1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya yang sengaja direncanakan oleh pihak yang terkait (baik pemerintah maupun masyarakat) guna mengembangkan potensi manusia untuk meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi kehidupan. Pendidikan di Indonesia dikategorikan dalam 4 tahap, yaitu pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dari keempat tahap ini, pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah pendidikan yang penting dan sebagai pondasi bagi pendidikan selanjutnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut” (pasal 1, butir 14). PAUD sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, mempunyai kelompok sasaran anak usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas
1
2
perkembangan (golden age atau golden moment). Di samping itu, pada usia ini anak-anak masih sangat rentan, dan apabila penanganannya tidak tepat
justru
dapat
merugikan
anak
tersebut.
Oleh
karena
itu
penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahaptahap perkembangan anak. PAUD tidak dimaksudkan untuk mencuri start apa yang seharusnya diperoleh anak pada jenjang pendidikan dasar, melainkan untuk memberikan fasilitasi pendidikan yang sesuai bagi anak agar mereka memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosional, dalam rangka memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD menjadi bagian yang penting untuk dikaji karena kualitas hidup sumber daya manusia Indonesia mendatang ditentukan oleh anak-anak saat ini, sehingga anak-anak patut mendapat perhatian yang khusus untuk menanamkan budi pekerti yang baik sejak dini. Namun demikian, The World Bank melalui World Development Indivators (2004) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang angka partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terendah di ASEAN yaitu sekitar 20%.1 Direktur PAUD Direktorat Jenderal Pendidilan Luar Sekolah (Ditjen PLS) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Gutama mengakui bahwa angka partisipasi PAUD di Indonesia rendah.
dalam Laporan Review Kebijakan : Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini di Indonesia (2005), UNESCO.
1
2
3
“Di Indonesia masih di bawah 20, padahal di negara dengan penghasilan rendah telah mencapai 24. Di negara-negara ASEAN, Indonesia juga masih di bawah. Vietnam misalnya 43, Filipina 33, Thailand 86 serta Malaysia 89," kata Gutama saat diskusi Problem Pendidikan di Indonesia, di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (8/7). 2 Menurut Gutama, di Indonesia tahun 2005 tercatat ada 28 juta anak usia 0-6 tahun. Jumlah anak usia PAUD yakni 2-4 tahun mencapai 11,8 juta. Dari jumlah tersebut, yang ikut PAUD baru sekitar 10,10.3 Gambar 1.1 Grafik Perbandingan Angka Partisipasi PAUD 2001-2002
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
79 20
24
26
27
33
40
40
86
89
90
43
Sumber : World Development Indicator (2004), The World Bank dalam Laporan Review Kebijakan : Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini (2005) UNESCO
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi kasar di Indonesia dalam pendidikan anak usia dini sebesar 20% pada tahun 2001-2002, masih tertinggal dari banyak negara-negara yang sedang Dharmawan, Liliek. 10 Juli 2006. “Partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini RI salah Satu Terendah di Dunia”. Media Indonesia 3 Ibid. 2
3
4
berkembang lainnya seperti India dan Vietnam GDPnya perkapita lebih rendah dari Indonesia menunjukkan tingkat partisipasinya 26% dan 43% pada saat yang sama. Di tingkat ASEAN, angka partisipasi Indonesia juga masih tertinggal jauh dari negara Filipina, Vietnam, dan Thailand, dan Malaysia yang masing-masing memiliki 33%, 43%, 86%, dan 89%. Pada tingkat global negara-negara yang pendapatannya rendah rata-rata partisipasinya 24%, masih lebih tinggi dari Indonesia yang 20%. Kemudian
pemerintah
menetapkan
pemerataan
akses
dan
pengembangan kualitas layanan pendidikan anak usia dini sebagai suatu prioritas pembangunan dalam rencana strategis pendidikan nasional. Penetapan ini dilakukan salah satunya untuk menjawab kondisi yang ada, dimana 99% dari layanan PAUD masih disediakan oleh sektor swasta dan untuk melayani anak-anak dari dari keluarga dengan penghasilan tinggi di perkotaan (UNESCO, 2003)4. Mengharapkan sektor swasta untuk dapat menjangkau layanan PAUD, khususnya di pedesaan dan wilayah terpencil menjadi tidak realistis. Walaupun pada wilayah-wilayah tertentu telah ada kontribusi masyarakat dan peran LSM serta organisasi keagamaan. Menyadari keterbatasan tersebut, pemerintah telah mempertimbangkan investasi yang penting ini melalui strategi yang dituangkan dalam bentuk program pendidikan dan pengembangan anak usia dini yang disingkat Program PPAUD. Program ini bertujuan untuk : Dalam Laporan Review Kebijakan : Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini, 2005, UNESCO
4
4
5
(1) Mempromosikan layanan yang terdesentralisasi dan berbasis masyarakat, serta meguatkan kemampuan masyarakat pada layanan tersebut, (2) Mentargetkan
keluarga
dan
masyarakat
miskin
untuk
pembiayaan penyediaan layanan PPAUD, (3) Menguatkan perencanaan,
kemampuan penjaminan
sistem kualitas,
pengelolaan
dalam
serta pemantauan
dan
evaluasi tingkat pusat, propinsi dan kabupaten. Program
PPAUD
ini
merupakan
pengejawantahan
strategi
pemerintah untuk memastikan bahwa anak-anak usia 0-6 tahun dari keluarga yang kurang beruntung ekonominya di wilayah pedesaan dapat berpartisipasi. Program PPAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak berusia 0-6 tahun dalam aspek-aspek pendidikan, kesehatan, dan perbaikan gizi yang dilakukan oleh lembaga/lingkungan yang
terdiri
dari
keluarga,
sekolah,
lembaga-lembaga perawatan,
keagamaan dan pengasuhan anak yang berpengaruh besar pada tumbuhkembang anak. Melalui
surat
Keputusan
Menteri
Pendidikan
Nasional
No.070/P/2006 tanggal 16 Oktober 2006, pemerintah memutuskan daerah layanan Program PPAUD di Indonesia terdiri dari 50 kabupaten di 21 propinsi dan terpilih 3000 desa miskin. Pemilihan desa sasaran didasarkan atas pendekatan minat masyarakat dan kriteria yang telah ditentukan yang diharapkan dapat menjangkau sasaran secara optimal. Indikator umum
5
6
yang digunakan adalah (1) Indeks kemiskinan, (2) Jumlah anak 0-6 tahun, (3) Jumlah
penduduk. Sedangkan
indikator khususnya yaitu
(1)
pernyataan minat masyarakat mengikuti Program PPAUD, dan (2) kesanggupan menyediakan kontribusi masyarakat berupa uang tunai, bahan material dan tenaga.5 Program PPAUD mulai dilaksanakan pada tahun 2009. Setelah adanya Program PPAUD ini angka partisipasi kasar PAUD nasional mulai menanjak naik. Data Kementerian Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pada tahun 2009/2010 APK (Angka Partisipasi Kasar) PAUD secara nasional mencapai 53,70%6.
Ibid. hal. 10 Materi disampaikan Dr. Erman Syamsuddin (Direktur Pembinaan PAUD Kemdiknas) di Kulon Progo, 19 April 2011 dalam acara Sosialisasi Kebijakan, Strategi, dan Program PAUD
5 6
6
7
Gambar 1.2 Grafik APK PAUD Nasional, 2009/2010
Sumber : Kemdiknas, 2011 Melihat data di atas, pada tahun 2009/2010 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menempati urutan pertama dengan APK 109%, sedangkan urutan terakhir ditempati oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan APK 27,41%. Daerah yang berada di atas APK nasional yaitu 53,70% sebanyak 13 propinsi, yaitu DIY, Bangka Belitung, Jawa Timur, Nanggroe Aceh Darusalam, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sutra, Sumatra
7
8
Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, dan Maluku Utara. Sedangkan 20 propinsi lain masih di bawah APK nasional. Selain DIY sebagai peringkat pertama dalam pencapaian APK pada tahun 2009/2010, DIY juga sebagai salah satu daerah yang menjadi sasaran program PPAUD. Di antara 5 kabupaten/kota di DIY, hanya Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul yang menjadi sasaran program PPAUD. APK PAUD di DIY dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1 APK PAUD DIY tahun 2009/2010 No
Kab/Kota
Potensi 0-6 th
Perserta PAUD
APK PAUD
1
Kab. Bantul
58,306
62,579
107.33%
2
Kab. Gunung Kidul
79,274
77,558
97.84%
3
Kab. Kulon Progo
38,323
41,575
108.49%
4
Kab. Sleman
64,540
76,710
118.86%
5 Kota Yogyakarta Sumber : Kemdiknas, 2011
43,415
50,997
117.46%
Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo sebagai sasaran program PPAUD, mencapai APK 97,84% untuk Kabupaten Gunung Kidul dan APK 108,49% untuk Kabupaten Kulon Progo. Dengan pertimbangan tersebut, penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Kulon Progo yang memiliki APK PAUD lebih besar daripada Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2009/2010. Untuk Kabupaten Kulon Progo sendiri, setelah dilakukan proses seleksi dan pemilihan, ditetapkanlah 60 desa sasaran program PPAUD.
8
9
Pelaksanaan di tingkat desa melibatkan 120 Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang dipilih oleh masyarakat. Setiap desa terdiri atas 2 TPK. TPK atau pengelola kegiatan dipilih dari para kader atau warga masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Tenaga Pendidik dan Tenaga Pendamping. Layanan program PPAUD ekuivalen dengan layanan Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, dan Satuan PAUD Sejenis, seperti gambar berikut : Gambar 1.3 Jenis Layanan Pendidikan Anak Usia Dini
Sumber : DPIU7 Kab. Kulon Progo, 2011
DPIU (Distric Proggram Implementation Unit) adalah unit pelaksana program PPAUD pada tingkat Kabupaten. 7
9
10
PAUD jalur formal terdiri atas TK dan RA, sedangkan nonformal terdiri atas KB, TPA, dan SPS. Pendidikan informal yaitu pendidikan dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan layanan PPAUD bisa berupa Pusat PAUD, PAUD Kunjung, atau Kombinasi. Pembiayaan Program PPAUD bersumber dari pinjaman lunak luar negeri (IDA Credit) melalui Bank Dunia, Hibah luar negeri (Dutch Grant), dukungan Pemerintah Pusat dan dana pendampingan APBD Kabupaten. Setiap TPK memperoleh dana 90 juta rupiah yang digunakan untuk membiayai Kegiatan Pembelajaran, Kegiatan Kesehatan dan Gizi, Kegiatan Renovasi Pusat Kegiatan, serta Kegiatan Manajemen dan Operasional Program selama 3 tahun.8 Program PPAUD di Kulon Progo dilaksanakan selama tiga tahun, dimulai sejak 2009 dan berakhir di bulan 2011 (Desa Batch I dan IIA), tahun 2010 sampai 2012 (Desa Batch IIb dan IIIA) dan tahun 2011 sampai 2013 (Desa Batch IIIb). Kabupaten Kulon Progo yang mengikuti program PPAUD tersebar dalam 11 kecamatan, yaitu Wates, Panjatan, Galur, Lendah, Sentolo, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang, dan Samigaluh. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel persebaran program PPAUD di Kabupaten Kulon Progo.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program PPAUD di Masyarakat. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal.1
8
10
11
Tabel 1.2 Jumlah desa yang melaksanakan program PPAUD
No
Kecamatan
Jumlah desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Temon 0 desa Wates 4 desa Panjatan 9 desa Galur 4 desa Lendah 5 desa Sentolo 8 desa Pengasih 7 desa Kokap 5 desa Girimulyo 4 desa Nanggulan 3 desa Kalibawang 4 desa Samigaluh 7 desa Jumlah 60 desa Sumber : DPIU Kab. Kulon Progo, 2011 Berdasarkan data di atas, Kecamatan Temon adalah satu-satunya kecamatan
yang
tidak
menjalankan
program
PPAUD
sedangkan
kecamatan lain hampir seluruh wilayah desanya menjalankan program tersebut. Hal itu terjadi karena Kecamatan Temon memiliki warga miskin yang paling sedikit dibanding dengan kecamatan lain. Masa Program PPAUD untuk Desa Batch I dan IIA yang terdiri atas 30 desa dan 60 TPK telah berakhir pada 31 Desember 2011 lalu. Setelah program
berakhir,
nasib
kegiatan
selanjutnya
diserahkan
kepada
masyarakat setempat. Keberlanjutan Pasca Program PPAUD ini menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah. Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo menyebutkan, lembaga PAUD pasca
11
12
program PPAUD yang berakhir pada 2011 lalu, yang semula terdiri atas 60 TPK kini berkembang menjadi 129 lembaga mandiri per 31 Juli 2012. Pengelolaan kegiatan yang berbasis masyarakat seperti ini dapat terlaksana dengan baik bila masyarakat turut ambil bagian di dalamnya. Pembangunan selama ini sekedar diartikan sebagai transformasi ekonomi sehingga paradigma yang dikembangkan adalah bagaimana mengubah keadaan masyarakat dari miskin menjadi tidak miskin. Paradigma ini menyebabkan transformasi sosial dalam arti pemanfaatan kreativitas sebagai pemerataan akses ke sumber kekuasaan belum tercapai, padahal transformasi sosial adalah aspek yang cukup urgen dalam pembangunan masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika insiatif masyarakat belum berkembang dan mereka masih tetap bergantung pada pemegang kekuasaan. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, pendekatan pembangunan yang banyak dikembangkan saat ini adalah upaya memperkuat kemampuan masyarakat lokal dengan menumbuhkan inistif dan prakarsa lokal. Prinsip ini dikembangkan dengan bertitik tolak dari asumsi dasar pembangunan masyarakat, dimana pembangunan masyarakat pada hakekatnya adalah sebuah proses perubahan sosial yang bersifat multidimensional, dan pembangunan
masyarakat merupakan
upaya untuk
meningkatkan
kapasitas masyarakat serta menciptakan hubungan serasi antara needs dan resources.9 Proses transformasi sosial yang bermakna haruslah bergerak dari
9
Dalam Suparjan dan Hempri Suyatno (2003 : 36)
12
13
alam diri manusia yaitu teraktualisasinya prakarsa, swadaya, percaya pada kemampuan sendiri dan berbagai kualitas lainnya yang dijadikan landasan pembangunan
masyarakat.
Jim
Ife10
mengungkapkan
22
prinsip
pembangunan masyarakat yang diperlukan dalam upaya mewujudkan keberhasilan pembangunan masyarakat, dan salah satu diantaranya adalah partisipasi. Dalam konsep good governance yang belakangan ini menjadi isu sentral dalam pengelolaan administrasi publik, konsep partisipasi menjadi salah satu indikator dalam tercapainya tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi publik Indonesia, istilah good governance telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintaro Tjokroamidjoyo), tata pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggungjawan (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government). Perbedaan paling poko antara konsep government dan governance terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu negara. Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam
penyelenggaraan
governance
mengandung
berbagai makna
otoritas
tadi.
bagaimana
Sedangkan
cara
suatu
dalam bangsa
mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumber daya dan berbagai
10
Ibid, hal. 36-42
13
14
masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, konsep governance terkadung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law partisipasif dan kemitraan. Sehingga IIAS (dalam Effendi, 2005 : 2) merumuskan definisi governance sebagai “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decitions concerning public life, economic and social development”. Dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan ekonomi dan sosial.11 Sedarmayanti (2003 : 3-6) memaparkan bahwa good governance merupakan
proses
penyelenggaraan
kekuasaan
negara
dalam
melaksanakan penyediaan public goods dan service dengan menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemapuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial secara efektif dan efisien. UNDP kemudian mengajukan karakteristik good governance, yaitu participation, rule of law, transparensicy, responsiveness, effectiveness and efficiency, accountability, dan strategic vision. 12 Partisipasi yang menjadi salah satu karakteritik dari good governance diyakini sebagai suatu pilihan yang harus ditempuh untuk menjamin keberlanjutan dari pemerintahan yang 11 Effendi,
Sofian. 26 Desember 2005. “Membangun Good Governance : Tugas Kita Semua”. http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/membangun-good-governance.pdf [diakses 20 Desember 2013] 12 Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Mandar Jaya. Hal 3-6
14
15
demokratis, penyelenggaraan pembangunan yang berorientasi kerakyatan, dan terciptanya keadilan sosial. Program
PPAUD
ini
dilaksanakan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan akses layanan pendidikan bagi anak usia dini dan meningkatkan pengembangan kapasitas anak-anak dari keluarga miskin secara menyeluruh (holistik) serta mempersiapkan untuk pendidikan selanjutnya, dalam sistem Program PPAUD yang berkualitas dan berkelanjutan.13 Program PPAUD ini melayani anak-anak usia dini dari keluarga miskin & belum terlayani dengan mengembangkan kapasitas anak secara menyeluruh (holistik) meliputi bidang kesehatan, gizi dan pendidikannya plus peran serta orangtua. Untuk
mencapai
tujuan
tersebut
Program
PPAUD
memilih
pendekatan Community Base atau program berbasis masyarakat, artinya melalui partisipasi
aktif masyarakat, mereka akan merencanakan,
melaksanakan, dan mengawasi jalannya program yang mereka bangun bersama. Tanpa adanya dukungan dari masyarakat, maka kegiatan PAUD di masyarakat tidak akan berjalan dengan baik atau bahkan terhenti. Dengan berhentinya kegiatan PAUD di masyarakat maka akan menutup akses pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu dan bertolak belakang dengan Program PPAUD yang dicanangkan oleh pemerintah. Maka dari itu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan PAUD pasca
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2011, Pedoman Operasional Layanan PPAUD, Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hal. 3
13
15
16
Program PPAUD menjadi poin penting untuk keberlanjutan kegiatan selanjutnya. Hal inilah yang kemudian menarik peneliti untuk melakukan penelitian, yaitu tentang partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan program PPAUD. Selama 3 tahun kegiatan PAUD berjalan dengan bantuan dana yang cukup besar dari pemerintah, kini mereka harus “disapih” dan hidup mandiri. Kini setelah terjadi perubahan situasi dan kondisi pasca program PPAUD, mereka dituntut untuk mempertahankan eksistensi lembaga PAUD dalam rangka memberikan pelayanan pendidikan anak usia dini di lingkungan sekitarnya. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan PAUD inilah yang akan dianalisis sebagai upaya mempertahankan keberlanjutan lembaga PAUD pasca program PPAUD.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran latar belakang masalah, maka dihasilkan pertanyaan penelitian yaitu
bagaimana tingkat partisipasi masyarakat
dalam mempertahankan keberlanjutan kegiatan PAUD pasca program PPAUD Batch I dan IIA di Kabupaten Kulon Progo?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian
bertujuan
untuk
mengetahui
tingkat
partisipasi
masyarakat dalam mempertahankan keberlanjutan kegiatan PAUD pasca program PPAUD Batch I dan IIA di Kabupaten Kulon Progo.
16
17
1.4. Manfaat Penelitian Secara umum, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran kondisi PAUD pasca program PPAUD. Sedangkan secara khusus, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan kegiatan PAUD dan menjadi bahan untuk evaluasi lembaga PAUD dalam menyempurnakan dan meningkatkan kualitas PAUD pada masa datang melalui partisipasi dari masyarakat.
17