BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Sektor Industri merupakan sektor yang menjadi mesin pertumbuhan bagi
sebuah perekonomian. Industiralisasi dianggap sebagai strategi sekaligus obat bagi banyak Negara. Sebagai „strategi‟, industrialisasi dianggap suatu proses „linier‟, yang harus dilalui dengan sejumlah tahapan yang saling berkaitan dan berurutan dalam transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai „obat‟, industrialisasi dipandang
ampuh
dalam
mengatasi
masalah
keterbelakangan,
kemiskinan,
ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007). Kontribusi sembilan sektor lapangan usaha Indonesia menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur tetap sebagai the leading sector yang memberikan sumbangan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sektor industri
manufaktur merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor industri manufaktur terhadap perekonomian nasional mencapai 25% (BPS, 2009). Industri merupakan penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan industri melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa dekade. Industrialisasi di Indonesia sejak masa Pemerintahan Presiden Soeharto hingga saat 1
ini telah mengubah struktur perekonomian Indonesia. Selama periode 1967-1997, peran sektor industri terhadap perekonomian Indonesia cenderung terus meningkat dan dalam jangka waktu 30 tahun peranan sektor industri pengolahan telah mencapai 26,8 persen dari PDB, sedangkan peranan sektor pertanian tercatat 16,1 persen (kemenperin, 2008). Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Industri Manufaktur, 2002-2013 (%) 8 7 6 5 4 3 2 1 0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Pertumbuhan Ekonomi 4.5 Pertumbuhan Industri Manufaktur
5.7
4.8
5
5.7
5.5
6.3
6
4.6
6.2
6.5
6.3
5.8
6
7.5
5.9
5.3
5.1
4
2.6
5.1
6.8
6.2
6.3
Sumber: diolah dari BPS (2015)
Gambar 1.1. menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor industri melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2002–2005. Dalam periode tersebut terlihat bahwa pencapaian tertinggi pertumbuhan sektor industri manufaktur terjadi pada tahun 2004 yaitu mencapai 7,5% jauh melampaui pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5% pada tahun tersebut. Namun pada tahun 2006 pertumbuhan sektor industri manufaktur mengalami penurunan hingga ke angka 5,3% sedangkan pertumbuhan ekonomi pada saat itu mencapai angka 5,5%. Sektor industri manufaktur di Indonesia juga ikut terkena dampak karena terjadinya krisis global. Hal
2
ini dapat dilihat pada pertumbuhan industri manufaktur yang turun semenjak adanya krisis global tahun 2008, dari 5,1% pada tahun 2007 menjadi 2,6% pada tahun 2009 dan 4% pada tahun 2008. Pertumbuhan sektor industri kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,1% dan terus meningkat menjadi 6,8 pada tahun 2011. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya peningkatan pada sektor non-migas yang mengalami pertumbuhan positif, ekspor non-migas yang juga mengalami peningkatan dan yang terakhir disebabkan oleh kinerja investasi sektor industri pada tahun 2011 yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan (kemenperin, 2012). Namun sayangnya pertumbuhan industri mengalami penurunan kembali pada tahun 2012 dan 2013 menjadi 6,2% dan 6,3% yang disebabkan oleh adanya krisis utang Eropa. Gambar 1.2. Kontribusi Sektor Industri Manufaktur dan Sektor Lain dalam PDB di Indonesia 2002-2013 (%) 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00
0.00
2002
2004
2005
2008
2011
2012
2013
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
16.08
14.92
14.6
13.66
12.7
12.5
12.3
Pertambangan & Penggalian
9.46
9.6
9.4
8.2
11.9
7.4
7.1
Industri Manufaktur
26.23
28.3
28.1
26.78
24.3
25.6
25.5
Lainnya *
48.22
47.2
47.9
51.26
49.1
54.5
55.1
Catatan : * lainnya terdiri atas listrik, gas & air bersih, bangunan, perdagangan, hotel & restoran, pengangkutan &komunikasi, keuangan, persewaan & jasa perusahaan, jasa – jasa.
Sumber: diolah dari BPS (2015)
3
Gambar 1.2. menunjukkan kontribusi sektor industri manufaktur pada PDB Indonesia tahun 2002-2013. Pada tahun 2002, sektor industri manufaktur memberi sumbangan sebesar 26,23% terhadap PDB. Kontribusi sektor industri manufaktur terus meningkat hingga tahun 2004 mencapai 28,3%, dimana pada periode-periode sebelumnya sektor pertanian yang merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB terus mengalami penurunan hingga tahun 2013 dari 15,6% pada tahun 2000 menjadi 12,3% pada tahun 2013. Namun, pada tahun 2005 kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB terus mengalami penurunan dari 28,1% pada tahun 2005 menjadi 25,5% pada tahun 2013. Namun, pertumbuhan industri manufaktur tersebut ternyata bias ke pulau Jawa selama empat dasawarsa terakhir. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja dan jumlah industri yang sangat jelas terlihat mencolok untuk industri besar dan sedang (IBS) yang sering diasosiasikan dengan industri manufaktur yang modern. Tabel 1.1. Distribusi Tenaga Kerja IBS Menurut Pulau Utama (% dari total), 2002-2013. Pulau Utama 2002 2004 2010 2013 Sumatera 11,7 14,1 11,6 10,6 Jawa 81,3 79 82,4 84 Kalimantan 3,8 3,8 2,5 2,2 Sulawesi 1,5 1,5 3 2,8 Pulau bagian Timur 1,7 0,9 0,5 0,4 INDONESIA 100 100 100 100 Catatan: * angka sementara. Sumber: diolah dari BPS (2015)
4
Tabel 1.1. menunjukkan terus berlanjutnya distribusi geografis yang timpang dari industri besar dan sedang (IBS) menurut pulau di Indonesia. Pulau Jawa dan Sumatera menyerap lebih dari 80% tenaga kerja Indonesia yang bekerja dalam industri manufaktur skala besar dan sedang (IBS) selama periode tersebut. Pangsa tenaga kerja dari Jawa menurun pada tahun 2004 kemudian kembali meningkat di tahun 2010 hingga 2013. Sedangkan pangsa Sumatera mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi 14,1% dari sebelumnya 11,7% pada tahun 2002. Namun pada tahun 2010 hingga tahun 2013 terus mengalami penurunan hingga 10,6%. Pulau Kalimantan, Sulawesi dan pulau bagian timur Indonesia jika dijumlahkan penyerapan tenaga kerjanya hanya mencapai sebesar 5.4% pada tahun 2013. Gambar 1.3. Jumlah Industri Pengolahan Besar dan Sedang di Jawa dan Luar Jawa, 2001-2013 (Unit) 25 000 20 000 15 000 Jawa 10 000
Luar Jawa
5 000
2013 *)
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
0
Sumber: Diolah dari BPS (2014)
5
Gambar 1.3. menunjukkan bahwa Pulau Jawa selalu menjadi lokasi utama industri pengolahan besar dan sedang. Pada tahun 2013 industri besar dan sedang yang ada di pulau Jawa sebesar 82,5% (atau 19.773 unit). Sedangkan jumlah industri besar dan sedang yang ada di luar Pulau Jawa hanya sebesar 17,5% (atau 4.168 unit). Hal ini menunjukkan bahwa pulau Jawa menjadi pusat utama kegiatan perekonomian di Indonesia. Survey di banyak negara menunjukan bahwa proses industrialisasi secara geografis merupakan proses yang selektif (Hayter, 1997: bab 3). Artinya, perkembangan industri yang cepat dan menjadi pemicu transformasi struktural ternyata tidak terjadi secara merata di semua daerah dalam suatu Negara (Kuncoro, 2012: bab 3 hal. 44) Keuntungan dari adanya aglomerasi industri adalah penghematan biaya transportasi. Marshall (1920) menekankan ada tiga jenis biaya transportasi, yaitu; biaya perpindahan barang, biaya perpindahan tenaga kerja serta biaya perpindahan informasi. Ketiga hal tersebut dapat dikurangi dengan aglomerasi industri. Ia berpendapat bahwa perusahaan akan berlokasi mendekati supplier atau konsumennya untuk menghemat biaya pengiriman/distribusi. Secara umum terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang konsentrasi spasial industri, yaitu teori neo-klasik (NCT), teori perdagangan baru (NTT) dan teori geografi ekonomi baru (NEG). berdasarkan teori neo-klasik, pengaruh eksogen seperti tenaga kerja yang murah dan sumber daya alam menyebabkan adanya lokasi industri. Keunggulan komparatif ini yang mempengaruhi adanya spesialisasi regional dan konsentrasi spasial. Perdagangan dan penghematan aglomerasi menghasilkan 6
lebih banyak spesialisasi regional yang secara sistematis menarik industri dari daerahdaerah pinggiran (Krugman, 1991, Krugman, 1995). Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan menarik jika melakukan penelitian mengenai hal tersebut karena aglomerasi industri besar dan sedang di Indonesia cenderung berpusat di Pulau Jawa bahkan hingga mencapai 82,5% dan hanya 17,5% industri besar dan sedang lain berada di luar Pulau Jawa. Selain itu, penelitian mengenai dinamika konsentrasi spasial industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia masih relatif sedikit. 1.2. BATASAN MASALAH Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini akan dibatasi pada industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia pada tahun 2002-2013. Penelitian secara khusus akan melihat mengenai pola konsentrasi spasial industri manufaktur dari sisi jumlah tenaga kerja, jumlah perusahaan dan nlai tambah berdasarkan provinsi industri manufaktur besar dan sedang pada tahun 2002-2013. Hal ini dilakukan untuk melihat adakah perubahan struktur industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia selama tahun 2002-2013. Selain itu penelitian ini juga akan mencoba untuk mengidentifikasi faktor penyebab dari turunnya pangsa pasar industri terhadap PDB tahun 2005-2013. 1.3. PERTANYAAN PENELITIAN Perumusan masalah penelitian ini dibagi menjadi dua pertanyaan umum, yaitu: 1. Di manakah lokasi utama kluster IBS berdasarkan jumlah unit usaha, jumlah penyerapan tenaga kerja, dan nilai tambah di Indonesia tahun 2002 dan 2013? 7
2. Apakah terjadi perubahan struktural industri besar dan sedang di Indonesia selama tahun 2002-2013? 3. Apakah penyebab dari turunnya pangsa tenaga kerja industri (deindustrialisasi) manufaktur terhadap PDB pada tahun 2005-2013? 1.4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian pada dasarnya adalah untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang telah menjadi perumusan masalah, yaitu: 1. Menganalisis lokasi utama kluster IBS di Indonesia pada tahun 2002 dan 2013. 2. Mengidentifikasi struktur industri besar dan sedang di Indonesia selama tahun 2002-2013. 3. Mengidentifikasi penyebab dari turunnya pangsa tenaga kerja industri manufaktur terhadap PDB (deindustrialisasi) pada tahun 2005-2013. 1.5. MANFAAT PENELITIAN Manfaat atau kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui lokasi utama kluster IBS di Indonesia pada tahun 2002 dan 2013. 2. Mengetahui apakah terjadi perubahan struktur industri besar dan sedang di Indonesia selama tahun 2002-2013. 3. Memberikan gambaran mengenai faktor-faktor penyebab dari turunnya pangsa tenaga kerja industri manufaktur terhadap PDB (deindustrialisasi) pada tahun 2005-2013. 4. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi dunia akademisi khususnya di tingkat perguruan tinggi yang berkaitan dengan konsentrasi spasial dan pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia.
8
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini terdiri dari lima bagian, dengan susunan atau sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan menjelaskan latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori terdiri atas landasan teori yang menjelaskan teori yang mendasari penelitian ini dan studi empiris yang menjelaskan hasil temuan penelitian sebelumnya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menjelaskan jenis data, ruang lingkup permasalahan dan alat analisis yang dipakai dalam penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil temuan penelitian. Hasil temuan penelitian adalah jawaban atas seluruh pertanyaan penelitian yang telah disebutkan dalam bagian rumusan permasalahan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan yang berisikan atas kesimpulan dan saran.
9