BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Perusahaan
dalam
menjalankan
aktivitasnya
selalu
menginginkan
keberhasilan baik berupa hasil produksinya maupun hasil layanannya. Untuk menunjang keberhasilan tersebut maka diperlukan tempat kerja yang sehat dan selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko yang dapat menimbulkan kecelakaan dan berusaha mengatasinya sehinggat tercapai kondisi perusahaan tanpa kecelakaan atau zero accident (Djati, 2006). Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Macam kecelakaan dapat dibagi menjadi kecelakaan umum dan kecelakaan akibat kerja. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah kecelakaan akibat kerja, yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan kerja di perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dua, yaitu : kondisi tidak aman (unsafe condition) dan tindakan tidak aman (unsafe action). Kondisi tidak aman dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan kerja dalam pelaksanaan kegiatan pekerja di lingkungan kerja seharusnya mematuhi aturan dari industrial hygiene yang mengatur agar kondisi tempat kerja aman dan sehat. Tindakan tidak aman, menurut penelitian hampir 85 % kecelakaan terjadi disebabkan faktor manusia yang melakukan tindakan tidak aman. Tindakan tidak aman dapat disebabkan oleh : karena
Universitas Sumatera Utara
tidak tahu, yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan aman dan tidak tahu bahaya-bahaya yang ada; karena tidak mampu/tidak bisa, yang bersangkutan telah mengetahui cara kerja yang aman, bahaya-bahaya yang ada tetapi karena belum mampu, kurang terampil dia melakukan kesalahan; karena tidak mau, walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja dan peraturan-peraturannya serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi karena tidak mau melaksanakan, maka terjadi kecelakaan, misalnya tidak mau memakai alat keselamatan atau melepas alat pengaman (Djati, 2006). Laporan International Labour Organization (ILO) tahun 2006 menyatakan kerugian akibat kecelakaan kerja mencapai 4 % dari GDP suatu negara. Artinya, dalam skala industri, kecelakaan dan penyakit akibat kerja menimbulkan kerugian 4 persen dari biaya produksi berupa pemborosan terselubung (hidden cost) yang dapat mengurangi produktivitas yang pada akhirnya dapat memengaruhi daya saing suatu negara. Hasil survey World Economic Forum tersebut juga mengkaitkan antara daya saing dengan tingkat kecelakaan. Daya saing suatu negara ternyata berhubungan dengan tingkat keselamatan. Negara dengan daya saing rendah memiliki tingkat keselamatan dengan daya saing rendah pula. Indeks daya saing Indonesia berada pada peringkat ketiga dari bawah di atas Zimbabwe dan Rusia dengan nilai di bawah 3,5 dan indeks kematian akibat kecelakaan sebesar 17-18 per 100.000 pekerja. Pada urutan pertama adalah Finlandia dengan indeks daya saing 6 dan indeks kematian akibat kecelakaan di bawah 1 per 100.000 pekerja. Malaysia memiliki indeks daya
Universitas Sumatera Utara
saing 5 dengan indeks kematian akibat kecelakaan sekitar 11 per 100.000 pekerja (Ramli, 2010). Menurut perkiraan International Labour Organization (ILO) mengindikasikan bahwa setiap tahunnya lebih dari 350.000 pekerja di seluruh dunia meninggal akibat kecelakaan kerja dan kurang dari 260 miliar pekerja mengalami cidera serius yang membuat
mereka
tidak
bisa
bekerja
lebih
dari
tiga
hari
lamanya.
(http://www.ilo.org/public/english/protection/safework/wdcongrl7/intrep.pdf.). Berdasarkan data PT Jamsostek, kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada 2006 tercatat sebanyak 95.624 kasus dengan pembayaran klaim jaminan sekitar Rp222 miliar, sedangkan pada 2007 ada 83.714 kasus dengan pembayaran klaim Rp219 miliar. Selama tahun 2007 kompensasi kecelakaan yang dikeluarkan oleh PT Jamsostek mencapai Rp 165,95 miliar. Kasus kecelakaan kerja tertinggi di Indonesia terjadi tahun 2011, yakni mencapai 98.711 kasus dengan pembayaran santunan jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebesar Rp 401 miliar. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya. Menurut pimpinan Jamsostek, ratarata kasus kecelakaan kerja setiap tahun sekitar 93.000 kasus. Kondisi ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran dan pemahaman kalangan usaha di Indonesia akan pentingnya aspek K3 sebagai salah satu unsur untuk meningkatkan daya saing. (poskota.co.id). Berdasarkan data PT Jamsostek Provinsi Sumatera Utara tahun 2009, kasus kecelakaan kerja yang terjadi di cabang Medan terjadi 744 kasus, Pematang Siantar 299 kasus, Kisaran 489 kasus, Sibolga 71 kasus, Tanjung Morawa 954 kasus,
Universitas Sumatera Utara
Belawan 1,708 kasus dan Binjai 321 kasus. Dari 4.586 kasus tersebut dibagi berdasarkan empat klasifikasi yaitu kondisi kerja, cedera, kondisi kerja dan sumber kecelakaan. Berdasarkan klasifikasi kondisi kerja, lanjutnya, di dalam lokasi kerja mencapai 76,93%, kecelakaan saat lalu lintas 14,59% dan di luar lokasi 8.48%. Berdasarkan klasifikasi cedera, pada bagian kaki mencapai angka dominan sebesar 20,80%, kemudian kecelakaan pada jari tangan sebesar 19,28%, kecelakaan pada mata sebesar 13,45%, dan kepala 12,58%. Untuk Klasifikasi kondisi kerja ditemukan bahwa kecelakaan dengan alat pengaman tidak sempurna mencapai angka yang cukup dominan yaitu 78,87% dan kecelakaan dengan menggunakan peralatan tidak seharusnya mencapai 6,21%. Sementara untuk klasifikasi berdasarkan sumber kecelakaan, dengan menggunakan Mesin (press, bor, gergaji) mendominasi angka 39,88%
dan
dengan
perkakas
kerja
tangan
mencapai
14,44%
(www.suaramerdeka.com). Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Hal ini disebabkan oleh kecelakaan kerja selama ini sebagian besar disebabkan oleh faktor manajemen, di samping faktor manusia dan teknis (Institut K3 Indonesia, 1998). Penerapan SMK3 sebagaimana tercantum dalam Permenaker RI Nomor 05 Tahun 1996 menyebutkan bahwa komunikasi dalam hal ini komunikasi K3 merupakan bagian dari kegiatan pendukung (Institut K3 Indonesia, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Aspek komunikasi sangat penting dalam K3. Banyak kecelakaan terjadi akibat kurang baiknya komunikasi sehingga mempengaruhi kinerja K3 organisasi. Sebagai contoh,
kebijakan K3 yang ditetapkan oleh manajemen harus dipahami dan
dimengerti oleh seluruh anggota organisasi dan pemangku kepentingan yang terkait dengan kegiatan. Untuk itu, kebijakan K3 harus dikomunikasikan sehingga diketahui, dimengerti, dihayati dan dijalankan oleh semua pihak terkait (Ramli, 2010). Dalam pelaksanaannya komunikasi K3 termasuk di dalamnya komunikasi bahaya (Hazard Communication). Komunikasi bahaya adalah suatu cara untuk menunjukkan bahwa suatu benda atau area mengandung bahaya atau jenis bahaya tertentu (Wariagus, 2011). Komunikasi bahaya yang direncanakan dengan benar dan ditujukan pada kelompok sasaran yang tepat dalam bahasa yang tepat, dan didukung oleh ilustrasi yang menarik perhatian akan sangat berperan dalam mengurangi kecelakaan kerja (Handley, W. 1977). Hasil penelitian Studi Pengetahuan Karyawan Mengenai MSDS Berdasarkan Penerapannya di Unit Gudang Material PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo menunjukkan bahwa penerapan MSDS di perusahaan tersebut masih belum memadai. Sedangkan tingkat pengetahuan karyawan gudang material PT Kertas Leces (Persero) tentang potensi bahaya kimia dan mengenai tindakan P3K masih kurang (http://www.docstoc.com/docs/69420326/ABSTRACT-Control-of-chemical-hazardsis-very-important-to).
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Praktik Penanggulangan Bahaya di PT X menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan pekerja dengan Praktik penanganan bahaya fisik dan kimia di tempat kerja (P Value = 0,001). Ada hubungan antara sikap pekerja dengan Praktik penanganan
bahaya
fisik dan kimia di tempat
kerja (P Value = 0,006)
(http://www.fkm.undip.ac.id/data/). PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT BSRE) merupakan perusahaan internasional yang berada di Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk menjamin terpeliharanya keselamatan dan kesehatan kerja baik bagi karyawan, pegawai, dan kontraktor atau supplier dan pihak lain yang berada di wilayah kerja. Oleh karena itu, PT BSRE berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja dan berupaya mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Komitmen ini diwujudkan melalui penerapan persyaratan SMK3 dan persyaratan keselamatan kerja lainnya. Kebijakan ini dipahami seluruh karyawan dan bagi pihak lain yang berkepentingan dengan melakukan sosialisasi secara berkesinambungan. Penurunan angka kecelakaan kerja secara umum di PT BSRE pada tahun 2005 kasus LTA (Lost Time Accident) yaitu kecelakaan yang menyebabkan hilangnya hari kerja ada sebanyak 13 kasus; kasus NLTA (No Lost Time Accident yaitu kecelakaan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja ada sebanyak 60 kasus mengalami penurunan pada tahun 2008 yaitu kasus LTA menjadi 12 kasus dan kasus NLTA
Universitas Sumatera Utara
menjadi 37 kasus. Hingga tahun Februari 2012 angka kecelakaan kerja terhitung 0 (nol) untuk kasus LTA sedangkan untuk kasus NLTA masih terjadi. Bentuk pencegahan kecelakaan kerja di PT BSRE dilakukan dengan penerapan SMK3 yang didalamnya melibatkan berbagai kegiatan termasuk kegiatan komunikasi bahaya. Bentuk kegiatan komunikasi bahaya yang dilakukan PT BSRE adalah training K3 bagi pekerja baru, safety talk yang dilakukan sekali dalam seminggu yaitu lima menit sebelum bekerja, pemberian alat pelindung diri (APD) menyampaikan informasi secara tertulis pada notice board (papan pengumuman) mengenai informasi bahaya di tempat kerja, informasi cara bekerja yang aman, serta sanksi terhadap pekerja yang tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur yang dituliskan pada Buku Saku K3 yang dimiliki oleh masing-masing pekerja. Pekerja PT BSRE paling banyak adalah pada Departemen Lapangan (Field Department) yaitu 5.566 orang dari 6.369 orang jumlah seluruh pekerja dan sebagian besar dari pekerja tersebut adalah penderes (3.608 orang). Pada tahun 2008 diperoleh data kecelakaan kerja NLTA pada penderes yaitu kecelakaan akibat terkena pisau deres sebanyak 30 kasus, akibat terkena tatal sebanyak 5 kasus, akibat terpercik ammonia 5 % sebanyak 3 kasus, dan akibat yang lainnya (terkena cabang pohon) sebanyak 2 kasus. Penderes berisiko tinggi terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Kegiatan bekerja penderes adalah : (1) Pukul 06.30-10.30 mulai menderes; (2) Pukul 12.00 mencuka (melakukan penggumpalan getah cair menjadi cup lump (getah mangkok)
Universitas Sumatera Utara
dengan larutan ammonia 3%); (3) pukul 14.30 mengutip hasil dalam bentuk cup lump; (4) pukul 15.30 sampai dengan selesai menimbang hasil di Latex Station. Risiko kecelakaan kerja pada penderes adalah terkena serpihan kayu saat menderes, terkena percikan getah, terkena pisau deres saat mengasah pisau, serta kejatuhan kayu atau ranting pohon namun hal ini jarang terjadi. Terkena serpihan kayu dan percikan getah jika penanganan pertolongan pertama tidak dilakukan segera dan dengan tepat bisa menimbulkan kebutaan. Menurut pihak manajemen, ketika dilakukan investigasi setelah terjadi kecelakaan kerja ditemukan bahwa penyebab utama dari kecelakaan kerja adalah akibat dari kelalaian pekerja itu sendiri yaitu tidak menggunakan APD selama waktu kerja. Belum diketahui dengan pasti apa penyebab kelalaian pekerja tersebut. Dengan kondisi demikian peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yaitu Pengaruh Pengetahuan Tentang Komunikasi Bahaya Terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun Tahun 2012.
1.2.
Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka permasalahan pada
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun Tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan
tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun Tahun 2012.
1.4.
Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh pengetahuan tentang komunikasi
bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun Tahun 2012.
1.5.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Dapat menjadi sumber masukan bagi perusahaan sebagai upaya mengoptimalkan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja.
2.
Menambah wawasan dan pengetahuan pekerja dalam hal pencegahan kecelakaan kerja.
3.
Sebagai pedoman bagi penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara