BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang, agar dapat mewujudkan derajad kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta dijangkau oleh masyarakat.1 Sehat merupakan cita-cita dan keinginan semua umat manusia. Sehat menurut UU No.23 tahun 1992 adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial. Artinya kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Hak dan kewajiban warga negara untuk menciptakan suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan Republik Indonesia No.23 tahun 1992 Bab II bahwa setiap orang mempunyai hak sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal dan berkewajiban ikut serta memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 10 Undang- Undang No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang menegaskan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemeliharaan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.2 Dalam usaha pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi kecacingan, pemerintah dan masyarakat telah melaksanakan berbagai program pemberantasan penyakit infeksi kecacingan, terutama di sekolah dasar. Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan kepada murid, guru, dan orangtua murid mengenai penyakit infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah, termasuk penyebab, pencegahan, dan cara penanggulangan serta pengobatan secara selektif. Selain itu, juga dilakukan upaya edukatif penunjang berupa lomba kebersihan antar sekolah, lomba menggambar dan mengarang.3 Kecacingan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan bagi anak serta produktivitas kerja pada orang dewasa.4 Infestasi cacing pada manusia dipengaruhi oleh perilaku, higiene, dan sanitasi di lingkungan tempat tinggal serta manipulasi terhadap lingkungan di daerah dengan kelembaban tinggi dan terutama bagi kelompok masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang. Kondisi ini dapat menyebabkan tingginya angka prevalensi kecacingan ditambah lagi dengan sosial ekonomi masyarakat yang rendah.5 Pemberlakuan UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25/1999 tentang pertimbangan keuangan antara pusat dan daerah akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan termasuk pelayanan kesehatan secara keseluruhan terwujud dengan telah berhasilnya pemerintah menyediakan
Universitas Sumatera Utara
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan secara merata, khususnya pelayanan kesehatan terhadap kecacingan
melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yaitu
dengan pemberian obat cacing setiap 6 bulan sekali dan pembuatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang sehat dan teratur, serta pendidikan kesehatan tentang higiene dan sanitasi masyarakat. Pelayanan kesehatan ini pun belum dapat merata dimasyarakat sehingga prevalensi kecacingan belum menurun secara signifikan.6 Laporan WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa saat ini infeksi cacing Ascaris lumbricoides tersebar pada lebih 1 milyar orang, infeksi cacing Trichuris trichiura tersebar pada 795 juta orang dan infeksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) tersebar pada 740 juta orang di seluruh dunia. Infeksi kecacingan yang tertinggi terjadi di Afrika, Americas, China, dan Asia Timur.7 Bank Data Global WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa prevalensi kecacingan pada anak usia sekolah dasar cukup tinggi yaitu 75%.8 Hasil penelitian Ferreira pada anak-anak di Brazil tahun 2002 ditemukan bahwa prevalensi infeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 12,2%, prevalensi Trichuris trichiura adalah 5% dan prevalensi cacing tambang adalah 5%.9 Di Indonesia, penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevalensinya yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk tempat hidup dan berkembangbiaknya cacing. Pengaruh lingkungan global dan semakin meningkatnya komunitas manusia serta kesadaran untuk menciptakan perilaku higiene dan sanitasi yang semakin menurun merupakan faktor yang mempunyai andil yang besar terhadap penularan parasit (kecacingan).10 Di Indonesia penyakit infeksi
Universitas Sumatera Utara
kecacingan juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah
malnutrisi (kurang gizi).11 Hasil survei prevalensi kecacingan pada anak sekolah dasar di 27 propinsi di Indonesia menurut jenis cacing tahun 2002 – 2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan cacing tambang 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan cacing tambang 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan cacing tambang 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan cacing tambang 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2% dan cacing tambang 1,0%.12 Ditjen P2M & PLP Depkes tahun 1998 melakukan penelitian mengenai penyakit kecacingan di Bengkulu yang merupakan salah satu unit penerima transmigrasi dengan tingkat penyakit kecacingan cukup tinggi. Prevalensi Ascaris lumbricoides 65%, Trichuris trichiura 55% dan Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (cacing tambang) 22%. Masyarakat di UPT (Unit Penerima Transmigrasi) Propinsi Bengkulu masih mempunyai perilaku kurang memperhatikan kesehatan lingkungan dan kebersihan pribadi serta kurang tersedianya sarana sanitasi.13 Sehubungan dengan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang ” Beberapa faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis
Universitas Sumatera Utara
tahun 2008” dan belum pernah dilakukan penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan pada murid di sekolah tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada murid Sekolah Dasar Negeri 06 Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Tahun 2008.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar di SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui prevalensi infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar di SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis. b. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar berdasarkan karakteristik murid (Umur, Jenis kelamin, Status Gizi dan pengetahuan tentang higiene perorangan) c. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar berdasarkan agent (Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing tambang dan Strongyloides stercoralis)
Universitas Sumatera Utara
d. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar berdasarkan kondisi sarana sanitasi lingkungan (Sumber air bersih dan jamban) e. Untuk mengetahui hubungan umur dengan infeksi kecacingan pada murid SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir f. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan infeksi kecacingan pada murid SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir g. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan infeksi kecacingan pada murid SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir h. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang kecacingan dan higiene perorangan dengan infeksi kecacingan pada murid SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir i. Untuk mengetahui hubungan kondisi sarana sanitasi lingkungan (sumber air bersih dan jamban) dengan infeksi kecacingan pada murid SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah untuk membuat penyuluhan kepada murid – murid agar menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan dan dapat meningkatkan perilaku higiene perorangan 1.4.2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas setempat agar lebih memperhatikan dan menggalakkan program UKS, demi peningkatan pengetahuan tentang
Universitas Sumatera Utara
faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan sehingga diharapkan dapat meningkatkan perilaku higiene perorangan pada murid yang berada pada wilayah kerjanya. 1.4.3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar.
Universitas Sumatera Utara