BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penderita penyakit kusta, penyakit kusta masih menjadi momok di masyarakat bila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka penyakit ini akan berlanjut dan bisa menyebabkan kecacatan, oleh karena itu sangat diperlukan upaya penemuan secara dini (Depkes RI, 2007). Penyakit kusta ini adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain. Penyakit bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, dosa, makanan maupun keturunan (Depkes RI, 2007). Keluarga merupakan komponen penting dalam meningkatakan kualiatas kesehatan dalam suatu daerah. Selain faktor keluarga, tingkat pengetahuan dalam suatu penyakit sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan keluarga (Amalia, 2009). Jumlah penderita kusta di dunia pada tahun 2005 sekitar 296.499 penderita (WHO, 2006). Indonesia merupakan Negara ketiga di dunia setelah India dan Brasil yang memiliki kasus kusta baru terbanyak. Jumlah kasus kusta di Indonesia pada tahun 2012 adalah 18.853 kasus, sedangkan penemuan penderita baru di Jawa Timur sebanyak 4.807 orang (25,5% dari jumlah penderita baru di Indonesia)
sebenarnya telah mencapai tingkat
eliminasi terhadap kusta dengan angka prevalensi kurang dari 1/10.000 pada
1
2
tahun 2012. Hasil riset SDKI (Survey Demografi Kesehatan) tahun 2011, tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit kusta sebanyak 78%. Sedangkan pada tahun 2012, tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit kusta sebanyak 67%. Terjadi penurunan tingkat pengetahuan, sebesar 11%. Sedangakan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 30 November 2015 di Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk selama tahun 2015 didapatkan kasus kusta sebanyak 163 kasus. Berdasarkan survey awal di puskesmas Baron bulan Januari s/d Desember tahun 2014 jumlah penderita kusta sebanyak 40 orang yang mengalami kecacatan pada waktu menjalani awal pengobatan sedangkan selama tahun 2015 didapatkan 35 kasus kusta dengan keseluruhan kusta MB. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan. Bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, dosa, makanan maupun keturunan (Depkes RI, 2007). Penurunan tingkat pengetahuan sangat berdampak pada kesehatan disuatu daerah. Hasil penelitian Mikle &Whantor (2006) menunjukan adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan terjadinya kecacatan karena penyakit kusta. Dengan terjadinya tingkat kecacatan yang tinggi karena kasus kusta, beban individu yang menderita kusta semakin besar. Selain dikucilkan oleh masyarakat, banyak keluarga yang menjaga jarak untuk berinteraksi terhadap penderita kusta (Jemali, 2013). Selain berdmapak pada individu, kasus kusta sangat berdampak pada pola berlangsungnya tatanan dari suatu daerah, yang dapat terlihat dari suatu
3
penglompokan daerah yang menjadi endemik penyakit kusta (Siagian & Siswati, 2009). Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta dapat dilakukan dengan
penyuluhan
kepada
masyarakat
melalui
media
masa
agar
penderitadapat di temukan dalam stadium dini dan tidak sampai menimbulkan kecacatan, pengobatan penderita kusta untuk mencegah infeksi sekunder serta membentuk kelompok-kelompok pemberantasan kusta seperti ANEK (Aliansi Nasional Eliminasi Kusta) dan KPD (Kelompok Perawatan Diri). Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk dilakukan evaluasi tentang kejelasan hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Baron Kabupaten Nganjuk.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Baron Kabupaten Nganjuk ?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Baron Kabupaten Nganjuk.
4
1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi pengetahuan penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Baron Kabupaten Nganjuk. 2. Mengidentifikasi tingkat kecacatan penderita kustadi wilayah kerja Puskesmas Baron Kabupaten Nganjuk. 3. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Baron Kabupaten Nganjuk.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, antara lain: 1.4.1 Manfaat teoritis Penelitian ini dapat menambah bahan referensi berikutnya tentang konsep antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta. Penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder memberikan gambaran – gambaran tentang hubungan pengetahuan dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Baron Kabupaten Nganjuk. 1.4.2 Manfaat praktisi a. Manfaat bagi institusi kesehatan Bagi Institusi, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan penelitian lebih lanjut guna meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik.
5
b. Manfaat bagi puskesmas Peneliti ini sebagai tambahan referensi bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pengetahuan, wawasan khususnya tentang penyakit kusta dan pengobatannya. c. Manfaat bagi peneliti Sebagai masukan dan referensi khususnya berkaitan dengan peran keperawatan serta sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya, dan meningkatkan ilmu dan pengetahuan menuju pelayanan yang berkualitas di masa yang akan datang. 4. Bagi responden atau masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit kusta yang akan memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan kualitas kesehatan dimasyarakat dan pengetahuan tentang penyakit kusta, sehingga timbul kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penderita kusta.