BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perawat merupakan tenaga kerja terbesar di rumah sakit, di mana
perawat memiliki tanggung jawab untuk memonitor pasien setiap hari dan manajemen pelayanan bagi pasien (Aiken, 2001; Benner, et al., 2002 dalam Hendrich, et al., 2008). Sebanyak 40-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994). Tanggung jawab dan beban kerja yang berat mengharuskan seorang perawat mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik. Beban kerja perawat rumah sakit biasanya berat, sering membutuhkan shift panjang dan memaksakan tuntutan fisik. Salah satu studi terhadap lebih dari 5.000 shift keperawatan melaporkan 40% dari shift kerja melebihi 12 jam, hal ini menunjukkan bahwa perawat sering bekerja lebih lama dari yang dijadwalkan (Rogers, Hwang, Scott, Aiken, & Dinges, 2004 dalam Hendrich, et al., 2009). Beban kerja perawat merupakan seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan (Marquis & Houston, 2000). Gaudine (2000) menjelaskan bahwa beban kerja merupakan jumlah total waktu keperawatan baik secara langsung atau tidak langsung dalam memberikan pelayanan keperawatan yang diperlukan oleh pasien dan jumlah perawat yang diperlukan untuk memberikan pelayanan tersebut. 20
Beban kerja yang terlalu tinggi akan menyebabkan komunikasi yang buruk antara perawat dan pasien, kegagalan komunikasi antara perawat dan dokter, tingginya drop out/turnover perawat, dan rasa ketidakpuasan kerja perawat. Beban kerja yang tinggi akan menimbulkan kelelahan dan stres kerja (Carayon & Gurses, 2005). Kelelahan perawat dalam bekerja dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan kerja yang akan menyebabkan kemunduran penampilan kerja (Tappen, 1998). Kelelahan kerja perawat juga dapat memberi dampak pada asuhan pelayanan yang diberikan tidak akan optimal. Pengukuran sumber daya keperawatan akan menjadi valid dan reliabel dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat (O’Brian, et al., 1997 dalam Kurniadi, 2013). Faktor-faktor yang dimaksud adalah kondisi pasien, karakteristik pasien dan tindakan keperawatan yang diberikan serta lingkungan kerja. Disamping itu ada faktor lain, misalnya beratnya tanggung jawab, tuntutan/permintaan dalam waktu bersamaan, kejadian-kejadian yang tidak diantisipasi, interupsi, kejadian yang berisik/gaduh (Gaudine, 2000). Perhitungan beban kerja tiap unit tidaklah sama akan tetapi tetap menjadi hal yang penting untuk dilakukan (Kosim, 1995 dalam Kurniadi, 2013). Menurut Gillies (1999), ada beberapa alasan dilakukan perhitungan beban kerja yaitu untuk mengkaji status kebutuhan perawatan pasien, menentukan dan mengolah staf keperawatan, kondisi kerja serta kualitas asuhan keperawatan, menentukan dan mengeluarkan biaya alokasi sumber daya yang adekuat, dan untuk mengukur hasil intervensi keperawatan. 21
Menghitung beban kerja dari seorang perawat bukanlah pekerjaan yang mudah. Manajer keperawatan harus mengerti tentang jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien, rata-rata hari perawatan, frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien, dan pengukuran rata-rata waktu perawatan langsung, perawatan tidak langsung, dan pendidikan kesehatan agar dapat mengetahui beban kerja (Gillies, 1996). Beberapa pendekatan menghitung beban kerja dapat dilakukan dengan cara work sampling, time and motion study, dan daily log (Nursalam, 2014). Time and motion study memungkinkan untuk mencatat seluruh waktu yang digunakan dalam melakukan setiap kegiatan, tetapi metode ini harus menggunakan tenaga kerja yang intensif dan biaya mahal (Wirth, Kahn, & Perkoff, 1977 dalam Qian, et al., 2012). Work sampling memerlukan biaya yang relatif kecil, tetapi tidak dapat menangkap beberapa informasi penting seperti durasi aktifitas karena pengamatan tidak terus menerus (Finkler, Knickman, Hendrickson, Lipkin, & Thompson, 1993 dalam Qian, et al., 2012). Hasil dari time and motion study lebih dapat diandalkan daripada work sampling, self reporting, atau kuesioner untuk proses dokumentasi (Burke, 2000; Webster, et al., 2011; Zheng, Guo, & Hanauer, 2011 dalam Saurman, Lyle, Kirby, & Roberts, 2014). Time and motion study digunakan untuk memperoleh gerakan-gerakan standard untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, yaitu rangkaian gerakan-gerakan yang efktif dan efisien. Metode time and motion study digunakan untuk 22
mengukur standar waktu normal yang diperlukan operator terlatih dan berpengalaman pada kecepatan normal. Standar waktu tersebut seringkali digunakan untuk perencanaan dan penjadwalan kerja sampai perkiraan biaya produksi, termasuk biaya pekerja. Setelah itu, dilakukan pendekatan-pendekatan peningkatan produktivitas dengan cara problem-solving dan sebagainya. menstandardisasi sistem dan standar tersebut (Sritomo, 1995). Time and motion study untuk perawat dipublikasi untuk menghitung kegiatan perawat medikal bedah dan karakteristik lingkungan kerja perawat, tujuannya adalah mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan waktu perawatan langsung melalui perbaikan proses kerja, infrastruktur teknologi, dan tata letak unit medikal bedah (Hendrich, Chow, Skierczynski, & Lu, 2008). Penelitian lain yang dilakukan oleh Abbey, Chaboyer, dan Mitchell, (2012) menggambarkan kegiatan kerja perawat intensive care unit (ICU) di sebuah rumah sakit swasta di Australia. Perawat menghabiskan sebagian besar waktunya pada perawatan langsung dan tidak langsung dan perawat melakukan dua aktivitas secara bersamaan selama hampir setengah dari waktu mereka. Pengukuran yang umum digunakan adalah waktu melakukan aktifitas, frekuensi, durasi, dan pergantian antara dua kegiatan secara berurutan (Hendrich, Chow, Skierczynski, & Lu, 2008). Penelitian Hendrich, Chow, Skierczynski, dan Lu (2008) dengan metode time and motion study di 36 unit medikal bedah di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi bagaimana perawat menghabiskan waktu selama shift dalam melakukan kegiatan: praktek keperawatan, tugas pokok dan fungsi, kegiatan non 23
klinis, dan non produktif dan menemukan variabel dalam lingkungan kerja yang mempengaruhi efisiensi asuhan keperawatan dan keselamatan pasien. Penelitian menemukan lebih dari tiga perempat total waktu digunakan untuk praktek keperawatan tidak langsung; dokumentasi (35,3%; 147,5 menit), administrasi obat (17,2%; 72 menit), dan koordinasi perawatan (20,6%; 86 menit). Sedangkan kegiatan perawatan pasien hanya 19,3% (81 menit) dan hanya 7,2% (31 menit) dari waktu praktek keperawatan digunakan untuk pengkajian dan mengukur tanda-tanda vital (TTV). Penelitian Qian, et al., (2014), menguji berapa banyak frekuensi dan durasi waktu yang dihabiskan untuk setiap kegiatan perawatan langsung dengan metode time and motion study yang dilakukan di panti jompo Australia, diperoleh hasil secara keseluruhan perawat menghabiskan 30%-45% waktu mereka untuk perawatan langsung. Seorang manajer harus mampu memastikan berapa kebutuhan dan permintaan pelayanan kesehatan masyarakat secara adil, distribusi staf dan beban kerja yang tepat disetiap fasilitas kesehatan sehingga pekerjaan dan akses pelayanan merata dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan juga bermutu (WHO, 2010). Ada beberapa metode yang dipakai sebagai acuan untuk menghitung jumlah kebutuhan tenaga perawat. Menurut SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 81/Menkes/SK/I/2004 salah satu metode yang telah dikembangkan Departemen Kesehatan untuk menghitung kebutuhan tenaga rumah sakit adalah metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN), yang berakar pada beban kerja personel (Depkes, 2004). 24
Pada
akhir
1990-an,
World
Health
Organization
(WHO)
mengembangkan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) yaitu suatu prinsip perencanaan lama yang digunakan dalam bisnis dan industri untuk diterapkan pada sektor kesehatan (Pandey, 2013; WHO, 2010). WISN dipopulerkan oleh World Health Organization (WHO) setelah dilakukan pra uji di sejumlah negara termasuk Kenya, Tanzania, Papua Nugini, Sri Lanka, dan Turki (Mussau, 2013). Metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) telah digunakan dalam beberapa cara yang berbeda dan di berbagai negara (Musau, et al., 2008; Shivam, et al., 2014; WHO, 2010). Metode perhitungan kebutuhan berdasarkan beban kerja Workload Indicators of Staffing Need (WISN) adalah indikator yang menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga pada sarana kesehatan berdasarkan beban kerja, sehingga alokasi/relokasi tenaga akan lebih mudah dan rasional. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis (Nursalam, 2014). Setiap fasilitas kesehatan termasuk rawat inap, operasi bedah, rujukan, rawat jalan, berbagai jenis klinik, pendidikan kesehatan, dan kunjungan rumah memiliki pola beban kerja yang berbeda (Pandey, 2013). Langkah perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan Workload Indicators of Staffing Need (WISN) ini meliputi 5 langkah, yaitu: (1) menetapkan waktu kerja tersedia berdasarkan hari kerja,cuti tahunan, pendidikan dan pelatihan, hari libur nasional, ketidakhadiran kerja, dan waktu kerja perawat selama satu tahun, (2) menetapkan unit kerja dan kategori SDM yang dihitung, (3) menyusun 25
standar beban kerja, (4) menyusun standar kelonggaran, dan (5) menghitung kebutuhan tenaga perunit kerja (Nursalam, 2014). Metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) dapat menemukan kekurangan tenaga dan ketidakadilan dalam pendistribusian tenaga (McQuide, Aitken, & Foster, 2013). Shivam, et al., (2014) melakukan penelitian dengan menggunakan metode WISN untuk memperkirakan secara kuantitatif kebutuhan staf keperawatan berdasarkan standar aktivitas, beban kerja, dan untuk menilai adanya ketidakseimbangan distribusi staf perawat di Rumah Sakit Distrik Burdwan, India. Hasil rata-rata Workload Indicators of Staffing Need (WISN) seluruh Distrik Burdwan, India yang diperoleh, ternyata hanya tersedia 35% dari perawat yang diperlukan atau terdapat kekurangan tenaga perawat sebanyak 65%. Penelitian Musau, et al. (2008) juga menghasilkan, bahwa sangat sedikit departemen Lembaga Kesehatan Tersier di Kenya yang memiliki jumlah staf yang optimal, dimana dari hasil penelitian tersebut ditemukan mayoritas staf di setiap departemen mengalami kekurangan atau kelebihan. Interpretasi hasil penghitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan indeks WISN dengan menggunakan metode pendekatan time and motion study di ruang bedah Rumah Sakit Umum Negara Bali diperoleh kekurangan 30 orang perawat (Ernawati, Nursalam, & Djuari, 2011). Masalah yang sering muncul adalah ketidakseimbangan distribusi tenaga perawat sebab beban kerja di setiap unit sulit sekali dideteksi oleh direksi karena biasanya hanya berdasarkan pada keluhan-keluhan yang sifatnya 26
subjektif (Ilyas, 2011). Penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia (2005) menunjukkan 78,8 % perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan 63,3 % perawat melakukan tugas administrasi. Lebih dari 90 % perawat melakukan tugas non keperawatan, seperti menetapkan diagnosis penyakit dan membuat resep obat. Hanya 50% perawat yang melaksanakan
asuhan
keperawatan
sesuai
fungsinya.
Norman
(2006),
mengemukakan bahwa beban kerja yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi perawat berdasarkan asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi), menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan pekerjaan yang selanjutnya berdampak kepada kualitas pelayanan perawat. Lubis (2007), menyimpulkan terdapat pengaruh beban kerja berdasarkan: waktu, standar kerja, standar kelonggaran, dan kuantitas kegiatan pokok terhadap efektivitas pekerjaan perawat di Instalasi Rawat Inap RSU dr. Pirngadi Medan. RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan rumah sakit tipe B milik pemerintah daerah. Melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1069/Menkes/SK/XI/2008 tentang Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan, RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dinyatakan menjadi RS Pendidikan ke-2 di SUMUT setelah Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar memiliki 17 unit mesin hemodialisa yang digunakan hari Senin sampai Sabtu. Kepala ruangan menyatakan rata-rata pasien hemodialisa adalah pasien tetap dan sudah
27
memiliki jadwal hemodialisa 2 kali seminggu (Senin dan Kamis, Selasa dan Jumat, Rabu dan Sabtu). Data dari Laporan Tahunan Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar (2014), di peroleh jumlah kunjungan pasien hemodialisa mencapai 793 pasien dan keseluruhan pasien merupakan pasien asuransi. Bed Occupancy Rate (BOR) tahun 2014 di Instalasi Hemodialisa mencapai 97% memberikan gambaran bahwa beban kerja perawat di Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih cukup tinggi. Jumlah perawat pelaksana yang bertugas di Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih sebanyak 11 orang dalam 2 shift kerja, sehingga untuk menangani pasien setiap harinya sekitar 33 orang merupakan beban yang cukup berat. Perawat di Instalasi Hemodialisa juga melaksanakan kegiatan lain di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai perawat Instalasi Hemodialisa seperti menyapu ruangan, menghitung dan mengantarkan linen kotor ke loundry, mengantar kasa dan duk untuk disterilkan ke ruang KBU, teknisi mesin dan peralatan di ruangan hemodialisa bila bermasalah, membereskan logistik di gudang, mengurus berkas administrasi pasien, menulis resep, mengurus obatobatan pasien, mengambil dan mengangkat cairan hemodialisa (acid dan bikarbonat) dari gudang obat. Dari gambaran di atas terlihat bahwa perawat di instalasi hemodialisa merasakan beban kerja yang tinggi, terutama beban fisik dan beban mental karena harus mengupayakan penyelamatan pada pasien dengan kondisi kritis dan komplikasi dengan sarana dan prasarana yang belum mencukupi. Akibat dari 28
beban kerja yang tinggi tersebut adalah kurang optimalnya pelayanan pada pasien hemodialisa yang dapat dilihat dari penilaian kepuasan pasien dengan kuesioner kepuasan oleh bagian Mutu Keperawatan yaitu, pasien yang menyatakan puas dengan pelayanan di unit hemodialisa masih 78%. Kondisi ini yang mendasari penelitian untuk menganalisis kebutuhan perawat berdasarkan beban kerja secara objektif (observasi) dengan metode time and motion study dan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) di Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. 1.2
Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis kebutuhan
tenaga perawat berdasarkan beban kerja dengan metode time and motion study dan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) di Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. 1.3
Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang sudah dirumuskan maka yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan tenaga
perawat berdasarkan beban kerja dengan metode time and motion study dan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) di Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
29
1.3.2
Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1.
Menganalisis beban kerja perawat di Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar berdasarkan metode time and motion study.
2.
Mendapatkan gambaran jumlah perawat yang dibutuhkan oleh Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar berdasarkan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN).
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian analisis kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja
dengan metode time and motion study dan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) ini menghasilkan jumlah kebutuhan tenaga perawat di Instalasi Hemodialisa RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar sesuai dengan beban kerja. Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi aspek teoritis dan aspek praktis keperawatan. 1.
Aspek Teoritis Penelitian
ini
pengembangan
diharapkan ilmu
memberikan
pengetahuan
kontribusi
khususnya
yang
positif
dalam
terkait
dengan
perencanaan manajemen sumber daya manusia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tambahan atau sebagai penunjang dari teori-teori yang sudah ada, tentang beban kerja perawat.
30
2.
Aspek Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif secara praktik bagi praktisi keperawatan. a. Manajemen Rumah Sakit tempat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan umpan balik bagi pihak manajemen rumah sakit terutama Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan sumber daya manusia khususnya keperawatan berdasarkan beban kerja perawat, dapat dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan terkait perencanaan kebutuhan jumlah tenaga perawat maupun pendistribusian tenaga keperawatan. b. Manajemen Keperawatan Penelitian ini memberikan masukan bagi Bidang Keperawatan untuk memahami beban kerja perawat pelaksana, sehingga dapat dijadikan acuan untuk melakukan evaluasi kembali sebaran tenaga perawat yang sudah ada di instalasi hemodialisa dan juga di ruangan rawat inap secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan masing-masing ruangan. c. Peneliti Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dalam mengetahui beban kerja perawat di Instalasi Hemodialisa selama keseluruhan dalam setiap shift.
31