EKSPLORASI AKSARA DAN KALIGRAFI PADA KARYA SENI —
149
Bab 10 Eksplorasi Aksara dan Kaligrafi pada karya seni
Pada bab ini akan dibahas mengenai eksplorasi aksara dan kaligrafi yang tersebar di Mancanegara serta di Nusantara. Sudah dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwa secara garis besar ada tiga fungsi aksara. Fungsi Pertama, yakni fungsi spiritual yang me nempatkan aksara sebagai benda sakral (suci). Pada awalnya, tulisan jenis ini hanya digunakan pada kalangan terbatas atau komunitas tertentu. Di India, misalnya, pada masa kekastaan masih ketat dijalankan, aksara hanya boleh digunakan oleh Kasta Brahmana dan Ksatria saja. Sebenarnya anggapan suci terhadap aksara bukan ada pada Hidu isme saja, tapi nyaris terdapat dalam berbagai agama dan kepercayaan. Di dalam wujudnya aksara sebagai benda sakral difungsikan sebagai azimat, mantra, rajah, dan sebagainya. Mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa di kalangan kaum Zen Buddhisme adalah dengan suatu ritual melakukan meditasi untuk me nuliskan nama sang Buddha, atau kata-kata suci lainnya (lihat bab 9.2). Fungsi kedua dari aksara adalah fungsi praktis yaitu aksara sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi tentu saja harus diwujudkan sedemikian rupa dengan merujuk pada kaidah tertentu yang dapat di mengerti oleh setiap orang yang menggunakan aksara tersebut. Prinsip dari kaidah (aturan) baku ini bahwa aksara harus mudah dibaca. Di dalam sejarah kehadiran aksara telah dibicarakan dalam bab terdahulu mengenai sistem tulisan dan kaligrafi, di sana dijelaskan ten tang jenis-jenis aksara yang dapat dikategorikan ke dalam piktografi, ikonografi, ideografi, serta fonetik.
150 — SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI
terlahir dari kebutuhan seni dan desain (font). Berbeda dengan fungsi seni dalam aksara berkaidah baku, dalam dunia seni rupa terdapat aksara yang kemudian menjadi objek untuk dieksplorasi sebagai unsur estetis dalam karya seni rupa. Aksara sebagai ekspresi seni dalam perkembangannya sangat bermacam-macam, ia terentang mulai dari ekspresi estetis yang masih mempunyai unsur keterbacaan hingga aksara yang hanya mementingkan segi seni saja dengan menghilangkan kaidah atau unsur keterbacaan, bah kan ada pula tulisan semu yang disebut dengan istilah pseudo-kaligrafi. Yang menggunakan aksara sebagai unsur rupa, bukan saja pada dunia seni rupa melainkan juga dalam seni sastra yang disebut puisi kong kret. Istilah ini untuk menunjukkan puisi yang lebih menonjolkan segi visual daripada segi verbal. Sebagai contoh seorang sastrawan Prancis, Guillaume Apollinaire membuat sajak yang secara visual dibentuk sede mikian rupa menjadi bentuk kuda seperti tampak pada gambar berikut ini: Di dalam perkembangan kesenirupaan, penerapan aksara pada lukisan yang bebas dari kaidah-kaidah baku terdapat pada lukisan yang dapat dikategorikan ke dalam aliran Kubisme, sebagai contoh pelukis Pablo Picasso bereks perimen dengan menempelkan guntingan koran sebagai unsur estetika pada lukisannya (Ko lase). Sezaman dengan Picasso, pelukis lain yang juga menggu nakan teknik kolase dalam karya seni lukisnya adalah seniman Georges Braque. Gerakan seni yang lain nya yang menggunakan aksara sebagai unsur dalam karya seni
EKSPLORASI AKSARA DAN KALIGRAFI PADA KARYA SENI —
151
Dalam bab ini, akan dibicarakan mengenai fungsi ketiga dari aksara yakni fungsi seni serta eksplorasinya di dalam bidang seni rupa. Memang aksara di dalam fungsinya yang kedua pun telah mem punyai juga segi seni, namun unsur seni tersebut tetap lebih men dahulukan unsur keterbacaan (legibility). Unsur seni pada kaidah baku melahirkan berbagai style atau gaya/
Gbr. 10-2: Biola dan Mangkuk (1912), karya Pablo .Picasso (Spanyol, Perancis)
corak aksara, seperti dalam aksara latin melahirkan jenis-jenis tulisan sep erti Uncial, Roman, Italik, dsb. Apalagi dalam perkembangan teknologi komputer terdapat ratusan bahkan ribuan jenis aksara yang sebenarnya
Gbr. 10-3: Biola dan Pipa (1920) karya Georges Braque.
152 — SISTEM TULISAN DAN KALIGRAFI
susunan kata secara puitis, pada Letterisme tidak demikian. Letterisme tidak mencari ungkapan dari apa yang dituliskan tidak pula mencari hubungan antara yang dituliskan dengan bunyi yang ditimbulkan, me lainkan huruf-huruf atau aksara itu sendiri semata-mata sebagai unsur visual (unsur bahasa rupa). Berikut ini beberapa contoh karya seni yang dapat digolongkan ke dalam Lettrisme: Berkaitan dengan perkembangan seni modern adalah aliran yang
Gbr.10-4: Dada bangkitlah semua (1921) karya Tristan Tzara.
EKSPLORASI AKSARA DAN KALIGRAFI PADA KARYA SENI —
153
adalah gerakan Dadaisme. Dadaisme merupakan gerakan dalam kesenian, baik dalam sastra,
Gbr. 10-5: Ini Bukan Pipa, karya Rene Magritte.
seni rupa, teater, dsb. yang dalam manifestasinya menentang estetika yang sudah mapan atau yang disebut anti-estetik sebagai contoh kita lihat dalam salah satu karya berikut ini: Contoh yang lainnya dalam Dadaisme seringkali menggunakan aksara dengan cara plesetan yang merupakan kritik sosial: Di Prancis pernah bergabung sejumlah seniman dari berbagai di siplin yang kesemuanya mempunyai spirit yang sama yaitu melakukan eksplorasi aksara dalam karya seni mereka, kelompok ini dinamakan Lettrisme. Bagi mereka aksara adalah unsur yang digunakan dalam karya seni. Di dalam karya-karyanya ada aksara yang masih dapat dibaca tetapi ada pula aksara yang hanya sebagai bentuk yang tidak mempunyai unsur keterbacaan. Letterisme adalah gerakan dalam kesusasteraan dan kesenian yang dipelopori oleh Isidore Isou. Bagi gerakan ini aksara dianggap sebagai elemen grafis dan mengungkapkan suatu “puisi dari aksara” dan bukan dari suatu arti kata. Berlainan dengan sajak secara tradisional, yang menggunakan