BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia pendidikan menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter kebangsaan di tanah air disebabkan lemahnya pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping itu, lemahnya implementasi nilai-nilai berkarakter di lembaga-lembaga pemerintahan
dan
kemasyarakatan
ditambah
arus
globalisasi
telah
mengkaburkan kaidah-kaidah karakter budaya bangsa yang sesungguhnya bernilai tinggi. Menurunnya karakter bangsa dalam praktek kehidupan khususnya di dunia pendidikan mengakibatkan sejumlah perilaku negatif yang sangat merisaukan masyarakat yang berakibat merusak kehidupan bangsa. Menurut Mohammad Hatta Pendidikan Nasional Indonesia bersifat kebangsaan. Oleh karena ia menuju Indonesia-Merdeka, yaitu kemerdekaan yang utama, selama itu pergerakannya berdasar dan bersifat kebangsaan. Tidak ada pergerakan kemerdekaan yang terlepas dari semangat kebangsaan (Budiardjo, 1980: 22). Artinya dalam hal ini, Pendidikan Nasional sesungguhnya sejak awal telah mengusung semangat kebangsaan sebagai pijakan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai pengaruh yang datang dari luar. Namun banyaknya pengaruh yang ada menjadikan karakter kebangsaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia semakin dipertanyakan. Karakter kebangsaan yang dimaksud di sini bukan kebangsaan yang 1
2
menyendiri (chauvinisme), melainkan kebangsaan yang menuju kepada kekeluargaan bangsa-bangsa (internasionalisme) (Latif, 2011: 126). Menurunnya karakter kebangsaan dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang terjadi belakangan ini. Misalnya dalam dunia pendidikan, yang merupakan wadah dalam mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang cerdas, terampil serta berbudi pekerti luhur sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 mengalami berbagai permasalahan yang cukup serius. Seperti yang diberitakan di surat kabar harian Republika terkait permasalahan yang cukup serius dalam dunia pendidikan disebutkan bahwa pelajar dan
tawuran di Jabotabek tahun 2010 menunjukkan 128 pelajar
tawuran, tahun 2011 meningkat sebanyak 339 pelajar tawuran dan 82 anak tewas, dan pada tahun 2012 (pertengahan) sebanyak 139 pelajar tawuran dan 12 anak tewas. Data selanjutnya menunjukkan bahwa pelajar dan narkoba tahun 2011 sebanyak 22 persen dari empat juta orang pengguna narkoba adalah pelajar, tahun 2012 sebanyak 25 persen dari empat juta pengguna narkoba adalah pelajar, dan tahun 2013 sebanyak 22 persen dari empat juta pengguna narkoba adalah pelajar (Republika, 27 November 2013). Data-data di atas hanya sebagian kecil permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, masih banyak permasalahan-permasalahan karakter lainnya yang lebih menunjukkan keprihatinan lagi khususnya pelanggaran nilai-nilai karakter yang dilakukan oleh pelajar. Hal ini dapat berdampak pada rasa kebangsaan/nasionalisme sebagai bangsa Indonesia semakin menurun.
3
Pendidikan seyogyanya mengemban suatu misi yang teramat penting yaitu membentuk manusia seutuhnya yang memiliki semangat kebangsaan, cinta bangsa dan cinta tanah air juga mulai dipertanyakan. Hakikat pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya dalam hal ini, pendidikan diharapkan dapat menjadi wadah atau tempat yang dapat membentuk manusia menjadi cerdas dalam berbagai aspek,
baik
intelektual,
sosial,
emosional
maupun
spiritual,
serta
berkepribadian dan berperilaku dengan akhlak mulia yang nantinya mampu mengisi kebaikan baik bagi kepentingan dirinya maupun kepentingan masyarakat. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mengatakan bahwa tujuan pendidikan yaitu “menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab“. Artinya pendidikan di samping bertujuan sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan juga bertujuan untuk menciptakan manusia yang beriman, berkepribadian baik, berwatak, berakhlak mulia, serta berbudi pekerti luhur. Namun, dengan
4
banyaknya permasalahan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, tujuan pendidikan menjadi jauh dari apa yang diharapkan. Berdasarkan tujuan pendidikan di atas, lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah memiliki peran penting dalam membentuk siswa yang berkarakter. Masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan bukan hanya masalah intelektual saja tetapi juga masalah nilai atau karakter, terlebih lagi karakter kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara dan tanah air. Untuk
mencapai
tujuan
tersebut
diperlukan
pembentukan
karakter
kebangsaan dikalangan para siswa yaitu melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter di Indonesia diemban oleh dua mata pelajaran, yakni Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Agama memiliki potensi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter (Cholisin, 2011: 3). Maksudnya dalam kedua mata pelajaran tersebut pendidikan karakter harus menjadi tujuan pembelajaran yang nantinya dapat membentuk karakter peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan
Kewarganegaraan
merupakan
salah
satu
konsep
pendidikan yang berfungsi untuk meng-Indonesiakan orang Indonesia dengan memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
5
Menyimak dari maksud dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di atas, materi pembelajaran atau bahan ajar yang ada di dalam Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya terdiri atas pengetahuan, tetapi sikap dan keterampilan juga harus menjadi materi penting untuk diajarkan kepada peserta didik. Pengetahuan, sikap dan keterampilan tersebut harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
terdiri
atas
pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaran, dan sikap kewarganegaraan
ini
merupakan
tanggung
jawab
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan. Seharusnya dalam kegiatan pembelajaran guru tidak bersifat konvensional atau masih berpusat pada guru, dan cenderung lebih menekankan pada penyampaian materi pelajaran, tetapi lebih jauh lagi, seharusnya guru mampu menjadikan siswa sebagai individu-individu yang memiliki karakter kebangsaan yang cinta dan bangga terhadap bangsa, negara, dan tanah airnya sendiri. Pada akhirnya nanti siswa tidak hanya dibekali kompetensi pengetahuan atau kompetensi keterampilan saja, tetapi juga dibekali nilai-nilai karakter kebangsaan. Maksudnya dibekali nilai-nilai karakter kebangsaan di sini adalah diajarkannya kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia serta memiliki sikap mandiri dan tanggung jawab sosial. Menurut Suwarma ada beberapa penelitian yang mengungkapkan secara umum kelemahan guru Pendidikan Kewargangeraan dalam proses
6
pembelajarannya yaitu guru Pendidikan Kewarganegaraan tidak bertindak sebagai fasilitator, tetapi lebih banyak bertindak dan berposisi sebagai satusatunya sumber belajar. Kelemahan umum lainnya dalam pembelajaran Pendidikan Kewargangeraan adalah proses belajar yang masih lemah dan terperangkap dalam proses menghafal, hanya menyentuh kemampuan berpikir tingkat rendah. Padahal penekanan pada proses belajar berpikir kritis sangat diharapkan (Winarno, 2013: 55-56). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan guru dalam membentuk karakter siswa belum berjalan optimal, sehingga dijumpai hambatan-hambatan dalam pembentukan karakter siswa seperti masih terbatasnya waktu dalam mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam rencana pembelajaran. Kemudian upaya guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengatasi hambatan dalam pembentukan karakter belum sepenuhnya dapat diwujudkan karena keterbatasan waktu yang ada. Kelamahan umum yang ada dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegraan
tersebut,
kemudian
tidak
menjadikan
Pendidikan
Kewarganegaran lepas dari tujuannya untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta terhadap bangsa, negara dan tanah air, serta berkomitmen kuat terhadap negara kebangsaan untuk bertumpah darah satu darah Indonesia. Melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, peserta didik dapat mempelajari serta menerapkan nilai-nilai yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia sebagai cerminan dari cita-cita luhur para pendiri
7
negara. Karena karakter adalah ukuran utama dari seorang individu dan juga ukuran utama dari sebuah bangsa (Lickona, 2013: 28). Oleh karena itu, Pendidikan
Kewarganegaraan
mempunyai
peranan
penting
dalam
mengajarkan karakter-karakter bangsa yang bangga dan cinta terhadap bangsa dan negaranya sendiri dengan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompoknya. Di samping itu, Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan ini dimaksudkan agar menumbuhkan kembali nilai-nilai kebangsaan seperti menghargai dan mencontoh
sifat-sifat
kepahlawanan,
perilaku
yang
mengutamakan
kepentingan bersama atau masyarakat luas serta mempertahankan keutuhan bangsa dan negara dengan cinta terhadap bangsa dan tanah air. Salah satu sekolah yang mencoba memadukan pendidikan berbasis islam sekaligus membentuk karakter kebangsaan dengan salah satu misinya adalah membimbing dan menumbuh kembangkan lingkungan dan perilaku kearah pengamalan ajaran Islam, rasa kebangsaan dan wawasan global adalah Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum. Sekolah ini merupakan sebuah pondok pesantren Krapyak Yogyakarta yang telah mampu menyiapkan kader-kader bangsa yang memiliki integritas wawasan dan kedalaman ilmu dengan landasan keimanan dan ketaqwaan yang mantap. Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum merupakan salah satu sekolah yang berbasis islam, yang mencoba memindahkan pola pendidikan islam di pesantren ke dalam pendidikan di sekolah dengan sistem sekolah berasrama (boarding school). Dengan kata lain, hampir 24 jam penuh waktu yang
8
digunakan oleh peserta didik maupun oleh pengajarnya dihabiskan di lingkungan sekolah. Sekolah dengan sistem boarding school memiliki keunggulan, antara lain menyediakan program pendidikan
banyak
komprehensif
yang menyentuh berbagai aspek perkembangan peserta didik, keberadaan fasilitas yang lengkap, keberadaan guru-guru yang berkualitas yang umumnya tidak hanya berfungsi sebagai pengajar di kelas tetapi juga di luar kelas, lingkungan yang kondusif untuk siswa didik, keberadaan siswa yang heterogen dan jaminan keamanan yang berkualitas. Dari program-program yang ada tersebut diharapkan dapat membentuk karakter yang baik, mulai dari karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan lain sebagainya. Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah-sekolah nantinya diharapkan dapat membentuk karakter kebangsaan yang dapat menghasilkan output yang tidak hanya cerdas secara intelegensinya saja, tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan negara ini, yaitu nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.
Namun
dengan
pelaksanaan
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan yang masih cenderung sebatas mengembangkan aspek kognitif (pengetahuan) dan belum mengarah pada pembentukan karakter masih dijumpai di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Implementasi Pendidikan
Kewarganegaraan
dalam
Pembentukan
Karakter
9
Kebangsaan Siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang ada di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, antara lain: 1.
Menurunnya karakter kebangsaan yang ditunjukkan dengan banyaknya permasalahan yang dilakukan oleh pelajar seperti penyalahgunaan obatobat terlarang dan tawuran antar pelajar yang mengatasnamakan solidaritas.
2.
Dunia pendidikan tidak hanya mengalami permasalahan intelektual semata, tetapi masalah pembentukan karakter siswa juga menjadi tantangan yang berat.
3.
Guru Pendidikan Kewarganegaraan masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis karakter.
4.
Pelaksanaan
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaaraan
yang
dilakukan dalam pembentukan karakter siswa belum berjalan secara optimal, yang mana cenderung hanya sebatas mengembangkan aspek kognitif (pengetahuan) dan belum mengarah pada pembentukan karakter kebangsaan. 5.
Strategi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang masih bersifat ekspositori pada buku teks, menggunakan metode ceramah,
10
diskusi, dan berfokus pada hafalan saja masih banyak diterapkan di sekolah. 6.
Pembelajaran yang terlalu menekankan pada dimensi kognitif itu berimplikasi pada penilaian yang juga menekankan pada kemampuan kognitif saja sehingga mengakibatkan guru harus selalu mengejar target pencapaian materi.
7.
Adanya hambatan dalam pembentukan karakter kebangsaan yaitu keterbatasan
waktu
mengajar
bagi
guru,
sehingga
untuk
mengintegrasikan nilai-nilai karakrer dalam penyusunan pembelajaran belum seluruhnya dapat diwujudkan 8.
Upaya guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran yang berdimensi karakter kebangsaan belum dapat diwujudkan secara optimal.
C. Pembatasan Masalah Berbagai masalah yang terjadi membutuhkan tindakan untuk diteliti lebih lanjut sebagai usaha untuk mencari solusi atau alternatif permasalahannya. Dengan demikian, agar lebih fokus penelitian ini hanya dibatasi pada masalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaaraan
dalam
pembentukan karakter kebangsaan siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
11
2. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. 3. Upaya guru Pendidikan Kewarganegaraan mengatasi hanbatanhambatan
pelaksanaan
Pendidikan
Kewarganegaraan
dalam
pembentukan karakter kebangsaan siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut. 1.
Bagaimana implementasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam
pembentukan
karakter
kebangsaan
siswa
di
Madrasah
Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta? 2.
Apa saja yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta?
3.
Upaya
apa
saja
yang
dilakukan
untuk
mengatasi
hambatan
terlaksananya Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta?
12
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui implementasi pembelajaran pendidikan Karakter dalam
pembentukan
karakter
kebangsaan
siswa
di
Madrasah
Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. 2.
Untuk mengetahui faktor penghambat terlaksananya pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
3.
Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan terlaksananya Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaan sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini tentunya diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Terutama dalam pelaksanaan sosialisasi pendidikan kewarganegaraan dalam membentuk karakter kebangsaan yang nantinya dapat menghasilkan output yang berbudi pekerti luhur sesuai dengan amanat pancasila dan UUD 1945. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ataupun kajian lebih lanjut.
13
2.
Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti dan Masyarakat Melalui penelitian ini diharapkan mendapat hasil mengenai pengetahuan tentang implementasi pendidikan kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan. Kemudian terciptanya pembelajaran yang tidak hanya sebatas mengembangkan aspek kognitif (pengetahuan) saja, tetapi juga mengarah pada pembentukan karakter. Selain itu sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi-strategi pembelajaran yang dapat digunakan sebagai upaya sosialisasi dalam membentuk karakter kebangsaan di lingkungan keluarga dan masyarakat selanjutnya. b. Bagi Sekolah dan Guru Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan dapat dijadikan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
berkarakter,
yang
dapat
menunjang pelaksanaan dalam membentuk karakter kebangsaan dikalangan siswa serta dapat dijadikan acuan dalam membangun lingkungan sekolah yang berbudi pekerti luhur.
14
G. Batasan Istilah Untuk kepentingan menghindari adanya multitafsir atas judul penelitian ini secara etimologis dan terminologis, peneliti akan memberikan paparan tentang batasan istilah, sebagai berikut: 1.
Implementasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 529) yang dimaksud implementasi adalah pelaksanaan; penerapan. Dalam penelitian ini pelaksanaan tersebut meliputi: penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di kelas, serta teknik penilaian hasil pembelajaran yang berdimensi pembentukan karakter kebangsaan.
2.
Pendidikan Kewarganegaraan Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia pada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan betindak sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (dalam lampiran Permendiknas No 22 Tahun 2006). Jadi
dapat
dikatakan
Pendidikan
Kewarganegaraan
adalah
pendidikan yang mengajarkan tentang hak dan kewajiban warga negara agar menjadi warga negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan
15
UUD 1945 yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki keterampilan dan budi pekerti yang sesuai dengan karakter kebangsaan Indonesia. 3.
Karakter karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak yang tertanam dan menjadi suatu kebiasaan dengan melakukan kebajikan-kebajikan tersebut dalam kehidupan seharihari. Jadi pembentukan karakter adalah proses atau cara penanaman nilai-nilai yang melandasi perilaku tersebut melalui pendidikan atau pengajaran sehingga akan menjadi kebiasaan peserta didik dalam berperilaku sehari-hari.
4.
Karakter Kebangsaan Istilah karakter kebangsaan adalah sebuah kebersamaan, yang cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Dengan menunjukkan kesetiaan, kepedulian, penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan politik bangsanya, serta menunjukkan sikap yang respect/ hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, maupun agama sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
16
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta adalah bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter diajarkan di sekolah yang meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di kelas dan teknik penilaian hasil pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi pembentukan karakter kebangsaan siswa.