BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak
ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan beberapa sebutan penyakit lainnya. Salah satunya adalah penyakit degeneratif (Bustan, 2007). Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis dimana kejadiannya berhubungan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997). Perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin hari semakin meningkat karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat di berbagai negara (Bustan, 2007). Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu, penyakit jantung, stroke, serta paru-paru kronis adalah contoh penyakit tidak menular yang menjadi tren gaya hidup. Menurut laporan badan kesehatan dunia (WHO), Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian secara menyeluruh. Berdasarkan data WHO South East Asia 2008, sebanyak 55 % kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular (WHO, 2008). Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia sendiri juga semakin meningkat. Hal ini dipicu oleh perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi efek terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup dan sosial ekonomi. Perubahan ini disebut sebagai transisi epidemiologi yaitu terjadinya perubahan pola kesakitan berupa penurunan prevalensi penyakit
Universitas Sumatera Utara
infeksi, sedangkan penyakit non infeksi seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke meningkat (Bustan, 1997). Transisi epidemiologi dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olahraga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan yang beralih ke sajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan tinggi garam tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (Sugiharto, 2007). Indonesia sendiri terdapat perubahan pola makan, yang mengarah pada makanan cepat saji dan yang diawetkan, yang mengandung tinggi garam, lemak jenuh, dan rendah serat mulai tersebar terutama di kota-kota besar di Indonesia (Kemenkes, 2014). Pre hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, suku/etnik, perkotaan/pedesaan, geografis, jenis kelamin, diet, obesitas, stress, gaya hidup, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa pada dasarnya adalah sama karena hipertensi merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih berat dan berbahaya (WHO, 2013). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya sejumlah 839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada wanita (30%) dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus
Universitas Sumatera Utara
hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang (Triyanto, 2014). Prevalensi hipertensi mengalami penurunan dari 32 % pada tahun 1980 menjadi 27% pada tahun 2008. Namun di sisi lain, terjadi peningkatan di negara-negara berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 1999, National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan prevalensi pre hipertensi adalah 31% di Amerika Serikat. Kemudian pada sebuah survei yang diadakan di Taiwan melaporkan bahwa 34% orang dewasa memiliki pre hipertensi (Widjaja dkk, 2013). Menurut AHA (American Heart Association) di Amerika tahun 2008, tekanan darah tinggi ditemukan dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta orang mengidap pre hipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya yang mengetahui keadaannya dan hanya 61% medikasi. Dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu pertiga mencapai target darah yang optimal atau normal (Artikel Kesehatan, 2009). Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, Afrika Selatan justru menjadi negara yang memiliki tingkat hipertensi paling tinggi di dunia yaitu sebanyak 78% pada orang dewasa yang usianya diatas 50 tahun. Hanya 1 dari 10 orang penderita Hipertensi yang memperoleh perawatan layak atas penyakit hipertensi yang dialaminya. Tim peneliti yang dibentuk oleh WHO yang bernama SAGE atau Strategic Advisory Group of Expert menemukan prevalensi hipertensi pada hampir 72% orang dewasa di negara Rusia. Angka prevalensi yang lebih rendah terdapat di beberapa negara seperti 58% di Meksiko, 57% di Ghana, 53% di China, serta 32% di India (WHO, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Hipertensi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Obat-obatan efektif banyak tersedia, namun angka penderita tetap meningkat. Padahal hipertensi merupakan faktor utama kerusakan otak, ginjal dan jantung jika tidak terdeteksi sejak dini. Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia (InaSH, 2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Hal ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi pada masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi. Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan akan menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Depkes, 2012). Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia 2534 tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun 45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan prevalensi yang tinggi tersebut, hipertensi yang tidak disadari mungkin jumlahnya
Universitas Sumatera Utara
bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena hipertensi dan komplikasi jumlahnya jauh lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala (InaSH, 2014). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi prehipertensi di Indonesia dewasa muda (18-29 tahun) adalah 48,4% (Widjaja dkk, 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 % pada tahun 2007 menjadi 9,5 %. Prevalensi hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun di Indonesia mencapai 25,8%. Berdasarkan provinsi, Prevalensi hipertensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%) dan terendah di Papua (16,8%). Berdasarkan penelitian Sigarlaki di Desa Bocor Kec. Bulus Pesantren, Kab. Kebumen, Jawa Tengah tahun 2006 dari 102 orang responden, terdapat 12,7% penderita pre hipertensi dan 87,3 % penderita hipertensi. Dalam penelitian ini laki-laki lebih banyak menderita pre hipertensi (6,86%) sedangkan perempuan lebih banyak menderita hipertensi (50,02%) (Sigarlaki, 2006). Menurut penelitian Widjaja dkk di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dari 111 dewasa muda (18 - 25 tahun), terdapat 34,2% penderita prehipertensi dan 17,1% penderita hipertensi. Dalam penelitian ini juga di dapat perempuan lebih banyak menderita pre hipertensi yaitu 36%, sedangkan laki-laki lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebesar 25% (Widjaja dkk, 2013). Menurut penelitian Suoth di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kab. Minahasa Utara, dari 32 orang responden terdapat 31,2% penderita prehipertensi,
Universitas Sumatera Utara
59,4% penderita hipertensi stadium 1 dan 9,4% penderita hipertensi stadium 2. Dalam penelitian ini ditemukan laki-laki sebesar 31,3% dan perempuan sebesar 68,8% (Suoth, 2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar khusus penyakit tidak menular, prevalensi hipertensi Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan keempat yaitu sebesar 5,80% setelah sakit persendian, jantung, dan gangguan mental emosional. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kabupaten Nias Selatan 9,60% dan terendah di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,40% (Depkes, 2008). Kemudian hasil pengamatan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang selama tahun 2005-2006 terjadi peningkatan jumlah kasus hipertensi dengan kasus terbanyak tahun 2006 sebesar 7,88%. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang, penyakit hipertensi berada pada urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2014. Dengan proporsi tertinggi berada di Desa Jati Kesuma yaitu sebesar 18,5%. Wilayah Desa Jati Kesuma Kec. Namo Rambe Kab. Deli Serdang sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian mengenai pre hipertensi maupun hipertensi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusahan Masalah Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Pre
Hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18 - 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Mengetahui Proporsi Prevalens pre hipertensi pada usia 18 – 40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015
2.
Mengetahui hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan) dengan kejadian pre hipertensi.
3.
Mengetahui hubungan riwayat keluarga yang menderita hipertensi dengan kejadian pre hipertensi.
4.
Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian pre hipertensi
5.
Mengetahui hubungan stress dengan kejadian pre hipertensi.
6.
Mengetahui hubungan asupan garam dengan kejadian pre hipertensi.
7.
Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian pre hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
8.
Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian pre hipertensi.
9.
Mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian pre hipertensi.
1.4
Manfaat Penelitian 1.
Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang khususnya bagian
pengelola program penanggulangan
penyakit tidak menular (PTM). 2.
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang dalam membuat kebijakan penanggulangan penyakit tidak menular khususnya untuk pre hipertensi dan hipertensi.
3.
Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara dan penelitian selanjutnya.
4.
Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre hipertensi guna menghindari kejadian hipertensi di kemudian hari.
Universitas Sumatera Utara