BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm pada bulan Juni 1972. Permasalahan lingkungan yang kini dihadapi umat manusia umumnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kejadian alam sebagai peristiwa yang harus terjadi sebagai sebuah proses dinamika alam itu sendiri. Kedua, sebagai akibat dari perbuatan manusia. Kedua bentuk kejadian di atas mengakibatkan ketidakseimbangan pada ekosistem dan ketidaknyamanan kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora maupun fauna. Bentuk-bentuk kerusakan lingkungan itu berupa pencemaran air, pencemaran tanah, krisis keanekaragaman hayati (biological diversity), kerusakan hutan, kekeringan dan krisis air bersih, pertambangan dan kerusakan lingkungan, pencemaran udara, banjir lumpur dan sebagainya. Sumber pencemar utama Pb di udara berasal dari asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, karena Pb ditambahkan pada bensin sebagai zat anti letup. Partikel logam berat timah hitam yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dalam bentuk PbCl2 (Pb Chlorida) dan PbBr2 (Pb Bromida) dan sisanya dilepas ke udara (Wardhana, 1995). 60-70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Gas–gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor tersebut berdampak negatif
pada
manusia,
lingkungan
dan 1
tumbuhan.
Anonymous
(2001)
2
menyebutkan bahwa dari berbagai gas dan partikel asap kendaraan, paparan timah hitam atau timbal (Pb) sebagai bahan aditif dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan merupakan zat pencemar yang paling berbahaya. Dampak dari timah hitam (Pb) ini terbukti banyak menyebabkan kerugian, diantaranya adalah bagi manusia menyebabkan penyakit asma, kanker, bronkhitis, jantung, darah tinggi dan menurunkan intelengensia pada anak. Bagi lingkungan dapat menyebabkan timbunan timah hitam (Pb) pada sampah organik dan lapisan tanah pada bagian atas. Sedangkan pada tumbuhan timah hitam (Pb) ini juga dapat menyebabkan terhambatnya produktivitas tumbuhan dan akhirnya berakibat pada kematian. Menurut Saeni (1997) timbal merupakan zat yang paling berbahaya kedua setelah merkuri. Malang sebagai kota raya terbesar kedua di Jawa Timur pada beberapa tahun terakhir semakin menampakkan cirinya sebagai kota yang siap menjadi kota metropolis, bangunan-bangunan yang menjulang tinggi, banyaknya pusat perbelanjaan, kepadatan transportasi, perumahan yang semakin berjubel akibat dari kepadatan manusia. Pencemaran di kota Malang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal tersebut seiring dengan perkembangan fisik yang ada di Kota Malang dan sudah mulai berkembangnya beberapa kawasan industri, sehingga sedikit banyak menimbulkan pencemaran, khususnya pencemaran udara. Hal tersebut diiringi juga oleh perkembangan jumlah kendaraan bermotor, sehingga pada kawasan pusat kota terutama pagi hari sering terjadi kemacetan.
3
Jalan Ahmad Yani sebagai salah satu akses jalan keluar-masuk kota Malang memiliki kepadatan lalu lintas berkategori D dengan indeks level of services 0,82 smp, hal ini ditandai dengan volume kendaraan mendekati pada kapasitas ruas jalan, arus tidak stabil, kecepatan kadang terhenti dan sering terjadi kemacetan (Bhirawa edisi Jum’at 16 Juli 2010). Kota Malang yang menerapkan konsep Malang Ijo Royo-royo, ternyata masih belum bisa memenuhi jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik seperti yang diterapkan undang-undang tentang lingkungan sebesar 20%. Luasan RTH Kota Malang pada tahun 2010 hanya sekitar 14% dari total luas wilayah daerah itu, padahal ketentuan yang ditetapkan minimal 20% dari luas wilayah. RTH Kota Malang yang berbentuk taman hanya seluas 109.487 meter persegi yang tersebar di 31 titik. Sebaliknya, luas lahan yang sudah terbangun meningkat menjadi 60 % dari luas wilayah kota. Akibatnya kota ini sering dilanda banjir dan tingkat polusi sangat tinggi (Antara News Senin, 8 November 2010). Kerusakan lingkungan di Kota Malang memiliki tiga titik kutub panas, yakni di kawasan Pasar Besar Malang, Jalan Sumbersari, dan Jalan Ahmad Yani. Pada tiga titik ini terdapat selisih suhu dengan kawasan lain hingga mencapai 6-7 derajat Celsius pada siang hari (Tempo, 9 Agustus 2010). Pada satu sisi pembangunan lingkungan perkotaan akan semakin maju secara ekonomi tetapi justru pada sisi lain mundur secara ekologi. Untuk itu kondisi tersebut harus segera mendapat penanganan yaitu dengan penghijauan di seluruh jalur perkotaan dengan penanaman tumbuhan peneduh jalan yang sesuai. Tumbuhan peneduh jalan adalah tumbuhan yang tumbuh di tepi jalan yang
4
bermanfaat untuk menaungi jalan, menyerap polusi udara yang berbahaya akibat asap kendaraan bermotor dan menyediakan oksigen yang berguna bagi kehidupan (Ramlan, 1997). Keberadaan tumbuhan peneduh jalan di perkotaan sangat penting artinya untuk menjaga kestabilan kota secara ekologi. Tumbuhan sebagai elemen landscape perlu dipilih dan ditempatkan berdasarkan pertimbangan fungsional dan estetika. Aspek fungsional tanaman antara lain fungsi tanaman dalam memperbaiki
ligkungan
melalui
kemampuannya
menyerap/mengurangi
pencemaran udara, sehingga tercipta suasana nyaman secara fisik. Aspek estetika adalah suasana nyaman secara visual yang diperlihatkan oleh penampilan jenis dan komposisi tanaman. Pada umumnya tanaman memiliki resistensi terhadap pencemar, sehingga mampu mengakumulasikan sejumlah besar pencemar (misalnya logam berat) di dalam jaringan tanpa menyebabkan hal yang membahayakan tanaman tersebut (Kovacs, 1992). Tetapi tiap-tiap jenis tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kandungan Pb di udara. Fakuara
(1990)
menyatakan bahwa tanaman damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus), pala (Mirystica fragrans), asam landi ( Pithecelobium dulce), dan johar ( Cassia siamea), mempunyai kemampuan sedang-tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Berangkat dari permasalahan tersebut maka peneliti memandang perlu dilakukan kajian tentang perbedaan kadar timbal (Pb) berbagai tanaman peneduh jalan yang ada dikawasan padat lalu lintas kota Malang yaitu jalur Jl. Ahmad Yani
5
(Arjosari). Sehingga dari penelitian ini dapat ditentukan jenis tanaman yang cocok digunakan sebagai tanaman peneduh jalan yang efektif dalam mengatasi pencemaran udara akibat dari emisi gas yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM).
1.2 Rumusan Masalah Berdasar latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu: a. Adakah perbedaan kadar timbal (Pb) pada berbagai jenis tanaman peneduh jalan di Jl. Ahmad Yani? b. Tanaman jenis apakah yang paling besar menyerap timbal (Pb)?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui perbedaan kadar timbal (Pb) pada berbagai jenis tanaman peneduh jalan di Jl. Ahmad Yani? b. Untuk mengetahui tanaman jenis apakah yang paling besar menyerap timbal (Pb)?
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: a. Manfaat teoritis penelitian ini diharapakan dapat memperkaya referensi dan informasi tentang perbedaan kadar timbal (Pb), pada
6
berbagai tanaman peneduh jalan, serta memberikan informasi tentang jenis tanaman yang cocok digunakan sebagai tanaman peneduh jalan. b. Manfaat aplikatif dari penelitian ini diharapkan akan mendapatkan jenis-jenis tanaman peneduh jalan yang cocok dan efektif dalam menjaga keseimbangan ekologis di daerah perkotaan dengan harapan mampu: (1) Mengurangi tingkat pencemaran udara terutama timabl (Pb) hasil emisi gas buang kendaraan bermotor, (2) Mejaga keseimbangan oksigen di udara.
1.5 Batasan Penelitian Adapun penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: a. Timah hitam (Pb) Timah hitam (Pb) merupakan bahan aditif yang berupa logam berat yang terdapat dalam bahan bakar minyak sebagai anti–knocking dalam bentuk tetraetil lead (TEL). Timah hitam (Pb) ini berasal dari gas emisi kendaraan bermotor. b. Daun Sampel Penelitian Daun sampel dalam penelitian ini adalah daun yang dipetik langsung dari tumbuhan peneduh jalan dengan ketentuan daun yang diambil adalah daun dewasa ke- 3-4 dari pucuk ranting (Kovacs, 1992), selain itu daun terletak pada tajuk paling bawah dan dari cabang yang dekat dengan pada batang
7
utama dan berwarna hijau (Sembiring, 2006), dengan jarak antara 1,5-3,5 meter dari tanah. c. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan padat lalu lintas, yaitu Jl. Ahmad Yani. d. Waktu pengambilan sampel dilakukan pada jam 10.00 WIB-14.00 WIB. e. Parameter yang diukur adalah kadar timbal pada berbagai jenis tumbuhan peneduh jalan. f. Jenis tumbuhan peneduh jalan Jenis tumbuhan peneduh jalan dalam penelitian ini adalah Ficus benjamina L., Terminalia catappa L., Pterocarpus indicus Willd., Samanea saman Merr., Adenanthera microsperma T. & B., Polyalthia longifolia Sonn., Lagerstroemia loudonii T.& B., Tamarindus indica L., Swientenia mahagoni (L.) Jacq., Filicium decipiens Thw. (Steenis, 1997 dan Kemenhut RI)
1.6 Definisi Istilah a. Kadar adalah ukuran untuk menyatakan jumlah suatu zat atau unsur pada gejala tertentu yang terdapat dalam populasi (Anonimous, 2002). b. Timbal (Pb) adalah metal kehitaman yang digunakan sebagai bahan aditif dalam bensin sebagai anti-knocking, dalam bentuk tetraetil lead (TEL), timbal meningkatkan nilai oktan bensin serta berfungsi sebagai pelumas dudukan mesin dan merupakan racun sistemik (Slamet, S, 1995).
8
c. Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya (KEPMEN KLH, 1988). d. Tumbuhan peneduh jalan adalah tumbuhan yang tumbuh di tepi jalan yang bermanfaat untuk menaungi jalan, menyerap polusi udara yang berbahaya akibat asap kendaraan dan menyediakan oksigen yang sangat berguna bagi kehidupan (Ramlan, 1997).