BAB 1 SEJARAH TEORI LEMPENG TEKTONIK
1.1 Pendahuluan
Apakah geodinamika itu, Geodinamika adalah studi tentang proses-proses dasar fisika untuk memahami lempeng tektonik dan berbagai fenomena geologi (Turcotte dan Schubert, 2002). Melalui pendekana-pendekatan di dalam geodinamika, dapat diketahui segala aspek yang berkaitan dengan proses dinamis pada lapisan lapisan bumi. Terutama menyangkut tentang lempeng litosfer. Proses-proses yang berkaitan dengan lempeng litosfer sangat penting untuk diketahui agar teori-teori mengenai proses dinamis pada kerak bumi dapat selaras dan dengan pendekatan-pendekatan yang ada, dapat pula dipahami tentang proses pembentukan berbagai bentuk topografi di kerak bumi. Lempeng tektonik menjadi pembahasan yang cukup masif di dalam geodinamika. Lempeng tektonik merupakan suatu medel dimana kulit luar dari bumi dibagi menjadi beberapa lempeng tipis dan rigid yang bergerak relatif antara satu dan yang lain. Pergerakan relatif ini memiliki kecepatan dengan derajat puluhan milimeter per tahun.
1.2 Teori Lempeng Tektonik Kata tektonik berasal dari bahasa Yunani ‘tektonikos’ yang berarti bangunan atau konstruksi. Teori lempeng tektonik adalah teori yang menjelaskan struktur kerak bumi sebagai hasil pemisahan litosfer ke dalam beberapa lempeng semi-tegar (semi-rigid), yang bergerak didorong oleh arus konveksi di dalam astenosfer. Gerakan lempeng litosfer ini mengakibatkan proses geodinamik, misalnya : terjadinya gempabumi, pembentukan pegunungan, proses metamorfosis batuan dan aktivitas vulkanik. Definisi dari teori lempeng tektonik menurut Microsoft Encarta adalah teori tentang gerakan hipotesis lempeng kerak bumi, suatu teori yang menjelaskan pergeseran benua, aktivitas seismik dan vulkanik, pembentukan jalur pegunungan hingga gerakan lempeng kerak bumi di atas bantuan mantel yang kurang rigid. Sedangkan lempeng tektonik merupakan suatu medel dimana kulit luar dari bumi dibagi menjadi beberapa lempeng tipis dan rigid yang bergerak relatif antara satu dan yang lain. Pergerakan relatif ini memiliki kecepatan dengan derajat puluhan milimeter per tahun. (Turcotte dan Schubert, 2002). 1
Lempeng tektonik terdiri dari batuan dingin dan memiliki ketebalan rata-rata sekitar 100 km. Lempeng tektonik secara terus menerus terbentuk dan didaur ulang. Pada punggung samudra, lempeng yang bersebelahan terpisah satu sama lain dalam sebuah proses yang dinamakan seafloor spreading. Pada zona inilah bagianmantel yang terangkat dan mendingin akan membentuk bagian baru dari lempeng samudra. Lapisan paling luar dari bumi yang mencakup kerak dan sebagian mantel sering disebut sebagai litosfer. Litosfer merupakan bagian terluar lapisan bumi yang bersifat tegar (rigid) dalam interval waktu geologi. Karena suhunya yang rendah, batuan litosfer dapat bertahan terhadap deformasi hingga stu miliar tahun. Lapisan batuan dibawah litosfer (yang disebut astenosfer) cukup panas sehingga dapat mengalami rayapan (creeping) jika dikenai suatu gaya. Dalam merespon gaya, rayapan tersebut mirip gerakan fluida namun dalam skala waktu geologi. Batas bawah dari litosfer dapat didefinisikan sebagai sebuah isotermal (permukaan temperatur konstan). Dengan suhu diperkirakan mencapai 1600 K. Batuan yang berada di atas daerah isotermal ini cukup dingin untuk bersifat rigid, sedangkan batuan dibawah daerah isotermal cukup panas untuk dapat terdeformasi. Litosfer memiliki ketebalan sekitar 100 km dibawah cekungna samudra dan 200 km dibawah kerak benua. Ketebalan litosfer hanya 2-4 % dari radius bumi, maka dari itu litosfer merupakan kerak yang tipis. Kerak ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan miliki kecepatan relatif satu sama lain. Rigiditas dari litosfer menjadikan interior lempeng tidak terdeformasi secara signifikan.
Gambar 1.1 Ilustrasi struktur lapisan luar bumi yang mencakup litosfer dan astenosfer
2
1.3 Sejarah Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik diawali oleh hipotesa pengapungan benua (continental drift) yang sudah diusulkan sejak tahun 1915. Namun pada waktu itu masih banyak yang meragukan kebenaran dari teori pengapungan benua. Salah satu penyebabnya adalah bahwa ketika itu semua bukti u=yang mendukung hipotesa pengapungan benua hanya berasal dari data daratan saja. Padahal, di kemudian hari terbukti bahwa sumber penggerak utama pergeseran benua berada di dasar samudra. Secara komprehensif teori pergeseran benua pertama kali disampaikan oleh Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi bangsa Jerman, dalam bukunya tahun 1915 : The Origin of Continents and Ocean ( Asal-usul Benua dan Samudera). Wegener mendasarkan teorinya tidak hanya pada bentuk benua, tetapi juga pada bukti geologi, misalnya kemiripan fosil-fosil yang ditemukan di Brazil dan Afrika. Wegener menggambar sejumlah peta yang memperlihatkan tahapan-tahapan proses pergeseran benua. Diawali dengan sebuah massa daratan yang sangat besar, yang disebutnya Pangea ( artinya ‘samudera daratan’ ). Diyakininya bahwa benua-benua yang terdiri atas batuan granit yang relatif ringan ‘mengapung’ di atas batuan dasar samudera (basalt) yang lebih berat. Dalam buku Our Wondering Continents, Du Toit (1937) menyatakan bahwa asal-usul super benua bukan satu, melainkan dua : Laurasia di bagian utara dan Gondwanaland di bagian selatan. Kedua benua tersebut dipisahkan oleh samudera Tethys. Herry Hess (1962) membuat hipotesa bahwa dasar samudera terbentuk pada poros punggung samudera dan bergerak menjauhi poros tersebut untuk membentuk suatu dasar samudera baru dalam proses yang disebut pemekaran dasar samudera ( sea floor spreading).
3
Gambar 1.2 Rekaan yg dibuat Wegener ttg rekonstruksi perge-seran benua sejak 225 juta tahun yg lalu hingga saat ini (Sumber: www.usgs.org)
Teori lempeng tektonik baru berkembang setelah 1960-an, ketika survei oseanografi telah cukup banyak memiliki data untuk membuat peta topografi regional dasar samudera. Data ini menunjukkan bahwa dasar samudera itu tidak datar, juga tidak mirip dengan permukaan daratan. Di dasar samudera ada suatu sistem retakan di sepanjang punggung samudera, dan ada sistem palung laut dalam di sepanjang pinggiran batas samudera. Kedua bentuk struktur ini merupakan daerah yang aktifitas seismiknya paling tinggi di dunia. T.J. Wilson pada 1965 menemukan gagasan baru dari transform fault yang melengkapi jenis patahan yang dibutuhkan untuk menjelaskan mobilitas dari lempeng tektonik. Setahun setelah itu, T.J. Wilson mempublikasikan pemutakhiran mengenai teori lempeng tektoniknya serta mengenalkan konsepnya mengenai siklus lempeng tektonik yang dikenal sebagai siklus wilson.
4
1.4 Bukti-bukti Pendukung Hipotesa Pergeseran Benua
Untuk membuktikan kebenaran dari teori pergeseran benua, maka juga diperlukan untuk menyusun teori mengenai rekronstruksi dari benua yang bergeser itu sendiri. Agar dapat merekronstruksi secara akurat dan logis, diperlukan suatu model matematis yang dapat diterapkan dalam menjelaskan pergerakan dari lempeng tektonik. Hal ini dapat dipenuhi dengan menerapkan teorema Euler, yang dapat menjelaskan pergerakan suatu bidang pada permukaan bola. Setelah didapatkan suatu pendekatan dari rekronstruksi suatu benua, maka perlu dibuktikan bahwa mekanisme pergerakan benua memang benar-benar terjadi dan sesuai dengan teori-teori yang ada. Beberapa cakupan yang dapat memberikan bukti dari hipotesa pergeseran benua antara lain :
1. Paleontologi 2. Struktur dan jenis batuan 3. Paleoglasiasi 4. Paleoklimatik
1.4.1
Bukti Paleontologi
Pergeseran benua telah memberikan dampak pada distribusi dari binatang dan tanaman purba (Briggs, 1987) dengan membuat batas untuk memisahkan antar populasi. Salah satu contoh yang jelas adalah pertumbuhan pemekaran antara dua pecahan superkontinen yang mencegah migrasi antara kedua sisi kontinen yang terpisah. Distribusi masa lampau dari tetrapoda menandakan bahwa ada suatu hubungan antara Gondwana dan Laurasia. Sisa dari reptil Mesosaurus ditemukan di Brazil dan Afrika selatan. Walaupun hewan ini dapat beradaptasi dengan berenang, namun sangat tidak mungkin Mesosaurus dapat menjelajahi samudera Atlantik untuk dapat bermigrasi dari selatan Afrika menuju Brazil atau sebaliknya. Tentu saja hal ini dapat terjadi dan sangat mudah untuk dijelaskan jika kedua bagian tersebut dulunya merupakan satu kesatuan. Contoh lain adalah reptil mirip mamalia yg termasuk dlm genus Lystrosaurus yang hanya dapat hidup di daratan. Ternyata fosilnya ditemukan dlm jumlah besar di Afrika Selatan, Amerika Selatan dan Asia, serta pd tahun 1969 tim ekspedisi Amerika Serikat menemukannya juga di Antartika. Jadi genus tersebut menghuni semua benua bagian selatan.
5
Ada pendapat yang menyatakan kemungkinan dulu ada daratan yang menjadi jembatan penghubung benua-benua tersebut sehingga memungkinkan penyebaran Lystrosaurus di berbagai bagian dunia yang berjauhan. Pendapat ini terbantah oleh kenyataan bahwa survei dasar samudera menunjuk-kan tidak pernah ada bekas jembatan daratan yang telah tenggelam. Paleobotani juga menunjukkan pola yang mirip dari pemisahan benua. Fosil biji-bijian pakis Glossopteris telah ditemukan dlm batuan-batuan yg berumur sama di Amerika Selatan, Afrika Selatan, Australia dan India, serta di Antartika sekitar 480 km dari Kutub Selatan. Bijibijian matang tanaman pakis tersebut berdiameter beberapa milimeter, terlalu besar untuk dapat disebarluaskan oleh angin menyeberangi samudera Atlantik. Sedikit bukti yang jelas lainnya adalah keterkaitan suatu populasi makhluk hidup dengan iklim. Sebagai dampak dari pergeseran benua secara latitudinal akan menyebabkan kondisi iklim yang tidak sesuai untuk organisme tertentu. Dan juga proses dari lempeng tektonik dapat menyebabkan perubahan topografi dan merubah habitat yang tersedia untuk organisme tertentu.
1.4.2
Struktur dan Jenis Batuan
Rekronstruksi dari benua yang terpisah berdasarkan pada kecocokan geometri pada pinggir dangkalan benua. Jika hal tersebut sesuai dengan keadaan masa lampau, maka sangat mungkin untuk menelusuri jejak-jejak geologi yang sesuai sepanjang jalur pemisah antara bentuk geometri yang cocok. Namun tidak semua lokasi dapat ditelusuri dengan baik. Jejakjejak geologi yang diperkirakan akan muncul akibat pergeseran benua dapat menghilang atau tidak ditemukan akibat adanya proses gelogi yang juga mempengaruhi struktur batuan di suatu tempat. Beberapa contoh yang dapat ditelusuri antara lain :
1. Jalur lipatan, lipatan Appalacian di Amerika Utara yang berkesinambungan dengan lipatan Caledonian di Eropa utara. Dalam endapan sedimen pada jalur lipatan, terdapat bukti-bukti pergeseran benua. Ukuran butiran, komposisi, serta penyebaran umur mineral dalam sedimen dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber dari sedimen tersebut. Sumber dari sedimen Caledonian di Utara Eropa berada di sebelah Barat di lokasi yang sekarang ditempati samudera Atlantik, menandakan bahwa pada masa lampau lokasi tersebut ditempati oleh lempeng benua. (Rainbird et al, 2001; Cawood et al., 2003).
6
2. Umur batuan. Hubungan pola umur batuan sepanjang selatan Atlantik menandakan adanya kecocokan struktur pada bagian barat Afrika dengan bagian Timur Amerika Selatan (Hallam, 1975).
Gambar 1.3 kesamaan struktur umur usia batuan
3. Irisan stratigrafi. Jalur stratigrafi khusus juga dapat dikorelasikan dengan pergeseran benua. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini menunjukkan irisan stratigrafi pada benua Gondwana. Adanya kesamaan pada fosil yang terdapat di lapisan batuan menunjukkan bahwa batuan tersebut dulunya merupakan satu bagian.
Gambar 1.4 Stratigrafi benua Gondwana (redrawn from Hurley, 1968, the Confi rmation of Continental Drift. Copyright © 1968 by Scientifi c American, Inc. All rights reserved.)
7
4. Struktur metalogenic. Wilayah yang memiliki material seperti magnese, besi, dan emas, dan perak memiliki kemiripan sepanjang jalur pantai dari rekronstruksi benua sebelum terjadinya pemisahan. (Evans, 1987).
1.4.3
Paleoglasiasi
Gambar 1.5 Rekronstruksi benua berdasarkan paleoglasiasi
Selama akhir era Paleozoikum (~300 juta tahun lalu), lapisan es menutup sebagian besar benua-benua di bumi bagian selatan. Endapan yang ditinggalkan oleh lapisan es purba ini masih dapat dikenali, alur-alur dan lekuk-lekuk batuan yang ada di bawahnya menunjukkan arah pergerakan lapisan es purba tersebut. Kecuali Antartika, semua benua di bumi bagian selatan sekarang terletak di dekat ekuator.
8
Gambar 1.6 Bukti aliran es purba sesuai dengan rekonstruksi yang diusulkan Wegener
Sebaliknya, benua-benua di bumi bagian utara tidak menunjukkan bekas-bekas jejak glasiasi purba tersebut. Justru sebaliknya, fosil-fosil tanaman di tempat tersebut menunjukkan adanya sisa-sisa tanaman iklim tropis. Padahal, wilayah iklim ditentukan oleh garis lintang setempat. Hail ini merupakan indikasi bahwa benua-benua di bumi bagian utara dahulu berada di dekat ekuator, sesuai dengan bukti-bukti paleoklimatik. Yang lebih sulit dijelaskna adalah arah aliran es purba tersebut. Pemetaan regional aluralur dan lekuk-lekuk glasisai menunjukkan bahwa di Amerika Selatan, India dan Australia, aliran es mengarah ke daratan dari lautan. Arah aliran seperti ini tidakmungkin terjadi, kecuali dahulu ada daratan di tempat-tempat yang sekarang berwujud lautan. Jika benua-benua digabungkan seperti yang diusulkan Wegener, wilayah glasiasi akan menyatu dengan rapi di dekat Kutub Selata, dan arah aliran es purba dapat dijelaskan dengan mudah. Pola glasisai purba dipertimbangkan sebagai bukti kuat pergeseran benua, dan para ahli geologi yang bekerja di bumi bagian selatan sangat mendukung teori pergeseran benua. Karena mereka dapat melihat buktinyalangsung dengan mata sendiri.
9
1.4.4
Paleoklimatik Distribusi wilayah klimatik pada permukaan bumi dipengaruhi oleh interaksi kompleks dari beberapa fenomena, seperti penyinaran matahari, arah angin, arus samudera, ketinggian , dan batas topografi. Sebagian besar fenomena ini hanya sedikit yang diketahui dalam rekaman geologi. Secara umum, posisi lintang merupakan faktor yang paling dominan untuk mempengaruhi kondisi iklim di suatu wilayah, dengan mengabaikan wilayah mikro klimatik yang bergantung pada kombinasi fenomena lain yang langka, sehingga studi mengenai iklim purba dapat menjadikan indikator dimana dulunya batuan purba berada. Maka dari itu, paleoklimatik, yang merupakan studi mengenai iklim dimasa lampau (Frakes, 1979), dapat digunakan untuk menyelidiki bahwa benua mengalami pergeseran setidaknya dalam arah utara selatan. Bukti-bukti tentang perubahan iklim yang mecolok, mendukung teori pergeseran benua. Endapan batu bara yang sangat besar di Antartika menunjukkan bahwa dahuu daerah ini ditumbuhi oleh tanaman berkayu dari daerah tropis, dan sekarang sebagian besar tertutup es. Di benua-benua lain, endapan garam, formasi batuan pasir (sandstone) dan terumbu karang, memberikan putunjuk tambahan yang memungkinkan untuk merekronstruksi zona iklim purba. Pola iklim purba sangat mengherankan jika diandang dari posisi benua-benua saat ini, tetapi bila benua-benua tersebut dikelompokkan seperti sebelum terjadinya pergeseran, maka pola iklim tersebutdapat dijelaskan dengan mudah.
Gambar 1.7 Rekronstruksi benua berdasarkan fosil iklim purba
10
Contoh lainnya adalah endapan karbonat dan terumbu karang yang dibatasi pada perariran hangat (sekitar 300 c) dari ekuator, saat ini temperatur berada di batas yang lebih luas antar 25-300 c. Evaporite yang terbentuk dalam kondisi yang panas dan kering pada region dimana evaporasi melewati arus air laut dan/atau presipitasi, dan biasanya berada pada cekungan yang berbatasan dengan laut, saat ini tidak terbentuk di dekat ekuator, tetapi lebih ke daerah subtropis yang kering dengan tekanan yang tinggi dimana kondisi yang seharusnya berlaku. Diyakini bahwa fosil evaporite terbentuk pada wilayah dengna garis lintang yang serupa (Windley, 1984).
11
BAB 2 PERKEMBANGAN TEORI LEMPENGAN TEKTONIK
2.1 Landasan Teori Lempeng Tektonik Menurut Cox (1972) dlm buku “Plate tectonics and geomagnetic reversals”, teori Lempeng Tektonik berlandaskan empat himpunan data independent: 1. Peta topografi dasar samudera 2. Peta magnetik batuan dasar samudera 3. Hasil pengukuran umur batuan magnetik dasar samudera 4. Pemetaan rinci episenter gempabumi global
12
2.1.1
Topografi dan Geologi Dasar Samudera
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 2.1 Pemetaan topografi dasar samudera
Pada antara tahun 1950 –1960-an, dikembangkan peralatan echo-sounding baru sehingga para ahli geologi dan geofisika kelautan dapat memetakan topografi dasar samudera dengan sangat rinci, dan terungkap bahwa : 1. cekungan samudera terbagi oleh barisan punggung samudera yang panjangnya mencapai 84.000 km dan lebarnya sekitar 1.500 km. Pada puncak terdapat lembah ditengah atau lembah retakan (rift valley) dengan kedalaman 1-3 km yang mengembang ke dua arah terpisah ke samping karena adanya tarikan. 13
2. Kerak samudera yang utamanya tersusun dari basalt memiliki komposisi yang sama sekali berbeda dengan kerak benua dan jauh lebih tipis 3. Kerak samudra tidak mengalami deformasi menjadi struktur pegunungan lipatan dan tidak mengalami gaya kompresi yang kuat Pada tahun 1960, Harry Hammond Hess mengembangkan hipotesisnya yaitu dasar samudera mengalami pemekaran ke samping, didorong oleh arus konveksi di dalam mantel bumi, dan bergerak secara simetris menjauhi punggung samudera. Menurut teori ini pemekaran yang kontinyu tersebut menghasilkan rekahan-rekahan dalam lembah retakan (rift valley), sehingga magma dari mantel bumi menerobos melalui rekahan-rekahan tersebut untuk membentuk kerak samudera yang baru. Arus konveksi dari mantel bumi ini membawa kerak samudera tersebut menjauhi punggung samudera dan menuju ke palung samudera (oceanic trench). Di zona subduksi, kerak samudera menunjam ke dalam mantel bumi bersama dengan arus konveksi yang mengalir ke bawah, dan ditelan kembali oleh mantel bumi. Keseluruhan dasar samudera mengalami regenerasi selengkapnya dalam waktu sekitar 200 - 300 juta tahun.
(a)
(b) Gambar 2.2 Pemetaan Topografi dasar samudera
1. Penelitian Geologi Sedimen di Dasar Samudera
Bukti yang paling meyakinkan untuk teori lempeng tektonik ialah pengeboran yang dilakukan pada sedimen di dasar samudera menggunakan kapal khusus Glomar Challenger. Pengeboran laut tersebut menarik kesimpulan bahwa sedimen yang termuda terdapat didekat punggung samudera tempat terbentuknya kerak bumi yang baru. Semakin jauh dari punggung samudera, sedimen yang diendapkan langsung diatas basalt semakin tua, sedimen yang tertua terletak didekat perbatasan benua.
14
Pengukuran laju pengendapan sedimen di laut terbuka menunjukkan bahwa antara 0,9 –1,2 cm lempung merah dan lumpur organik berakumulasi setiap 1000 tahun. Jika cekungan samudera terbentuk pada masa Cambrium (540 juta tahun yang lalu), maka ketebalan sedimen minimal 5 km, tetapi pada kenyataannya ketebalan maksimum sedimen laut dalam yang terukur saat ini hanya 300 m. Hal ini menunjukkan bahwa cekungan samudera adalah struktur geologi yang masih muda. Sedimen tertua yang ditemukan di dasar samudera hanya berumur 200 juta tahun. Sedangkan batuan metamorf pada blok benua umurnya ada yang sudah mencapai 3,8 milyar tahun.
Gambar 2.3 Periode Geologi
Beberapa hal yang mengindikasi pemekaran dasar samudera yaitu : ketebalan dan umur sedimen yang semakin bertambah dengan bertambahnya jarak dari punggung samudera; plankton yang berkembang di zona ekuatorial pasifik, setelah plankton itu mati lalu membentuk lapisan lunak kapur didasar laut. Namun dengan Glomar Challanger menunjukkan bahwa jalur kapur di [asifik memanjang ke utara dari ekuator saat ini yang berarti dasar samudera pasifik sudah bermigrasi kearah utara sekurang-kurangnya sejak 100 juta tahun yang lalu.
15
Gambar 2.4 (A) Tanpa pemekaran dasar samudera, keseluruhan dasar samudera akan tertutup oleh tumpukan lapisan tebal sedimen laut. Masing-masing lapisan menunjukkan polari-tas yang berselang-seling. (B) Dg pemekaran dasar samudera, tumpukan sedimen laut menipis ke arah punggung samudera.
2.1.2
Batuan sebagai Fosil Kemagnetan Purba
Studi kemagnetan batuan yang dikembangkan selama tahun 1950-an telah dilakukan dengan menggunakan magnetometer baru yang sudah disempurnakan sehingga sangat peka. Batuan tertentu, misalnya basalt, agak banyak mengandung besi sehingga termagnetisasi oleh medan magnetik bumi pada saat batuan basalt tersebut membeku. Butiran-butiran mineral dalam batuan tersebut menjadi “fosil” magnetik, yang terorientasi oleh medan magnet bumi pada saat batuan tersebut terbentuk, sehingga dapat mengabadikan rekaman paleomagnetik (kemagnetan purba).
16
1. Sumber Geomagnetik
Medan magnetik bumi mirip medan magnetik yang ditimbulkan oleh magnet batang dipole dengan sumbunya membentuk sudut simpangan sekitar 11,5º terhadap sumbu geografis (sumbu rotasi bumi). Karena mantel bumi dan inti bumi terlalu panas untuk mempertahankan medan magnetik permanen, maka medan kemagnetan bumi pasti dibangkitkan secara elektromagnetik. Teori elektromagnetik / teori dinamo mendalilkan bahwa inti luar bumi yang berupa besi cair berotasi lambat terhadap mantel di sekitarnya. Gerakan ini membangkitkan arus listrik kuat sehingga timbul medan magnetik bumi.
Gambar 2.5 Orientasi Kutub Geomagnetik Sumbu dipole geomagnetik membentuk sudut 11.5° terhadap sumbu rotasi bumi
2. Proses Magnetohidrodinamik
Medan magnetik bumi diyakini berasal dari proses magnetohidrodinamik pada fluida di dalam inti luar bumi. Magnetohidrodinamik adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari interaksi gerakan fluida dengan medan elektromagnetik. Proses magnetohidrodinamik mensyaratkan bahwa bumi berotasi dan sebagian atau seluruhnya terdiri atas fluida yang bergerak dan merupakan penghantar listrik yang baik.
17
Arus turbulen atau konveksi fluida tersebut merupakan dinamo maka Jika fluida tersebut bergerak dalam medan magnetik maka akan membangkitkan arus listrik maka arus listrik ini juga akan membangkitkan medan magnetik. Sekali terjadi eksitasi, maka dinamo tersebut berswadaya menghidupkan-diri terus-menerus (self-perpetuating), selama ada sumber energi primer untuk mempertahankan arus konveksi. Arus konveksi di dalam inti luar ini digerakkan oleh proses termal atau gravitasional (Jacobs, 1975).
Gambar 2.6 Inti dalam yang padat berputar dengan kecepatan pertahun 0.2° busur lebih cepat daripada rotasi bumi yang melingkupinya
Inti dalam dikelilingi oleh inti luar (outer core) yang ketebalannya 1,8 kali radius inti dalam. Medan magnetik bumi berasal dari inti luar yang berupa cairan logam besi penghantar listrik, yang selalu dalam keadaan bergerak. Akibat pemanasan oleh inti dalam, cairan inti luar selalu bergolak, seperti air dalam panci yang dipanaskan dengan kompor. Cairan inti luar mengalami turbulensi oleh gaya Coriolis akibat rotasi bumi. Gerakan yang kompleks tersebut membangkitkan medan magnetik bumi melalui proses efek dinamo (dynamo effect).
18
Gambar 2.7 Proses magnetohidrodinamik
Arus konveksi dalam model laboratorium inti luar. Bola yang berotasi berisi sel-sel cairan konsentris dan sebuah bola padat (inti dalam).Konveksi termal dalam fluida terjadi karena adanya beda suhu inti dalam dan luar. Sel-sel konveksi tersebut berputar lambat dalam cairan inti luar yang bersifat listrik konduktif, menghasilkan polaritas yang berlawanan di BBU dan BBS. Ini menghasilkan medan magnetik dipole bumi.
3. Pembalikan Kutub Geomagnetik
Berdasarkan persamaan magnetohidrodinamik, dapat dibuat model interior bumi dengan menggunakan superkomputer. Dari permodelan ini dapat diketahui bahwa, medan magnetik bumi menguat dan melemah secara bergantian, bahkan kadang-kadang berbalik arah sama sekali. Proses pembalikan arah kutub magnetik bumi tersebut berlangsung beberapa ribu tahun. Selama proses pembalikan arah tersebut, medan magnetik bumi tidak lenyap, melainkan terjadi komplikasi, terpuntir dan terlipat. Medan magnetik bumi tetap ada, melindungi bumi dari bahaya radiasi angkasa luar dan badai matahari
19
(a)
(b) Gambar 2.8 Pembalikan kutub geomagnetic Medan magnetik bumi selama periode normal (kiri a dan kiri b) dan selama periode pembalikan arau reversal (kanan a dan kanan b)
4. Pengembaraan Kutub (Polar Wandering)
Studi paleomagnetik pada batuan di Eropa dari umur-umur yang sangat berbeda menunjukkan bahwa kutub utara magnetik bumi terus-menerus berpindah posisi dari waktu ke waktu. Titik kutub ternyata sudah bermigrasi pelan-pelan ke arah utara dan ke arah barat menuju posisinya yang sekarang. Perubahan posisi tersebut terjadi secara sistematik, tidak acak (random).
(a)
(b)
Gambar 2.9 Studi paleomagnetik pada berbagai batuan yang berbeda umumnya menunjukkan bahwa kutub utara magnetic telah berubah posisinya secara terus menerus dan sistematik (a) Migrasi kutub utara magnetic (b) kutub magnetik bersama untuk rekonstruksi benua sebelum pergeseran
20
Migrasi kutub magnetik dengan pola sejenis juga diperoleh dari hasil studi paleomagnetik di Amerika Utara, meskipun lintasan migrasinya secara sistematis berbeda, perpindahannya sejajar dengan yang terjadi di Eropa. Pengamatan ini dapat dijelaskan dengan baik bila didasarkan pada pergeseran benua, sehingga para peneliti paleo-magnetik menjadi pendukung terdepan teori continental drift (pengapungan benua). Ternyata bahwa telah terjadi juga perubahan posisi kutub magnetik selatan bumi dari waktu ke waktu, tetapi dengan lintasan yang berbeda untuk benua-benua yang berbeda.
Gambar 2.10 Pola pengembaraan kutub magnetic purba. Lintasan pengembaraan yang terlacak saat ini (A). Lintasan pengembaraan jika benus-benua dikelompokkan seperti pada posisi sebelum pergeseran
Tidak mungkin ada banyak kutub magnetik bumi yang bermigrasi secara sistematis dan akhirnya menyatu. Alasan yang paling logis ialah bahwa hanya ada satu kutub magnetik bumi yang selalu tetap posisinya, sedangkan benua-benua bergerak terhadap titik kutub tersebut. Hasil-hasil studi paleomagnetik bisa masuk akal jika benua-benua tersebut dulunya mengelompok seperti pada gambar diatas dan kemudian bergeser ke posisi sekarang.
5. Periode Pembalikan Kutub Geomagnetik
Penemuan ini memperbarui pemahaman terhadap teori pergeseran benua dan mendukung kesimpulan bahwa Samudera Atlantik terbuka relatif belum lama. Studi tentang sifat magnetik pada sejumlah besar sampel batuan basalt diberbagai tempat di bumi menunjukkan bahwa medan magnetic bumi sudah berbalik arah berkali-kali sejak 70–80 juta tahun yang lalu. Zaman polaritas normal (seperti saat ini), sudah berlangsung 1–3 juta tahun, diikuti dengan periode serupa tetapi kutub utara dan selatan magnetik bumi saling berbalikan. Minimal telah terjadi 9 kali pembalikan kutub magnetik selama 4,5 juta tahun yang lalu. Polaritas normal 21
pada periode saat ini dimulai kurang-lebih 700.000 tahun yang lalu. Ini didahului oleh periode dengan polaritas terbalik, yang dimulai 2,5 juta tahun yang lalu dan berlangsung selama kurang-lebih 2 juta tahun. Periode dengan polaritas terbalik tersebut berisi dua periode pendek dengan polaritas normal.
Gambar 2.11 Pembalikan garis gaya medan magnetic terdokuntasikan oleh studi kemagnetan purba pada berbagai sampel batuan basalt di dasar samudera
Interval utama dari polaritas bolak-balik tersebut ( sekitar 1 juta tahun terpisah) disebut epoch polaritas, dan interval-interval yang lebih pendek durasinya disebut event polaritas. Pola pergantian polaritas sudah ditentukan secara jelas, dan bukti-bukti terjadinya epoch polaritas sudah ditemukan di berbagai tempat di permukaan bumi. Dari deretan anomali magnetik dan umur radiometriknya, pembalikan magnetik dengan kronologi yang handal sudah tersusun minimal hingga 4 juta tahun. Jika diekstrapolasi ke belakang hingga 76 juta tahun, maka deretan pembalikan magnetik telah terjadi minimal 171 kali.
6. Pola Pita Magnetik Batuan Dasar Samudera
Pada tahun 1963, Fred Vine dan D.H. Matthews melihat suatu cara untuk menguji gagasan pemekaran dasar samudera yang dikemukakan oleh Hess. Jika pemekaran dasar samudera memang telah terjadi, maka seharusnya terekam pada kemagnetan basalt di kerak samudera. Jika medan kemagnetan bumi mengalami pembalikan secara berkala, basalt baru yang terbentuk pada puncak punggung samudera akan termagnetisasi menurut polaritas magnetik pada saat batuan tersebut mendingin/membeku.
22
Ketika dasar samudera mengalami pemekaran, suatu deretan simetris pita magnetik dengan polaritas bergantian antara normal dan terbalik akan terabadikan pada kerak bumi sepanjang kedua sisi punggung samudera. Investigasi lebih lanjut telah membuktikan teori ini, sebagaimana diusulkan oleh Vine dan Matthewsdan oleh Morley. Untuk dapat memahami dengan lebih baik asal-usul pola magnetik tersebut, ditinjau bagaimana dasar samudera telah mengalami evolusi dalam beberapa juta tahun yang lalu.
Gambar 2.12 Pola kemagnetan yang terekam pada batuan kerak samudera yang baru terbentuk dan ditemukan di dekat punggung samudera
Gambar tersebut menunjukkan dasar samudera pada 2,75 juta tahun yang lalu, selama epoch polaritas normal Gauss (sesuai dengan nama ahli matematika dari Jerman Karl Friedrich Gauss). Basalt yang mengisi retakan pada punggung samudera, membentuk dikes, atau dikeluarkan pada dasar samudera sebagai aliran submarine. Ketika membeku, basalt tersebut termagnetisasi sesuai dengan arah medan magnet yang ada saat itu (normal), jadi basalt yang keluar melalui celah punggung samudera membentuk zona kerak bumi baru dengan polaritas magnetik normal. Pada saat terjadi pemekaran dasar samudera, zona kerak bumi baru tersebut terbelah dua, dan masing-masing bermigrasi menjauhi punggung samudera tetapi dalam posisi tetap sejajar dengan punggung samudera. Kurang-lebih 2,5 juta tahun yang lalu, polaritas medan magetik bumi berbalik arah. Kerak bumi baru yang muncul pada punggung samudera termagnetisasi pada arah yang berlawanan (Gambar kanan), dan menghasilkan zona kerak bumi dengan polaritas terbalik. Ketika polaritas kembali normal, material kerak bumi yang terbaru termagnetisasi pada arah normal. Dengan demikian, urutan pembalikan polaritas akan meninggalkan jejak sebagai pita magnetik pada batuan dasar kerak samudera.
23
Gambar 2.13 Pola perode medan magnet normal dan terbalik
Salah satu manfaat pola pembalikan ini ialah untuk menentukan kecepatan gerakan lempeng. Pembalikan polaritas magnetik pada urutan batuan di benua telah ditentukan umurnya secara radiometrik. Studi ini menunjukkan bahwa polaritas normal saat ini sudah ada sejak 700.000 tahun yang lalu, dan didahului dengan pola seperti yang ditunjukkan pada Gambar kanan. Pola yang sama juga terdapat pada kerak samudera, maka dapat digunakan untuk menentukan umur relative anomaly magnetic dasar samudera.
Gambar 2.14 Pola pita magnetic dasar samudera
24
Gambar 2.15 Sesar disekitar Mid Oceanic Ridge
Dengan survey-servei magnetik sudah berhasil ditentukan pola pembalikan magnetik pada sebagian besar dasar samudera, dan dari pola-pola tersebut, umur berbagai segmen dasar samudera sudah dipetakan (lihat Gambar). Studi ini menunjukkan bahwa sebagian besar dasar samudera yang dalam terbentuk pada masa Cenozoikum ( sekitar 65 juta tahun yang lalu). Sangat kecil kemungkinannya cekungan samudera yang ada saat ini terbtk sblm masa Jurasik (sekitar 200 juta tahun yang lalu). Dari pola pembalikan magnetik, dapat ditentukan kecepatan pemekaran dasar samudera kurang-lebih 1 –16 cm per tahun.
Gambar 2.16 Pola magnetic dasar samudera adalah simetris terhadap punggung samudera. Kerak benua termuda adalah yang terdekat dengan pungung samudera tersebut
25
7. Pulau Eslandia (Punggung Samudera yang Muncul di Daratan)
Pulau Eslandia di Inggris merupakan sebuah pulau dengan struktur tektonik yang khusus. Pulau Eslandia merupakan satu-satunya daratan besar tempat munculnya punggung samudera Atlantik. Di pulau ini dapat dilakukan studi fisik secara rinci mengenai mekanisme pemekaran dasar samudera.
Gambar 2.17 Pulau Eslandia
Studi geologi di pulau Eslandia menunjukkan bahwa pulau ini sedang mengalami tarikan akibat pemekaran dasar samudera di bawahnya. Adanya tegangan tarik menyebabkan terjadinya sesar dan celah retakan yang sejajar dengan poros punggung samudera. Erupsi vulkanik terjadi pada celah retakan tersebut dan diinjeksikan ke dalam celah retakan sejalan dengan pemekaran kerak bumi.
Gambar 2.18 Pulau Eslandia
Peta geologi pulau Eslandia menunjukkan bahwa batuan yang tertua berada pada ujung paling timur dan barat pulau tersebut. Semakin dekat dengan pusat pulau, umur batuan semakin muda. Di pusat pulau tersebut sekarang banyak terjadi celah retakan dan aktivitas vulkanik.
26
(a)
(b)
Gambar 2.19 (a) foto udara sekitar daerah Thingvellir, Eslandia, menunjukkan zona retakan (tertutup bayingbayang) marupakan singkapan punggung Samudera Atlantik yang mincul di daratan. Sebelah kanan retakan adalah lempeng Amerika Utara yang tertarik kea rah Barat menjauhi lempeng Eurasia (sebelah kiri retakan) (b) Batuan di Thingvellir, Eslandia, terbelahakibat gerakan dua lempeng yang saling menjauh. Pecahan batuan juga disebabkan oleh mekanisme membeku dan mencairnya es yang berulang-ulang.
27
28
29
30
BAB III DINAMIKA PERBATASAN LEMPENG TEKTONIK
3.1 Proses Pada Perbatasan Lempengan Tektonik Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas.Lapisan terluar bumi kita terbuat dari suatu lempengan tipis dan keras. Oleh karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Gerakan ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga sekarang.Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini teori ini telah berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya gunung berapi, juga tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra.
Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra (oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth’s mantle).Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer.Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan pada kerak benua.Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik).
Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi. Teori lempeng tektonik merupakan kombinasi dari teori sebelumnya yaitu: Teori Pergerakan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran Dasar Samudra (Sea Floor Spreading). Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform
31
Gambar 3.1 Perbatasan antara lempeng tektonik
3.1.1 1
Batas Divergen Pengertian Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut. Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.
Gambar 3.2 Batas divergen tektonik lempeng
32
2
Proses pada perbatasan divergen Batas divergen adalah jalur kerak samudera yg paling muda, semakin jauh dr batas tsb semakin tua umurnya. Perbatasan lempeng divergen ditandai oleh tegangan tarik yg mengakibatkan terjadinya blok sesar, retakan, dan terbukanya celah di sepanjang pinggir lempeng yg saling berpisah. Magma basaltik yg berasal dari sebagian batuan mantel yg melebur diinjeksikan ke dlm retakan2 tsb atau muncul sbg erupsi pd celah yg terbuka di sepanjang pinggir lempeng. Kemudian lava mendingin dan menjadi bagian dari lempeng yg bergerak. Perbatasan lempeng divergen merupakan bagian daerah vulkanik aktif di bumi, umumnya ditandai dg erupsi tenang, sebagian besar tersembunyi di bwh dasar laut.
Gambar 3.3 Proses perbatasan divergen
3.1.2
Batas Konvergen
2.1 Pengertian Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another). Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
Zona konvergensi ant dua lempeng adalah zona deformasi, pembentukan pegunungan, dan aktivitas metamorfose.
Jika lempeng penahan berupa kerak benua, proses kompresi
mengakibatkan perbatasan lempeng meng- alami deformasi menjadi jalur pegunungan lipatan dan akar pegunungan yg dlm mengalami proses metamor- fose. Zona konvergensi biasanya ditandai oleh palung laut dalam dan gerakan penunjaman (subduksi) lempeng shg membangkitkan aktivitas seismik yg tinggi. 33
Gambar 3.4 Batas konvergen tektonik lempeng
Ditinjau dari lempeng-lempeng yang saling berhadapan, ada tiga jenis perbatasan konvergen, yaitu: 1
Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak samudera,
2
Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak benua,
3
Perbatasan konvergen antara kerak benua dengan kerak benua.
2.2 Proses pada perbatasan konvergen 1) Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak samudera Jika kedua lempeng lithosfer pada perbatasan konvergen berupa kerak samudera, maka salah satu kerak samudera menunjam ke bawah perbatasan kerak samudera yg lain, proses ini disebut subduksi. Lempeng subduksi menunjam ke bawah dan masuk ke dalam asthenosfer. Di sini lempeng tersebut dipanaskan akhirnya diserap oleh mantel. Sedangkan di atasnya pada dasar samudera terbentuk busur kepulauan.
Gambar 3.5 Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak samudera
34
2) Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak benua Salah satu sifat penting material granitik benua ialah bahwa material ini tidak dapat menunjam ke dlm mantel yg densitasnya lebih tinggi. Bila salah satu lempeng berupa kerak benua, maka kerak benua yg lebih ringan ini selalu menjadi lempeng penahan (overriding plate). Proses subduksi tetap berlangsung shg terbetuk jalur pegunungan atau busur gunung api pd pinggiran kerak benua yg menjadi lempeng penahan tersebut.
Gambar 3.6 Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak benua
3) Perbatasan konvergen antara kerak benua dengan kerak benua Bila kedua lempeng yg konvergen berupa kerak benua, tidak ada satu pun yg menunjam ke dlm mantel, masing-masing lempeng saling menahan dlm jarak pendek kemudian terjadi tumbukan benua. Kedua massa benua akan saling menekan, dan benua-benua tersebut akhirnya menyatu, tersambung menjadi satu blok, dg barisan pegunungan terbentuk pada garis sambungan.
Gambar 3.7 Perbatasan konvergen antara kerak benua dengan kerak benua
35
3.1.3
BATAS TRANSFORM
3.1 Pengertian Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).
Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser.Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar 0-15cm pertahun.Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.
Gambar 3.8 Batas konvergen tektonik lempeng
3.2 Proses pada perbatasan konvergen Gerakan sesar transform selalu sejajar dg arah relatif gerakan lempeng. Tidak ada konvergensi atau divergensi sepanjang perbatasan sesar transform tsb. Tidak ada pembentukan batuan baru dan tidak ada aktivitas vulkanik shg lempeng tidak mengalami perluasan atau pun penyempitan. Lempeng-lempengan bergeser sepanjang sistem retakan dan gerakannya hanya menghasilkan rekahan dan aktivitas seismik. Pd sesar transform, lempeng tektonik bergesekan satu thd yg lain tanpa mengakibatkan kerusakan lithosfer.Umumnya sesar transform menghubungkan 2 segmen punggung samudera dan muncul setiap 100 km di sepanjang poros punggung samudera tsb.Sesar transform aktif terletak di antara dua simpangan segmen punggung samudera.Dasar samudera yg dihasilkan pd satu punggung bergerak berlawanan arah dg segmen di hadapannya.Jadi di antara dua segmen punggung samudera tsb kedua lempeng kerak samudera bergesakan di sepanjang sesar transform.
36
Gambar 3.9 Proses perbatasan divergen
3.2 Gerakan Relatif Lempengan Tektonik Gerakan relatif suatu lempeng tegar terhadap lempeng di sebelahnya pada permukaan bola bumi = gerakan lempeng tsb jika lempeng di sebelahnya dianggap diam (atau sebaliknya). Gerakan tersebut dapat bersifat kompleks, masing-masing lempeng bergerak sebagai unit yang bebas, dalam arah dan kecepatan yang berbeda. Lempeng-lempeng tersebut seperti sepotong kulit bola yg bergerak di atas permukaan bola. Karena kelengkungan bola, bagian-bagian yang berbeda pada lempeng tersebut bergerak dengan kecepatan yang berbeda
Geometri tentang lempeng lengkung yang bergerak pada permukaan bola telah dipelajari oleh ahli matematika Swiss, Leonhard Euler (1707 – 1773). Lihat Gambar: gerakan lempeng 1 terhadap lempeng 2 adalah gerakan rotasi mengelilingi sumbu AR yang disebut sumbu pemekaran atau sumbu rotasi lempeng. Salah satu titik kutubnya P => disebut titik kutub pemekaran atau kutub rotasi lempeng atau kutub Euler.
Gambar 3.10 Gerakan lempengan pada permukaan bola bumi
37
Cara termudah utk memahami gerakan lempeng mengitari poros rotasi lempeng => pilih lempeng yg sangat besar shg mencakup ½ bola bumi (BBU atau BBS). Jika lempeng tsb melakukan gerak rotasi di permkn bumi tentu akan mengelilingi sumbu AR dg titk kutub rotasi lempeng P. Kutub rotasi lempeng P tsb independen thd kutub rotasi bumi dan tidak ada hubungannya dg kutub magnetik bumi.
Utk menjelaskan gerakan relatif suatu lempeng pd permukaan bola bumi => teorema Euler ttg Titik Tetap (Fixed Point Theorem). Teorema Euler ttg Titik Tetap: Pergeseran yg paling umum suatu benda tegar thd sebuah titik tetap adalah ekivalen dg gerakan rotasi mengelilingi suatu sumbu yg melalui titik tetap tsb. Jika diasumsikan bhw lempeng tektonik = benda tegar, dan pusat bumi = titik tetap tsb, maka teorema Euler dpt dinyatakan sbg: ”Setiap pergeseran dari satu posisi ke posisi lain pd permukaan bumi dpt dianggap sbg gerakan rotasi mengelilingi suatu sumbu yg melalui pusat bumi”.
Sumbu terpilih yg melalui pusat bumi tsb adalah sumbu rotasi lempeng dan titik potong sumbu ini dg permukaan bumi disebut kutub rotasi lempeng.
Gambar 3.11 Gerakan relatif lempengan pada permukaan bola bumi
Besarnya kecepatan sudut rotasi lempeng (ω) menentukan besarnya kecepatan relatif ant dua lempeng. ω positif jika searah jarum jam dilihat dari pusat bumi (berlawanan arah jarum jam jika dilihat dari luar bumi). Satu kutub rotasi positif dan kutub lainnya negatif. Kecepatan relatif ant dua lempeng permukaan bumi diukur pd suatu titik X tertentu ialah v = w.R.sinq
38
θ= jarak (busur) ant kutub rotasi P dan titik X R = radius bumi. Karena faktor sinθ ada, mk kecepatan relatif ant 2 lempeng yg bersebelahan berubah harganya sepanjang perbatasan lempeng. Kecepatan relatif = nol di titik kutub P (θ = 0º) dan kecepatan = maks di titik T pd ekuator rotasi lempeng (θ = 90º). Bila perbatasan ant dua lempeng melalui kutub rotasi lempeng, maka sifat perbatasan lempeng akan berubah (konvergen menjadi divergen atau sebaliknya). Tempat kedudukan titik2 dg kecepatan konstan (θ = konstan) adalah garis-garis lintang atau lingkaran-kecil di sekitar kutub rotasi lempeng.
Gambar 3.12 Penampang lintang melalui pusat bumi O. P dan N adalah kutub rotasi positif dan negatif, sedangkan X adalah titik di perbatasan lempeng.
3.2.1
Penentuan Kutub Rotasi Lempeng dan Vektor Rotasi Lempeng
1. Berdasarkan arah jurus sesar transform yang aktif Sesar transform pd punggung samudera lebih mudah diidentifikasi, maka metode ini utamanya digunakan utk menentukan posisi kutub rotasi lempeng dari gerakan2 di sekitar punggung samudera. Arah gerakan relatif di sepanjang sesar transform // arah jurus sesar (kecepatannya konstan sepanjang sesar). Kutub rotasi lempeng terletak pd suatu titik di busur lingkaran besar yg tegak lurus thd lingkaran kecil yg melalui sesar transform tsb.
Gambar 3.13 Penentuan kutub rotasi lempeng
39
Sesar transform pd perbatasan lempeng A dan B (Gambar 13) merupakan lingkaran kecil thd kutub rotasi lempeng. Sesar transform dpt digunakan utk menentukan lokasi kutub rotasi lempeng. Berdasarkan survei pd dua atau lebih sesar transform, maka titik potong kedua lingkaran besar yg diperoleh menunjukkan posisi kutub rotasi lempeng. Contoh: posisi kutub rotasi lempeng dpt ditentukan dg mengukur orientasi sesar-sesar transform yg ada di punggung samudera Atlantik bagian selatan yg terletak ant 20º N –5º S dan 55º W –5º W. Ternyata posisi kutub rotasi lempeng tsb berada pd koordinat 58º N, 36º W, di Samudera Atlantik bagian utara, di selatan Tanah Hijau (Greenland).
Gambar 3.14 Penentuan kutub rotasi lempeng punggung samudera Atlantik
3.2.2
Berdasarkan solusi bidang sesar gempa-gempa yg terjadi di sepanjang perbatasan lempeng Gempa-gempa yg terjadi pd sesar transform ant lempeng A dan B (Gambar 14) mengindikasikan adanya gerakan menganan (dextral) di perbatasan lempeng tsb. Dari hasil analisis data gempa tsb, lokasi kutub rotasi lempeng dan arah gerakan lempeng dpt ditentukan, (tetapi besarnya kecepatan gerakan lempeng tidak dpt diukur → tetap hrs digunakan metode magnetik).
Gambar 3.15 Penentuan kutub rotasi berdasarkan solusi bidang sesar gempa
40
3.2.3
Berdasarkan pengukuran presisi di daratan Bila perbatasan lempeng melintasi daratan, maka dpt dilakukan survei pengukuran pergeseran lempeng dlm rentang wkt yg lama dan rentang jarak yg jauh, utk menetukan gerakan relatif lempeng setempat. Fenomena umum yg tampak didaratan misalnya: pipa saluran uap atau gas atau rel kereta api yg membengkok, titik-dasar pengukuran medan atau bangunan yg bergeser.
Metode pengukuran presisi gerakan lempeng yg teliti dg penginderaan jauh: 1) Metode SLR Menggunakan suatu jaringan global stasiun pengamatan yg mengukur wkt tempuh bolak-balik pulsa sinar ultra-pendek ke satelit yg dilengkapi dg retroreflektor. SLR dpt memberikan hasil pengukuran pergeseran lempeng tektonik sampai ketelitian mm/tahun dlm skala global dg kerangka acuan geosentris.
Gambar 3.16 Metode SLR
2) Metode VLBI Menggunakan quasar sbg sumber sinyal dan teleskop radio terestrial sbg penerima sinyal (receiver). Jarak ant dua teleskop di permukaan bumi diukur terus-menerus selama bertahuntahun.Di seluruh dunia, pengukuran gerakan lempeng dg VLBI dan SLR memberikan hasil yg sesuai dg penentuan secara geologi (tingkat penyimpangan hanya 2%).
3) Metode GPS Metode ini dikembangkan utk menentukan posisi navigasi secara real-time dg menggunakan satelit. Suatu jaringan internasional stasiun penerima GPS dg presisi yg sesuai utk geodinamika telah dibangun (ketelitian posisi 1 cm dan estimasi posisi kutub < 10-3sekon busur). Jaringan stasiun penerima GPS presisi tinggi tsb dinamakan IGS (International GPS Services) utk geodinamika, mrpk suatu jaringan stasiun penerima global permanen. Analisis data GPS selama kurun wkt 1991 –1996 menunjukkan kecocokan ant hasil pengukuran GPS dan hasil pengukuran geologi, shg disimpulkan bhw lempeng2 tektonik dlm keadaan selalu bergerak.
41
BAB IV MIGRASI PERBATASAN LEMPENG TEKTONIK
PENDAHULUAN Secara individual, lempeng-lempeng tektonik bukanlah bentuk yang permanen (tetap), melainkan selalu bergerak dan selalu berubah bentuk atau ukurannya. Ternyata bukan hanya lempengan-lempengan tektonik yang bergerak, melainkan perbatasan antar lempengan tersebut bergerak. Perbatasan lempengan bukanlah suatu bentuk yang permanen, tetapi dapat bergeser dan bermigrasi ke posisi-posisi yang berbeda. Jika suatu perbatasan lempengan bergerak, maka bentuk dan konfigurasi lempengan juga berubah.
Migrasi Perbatasan Lempeng Tektonik
Perbatasan lempeng
Trench (T)
Ridge (R)
Skala
Fault (F)
Lokal
Global
Daerah tertentu
Gerakan global lemp. utama dan sub-lemp. dekat lemp. utama
Triple Junction
10 Jenis
16 Jenis
Gambar 4.1 Diagram Pokok Bahasan Modul 4
Migrasi perbatasan lempengan tektonik terjadi baik dalam skala global maupun skala lokal. Migrasi secara global menyangkut gerakan global lempeng-lempeng tektonik utama dan sub lempeng yang berbatasan dengan lempeng utama tersebutSedangkan migrasi skala lokal merupakan bagian kecil dari migrasi skala global. Pembahasan tentang migrasi skala lokal
42
biasanya lebih rinci, tetapi hanya ditunjukkan pada daerah tertentu di sekitar titik pertemuan tiga buah lempeng tektonik. Titik tersebut dinamakan sebagai triple junction. Pembahasan triple junction ini utamanya mengenai pengujian kestabilan triple junction dan pentingnya peranan triple junction. Berdasarkan sifat migrasinya, triple junction dibagi menjadi dua golongan, yaitu stabil dan tidak stabil. Suatu triple junction dikatakan stabil jika kecepatan gerakan relatif antar lempeng dan azimut batas-batas lempeng adalah sedemikian rupa sehingga konfigurasinya tidak berubah terhadap waktu, meskipun posisi triple junction itu sendiri dapat bermigrasi di sepanjang salah satu perbatasan lempeng tersebut. Oleh karena itu, eksistensi triple junction yang tidak stabil, hanya temporer dalam skala waktu geologi.
4.1 MIGRASI PERBATASAN LEMPENG TEKTONIK GLOBAL
Secara individual, lempeng-lempeng tektonik bukanlah bentuk yang permanen (tetap), melainkan selalu bergerak dan selalu berubah bentuk atau ukurannya. Namun, ternyata bukan lempeng tektoniknya yang bergerak melainkan perbatasan lempengnya yang bergerak. Istilah ini dinamakan migrasi. Migrasi perbatasan lempeng tektonik dapat berupa, pergeseran batas lempeng, perubahan panjang batas lempeng, perubahan bentuk
atau jenis batas
lempengan, dan bahkan pemusnahan suatu batas lempeng karena dua lempengan tektonik bergabung menjadi satu.
Gambar 4.2 Perbatasan Lempeng Tektonik Global
Lempeng Pasifik secara umum bergerak ke arah barat laut dari sistem punggung Samudera Pasifik yang ada di bagian Timur lempengan menuju ke arah sistem palung samudera (zona subduksi) yang ada di bagian barat lempengan. Lempeng Amerika secara 43
umum bergerak ke arah Barat dari sistem punggung Samudera Atlantik yang ada di bagian Timur lempengan, sehingga terjadi konvergensi dengan lempengan Pasifik, Cocos, dan Nazca. Lempengan Indo-Australia secara umum bergerak ke arah Utara dari sistem punggung samudera Antartika yang ada di bagian Selatan, sehingga terjadi konvergensi dengan lempengan Pasifik dan Eurasia. Sedangkan Lempengan Afrika dan lempengan Antartika memperlihatkan situasi yang berbeda dimana keduanya dilingkungi hampir seluruhnya oleh punggung samudera. Jika dua buah perbatasan lempeng divergen tidak dipisahkan oleh sebuah zona subduksi, maka selalu ada lithosfer baru yang terbentuk pada punggung samudera. Jadi, lempengan diantara kedua pusat pemekaran tersebut selalu meluas. Ini berarti pusat-pusat pemekaran tersebut bergerak saling menjauh. Sedangkan yang terjadi pada perbatasan konvergen (zona subduksi) adalah zona subduksi tersebut dapat musnah dan zona subduksi baru dapat terbentuk pada posisi yang lain. Perubahan penting lain yang dapat terjadi ialah perubahan panjang perbatan lempengan. Sebuah punggung samudera pada dasarnya ialah sebuah rekahan lithosfer. Struktur ini disamping dapat mengakibatkan meluasnya lempengan, juga dapat mengakibatkan memanjangnya perbatasan lempengan. Contoh yang jelas ialah pusat pemekaran pada punggung samudera Atlantik
4.2 MIGRASI PERBATASAN LEMPENG TEKTONIK LOKAL
Untuk memudahkan pemahaman tentang perubahan migrasi lempeng tektonik skala lokal, akan diberikan dua contoh kasus-kasus yang pertama mengenai palung samudera dan kasus kedua punggung samudera.Simbol standar untuk penggambaran batas-batas lempeng tektonik adalah seperti pada gambar berikut ini.
Punggung samudera (Pusat pemekaran )
Sesar transform (Sesar mendatar )
Palung Samudera (Zona subduksi, bagian yang bergerigi adalah lempengan penahan). 44
1. Migrasi Palung Samudera
Pada skala lokal perubahan dan migrasi perbatasan lempengan tektonik yang berupa palung samudera dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram pada gambar 3. Antara lempengan A dan B ada perbatasan konvergen (zona subduksi) yang digambar dengan garis mendatar bergerigi. Bagian yang polos yaitu lempeng A adalah lempengan yang menunjam, dan bagian yang bergerigi, yaitu lempengan B adalah lempengan penahan. Perbatasan antar lempeng A dan C serta lempengan B dan C adalah sesar mendatar
Gambar 4.3 Migrasi perbatasan lempengan tektonik yang berupa palung samudera
Berdasarkan pandangan pengamat yang berada di lempeng C, bagian perbatasan lempeng yg ditandai dengan ellips akan berubah terhadap waktu. Perbatasannya dengan lempeng yang bersebelahan akan berganti, dari lempeng A menjadi lempeng B. Secara fisik, bentuk perbatasannya tetap sesar mendatar menganan (dekstral), tetapi kecepatan relatifnya berubah, dari 2 cm/thn menjadi 6 cm/thn.
2. Migrasi Punggung Samudera
Contoh tentang perubahan dan migrasi perbatasan lempeng yang berbentuk punggung samudera dapat dijelaskan dengan diagram pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4.4 Migrasi perbatasan lempengan tektonik yang berupa punggung samudera
Perbatasan antara lempengan A dan C adalah sesar mendatar, perbatasan antara lempengan A dan B adalah punggung samudera (pusat pemekaran) yang digambar dengan dua buah garis lurus sejajar, sedangkan perbatasan antara lempengan B dan C adalah palung 45
samudera (zona subduksi). Diagram ruang kecepatan diperlihatkan di sebelah kanan, dengan penjelasan sebagai berikut: BVA=kecepatan
lempeng A relatif terhadap B
CVB=kecepatan
lempeng B relatif terhadap C
AVC=kecepatan
lempeng C relatif terhadap A
Karena gerakan relatif tersebut selalu menyangkut perbandingan gerak antara dua lempengan yang bersebelahan, maka: BVA= -AVB CVB= -BVC AVC= -CVA
Karena ketiga lempeng bertemu di satu titik, maka: BVA
+ CVB+ AVC= 0 Pergerakan lempengan sedemikian rupa sehingga punggung samudera bermigrasi ke
arah selatan relatif terhadap lempeng C sebagian yang ditandai dengan ellips pada perbatasan antara B dan C akan berubah terhadap waktu dari zona subduksi menjadi sesar mendatar.
4.3 MIGRASI TRIPLE JUNCTION Triple junction adalah titik pertemuan 3 buah lempeng tektonik. Karena ada 3 macam perbatasan lempeng tektonik, yaitu palung samudera atau oceanic trench (disingkat dengan simbol T), punggung samudera atau oceanic ridge (disingkat dengan simbol R), sesar transform/mendatar atau transcurrent fault (disingkat dengan simbol F), maka dasar penulisan jenis-jenis triple junctionn dibuat dengan kombinasi antara tiga huruf tersebut, yaitu: RRR, TTT, FFF, RRT, RRF, TTR, TTF, FFR, FFT, dan RTF. Jadi, pada dasarnya ada 10 jenis triple junction, namun jika arah penunjaman pada zona subduksi juga diperhitungkan, maka ada 14 kemungkinan jenis triple junction. Syarat adanya triple junction: ketiga vektor kecepatan yang menentukan arah gerakan relatif lempeng-lempeng yang bersebelahan harus membentuk segitiga tertutup. Suatu triple junction dikatakan stabil, jika gerakan relatif ketiga lempeng dan azimut batas-batas lempengnya sedemikian rupa sehingga konfigurasinya tidak berubah terhadap waktu. Jika suatu triple junction tidak stabil, maka geometri perbatasan lempengnya akan berubah terhadap waktu sehingga eksistensinya hanya bersifat temporer (dalam skala waktu geologi). Kestabilan suatu triple junction dapat diuji dengan menggambarkannya pada diagram ruang kecepatan. Apabila ketiga garis lokus (tempat kedudukan titik-titik triple junction yang 46
dapat bergerak bebas sepanjang perbatasan antara dua lempeng. Jika ada garis lokus tersebut bertemu pada satu titik, maka triple junction tersebut adalah stabil.
1. Pengujian Kestabilan Triple Junction Untuk memudahkan pemahaman tentang pengujian kestabilan triple junction, akan dibahas dua buah contoh dengan jenis dan kasus yang berbeda, yaitu : 1.triple junction jenis RTF, 2.triple junction jenis TTT. Selain diuji kestabilannya, apabila terbukti tidak stabil atau stabil bersyarat, maka akan dibahas peluang-peluangnya agar menjadi stabil. a). Pengujian Kestabilan Triple Junction RTF
Contoh triple junction jenis RTF. Agar sistem ini stabil, lokus (tempat kedudukan) triple junction harus dapat bermigrasi di sepanjang perbatasan antara pasangan-pasangan lempeng, yaitu perbatasan antara lempeng A dan B, B dan C, serta C dan A.
Gambar 4.5 Triple Junction RTF
Untuk memudahkan visualisai kondisi kestabilan triple junction, masing-masing fenomena yang terjadi pada perbatasan setiap pasangan dua lempeng dianalisis secara terpisah. Gambar memperlihatkan palung samudera (zona subduksi) yang merupakan perbatsan antara lempengan A dan B. Dalam hal ini lempengan A menunjam ke bawah lempengan B pada arah Timur Laut.
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.6 Diagram fisik dan ruang kecepatan pada perbatasan palung samudera (lempeng A dan B)
47
Diagram di sebelah kiri diagram fisik, memperlihatkan fisik geometri triple junction di lapangan. Diagram di sebelah kanan, memperlihatkan kecepatan gerakan relatif antara lempeng A dan B di dalam ruang kecepatan. Arah garis AB menunjukkan arah vektor kecepatan gerakan relatif antara lempeng A dan B, sedangkan panjang garis AB sebanding dengan besarnya kecepatan relatif antara lempeng A dan B. Garis putus-putus ab menunjukkan lokus (tempat kedudukan) titik-titik yang bergerak di sepanjang zona subduksi. Jadi, garis ab adalah lokus triple junction yang stabil, maka titik B harus terletak pada garis ab karena lempeng B bersifat menahan sehingga relatif tidak ada gerakan. Fenomena yg terjadi pd perbatasan sesar mendatar antara lempeng B dan C diperlihatkan pada gambar
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.7 Diagram fisik dan ruang kecepatan pada perbatasan palung samudera (lempeng B dan C)
Lempeng B bergeseran secara mendatar sepanjang sesar transform pada arah Barat Laut–Tenggara. Garis BC adalah vektor kecepatan gerakan relatif antara lempeng B dan C. Lokus atau tempat kedudukan titik-titik yang bergerak bebas di sepanjang perbatasan sesar mendatar digambarkan sebagai garis putus-putus bc. Jadi, garis bc adalah tempat kedudukan triple junction yang stabil. Garis lokus bchrs berhimpit dengan vektor BC karena arah gerakan relatif antara lempeng B dan C adalah sepanjang perbatasan sesar mendatar tersebut.
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.8 Diagram fisik dan ruang keceppatan pada perbatasan palung samudera (lempeng A dan C)
48
Untuk perbatasan punggung samudera, vektor kecepatan relatif AC adalah tegak lurus terhadap perbatasan lempeng A dan C. Garis putus-putus ac yang sejajar punggung samudera adalah lokus (tempat kedudukan) titik-titik yang bergerak di sepanjang punggung samudera. Puncak punggung samudera harus melalui pertengahan vektor kecepatan CA karena proses pemekaran punggung samudera simetris, lempeng A dan C masing-masing bergerak dengan kecepatan setengah kecepatan relatif pemekaran. Penggambaran garis lokus dan vektor kecepatan relatif untuk setiap jenis perbatasan lempeng tektonik sebagai berikut: Tabel 1. Perbandingan Diagram Ruang Kecepatan Setiap Jenis Perbatasan Lempengan Tektonik
Untuk mengetahui kestabilan triple junction jenis RTF tersebut, maka tiga diagram ruang kecepatan tersebut dikombinasikan. Bila garis-garis lokus tersebut berpotongan pada satu titik, maka triple junctionnya stabil. Pada kasus triple junction jenis RTF tersebut (lihat gambar), kestabilannya tercapai jika garis ab berhimpit dengan garis bc(zona subduksi dan sesar mendatar berada pada satu garis lurus). Jadi triple junction jenis RTF termasuk dalam kategori stabil bersyarat.
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.9 Triple Junction RTF stabil bersyarat, yaitu jika palung samudera dan sesar transform segaris
Secara umum triple junction jenis RTF adalah tidak stabil (lihat gambar di bawah ini) garis lokus ab, ac dan bc tidak bertemu pada satu titik. 49
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.10 Triple Junction RTF tidak stabil. Garis lokus ab, ac, bc tidak bertemu pada satu titik
Cara lain untuk memperoleh kestabilan triple junction RTF yaitu menggeser secara translasi garis ac sehingga melalui titik B. Kecepatan pemekaran samudera berkurang dan kecepatan penunjaman lempeng A ke lempeng B berubah arah dan besarnya (vektor BVA berubah). Konfigurasi diagram fisik triple junction tidak berubah yang berubah adalah vektorvektor kecepatan gerakan relatif lempeng. Diagram fisik dan diagram kecepatan triple junction jenis RTF yang stabil bersyarat:
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.11 Triple Junction RTF stabil bersyarat garis lokus melewati titik B
b). Pengujian Kestabilan Triple Junction TTT Dari diagram fisik triple junction jenis TTT (Gambar kiri) dapat diperoleh diagram ruang kecepatan (Gambar kanan). Tampak bahwa triple junction TTT tersebut tidak stabil karena garis lokus ab, ac dan bc tidak bertemu pada satu titik.
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
50 yang diuji kestabilannya Gambar 4.12 Triple Junction TTT
Ada dua cara agar triple junctionjenis TTT tsb menjadi stabil.Cara pertama:garis lokus ab dan ac dibuat menjadi satu garis lurus. Ini berarti diagram fisik triple junction tersebut berubah sedemikian rupa sehingga perbatasan antara lempeng A terhadap lempeng B dan C menjadi sepenuhnya lurus. Diagram fisik dan ruang kecepatan untuk triple junction TTT yang stabil bersyarat tsb:
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.13 Triple Junction TTT stabil dengan syarat perbatasan antara lempeng A dan B segaris dengan perbatasan lempeng A dan C
Cara kedua, jika arah kecepatan relatif lempeng C terhadap A (AVC) sejajar dengan perbatasan antara lempeng B dan C. Dalam hal ini hanya ada perubahan vektor kecepatan gerak relatif lempeng C terhadap A, tidak ada perubahan fisik konfigurasi triple junction.
Diagram Fisik
Diagram Ruang Kecepatan
Gambar 4.14 Triple Junction TTT stabil dengan syarat kecepatan lempeng C terhadap A sejajar dengan perbatasan lempeng B dan C
2. Eksistensi dan Peranan Triple Junction Pada masa gerakan lempengan tektonik di bumi saat ini ada 7 jenis triple junction yang sudah terbukti eksistensinya dari hasil survei lapangan. Ketujuh jenis triple juction tersebut adalah: 51
1. RRR : Terletak di samudera Atlantik Selatan, di samudera India, dan di sebelah barat kepulauan Galapagos di samudera Pasifik 2. TTT : Kepulauan Jepang bagian tengah 3. TTF : Lepas pantai Chile pada palung samudera Peru-Chile 4. TTR : Lepas pantai pulau Moresby, dan di bagian Barat Amerika Utara 5. RTF : Ujung Selatan teluk California 6. FFR : Pada junction antara zona patahan Owen dengan punggung samudera Carlsberg. 7. FFT : Pada junction antara sesar San Andreas dan zona patahan Mendocino di lepas pantai barat Amerika Serikat Pentingnya peranan triple junction terungkap dari hasil penelitian terhadap triple junction Mendocino. Triple junction yang terletak di ujung utara sesar San Andreas ini merupakan titik pertemuan lempeng-lempeng Juan de Fuca, Pasifik dan Amerika Utara (lihat gambar). Triple junction ini adalah jenis FFT yg melibatkan sesar San Andreas, sesar transform Mendocino, dan zona sub-duksi Cascade. Triple junction ini stabil dengan syarat sesar San Andreas dan zona subduksi Cascade terletak pada satu garis lurus. Pada kenyataannya kedua perbatasan lempeng ini tidak berada pada satu garis lurus. Jadi triple junction Mendocino adalah tidak stabil.
Gambar 4.15 Triple Junction FFT Mendocino yang tidak stabil yang mempengaruhi dinamika geologi di daratan Amerika
Ketidakstabilan tersebut mengakibatkan triple junction Mendocino bermigrasi ke arah Utara dan terjadi deformasi internal pada kerak benua di bagian Barat Amerika sepanjang zona pelemahan sebelumnya. Hal ini menjelaskan berbagai fenomena geologi yang terjadi, misalnya: rotasi searah jarum jam pada blok Sierra Nevada, perluasan regional dan gerakan ke Timur sesar San Andreas. Geometri rinci tentang triple junction tersebut sangat penting 52
peranannya dalam memahami evolusi regional Amerika Serikat bagian Barat. Banyak data historis geologis di wilayah tersebut sekitar 30 juta tahun yang lalu dan berhubungan dengan proses migrasi triple junction. Pengetahuan rinci tentang gerakan lempeng merupakan latar belakang penting untuk menjelaskan struktur tersier di wilayah tersebut. Gerakan lempeng di lepas pantai dapat mengakibatkan perubahan besar struktur geologi di daratan benua. Contoh lain, yaitu sesar laut Mati. Sistem sesar ini mirip dengan San Andreas dimana sesar ini merupakan perbatasan lempeng intrakontinental. Sesar ini merupakan perbatasan antara lempeng Arabia dan Afrika memanjang ke arah Utara dari laut Merah sampai Anatolia Timur. Sesar tersebut merupakan sesar mendatar sinistral dengan kecepatan slip rata-rata sekitar 5 mm/tahun. Perbatasan lempeng yang berbentuk sesar mendatar tersebut terletak di pinggiran benua, tetapi masih di dalam benua. Hal itu disebabkan karena tempat tersebut merupakan bagian lempeng yang paling lemah.
53
BAB 5 KEMAGNETAN PURBA DAN SIKLUS LEMPENG TEKTONIK
2.1 Pendahuluan Kemagnetan purba (paleomagnetism) adalah studi tentang medan magnetik bumi pada masa lampau berdasarkan rekaman kemagnetan yang terdapat dalam batuan yang mengalami magnetisasi. Batuan kerak yang berasal dari proses pembekuan magma basaltik merekam orientasi medan magnetik yang ada pada saat proses pembekuan batuan tersebut berlangsung. Dengan melakukan survey pengukuran medan magnetik didalam batuan kerak samudera diberbagai tempat dan dengan berbagai umur sampel batuan, maka dapat diketahui posisi kutub kemagnetan purba pada berbagai tempat dan pada berbagai umur geologi. Dengan demikian, hasil survey kemagnetan purba tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan lintasan pengembaraan kutub kemagnetan purba dan mengukur kecepatan gerakan relatif lempeng tektonik pada masa lampau.
Hasil penelitian kemagnetan purba juga
menujukkan
adanya
pola
magnetik pada batuan dasar samudera berupa
pita-pita
anomali
yang
berselang-seling antara positif dan negatif
atau
beganti-ganti
antara
polaritas normal dan polaritas reversal (terbalik). Dengan mengukur jarak pita-pita anomali tersebut dari pusat pemekaran lantai samudera dan menentukan umur batuan di tempat anomali yang bersangkutan, maka kecepatan gerakan pemekaran samudera dapat dihitung.
54
Dinamika lempeng tektonik yang meliputi proses pembentukan dasar samudera baru, pemusnahan lempengan tua dan pergeseran mendatar antar lempengan merupakan suatu siklus yang dikenal sebagai siklus Wilson yang terdiri dari enam tahap dan periode ulangnya sekitar 500 juta tahun.
2.2 Penentuan Posisi Kutub Kemagnetan Purba Mineral silikat yang merupakan bagian terbesar pembentuk batuan kerak bumi terdiri atas mineral paramagnetik (olicivine, pyroxene, gamet, amphibole) atau diamgnetik (quatrz, feldspar) adalah bersifat tidak dapat memperoleh kemagnetan permanen. Namun demikian, batuan yang sedikit mengandung mineral ferromagnetik (misalnya magnetite) atau ferrimagnetik (misalnya hematite) atau besi-sulfida dapat memperoleh kemagnetan permanen pada saat pembentukannya. Fosil kemagnetan didalam batuan disebut kemagnetan remanen alami (natural remanent magnetis = NRM).
55
Bila suatu mineral dipanaskan hingga mencapai suhu diatas titik Curie-nya maka akan kehilangan semua kemagnetannya. Bila batuan yang mengandung mineral magnetit didinginkan hingga dibawah titik Curie-nya dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh medan magnetik, maka batuan tersebut akan memperoleh kemagnetan remanen termo (TRM). Setelah yakin bahwa kemagnetan yang ada dalam batuan adalah kemagnetan remanen yang diperoleh selama proses pembekuannya, maka dapat dilakukan pengukuran arah atau orientasi medan magnetik remanennya. Biasanya hasil pengukuran dinyatakan dalam deklinasi (D) dan inklinasi (I). Deklinasi atau azimut magnetik adalah sudut antara utara geografis dengan arah medan magnetik yang terekam dalam batuan tersebut. Inklinasi adalah sudut antara arah horizontal dan arah medan magnetik (positif ke bawah). Satuan kuat medan magnetik B dalam satuan internasional (SI) adalah tesla atau weber/𝑚2 . Kuat medan magnetik komponen horizontal (𝐵𝐻 ) dan vertikal (𝐵𝑉 ) ialah : 𝐵𝐻 = 𝐵. 𝑐𝑜𝑠𝐼 𝐵𝑉 = 𝐵. sin 𝐼 Selanjutnya komponen horizontal pada arah utara-selatan (𝐵𝐻𝑁 ) dan timur-barat (𝐵𝐻𝑉 ) 𝐵𝐻𝑁 = 𝐵. cos 𝐼 . cos 𝐷 𝐵𝐻𝐸 = 𝐵. cos 𝐼 . sin 𝐷
56
Gambar 1. Orientasi vektor medan magnet bumi dalam sistem koordinat kartesian (Y=utara, X=timur, Z=bawah) sudut D=deklinasi dan sudut I=inklinasi. Secara pendekatan, medan magnetik bumi dapat diasumsikan sebagai medan magnetik dipole. Jika bumi diasumsikan berbentuk bola dengan radius a, maka komponen horizontal dan vertikal medan geomagnetik dipole 𝐵𝜃 dan 𝐵𝑟 pada permukaan bumi, dapat dinyatakan sebagai berikut : 𝜇𝑜 . 𝑚 𝐵𝜃 = sin 𝜃𝑚 4. 𝜋. 𝑎3 𝜇𝑜 . 𝑚 𝐵𝑟 = cos 𝜃𝑚 2. 𝜋. 𝑎3 𝜇𝑜 = permeabilitas magnetik udara = 4𝜋. 10−7 tesla.m/A 𝑚 = momen dipole (A.𝑚2 ) 𝜃𝑚 = komplemen lintang geomagnetik 𝜃𝑚 = 90°- 𝜆𝑚 dimana 𝜆𝑚 = lintang geomagnetik dititik yang diukur kuat medannya Dikutub utara geomagnetik (𝜃𝑚 = 0°, 𝜆𝑚 = 90°) maka : 𝐵0 = 0 𝜇 .𝑚
𝑜 𝐵𝑟 = 2.𝜋.𝑎 3
(arah medan geomagnetik menuju ke dalam bumi)
Di ekuator geomagnetik (𝜃𝑚 = 90°, 𝜆𝑚 = 0°), maka : 𝐵𝑟 = 0 𝜇𝑜 . 𝑚 𝐵𝜃 = 4. 𝜋. 𝑎3 Sudut inklinasi medan geomagnetik dipole : tan 𝐼 =
𝐵𝑟 𝐵𝜃
Kuat medan magnetik total : 𝐵 = √𝐵𝑟 2 + 𝐵𝜃 2 Dengan mensubtitusi 𝐵𝑟 dan 𝐵𝜃 diperoleh : 𝜇𝑜 . 𝑚 √1 + 3𝑐𝑜𝑠 2 𝜆𝑚 𝐵= 4. 𝜋. 𝑎3 57
𝐵=
𝜇𝑜 . 𝑚 √1 + 3𝑠𝑖𝑛2 𝜆𝑚 4. 𝜋. 𝑎3
Saat ini sumbu geomagnetik tersebut membentuk sudut 11,5° terhadap sumbu geografis bumi (sumbu rotasi bumi). Kutub geomagnetik adalah titik potong antara sumbu dipole tersebut dengan permukaan bumi. Kutub geomagnetik utara terletak pada posisi (79°N,71°W) dan kutub geomagnetik selatan terletak pada posisi (79°N,109°E).
2.3 Anomali Magnetik dan Gerakan Lempengan Tektonik Agar dapat memanfaatkan pengukuran medan magnetik untuk memperoleh informasi tentang magnetisasi kerak samudera, hasil yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut harus dikurangi dengan harga medan magnetik regional (misalnya IGRF). Sisanya adalah anomali magnetik.
Peta anomali magnetik rinci yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1961 menunjukkan adanya pita-pita anomali magnetik yang berganti-ganti antara positif dan negatif di sepanjang lepas pantai barat Amerika Utara. Pita-pita tersebut tidak pernah dijumpai pada hasil survey di daratan. Dalam survey geomagnetik kelautan diperoleh hasil pita-pita anomali magnetik yang memanjang sejajar dan simetris di kanan-kiri punggung samudera serta tampak bergeser pada zona rekahan (facture zone). Lebar pita anomali magnetik tersebut beberapa puluh kilometer dan harga kuat medannya ±500 nT. Lebar pita anomali magnetik ditentukan oleh kecepatan pemekaran dasar samudera dan lamanya interval waktu pembalikan kutub magnetik bumi. Jadi pada saat medan magnetik bumi berada pada polaritas normal (seperti saat ini), suatu blok batuan lempengan samudera akan
58
terbentuk dengan polaritas normal. Pada saat medan magnetik bumi berbalik polaritasnya, maka akan terbentuk blok batuan baru dengan polaritas terbalik. Demikian seterusnya.
Untuk menentukan gerakan lempengan pada masa lampau, dibutuhkan data kemagnetan purba dalam jumlah besar. Karena lithosfer samudera tertua adalah berasal dari periode jurasik (sekitar 160 jua tahun yang lalu), maka anomali geomagnetik hanya dapat digunakan untuk melacak gerakan lempengan lithosfer pada waktu tersebut. Data magnetik benua dan data geologi lainnya dapat memberikan bukti gerakan lempengan tektonik sebelum periode jurasik, tetapi data-data tersebut kurang lengkap dan lebih sulit dijelaskan
2.4 Siklus Lempengan Tektonik Berdasarkan hasil penelitian tentang gerakan lepengan tektonik hingga sekitar 250 juta tahun yang lalu, Wilson (1966) mengusulkan teorema bahwa pergerakan benua merupakan suatu siklus, samudera mengalami proses pembukaan dan penutupan secra periodik. Konsep ini dinamakan siklus Wilson, dan utamanya didasarkan atas pengamatan proses pembukaan dan penutupan samudera Atlantik.
59
a. Tahap Pertama Siklus Wilson dimulai dengan retaknya suatu bagian benua yang lemah sehingga menghasilkan zona retakan (continental drift). Ketika bagian benua ini terbelah akibat adanya tegangan tarik, maka lembah retakan terbentuk (rift valley) mulai terbentuk. Blok tengah lembah retakan yang disebut graben bergerak turun, sedangkan blok-blok di samping kiri dan kanan graben adalah sesar normal. Pergeseran pada sesar normal tersebut mengakibatkan perluasan horizontal ke samping kiri dan kanan graben. Contoh lembah retakan yang yang dapat disaksikan saat ini adalah lembah retakan Rio Grande di Afrika timur.
b. Tahap Kedua Tahap ini adalah pembentukan punggung samudera atau pusat pemekaran dasar samudera. Sesar normal yang menjadi batas-batas lembah retakan membentuk dasar samudera baru. Proses ini terjadi karena batuan mantel panas yang sebagian besar meleleh mengalir ke atas menembus lembah retakan kemudian membeku dan membentuk kerak samudera baru. Contoh lautan saat ini yang berada pada tahap awal pemekaran samudera baru adalah laut Merah. c. Tahap Ketiga Tahap ini terjadi ketika dasar samudera pada pinggiran benua tumbuh semakin tua. Lempengan lithosfer ditempat itu semakin tebal dan semakin padat. Akhirnya lithosfer 60
menjadi tidak stabil sedemikian rupa sehingga bagian ini tenggelam dan terbentuklah palung samudera serta proses subduksi mulai terjadi. d. Tahap Keempat Proses tumbukan palung samudera semakin mendekasi salah satu pinggiran benua, yaitu dekat kerak samudera yang paling tua, paling dingin dan tidak stabil. Ketika cekungan samudera di dekat benua semakin tua, bagian ini terus menunjam ke bawah benua. Proses penunjaman ini tidak merata sehingga ada diferensiasi penunjaman yang mengakibatkan terjadinya sesar normal pada perbatasan benua. Sesar normal ini terjadi pada zona-zona yang lemah sehingga berperanan dalam pembentukan palung samudera yang baru. e. Tahap Kelima Tahap ini terjadi jika kecepatan penunjaman lebih besar daripada kecepatan dasar samudera sehingga ukuran samudera semakin berkurang. Akhirnya punggung samudera itu sendiri mengalami penunjaman. Contoh yang terjadi saat ini adalah penunjaman punggung samudera di Pantai barat Amerika Utara. Sisa-sisa punggung samudera Juan de Fuca dan lempengan Pasifik. Bagian utara punggung samudera tersebut menunjam ke bawah palung samudera Aleutian. f. Tahap Keenam Setelah proses penunjaman punggung samudera berakhir maka lempengan samudera yang tersisa juga akan menunjam. Sehingga akhirnya terjadi tumbukan antar lempeng benua. Ini merupakan mekanisme utama terjadinya pembentukan pegunungan lipatan. Saat ini proses tumbukan benua terjadi pada sebagian besar perbatasan bagian selatan lempengan Eurasia. Proses pembentukan pegunungan yang disebabkan oleh tumbukan benua disebut proses orogenesis. Contoh hasil proses orogenesis yang terkenal adalah pegunungan Alpen (tumbukan antara lempengan benua Eurasia dan Afrika) dan pegunungan Himalaya (tumbukan antara lempengan benua Eurasia dan India).
61
BAB 6 GERAKAN ABSOLUT DAN GAYA – GAYA PADA LEMPENGAN TEKTONIK
6.1 Gerakan Absolut Lempeng Tektonik Gerakan absolut suatu lempeng sebenarnya adalah suatu gerakan relatif terhadap sebuah titik tetap imajiner. Mengacu kepada gerakan mantel bawah bumi yang jauh lebih lambat daripada gerakan lempeng tektonik dalam hal ini ialah hotspot Hotspot adalah salah satu bentuk aktivitas vulkanik intra- lempengan. Komposisi kimiawi material yang dierupsikan berbeda dengan yang dihasilkan oleh aktivitas vulkanik pada perbatasan lempeng. Deretan pulau - pulau vulkanik biasanya membentuk suatu garis lurus atau lengkung yang disebut sebagai rantai pulau – pulau vulkanik. Rantai pulau – pulau tersebut terbentuk pada saat lempeng lithosfer bergerak diatas hotspot. Hotspot diyakini sebagai mantle plume (semacam cerobong magma dari inti luar bumi yang menembus mantel bumi dan lithosfer) terlihat pada Gambar berikut ini.
Gambar 6.1 Berbagai permodelan mantle plume: A sebagai sumber pusat pemekaran (spreading center), B dan C sebagaisumber hotspot (Sumber:www.nature.com)
62
Gambar 6.2 Rantai pulau vulkanik: Hawaii–Emperor (Sumber: uhh.hawaii.edu)
Lempeng pasifik yang bergerak relatif terhadap hotspot Hawaii-Emperor menjadi lempeng acuan terhadap pergerakan lempeng disekitarnya. Hal ini dikarenakan gerakan relatif antar lempeng yang berdekatan lebih akurat dari pada gerakan lempeng terhadap hotspot. Hal tersebut disebabkan karena lebar jejak hotspot >100 km. Sedangkan lebar rata2sesar transform aktif <2 km, dan transisi antara anomali2magnetik berkisar ant 1 − 5 km. Terdapat 70 hotspot yang telah diketahui, 56 diantaranya sudah diberi nama.
Gambar 6.3 Peta hotspot dunia
63
Tabel 6.1 Nama – nama hotspot
Dalam kerangka acuan hotspot, gerakan lempeng adalah relatif thd hotspotyg diasumsikan sbg titik tetap di dlm mantel bawah.Jejak hotspottsb berupa rantai lurus pulau2vulkanik atau gunung laut. Ini mrpk jejak lintasan hotspotthd lempeng lithosfer yg melintas di atasnya. Sedangkan lintasan gerakan lempeng samudera thd hotspotdisebut grs aliran (flow line). Akan tetapi grs aliran ini tidak meninggalkan jejak- jejak fisik yg dpt ditemui di lapangan. Gambar 4. menunjukkan perbedaan antara jejak hotspot dan garis aliran. Agar dapat memanfaatkan jejak hotspot untuk menelusuri gerakan lempeng tektonik pd masa lampau, perlu diketahui umur rantai pulau - pulau samudera dan rantai gunung – gunung laut seperti yang telah diteliti di Hawaii.
Gambar 6.4 Pergeseran lempeng tektonik relatif terhadap hotspot di daerah Hawaii-Emperor
64
Lempeng benua umumnya bergerak lebih lambat dari pada lempeng samudera. lempeng yang lebih dari seperempat kelilingnya menunjam ke dalam zona subduksi, cenderung bergerak lebih cepat dari pada lempeng yang hanya sebagian kecil menunjam ke dalam zona subduksi. Sumber ketidak-pastian dalam penentuan gerakan absolut lempeng adalah penentuan gerakan jejak hotspot, asumsi tentang dinamika mantel dan gaya – gaya penggerak lempeng. Penelitian tentang gerakan absolut lempeng dapat tetap dikembangkan, meskipun ada beberapa ketidak-pastian. •Lempeng Pasifik dan India bergerak cepat, •Lempeng Amerika Utara dan Selatan bergerak lambat, •Lempeng Eurasia bergerak lebih lambat. Secara keseluruhan, ukuran dimensi dan kecepatan absolut berbagai lempeng tektonikdirangkum dlm Tabel 2. Sedangkan peta gerakan relatif global dapat dilihat pada gambar 5. Tabel 6.2 Ukuran Dimensi dan Kecepatan Absolut Lempeng Tektonik
65
Gambar 6.5 Peta gerakan relatif lempeng – lempeng dunia
6.2 Gaya – Gaya Pada Lempengan Tektonik
Gaya yang searah dengan arah gerakan lempeng disebut gaya penggerak (bisa berupa gaya dorong, gaya tarik atau gaya hisap) dan diberi simbol F (force). Sedangkan Gaya yang berlawanan arah dengan gerakan lempeng dinamakan hambatan atau penghambat dan diberi simbol R (resistance).
Gambar 6.6 Gaya – gaya yang bekerja pada lempeng lithosfer. F= gaya penggerak, R= gaya penghambat (Sumber: openlearn.open.ac.uk).
6.2.1 Gaya – gaya yang bekerja di bawah Lempeng Lithosfer 1. Gaya penggerak samudera (ocean driving force= FDO) adalah gaya yang mengakibatkan lempeng lithosfer bergerak terbawa oleh gerakan asthenosfer yang lebih cepat. Gaya penggerak samudera ini memfasilitasi bergeraknya lempeng samudera tersebut. 66
2. Hambatan geser samudera (ocean drag resistance= RDO) adalah gaya hambat pada permukaan bawah lempeng samudera, yang terjadi karena asthenosfer bergerak lebih lambat dari atau berlawanan dengan gerakan lithosfer. Gaya hambatan geser samudera ini menghambat gerakan lempeng samudera tersebut. 3. Hambatan geser benua (continental drag resistance= RDC) adalah gaya penghambat pada batas bawah lempengan benua adalah jumlah dari hambatan geser samudera dan hambatan geser benua (RDO+RDC). Hambatan terhadap gerakan di bawah lempengan benua adalah lebih besar dari pada yang di bawah lempengan samudera. 6.2.2 Gaya – Gaya yang Bekerja pada Perbatasan Lempeng
1.
Hambatan sesar transform (transform fault resistance= RTF). RTF adalah gaya – gaya di sekitar punggung samudera, pada sesar transform tempat lempeng – lempeng saling bergesekan mendatar satu terhadap yang lain. Gaya tersebut merupakan penghambat gerakan sehingga menghasilkan gempa-gempa dengan ukuran relatif kecil.
6.2.3 Gaya – Gaya yang Bekerja pada Perbatasan Divergen
1.
Gayadorong punggung samudera (ridgepush force= FRP) adalah gaya – gaya yang bekerja di sekitar punggung samudera, tempat lempeng samudera mengalami gaya yang arahnya menjauhi punggung samudera. Material panas yang bergerak ke atas (upwelling) menimbulkan suatu efek apungan yang menghasilkan punggung samudera sehingga menonjol dengan ketinggian 2–3 km dari dasar samudera di sekitarnya. FRP mrpk gaya gravitasi yang bekerja pada lereng punggung samuderaaini.
2.
Hambatan punggung samudera (ridgeresistance= RR) adalah gaya gesek yang bekerja pada punggung samudera dengan arah berlawanan dengan gaya dorong punggung samudera tersebut. Terjadinya gempa – gempa dangkal akibat retaknya lempeng samudera yang relatif baru terbentuk mengindikasikan bahwa ada gaya gesek yang bekerja pada punggung samudera.
67
6.2.4 Gaya – Gaya yang Bekerja pada Perbatasan Subduksi
1. Gaya apung negatif (negative buoyancy force=FNB) adalah gaya gravitasi yang menarik keseluruhan lempeng samudera sehingga bergerak menunjam kebawah. 2.
Gaya tarik slab (slabpull force= FSP) adalah komponen FNB yg ditransmisikan ke dalam lempeng. Besarnya FSP bergantung pada sudut penunjaman lempeng, semakin semakin curam sudutnya maka akan semakin besar gayanya dan gayanya semakin kecil jika sudutnya semakin landai.
3.
Gaya hambatan slab (slab resistance= RS) adalah gabungan gaya - gaya yang menghambat penunmjaman slab pada permukaan atas dan bawah lempeng serta hambatan viskositas dari kekentalan material mantel yang ditembusnya.
4.
Gaya hambatan tekuk (bending resistance=RB) adalah gaya hambatan yang terjadi karena gerakan penunjaman lempeng samudera harus menekuk ke bawah palung samudera sebelum menunjam ke bawah lempeng benua yang ada didepannya.
5.
Gaya hambatan lempeng penahan (overridingplate resistance= RO) adalah gabungan gaya - gaya gesek yang secara kolektif terjadi karena ada dorongan dari lempeng yang menunjam terhadap lempeng penahan. Gaya gesek gabungan ini menjadi sumber terjadinya gempa- gempa dangkal dan dalam pada zona subduksi.
6.
Gaya hisap palung samudera (trench suction force= FSU) adalah gaya yang bekerja pada lempeng penahan. Gaya ini mirip dengan gaya penggerak samudera (FDO) karena disebabkan induksi konveksi pada material mantel di atas lempeng yang menunjam. FSU berfungsi sebagai penarik lempeng ke bawah palung samudera. Material mantel yang mendingin menyusut volumenya sehingga menghisap permukaan atas lempeng yang menunjam dan memperlancar gerakan penunjaman lempeng tersebut.
7. Hambatan tumbukan (collisional resistance= RCR) adalah hambatan yang tejadi akibat tumbukan antar lempeng dan proses deformasi yang terjadi akibat tumbukan tersebut. Gaya ini bekerja pada arah yang berlawanan di dalam masing-masing lempeng yang berhadapan, tetapi besarnya sama.
Jika gaya dorong punggung samudera (FRP) dianggap dominan, maka lempeng yang bergerak paling cepat adalah yang memiliki batas punggung samudera paling panjang. Jika gaya tarik slab (FSP) dianggap dominan, maka lempeng yang bergerak paling cepat adalah 68
yang memiliki batas palung samudera paling panjang. Jika dianggap gaya hisap palung samudera (FSU) yang paling dominan, maka lempeng yang memiliki palung samudera paling panjang akan bergerak paling cepat. Jika dianggap gaya hambatan sesar transform (RTF) yang paling dominan, maka lempeng yang memiliki sesar transform paling panjang akan bergerak paling lambat. Gaya hambatan geser samudera (RDO) dan hambatan geser benua (RDC) besarnya sebanding dengan luasnya lempeng, karena gaya – gaya hambat tersebut bekerja pada keseluruan luas perbatasan bawah lempeng lithosfer (batasan antara lithosfer dan asthenosfer). Pada kenyataannya, dari hasil pengukuran kecepatan absolut lempeng, kesebandingan tersebut tidak selamanya berlaku. Namun demikian, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Gaya tarik slab (FSP) merupakan gaya penggerak lempeng yang paling dominan. 2. Hanya ada korelasi lemah antara panjangnya punggung samudera dengan kecepatan gerakan lempeng. Namun demikian, gaya dorong punggung samudera (FRP) tetap mempunyai kontribusi penting terhadap gerakan lempeng. 3. Hambatan geser benua (RDC) merupakan gaya penghambat utama gerakan lempeng. 4. Gaya tarik slab (FSP) dan gaya dorong punggung samudera (FRP) sebenarnya merupakan konsekuensi dari perbedaan densitas dan gaya tarik gravitasi, bukan merupakan dampak langsung dari arus konveksi mantel.
69
BAB 7 TEGANGAN DALAM LEMPENGAN TEKTONIK
7.1 PENDAHULUAN Tegangan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada setiap satu satuan luas permukaan. Oleh karena itu, tegangan pada lempengan tektonik terjadi karena adanya gaya-gaya yang bekerja di dalam lempengan tektonik. Gaya-gaya ini terdiri atas gaya badan dan gaya permukaan. Contoh gaya badan adalah gaya gravitasi bumi, sedangkan contoh gaya permukaan adalah gaya gesek yang bekerja pada bidang batas antara dua permukaan lempeng tektonik. Dalam pembahasan materi kali ini akan dibahas mengenai tegangan pada lempengan tektonik dengan beberapa contoh model yang sederhana, misalnya: blok kerak benua yang mengapung di atas mantel bumi, blok kerak benua yang berada di antara blok kerak samudera bersama air lautnya mengapung di atas mantel bumi. Selain itu juga dibahas masalah tegangan untuk model sederhana pada kerak benua yang telah mengalami deformasi, yaitu cekungan sedimen dan jalur pegunungan. Selanjutnya juga dibahas mengenai tegangan normal pada bidang vertikal dengan mengambil contoh model sesar mendatar dan tegangan geser pada bidang vertikal dengan mengambil contoh model sesar naik dengan sudut landai. Tegangan dalam benda padat elastik mengakibatkan regangan atau deformasi. Contoh paling sederhana adalah pengurangan volume benda padat pada saat terjadi peningkatan tekanan akibat adanya kompresibilitas. Regangan normal (normal strain) didefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan panjang benda padat dengan panjang aslinya. Sedangkan regangan geser (shear strain)
didefinisikan sebagai setengah
pengurangan ukuran benda padat dalam arah tegak lurus ketika mengalami deformasi. Permukaan bumi selalu mengalami regangan akibat proses-proses tektonik. Perubahan regangan ini dapat diukur dengan teknik-teknik geodesi.
7.2 GAYA BADAN DAN GAYA PERMUKAAN Gaya badan adalah gaya yang bekerja pada keseluruhan volume benda padat. Besarnya gaya badan yang bekerja pada suatu elemen volume adalah sebanding dengan volume atau massa elemen tersebut. Contoh gaya badan adalah gaya tarik gravitasi bumi. 70
Gaya tarik gravitasi per satuan volume = ρ.g (ρ = densitas benda padat, g = percepatan gravitasi bumi). Gaya gravitasi mengakibatkan bertambahnya tekanan terhadap kedalaman di bumi sehingga batuan harus menyangga berat overburden adalah berat yang ditimbulkan oleh suatu kolom vertikal batuan dari kedalaman tertentu hingga ke permukaan bumi. Gaya permukaan adalah gaya yang bekerja pada permukaan yang membatasi volume suatu elemen. Gaya ini timbul karena interaksi gaya-gaya antar atom yang dilakukan oleh material pada suatu sisi permukaan terhadap material pada permukaan yang ada di hadapannya. Besarnya gaya permukaan sebanding dengan luas permukaan tempat gaya tersebut bekerja. Besarnya gaya juga bergantung pada orientasi permukaannya. Sebagai contoh akan dihitung gaya-gaya yang bekerja pada dasar kolom batuan dengan kedalaman y di bawah permukaan untuk menyangga berat kolom tersebut, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 7.1 Gaya badan dan gaya permukaan yang bekerja pada sebuah kolom vertikal batuan
Gaya gravitasi mengakibatkan bertambahnya tekanan terhadap kedalaman di bumi sehingga batuan harus menyangga berat overburden yang meningkat terhadap kedalaman. Berat kolom batuan dengan luas penampang lintang δA dan panjang y adalah ρ.g.y.δA. Berat ini harus diimbangi oleh gaya permukaan ke atas σyy yang didistribusikan pada permukaan horizontal dengan luas δA pada kedalaman y. Dalam hal ini dianggap tidak ada gaya yang bekerja pada permukaan lateral (memanjang) kolom dan densitas (ρ) dianggap konstan sepanjang kolom vertikal tersebut. Jadi σyy adalah gaya permukaan per satuan luas yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan 71
horizontal. Resultante gaya-gaya dalam kolom batuan harus sama dengan nol karena kolom dalam keadaan setimbang, maka σyy.δA = ρ.g.y.δA, sehingga:
yy
.g.y
…1)
Ini berarti gaya normal per satuan luas pada bidang-bidang horizontal bertambah secara linear sesuai dengan pertambahan kedalaman. Tegangan normal yang disebabkan oleh berat batuan yang ada di atas bidang horizontal tertentu (overburden) disebut tegangan lithostatik atau tekanan. Contoh: Tentukan besarnya tegangan lithostatik pada bidang horizontal yang terletak di dasar kerak benua, jika diasumsikan ketebalan kerak benua = 35 km dan densitas rata-ratanya 2750 kg/m3. Penyelesaian: σyy = ρ.g.y = (2750 kg/m3). (10 m/s2). (3,5 .104 m) = 9,625 . 108 Pa = 962,5 Mpa. Satuan tegangan lithostatik dalam Sistem Internasional (SI): Pascal (Pa). Tegangan di dalam bumi biasanya dinyatakan dalam satuan MegaPascal (MPa) = 106 Pa. Jika kerak benua dianggap sebagai suatu blok massa yang mengapung di atas mantel (ρm=3300 kg/m3) maka ketinggian kerak benua yang menonjol di atas mantel dapat dihitung sebagai berikut (Gambar 2).
Gambar 7.2 Blok kerak benua “mengapung” di atas mantel yang dapat dianggap bersifat seperti fluida
yy c .g.h m.g.b c .h m .b
…2)
Ketingggian kerak benua yang menonjol di atas mantel:
…3)
72
h b 35(1
2750 3300
) 5,8km
Hasil ini mendekati kedalaman samudera relatif terhadap benua. Namun kontribusi air laut dan kerak samudera belum diperhitungkan. Model yang lebih realistis diperlihatkan pada Gambar 3.
Gambar 7.3 Isostasi kerak benua relatif terhadap cekungan samudera
Penerapan kesetimbangan hidrostatis pada media batuan disebut prinsip isostasi. Penerapan prinsip isostasi pada dasar kerak benua dengan mengacu diagram pada Gambar 3 di atas menghasilkan:
cc .hcc w.hw oc.hoc m.(hcc hw hoc )
…4)
Dari persamaan tersebut diperoleh kedalaman cekungan samudera relatif terhadap benua:
…5) Jika hcc = 35 km, hoc = 6 km, ρm = 3300 kg/m3, ρw = 1000 kg/m3, ρcc = 2800 kg/m3, dan ρoc=2900 kg/m3 maka hw = 6,6 km.
1.
Cekungan Sedimen Menurunnya permukaan kerak benua sering berakibat terjadinya cekungan sedimen (sedimentary basin). Diasumsikan mula-mula kerak benua rata dengan permukaan samudera, kemudian terjadi penurunan atau subsidensi. Bagian yang turun ini kemudian diisi dengan endapan sedimen sehingga permukannya kembali rata dengan permukaan samudera. Salah satu sebab terjadinya subsidensi adalah proses penipisan 73
kerak benua oleh tarikan lateral. Karena kerak benua menipis, proses isostasi mengakibatkan permukaannya menurun sehingga mantel bumi naik setempat. Model sederhana proses subsidensi yang berakibat terjadinya cekungan sedimen diperihatkan pada Gambar 4.
Gambar 7.4 Ilustrasi model tarikan kerak benua yang meng-akibatkan terjadi-nya cekungan sedimen. a) Sebelum proses tarikan. b) Sesudah proses tarikan.
Suatu bagian kerak benua yang mula-mula lebarnya wo mengalami proses tarikan sehingga lebarnya menjadi wb. Faktor tarikan didefinisikan sebagai:
…6) Untuk mempertahankan volume kerak benua yang mengalami tarikan tersebut, diasumsikan densitas kerak benua adalah konstan, sehingga berlaku persamaan volume:
wb .hcb wo .hcc
…7)
hcc = ketebalan kerak benua sebelum mengalami proses tarikan hcb = ketebalan kerak benua setelah mengalami proses tarikan Maka
74
….8)
Kemudian cekungan tersebut diisi oleh sedimen dengan densitas ρs (ρs < ρcc) hingga rata dengan permukaan samudera. Ketebalan sedimen tersebut adalah hsb dan batas bawah lapisan sedimen dinamakan basement. Dengan menerapkan prinsip isostasi yang mengacu pada bidang dasar kerak benua, maka diperoleh:
cc .hcc s .hsb cc .hcb m.hcc hsb hcb
…9)
Dengan mengombinasikan persm. (8) dan (9), maka diperoleh ketebalan cekungan sedimen sebagai fungsi faktor tarikan (α):
…10) Ketebalan cekungan sedimen (hsb) sebagai fungsi faktor tarikan (α) berupa garis hiperbola. untuk hcc = 35 km, ρm = 3300 kg/m3, ρcc = 2800 kg/m3,ρs = 2500 kg/m3, maka ketebalan sedimen hsb adalah:
Dengan demikian, ketebalan maksimum sedimen untuk faktor tarikan α = ∞ adalah hsb=22 km (lihat Gambar 5).
75
Gambar 7.5 Ketebalan cekungan sedimen sebagai fungsi faktor tarikan α
2.
Jalur Pegunungan Kebalikan proses pembentukan cekungan sedimen adalah proses pembentukan jalur pegunungan (mountain belt). Dalam proses pembentukan jalur pegunungan yang berpengaruh adalah tegangan tekan atau kompresi. Suatu segmen kerak benua yang lebarnya mula-mula w0, setelah mendapat tegangan kompresi lebarnya berkurang menjadi wmb dan terbentuk jalur pegunungan dengan ketinggian h dan akar pegunungan (mountain root) dengan kedalaman b. Diagram pembentukan jalur pegunungan diperlihatkan pada Gambar 6. Faktor kompresi didefinisikan sebagai:
…11) Dengan asumsi densitas konstan, maka persamaan volume kerak benua sebelum dan sesudah tegangan kompresi dapat dinyatakan sebagai:
w0.hcc wmb .(h hcc b) Dengan menggunakan definisi faktor kompresi β, maka diperoleh:
Ketinggian jalur pegunungan h dan kedalaman akar pegunungan b dapat dinyatakan sebagai: h ( 1).hcc b b ( 1).hcc h
76
Gambar 7.6 Diagram model kompresi kerak benua yang menghasilkan bentuk jalur pegunungan dengan ketinggian h dan akar pegunungan dengan kedalaman b.
Dengan penerapan prinsip isostasi yang mengacu pada bidang dasar kerak benua, maka diperoleh:
cc .(h hcc b) cc .hcc m.b Sehingga
Dengan subtitusi harga b ( 1).hcch maka diperoleh ketinggian jalur pegunungan h sebagai berikut:
…12) Jika diasumsikan faktor kompresi β = 2, hcc = 35 km,ρm = 3300 kg/m3, ρcc=2800kg/m3, maka ketinggian jalur pegunungan h dan kedalaman akar pegunungan b adalah:
77
7.3 TEGANGAN NORMAL PADA BIDANG VERTIKAL Seperti halnya gaya permukaan normal per satuan luas pada bidang horizontal di dalam bumi, maka ada juga gaya permukaan normal per satuan luas pada bidang vertikal di dalam bumi. Gaya ini mengakibatkan adanya tegangan normal pada bidang vertikal di dalam bumi, seperti diperlihatkan pada Gambar 7. Komponen tegangan normal horizontal σxx dan σzz dapat mencakup gaya-gaya tektonik pada skala besar. Pada umumnya σxx ≠ σyy ≠ σzz. Penamaan tegangan berdasarkan indeksnya ialah sebagai berikut:
Gambar 7.7 Gaya-gaya horizontal yang bekerja pada bidang vertikal.
Pada lapisan yang dalam, sebagian besar batuan mengalami pemanasan yang tinggi sehingga menjadi lembek, maka ketiga tegangan tersebut menjadi sama besarnya dan sama dengan berat overburden. Sehingga dapat ditulis: …13) pL : tekanan lithostatik Jika ketiga tegangan tersebut sama, maka secara fisis artinya sama dengan tekanan. Kesetimbangan antara tekanan dan berat overburden disebut keadaan lithostatis tegangan. Keadaan lithostatis tegangan ekivalen dengan keadaan hidrostatis tegangan dalam fluida yang tidak bergerak. Gaya tekan diteruskan ke semua arah dengan sama rata dan besarnya tekanan meningkat sebanding dengan kedalaman. Kesetimbangan gaya-gaya pada sebuah blok kerak benua dapat dirangkum seperti pada Gambar 8.
78
Gambar 7.8 Kesetimbangan gaya-gaya pada sebuah blok kerak benua
Akan dibuktikan bahwa blok kerak benua seperti ditunjukkan pada Gambar tersebut tidak dapat terwujud hanya dari kesetimbangan lithosatis dari tegangan saja. Ada suatu gaya horizontal Fm yang bekerja pada ujung blok. Diasumsikan gaya ini disebabkan oleh tekanan lithostatis di dalam mantel dengan densitas ρm. Distribusi vertikal tekanan lithostatik terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 9. Gaya horizontal Fm pada bidang dasar kerak benua diperoleh dengan mengintegrasikan tekanan lithostatik pada persamaan (13):
…14)
Gambar 7.9 Luas yang dibentuk oleh profil tegangan vs kedalaman adalah sebanding dengan gaya horizontal total pada bidang vertikal.
79
Gaya ini dihitung per satuan lebar blok lempeng sehingga dimensinya adalah gaya per satuan panjang. Gaya total per satuan lebar sebanding dengan luas area yang dibatasi oleh profil distribusi tekanan seperti diperlihatkan pada Gambar 9. Selanjutnya akan dihitung besarnya gaya horizontal per satuan lebar yang bekerja pada penampang lintang tertentu blok lempeng benua, Fc. Diasumsikan bahwa tegangan normal horizontal yang bekerja pada lempeng benua σxx terdiri atas dua bagian: kontribusi lithostatik (ρc.g.y) dan kontribusi tektonik yang konstan (∆σxx). …15) Kontribusi tektonik Δσxx juga disebut sebagai tegangan deviatorik. Gaya horizontal Fc diperoleh dengan mengintegrasikan tegangan normal horizontal:
…16) Untuk mempertahankan kesetimbangan statis, kedua gaya Fc dan Fm harus sama besarnya.
Karena ρc.h = ρm.b maka:
…17) Ada suatu tegangan tarik (tensile stress) horizontal yang diperlukan untuk mempertahankan keutuhan bentuk blok lempeng benua. Tegangan tarik horizontal ini adalah gaya per satuan luas yang bekerja pada bidang vertikal dan cenderung untuk menarik bidang tersebut. Sedangkan tegangan tekan (compressive stress) adalah gaya normal per satuan luas yang cenderung untuk mendorong bidang tersebut. Geodinamika mengikuti literatur geologi dimana tegangan tekan adalah positif dan tegangan tarik adalah negatif. Ini berlawanan dengan literatur fisika yang dalam teori elastisitas menyatakan tegangan tarik adalah positif dan tegangan tekan adalah negatif.
80
Contoh soal: Dengan menggunakan model sederhana blok lempeng benua seperti pada Gambar 2. Hitunglah besarnya tegangan deviatorik, jika diasumsikan h = 35 km, ρm= 3300 kg/m3, ρc=2750 kg/m3, g = 10 m/s2. Penyelesaian:
(Harga tegangan deviatorik di lempeng benua berkisar antara 10 – 100 MPa) Jika air laut dan kerak samudera juga dipertimbangkan, maka model yang lebih realistik ditunjukkan seperti Gambar 3. Dalam model ini, tekanan sebagai fungsi kedalaman di blok lempeng benua adalah: …18) Tekanan sebagai fungsi kedalaman di bawah samudera: …19a) …19b) …19c) Besarnya perbedaan gaya tekan lithostatik antara kerak benua dan kerak samudera (F = Fc – Fo) diperoleh dengan mengintegrasikan tekanan lithostatik sepanjang kedalaman yang sama dengan ketebalan kerak benua.
Hasilnya F = Fc – Fo:
81
…20)
7.4 TEGANGAN GESER PADA BIDANG VERTIKAL Gaya-gaya permukaan dapat bekerja sejajar atau tegak lurus permukaan. Contoh: gayagaya yang bekerja pada eleman luas δA yang terletak pada bidang sesar mendatar seperti terlihat pada Gambar 10. Gaya kompresi (tekan) normal σxx.δA yang bekerja pada permukaan bidang sesar adalah konsekuensi dari berat overburden dan gaya tektonik yang cenderung menekan kedua sisi bidang sesar agar menyatu. Gaya tangensial atau gaya geser yang bekerja pada elemen luas tersebut adalah σxz.δA. Gaya geser tersebut melawan gaya tektonik yang menggerakkan sesar mendatar mengiri atau sinistral. Gaya geser ini akibat dari hambatan gesek pada permukaan sesar. Sedangkan σxz adalah gaya permukaan tangensial per satuan luas atau dikenal dengan nama tegangan geser (shear stress).
Gambar 7.10 Gaya permukaan normal dan tangensial pada sebuah elemen luas yang terletak pada suatu bid sesar mendatar.
Penamaan gaya geser adalah dengan dua indeks, indeks pertama menyatakan arah normal elemen luas dan indeks kedua menyatakan arah gaya geser:
Contoh gaya hambatan yang disebabkan oleh tegangan geser adalah gaya emplasemen (tempat dudukan) sesar naik. Dalam suatu zona tumbukan lempeng benua, suatu lapisan batuan kristalin mengalami gerakan sesar naik dengan sudut landai terhadap batuan kontinen di sekitarnya. Proses ini diperlihatkan pada Gambar 11. Lapisan yang naik terdorong dari kiri oleh
82
gaya tektonik horizontal FT. Dengan mengabaikan pengaruh gravitasi, maka gaya tektonik total horizontal FT yang disebabkan oleh tekanan tektonik horizontal ∆σxx adalah: …21) Dengan: h = ketebalan lapisan FT = gaya tangensial per satuan lebar lapisan Gaya penggerak tektonik ini dihambat oleh tegangan geser σyx yang bekerja pada bidang dasar lapisan yang mengalami gerakan naik. Gaya hambatan total per satuan lebar adalah FR, yaitu: …22) Dengan: L = panjang lapisan yang mengalami gerakan naik
Gambar 7.11 Gaya normal dan tangensial yang bekerja pada suatu massa batuan yang tergeser kekanan dalam suatu sesar naik dengan sudut landai
Seperti pada umumnya hambatan gesek, tegangan geser yang menghambat gerakan suatu permukaan terhadap permukaan lainnya adalah sebanding dengan tegangan normal yang menekan kedua permukaan tersebut. …23) Dengan: σyy = tegangan normal vertikal yang bekerja pada bid dasar lapisan yang menglami gerakan naik f = konstanta kesebandingan yang disebut koefisien gesek Berdasarkan asumsi kesetimbangan lithostatis, maka: …24)
83
Karena gaya penggerak tektonik FT (Persamaan 21) sama dengan FR (Persamaan 22), maka: …25) Tegangan tektonik tersebut diperlukan untuk menempatkan lapisan batuan sepanjang L tersebut agar mengalami gerakan naik pada sesar naik dengan sudut landai. Contoh soal: Untuk kasus sesar naik dengan sudut landai, misalnya dipilih harga tegangan tektonik Δσxx = 100 MPa dan diasumsikan bahwa lapisan dengan panjang L = 100 km, densitas ρc = 2750 kg/m3 mengalami sesar naik, hitung besarnya koefisien gesek. Jawab: Dari rumus pada Persamaan 25, maka koefisien gesek f dapat dinyatakan sebagai:
Ternyata koefisien geseknya relatif kecil. Jadi adanya lapisan panjang yang mengalami sesar naik landai menunjukkan harga koefisien gesek yang kecil. 7.5 TEGANGAN DALAM DUA DIMENSI (2-D) Untuk membahas tegangan (stress) dalam 2-Dimensi (2-D), ditinjau suatu elemen balok kecil dengan sisi2 δx, δy dan δz dalam sistem koordinat kartesian xyz yang diasumsikan: 1. Tidak ada gaya permukaan dalam arah z 2. Gaya permukaan yang ada tidak bervariasi dalam arah z Tegangan normal: σxx dan σyy dan tegangan geser: σxy dan σyx. Indeks pertama menyatakan arah normal elemen luas tempat gaya bekerja dan indeks kedua menyatakan arah gaya.
84
Gambar 7.12 Gaya-gaya permukaan yang bekerja pada elemen balok dalam sistem tegangan 2-D
Tegangan geser σxy dan σyx terkait dengan gaya-gaya yang cenderung memutar balok dengan poros sumbu z. Momen putar yang searah jarum jam: σxy δxδyδz. Momen putar yang berlawanan arah jarum jam: σyx δxδyδz . Karena elemen balok dalam keadaan setimbang:
Maka tegangan geser adalah simetris harganya tidak bergantung pada urutan indeksnya. Ada 3 komponen tegangan independen σxx, σyy dan σxy yang diperlukan untuk menentukan status tegangan 2-D. Status tegangan tersebut bergantung pada orientasi sistem koordinat yang digunakan. Jika sistem koordinat xy diputar dengan sudut θ pada arah berlawanan jarum jam sehingga diperoleh sistem koordinat baru x’y’, komponen tegangan independennya berubah menjadi σx’x’ , σy’y’ dan σx’y’ . Hubungan antara status tegangan lama dan baru dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
85
Gambar 7.13 Transformasi tegangan dari sistem koordinat xy ke x’y’. (a) Ilustrasi rotasi sistem koordinat. (b) Elemen Δ OAB yang selalu dalam kesetimbangan gaya statis.
Untuk menghitung komponen-komponen tegangan dalam sistem koordinat yang baru, ditinjau kesetimbangan gaya statis pada elemen ΔOAB. Sisi-sisi Δ ini terletak pada arah x, y dan y’. 1. Kesetimbangan gaya-gaya pada arah y: Gaya pada arah y dalam sisi AO = σyy AO Gaya pada arah y dalam sisi OB = σxy OB Gaya pada arah y dalam sisi AB = - σx’x’ AB sin θ - σx’y’ AB cos θ Jumlah ketiga gaya tersebut = 0, karena Δ OAB setimbang.
…26) 2. Kesetimbangan gaya-gaya pada arah x: Gaya pada arah x dalam sisi AO = σyx AO Gaya pada arah x dalam sisi OB = σxx OB Gaya pada arah x dalam sisi AB = - σx’x’ AB cos θ + σx’y’ AB sin θ Jumlah ketiga gaya tersebut = 0, karena Δ OAB setimbang. Maka diperoleh: (σx’x’ cos θ + σx’y’ sin θ) AB = σyx AO + σxx OB 86
Dalam ΔOAB berlaku hubungan sin θ dan cos θ seperti sebelumnya, sehingga: …27) Jika (Persamaan 26) × sin θ + (Persamaan 27) × cos θ, maka
x'x' cos2 sin2 xx cos2 yy sin2 xy sin cos yx sin cos …28) Jika (Persamaan 26) × cos θ - (Persamaan 27) × sin θ, maka
x'x' sin2 cos2 yy sin cos xy cos2 xx sin cos yx sin2 …29) 7.6 TEGANGAN DALAM TIGA DIMENSI (3-D) Untuk kasus tegangan dalam 3 dimensi (3-D), perlu ditambahkan komponen tegangan lagi untuk menghasilkan gaya permukaan per satuan luas pada permukaan dengan orientasi sembarang. Gambar berikut ini memperlihatkan gaya-gaya per satuan luas (tegangan) pada sisi-sisi balok kecil dalam sistem koordinat karesian xyz. Ada 9 komponen tegangan yang diperlukan untuk menjelaskan gaya-gaya permukaan per satuan luas pada sisi-sisi elemen balok tersebut. Tegangan normal: σxx, σyy dan σzz. Tegangan geser: σxy, σyx, σxz, σzx, σyz dan σzy.
Gambar 7.14 Komponen-komponen tegangan pada sisi-sisi elemen balok dalam sistem koordinat kartesian.
Karena balok tersebut tidak berotasi terhadap sumbu manapun, maka berlaku sifat simetri 87
tegangan geser: σxy = σyx, σxz =σzx, dan σyz = σzy. Hanya ada 6 komponen tegangan yang independen. Transformasi koordinat ke sumbu utama juga dapat dilakukan dalam 3-D. Selalu dapat dipilih tiga sumbu ortogonal sedemikian rupa sehingga semua komponen tegangan gesernya adalah nol. Tegangan normal pada bidang-bidang yang tegak lurus sumbu ortogonal tersebut dinamakan tegangan utama, dan ditulis sebagai σ1, σ2 dan σ3. Secara kesepakatan, harganya dipilih sehingga σ1 ≥ σ2 ≥ σ3: σ1 = tegangan utama maksimum σ2 = tegangan utama menengah σ3 = tegangan utama minimum Status tegangan pada suatu titik dalam zat padat dapat dinyatakan dengan σxx, σ yy, σzz, σxy, σxz, dan σyz atau dengan orientasi sumbu-sumbu utama dan harga-harga tegangan utama. Dua atau bahkan tiga tegangan utama dapat bernilai sama. Jika ketiga tegangan utama bernilai sama, maka status tegangannya disebut isotropik dan ketiga tegangan utama tersebut dinamakan tekanan (p), maka: p = σ1 = σ2 = σ3. Untuk status isotropik, dalam sistem koordinat apapun, tegangan normal selalu = tekanan. Sembarang tiga sumbu ortogonal dapat berfungsi sebagai sistem koordinat sumbu utama. Contoh yang mudah ditemui adalah status tegangan hidrostatis. Status tegangan lithostatis mirip dengan status tegangan hidrostatis, tetapi nilai tegangannya bertambah sebanding dengan kedalaman dan nilainya ditentukan oleh densitas batuan. Jika ketiga tegangan utama tidak sama, maka besarnya tekanan didefinisikan sebagai harga rata-rata tegangan utama: …30) Karena tekanan tidak berubah terhadap pemilihan sistem koordinat atau orientasi sumbu koordinat, maka tekanan juga = rata-rata tegangan normal dalam sistem koordinat apapun. …31) Tegangan normal adalah positif untuk kompresi dan negatif untuk tensi. Tegangan memiliki tanda yang sama dengan tekanan. Tegangan deviatorik (σ‘) di dalam bumi didefinisikan sebagai selisih antara tegangan normal dengan tegangan rata-rata.
88
…32) Berdasarkan definisi di atas, nilai rata-rata tegangan deviatorik adalah nol. Tegangan utama deviatorik (σ‘) di dalam bumi didefinisikan sebagai selisih antara tegangan utama dengan tegangan rata-rata. …33) Berdasarkan definisi di atas, nilai rata-rata tegangan utama deviatorik adalah nol. Seperti halnya tegangan dalam 2-D, untuk tegangan dalam 3-D juga dapat dipilih orientasi bidang sedemikian rupa sehingga tegangan gesernya maksimum. Arah normal bidang ini merupakan garis-bagi sudut antara tegangan utama maksimum dan minimum. Harga terbesar yang dapat dicapai oleh tegangan geser adalah ½(σ1 – σ3). …34)
89