 Kedele 0,975 0,907 0,819 Daging Sapi 0,405 0,390 0,417 Gula***) 2,62 2,39 2,70 Sumber Keterangan
: Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian : *) Angka Tetap (ATAP), **) Angka Ramalan (ARAM) II, ***) 2011 Angka Prognosa; Gula Hablur
Perkembangan komoditas hortikultura menunjukkan prestasi pertumbuhan yang cukup baik selama 2010-2011, pertumbuhan produksi komoditas mangga pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 sebesar 79,68 persen, jeruk 70,34 persen dan durian 74,54 persen. Capaian produksi dan pertumbuhan komoditas hortikultura selama 2009-2011 dapat dilihat secara lebih lengkap pada Tabel 12.2.
12 - 16
TABEL 12.2 PRODUKSI KOMODITAS HORTIKULTURA 2009 – 2010 NO
KOMODITAS
2009
1. Kentang 2. Cabe 3. Bawang Merah 4. Mangga 5. Pisang 6. Durian 7. Jeruk Sumber : BPS Keterangan : *) Angka Sementara, **) Angka Target
1.176 1.379 965 2.243 6.374 798 2.132
2010*) (ribu ton) 1.060 1.332 1.048 1.314 5.816 491 2.033
2011**) 1.081 1.221 895 2.361 7.143 857 3.463
Komoditas perkebunan juga mengalami peningkatan produksi pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010, kelapa sawit tumbuh 5,3 persen , kakao 27,1 persen, tembakau 70,09 persen, karet 4,59 persen, dan kopi 4,42 persen. Capaian produksi perkebunan selama 2009-2011 lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 12.3. TABEL 12. 3 PRODUKSI KOMODITAS PERKEBUNAN 2009 – 2010 2011**) 2010*) (ribu ton) 1. Kelapa Sawit 21.511 23.200 24.429 2. Karet 2.440 2.592 2.711 3. Kelapa 3.258 3.266 3.290 4. Kakao 810 845 1.074 5. Kopi 683 679 709 6. Jambu Mete 143 145 148 7. Tembakau 177 107 182 9. Cengkeh 82 83 80 Sumber : Pusat Data Pertanian dan Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan : *) Angka Sementara; **) Angka Target NO
KOMODITAS
2009
12 - 17
Produksi komoditas peternakan selain daging sapi juga mengalami pertumbuhan yang semakin meningkat pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010, antara lain daging kambing/domba 4,55 persen, dan susu segar 17,17 persen. Capaian produksi peternakan selama 2009-2011 lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 12.4. dibawah ini. TABEL 12. 4 PRODUKSI KOMODITAS PETERNAKAN 2009 – 2010 NO
KOMODITAS
2009
1. Daging Sapi 405 2. Daging Kerbau 41 3. Daging Kambing/Domba 123 4. Daging Babi 220 5. Daging Ayam Buras 345 6. Daging Itik 32 7. Susu 685 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan. Keterangan : *) Angka Sementara; **) Angka Target
2010*) (ribu ton) 390 42 132 232 324 29 728
2011**) 417 42 138 235 342 29 853
Produksi sektor perikanan juga mengalami pertumbuhan yang semakin meningkat sebesar 10,6 persen yaitu dari 9,82 juta ton pada tahun 2009 menjadi 10,86 juta ton pada tahun 2010. Lebih lanjut, produksi perikanan pada tahun 2011 ditargetkan hingga 12,26 juta ton. TABEL 12. 5 PRODUKSI PERIKANAN 2009 – 2010 2010*) (ribu ton) 1. Perikanan Tangkap 5.108 5.385 2. Perikanan Budidaya 4.708 4.478 Total 9.816 10.863 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Keterangan : *) Angka Sementara; **) Angka Target NO
12 - 18
Rincian
2009
2011**) 5.409 6.847 12.256
Di sektor kehutanan realisasi pembangunan tanaman HTI secara kumulatif sampai dengan triwulan II Tahun 2011 telah mencapai 4,97 juta ha, dengan pertumbuhan tahun 2010-2011 sebesar 8,9%. Khusus untuk triwulan II tahun 2011 pembangunan tanaman HTI telah terealisasi seluas 57.248 ha. Sementara itu, luas pencadangan areal HTR oleh Menteri Kehutanan sampai dengan triwulan II tahun 2011, seluas 650.662,73 ha dengan jumlah IUPHHK-HTR yang dikeluarkan oleh Bupati seluas 126.294,95 ha (19,41%). Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah izin HTR yang dikeluarkan oleh Bupati masih perlu dipercepat.Jumlah investasi sampai dengan akhir tahun 2010 pada IUPHHK-HA/HPH sebesar Rp. 7,52 trilyun (nilai perolehan) dan pada IUPHHK-HTI sebesar Rp. 2,02 trilyun (nilai perolehan). Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap sampai dengan triwulan II tahun 2011 pada IUPHHKHA sebanyak 29.319 orang dan pada IUPHHK-HTI sebanyak 23.042 orang. Sementara itu pada kurun waktu tahun 2010-2011 IUIPHHK kapasitas diatas 6.000 m3/tahun berkembang sebesar 6,5%, dimana investasi yang ditanamkan tumbuh sebesar 36,3%. Sampai dengan triwulan II tahun 2011, IUIPHHK tercatat 327 unit dengan investasi sebesar Rp. 32,1 trilyun dan tenaga kerja yang teserap sebanyak 257.852 orang (terdiri dari industri kayu lapis, veneer, kayu gergajian, chipwood, serta industri yang terintegrasi/terpadu) dengan kapasitas 34,4 juta m3/tahun. Realiasasi pemenuhan bahan baku kayu, khususnya untuk IPHHK kapasitas diatas 6.000 m3/tahun sampai dengan triwulan II tahun 2011 sebesar 22,3 juta m3/tahun (41,5% dari rencana pemenuhan bahan baku pada tahun 2011 sebesar 53,7 juta m3/tahun). Jika dibandingkan dengan pemenuhan bahan baku pada triwulan II tahun 2010 sebesar 22,5 juta m3/tahun, maka pemenuhan bahan baku IPHHK tahun 2011 tersebut turun sebesar 0,9%. Pada tahun 2011 rencana pemenuhan bahan baku IPHHK kapasitas diatas 6.000 m3/tahun sebagian besar berasal dari IUPHHK-HA sebesar 5,2 juta m3/tahun (9,7%), IUPHHK-HTI sebesar 24,5 juta m3/tahun (45,6%) dan LC HTI/ILS/IPK sebesar 13,4 juta m3/tahun (24,9%). Dengan berlanjutnya pembangunan HTI baru, maka pasokan bahan baku dari HTI diharapkan meningkat.Realisasi produksi kayu bulat 12 - 19
berdasarkan Penetapan Rencana Produksi Hasil Hutan Kayu Bulat Nasional Tahun 2010 yang berasal dari IUPHHK-HA sebesar 5.675.060,57 m3 (62,36% dari JPT yang ditetapkan sebesar 9,1 juta m3), sedangkan sampai dengan Bulan Mei 2011 produksi kayu bulat sebesar 563.729,82 m3 (6,19% dari JPT yang ditetapkan sebesar 9,1 juta m3).Produksi kayu olahan yang berasal dari IPHHK (kayu lapis/LVL, veneer, kayu gergajian dan chipwood) pada triwulan II tahun 2011 sebesar 2,7 juta m3, mengalami penurunan sebesar 6,9% dibandingkan triwulan II tahun 2010 sebesar 2,9 juta m3. Sedangkan untuk produksi pulp pada triwulan II tahun 2011 sebesar 2,6 juta ton, mengalami kenaikan sebesar 8,3% dibandingkan triwulan II tahun 2010 sebesar 2,4 juta ton. Di sektor industri, hasil-hasil yang telah dicapai dalam mendukung peningkatan produksi sektor pertanian, telah dilakukan melalui revitalisasi industri pupuk dan industri gula. Selain daripada itu, melalui penelitian dan pengembangan untuk mendukung peningkatan produksi sektor pertanian telah berhasil dikembangkan berbagai varietas unggul terbaru yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim, tahan hama penyakit dan atau cekaman lingkungan. Pada tahun 2010 sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan memperlihatkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang membaik. Pada tahun 2010, pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan sebesar 2,9 persen. Pada triwulan I tahun 2011 dibandingkan triwulan I tahun 2010, pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan dan kehutanan sebesar 3,4 persen. Pada tahun 2010, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai 41,49 juta orang atau menurun 3,5 persen dibandingkan tahun 2009. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan tersebut mencapai sekitar 38 persen dari total tenaga kerja yang mencapai 108,21 juta orang pada tahun 2010. Relatif tingginya jumlah dan persentase masyarakat yang bekerja di sektor PPK tersebut tidak diikuti dengan proporsi PDB di sektor PPK. Hal ini menyebabkan masih rendahnya tingkat produktivitas di sektor pertanian. Namun demikian, aspek kesejahteraan petani, yang diindikasian dari indeks 12 - 20
Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 (Juni), NTP dan NTN mencapai masing-masing 104,79 dan 107. Nilai ekspor pertanian pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 35,56 persen dibandingkan tahun 2009. Khusus perikanan, nilai ekspor meningkat dari tahun sebelumnya menjadi USD 2,66 miliar pada tahun 2010. Ke depannya, diharapkan bahwa hasil dan nilai ekspor ini akan terus meningkat dan mampu berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan.
12.2.2. Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ketahanan dan kemandirian energi adalah: (1) meningkatkan status cadangan minyak dan gas bumi terbukti melalui kegiatan survei dan eksplorasi; (2) pengembangan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi minyak dan pengembangan senyawa surfaktan yang sesuai kondisi reservoir; (3) melakukan perawatan secara rutin dan meremajakan kilang yang memiliki efisiensi rendah, digantikan dengan kilang baru dan teknologi yang lebih up to date; (4) melakukan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari pasar spot BBM untuk memenuhi kebutuhan BBM; (5) optimalisasi fasilitas penyimpanan dan pendistribusian BBM; (6) penyediaan dan peremajaan kapal-kapal tanker; (7) revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain; (8) mengembangkan harga khusus dan insentif pada energi baru terbarukan (EBT) sehingga selisih harga EBT dan energi fosil bisa terjembatani; dan (9) meningkatkan pemanfaatan sumber energi lokal melalui peningkatan kualitas dan kuantitas desa mandiri energi (DME), baik DME bahan bakar nabati (BBN) maupun DME nonBBN.
12 - 21
Hasil-hasil penting yang telah dicapai adalah: (1) cadangan minyak bumi pada tahun 2009 sebesar 7.998,54 million metric stock tank barrels (MMSTB), menurun menjadi 7.764,48 MMSTB pada tahun 2010. Adapun cadangan gas bumi pada tahun 2009 sebesar 159,64 trillion standard cubic feet (TSCF), dan menurun menjadi 157,14 TSCF pada tahun 2010; (2) produksi minyak bumi rata-rata dari Januari – Mei 2011 sebesar 860,8 ribu barel per hari dan gas bumi sebesar 7,26 million metric standard cubic feed per day (MMSCFD). Data produksi minyak dan gas bumi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.1; (3) dalam kurun waktu 2009 – Juni 2011 telah disetujui 4 usulan Pengembangan Lapangan Pertama atau Plan of Development; (4) dalam rangka ketersediaan (security of supply) BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka sangat diperlukan pembangunan kilang minyak baru di Indonesia. Pada bulan April tahun 2011 telah mulai beroperasi Kilang LPG PT Yudhistira Energy dengan kapasitas kilang sebesar 58 million tons per annum (MTPA); dan (5) pada tahun 2010 telah dibangun 50 daerah mandiri energi (DME) dan untuk tahun 2011 direncanakan dibangun 50 DME baik dari bahan bakar nabati maupun bahan non bahan bakar nabati. TABEL 12.6 PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI 2009 – MEI 2011 Uraian
Ratarata 2009
Ratarata 2010
Total Produksi 944 954 Minyak (ribu barel per hari) Total Produksi 8,38 9,33 Gas (MMSCFD) Sumber : Kementerian ESDM.
12 - 22
Jan 2011
Feb 2011
Mar 2011
Apr 2011
Mei 2011
754
892
961
852
845
Ratarata Jan – Mei 2011 860,8
7,59
7,19
7,25
7,43
6,82
7,26
12.2.2 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan adalah: (1) diberlakukannya UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang no 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang membolehkan tiga belas perusahaan tambang melanjutkan kegiatannya; (2) menyusun rancangan wilayah pertambangan meliputi 7 pulau dan gugusan kepulauan dengan batasan minimum 4 mil dari garis pantai; (3) melakukan renegosiasi KK dan PKP2B; dan (4) menyusun peraturan menteri untuk menindaklanjuti PP No. 22 Tahun 2010, PP No. 23 Tahun 2010, PP No. 55 Tahun 2010, dan PP No. 78 Tahun 2010. Hasil-hasil penting yang telah dicapai adalah: (1) telah diterbitkan 4 peraturan pemerintah, 4 peraturan menteri, dan 5 keputusan menteri untuk menindaklanjuti UU No. 4 tahun 2009; (2) PNBP dari sumber daya alam pertambangan umum pada tahun 2010 mencapai Rp 18.559,52 miliar, melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp 15.200,93 miliar; (3)realisasi investasi mineral dan batubara untuk tahun 2010 sebesar US$ 3.187,32 juta melebihi target sebesar US$ 2.119,68 juta; (3) sudah dilakukan konversi KP menjadi IUP sebanyak 5.787 ijin; (4) sudah menyelesaikan renegosiasi 9 KK dari 37 dan renegosiasi 63 PKP2B dari 76; dan (5) produksi mineral dan batubara yang mencapai target pada tahun 2010. Data produksi mineral dan batubara selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.7.
12 - 23
TABEL 12.7 PRODUKSI MINERAL DAN BATUBARA 2010 –2014 Target
Realisasi
Rencana
2010
2010
2011
2012
2013
2014
Tembaga (ton)
930.247
989.953
665.158
673.555
683.584
744.457
Emas (kg)
107.781
111.387
102.562
66.237
87.972
76.375
Perak (kg) Ni + Co in matte (ton)
351.723
323.290
278.431
250.484
251.428
251.390
77.700
78.336
70.500
77.700
82.372
82.009
Timah (ton) Bijih Nikel (ton)
70.000
78.965
75.000
90.949
87.394
89.141
6.000.000
6.561.404
8.500.000
6.450.480
6.579.490
6.711.079
Ferronikel (Ni)
16.000
17.970
18.000
16.334
16.661
16.994
Bauksit (Mt)
5.500.000
12.429.861
10.000.000
9.075.000
9.982.500
10.980.750
Bijih Besi (Mt)
5.200.000
5.226.344
5.000.000
5.488.110
5.597.872
5.709.830
1.800.000
1.861.662
2.500.000
1.872.720
1.910.174
1.948.378
250
275
327
332
337
342
KOMODITAS MINERAL
3
Granit (m ) BATUBARA (juta ton)
Sumber
: Kementerian ESDM
12.2.3 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup Perbaikan kualitas lingkungan hidup difokuskan pada program-program (1) pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, untuk menurunkan tingkat pencemaran lingkungan dan meningkatkan usaha-usaha pengendalian perusakan lingkungan; (2) peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, melalui peningkatan kapasitas kelembagaan, partisipasi masyarakat, dan ketersediaan data dan informasi untuk pengelolaan lingkungan hidup. Target yang ingin dicapai adalah menurunnya beban pencemaran lingkungan dan meningkatnya kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hasil yang dicapai dari upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup diantaranya adalah: (1) Program Kali 12 - 24
Bersih (PROKASIH), yaitu program kerja pengendalian pencemaran air sungai untuk meningkatkan kualitas air sungai agar tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Mengingat sumber pencemar air tidak hanya didominasi oleh sumber institusional atau kegiatan perusahaan, tetapi juga oleh kegiatan domestik dan sampah, maka pada tahun 2008-2010 KLH mengembangkan kegiatan Pilot Project Prokasih Terpadu di Kota Banjarmasin. Pilot project tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam penyempurnaan Prokasih pada waktu yang akan datang agar diperoleh alternatif solusi pengendalian pencemaran air yang efektif yang dapat mempercepat proses pencapaian mutu air sesuai dengan sasaran yang ditetapkan; (2) Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), yaitu program pengawasan yang bertujuan untuk mendorong perusahaan taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan.Pada periode tahun 2009-2010 dilakukan penilaian terhadap 689 perusahaan, sebanyak 603 perusahaan merupakan perusahaan lama dan 86 merupakan peserta baru. Tingkat ketaatan terhadap peraturan lingkungan hidup terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai 71%; (3) ADIPURA yaitu program prioritas dalam mewujudkan kota yang cerdas, manusiawi dan ekologis. Pada periode tahun 2010-2011 kota yang berpartisipasi dalam program ADIPURA berjumlah 380, terdiri atas kota metropolitan sebanyak 14 kota, kota besar sebanyak 12 kota, kota sedang berjumlah 75 kota, dan kota kecil sebanyak 279 kota; (4) Pelaksanaan pelestarian lahan diantaranya melalui Program Menuju Indonesia Hijau (MIH), progam One Man One Tree atau gerakan nasional penanaman pohon oleh Presiden RI; (5) pengendalian kerusakan ekosistem situ, danau dan waduk dengan menyusun beberapa perangkat kebijakan beserta implementasinya, antara lain Kajian Penyusunan Kriteria Baku Kerusakan Ekosistem Situ, Kajian Penyusunan Pedoman Zonasi Pemanfaatan Ekosistem Perairan Danau dan Baku Mutu Air Danau serta Inventarisasi Danau di Pulau Sumatera dan Penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengelolaan Ekosistem 15 Danau Prioritas; (6) pemulihan kerusakan ekosistem situ (Situ rawa Kalong, Situ Ciledug dan Situ Sunter Hulu); (7) Pengembangan Sistem Pemantauan dan Peringatan Dini 12 - 25
Arus Balik Danau Maninjau; (8) Program Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati), melalui pembangunan Taman Kehati yang pada tahun 2009-2010 mencakup provinsi Sumatera Barat, Lampung, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara; (9) penanggulangan masalah sampah melalui pengesahan UndangUndang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; penerapan prinsip mengelola sampah dengan 3R (reduce, reuse dan recycle);penetapan sanksi pidana bagi pengimpor sampah dan pengelola sampah; pengelolaan gas metana dari sampah seperti pengomposan; serta pengembangan mekanisme Clean Development Mehanism (CDM); dan (10) upaya penanganan penggunaan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dan limbah B3. Sementara itu, hasil yang dicapai melalui pelaksanaan program peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diantaranya: telah dihasilkan produk peraturan perundang-undangan, yaitu: (a) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2010 tentang Komisi Keanekaragaman Hayati Produk Rekayasa Genetika; (b) 67 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup; dan (c) 11 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Selain itu, untuk mewujudkan Peraturan Daerah di bidang lingkungan hidup yang baik dan untuk meningkatkan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang lingkungan hidup telah dilakukan: (a) Penetapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai bagian prosedur penyusunan kebijakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Hutan; (b) Evaluasi terhadap 10 (sepuluh) Rancangan Peraturan Daerah di bidang lingkungan hidup; (c) Harmonisasi terhadap 3 (tiga) Rancangan Undang-Undang dan 21 (dua puluh satu) Rancangan Peraturan Pemerintah; dan (d) telah tersusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dalam rangka menyelesaikan amanat UU. No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagaimana pada tabel berikut: 12 - 26
TABEL 12.8 PENYIAPAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH No.
Judul RPP
Status
Tindak Lanjut
UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 1.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Kementerian Hukum dan HAM telah menyampaikan surat kepada MENLH mengenai telah selesainya proses harmonisasi (Surat No: PPE.PP.0203-1053 tanggal 4 Juli 2011)
Penyampaian RPP ke Presiden melalui Mensesneg untuk memperoleh pengesahan
Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan Lingkungan.
Kementerian Hukum dan HAM telah menyampaikan surat kepada MENLH mengenai telah selesainya proses harmonisasi (Surat No: PPE.PP.0203-1052 tanggal 4 Juli 2011)
Penyampaian RPP ke Presiden melalui Mensesneg untuk memperoleh pengesahan
3.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (revisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, sedang menunggu pertemuan pleno akhir pembahasan RPP
Pembahasan pleno akhir di Kementerian Hukum dan HAM dijadwalkan hari Senin, 18 Juli 2011 di Kementerian Hukum dan HAM
12 - 27
No.
Judul RPP
Status
4.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengawasan dan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM
5.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup pada Ekosistem Gambut
Sedang disusun surat persetujuan penyusunan RPP dari Presiden
6.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan/Atau Lahan
Sedang disusun surat persetujuan penyusunan RPP dari Presiden
7.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan
Sedang disusun surat persetujuan penyusunan RPP dari Presiden
8.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Sedang disusun surat persetujuan penyusunan RPP dari Presiden
9.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sedang disusun surat persetujuan penyusunan RPP dari Presiden
Tindak Lanjut
Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup 2011
Selanjutnya, dalam rangka pentaatan hukum lingkungan, telah dilakukan kegiatan-kegiatan yang hasil-hasilnya sampai dengan 12 - 28
bulan Juni 2011 adalah: telah tertanganinya 278 pengaduan lingkungan oleh masyarakat dan penyusunan sistem data base pengaduan masyarakat, penegakan hukum pidana, dan penyelesaian antara Indonesia dan Papua Nugini terkait pencemaran Sungai Fly dan kasus Montara Well antara Indonesia dengan Australia terkait pencemaran laut Timor. Disamping itu, telah dilakukan upaya untuk peningkatan kualitas sistem AMDAL dan peningkatan sarana pengendalian dampak lingkungan dalam bentuk laboratorium uji lingkungan dan metode kalibrasi serta pengujian; dan Pengembangan kebijakan dan penerapan standarisasi lingkungan dengan sistem manajemen lingkungan (SML) ISO 14001. Demikian pula telah dilakukan upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui kegiatan adiwiyata dan kegiatan aliansi strategis masyarakat peduli lingkungan (sampai dengan tahun 2009 ditetapkan sebanyak 40 calon sekolah Adiwiyata, dan 60 sekolah Adiwiyata Mandiri yang meliputi 29 provinsi. Pada tahun 2011 untuk penghargaan Adiwiyata Mandiri telah diserahkan kepada 21 SD, SMP, SMA se-Indonesia. Selanjutnya, untuk mendorong pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pengelolaan lingkungan hidup, pada tahun 2011 telah dialokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp. 351.610 milyar kepada 420 Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kualitas air, udara dan penurunan emisi gas rumah kaca, serta pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang lingkungan hidup di daerah. Selanjutnya, dalam rangka mengembangkan perangkat ekonomi dan pendanaan lingkungan alternatif telah dilakukan penerapan mekanisme pembangunan bersih yang telah berhasil menyetujui 129 usulan proyek Clean Development Mechanism (CDM) yang dilaksanakan oleh Komite Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). Terkait dengan permasalahan yang menyangkut rencana tata ruang wilayah propinsi (RTRWP), kegiatan yang telah dilakukan adalah melakukan pembahasan dalam forum Badan Koordinasi Pemetaan Ruang Nasional (BKPRN) untuk menemukenali penyebab lambatnya penetapan RTRWP dan mengidentifikasi cara mempercepat proses persetujuan oleh Kementerian Kehutanan. 12 - 29
Untuk mendapatkan solusi sementara, telah dilakukan pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dalam forum BKPRN yang menghasilkan kesimpulan bahwa penyusunan RTRW dengan dokumen teknis yang telah memuat analisis daya dukung dan daya tampung dapat diterima sebagai dokumen rencana yang telah dilengkapi dengan KLHS.
12.2.5 Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan Terkait dengan peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan lahan dan Reklamasi Hutan di DAS Prioritas. Langkah kebijakan dan hasil yang dicapai diantaranya: (a) Koordinasi sasaran calon lokasi Rehabilitasi Hutan Konservasi/Lindung dengan hasil berupa tersusunnya rancangan teknik rehabilitasi hutan konservasi/lindung (Peta dan Data) tahun 2011 seluas 100.000 Ha; (b) Rehabilitasi Lahan tahun 2011 dengan bibit KBR melalui pemberdayaan masyarakat dengan hasil berupa tertanamnya bibit sebanyak 403 juta batang; (c) Fasilitasi penetapan kawasan hutan kota kepada pemerintah Kabupaten/Kota dengan hasil penetapan lokasi hutan kota seluas 1.000 ha; (d) Koordinasi dan sosialisasi penyusunan rancangan rehabilitasi hutan mangrove dan pantai; (e) Koordinasi para pemangku kepentingan di tingkat provinsi/DAS dalam rangka penyusunan DAS Terpadu di 36 DAS Prioritas; (f) Penyusunan rancangan kegiatan RHL dengan hasil peta RHL di wilayah kerja DAS; (g) Reboisasi dan penghijauan melalui gerakan One Billion Indonesian Trees For The World (OBIT) dengan melibatkan dunia usaha dan masyarakat hingga Bulan Desember 2011 telah menghasilkan penanaman pohon sebanyak 1,7 miliar batang pohon. Pelaksanaan Gerakan tersebut telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya penanaman 12 - 30
2.
3.
pohon sebagai budaya, sehingga dapat memberikan dampak cukup signifikan terhadap upaya perbaikan lingkungan. Pengembangan Perhutanan Sosial. Langkah kebijakan dan hasil yang dicapai diantaranya: (a) Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan untuk menunjang kegiatan hutan kemasyarakatan dan hutan kota; (b) Penyuluhan dan sosialisasi yang lebih intensif tentang hutan kemasyarakatan dan hutan desa telah menghasilkan (i) Evaluasi/verifikasi areal kerja HKm seluas 54.865 ha; (ii) Evaluasi/verifikasi areal kerja Hutan Desa seluas 45.306 ha; (c) Sosialisasi, Temu Usaha atau workshop tentang pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK)yang melibatkan pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat/petani hutan; (d) Sosialisasi dan penyusunan rancangan pembangunan hutan kota tahun 2011 seluas 1.000 ha; (e) Pengembangan Seed For People di 4 lokasi yaitu di Jembrana, Lumajang, Purworejo dan Sumedang; (f) Sosialisasi Pembangunan hutan rakyat kemitraan sebanyak 19 unit dengan luas 50.000 ha; (g) Koordinasi Pembentukan Sentra HHBKsebanyak 6 lokasi; (h) Penetapan Kelompok Tani Pelaksana Kebun Bibit Rakyat (KBR) sebanyak 10.000 unit Pengendalian Kebakaran Hutan (dan Lahan) Mendukung Penurunan Jumlah Hotspot Kebakaran Hutan.Terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan langkah kebijakan dan hasil yang telah dicapai antara lain adalah: (a) Penguatan peran Kementerian Pertanian dalam pembinaan petani untuk mengolah lahan tanpa bakar serta Pemberian insentif & disinsentif melalui PNPM difokuskan pada daerah rawan kebakaran; (b) peningkatan sarana dan prasarana kebakaran hutan dan lahan serta penguatan brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan di daerah rawan kebakaran. Dalam rangka mengurangi frekuensi dan magnitude kebakaran hutan dilaksanakan melalui pemantapan kelembagaan brigade pengendalian kebakaran hutan atau Manggala Agni, pencegahan kebakaran dan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan pada daerah daerah rawan kebakaran, serta 12 - 31
penanganan pasca kebakaran hutan. Pencapaian kegiatan tersebut antara lain : (a) Pembentukan Brigade Manggala Agni sebanyak 2.505 orang di 9 provinsi rawan kebakaran yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan.; (b) Pembentukan Daerah Operasi (Daops) baru Manggala Agni di Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatera Barat sebanyak 180 orang, sehingga total kekuatan Manggala Agni mencapai 1.785 orang yang tersebar di 33 Daops; (c) Pembentukan 60 regu Manggala Agni di 30 lokasi non Daops Unit Pengelola Teknis Konservasi Sumber Daya Alam (UPT KSDA), Taman Nasional sebanyak 900 orang dan di Perusahaan Umum Perhutani sebanyak 60 orang;(d) Pembentukan 4 Regu Pasukan Gajah yang terlatih dalam pengendalian kebakaran hutan sebanyak 5 regu terdiri dari 50 ekor gajah, di Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Way Kambas dan Sumatera Selatan masing-masing 1 regu terdiri dari 10 gajah; (e) Pembentukan Satuan Manggala Agni Reaksi Taktis (SMART) sebanyak 256 orang; (f) pengembangan sarana dan prasarana berupa Slip on di Daops dan Non Daops, Mobil personel dan logistik (monilog), kendaraan roda 2, perlengkapan personel seperti helmet, masker, syal, rim-kopel, canteen, sepatu, dan pakaian pemadam, GPS, tenda, peralatan tangan seperti kapak dua fungsi, gepyok, garu, pacul, sekop, pompa punggung, pompa mekanik; (g) Pengembangan sistem peringatan dini melalui pemantauan hotspot dengan satelit NOAA dan MODIS .
12.2.6 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dalam rangka peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan, langkah-langkah kebijakan yang dilakukan terutama adalah: meningkatkan rehabilitasi, konservasi, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan; serta meningkatkan pendayagunaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil 12 - 32
melalui penerapan prinsip pengelolaan pesisir terpadu, penerapan tata ruang, adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Upaya yang dilakukan dalam rangka rehabilitasi pesisir dan konservasi laut, serta pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan antara lain adalah: (1) pengelolaan kawasan konservasi perairan yang mencapai 13,95 juta hektar; (2) Upaya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang serta pemantapan kawasan konservasi perairan daerah, serta upaya konservasi jenis ikan melalui penyusunan peraturan dalam rangka pelestarian dan perlindungan jenis ikan yang terancam punah; (3) Upaya penyelamatan ekosistem pesisir dan lautan melalui kerja sama internasional dalam rangka konservasi laut: Coral Triangle Initiative (CTI), Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME), dan Bismarck Solomon Seas Ecoregion (BSSE), (4) penanaman dan rehabilitasi mangrove di beberapa lokasi seluas 47 hektar; (5) operasi kapal pengawas dan kerjasama operasi antara TNI-AL, Bakorkamla, POLRI, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta kerjasama pengawasan dengan Australia dan Malaysia dalam rangka protection border command; (6) pemantauan ketaatan kapal di pelabuhan, pengawasan usaha budidaya, verifikasi kapal perikanan, dan pengawasan sumberdaya kelautan pada ekosistem pesisir serta pencemaran laut; (7) peningkatan pemantauan melalui Vessel Monitoring System dan peningkatan penanganan tindak pidana perikanan. Dalam rangka pendayagunaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, upaya yang telah dilakukan adalah menjalankan amanat dari Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam rangka pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. UU tersebut mengamatkan adanya penyusunan Rencana Strategi Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Rencana Zonasi Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Rencana Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Rencana Aksi Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Selanjutnya, pendayagunaan sumber daya kelautan juga dilakukan melalui pendayagunaan pulau-pulau kecil melalui inventarisasi potensi pulau-pulau kecil, fasilitasi 12 - 33
penyediaan infrastruktur di pulau-pulau kecil. Selain itu, dalam rangka antisipasi terhadap perubahan iklim, dilakukan upaya peningkatan ketahanan desa pesisir (climate ressilient village) atas dampak perubahan iklim. 12.2.7 Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas informasi iklim dan bencana alam serta kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim adalah: (1) meningkatkan kualitas informasi iklim dan bencana alam lainnya melalui peningkatan akurasi jangkauan dan percepatan penyampaian informasi; (2) meningkatkan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim; serta (3) meningkatkan kapasitas kelembagaan penanganan perubahan iklim. Hasil yang dicapai melalui program Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim sebagai berikut: Dalam hal kebijakan, Indonesia telah menyusun dokumen National Development Plan: Indonesia Respond to Climate Change, dan dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR)yang berisikan peta jalan rencana-rencana mitigasi atau penurunan emisi masing-masing sektor pembangunan berdasarkan perhitungan ilmiah potensi emisi yang dikeluarkan. Sebagai wujud komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan upaya sendiri, dan ditargetkan 41% apabila memperolehbantuan internasional pada tahun 2020, telah disusun Rancangan Peraturan Presiden mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya akan dilaksanakan oleh masingmasing sektor terkait. Disamping itu,untuk mendukung upaya adaptasi, telah disusun Kajian Kerentanan dan Adaptasi, yang dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu Makro (Nasional), Meso (Provinsi), Mikro (Kabupaten/Kota). Selain itu dalam rangka mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta penanganan bencana, 12 - 34
telah dilakukan langkah peningkatan sarana dan prasarana pengembangan penyediaan data dan informasi secara komprehensif di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika yang tepat, cepat dan akurat, dengan capaian antara lain: (1) 14 Provinsi telah memperoleh pelayanan peringatan dini cuaca ekstrim skala kabupaten; (2) 18 Provinsi telah memperoleh prakiraan cuaca skala kabupaten setiap hari melalui media elektronik dan cetak lokal (setempat); (3) tersedianya peta kerentanan perubahan iklim di Jawa untuk mitigasi perubahan iklim; (4) terdiseminasinya informasi iklim untuk sektor infrastruktur dan kesehatan dalam rangka adaptasi terhadap perubahan iklim; (5) terbentuknya sistem informasi gas rumah kaca (GRK) nasional, melalui pengukuran GRK di Stasiun Global Atmospher Watch (GAW) Bukit Kototabang dan dilanjutkan dengan perencanaan pembangunan Stasiun GAW di Kawasan Hutan Lore Lindu Sulawesi Tengah; dan (6) meningkatnya kapasitas InaTEWS yang meliputi konsistensi dalam mengeluarkan peringatan dini tsunami dan informasi dini gempabumi dalam waktu 5 menit sejak terjadinya gempabumi. Selanjutnya, telah diperluasnya pula sistem dari short message (sms) dan sirine menjadi diseminasi melalui media massa, yakni: hampir semua stasiun televisi di Jakarta dan beberapa radio; serta sistem diseminasi siaran melalui satelit Digital Video Broadcast (DVB) yang sudah terpasang di 155 lokasi; tersajinya peta goncangan atau shakemap secara near real time; dan terpasangnya jaringan komunikasi sebanyak 179 UPT yang digunakan untuk pengumpulan dan penyebaran data dan informasi Sementara, untuk masyarakat di wilayah pesisir, telah terjadi peningkatan kapasitas ketahanan masyarakat pesisir terhadap bencana laut. Selain itu,penguatan kapasitas iptek kebencanaan dan pengembangan peta probabilitas gempa, penanggulangan bencana, peta resmi tingkat peringatan tsunami sebanyak 2 NLP, serta peta multirawan bencana sebanyak 27 NLP. Dalam rangka penanggulangan bencana, juga telah ditetapkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014, penyelesaian pembentukan kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat provinsi, 12 - 35
pembentukan unit pelaksana teknis penanggulangan bencana yang juga difungsikan sebagai depo logistik dan peralatan penanggulangan bencana, penguatan kapastitas satuan reaksi cepat penanggulangan bencana (SRC-PB), penyusunan rencana kontijensi tingkat provinsi, serta pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah pasca bencana. 12.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN 12.3.1 Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Berdasarkan permasalahan dan hasil-hasil yang telah dicapai, maka langkah-langkah kebijakan yang masih perlu ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan ketahanan pangan adalah melanjutkan upaya peningkatan penyediaan bahan pangan dengan berbasiskan pada produksi dalam negeri; peningkatan akses masyarakat terhadap pangan melalui jaminan distribusi pangan yang baik dan pengendalian stabilitas harga pangandan; serta peningkatan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui peningkatan diversifikasi konsumsi pangan masyarakat dengan bahan pangan berbasis sumber daya lokal, dan mendorong perkembangan usaha pengolahan pangan. 1.
Peningkatan penyediaan bahan pangan terutama dilakukan melalui peningkatan produksi pangan dari dalam negeri, terutama padi akan terus diupayakan dan diharapkan dapat meningkat rata-rata sebesar 5 persen per tahun dan dapat mencapai surplus 10 juta ton pada tahun 2015. Dalam rangka pengamanan produksi beras untuk menghadapi iklim ekstrim akan dilanjutkan langkah-langkah yang telah ditetapkan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2011. Selain itu peningkatan produksi jagung, kedelai dan tebu akan diupayakan meningkat sehingga tercapai swasembada. Demikian pula peningkatan produksi daging sapi dan perikanan akan terus dilanjutkan dan lebih ditingkatkan terutama untuk dapat mencapai swasembada daging sapi dan kerbau pada tahun 2014. Langkah kebijakan tersebut dilakukan melalui: (a) perluasan areal tanam dan
12 - 36
optimasi lahan; (b) intensifikasi dengan peningkatan produktivitas (teknologi) dan intensitas tanaman; (c) peningkatan kualitas pascapanen (penurunan losses/susut); (d) intensifikasi kawin suntik, perbaikan penanganan pakan bagi ternak, dan perbaikan penanganan penyakit hewan strategis untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi dan kerbau;(e) peningkatan kegiatan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha perikanan melalui pemanfaatan lahan tidur serta pengembangan kawasan minapolitan; (f) Mengelola secara lestari Logged Over Area (LOA)/Hutan Alam Bekas Tebangan sebagai sumber hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK); serta cadangan karbon; serta (g) Membangun Hutan Tanaman (HTI dan HTR) untuk memenuhi permintaan bahan baku industri perkayuan, menambah penutupan lahan (mencegah banjir dan erosi) dan penyerapan karbon. 2.
Peningkatan akses masyarakat terhadap pangan, dilakukan melalui : (a) peningkatan efisiensi distribusi dan logistik pangan dalam perdagangan dan mengurangi kerusakan bahan pangan, terutama peningkatan peran serta BUMN untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat mengakses pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, (b) perbaikan sarana dan prasarana transportasi, termasuk perbaikan sistem pergudangan pangan di seluruh Indonesia; (c) mengembangkan kebijakan dan peraturan daerah yang dapat memperlancar dan mengefisienkan distribusi pangan antar daerah/wilayah; (d) stabilisasi harga pangan dalam negeri dengan meningkatkan jumlah cadangan pangan pemerintah dan pemerintah daerah pada tingkat yang dinilai aman untuk stabilisasi harga, mengembangkan kebijakan perdagangan dan ekspor-impor untuk mendukung ketahanan pangan, dan melakukan operasi pasar pada saat-saat yang diperlukan; (e) melanjutkan penyediaan dan penyaluran bahan pangan bersubsidi untuk keluarga miskin; (f) peningkatan pencegahan dan penanganan keadaan rawan pangan dan gizi karena keterbatasan akses, akibat adanya bencana alam dan 12 - 37
bencana sosial;serta (g) peningkatan efektivitas fungsi lembaga ketahanan pangan dan gizi, baik di pusat maupun daerah. 3.
Peningkatan kualitas/mutu konsumsi pangan. Fokus pelaksanaan arah kebijakan ini adalah: Peningkatan keragaman konsumsi pangan, pengembangan industri pangan berbasis tepung dan pangan lokal melalui: (a) pengembangan penganekaragaman (diversifikasi) pengolahan dan konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal; (b) peningkatan konsumsi ikan dan diversifikasi produk perikanan; (c) pengolahan hasil, penerapan standar mutu pangan dan kehalalan; (d) peningkatan ketersediaan sumber protein terutama ikan; (e) peningkatan pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang pangan yang bergizi dan seimbang serta pola hidup sehat, terutama untuk memperbaiki status gizi ibu hamil dan anak balita; (f) pengembangan penelitian pangan dan gizi, serta industri pangan lokal; (g) pengembangkan sistem mutu, kehalalan, dan keamanan pangan, termasuk pengendalian risiko penyakit zoonosis; serta (g) mengembangkan usaha pengolahan dan pemasaran produk pangan di perdesaan yang berbasis bahan pangan lokal. Selain itu dalam rangka menjaga keamanan pangan terutama dari penyakit yang ditularkan dari hewan kepada manusia (zoonosis), akan dilakukan langkahlangkah pengendalian penyakit zoonosis sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Inpres Nomor 30 Tahun 2011.
Selain itu, untuk menjawab isu ketahanan pangan, maka pemerintah mengambil kebijakan menaikkan target pertumbuhan produksi beras dari 3,2 persen per tahun menjadi 5 persen per tahun. Pemerintah juga melakukan penambahan target untuk mencapai surplus beras 10 juta ton per tahun mulai tahun 2015. Kebijakan peningkatan sasaran tersebut dilakukan untuk lebih menjamin kondisi ketahanan pangan. Selanjutnya, dalam rangka revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, langkah-langkah kebijakan yang masih perlu ditindaklanjuti terutama untuk mencapai pertumbuhan pertanian, 12 - 38
perikanan dan kehutanan; peningkatan nilai tambah dan daya saing; peningkatan kapasitas petani dan nelayan; serta mencapai peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, terutama meliputi: 1
Melanjutkan peningkatan produksi dan produktivitas pangan, pertanian, perikanan, dan kehutanan, yang akan dilakukan melalui (a) perlindungan, perluasan, dan peningkatan kualitas sumberdaya lahan, kawasan tambak, dan saluran irigasi; (b) peningkatan ketersediaan dan kualitas input produksi, terutama pupuk, benih/bibit berkualitas, sarana dan prasarana produksi termasuk alat tangkap, serta memperbaiki mekanisme penyalurannya; (c) perlindungan dan peningkatan kualitas ternak sapi produktif dalam rangka mendukung pencapaian swasembada daging sapi; (d) peningkatan dukungan penelitian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan teknologi terapan serta penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan; (e) peningkatan efektivitas pengendalian organisme pengganggu tanaman, peningkatan kesehatan hewan/ikan, dan pengembangan sistem perkarantinaan; (f) peningkatan investasi swasta dalam bidang pangan, pertanian, perikanan, kehutanan, dan industri perdesaan yang berbasis produk lokal; (g) pembenahan, penataan, dan harmonisasi peraturan perundangan sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan; (h) optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan lahan budidaya perikanan, pengembangan kawasan minapolitan; serta perluasan wilayah tangkapan nelayan ke ZEEI dan laut lepas serta rasionalisasi armada penangkapan ikan; (i) pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pertanian, perikanan, kehutanan, dan perdesaan seperti jalan produksi/usahatani, jalan desa, pencetakan sawah, jaringan irigasi, saluran tambak, tata air mikro, pelabuhan perikanan, armada kapal perikanan, dan infrastruktur perdesaan lainnya seperti transportasi, listrik, dan alat komunikasi; (j) pengembangan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan; dan (k) peningkatan pembangunan Hutan Tanaman (HTI dan HTR) untuk memenuhi permintaan bahan baku industri 12 - 39
perkayuan, menambah tutupanlahan (mencegah banjir dan erosi) dan penyerapan karbon. 2
Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan pemasaran produk pertanian,perikanan, dan kehutanan, yang dilakukan melalui: (a) peningkatan mutu produk pertanian, perikanan dan kehutanan, serta efisiensi produksi, salah satunya dengan melanjutkan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao); (b) pengembangan industri pengolahan (agroindustri) hasil pertanian, perikanan, dan kehutanan, serta jasa pendukungnya; (c) pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi dan pemasaran serta manajemen logistik dalam menjaga kesinambungan pasokan produk; (d) pengembangan sentra usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan secara terpadu; (e) pengembangan kebijakan perdagangan internasional yang mendukung peningkatan daya saing nasional dan peningkatan upaya diplomasi ke negaranegara pengimpor produk; (f) pengembangan kebijakan perdagangan internasional dan meningkatkan upaya diplomasi ke negara-negara pengimpor produk; (g) peningkatan pengendalian, pengawasan dan advokasi tentang mutu, keamanan, dan kehalalan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan; (h) peningkatan kebijakan fiskal untuk “retool” industri kayu dan kayu olahannya; (i) penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam perdagangan kayu dan produk kayu serta mendorong pelaksanaan Voluntary Partnership Agreement (VPA) (j) pengembangan dan peningkatan pasar ikan yang bersih dan higienis; serta (k) pengembangan sarana dan prasarana perikanan yang dapat mempertahankan mutu ikan dalam satu sistem rantai dingin (cold chain system).
3
Peningkatan kapasitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan, yang dilakukan melalui: (a) peningkatan pengetahuan petani/petani hutan/nelayan/ pembudidaya ikan melalui pendidikan dan pelatihan; (b) peningkatan dan pengembangan kelembagaan petani/petani hutan/nelayan/pembudidaya; (c) penguatan kelembagaan penyuluhan, dan peningkatan kuantitas
12 - 40
dan kualitas penyuluhan, serta bimbingan teknologi pertanian, perikanan, dan kehutanan; (d) pengembangan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta diseminasinya kepada petani/nelayan/petambak; (e) perumusan kebijakan pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang mendukung petani/petani hutan/nelayan/ pembudidaya ikan; (f) pengembangan sistem data dan informasi pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang integratif dan mudah diakses oleh petani/nelayan/pembudidaya ikan; (g) peningkatan kemampuan/keterampilan serta penguatan dan pemberdayaan petani/ nelayan/ pembudidaya ikan; serta (h) fasilitasi dan pengembangan kelembagaan pembiayaan dan asuransi bagi masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan yang terjangkau. 4
Peningkatan kesejahteraan petani, nelayan/pembudidaya ikan, yang akan dilakukan melalui: (a) penyediaan bantuan modal usaha bagi petani dan nelayan; (b) peningkatan akses petani dan nelayan terhadap kredit program; (c) pengamanan harga produk yang dihasilkan petani; (d) penataan dan pembangunan perumahan masyarakat pesisir (rumah ramah bencana); (e) fasilitasi sertifikat hak atas tanah nelayan; (f) pemberian usaha alternatif untuk nelayan melalui pengembangan usaha mina pedesaan, perlindungan nelayan, dan penyuluhan untuk pendampingan usaha nelayan; (g) bantuan permodalan bagi nelayan dan pembudidaya kecil serta penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pesisir; (h) pembangunan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN); (i) pembangunan cold storage dan pengembangan sarana sistem rantai dingin; (j) penyediaan angkutan umum murah dalam penyediaan sarana pemasaran bergerak; serta (k) pemberian beasiswa pendidikan untuk anak nelayan.
12 - 41
12.3.2. Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi Tindak lanjut yang masih diperlukan dalam peningkatan ketahanan dan kemandirian energi antara lain: (1) pemerintah terus berupaya meningkatkan penyediaan/pasokan sumber energi baik untuk konsumsi industri, untuk kegiatan produktif, maupun untuk konsumsi rumah tangga dan kehidupan pada umumnya; (2) meningkatkan efisiensi dan efektivitas subsidi BBM serta ketahanan energi nasional; (3) penyelesaian Kebijakan Energi Nasional dengan pokok-pokok kebijakan, antara lain: (a) peningkatan peran sumber daya EBT dalam bauran energi nasional; dan (b) pengamanan pasokan energi, khususnya listrik dan migas nasional baik itu untuk jangka pendek maupun jangka menengah dan jangka panjang; Beberapa langkah yang perlu dan sedang dilakukan adalah, pertama dalam jangka pendek, ditingkatkan efektivitas dan efisiensinya dengan menerapkan targetting secara jelas dan tepat, antara lain dengan sistem distribusi BBM bersubsidi secara tertutup, dan menjaga agar konsumsi BBM bersubsidi tidak melampaui jumlah yang telah ditetapkan; peningkatan pengawasan secara ketat dan diversifikasi bahan bakar yaitu perluasan penggunaan gas untuk kendaraan bermotor. Kedua, dalam jangka menengah, di sisi supply penyediaan/pasokan BBM non subsidi terus ditingkatkan diiringi dengan penyediaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan untuk mencapai bauran energi yang lebih baik, yaitu dengan meningkatkan pemanfaatan gas dan panas bumi. Langkah ini akan didukung pula dengan sarana dan prasarana distribusi dan penggunaan serta skema harga yang mendorong penggunaan non-BBM. Di sisi konsumsi/demand akan dilakukan: (1) peningkatan efisiensi konsumsi antara lain melalui teknologi efisiensi dan penghematan penggunaan energi; (2) pengaturan sistem transportasi yang mendorong masyarakat melakukan pola mobilitas yang lebih efisien, antara lain dengan penerapan sistem angkutan masal (mass rapid transit) terutama di daerah-daerah perkotaan; (3) penggunaan teknologi bersih (clean technology) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama untuk pembangkit tenaga listrik batubara. Ketiga, secara jangka panjang diversifikasi energi, terutama bauran 12 - 42
sumber energi, terus diperbaiki sesuai dengan ragam ketersediaan sumber energi, penggunaan/konsumsi yang sesuai dengan lokasi sumber-sumber energi. Upaya diversifikasi akan di fokuskan untuk pemanfaatan sumber energi yang potensial tersedia di dalam negeri, seperti tenaga matahari dan angin, energi arus laut, gas methane, dan sebagainya.
12.3.3 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Tindak lanjut yang diperlukan dalam peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan akan diarahkan pada dua hal pokok, yaitu: (1) Perubahan rejimkontrak ke rejim perijinan; dan (2) Pemanfaatan produk tambang untuk kepentingan ekonomi di dalam negeri. Dengan semakin meningkatnya peran sektor pertambangan di dalam ekonomi nasional, maka peraturan perundangan akan terus disempurnakan. Rejim kontrak yang sudah lama diterapkan diperbaiki menjadi rejim perijinan. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan sebesar mungkin hasil produk pertambangan bagikepentingan hajat hidup masyarakat Indonesia. Indonesia tetap mengakui mekanisme usaha yang telah ada sebelum UU No. 4 Tahun 2009 diundangkan, yakni KK dan PKP2B. Saat ini sedang dilakukan renegosiasi penyesuaian atas ketentuan kontrak dengan mitra pemerintah, yakni pengusaha pemilik KK dan PKP2B. Pembangunan sektor pertambangan difokuskan terhadap peningkatan nilai tambah (added value), dengan mewajibkan pengusaha pemilik kuasa pertambangan untuk membangun fasilitas industri hilir dengan melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri. Disamping itu dalam membangun industri hilirnya supaya memprioritaskan penggunaaan usaha jasa lokal dan nasional (local content).
12 - 43
12.3.4 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup Walaupun dalam Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II telah banyak capaian yang dihasilkan guna mewujudkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat, namun masih banyak yang harus ditingkatkan agar pengelolaan lingkungan lebih optimal sesuai dengan harapan sebagaimana yang diamanatkan oleh UndangUndang Dasar 1945, Pasal 28H, ayat 1 bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Tindak lanjut yang diperlukan dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain: melanjutkan program-program pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan untuk mencapai penurunan polusi keseluruhan sebesar 50% pada 2014, seperti yang diamanatkan pada RPJMN 2010-2014. Upaya ini dilakukan melalui identifikasi sumber pencemar; peningkatan peran serta Pemerintah Daerah secara efektif dalam memantau, mengawasi dan membina kegiatan usaha industri, jasa dan masyarakat sumber pencemar yang strategis di daerahnya masing-masing; peningkatan kesadaran masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran secara mandiri melalui penyaluran insentif langsung kepada masyarakat (insentif tepat guna dan tepat sasaran). Selanjutnya, upaya untuk penyelesaian peraturan pelaksanaan Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; serta penyusunan peraturan-peraturan yang diprioritaskan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) seperti Penetapan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan; Kajian Lingkungan Hidup Strategis; Pengurangan Sampah; Penanganan Sampah; Pengendalian pencemaran dan/atau Kerusakan Ekosistem Gambut, Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan; Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, Lembaga Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, dan Perizinan Lingkungan. Sementara, terus dilakukan penguatan penerapan instrumen perencanaan pengelolaan 12 - 44
lingkungan hidup, seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), AMDAL, dan tata ruang serta melakukan penguatan pengawasan kegiatan pengelolaan lingkungan, termasuk upaya penegakan hukum lingkungan. Disamping itu, perekonomian yang memperhatikan konsepsi ekonomi hijau yang berbasis pada progrowth, pro- poor, pro-job, dan pro- environment terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam waktu dekat adalah penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan, serta panduan-panduan penerapannya. Selain itu, pengembangan indeks kualitas lingkungan hidup di tingkat nasional sebagai ukuran kondisi kualitas lingkungan hidup di Indonesia disempurnakan, sehingga dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan di masa mendatang, yang diiringi dengan pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
12.3.5 Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan Terkait dengan peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan, tindak lanjut yang perlu diupayakan adalah sebagai berikut: (1)
Penyelenggaraan RHL dan Reklamasi Hutan di DAS Prioritas, meliputi: (a) Mengurangi lahan kritis melalui rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS Prioritas, baik didalam kawasan hutan maupun lahan kritis di luar kawasan hutan yang berfungsi lindung termasuk kawasan pantai dan mangrove, seluas 2.500.000 Ha; (b) Rehabilitasi hutan dan lahan serta pembuatan bangunan konservasi tanah di 14 DAS (Ciliwung, Citarum, Citanduy, Solo, Cisadane, Brantas, Progo, Kampar, Batanghari, Musi, Sekampung, Barito dan Saddang).
(2)
Pengembangan Perhutanan Sosial meliputi: (a) Fasilitasi penetapan areal kerja pengelolaan HKm dan Hutan Desa seluas 2.500.000 Ha; (b) Dukungan dalam rangka ketahanan 12 - 45
pangan nasional di 32 Provinsi ; (c) Pengelolaan areal sumber benih seluas 4.500 ha dan pembangunan areal sumber benih seluas 6.000 Ha; (d) Pengembangan Seed For People 100 Lokasi; (e) Pembuatan dan berproduksinya Persemaian Permanen di 32 Provinsi (3)
Pengembangan Hutan Tanaman dan Hutan Tanaman Rakyat, meliputi: (a) Percepatan izin areal HTR oleh Bupati; (b) Sosialisasi kepada masyarakat mengenai persyaratan dana pinjaman untuk pembangunan hutan tanaman yang diberikan oleh Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P2H), penyempurnaan peraturan terkait dana pinjaman, penguatan kelembagaan dan koordinasi dengan para pihak.
(4)
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahanuntuk mencapai Penurunan Jumlah Hotspot Kebakaran Hutan, meliputi: (a) Pencegahan, Pemadaman, Penanganan Pasca Kebakaran Hutan dan Rescue/Penyelamatan melalui pelatihan dan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), pembuatan ProyekContoh Pembukaan LahanTanpa Bakar (PLTB), kampanye dan penyuluhan, penyebaran leaflet, banner, spanduk, booklet dan kegiatan koordinasi serta bimbingan teknis di perusahaan pemegang ijin bidang kehutanan HPH, HPHTI; (b) Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Pengendalian Kebakaran Hutan dengan pemantapan organisasi brigade Manggala Agni, peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha pengurangan resiko mitigasi dan penanganan bahaya kebakaran hutan, revitalisasi sarana prasarana kebakaran di 30 DAOPS termasuk di non-DAOPS; (c) Penyusunan protap, juknis dan pedoman yang bersifat prioritas untuk mengarahkan dan mengintegrasikan kegiatan pengendalian kebakaran hutan mulai dari tingkat pusat hingga daerah; (d) Optimalisasi tugas pokok dan fungsi organisasi Manggala Agni sebagai pusat pengendali kebakaran hutan dan lahan didaerah. Pembinaan Penyelenggaraan Pengelolaan DAS mendukung Peningkatan Pengelolaan DAS serta Pengelolaan Hutan dan
(5)
12 - 46
(6)
(7)
Lahan Gambut, meliputi: (a) Rencana pengelolaan DAS terpadu di 108 DAS Prioritas; (b) Penyediaan data dan peta lahan kritis di 36 BPDAS. Penataan Kawasan Konservasi Berbasis Resort. Penataan kawasan konservasi berbasis resort adalah upaya untuk meletakkan pondasi yang kuat bagi efektifitas pengelolaan kawasan konservasi, sehingga pembagian resort di masing-masing kawasan konservasi menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Pengelolaan berbasis resort pada prinsipnya adalah untuk mendorong pengelolaan yang didasarkan pada kondisi sosekbud, biofisik dan ekonomi yang spesifik di setiap resort. Diharapkan dalam 5 tahun ke depan, target yang akan dicapai adalah penetapan resort-resort pengelolaan di 51 TN Prioritas. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar setiap UPT taman nasional dapat menjalankan pengelolaan kawasannya secara efektif dan responsif terhadap berbagai persoalan yang mengancam eksistensi taman nasional. Untuk mencapai target tersebut, tindak lanjut melalui dukungan kegiatan-kegiatan operasional yang harus dilaksanakan antara lain berupa penetapan resort-resort pengelolaan, penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi, penataan batas taman nasional, penyelesaian pengukuhan kawasan konservasi hingga pengembangan sistem monitoring yang efektif dan berkelanjutan. Restorasi Ekosistem Kawasan Konservasi Restorasi ekosistem didefinisikan sebagai upaya mengembalikan ekosistem kepada kondisi sebelum terjadi gangguan, berupa aktivitas yang sengaja dilakukan guna menginisiasi atau mempercepat pemulihan ekosistem terkait dengan kesehatan, integritas dan kelestariannya, Terkait dengan kegiatan restorasi ekosistem di kawasan konservasi ini, dalam 5 tahun kedepan akan dilaksanakan di 6 lokasi (dalam IKU Renstra KL hanya 4 kawasan konservasi), yaitu meliputi TN Gn Gede Pangrango; TN Gn Halimun Salak; TN. Gn Ciremai, TN Bromo Tengger Semeru, TN Sembilang dan TN Manapeu Tanadaru. Pemilihan lokasi/kawasan di dasarkan atas 12 - 47
(8)
kriteria: (1) kerusakan relatif berat sehingga pemulihan alami sangat sulit dilakukan, (2) bagian dari ekosistem unik yang memiliki nilai ekologis/fungsi yang sangat penting, (3) secara politis sangat penting bagi konservasi. Tujuan dari kegiatan restorasi ekosistem ini adalah untuk mengembalikan ekosistem agar memiliki fungsi yang mendekati atau bahkan menyamai kondisi awal alaminya; mengembalikan ekosistem agar memiliki sistem pengaturan diri yang terintegrasi secara ekologis dengan lanskap dalam ekosistem bersangkutan. Untuk mendukung tercapainya tujuan restorasi ekosistem, beberapa kegiatan operasional yang dapat di lakukan diantaranya penghutanan kembali di area-area terbuka, revegetasi di areal terganggu, re-introduksi spesies asli setempat, perbaikan habitat dan wilayah jelajah dan pemberantasan spesies dan gulma non-asli setempat yang invasif. Pembangunan Taman Nasional Sebagai Unit KPHK (Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi). KPHK ditinjau dari aspek kawasan, tugas pokok dan fungsi, perencanaan, pendanaan dan pengelola adalah pada dasarnya diarahkan menuju pengelolaan taman nasional yang mandiri. Taman nasional sebagai unit KPHK ditunjuk/ditetapkan oleh Menteri Kehutanan berbasiskan pada daerah aliran sungai atau kesatuan ekosistem. Dalam rangka mewujudkan taman nasional yang mandiri saat ini sedang diusulkan pembentukan unit KPHK di 10 taman nasional, yaitu TN Berbak, TN Ujung Kulon, TN Halimun Salak, TN Tanjung Puting, TN Kutai, TN Meru Betiri, TN Alas Purwo, TN Bali Barat, TN Gunung Rinjani, TN Bunaken. Prakondisi yang perlu dipersiapkan dalam rangka percepatan pembentukan unit KPHK antara lain : percepatan tata batas, penyusunan Rencana Pengelolaan jangka panjang, menengah dan jangka pendek, penyusunan zonasi, penataan kawasan/pembentukan resort dan alokasi SDM hingga ke tingkat resort.
12 - 48
12.3.6 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dalam upaya peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan, maka perlu melakukan upaya untuk rehabilitasi, konservasi dan pengendalian/pengawasan sumber daya kelautan adalah sebagai berikut: (1) Pengembangan dan pengelolaan konservasi perairan melalui pengelolaan kawasan konservasi dan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi, kerjasama konservasi nasional, regional, dan global; (2) Pengelolaan dan rehabilitasi mangrove dan terumbu karang dalam rangka menjaga ekosistem pesisir dan laut; serta (3) pengendalian dan pengawasan sumber daya kelautan melalui peningkatan sarana dan prasarana, kerja sama operasi dan penegakan hukum. Selanjutnya, pendayagunaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, akan dilakukan melalui : (1) Penyusunan perencanaan penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; (2) Pengembangan dan pengelolaan wilayah laut, pesisir dan pulaupulau kecil secara terpadu, termasuk peningkatan kapasitas pengelolaan dan pengembangan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut; (3) Pendayagunaan pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau kecil terdepan/terluar melalui peningkatan sarana dan prasarana dasar, identifikasi potensi dan pemetaan serta fasilitasi pengembangan investasi; serta (4) meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil riset dan informasi kelautan. 12.3.7 Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Tindak lanjut yang diperlukan dalam upaya peningkatan kualitas informasi iklim dan bencana alam serta kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim antara lain adalah (1) melanjutkan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta penanganan bencana dengan memperkuat inventarisasi gas rumah kaca, memperkuat infrastruktur dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terlibat; (2) memperkuat pembangunan sistem 12 - 49
informasi iklim dan cuaca; (3) memperkuat kerjasama dengan media lokal di tingkat Kabupaten/Kota untuk diseminasi dan sosialisasi informasi cuaca dan peringatan dini cuaca ekstrim; (4) meningkatkan ketersediaan data dan informasi terkait dengan perubahan iklim, seperti mengembangkan peta kerentanan perubahan iklim sebagai upaya untuk memberikan informasi dini perubahan iklim kepada masyarakat serta meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat yang pada akhirnya dapat mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan melalui tindakan nyata adaptasi di semua sektor; dan (5) peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan perubahan iklim melalui pengembangan kurikulum tentang materi perubahan iklim bagi kalangan pelajar, peningkatan pelatihan dan diklat kerjasama, serta berbagai upaya diseminasi informasi perubahan iklim.
12 - 50