BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi massa melalui berbagai media massa yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi non profit dan individu-individu yang teridentifikasi dalam pesan periklanan dengan maksud memberi informasi atau mempengaruhi pemirsa dan golongan tertentu bentuknya dapat berupa tulisan, gambar, film, ataupun gabungan dari keseluruhan unsur tersebut. Urat nadi kehidupan televisi (swasta) terletak pada iklan. Tanpa iklan, mustahil sebuah televisi mempertahankan eksistensinya. Bagi produsen iklan bukan hanya menjadi alat promosi barang maupun jasa, melainkan juga untuk menanamkan citra kepada konsumen maupun calon konsumen tentang produk yang ditawarkan. Iklan seringkali menggiring khalayak untuk percaya pada produk, sehingga mendorong calon konsumen untuk mengkonsumsi maupun mempertahankan loyalitas konsumen.
Menurut Rhenald Kasali, iklan adalah: Segala bentuk pesan tentang suatu produk dan jasa yang disampaikan lewat media dan dibiayai oleh perusahaan yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sedang pengaruh pesan ini berati hal-hal yang diterjemahkan dalam bentuk gambar, rangkaian kata-kata jingle, maupun warna dengan tujuan membangkitkan kebutuhan konsumen dan menanamkan citra pada konsumen pemerkasanya adalah produsen sedangkan media adalah sarana yang digunakan yaitu media cetak dan media elektronik (Kasali, 1992:9). Dalam hal ini media yang dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan dalam penelitian ini adalah media elektronik yaitu televisi yang didalamnya menayangkan iklan Axis versi Senyum Kiara.
Dikenal sebagai “GSM yang baik” adalah citra yang ingin dibentuk oleh Axis. GSM yang baik ini berusaha memposisikan produknya sebagai penyedia layanan terbaik bagi pelanggannya. Hasilnya, Axis kini menjadi salah satu GSM yang dikenal di Indonesia. Iklan Axis menjadi salah satu iklan yang memilih strategi beriklan secara halus dengan melibatkan pesan emosional daripada memilih model kasar dan saling menjatuhkan antar operator seperti iklan perang tarif antar operator yang lain. Model iklan dengan pendekatan halus seperti ini secara jangka pendek memang tidak bisa langsung mempengaruhi konsumen, tetapi sangat baik untuk menanamkan citra atau image produk yang baik dalam otak konsumen. Hal ini seiring dengan usaha penciptaan citra produk yang ingin disampaikan bahwa Axis adalah “GSM Yang Baik”.
Diantara sekian banyak iklan Axis yang ditayangkan di televisi swasta yang ada di Indonesia, iklan Axis dengan tema Semangat Kiara yang akhirnya peneliti jadikan objek untuk diteliti. Semangat yang ditunjukkan oleh ikon Kiara sang gadis cilik yang selalu ceria dan bersemangat adalah perwujudan semangat Axis untuk dikenal oleh seluruh masyarakat yang ada di Indonesia. Axis hadir dengan wajah yang berbeda dan juga menggunakan pendekatan yang baru. Axis ingin menunjukan komitmennya yaitu mampu untuk memberikan pelayanan maksimal, memberikan solusi, menunjukkan kepedulian, penuh perhatian dan tanpa pamrih yang digambarkan dengan sosok Kiara.
Universitas Sumatera Utara
Pada iklan versi Senyum Kiara ini, Axis berusaha menunjukan taktik yang berbeda dari operator lain untuk merebut pangsa pasar dengan menggunakan marketing mix melalui penawaran (offer) terbaik yang mereka berikan kepada masyarakat seperti produk berupa layanan yang berkualitas, harga (price) yang mampu bersaing dengan operator lain, saluran distribusi (place) dari Axis yang menjangkau hampir seluruh Indonesia, serta komunikasi (promotion) versi Axis yang menciptakan awareness tentang semua keunggulan Axis. Iklan Axis Versi Senyum Kiara menggunakan ikon
seorang gadis cilik bernama Kiara yang
berasal dari Denpasar (Bali), Kiara digambarkan sebagai gadis yang bersemangat yang selalu menebarkan semangatnya kepada orang-orang disekitarnya. Dalam iklan yang muncul pada awal tahun 2009 dan berdurasi 1 menit 2 detik ini diperlihatkan sosok Kiara yang baik hati, menolong bebek seorang penggembala bebek yang tertinggal kawanannya .”Pak..pak..pak! Bebeknya ketinggalan… dadah bebek…”. Suara kecilnya menggambarkan kiara kecil yang cerewet dan tak mau diam, namun tingkah polah itu pulalah yang membuat Kiara menggemaskan. Kiara kecil juga menolong seorang wanita menyematkan jeruk pada rangkaian sesaji yang nantinya akan digunakan sebagai persembahan. Kiara yang baik hati memberitahu bapak penjual topi bahwa topi dagangannya tertinggal di jalan, Kiara juga menolong seorang turis asing yang sedang kebingungan. Kiara yang cekatan dan tanggap menolong seorang wanita ketika pensil-pensil warna wanita tersebut jatuh di lantai dan dengan segera ia memungut pensil-pensil tersebut dari lantai. Kiara juga berusaha menolong tanpa mengharapkan pamrih saat ia membantu sebuah keluarga wisatawan asing mengambil gambar (memfoto) menggunakan sebuah kamera. Ada pula saat Kiara kecil yang menutup sebuah
Universitas Sumatera Utara
toples kerupuk agar isi yang ada di dalam toples tersebut tetap dalam keadaan yang baik, tindakannya itu menunjukkan si Kiara kecil peduli terhadap hal-hal kecil yang ada disekitarnya. Kiara juga selalu ingin membantu orang lain, Kiara mengambilkan buku daftar menu untuk seorang pria yang ingin memesan makanannya di sebuah restoran, pria tersebut terabaikan karena seluruh pelayan di restoran tersebut tengah sibuk melayani pelanggan yang lain. Seluruh adegan yang ada di dalam iklan tersebut menggambarkan tekad Axis untuk selalu memberikan pelayanan yang paling maksimal. Pelayanan yang maksimal inilah yang ingin ditujukan oleh Axis sebagai GSM yang baik. Pesan yang ada dalam iklan tersebut mewakili bentuk pelayanan yang akan Axis berikan kepada konsumen, yang kemudian dikomunikasikan melalui media massa salah satunya adalah media televisi.
Iklan di televisi memiliki kelebihan unik dibandingkan dengan iklan di media cetak. Kelebihan iklan televisi memungkinkan diterimanya tiga kekuatan generator makna sekaligus, yakni narasi, suara dan visual. Ketiganya kemudian membentuk sebuah sistem pertandaan yang bekerja untuk mempengaruhi penontonnya. Dari ketiganya, iklan televisi bekerja efektif karena menghadirkan pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal sekaligus. Sebagai sistem pertandaan, maka iklan sekaligus menjadi sebuah bangunan representasi. Iklan tidak sematamata merefleksikan realitas tentang manfaat produk yang ditawarkan, namun seringkali menjadi representasi gagasan yang terpendam di balik penciptanya. Persoalan representasi ini yang kemudian lebih menarik, karena di dalam iklan sebuah makna sosiokultural dikonstruksi.
Universitas Sumatera Utara
Tampilan iklan di televisi senantiasa melibatkan tanda dan kode. Setiap bagian iklan pun menjadi ”tanda” atau signs, yang secara mendasar berarti iklan adalah sesuatu yang memproduksi makna. Tanda berfungsi mengartikan atau merepresentasikan (menggambarkan) serangkaian konsep, gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang memungkinkan seorang penonton untuk men-decode atau menginterpretasikan maknanya. Jika tanda adalah material atau tindakan yang menunjuk sesuatu, kode adalah sistem di mana tanda-tanda diorganisasikan dan menentukan bagaimana tanda dihubungkan dengan yang lain. Dalam iklan kodekode yang secara jelas dapat dibaca adalah bahasa berupa narasi atau unsur tekstual, audio, dan audiovisual.
Dari sekian banyak bentuk komunikasi yang ada dalam televisi, iklan televisi yang menjadi pencipta dunia imaji telah menjadi media yang ampuh bagi perusahaan dalam mempromosikan produk. Demikian juga hal yang dipegang oleh provider Axis, dengan iklan yang ditayangkan oleh televisi diharapkan visualisasi masyarakat tentang produk yang ditawarkan oleh Axis akan mendukung pencitraan yang baik. Ikon Kiara sang gadis cilik yang menggemaskan yang digunakan dalam iklan Axis pun menjadi pesona tersendiri dalam menarik perhatian khalayak.
Dalam konteks ”pembacaan” iklan televisi, mempertalikan iklan dan semiotika nampaknya dapat menjadi satu bahan penelitian yang menarik. Sebagian tayangan iklan seringkali bukan menawarkan produk semata, tetapi juga melekatkan sistem keyakinan dan nilai tertentu. Iklan televisi telah menjadi satu bagian kebudayaan populer yang memproduksi dan merepresentasikan nilai,
Universitas Sumatera Utara
keyakinan, dan bahkan ideologi. Menariknya, iklan televisi kemudian tidak luput dari perannya sebagai arena komodifikasi, dimana pesan iklan bukan lagi sekadar menawarkan barang dan jasa, melainkan juga menjadi semacam alat untuk menanamkan makna simbolik.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan semiotika yang memungkinkan peneliti untuk menggali lebih dalam makna dan bahasa visual yang terkandung dalam iklan Axis versi Senyum Kiara. Peneliti berusaha mencari sistem tanda yang ada dalam iklan ini, sistem tanda ini akan diteliti lewat cuplikan video yang telah teliti pilah menjadi potongan-potongan gambar. Video Axis versi Kiara yang berdurasi 1 menit 2 detik menghasilkan 62 gambar dimana setiap gambar akan mewakili durasi video satu detiknya.
Dalam video yang akan diteliti terdapat beberapa gambar yang mempunyai makna yang hampir sama dan untuk membuat penelitian ini lebih maksimal dan efisien, peneliti menyeleksi gambar yang akan digunakan dalam penelitian. Akhirnya hanya beberapa gambar yang berpotensiallah yang menjadi bahan-bahan untuk diteliti. Gambar-gambar yang terpilih itulah yang akan diteliti, selain gambar terdapat pula jingle dalam iklan tersebut. Jingle (musik) dalam penelitian tersebut juga akan peneliti pilah dengan gambar dan menjadi sebuah unsur berbeda untuk diteliti. Keseluruhan elemen yang ada akan diteliti menggunakan pendekatan Semiologi Barthes.
Dipilihnya Iklan GSM Axis versi Senyum Kiara sebagai penelitian karena iklan tersebut mewakili bentuk iklan yang mengandung unsur psikologis, seni, budaya dan menggunakan strategi beriklan secara halus dengan melibatkan pesan
Universitas Sumatera Utara
emosional dan tidak menggunakan
strategi iklan operator GSM lain yang
biasanya saling menjatuhkan operator lainnya. Model iklan dengan pendekatan halus inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam pesanpesan yang terkandung didalam iklan tersebut. Iklan ini mendapatkan banyak pujian dari pemirsa yang melihatnya karena format iklan yang digambarkan sangat menarik dan menyentuh perasaan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah makna dan bahasa visual iklan Axis versi Senyum Kiara yang ditayangkan di televisi swasta ?”.
1.3 Pembatasan Masalah :
Agar ruang lingkup tidak terlalu luas dan permasalahan yang diteliti menjadi jelas, terarah dan lebih spesifik, maka pembatasan masalah yang akan diteliti adalah:
1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif 2. Perangkat analisis yang digunakan adalah semilogi Roland Barthes signifikasi dua tahap (two order of significations);denotasi dan konotasi. 3. Subjek yang diteliti adalah video iklan GSM axis versi Senyum Kiara yang ditayangkan di televisi swasta (RCTI, SCTV, INDOSIAR, TPI, TRANS TV, TRANS 7, ANTEVE, GLOBAL TV dan METRO TV).
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan dan manfaat penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui sistem tanda yang melingkupi pemaknaan dan bahasa visual yang terdapat dalam iklan Axis Versi Senyum Kiara. 2. Untuk mengetahui makna denotasi dan konotasi sampai tahap petanda konotatif yang terkandung dalam visualisasi iklan Axis Versi Senyum Kiara.
1.4.2 Manfaat Penelitian adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang makna dan bahasa visual iklan televisi melalui analisis semiotika. 2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dalam memaknai pesan yang disampaikan oleh media terutama pesan yang disampaikan oleh pengiklan di televisi. 3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan.
1.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1995:40). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah memakai analisis Semilogi Ronald Barthes.
Universitas Sumatera Utara
Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of significations). Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified (makna denotasi). Pada tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda (objek) dan petanda (makna) di dalam tanda, dan antara tanda dan dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini mengacu pada makna sebenarnya (riil) dari penanda (objek). Dan sinifikasi tahap kedua adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu (makna konotasi). Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda (konotasi, mitos, dan simbol) dalam tatanan pertanda kedua (signifikasi tahap kedua). Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung saat bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilainilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama (4) dalam peta Ronald Barthes. Peta Ronald Barthes : 1. Signifier
2. Signified
3. Denotative Sign (tanda denotatif) 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PENANDA KONOTATIF) (PETANDA KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Tabel 1 Peta Ronald Barthes Sumber : Alex Sobur (2003: 69) Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebut hal tersebut sebagai denotasi, yaitu makna yang nyata dari
Universitas Sumatera Utara
tanda. Signifikasi tahap kedua adalah makna konotasi, Barthes menggunakannya untuk menunjukkan dan menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan nilai-nilai kebudayaan. Konotasi mempunyai makna yang subjektif dari khalayak yang melihat pesan yang disampaikan. Dari peta Ronald Barthes terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Penanda merupakan tanda yang kita persepsi (objek fisik) yang dapat ditunjukkan dengan warna atau rangkaian gambar yang ada dalam iklan televisi yang sedang diteliti. Pada saat yang bersamaan makna denotatif yang didapatkan dari penanda dan petanda adalah juga penanda konotatif (4) yaitu makna tersirat yang memunculkan nilai-nilai dari penanda (1) dan petanda (2). Sementara itu petanda konotatif (5) menurut Barthes adalah mitos atau operasi ideologi yang berada di balik sebuah penanda (1). Perspektif kritis media berupaya mempertautkan hubungan antara media massa dan keberadaan struktur sosial. Ragam analisis kritis umumnya menguji kandungan-kandungan makna ideologis media melalui pembongkaran terhadap isi media atau ”teks”. Untuk dapat membongkar sebuah makna ideologis dari praktik pertandaan, diperlukan prinsip-prinsip intratektualitas dan intertekstualitas. Dimulai dengan analisis bersifat teknis (kode-kode verbal dan nonverbal dalam iklan), kajian semiotika senantiasa menghubungkan isi teks dengan ”teks” lain berupa isi media lain dan bahkan fenomena sosiokultural masyarakat yang lebih luas. Salah satu kultivasi ideologi dalam iklan televisi berlangsung melalui representasi mitos. Dalam tayangan iklan, akan terlihat bahwa tanda linguistik,
Universitas Sumatera Utara
visual dan jenis tanda lain tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal, tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Makna yang dihasilkan oleh penanda konotasi seringkali menghadirkan mitos. Mitos bekerja menaturalisasikan segala sesuatu yang ada dalam kehidupan manusia, sehingga imaji yang muncul terasa biasa saja dan tidak mengandung persoalan. Pada tingkat ini, mitos sesungguhnya mulai meninggalkan jejak ideologis, karena belum tentu ”sesuatu” yang tampil alamiah lantas bisa diterima begitu saja tanpa perlu dipertanyakan kembali derajat kebenarannya. Menurut Barthes pada saat media membagi pesan, maka pesan-pesan yang berdimensi konotatif itulah yang menciptakan mitos. Pengertian mitos di sini tidak senantiasa menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari –seperti halnya cerita-cerita tradisional, legenda dan sebagainya. Bagi Barthes, mitos adalah sebuah cara pemaknaan, dan ia menyatakan mitos secara lebih spesifik sebagai jenis pewacanaan atau tipe wicara (Barthes, 2004: 152; Barthes dalam Storey, 1994: 107). Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos; satu mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena digantikan oleh pelbagai mitos lain. Maka suatu mitos dapat menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain. 1.6 Operasional Konsep 1. Tanda Tanda yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanda verbal dan non verbal yang ada dalam iklan Axis versi Senyum Kiara. Ferdinand de Saussure
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa tanda diletakkan dalam konteks komunikasi dengan melakukan pemilahan pada apa yang disebut penanda dan petanda serta simbol yang digunakan dalam iklan tersebut. 2. Denotasi Denotasi merupakan definisi objektif yang bersifat umum. Tingkat pertandaan ini menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. 3. Konotasi Konotasi merupakan makna subjektif, makna ini adalah pergeseran dari makna umum (denotasi) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Tingkat pertandaan ini menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, tidak pasti (tergantung pada penafsiran personal) dan merujuk pada tanda yang memiliki asosiasi sosio-kultural. 4. Mitos dan ideologi Analisis mitos dan ideologi melalui metode semiotik ditujukan untuk mengembalikan mitos ke dalam arti yang sebenarnya. Mitos dan ideologi nantinya akan membentuk pencitraan dalam iklan yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara