BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan bentuk kerjasama negaranegara ASEAN untuk meminimalisir bahkan menghilangkan hambatan dalam kegiatan ekonomi kawasan ASEAN, baik perdagangan barang, jasa maupun investasi. Walaupun kerjasama ini dapat menjadi peluang untuk menyetarakan diri dengan negara-negara maju yang ada di kawasan ASEAN, namun tentunya akan semakin menambah pesaing. Semakin banyaknya pesaing apabila dilihat dari sisi positif akan mampu memotivasi para pengusaha untuk mengembangkan ataupun menciptakan bisnis baru. Dalam menciptakan suatu usaha ataupun pengembangannya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Permintaan untuk pinjaman dimungkinkan akan meningkat seiring waktu terlebih adanya MEA, hal tersebut menambah ragam penawaran pinjaman. Menurut direktur utama PT Bank MNC Internasional Tbk. Benny Purnomo menyatakan bahwa bank di Indonesia harus memperkuat permodalan dalam menghadapi MEA sehingga bisa bersaing dengan perbankan asing (Yovanda, 2016). Maka itu sebagian besar pengusaha melakukan pinjaman, namun yang menjadi dilema bagi pengusaha yaitu, kemanakah ia melakukan pinjaman? Inilah yang menjadi ladang peluang bagi perbankan untuk berkesempatan menggandakan uangnya dengan meminjamkan kemudian memperoleh bunga. 1
2
Bagi bank konvesional meminjamkan sejumlah uang dan kemudian memperoleh pengembalian beserta bunga merupakan hal yang biasa. Hal itu merupakan salah satu kegiatan bank pada umumnya untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat melakukan ekspansi. Berbeda dengan bank syariah yang tidak menggunakan unsur bunga. Namun menurut Rivai et al. (2007) meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muslim, tetapi dalam pengembangan bank syariah masih berjalan lambat dibandingkan pengembangan bank konvensional. Menurut penelitian mereka pemahaman dan sosialisasi tentang produk dan sistem perbankan syariah di Indonesia sangat terbatas. Terbukti dari data yang dipublikasi oleh Bank Indonesia pada surat kabar Jakarta The Point dalam Rivai et al., 2007, bahwa hingga Oktober 2006 perbankan syariah hanya memiliki 1,5% dari total pangsa
pasar
perbankan secara nasional. Pada bank syariah memiliki opsi yang lebih menarik daripada sistem bunga. Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa bagi hasil dengan tingkat suku bunga hanya berbeda secara istilah, namun hal ini tidaklah benar. Perbedaan bagi hasil dengan sistem bunga adalah sebagai berikut:
3
Tabel 1 Perbandingan Sistem Bagi Hasil dengan Bunga Pembeda Perjanjian Imbalan
Bagi hasil Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada keuntungan untung/rugi Jumlah nisbah bagi hasil Perhitungan berdasarkan jumlah Imbalan keuntungan yang telah dicapai Pertimbangan Bagi hasil tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau mengalami kerugian, risikonya ditanggung kedua belah pihak Jumlah pemberian hasil Tingkat Pengembalian keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan yang didapat Penerimaan/pembagian Hukum keuntungan adalah halal Syariah Sumber: Machmud dan Rukmana (2010:10), diolah
Bunga Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan untung/rugi Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda Pengambilan/pembayaran bunga adalah haram
Dalam upayanya memperoleh bagi hasil, bank syariah memiliki banyak produk dalam kegiatannya. Setiap produk terkategorikan dalam, sesuai fiqih muamalat akad dibagi menjadi dua bagian. Pertama akad tabarru’ berupa perjanjian yang berorientasi bukan pada laba (transaksi nirlaba), contoh dari akad ini yaitu qard (pemberian harta yang dapat ditagih), wadi’ah (pemeliharaan harta tertentu dengan cara tertentu, wakalah (pemberian kuasa untuk tugas tertentu), kafalah (penangguhan jaminan), rahn (penjaminan hutang dengan barang bernilai), dhaman (penggabungan dua tanggungan
4
untuk membayar hutang), hilawah (pemindahan hutang kepada penanggung jawab lain). Kedua akad tijaroh pada akad ini berisi tentang perjanjian yang menyangkut keuntungan, contohnya yaitu murabahah (jual beli dengan tambahan keuantungan yang disepakati), salam (pembelian dengan uang muka), istisna (pembelian pesanan), ijaroh (pemindahan hak guna atau sewa), mudharabah (kerja sama pemodal secara penuh dengan pelaksana), musyarakah (kerjasama pemodal tidak secara penuh dengan pelaksana yang juga berstatus sebagai pemodal), muzara’ah (kontrak bagi hasil pada tanaman pertanian selama setahun), musaqah (kontrak bagi hasil pada tanaman pertanian pertahun), mukharabah (kontrak bagi hasil pertanian dengan bibit berasal dari pemilik tanah). Secara umum, bank syariah di Indonesia tidak melakukan keseluruhan akad. Berikut beberapa akad atau produk yang sering dilakukan oleh bank syariah yang beroperasi di Indonesia, menurut Machmud dan Rukmana (2010:28) yaitu pada kegiatan investasi terdapat al-mudharabah dan al-musyarakah, kegiatan perdangangan terdapat al-mudharabah dan al-baiu bithaman ajil, kegiatan pembiayaan pengadaan barang sewa untuk akad al-ijarah dan baiu takjiri, serta kegiatan umum perbankan yang tidak bertentangan dengan syariah seperti rekening lancar dan giro wadi’ah, pemberian jaminan (al-kafalah), pengalihan tagihan (al-hilawah), pelayanan khusus (al-jualah), pembukaan L/C (al-wakalah), dan lain-lain. Diantara berbagai kegiatan bank syariah yang menarik adalah akad mudharabah. Pada akad mudharabah bank syariah akan memberikan bantuan modal
5
sepenuhnya kepada pelaksana usaha untuk menjalankan usahanya dan mendapat keuantungan dari nisbah yang telah disepakati dari awal perjanjian. Akad ini sangatlah membantu pelaku usaha yang memiliki risiko kerugian karena apabila terjadi kerugian maka pelaksana usaha hanya perlu mengembalikan modal yang diterima tanpa perlu memikirkan bunga jika meminjam dana pada bank konvensional. Pembiayaan mudharabah pada bank syariah bisa saja memberikan kontribusi dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia karena banyak pelaku usaha yang akan terbantu untuk meningkatkan usahanya. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan adanya aset yang dimiliki atau yang disebut return on assets akan mempengaruhi pembiayaan mudharabah. Semakin banyak laba yang diperoleh tentunya akan membuat bank memiliki cukup dana untuk di kontribusikan pada pembiayaan mudharabah. Namun pada penelitian Jamila (2016) menyatakan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap pembiayaan mudharabah. Selain rasio profitabilitas atau Return On Assets (ROA), rasio yang juga dapat mempengaruhi pembiayaan yaitu Capital Adequency Ratio (CAR) dan Financing to Deposi Ratio (FDR). Capital Adequency Ratio (CAR) merupakan rasio yang menyatakan kesanggupan suatu bank dalam melakukan pemodalan dengan pertimbangan tingkat risiko. Rasio ini menujukkan bahwa seberapa besar bank mampu menunjang pembiayaan-pembiayaan yang ada khususnya mudharabah serta dapat memperhitungkan risikonya. Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio likuiditas yang menunjukkan kemampuan bank dalam
6
pengembalian dana yang berasal dari masyarakat. Dana Pihak Ketiga yang merupakan dana yang terkumpul dari masyarakat, secara tidak langsung FDR dan DPK berhubungan dan memberikan pengaruh terharap kontribusi dalam besar kecilnya pembiayaan bank. Selain itu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) juga berkemungkinan akan mempengaruhi pembiayaan. Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan dana yang dititipkan kepada Bank Indonesia sebagai upaya bank syariah dalam menerapkan prinsip kehati-hatian. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu: 1.
Apakah return on assets berpengaruh negatif terhadap pembiayaan mudharabah pada bank umum syariah di Indonesia?
2.
Apakah financing to deposit ratio berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah pada bank umum syariah di Indonesia?
3.
Apakah dana pihak ketiga berpengaruh negatif terhadap pembiayaan mudharabah pada bank umum syariah di Indonesia?
4.
Apakah sertifikat bank Indonesia syariah berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah pada bank umum syariah di Indonesia?
5.
Apakah capital adequency ratio berpengaruh negatif terhadap pembiayaan medharabah pada bank umum syariah?
7
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai perumusan masalah yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan penelitian adalah: 1.
Untuk menguji pengaruh return on assets terhadap bank umum syariah di Indonesia.
2. Untuk menguji pengaruh financing to deposit ratio terhadap bank umum syariah di Indonesia. 3. Untuk menguji pengaruh dana pihak ketiga terhadap bank umum syariah di Indonesia. 4. Untuk menguji pengaruh sertifikat bank Indonesia syariah terhadap bank umum syariah di Indonesia. 5. Untuk menguji capital adequency ratio terhadap bank umum syariah di Indonesia. 1.4
Manfaat Penelitian Pada penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik manfaat praktis maupun
teoretis yang berupa: 1. Manfaat Praktis Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diberbagai pihak secara umum, terutama bagi lembaga keuangan syariah. Bagi lembaga keuangan syariah dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan keuntungan bagi hasil
8
dari pembiayaan mudharabah. Bagi pelaku ekonomi supaya dapat lebih memahami pembiayaan modal dari perbankan syariah sehingga menambah ketertarikan untuk bekerja sama dengan pihak bank syariah. Bagi nasabah sebagai tambahan wawasan bahwa penyaluran dana yang telah di amanahkan telah digunakan sebaik mungkin sehingga memberikan kepercayaan lebih pada bank syariah.
9
2. Manfaat Teoretis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi dalam ilmu pengetahuan bidang perbankan terutama perbankan syariah. Selain itu semoga dapat menjadi sumber pengetahuan ataupun referensi bagi pembaca dan peneliti selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Pembahasan penelitian berbatas mengenai pengaruh return on assets, financing to deposit ratio, dana pihak ketiga, sertifikat bank Indonesia syariah, capital adequency ratio terhadap pembiayaan mudharabah. Objek dalam penelitian adalah lembaga keuangan syariah di Indonesia, namun lebih di khususkan pada bank umum syariah. Penelitian ini juga berbatas pada periode penelitian di tahun 2010-2015 dengan maksud mendapatkan data terbaru dari laporan keuangan tahunan masing-masing bank. Bank syariah yang akan dijadikan objek penelitian merupakan bank umum syariah yang terdaftar di Bank Indonesia pada masa periode penelitian.