BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisit neurologis adalah kelainan fungsional area tubuh karena penurunan fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.
Tanda–tanda defisit
neurologis merupakan proses terjadinya suatu penyakit seperti tumor otak, infark, meningitis maupun ensefalitis. Manifestasi klinik dari defisit neurologi ditentukan dari letak anatominya seperti pada lobus frontalis dengan manifestasi klinik hemiparesis, monoparesis, kejang fokal tipe grandmall bahkan aphasia Broca sedangkan pada batang otak didapatkan manifestasi klinik berupa tanda – tanda hilangnya fungsi motorik dan sensori dari traktus dan nucleus saraf kranialis yang terkena (Bradley, 2008). Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Massachusetts Belanda pada bulan Oktober 1998 sampai April 2002 dari 63 pasien meningitis terdapat 62 pasien (98 %) mengalami prognosis yang buruk karena memiliki satu atau lebih faktor resiko yaitu gejala fokal neurologis, kesadaran menurun dan kejang (De Beek, 2004). Sedangkan penelitian di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Januari 1997 – Desember 2005 menunjukkan hubungan peningkatan angka mortalitas dengan kejadian penurunan kesadaran dan gejala fokal neurologis lainnya, dari 273 pasien 41% nya memiliki prognosis yang buruk akibat adanya defisit neurologis saat masuk rumah sakit (Hendrik dan Jofizal, 2006). Hasil
studi klinik di Jawa Timur pada tahun 2006 memperlihatkan
insidens dari defisit neurologis meningitis lebih dari 50% kasus pada orang
1
2
dewasa dan lebih dari 30% pada anak-anak. Dari beberapa kasus meningitis di Jawa Timur terdapat beberapa defisit neurologis seperti gangguan nervus kranialis II, IV, VI sebanyak 50% dan cerebral palsy sebanyak 20% yang pada umumnya disebabkan karena terlambatnya penanganan yang dapat memperburuk prognosis. Terjadinya defisit neurologis pada pasien meningitis biasanya timbul akibat proses inflamasi dari pembuluh darah cerebral berupa kejang, paresis nervus kranialis, lesi cerebral fokal, dan hydrasefalus (Iskandar Japardi, 2009). Meningitis di negara berkembang seperti Indonesia masih menjadi masalah yang serius. Pada tahun 2005 dari 1000 kelahiran, terdapat 36 kasus meningitis setiap tahunnya. Di Jawa Timur, meningitis merupakan penyakit penyebab kematian bayi dan anak tertinggi ke lima sesudah diare. Dari 2000 responden anak dan balita, 1300 responden (65%) terdapat Streptococcus pneumonia di tenggorokannya selain itu dari 4,6 juta kelahiran hidup hanya 0,6% yang mendapat vaksin meningitis di Indonesia dan semua itu merupakan faktor resiko terjangkitnya meningitis pada anak (Hardiono, 2010). Pada usia dewasa resiko terjadinya meningitis juga disebabkan oleh penyebaran hematogen namun meningitis pada usia dewasa lebih sering pada orang yang mengalami kekebalan tubuh yang menurun seperti pada pasien usia lanjut atau pada pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (Wahyuningsih, 2010). Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa defisit neurologis fokal berupa kejang memiliki prognosis yang lebih buruk seperti juga pada pasien yang memiliki faktor predisposisi berupa umur terlalu muda atau terlalu tua, takikardi, Glas Glow Coma Scale (GCS) yang rendah pada saat masuk rumah sakit dan
3
infeksi Streptococcus pneumonia memiliki prognosis yang buruk atau tingkat mortalitas yang lebih tinggi.(Zoons. Dkk,2008). Seiring masih tingginya angka mortalitas penyakit meningitis di Jawa Timur akibat terjadinya defisit neurologis dan RSU Haji Sukolilo Kota Surabaya salah satu rumah sakit jejaring Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang sehingga diharapkan dapat sebagai wacana mengenai defisit neurologis terhadap prognosis pasien meningitis di sana maka dilakukanlah penelitian mengenai hubungan defisit neurologis terhadap prognosis pasien post terapi meningitis akut di RSU Haji Sukolilo Kota Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah Adakah hubungan antara defisit neurologis terhadap prognosis pasien post terapi meningitis akut di RSU Haji Sukolilo Kota Surabaya pada periode 1 Januari 2007 – 30 September 2011 ?
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan defisit neurologis dan prognosis pasien post terapi meningitis akut di RSU Haji Sukolilo Kota Surabaya. 1.3.2
Tujuan Khusus Untuk mengetahui hubungan antara penurunan status kesadaran terhadap prognosis pasien post terapi meningitis akut di RSU Haji Sukolilo Kota Surabaya pada periode 1 Januari 2007 – 30 September 2011.
4
Untuk mengetahui hubungan antara kejang terhadap prognosis pasien post terapi meningitis akut di RSU Haji Sukolilo Kota Surabaya pada periode 1 Januari 2007 – 30 September 2011 Untuk mengetahui hubungan antara paresis nervus kranialis terhadap prognosis pasien post terapi meningitis akut di RSU Haji Sukolilo Kota Surabaya pada periode 1 Januari 2007 – 30 September 2011.
1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Akademis Meningkatkan pengetahuan tentang defisit neurologis pada pasien meningitis. Menambah pemahaman tentang hubungan defisit neurologis terhadap prognosis pasien meningitis. Sebagai dasar pertimbangan lebih lanjut pengendalian defisit neurologis penderita meningitis untuk mencegah terjadinya prognosis yang buruk. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan defisit neurologis terhadap prognosis pasien meningitis. 1.4.2
Manfaat Klinik Sebagai dasar untuk melakukan penanganan yang cepat dan tepat untuk memperbaiki prognosis pasien meningitis yang datang dengan defisit neurologis. Sebagai dasar untuk melakukan edukasi ke keluarga pasien tentang hubungan defisit neurologis terhadap prognosis pasien meningitis.
5
1.4.3 Manfaat Masyarakat Sebagai dasar pengetahuan untuk mengenal gejala meningitis di lingkungan sekitar agar tidak sampai terjadi defisit neurologis yang berdampak pada prognosis yang buruk. Sebagai dasar pengetahuan untuk pencegahan penyakit meningitis di lingkungan sekitar agar tidak sampai terjadi defisit neurologis yang berdampak pada prognosis yang buruk.