BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kelompok kerja sama orang-orang yang diadakan untuk
mencapai tujuan bersama (KBBI, 2008). Pengertian organisasi tersebut menggambarkan beberapa individu yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Tanpa adanya individu dalam suatu organisasi, maka dapat dipastikan bahwa organisasi tersebut tidak akan mampu mencapai tujuan yang diinginkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu memegang peranan yang kuat dalam suatu organisasi. Individu yang tergabung dalam suatu organisasi disebut dengan sumber daya manusia (SDM). Organisasi terdiri dari banyak individu yang harus diarahkan mencapai tujuan. Jika terjadi konflik kemungkinan menimbulkan keinginan untuk berpindah kerja. Perpindahan kerja karyawan selalu menjadi isu hangat dalam dunia tenaga kerja, karena SDM merupakan aset yang penting bagi perusahaan. Perpindahan kerja dapat memberikan dampak positif apabila karyawan tersebut kemungkinan tidak cakap dalam organisasi, namun perpindahan kerja dapat memberikan dampak negatif yaitu ketika organisasi tersebut membutuhkan SDM yang pindah tersebut. Selain itu, dengan perpindahan SDM kemungkinan akan membutuhkan biaya bagi organisasi yang berkaitan guna memperoleh SDM yang baru, namun berbeda halnya pada organisasi tertentu, dengan tingginya perpindahan tenaga 1
2
kerja justru dimanfaatkan oleh organisasi untuk memperoleh tenaga kerja dengan biaya yang rendah (Suwandi, dan Indriantoro, 1999). Menurut Davis dan Newstrom (1990), keinginan berpindah kerja harus disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial. Hal ini mengingat bahwa tingkat keinginan berpindah kerja karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan. Kantor akuntan publik (KAP) identik dengan tingkat perpindahan tenaga kerja yang sangat tinggi. Banyak faktor yang dapat memunculkan alasan untuk berpindah kerja. Robbins dan Judge (2008) menjelaskan bahwa berpindah kerja adalah pengunduran diri permanen, baik secara sukarela maupun tidak secara sukarela dari sebuah organisasi. Perpindahan atau pengunduran diri yang dilakukan oleh auditor terjadi karena berbagai faktor yang dapat berasal dari dalam diri auditor maupun dari lingkungannya. Fogarty dan Uliss (2000) menyatakan bahwa isu perpindahan kerja selalu menjadi topik yang sering diperbincangkan di antara para auditor. Perusahaan akuntan publik dikenal dengan musim kesibukan kerjanya (peak season) dan sebagai industri yang memiliki tingkat perpindahan kerja yang tinggi. Hal ini dirasakan sendiri oleh auditor PWC (2004) yang menyatakan bahwa pekerjaan auditing adalah pekerjaan yang memiliki tingkat stres kerja yang tinggi. Jadwal deadline yang ketat, waktu yang sedikit untuk kehidupan pribadi, dan harus
3
melewati ujian certified public accountant (CPA) yang merupakan tantangantantangan yang harus dihadapi oleh auditor. Berdasarkan beberapa isu dan hambatan yang dihadapi oleh auditor, menyebabkan auditor mengalami kelelahan emosi yang berkepanjangan. Pada akhirnya, perpindahan karyawan akan berdampak pada organisasi karena organisasi harus mengeluarkan biaya yang dikeluarkan untuk perekrutan dan pelatihan bagi karyawan yang baru (Roth dan Roth 1995; Holtom, dkk, 2005). Penelitian-penelitian
terdahulu
menemukan
bahwa
variabel
yang
berpengaruh terhadap keinginan berpindah kerja antara lain: iklim etika kerja, efikasi diri, dan kepuasan kerja (Sims dan Kroeck, 1994; Sinuhaji, 2005; Koh dan Boo, 2001; Adawiyah, 2011; Stewart, dkk, 2011; Sijabat, 2011; Muamarah, 2012; Permatasari, 2012). Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Muamarah (2012) dan Adawiyah (2011). Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan di bawah ini. Semakin besar skala organisasi, maka akan semakin banyak pula SDM yang dibutuhkan. Masing-masing SDM dalam organisasi memiliki latar belakang yang berbeda sehingga memungkinkan adanya perbedaan pendapat antara SDM satu dengan SDM lainnya. Agar perbedaan tersebut tidak memunculkan konflik atau perbedaan yang signifikan, maka dibentuklah suatu standar etika tertentu dalam organisasi. Standar etika tersebut juga digunakan untuk mengarahkan SDM di dalam organisasi yang bertindak untuk mencapai tujuan perusahaan. Berkaitan dengan alasan tersebut, keberadaan kode etik dalam suatu organisasi akan mempengaruhi tingkah laku dan perilaku karyawan (Stewart, dkk, 2011).
4
Contoh kasus organisasi yang tidak beretika antara lain terjadi pada Enron, Bank Bering, WorldCom, Bank BHS dan Adam Air. Pieter, dkk (2011) menyatakan bahwa organisasi perlu menciptakan suatu iklim etika untuk mencegah tindakan anggota organisasi yang tidak beretika dan menghindari pandangan negatif dari publik. Iklim yang tidak didukung oleh etika dapat mempengaruhi pekerja melalui tingkat kepuasan yang rendah, kinerja yang rendah, adanya keinginan untuk berhenti dan perilaku kewarganegaraan organisasi yang rendah (Leung, 2008). Hal ini senada dengan pernyataan Mulki, dkk (2008) yang menyatakan bahwa adanya iklim etika organisasi dapat membentuk karyawannya untuk berperilaku lebih baik sehingga dapat mengurangi konflik peran, peran ambiguitas, kelelahan emosi yang bertahap dan keinginan untuk pindah kerja. Jadi, iklim etika berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah kerja. Selain iklim etika, faktor yang berpengaruh terhadap keinginan berpindah kerja adalah efikasi diri. Efikasi diri adalah refleksi dari kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Gist dan Mitchell (1992) menjelaskan bahwa efikasi diri membentuk perilaku yang berbeda di antara individu satu dengan individu lainnya, walaupun dengan kemampuan yang sama. Hal ini disebabkan karena efikasi diri mempengaruhi pilihan, pencapaian tujuan, solusi atas masalah, dan kegigihan dalam berusaha. Bandura (1997) menyatakan bahwa individu yang memiliki efikasi diri yang kuat dapat meningkatkan prestasi dan kepribadian yang baik dalam berbagai hal. Individu tersebut memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri untuk
5
melaksanakan berbagai tugas dalam berbagai situasi, akan menganggap tugastugas yang sukar sebagai tantangan untuk diatasi daripada sebagai ancaman yang harus dihindari. Pandangan efikasi diri seperti itu akan menumbuhkan sikap yang lebih positif terhadap pekerjaan. Individu akan mampu menetapkan suatu tujuan, memelihara komitmen dan mengurangi keinginan untuk pindah kerja. Temuan ini didukung oleh Liden dan Wayne (2000) mengenai hasil riset pada efikasi diri yang menunjukkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri bahwa ia mampu melakukan pekerjaan dengan sukses akan merasa lebih bahagia dengan pekerjaannya dibandingkan dengan individu yang takut bahwa kemungkinan mereka gagal. Oleh karena itu, dengan adanya hal–hal di atas, organisasi perlu mengelola SDM, harus senantiasa mengetahui seberapa besar tingkat efikasi diri yang dimiliki oleh para karyawan sehingga dapat mengantisipasi adanya niat karyawan untuk melakukan pindah kerja ke perusahaan lain. Penelitian
Adawiyah
(2011)
yang
menguji
pengaruh
keadilan
organisasional dan efikasi diri terhadap keinginan berpindah kerja pada karyawan yang bekerja di PT Takenaka Indonesia. Hasil penelitian Adawiyah (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara efikasi diri dan keinginan berpindah kerja. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat sudut pandang yang lain untuk menguji variabel independen dan variabel dependen melalui variabel pemediasi.
6
Sijabat (2011) menyatakan bahwa isu kepuasan kerja dalam organisasi merupakan salah satu topik yang menarik dan dianggap penting bagi ilmuan maupun praktisi. Kepuasan kerja merupakan topik yang menarik dan dianggap penting karena kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi jalannya organisasi secara keseluruhan. Garrow (1977) menyatakan bahwa kepuasan kerja yang dirasakan para auditor junior dan senior yang bekerja di KAP sangat rendah. Kepuasan kerja sangat diharapkan oleh semua auditor karena sebagian besar waktu yang mereka miliki habis dengan bekerja. Penelitian yang dilakukan oeh Muamarah (2012) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan berpindah kerja menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi. Beberapa alasan mengapa kepuasan kerja dijadikan sebagai variabel pemediasi akan diuraikan di bawah ini. Menurut Sijabat (2011), setiap individu mempunyai tujuannya masingmasing, artinya antara individu satu dengan individu lainnya memiliki tujuan yang berbeda. Setiap individu tentu menginginkan tujuan tercapai. Tercapainya tujuan yang diinginkan akan memunculkan kepuasan tersendiri bagi masing-masing individu. Sikap individu mengenai tingkat kepuasan kerja berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Robbins dan Judge (2011) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi karakteristik-karakteristiknya. Perasaan positif atau negatif individu terhadap pekerjaannya berpengaruh pada individu dan organisasi. Individu dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap
7
pekerjaannya, sebaliknya individu dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah (tidak puas) akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan karyawan memberikan hal yang dinilai penting. Berdasarkan uraian di atas menggambarkan bahwa dengan iklim etika dan efikasi diri yang dirasakan oleh individu akan mempengaruhi kepuasan kerja individu. Kepuasan kerja berhubungan dengan keinginan individu untuk tetap bekerja di tempat yang sama, atau akan berpindah kerja ke tempat yang lain. Individu akan merasa nyaman apabila kinerja individu dinilai baik di lingkungan kerjanya. Hal tersebut dapat memunculkan kepuasan yang tinggi pada diri individu, maka keinginan berpindah kerja yang dimiliki individu akan rendah, begitu pula sebaliknya. (Bandura, 1997; Leung, 2008; Mulki, dkk, 2008; Stewart dkk, 2011; Pieter, dkk, 2011; Gist dan Mitchell, 1992 ; Liden dan Wayne, 2000; Sijabat, 2011; Davis dan Newstorm, 1990; Victor dan Cullen, 1988). Penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh iklim etika organisasi, efikasi diri dan kepuasan kerja terhadap keinginan berpindah kerja auditor independen. Penelitian mengenai analisis pengaruh iklim etika organisasi dan efikasi diri terhadap keinginan berpindah kerja dengan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi layak dilakukan dengan pertimbangan berikut ini: 1. Keinginan berpindah kerja merupakan salah satu bentuk perilaku karyawan yang perlu diperhatikan karena karyawan merupakan aset penting bagi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu mengelola aset
8
tersebut secara efektif dan efisien, maka kinerja perusahaan menurun (Permatasari, 2012). 2. Perpindahan karyawan akan berdampak pada organisasi karena organisasi
akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi, yaitu biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang harus dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan biaya pelatihan bagi karyawan yang baru (Roth dan Roth 1995; Holtom, dkk, 2005). 3. Keinginan berpindah kerja harus disikapi sebagai suatu fenomena dan
perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial (Davis dan Newstrom, 1990). 4. Masing-masing karyawan memiliki latar belakang yang berbeda sehingga dibutuhkan standar etika yang akan mempengaruhi tingkah laku dan perilaku karyawan (Stewart, dkk, 2011). 5. Kepuasan kerja merupakan hasil determinan yang potensial terhadap sikap dan perilaku pindah kerja (Witt dan Nye, 1992). 6. Adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah obyek penelitian dan penggantian variabel stres kerja dalam penelitian sebelumnya yang diganti dengan variabel efikasi diri. Hasil penelitian Muamarah (2012) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh iklim etika terhadap keinginan
9
berpindah kerja, sedangkan variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif terhadap keinginan berpindah kerja. Penggunaan variabel efikasi diri ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adawiyah (2011). Hasil penelitian Adawiyah (2011) mendapatkan bahwa terdapat hubungan positif antara efikasi diri dengan keinginan berpindah kerja. 1.2
Rumusan Masalah Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
keinginan berpindah kerja menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian yang menggunakan sudut pandang yang berbeda untuk memverifikasi teori mengenai pengaruh iklim etika organisasi dan efikasi diri terhadap keinginan berpindah kerja. Penelitian ini mencoba melihat dari sudut pandang lain, yaitu dengan menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dibuat pertanyaan
penelitian sebagai berikut: 1. Apakah iklim etika organisasi mempengaruhi kepuasan kerja? 2. Apakah iklim etika organisasi mempengaruhi keinginan berpindah kerja? 3. Apakah efikasi diri mempengaruhi kepuasan kerja? 4. Apakah efikasi diri mempengaruhi keinginan berpindah kerja? 5. Apakah kepuasan kerja mempengaruhi keinginan berpindah kerja?
10
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Untuk menguji pengaruh iklim etika organisasi terhadap kepuasan kerja. 2. Untuk menguji pengaruh iklim etika organisasi terhadap keinginan berpindah kerja. 3. Untuk menguji pengaruh efikasi diri terhadap kepuasan kerja. 4. Untuk menguji pengaruh efikasi diri terhadap keinginan berpindah kerja. 5. Untuk menguji pengaruh kepuasan kerja terhadap keinginan berpindah kerja. 1.4
Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor sosial dan kepuasan kerja.
Penelitian dilakukan di Kantor Akuntan Publik Big Four dan non Big Four yang berada di Indonesia. Obyek yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah auditor yang bekerja di KAP Big Four dan non Big Four. Pertimbangan pengambilan sampel dikarenakan KAP Big Four dan non Big Four memiliki jumlah auditor yang paling besar di Indonesia sehingga diharapkan penelitian ini mendapat sampel yang cukup.
11
1.5
Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi: 1. Bagi perusahaan, memberikan masukan agar dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menciptakan budaya kerja yang kondusif, sehingga dapat memaksimalkan auditor dalam bekerja dan dapat meminimalkan kerugian biaya-biaya akibat keluarnya auditor dari perusahaan. 2. Bagi auditor, memberikan gambaran mengenai perlunya mengembangkan diri agar dapat bersaing dengan auditor lainnya.
1.6
Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, diperlukan sistematika
penulisan. Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Kelima bab tersebut adalah: BAB 1. Pendahuluan Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, kontribusi penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis Landasan teori terdiri dari teori-teori yang diperoleh dari buku teks, literatur,
artikel,
dan
jurnal-jurnal
mengenai
penelitian-penelitian
12
sebelumnya yang berkaitan dengan pengembangan hipotesis dan yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. BAB 3. Metoda Penelitian Metoda penelitian terdiri dari jenis penelitian, obyek penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, metoda pengumpulan data, dan metoda analisa data. BAB 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari hasil analisis data dan interpretasi hasil pengolahan data yang dilakukan, serta membahas deskriptif uji statistik pembuktian hipotesis berdasarkan informasi yang diterima. BAB 5. Penutup Penutup berisi kesimpulan dari keseluruhan bahasan penulisan, keterbatasan penelitian, implikasi, dan saran untuk penelitian selanjutnya.