Laporan Tugas Akhir
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Bangunan sederhana mayoritas jumlahnya dibandingkan bangunan kompleks. Bangunan sederhana disini adalah bangunan yang tidak didesain dan dilaksanakan dengan perhitungan khusus contohnya bangunan rumah tinggal. Hal ini semakin diperburuk kondisinya pada daerah terpencil dimana bangunan sederhana hampir tidak terjamah dengan tenaga ahli dalam mendirikan bangunan. Penduduk umumnya membangun rumah secara swadaya berdasarkan pengalaman yang mereka punya. Oleh karena itu apabila terjadi gempa bumi jenis bangunan ini dapat menghasilkan korban yang lebih banyak akibat kerusakan dari bangunan tersebut. “Earthquake never kill people, it’s a bad engineering practice that kills people” Kejadian gempa Yogyakarta membuka mata bagi pemerintah dan para-para insinyur serta masyarakat atas kelalaian mereka baik dalam cara mendirikan bangunan sederhana atau rumah di daerah gempa, termasuk kebijakan atau regulasi dari pemerintah untuk mendirikan bangunan sederhana. Dalam survei yang diadakan di wilayah yang terkena gempa seperti Aceh dan Yogyakarta, banyak bangunan yang dibangun tanpa memperhatikan kesatuan struktural bangunan yang sempurna agar aliran beban dapat berjalan sebagaimana mestinya. Untuk mendirikan bangunan sederhana tahan gempa dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan memperhatikan detailing bangunan agar dapat menjaga suatu integritas struktur bangunan agar dapat menyelamatkan bangunan. Dalam Tugas Akhir ini ditinjau daerah Pancer, Banyuwangi, Jawa Timur sebagai daerah kajian. Daerah ini juga sebagai studi bersama ITB-Fachohsule Erfurt Jerman. Daerah ini pernah mengalami kejadian gempa, yang hingga menyebabkan terjadinya Tsunami pada tahun 1994 yang diperlihatkan pada pada Gambar 1.1. Daerah ini termasuk dalam daerah gempa yang umum dimiliki oleh daerah pantai selatan Indonesia. Daerah Pancer terletak dalam Zona 5 berdasarkan peta wilayah gempa Indonesia SNI 03-1726-2002 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.2.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
I-1
Laporan Tugas Akhir Pada daerah Pancer yang merupakan suatu perkampungan nelayan, seperti pada daerah terpencil lainnya, umumnya bangunan rumah tinggal di daerah tersebut tidak memiliki kemampuan dalam melayani beban gempa. Gambar 1.3. a dan b merupakan contoh rumah eksisting yang berada pada daerah tersebut. Bangunan-bangunan yang didirikan pada daerah tersebut umumnya dibangun dengan swadaya masyarakat setempat tanpa bantuan dari tenaga ahli dalam mendirikan bangunan.
Gambar 1.1. Beberapa daerah yang pernah mengalami gempa besar di Indonesia
Gambar 1.2. Wilayah gempa Indonesia berdasarkan SNI 03-1726-2002 Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material I-2 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Draft Tugas Akhir
Gambar 1.3. Bangunan rumah eksisting di daerah Pancer dengan menggunakan material kayu (kiri) dan batu bata (kanan) Mengingat bahwa karakteristik daerah Pancer banyak dijumpai di berbagai daerah lainya di Indonesia Di penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa masukan saat membangun bangunan sederhana contohnya masukan berupa konfigurasi bangunan, jenis sambungan yang digunakan, dan material alternatif yang digunakan. 1.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan Tugas Akhir adalah untuk mengetahui potensi material lokal sebagai alternatif material bangunan dan meninjau kinerja material tersebut dalam suatu sistem struktur bangunan sederhana. Dimana kinerja yang ditinjau adalah kekuatan dan kelayanan struktur dari material lokal tersebut. Dengan meninjau dasar permasalahan yang ada diharapkan penulisan tugas akhir ini dapat menghasilkan suatu pilihan material alternatif yang sekaligus dapat mengakomodir keadaan ekonomi masyarakat dan keadaan lingkungan. 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup pembahasan tugas akhir ini dibatasi pada: - Pembahasan pada karya tulis ini akan dikhususkan untuk wilayah Pancer, sebuah kampung nelayan di selatan Banyuwangi, dan pembahasan mengenai material dan metoda pembangunan akan disesuaikan dengan sumber daya dan keinginan rakyat pada wilayah tersebut. - Perencanaan Pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1.2.53.1987). - Perencanaan gempa berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002). - Aspek-aspek yang ditinjau : o Kapasitas material o Kapasitas sistem struktur (elemen dan sambungan) o Perilaku keruntuhan struktur William (15002152) Rizal Kurniady (15002147)
I-3
Draft Tugas Akhir 1.4
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi Tugas Akhir yang akan dibahas berdasarkan setiap bab yang akan ada pada laporan Tugas Akhir. Sistematika pembahasan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, sistematika penulisan dan metoda analisis dari Tugas Akhir ini. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Didalam Tujuan Pustaka menguraikan tentang kriteria pembebanan gempa dan konsep perencanaan bangunan tahan gempa, analisis struktur dengan meroda elemen hingga, pengenalan material bambu dan aplikasinya, korelasi parameter tanah, serta sistem perhitungan biaya bangunan didalam Tugas Akhir ini. BAB 3. PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR Bab ini merupakan bahasan tugas akhir secara teoritis dan konseptual. Dimulai dari perancangan bentuk dan pemilihan material prototipe bangunan berdasarkan faktor sosial budaya serta sifat material yang dipilih, hingga ke desain elemen struktur dan sambungan secara empiris maupun teoritis. Bab ini juga membahas desain pondasi dan perkiraan biaya bangunan yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. BAB 4. PENGUJIAN LABORATORIUM Bab ini menguraikan hasil pengujian laboratorium dari komponen-komponen pembentuk bangunan yaitu portal dan kuda-kuda atap. Pengujian ini akan memastikan bahwa struktur yang dibuat dapat berfungsi sesuai rancangan, dan bahwa teori-teori mengenai kekuatan struktur dapat diterapkan. BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh kegiatan Tugas Akhir ini dengan menitik beratkan pada penggunaan material bambu, baik dari saat perancangan maupun saat pengujian. Selain itu juga berisi saran penulis dalam pengembangan material bambu sebagai bahan bangunan.
1.5
Metoda Analisis Tugas akhir ini dibuat untuk mengetahui potensi material bambu dan meninjau kinerjanya dalam sebuah sistem struktur termasuk sambungannya. Untuk mencapai tujuan tugas akhir ini, suatu bentuk kerangka struktural dirancang berdasarkan bentuk struktur yang umum digunakan oleh masyarakat. Selanjutnya, gaya-gaya luar yang diidentifikasi dari letak bangunan dan pembebanan tambahan yang dikenakan
William (15002152) Rizal Kurniady (15002147)
I-4
Draft Tugas Akhir pada struktur. Kemudian dengan menggunakan simulasi software dapat diperoleh gaya dalam yang harus dipikul tiap-tiap komponen struktur. Kekuatan material bambu dapat diketahui melalui pengujian dalam laboratorium. Data kekuatan material ini selanjutnya menjadi dasar untuk mengetahui kebutuhan dimensi masing-masing elemen struktur. Beberapa spesimen sistem struktur juga dibuat untuk mengetahui potensi material bambu sebagai kerangka struktur tersebut. Dari pengujian terhadap spesimen ini akan diketahui perilaku keruntuhan struktur bambu serta kinerja sistem sambungan yang diterapkan pada struktur bambu. Secara umum, langkah pelaksanaan tugas akhir ini diperihatkan dalam diagram alir pada Gambar 1.4 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tugas akhir ini berkaitan dengan analisis struktur dan desain adalah sebagai berikut: 1. Analisis beban gempa akan dilakukan dengan metoda respons spektra input berdasarkan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002 pada software analisa struktur. 2. Sambungan akan didesain menggunakan baut dan tali ijuk berdasarkan literatur kajian konstruksi bambu, dan dibuatnya suatu model kerangka bangunan untuk melihat perilaku sambungan akibat pembebanan pada model tersebut, dan memastikan bahwa sambungan-sambungan tersebut dapat dibuat dengan mudah. 3. Desain pondasi juga ikut diperhitungkan, diaman jenis pondasi yang digunakan adalah jenis pondasi setempat. 4. Penentuan jenis tanah akan dilakukan berdasarkan nilai kohesi (c) dan sudut geser tanah (Ø) yang didapat dari hasil uji tanah, dan nilai-nilai tersebut akan dikolerasikan menggunakan tabel korelasi untuk mendapatkan nilai N-SPT yang akan digunakan untuk menentukan jenis tanah.
William (15002152) Rizal Kurniady (15002147)
I-5
William (15002152) Rizal Kurniady (15002147)
Gambar 1.4 Diagram Alir Tugas Akhir
Draft Tugas Akhir
I-6
Draft Tugas Akhir Penggunaan material dan bentuk sistem struktur dan metoda pelaksanaan konstruksi juga dibatasi oleh faktor-faktor berikut yang timbul dari hasil diskusi kelompok masyarakat pada daerah kajian: x Bahan – bahan bangunan yang dapat digunakan beserta harganya dapat dilihat pada Tabel 1.1 x Kemampuan ekonomi masyarakat tidak dapat diidentifikasi secara eksplisit pada diskusi yang dilakukan di daerah tersebut, namun sebagian masyarakat mengaku membangun rumah mereka sendiri dengan material yang diperoleh secara swadaya seperti bambu yang tumbuh secara liar, genteng dan batu bata yang dibuat sendiri. Sebagian penduduk lainnya membeli material dan bahan bangunan untuk membangun rumah mereka sendiri dengan bantuan warga setempat. Sehingga dapat dikatakan secara rata-rata kemampuan ekonomi mereka relatif sangat rendah, sehingga penggunaan alat-alat konstruksi yang canggih serta material yang setara dengan bangunan perkotan tidak memungkinkan. x Meski sebagian masyarakat mau menggunakan bangunan bambu, namun sebagian lagi menanggapinya dengan pesimis. Alasan yang diberikan untuk pesimisme mereka cukup logis berdasarkan pengalaman mereka menggunakan bambu berkaitan dengan usia layan bambu yang relatif kecil tanpa pengawetan (2-3 tahun) dan pandangan masyarakat yang menganggap bangunan bambu sebagai bangunan kelas dua.
William (15002152) Rizal Kurniady (15002147)
I-7
Draft Tugas Akhir Tabel 1.1Harga Satuan Bahan Bangunan Kab. Banyuwangi Jawa Timur No 1
2
3
4
6
7
8
Jenis Bahan
Satuan
Upah
Pekerjaan Tanah Pembersihan Lapangan Galian Tanah Biasa
m² m³
7.768 13.979
Pondasi Aanstamping batu Kali Upah Pasang batu Kali Pasang Batu kali 1:3
m³ m³ m³
23.166 79.622
Atap Rangka Atap untuk atap Genteng Rangka Atap untuk atap Seng Memasang kaso dan reng
m² m² m²
3.546 5.548 3.463
21.450 56.342
24.996 61.890 3.463
seng gelombang BJLS 30, 60 x 300 cm
m² m² m² m²
10.182 5.548 5.091 5.548
22.712 56.342 16.088 56.342
32.894 61.890 21.179 61.890
Lantai Keramik 10 x 20 Keramik 30 x 30
m² m²
12.727 12.727
45.378 45.378
58.105 58.105
m² m² m²
9.181 6.635
9.181
9.181 9.181 6.635
buah m2
-
7.000 10.000
Penutup Atap Atap Genteng Biasa Atap seng rangka kayu genteng biasa
Plesteran Plesteran beton d=10 mm Upah Plesteran d=10 mm Upah Plesteran d=6 mm Harga Predeksi Kolom dan Balok bambu per batang panel anyaman bambu
Bahan
Jumlah 7.768 13.979
51.480 88.407
74.646 79.622 88.407
*) Berdasarkan harga Journal of Material Building Construction, Kabupaten Banyuwangi Jawa timur
William (15002152) Rizal Kurniady (15002147)
I-8
Laporan Tugas Akhir amplitude getaran yang ditentukan oleh kondisi awal dari sistem. Hubungan antara waktu getar ( perioda T), dengan frekuensi Ȧ dapat dinyatakan sebagai berikut : T
2S
Z
(2- 8)
(detik)
Subtitusi persamaan (2-7) kedalam persamaan (2-3), didapat :
Z 2 mx kx
0
(2- 9)
Sehingg a didapatkan :
Z
k m
(2- 10)
Ȧ adalah frekuensi natural dari sistem tersebut dengan satuan rad/detik.
Z
2S (dari persamaan (2-8)) T
2S f
(2- 11)
Dari persamaan (2-11) dan (2-10), diperoleh perioda struktur sebagai berikut:
T
2S
m k
2S
Zn
(2- 12)
2.1.2 Pemodelan Sistem Struktur Dalam dinamika struktur, jumlah koordinat bebas diperlukan untuk menetapkan susunan atau posisi sistem pada setiap saat, yang berhubungan dengan jumlah derajat kebebasan (degrees of freedom). Pada umumnya struktur berkesinambungan (continuous structure) mempunyai tak hingga derajat kebebasan. Namun dengan proses idealisasi atau seleksi, sebuah model yang tepat dapat mereduksi jumlah derajat kebebasan menjadi suatu jumlah diskrit. Dalam analisis dinamik, struktur berderajat kebebasan tunggal dapat dimodelkan sebagai sistem dengan koordinat perpindahan tunggal. Sistem berderajat kebebasan tunggal ini dapat dijelaskan secara tepat dengan model matematis pada gambar 2.15 yang mempunyai elemen-elemen sebagai berikut : Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-5
Laporan Tugas Akhir a. Elemen massa, m , yang menyatakan massa dan sifat inersia dari struktur. b. Elemen pegas, k , yang menyatakan gaya balik elastis dan kapasitas energi potensial dari struktur. c. Elemen redaman, c , yang menyatakan sifat geseran dan kehilangan energi struktur. d. Gaya pengaruh, F (t ) , yang menyatakan gaya luar yang bekerja pada sistem struktur. x1
F1 (t )
m1 k1
Gambar 2. 2 Sistem Struktur Berderajat Kebebasan Satu x(t ) k c
m
F (t )
Gambar 2.3 Model Matematis untuk Sistem Berderajat Kebebasan Satu Formulasi persamaan gerak untuk sistem dengan satu derajat kebebasan dapat diperoleh dengan prinsip keseimbangan dari gaya-gaya yang bekerja pada sistem, yaitu gaya luar, dan gaya-gaya lainnya yang terjadi akibat adanya gerakan-gerakan pada sistem tersebut. Persamaan gerak dari keseimbangan gaya yang ada pada sistem tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
my(t ) cy (t ) ky (t )
F (t )
(2- 13)
dengan y (t ) adalah percepatan, y (t ) adalah kecepatan, dan y (t ) adalah perpindahan. Dari persamaan (2-42) tersebut dapat diperoleh gaya inersia, redaman, dan kekakuan elastik dari persamaan berikut : my(t )
FI
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
(2- 14) II-6
Laporan Tugas Akhir cy (t )
FD
(2- 15)
ky (t )
FS
(2- 16)
sehingga dapat diperoleh persamaan :
FI FD FS
F (t )
(2- 17)
dimana FI , FD , dan FS berturut-turut adalah gaya inersia, redaman, dan elastik, dan F (t ) adalah beban dinamik.
2.1.3 Respon Spektra dan Respon Spektra Desain Respon Spektra adalah respon maksimum (perpindahan, kecepatan dan percepatan sistem berderajat tunggal yang mempunyai kekakuan (k), redaman (c), dan massa(m) tertentu dan beban dinamik tertentu (p(t)). Respon spektra desain adalah respon spektra yang telah disederhanakan dengan pendekatan statistik sehingga kurva respon spektra dapat diwakili oleh garis tertentu. Respon spektra yang dipakai dalam desain menurut Tata cara Perencanaan Banguynan Tahan Gempa Untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002) adalah respon spektra percepatan degan perioda.
2.2 KRITERIA PERENCANAAN PEMBEBANAN 2.2.1. Perencanaan Pembebanan Gempa Berdasarkan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI 031726-2002 daerah tersebut terletak pada wilayah gempa Zona 5. Dalam perencanaan beban gempa akan digunakan dengan menggunakan metoda Respon Spektra, walaupun bangunan dalam Tugas Akhir ini digolongkan dalam jenis bangunan beraturan yang dapat digunakan dengan metoda statik ekuivalen dalam perencanaan beban gempa pada bangunan. Namun dengan menggunakan metoda Respon Spektra jauh dapat mewakili bentuk beban gempa karena beban gempa pada dasarnya merupakan jenis beban yang dinamis. Respon Spektra merupakan pembebanan yang dinamis.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-7
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.4. Respon Spektra Wilayah Gempa 5 berdasarkan SNI 03-1726-2002 2.2.2 Arah Pembebanan Gempa Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh Gempa Rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsurunsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas besar gaya gempa yang terjadi dibanding dengan arah utama hanya sebesar 30%.
2.2.3 Perencanaan Beban-Beban dan Kuat Terfaktor Dengan menyatakan kekuatan ultimit suatu struktur gedung dan pembebanan ultimit pada struktur gedung itu berturut-turut sebagai : Ru = ij Rn (2-18) Qu = Ȗ Qn (2-19) di mana ij adalah faktor reduksi kekuatan, Rn adalah kekuatan nominal struktur gedung, Ȗ adalah faktor beban dan Qn adalah pembebanan nominal pada struktur gedung tersebut, maka menurut Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor harus dipenuhi persyaratan keadaan batas ultimit sebagai berikut : Ru Qu (2-20) Dengan menyatakan beban mati nominal sebagai Dn, beban hidup nominal sebagai Ln dan beban gempa nominal sebagai En, maka Perencanaan Beban dan Kuat Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-8 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir Terfaktor harus dilakukan dengan meninjau pembebanan ultimit pada struktur gedung sebagai berikut: -Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati dan beban hidup : Qu = ȖD Dn + Ȗ L Ln (2-21) -Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban gempa: Qu = ȖD Dn + Ȗ L Ln + Ȗ E En (2-22) di mana ȖD, ȖL dan ȖE adalah faktor-faktor beban untuk beban mati nominal, beban hidup nominal dan beban gempa nominal, yang nilai-nilainya ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung dan/atau dalam standar beton atau standar baja yang berlaku. Dn merupakan jenis beban mati, Ln merupakan jenis beban hidup dan En merupakan beban gempa.
2.3
Analisa Struktur Dengan Metoda Elemen Hingga Metoda elemen hingga (Finite Element Method) adalah suatu metoda numerik dalam penyelesaian persoalan dengan cara pendekatan menggunakan elemen diskrit. Metoda elemen hingga membagi benda kontinu (balok/kolom/pendel) menjadi elemen-elemen yang jumlahnya terhingga atau terbatas. Metoda elemen hingga digunakan oleh piranti lunak analisa struktur seperti SAP, ETABS dan SAFE untuk mendapatkan gaya dalam elemen struktur dari input geometri struktur dan geometri elemen struktur serta parameter mekanis material elemen struktur. Elemen yang digunakan untuk analisis struktur adalah elemen garis dengan dua titik nodal, yakni titik nodal i dan j, yang terletak pada kedua ujung elemen seperti pada Gambar 2.3.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-9
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.5. Elemen Batang Sederhana Gambar 2.3 menunjukkan sebuah elemen batang yang diberi label (m) dengan 6 derajat kebebasan yang menjadi dasar metoda analisa struktur untuk batang dalam bidang 2 dimensi. Keterangan Gambar 2.3 adalah sebagai berikut: x qi adalah beban luar yang terjadi atas batang i-j. x Fn (n=1~6) menunjukkan gaya-gaya dalam yang terjadi di titik nodal akibat beban luar qi. x ǻn (n=1~6) menunjukkan perpindahan yang terjadi pada titik nodal akibat beban luar qi. x Ȗ adalah sudut kemiringan elemen batang terhadap sumbu struktur XY. Langkah-langkah penyelesaian untuk mendapatkan gaya dalam nodal pada Gambar 2.3 adalah: 1. Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m 2. Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur 3. Merakit matriks kekakuan struktur [K]s 4. Penentuan gaya-gaya ujung elemen 5. Merakit vektor beban ekivalen {P}s 6. Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s 7. Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-10
Laporan Tugas Akhir 1. Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m Pada elemen batang pada Gambar 2.5, matriks kekakuan elemen lokal [S]m terdefinisi: EA º ª EA 0 0 0 0 » « L L « 12 EI 6EI 12 EI 6EI » 0 3 » « 0 3 2 L L L L2 » « 6EI 4 EI 6EI 2 EI » « 0 0 2 2 L L L L » (2-23) [ S ]m «« » EA EA 0 0 0 0 » « L « L 12EI 6EI 12EI 6EI »» « 0 0 3 2 L L L3 L2 » « 6EI 2 EI 6EI 4 EI » « 0 2 2 «¬ 0 L L L L »¼ Dimana: E adalah nilai modulus elastisitas material batang A adalah luas penampang I adalah momen inersia penampang L adalah panjang batang 2. Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur Matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu sistem struktur diperoleh dari persamaan: [k]m = [T]mT [S]m [T]m
(2-24)
Dimana:
ª cos J m « sin J m « « 0 [T]m = « « 0 « 0 « ¬« 0
sin J m
0
0
0
cos J m 0 0
0 1 0
0 0 cos J m
0 0 sin J m
0 sin J m 0 0
cos J m 0
0 0
0º 0» » 0» » 0» 0» » 1¼»
(2-25)
Dan [S]m terdefinisi menurut (2-17)
3. Merakit matriks kekakuan struktur [K]s Matriks kekakuan struktur [K]s tersusun dari matriks kekakuan elemen [k]m.Penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dilakukan dengan memperhatikan penjumlahan kekakuan pada titik pertemuan antara batang satu dengan batang yang lain. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-11
Laporan Tugas Akhir Pada penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dengan indeks derajat kebebasan struktur: K1313 = (k644+k711); K1414 = (k655+k722); K1515 = (k666+k733) K1314 = (k654+k721); K1315 = (k664+k731); K1413 = K1314; K1513 = K1315 4. Penentuan gaya-gaya ujung elemen kondisi terkekang penuh Penentuan gaya ujung elemen pada koordinat struktur melibatkan transformasi koordinat beban dan gaya dalam seperti pada Gambar 2.5. Penyelesaian umum dalam menentukan FEM, FEN, dan FEV adalah 1 FEN1 FEN 4 q ux l m (2-27) 2 1 2 (2-28) FEM 3 FEM 6 q uy l m 12 1 FEV2 FEV 5 q uy l m (2-29) 2 Selanjutnya gaya dalam pada nodal dalam koordinat global {P}m dinyatakan dengan:
^P`m >T @Tm ^FEF`m
(2-30)
Dimana: x {P}m menyatakan matriks gaya dalam pada nodal dalam koordinat global x [T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25) x {FEF}m adalah matriks penjumlahan antara gaya ekivalen pada nodal akibat gaya luar pada bentang dengan gaya ekivalen pada nodal akibat beban luar yang bekerja pada titik-titik nodal yang dinyatakan dengan: {FEF}m= -{FE}m + ^P`m
nodal
(2-31)
-
{FE}m adalah gaya ekivalen pada nodal (FEM, FEN, FEV) akibat gaya luar pada bentang
-
^P`nodal m
adalah gaya luar yang terjadi pada nodal yang ditinjau
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-13
Laporan Tugas Akhir
Xm FEV5 FEN4
FEM6 qu Ym FEV5 FEV2
FEN1
FEN4
?m FEM6
FEM3
qux
quy
FEV2
?m
P*6 P*4
FEN1
FEM3 P*5 qux
quy
P*3
?m
P*1
P*2
Gambar 2.7. Transformasi koordinat dalam menentukan gaya ekivalen struktur 5. Merakit vektor beban ekivalen {P}s Dengan memperhatikan posisi derajat kebebasan struktur pada tiap elemen, dapat dirakit beban ekivalen titik-titik kumpul dari distribusi beban-beban ujung elemen terkait titik kumpul.
Perakitan vektor beban ekivalen ini dilakukan seperti perakitan matriks kekakuan struktur, dimana dilakukan penjumlahan atas komponen matriks gaya-gaya ujung elemen {P}m yang memiliki indeks derajat kebebasan struktur yang sama. Pada Gambar 2.4, P13 = P64 + P71 P14 = P65 + P72 P15 = P66 + P73 Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-14
Laporan Tugas Akhir 6. Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s Dengan [K]s dan{P}s diketahui dari langkah-langkah perhitungan sebelumnya, dapat diketahui {X}s yang menunjukkan perpindahan dan putaran sudut titik-titik nodal pada struktur melalui persamaan: (2-32) [K]s{X}s = {P}s
Penyelesaian persamaan di atas dapat menggunakan cara DEKOMPOSISI atau eliminasi GAUSS. Pada tugas akhir ini, penyelesaian persamaan di atas dilakukan oleh software SAP 2000 v9 pada proses running program. 7. Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen Gaya dalam ujung elemen dinyatakan dengan {F}m. Penentuan gaya dalam ujung elemen dilakukan melalui persamaan:
^F`m >FE@m ^S`m ^'`m
(2-33)
dimana: x {F}m adalah matriks yang menyatakan gaya dalam ujung elemen dalam koordinat lokal x {FE}m adalah matriks yang menyatakan gaya ekivalen (FEM, FEN, FEV) pada nodal akibat gaya luar pada bentang x {S}m adalah matriks kekakuan elemen lokal x {ǻ}m adalah matriks yang menyatakan deformasi elemen lokal yang didapat dari: {ǻ}m=[Tm]{X}m (2-34)
dengan: - [T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25) {X}m adalah matriks deformasi elemen pada koordinat global yang didapat dari matriks deformasi struktur {X}s Pada Gambar 2.7. komponen-komponen {X}6 pada titik pertemuan 8 adalah: X64 = X13 X65 = X14 X66 = X15 2.3.1 Metoda Elemen Hingga pada Program SAP 2000 v9 Pada program SAP yang digunakan untuk analisa struktur pada tugas akhir ini, analisanya dilakukan secara 3 dimensi. Pada analisa 3 dimensi, langkah-langkah
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-15
Laporan Tugas Akhir penyelesaiannya sama namun ada 6 derajat kebebasan pada tiap titik nodal sehingga komponen matriks elemen dan struktur menjadi lebih banyak.
Input geometri struktur dan sifat material didapat dari data material bambu dan geometri prototipe model struktur dan penyelesaian langkah-langkah perhitungan hingga menghasilkan deformasi dan gaya dalam sepenuhnya dilakukan oleh program. 2.4
Konsep Dasar Bangunan tahan Gempa Tujuan utama dalam merencanakan bangunan tahan gempa adalah melindungi bangunan agar dapat menyelamatkan jiwa manusia, mengurangi secara maksimal kecelakaan yang dapat terjadi.
2.4.1 Batasan-Batasan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan
Mengenai kerusakan struktur yang terjadi, dari hasil pengamatan lapangan di Indonesia dan di luar negeri (1979-2004) (Mencegah Kerusakan Bangunan Akibat Gempa dan Tsunami, Suswandojo Siddiq, Peneliti Utama Bid. Stuktur dan Teknologi Gempa, Puslitbang Permukiman, Bandung 2005) penyebab keruntuhan pada bangunan akibat dari beban gempa yang terjadi pada bangunan: x Faktor konfigurasi dan sistem struktur (tidak mengikuti kaidah struktur bangunan tahan gempa, seperti keteraturan, kontinuitas, kesimetrisan pada seluruh bagian bangunan) x Kurangnya kekakuan, kekuatan dan daktilitas struktur, x Lemahnya dan/atau tidak meratanya struktur lapisan tanah, daya dukung tanahfondasi dan daya dukung komponen-struktur fondasi. Beberapa kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan saat merencanakan bangunan tahan gempa agar dapat meminimalisasikan kerusakan bangunan saat terjadinya gempa: a. Denah Bangunan Denah bangunan sebaiknya sederhana, simetris dan tidak terlalu panjang. Suatu kesimetrisan bangunan dicapai agar jarak pusat kekakuan dengan pusat massa bangunan dapat berhimpit sehingga menghasilkan eksentrisitasnya kecil dan dapat meminimalisir terjadinya torsi pada bentuk prilaku struktrur bangunan. Dan keuntungan lainnya adalah agar dalam menganalisis struktur lebih mudah dan sederhana serta prilakunya lebih mudah dipredikisi.
Apabila bentuk bangunan terpaksa tidak dapat simetris bagian yang menonjol konstruksinya sebaiknya dipisahkan dari bangunan utama.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-16
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.8. Contoh bentuk denah bangunan simetris
Gambar 2.9. Denah bangunan tidak simetris
Letak suatu dinding penyekat, pintu serta jendela sebaiknya simetris terhadap sumbu denah bangunan.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-17
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.10. Letak pintu dan jendela yang simetris
b. Atap Bangunan Konstruksi atap sebaiknya menggunakan bahan yang ringan dan sederhana. Karena suatu massa bangunan mempengaruhi besar gaya gempa yang terjadi pada bangunan.
Gambar 2.11. Konstruksi atap ringan
c. Pondasi Bila pondasi terdiri dari batukali maka perlu dipasang balok pengikat/sloof sepanjang pondasi tersebut. Untuk jenis Pondasi setempat perlu diikat kuat satu sama lain dengan memakai balok pondasi. Dalam pelaksanaan tugas Akhir ini dipilih menggunakan pondasi setempat dikarenakan bahwa beban akibat dinding (panel bambu) cukup kecil. Pada bangunan di Tugas Akhir ini dianggap pondasi kali setempat karena beban yang berasal dari dinding bisa dianggap mampu ditahan oleh sloof bambu sendiri.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-18
Laporan Tugas Akhir a) Pondasi batu kali menerus
Gambar 2.12. Desain pondasi dalam menangani bahaya gempa
Kriteria desain struktural untuk keamanan yang harus dipenuhi adalah: x
Kekakuan struktur harus dijaga, dapat dilakukan dengan menempatkan bresing atau silang angin pada bagian-bagian perlemahan seperti tembok, sekeliling pintu dan jendela, atau dengan menggunakan balok lintel pada bangunan beton bertulang, juga harus ada ikatan angin pada rangka atap.
x
Kolom harus lebih kuat daripada balok, yakni keruntuhan balok harus mendahului keruntuhan kolom.
x
Sambungan harus didesain lebih kuat daripada elemen struktur, yang berarti keruntuhan elemen struktur harus mendahului keruntuhan sambungan.
x
Ikatan pada sambungan harus dapat menyatukan elemen struktur dengan sempurna, sehingga tidak ada elemen yang lepas dari strukturnya.
x
Penyaluran beban dari elemen (balok/kolom/rangka) hingga ke pondasi lalu ke tanah harus terjadi secara sempurna, misalnya dengan menyambungkan kolom ke pondasi dengan ankur.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-19
Laporan Tugas Akhir Keseluruhan pembahasan mengenai desain di atas adalah untuk menghasilkan suatu load path (aliran beban) yang sempurna dari setiap komponen non struktural (atap, tembok, lantai) ke komponen struktural penumpang (balok anak, jika ada) ke komponen struktural utama (balok, kolom) ke pondasi, sehingga beban tersebut dapat dialirkan dengan baik ke tanah dasar agar tidak terjadi kegagalan struktur bangunan.
Hal yang utama yang ingin dicapai agar dapat terbentuk load path seperti di atas adalah integritas struktur. Struktur yang menyatu dengan sempurna tidak akan memiliki elemen yang memikul beban sendiri. Setiap komponen struktur akan menyalurkan beban yang diterimanya secara sempurna ke komponen struktur lainnya, hingga ke pondasi. Integritas struktur dapat dilihat dari bentuk sistem struktur, kekuatan setiap elemen serta detailing sambungan yang baik. 2.5 Bambu sebagai Material Bangunan 2.5.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Indonesia dan negara-negara lain mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan terhadap kayu sebagai bahan. Lebih lagi penebangan kayu hutan yang kurang terkendali dapat membahayakan kelestarian hutan ketersedian material kayu. Agar kelestarian hutan dapat terpelihara, maka perlu dilakukan upaya untuk mencari alternatif bahan pengganti kayu sebagai bahan bangunan maupun bahan perabot rumah tangga. Dengan memperhitungkan berbagai keunggulan dan kelemahannya, bambu dapat dipertimbangkan untuk dipakai sebagai pengganti kayu sebagai bahan bangunan maupun perabot rumah tangga. 2.5.2
Keunggulan Bambu Keunggulan bambu yakni mudah ditanam dan tidak diperlukan perlakuan secara khusus serta masa produksi yang singkat mempermudah menghasilkan material bambu yang siap pakai. Untuk melakukan budi daya bambu, tidak diperlukan investasi yang besar, setelah tanaman sudah mantap, hasilnya dapat diperoleh secara terus menerus tanpa menanam lagi. Budidaya bambu dapat dilakukan sembarang orang, dengan peralatan sederhana dan tidak memerlukan bekal pengetahuan tinggi.
Berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap ditebang dengan kualitas baik setelah umur 40-50 tahun, bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun. Bambu mempunyai kekuatan yang cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja. Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-20 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-batang struktur bambu dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah. Terjadi perlemahan pada kekuatan sambungannya.
Dari keuntungan-keuntungan yang lebih daripada kayu hutan, karena sifatnya yang sustainable dan harga beli bambu bisa dikatakan cukup murah. maka bambu sangatlah potensial bagi pengganti bahan bangunan yang langka dan mahal.
Tabel 2.1 Kuat tarik dan tekan berbagai jenis bambu di Indonesia Jenis Bambu Bagian Kuat tarik Kuat tekan (MPa) (MPa) Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Pangkal 228 277 Tengah 177 409 Ujung 208 548 Bambu Tutul (Bambusa vulgaris) Pangkal 239 532 Tengah 292 543 Ujung 449 464 Bambu Galah (Gigantochloa verticilata) Pangkal 192 327 Tengah 335 399 Ujung 232 405 Bambu Apus (Gigantochloa apus) Pangkal 144 215 Tengah 137 228 Ujung 174 335 *) Bahan Kuliah Teknologi Bambu, Morisco, 2005
2.5.3 Kendala Pemakaian Bambu sebagai Bahan Material Meskipun berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bangunan namun bambu mempunyai beberapa kendala dari daya tahan bambu hingga dalam fungsi strukturnya : 1. Kendala pertama yaitu bambu mudah diserang bubuk, sehingga mengurangi daya tahan dan kekuatan bambu itu sendiri.
Tanpa pengawetan bambu hanya dapat bertahan kurang 1-3 tahun jika langsung berhubungan dengan tanah dan tidak telindungi terhadap cuaca. Namun bila terlindungi terhadap cuaca dapat bertahan lebih dari 4-7 tahun. Untuk bambu yang diawetkan daya tahan bambu lebih dari 15 tahun. Adapun bambu yang diawetkan secara tradisional masih dapat bertahan hingga umur lebih dari 20 tahun.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-21
Laporan Tugas Akhir 2. Kendala berikutnya menyangkut kekuatan sambungan bambu yang umumnya sangat rendah mengingat perangkaian batang-batang struktur bambu seringkali dilakukan secara konvensional menggunakan paku, pasak, atau tali ijuk.
Sambungan struktur bambu dengan paku dan pasak pada sejajar serat bambu yang memiliki kekuatan geser rendah menjadikan bambu mudah pecah. Penyambungan bambu memakai tali sanagat tergantung pada keterampilan pelaksana. Kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antara tali dan bambu atau antara bambu yang satu dengan bambu lainnya. Dengan demikian penyambungan bambu secara konvensional kekuatannya rendah. Sehingga kekuatan bambu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada saat tali kendor akibat kembang susut bambu akibat perubahan temperatur, kekuatan gesek akan turun. Oleh karena itu sambungan bambu menggunakan tali haruslah diperiksa secara berkala agar tidak kendor. 3. Kendala ketiga sifat bambu yang mudah terbakar. Sekalipun ada cara-cara untuk menjadikan bambu tahan terhadap api, namun biaya yang dikeluarkan relatif cukup mahal. 4. Opini masayarakat ikut menjadi suatu kendala dalam kategori sosial, yang sering menghubungkan bambu dengan material bagi kalangan orang miskin, sehingga orang segan tinggal di rumah bambu karena takut menimbulkan opini sosial. Untuk mengatasinya maka perlulah dilibatkan desain arsitektural agar bangunan bambu yang dibuat terlihat menarik. 2.5.4 Teori Pengawetan Bambu Material bambu apabila tidak diberi perlakuan khusus, mempunyai durabilitas yang sangat rendah, dimana telah dijelaskan sebelumnya. Untuk menjaga umur bambu maka diperlukan suatu metoda pengawetan. Berikut merupakan beberapa cara pengawetan bambu: 1. Secara konvensional Kumbang bubuk menyerang bambu karena ingin mengkonsumsi pati yang terdapat pada bambu tersebut, maka solusi yang ditawarkan bagaimana memilih atau menebang bambu dengan kandungan pati yang rendah.
Kita dapat memilih jenis bambu dengan kandungan pati yang rendah, misalnya bambu apus atau bambu tali. Juga untuk mendapat kandungan pati yang rendah kita dapat mengatur waktu penebangan bambu, yaitu saat bertepatan dengan kandungan bambu pati Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-22
Laporan Tugas Akhir didalam bambu rendah. Penebangan dianjurkan pada saat musim kemarau pada saat bambu tidak mudah menyerap makanan dari tanah.
Cara lainnya dapat dilakukan dengan merendam bambu didalam kolam air dalam kurun waktu 3-12 bulan, agar terjadi proses biologis yaitu fermentasi pada pati yang terkandung di dalam bambu, sehingga hasil dari fermentasi ini dapat larut di didalam air. Dengan demikian perendaman bambu didalam air dapat munurunkan kadar pati di dalam bambu. Namun pati yang terdapat pada bambu menjadikan kekuatan ikatan antar serat-seratnya, maka hilangnya kandungan pati secara berlebihan akan menurunkan kekuatan bambu. Maka dianjurkan pengawetan dilakukan tidak lebih dari 1 bulan. 2. Menggunakan bahan kimia Dengan memasukan bahan kima yang dapat mematikan serangga dan jamur. Dengan metoda gravitasi, tekan hidrostatis, dan juga kompresi. Pada bambu yang baru saja ditebang yang masih lengkap dengan kulit, cabang-cabang serta daun-daun. Penguapan kandungan air melewati air-air akan mengakibatkan cairan pengawet terserap naik ke ujung. Cara pengawetan ini tidak mudah pelaksanaannya dan keberhasilannya sulit untuk dicek.
Gambar 2.13. Pengawetan bambu dengan larutan kimia dengan menggunakan metoda kompresi
2.5.5 Metoda Perangkaian Batang-Batang Bambu Untuk struktur yang dibebani dengan gaya tekan tiang, maka pemakaian batang bengkok/melengkung perlu dihindarkan agar tidak mudah pecah.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-23
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.14. Tiang Penyangga Balok Bambu mempunyai sifat mudah pecah jika dipaku oleh karena itu pemakaian paku sebagai alat sambung pada batang struktur bambu harus dihindarkan, sebagai penggantinya dapat digunakan kawat pengikat. Kawat pengikat pada rangkaian batang-batang struktur perlu dipasang dengan tarikan kuat jangan sampai kendor. Ikatan yang kendor akan mengakibatkan bambu mudah lolos. Ikatan yang kuat ditandai dengan posisi kawat yang rata dengan batang horizontal.
Gambar 2.15. Ikatan antara batang-batang struktur
Untuk memperoleh posisi yang tepat seringkali bambu dipukul-pukul dengan martil. Pada tiang yang sudah diberi beban berat penggeseran posisi tiang akan memperoleh perlawanan gaya gesek antara tiang dengan landasannya. Pemukulan bambu yang cukup keras pada bambu akan mengakibatkan bambu pecah, sehingga pangkal tiang harus diusahakan agar bertepatan dengan buku-buku.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-24
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.16. Pangkal tiang bambu Bambu yang dibebani dengan tiang akan mudah pecah jika tumpuan tiang tidak bertepatan dengan buku-buku. Apabila hal ini tidak dapat dihindarkan, maka balok penyangga tiang perlu diisi dengan kayu yang dibulatkan dengan ukuran sesuai dengan rongga bambu. Pengisi rongga bambu juga dapat dibuat dari bambu dengan diameter yang lebih kecil ataupun mortar beton yang di curahkan kedalam ujung buku ataupun bagian buku yang telah dilubangi terlebih dahulu.
Gambar 2.17. Ujung balok yang diisi untuk menyangga tiang
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-25
Laporan Tugas Akhir Jenis-jenis kepala tiang yang diberi bentuk lurus atau miring yang mempunyai fungsi dan tujuan masing-masing.
Gambar 2.18. Bentuk potongan ujung atas tiang
Bambu sebagai tiang penyangga terkadang ukurannya sedikit lebih kecil daripada balok disangganya. Diperlukan dua batang bambu sebagai tiang penyangga. Untuk ukuran tiang penyangga lebih besar dari balok, dapat dipasang lidah dari bilah bambu. Agar balok bambu dapat ditumpu dengan baik, pada kepala tiang perlu dipasang papan landasan dari kayu. Hubungan antar tiang penyangga dengan balok yang disangganya, agar kokoh perlu diikat dengan tali kawat. Selain itu dapat pula salah satu lidah dibuat lebih panjang, dan ditekuk merangkul balok, baru diikat dengan tali kawat.
Gambar 2.19. Proses pemotongan ujung lidah ganda.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-26
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.20. Potongan datar dengan lidah ganda sebagai penyangga balok dasar
Gambar 2.21. Tiang penyangga ganda dan dengan lidah tambahan
Gambar 2.22. Ikatan dengan tali kawat dan lidah panjang Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-27
Laporan Tugas Akhir Rangkaian batang struktur dari bambu dengan tali kawat akan lebih kuat lagi jika dilengkapi dengan pasak. Pasak ini dapat dibuat dari pangkal bambu yang sudah tua dari bagian yang dekat dengan pangkal dan buku, sehingga kekuatannya tinggi serta kembang susutnya rendah.
Gambar 2.23. Ikatan tiang penyangga dengan balok memakai tali kawat dan pasak pada tiang
Gambar 2.24. Ikatan antara batang struktur vertikal dan horisontal menggunakan pasak.
Berbagai sambungan batang-batang struktur secara tradisional sesuai dengan uraian terdahulu pada umumnya hanya struktur ringan karena kekuatannya rendah. Aplikasi cara tersebut pada kuda-kuda terbatas pada kuda-kuda dengan atap ringan, seperti seng, asbes, jerami dan daun tebu. Adapun contoh aplikasi-aplikasi sambungan pada kuda-kuda dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-28
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.25. Bentuk rangka atap yang akan menggunakan struktur bambu
Gambar 2.26. Detailing sambungan pada joint-joint pada rangka atap tersebut 2.5.6 Desain Elemen Struktur Bambu Kuat bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah, serta lokasi tempat tumbuh. Oleh karena itu, perancangan struktur harus didasarkan pada kekuatan bambu dengan. Penghematan dapat dilakukan jika pengujian sampel dapat dilaksanakan. Kiranya perlu juga diperhatikan mengenai pembatasan lendutan. Menurut Tular dan Sutidjan (1961), modulus elastisitas E bambu berkisar antara 9807 – 29420 MPa, tetapi untuk perancangan digunakan E sebesar 29420 MPa. Tabel 2 menyajikan kuat batas dan tegangan ijin bambu secara umum untuk desain.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-29
Laporan Tugas Akhir Tabel 2.2 Kuat batas dan tegangan ijin bambu Macam Kuat Batas Tegangan Ijin Kayu Tegangan (MPa) (MPa) Tarik 98-392 29 Lentur 69-294 10 Tekan 25-98 8 E Tarik 9807-29420 19,6 x 103
Gambar 2.27. Potensi bambu dalam memikul beban berat 2.6
Perhitungan Korelasi Parameter Tanah Untuk menghitung daya dukung pondasi maka diperlukan suatu parameter-parameter tanah, yang di dapat dari pengujian laboratorium dan pengujian di lapangan. Namun karena keterbatasannya waktu, tenaga dan peralatan maka beberapa parameter tanah tidak dapat diambil di lapangan seluruhnya. Maka berdasarkan pengalaman serupa beberapa ahli-ahli tanah membuat suatu korelasi nilai-nilai parameter tanah agar dapat merepresentasikan suatu paramater tanah yang ingin dicari.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-30
Laporan Tugas Akhir Tabel 2.3 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Pasir (non-kohesif)
Tabel 2.4 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Lempung (kohesif)
Dalam penentuan jenis tanah berdasarkan peraturan gempa beberapa parameter tanah yang belum diketahui akan di korelasikan menggunakan kedua tabel diatas ( Tabel 2.4 dan Tabel 2.5). Korelasi ini digunakan untuk menentukan besar nilai N- SPT pada jenis tanah pasir dan lempung yang didapat dari lapangan sebelumnya. Setelah melakukan korelasi parameter tanah tersebut, akan dilakukan penentuan jenis tanah berdasarkan peraturan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002 agar dapat menentukan jenis respons spektra yang akan digunakan pada pemodelan beban gempa sesuai dengan kriteria-kreteria pada daerah tinjauan.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-31
Laporan Tugas Akhir Tabel 2.5 Jenis-jenis tanah berdasarkan SNI 03-1726-2002
2.7 Estimasi Biaya Bangunan Perhitungan volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan akan memenuhi hal-hal berikut: Berdasarkan harga bahan bangunan dan upah pekerja sesuai dengan kondisi setempat. Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan gambar teknis dan rencana kerja dan syarat-syarat Dalam perhitungan bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 10-20% Pengerjaan dilakukan dengan cara manual
Dalam melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan, dilakukan parameterparameter berikut ini: 1. Angka Indeks adalah faktor pengali atau koefisien sebagai dasar perhitungan bahan bangunan dan upah kerja. 2. Harga Satuan Pekerjaan adalah biaya upah pekerja dengan atau tanpa harga bahan bangunan untuk satuan pekerjaan tertentu. 3. Satuan pekerjaan adalah satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas, volume, atau unit. Namun dalam Tugas Ahir ini akan dilakukan perhitungan estimasi biaya bangunan secara sederhana, tanpa memperhitungakan secara detail. Hanya bagian struktural dan beberapa bagian non struktural. 2.8
Tipe Sambungan Bambu Setiap struktur merupakan rangkaian bagian-bagian tunggal yang harus disambungkan satu sama lain, biasanya pada ujung batang dengan berbagai macam cara. Fungsi utama dari sambungan adalah untuk membuat suatu kesatuan utuh agar maksud dari kontinuitas aliran beban dapat terlaksana dengan baik.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-32
Laporan Tugas Akhir
Yang umum dipakai dalam dunia konstruksi teknik sipil alat sambung menggunakan baut dan las. Namun untuk bangunan bambu umumnya menggunakan alat sambung berupa tali ijuk, dan beberapa sambungan untuk bangunan bambu yang telah tersentuh dengan modernisasi menggunakan alat sambung baut. Untuk sambungan baut mempunyai dua prilaku transfer beban yang umumnya terjadi yaitu tipe Friksi dan tipe Tumpu. 1. Tipe Friksi, bila suatu baut dipasang dengan tarik awal spesifikasi, akan ada pratekan awal di antara potongan-potongan yang digabungkan, seperti terlihat dalam Gambar 2.26. kemudian akan terjadi transfer beban-beban tarik pelat P seperti Gambat 2.26 melalui gesekan, dan mungkin tidak ada tumpuannya tangkai baut terhadap sisi lobang. Sampai gaya gesek ȝT teratasi, kekuatan geser baut dan kekuatan tumpu pelat tidak mempengaruhi kemampuan mentransfer beban dalam arah melintang bidang geser diantar pelat-pelat. Diagram benda bebas untuk mentransfer beban-beban pada suatu sambungan dengan baut pratarik diperlihatkan dalam Gambar 2.26. 2. Tipe Tumpu, bila suatu baut atau pasak dipasang untuk mencegah baut terlepas keluar. Beban akan ditransfer dengan dengan tumpuan tangkai baut terhadap sisi lobang. Dari diagram benda bebas pada setiap baut tersebut dapat diperhatikan bahwa transfer diantara pelat sebenarnya terjadi melalui gaya geser pada baut itu. Gesekan antara pelat dapat diabaikan. Tipe tumpu ini berupa baut yang berfungsi untuk mentransfer beban dari penampang yang satu dengan yang lain dengan menggunakan baut yang disisipkan ke dalam lobangnya yang dibuat kedua potongan penampang tersebut seperti Gambar 2.27
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-33
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.28. Tipe Sambungan Friksi
*) ket pen = baut
Gambar 2.29. Tipe Sambungan Tumpu
Dalam Tugas Akhir ini sambuangan baut yang terdapat pada model struktur bambu merupakan tipe sambungan tumpu dimana baut tidak dikencangkan dengan suatu spefisikasi tertentu yang dapat menyebabkan gaya tekan akibat pengencangan tersebut. Dihindarkannya tipe sambungan friksi untuk mengantisipasi tertekannya bambu dalam arah tegak lurus penampang bambu yang merupakan sisi terlemah dalam penampang bambu.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-34
Laporan Tugas Akhir
BAB 3 PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1
Pengembangan Prototipe Pengembangan prototipe bangunan dilakukan berdasarkan pengamatan akan bangunan eksisting serta sistem struktur yang digunakan. Meski dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dasar bangunan tahan gempa berkaitan dengan kekuatan, kekakuan, daktilitas, dan integritas struktur, namun prototipe bangunan sebisa mungkin dirancang tanpa mengubah bentuk bangunan eksisting. Tujuannya adalah agar konsep-konsep bangunan yang timbul dari pembahasan Tugas Akhir ini dapat diterapkan tanpa banyak mengubah cara membangun masyarakat setempat.
3.1.1 Aspek Material Hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah kendala finansial yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat pancer, sehingga banyak diantara mereka membangun rumahnya dengan mengambil material dari alam atau membuat sendiri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa material bangunan utama yang paling dapat digunakan dan cukup banyak digunakan adalah bambu. Material lokal ini banyak tersedia di alam dan dapat dibeli dengan murah. Namun masyarakat pancer menganggap bahwa rumah bambu memiliki kelemahan, yakni dari segi umur layan, kekuatan, dan keamanan selain juga pandangan masyarakat mengenai bambu sebagai material kelas dua. Umur layan dapat diatasi dengan metoda pemanenan dan pengawetan. Masalah estetika akan menjadi prioritas kedua yang dapat dikorbankan jika bangunan yang dirancang memiliki harga murah, serta dapat memenuhi aspek fungsionalitas bangunan. Pada bangunan eksisting, material dinding banyak menggunakan anyaman bambu. Jika ingin memperoleh kenyamanan yang dimiliki oleh rumah batu, dinding dapat menggunakan anyaman bambu yang diplester. Ide pemanfaatan bambu plester belakangan mulai diterima oleh masyarakat, namun akan memiliki banyak masalah dalam aplikasinya, terutama berkaitan dengan ikatan antara plester dengan bambu. Selain itu juga biaya yang diperlukan tentunya lebih tinggi dibandingkan tanpa plesteran. Dengan material bambu yang ringan sebagai komponen struktur utama, respon bangunan terhadap gempa bumi akan tergantung material atap yang digunakan. Masyarakat wilayah Pancer banyak menggunakan atap genteng dan seng. Atap genteng lebih berat sehingga respon gempanya lebih besar, sehingga pemilihan jenis material penutup atap sebaiknya perlu dipertimbangkan. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-1
Laporan Tugas Akhir Dalam perencanaan, perlu diperhatikan kemampuan bambu dalam menahan beban sehubungan dengan orientasi serat bambu. Serat bambu tersusun searah sumbu batang, sehingga bambu menjadi kuat menahan tarik dan tekan searah sumbu batang, namun sangat lemah jika mengalami tekan atau tarik arah tegak lurus sumbu batang (penampang terjepit). Gambar 3.1 menunjukkan perilaku kegagalan batang bambu akibat tekanan dari arah tegak lurus serat. Tekan seperti ini dapat terjadi misalnya pada pertemuan antara balok dan kolom pada portal seperti Gambar 3.2
Gambar 3.1 Kegagalan akibat tekan tegak lurus serat 3.1.2 Sistem Struktur Desain sistem struktur bangunan menekankan pada aspek kontinuitas aliran beban. Kontinuitas berarti beban dapat mengalir secara sempurna dari sumber beban hingga ke tanah. Kontinuitas pada sistem struktur timbul dari kekuatan dan integritas struktur bangunan. Kekuatan struktur lahir dari kekuatan komponen rangka struktur bangunan, sementara integritas lahir dari pembentukan sistem sambungan yang baik, dan ikatan antara komponen struktural dan non-struktural bangunan. Kontinuitas aliran beban akan terganggu bila kekuatan elemen struktur kurang sehingga aliran beban terputus pada elemen struktur, atau karena sambungan kurang kuat atau ada kesalahan dalam desain sehingga gagal mentransfer beban dari satu elemen ke elemen struktur yang lain. Aspek lain yang juga menjadi prinsip pembentukan sistem struktur adalah masalah daktilitas bangunan. Struktur yang daktail adalah struktur yang mampu mengalami deformasi yang relatif besar sebelum runtuh. Penggunaan material bambu dengan penempatan orientasi elemen bangunan (balok dan kolom) secara tepat dapat menjamin hal ini, karena material bambu bersifat getas jika ditekan dari arah tegak lurus serat material (penampang terjepit) dan bersifat daktail jika gaya yang terjadi searah serat material (penampang tertarik/tekan). Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-2
Laporan Tugas Akhir Faktor lain adalah mengenai kekakuan bangunan. Aspek kekakuan mensyaratkan deformasi yang terjadi pada bangunan harus relatif kecil untuk menghindari kerusakan sistem sambungan dan kerusakan pada komponen non struktural. Cara memberikan kekakuan dalam Tugas Akhir ini adalah dengan memberikan bresing yang dapat membantu menahan gaya lateral dan memperpendek panjang tekuk bebas elemen struktur. Pemilihan bentuk sistem struktur bangunan akan tampak pada model Gambar 3.3 Bentuk tersebut dipilih karena merupakan bentuk yang paling umum di kalangan masyarakat. Pemberian bresing pada atap dan kaki bangunan bertujuan untuk memberi kekakuan pada struktur untuk membatasi deformasi bangunan. 3.1.3 Sambungan Sambungan adalah titik pertemuan satu elemen struktur dengan elemen struktur yang lain. Kegagalan struktur pada sambungan dapat berakibat fatal yakni runtuhnya beberapa komponen struktur secara bersamaan pada titik sambungan tersebut yang dapat mengakibatkan keruntuhan keruntuhan struktur secara keseluruhan. Pada bangunan eksisting, maupun pada bangunan bambu pada umumnya, sambungan menggunakan ikatan dengan tali rotan atau ijuk yang seringkali diperkuat dengan pasak atau paku dalam pemasangannya. Sambungan seperti ini, meski mungkin kuat menahan geser hingga batas tertentu, namun kekuatannya tidak dapat diukur dan sangat tergantung keahlian orang yang membuat ikatan. Konsep pengembangan prototipe bangunan dari segi sistem sambungan adalah dengan menggunakan sambungan jenis ini untuk sambungan yang perlu menahan posisi saja, dan menggunakan batang bambu tambahan serta baut untuk jenis-jenis sambungan yang menahan geser. Gambar 3.2 memberikan deskripsi mengenai jenisjenis sambungan untuk mempertahankan kontinuitas aliran gaya yang menjadi konsep dalam pengembangan prototipe bangunan. Gambar 3.2a menunjukkan bahwa ada sambungan yang menahan geser sehingga perlu di desain dengan memperhitungkan kekuatan dan jumlah alat sambung seperti baut. Selain itu juga ada sambungan yang hanya menahan posisi komponen struktur karena kekuatan sambungan tersebut hanya bergantung pada kekuatan material atau karena sambungan tersebut hanya berfungsi menyatukan elemen struktur untuk mempertahankan arah aliran gaya.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-3
Laporan Tugas Akhir
Gambar 3.2a Konsep sambungan pada portal bidang
Gambar 3.2b Foto sambungan pada portal Pada Gambar 3.2b ditunjukkan tiga alat sambung yang digunakan, yakni tali, baut, dan batang bambu yang dikombinasikan agar sambungan dapat mengalirkan beban dengan baik. Keterangan jenis sambungan yang digunakan pada Gambar 3.2b yakni: Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-4
x
Laporan Tugas Akhir Sambungan 1: Sambungan yang hanya menggunakan tali Sambungan yang hanya menggunakan tali didesain digunakan untuk menahan posisi bambu agar arah aliran gaya yang terjadi tidak berubah. Pada titik sambungan ini, gaya yang terjadi tidak menggeser sambungan atau dapat terjadi gaya-gaya yang menggeser sambungan namun besarnya tidak signifikan untuk diperhitungkan.
x
Sambungan 2: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu tambahan dengan tidak memperhitungkan kekuatan sambungan baut Pada sambungan jenis ini, baut dan tali hanya berfungsi sebagai pengikat yang mempertahankan posisi batang sehingga arah aliran gaya tetap terjaga. Pada Gambar 3.2b, terjadi gaya simetris yang menekan batang balok tambahan sehingga gaya geser yang terjadi sepenuhnya ditahan oleh kuat tekan batang bambu tambahan. Tali berfungsi sebagai pengikat yang mempertahankan posisi batang agar tidak selip sehingga arah aliran gaya tetap terjaga dan dapat diantisipasi dengan baut dan batang bambu tambahan.
x
Sambungan 3: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu tambahan dengan memperhitungkan kekuatan sambungan baut. Fungsi sambungan baut dan batang bambu di sini adalah untuk menahan gaya geser yang terjadi dari tekanan batang pengaku di atasnya. Fungsi tali adalah untuk mencegah perubahan posisi batang sehingga arah aliran gaya dapat dipertahankan.
Ketiga alat sambung dengan dengan konfigurasi di atas dapat dipergunakan di seluruh struktur dengan memperhatikan arah aliran gaya yang terjadi. 3.1.4 Aspek Arsitektur Bangunan Dalam tugas akhir ini, aspek arsitektur bangunan berarti memberikan ruang yang cukup untuk memfasilitasi fungsi bangunan. Pada gambar 3.3, antisipasi keperluan arsitektur diberikan dengan memberikan ruang bebas di tengah bangunan yang dapat digunakan untuk fungsi rumah tinggal maupun pasar. 3.2
Permodelan Struktur Bangunan Permodelan dalam Tugas Akhir ini melingkupi permodelan kerangka struktural bangunan. Permodelan dilakukan dengan menggunakan program SAP dengan memodelkan komponen bangunan yang berfungsi sebagai komponen struktural sebagai frame dan komponen non-struktural sebagai beban mati. Pemodelan struktur pada tugas akhir ini adalah struktur bangunan tiga dimensi dengan tipe portal terbuka tanpa dinding. Rangka atap juga dimodelkan bersama
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-5
Laporan Tugas Akhir kerangka struktur, yakni karena atap bangunan menyambung pada kolom dengan sempurna, tidak diletakkan begitu saja. Pondasi menggunakan umpak beton sehingga akan dimodelkan sebagai perletakan sendi. Sambungan dimodelkan sebagai sambungan kaku, dan dalam penerapannya akan didesain sebagai sambungan kaku, dalam arti sambungan ini ikut berkontribusi dalam mengalirkan beban sebagai bagian dari rangka struktur bangunan.
2,5 m
1m
1,5 m
Beban gempa selalu diperhitungkan memiliki besar 100% pada arah x dan 30 % pada arah y, serta sebaliknya. Karena itu pemodelan dilakukan 3 dimensi, seperti pada Gambar 3.3.
a) Tampak depan
b) Tampak Samping Gambar 3.3 Model struktur bangunan
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-6
Laporan Tugas Akhir
c) Tampak 3D Gambar 3.3 Model struktur bangunan (lanjutan) 3.3. Pembebanan Konsep pembebanan yang direncanakan dalam perencanaan struktur diambil berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SKBI1.3.53.1987. Beban-beban yang direncanakan adalah beban mati (dead load), beban mati tambahan (super imposed dead load), beban hidup (live load), dan beban gempa (earthquake load). Perincian beban-beban tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Beban Mati (Dead Load) Beban mati yaitu berat dari seluruh bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap. Beban mati yang diperhitungkan adalah berat sendiri dari masing-masing elemen struktur seperti balok, kuda-kuda, dan kolom. Berat sendiri pada desain bangunan sederhana ini berasal dari berat sendiri material bambu jenis bambu tali untuk digunakan dalam pemodelan dengan Ȗbambu = 700 kg/m3.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-7
Laporan Tugas Akhir 2.
Beban Mati Tambahan (Super Imposed Dead Load) Beban mati tambahan (super imposed dead load) yaitu berat mati tambahan yang muncul akibat beban-beban mati yang bukan merupakan elemen struktural. Beban mati tambahan yang digunakan pada struktur antara lain beban atap berupa penutup atap berupa genteng dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap sebesar 50 kg/m2
3.
Beban Hidup (Live Load) Beban hidup adalah beban yang berasal dari orang maupun barang yang dapat berpindah, atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan bagian yang tetap dalam struktur yang dapat diganti selama masa hidup dari struktur tersebut. Pada struktur ini, beban hidup tidak dimodelkan karena penempatan beban hidup pada ruang bebas tidak membebani struktur.
4.
Beban Gempa (Earthquake Load) Beban gempa adalah semua beban pada struktur atau bagian struktur yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, struktur ini direncanakan terhadap gempa kuat pada wilayah gempa 5 di menurut Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2003), dan perencanaan dilakukan dengan perhitungan respons spektra. Parameter tanah yang digunakan adalah jenis tanah yang diambil pada titik pengambilan di sekitar area Pancer. Tabel 3.1 menunjukkan data-data hasil uji karakteristik tanah beserta klasifikasinya. Tabel 3.1 Hasil Uji Parameter Tanah di beberapa titik kajian
No 1 2 3 4
Titik Point Pulau Merah TPI Portal Haliman
Sudut Geser (PSI) 36,68° 38,41° 31,53° 8°
Kohesi Jenis tanah Korelasi N-SPT 0,071 kg/cm² Pasir 31 0 kg/cm² Pasir 35 0,116 kg/cm² Pasir 13 7,742 kg/cm² 1585,68 psf Lempung 6,5
Klasifikasi SNI Sedang Sedang Lunak Lunak
Melihat Tabel 3.1 maka untuk melakukan pemodelan secara konservatif maka dipilih jenis tanah lunak untuk zona 5 gempa berdasarkan SNI 03-1726-2003. 5. Beban Hujan Untuk bangunan sederhana (contoh : rumah tinggal) bekerja beban hujan yang bekerja pada atap bangunan. Beban hujan terbagi rata per m2 bidang datar Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-8
Laporan Tugas Akhir berasal dari beban air hujan sebesar (40-0.8Į) kg/m , dimana Į adalah sudut kemiringan atap. Atap pada prototipe memiliki kemiringan Į = 26° , sehingga qH = 19.2 kg/m2 diambil qH = 20 kg/m2 2
Rekapitulasi pembebanan struktur yang digunakan dalam perencanaan struktur dapat dilihat dari Tabel 3.2. Tabel 3.2 Rekapitulasi Pembebanan Besar No Jenis Beban Simbol Beban Keterangan 1 Beban Mati D 700 kg/m³ Berat Material Bambu tali Beban Mati 2 Tambahan SI 1,566 kg Gording Berat Terpusat pada Joint 50 kg/m² Genteng beserta kasaunya 3 Beban Hidup L 0 Beban langsung menerus ketanah 4 Beban Hujan H 20 kg/m² Atap dengan sudut 26° 5 Beban Gempa E Zona Gempa 5 jenis tanah lunak 3.3.1 Modelisasi Beban Gempa Pembebanan gempa dilakukan dengan metoda respons spektra dengan menggunakan respons spektra gempa zona 5 untuk jenis tanah lunak seperti Gambar 3.4. Faktorfaktor yang digunakan adalah: Faktor redaman, R = 1.6 (struktur elastis) Faktor keutamaan struktur = 1 (bangunan rumah sederhana)
Gambar 3.4 Respon spektra gempa zona 5 untuk tanah lunak Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-9
Laporan Tugas Akhir Respon spektra ini akan digunakan sebagai input untuk memodelkan beban gempa pada analisa struktur. 3.3.2 Kombinasi Pembebanan Pada perencanaan struktur, beban-beban yang ada harus dikombinasikan dengan faktor-faktor tertentu sehingga akan menghasilkan beban ultimate sebagai dasar perencanaan untuk kekuatan bangunan. Kombinasi beban rencana yang digunakan dalam perencanaan struktur sesuai dengan spesifikasi pada Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, ASCE 7-95. Kombinasi pembebanan yang diterapkan pada analisis struktur untuk mengetahui kekuatan struktural bangunan adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1.4 D 1.2 D + 1.6 L + 0.5 H 1.2 D + 1.6 H + 0.5 L 1.2 D + 0.5 L + Ex + 0.3Ey 1.2 D + 0.5 L + Ey + 0.3Ex 0.9D + 1.0 (Ex + 0.3Ey) 0.9D + 1.0 (Ey + 0.3Ex)
Menurut IBC 2003 pasal 1804.1 mengenai perhitungan daya dukung tanah dan pasal 1805.4.1.1 mengenai desain pondasi, spesifikasi kombinasi beban yang digunakan untuk perhitungan daya dukung tanah dan desain pondasi harus berdasarkan pasal 1605.3, yakni: 1. 1.0D + 1.0 L 2. 1.0D + 1.0L + 1.0 H 3. 1.0D + 1.0L + (Ey + 0.3Ex)/1.4 4. 1.0D + 1.0L + (Ex + 0.3Ey)/1.4 5. 0.9D + (Ey + 0.3Ex)/1.4 6. 0.9D + (Ex + 0.3Ey)/1.4 3.4
Preliminary Design Pada tahap Preliminary Design akan ditentukan dimensi awal dari komponenkomponen bangunan sebagai acuan untuk melakukan analisa struktur. Preliminary design dilakukan dengan menggunakan referensi dari Heinz Frick yang berjudul Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Gambar 3.5 menunjukkan bagian struktur yang merupakan dasar untuk melakukan preliminary desain.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-10
Laporan Tugas Akhir 1.1 1.1 2 1. 1
2m
2m
m
0.5 m
3m
6m
Gambar 3.5 Dimensi Struktur untuk Desain 3.4.1 Desain Komponen Batang Lentur Dalam struktur yang didesain yang tergolong dalam komponen batang lentur di sini adalah bagian gording dan balok Penentuan ukuran gording berdasarkan lebar bentang dan muatan sesuai dengan Tabel 3.3 Tabel 3.3 Penentuan Profil Balok atau Gording sebagai Balok Tunggal
Pada konstruksi atap bambu pada model, dengan jarak antar gording = 1.12 m, kemiringan 26o dan jarak kuda-kuda 3 m (lihat Gambar 3.5).
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-11
Laporan Tugas Akhir Beban-beban yang diperhitungkan dan bekerja pada komponen struktur ini adalah: Beban mati tambahan berupa genteng dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap sebesar 0.5 kN/m2 Beban hidup (hujan) : 0.20 KN/m2 Total = 0.70 KN/m2 Lebar bentang gording = jarak kuda-kuda = l = 3m Beban per meter gording = 1.12 m x 0.70 KN/m2 = 0.784 KN/m Meski Tabel 3.3 tidak memuat kapasitas yang diinginkan, namun untuk desain awal akan digunakan dimensi 100/10 mm. 3.4.2 Kasau Bambu Kasau bambu yang lazim digunakandapat dibuat dari bambu utuh seperti atau digunakan dua bilah bambu seperti pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Bentuk kasau yang biasanya digunakan dalam bangunan konstruksi bambu Untuk menentukan ukuran kasau yang digunakan, dapat menggunakan berdasarkan Tabel 3.3 untuk jenis kasau dengan bambu utuh, sedangkan untuk kasau yang berbentuk dua bilah bambu yang diikat digunakan Tabel 3.4 untuk menentukan ukuran kasau tersebut.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-12
Laporan Tugas Akhir Tabel 3.4 Penentuan ukuran kasau dengan 2 bilah bambu
Perhitungan preliminary design dilakukan sebagai berikut: Jarak antar bantalan dengan bubungan: 3.36 m Beban: 0.70 KN/m2 Jarak antar kasau: 0.30 m Beban per meter kasau adalah: 0.70 x 0.30 = 0.21 KN/m Karena beban per meter kasau terlalu besar untuk menggunakan Tabel 3.4 Maka digunakan Tabel 3.3, sehingga bambu yang digunakan adalah bambu utuh ukuran 80/7 mm 3.4.3 Kolom Bambu Perhitungan pengaruh gaya tekan pada kolom harus memperhatikan panjang tekuk Euler akibat penjepitan pada ujung-ujung kolom. Kondisi tekuk menurut Euler dapat dilihat seperti pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Pengaruh tekuk Euler Panjang tekuk Euler dengan perhitungan sesuai Gambar 3.7 akan digunakan sebagai acuan untuk menggunakan Tabel 3.4 dalam menentukan dimensi kolom
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-13
Laporan Tugas Akhir Perhitungan awal untuk kolom dilakukan berdasarkan Tabel 3.4 sebagai berikut: Beban pada tiang: 3m x 3m x 0.7 KN/m2 = 6.3 KN Panjang tekuk euler = 3 m Dari Tabel 3.5 dapat digunakan bambu ukuran 100/7 mm. Untuk desain pada pemodelan akan digunakan penampang 100/10 Tabel 3.5 Penentuan ukuran kolom dengan batasan kekuatan muatan tekuk
3.4.4 Kuda-Kuda Bambu dan Ikatan Angin Kuda-kuda bambu dan ikatan angin didesain sebagai sebuah sistem rangka batang. Dimensi elemen batang tekan ditentukan berdasarkan Tabel 3.5 dengan memperhitungkan panjang tekuk euler. Dimensi elemen batang tarik ditentukan dengan rumus (3 – 2) Tu tn ! (3- 1) A tn = kuat tarik bambu (MPa) Tu = gaya dalam batang tarik (N) A = Luas Penampang bambu (mm) Untuk desain awal, kuda-kuda atap menggunakan bambu 100/10 mm, sedang ikatan angin menggunakan bambu 80/10 mm. 3.5. Analisis Struktur Analisa struktur dilakukan menggunakan perangkat lunak SAP 2000.9. Model struktur dibuat seperti Gambar 3.3 dan penampang masing-masing jenis komponen Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-14
Laporan Tugas Akhir struktur dimodelkan berdasarkan preliminary desain pada sub-bab 3.4. Gaya-gaya yang dikenakan pada struktur tercantum pada Tabel 3.2. Setelah program di-run dan gaya dalam untuk masing-masing komponen struktur disortir berdasarkan nilai maksimal dan minimal, dapat disusun Tabel 3.6 yang menjadi dasar untuk desain masing-masing komponen bangunan. Tabel 3.6 Hasil analisa struktur Balok Max Min
Panjang P V2 V3 T M2 M3 3 2.82 0.1 0.007 0.02 0.011 0.1 3 0.014 -0.1 -0.007 -0.02 -0.011 -0.11
Kolom max min
Panjang P V2 V3 T M2 M3 3 2.1 0.68 0.2 0.011 0.23 0.49 0.5 -8.8 -0.31 -0.2 -0.014 -0.23 -0.49
Bresing max min
Panjang P V2 V3 T M2 M3 3.354102 9.43 1.2 0.14 0.04 0.17 0.42 0.5 -5.82 -1.2 -0.15 -0.04 -0.15 -0.42
Kuda-kuda Panjang P V2 V3 T M2 M3 max 3.354102 12.2 1.23 0.07 0.04 0.054 0.713 Min 0.5 -11.9 -1.23 -0.07 -0.04 -0.056 -0. 43 *) Hasil dalam KN dan m, nilai (-) pada P menyatakan tekan. Tabel 3.7 menunjukkan gaya reaksi tumpuan struktur yang akan digunakan untuk desain pondasi. Tabel 3.7 Gaya reaksi tumpuan U1 U2 U3 KN KN KN Max 0.186 0.26 7.06 Min -0.186 -0.26 2.84 3.6
Pengujian Properti Mekanika Bambu Untuk menentukan batasan dalam mendesain, dilakukan suatu pengujian material bambu untuk mendapatkan parameter karakteristik material. Nilai yang didapat dari pengujian ini akan berguna saat melakukan desain penampang. Pengujian tersebut dilaksanakan pada Laboratorium Struktur dan Bahan Teknik Sipil ITB, dimana
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-15
Laporan Tugas Akhir pengujiannya meliputi uji tarik dan uji tekan seperti tergambar pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9.
Gambar 3.8 Uji Tarik Penampang Bambu dengan buku-buku
Gambar 3.9 Uji Tekan Penampang Bambu dengan buku-buku Uji tarik dan tekan dilakukan berdasarkan standar ASTM untuk pengujian batang kayu. Hasil dari pengujian Tekan dan Tarik penampang bambu ini dipergunakan untuk memperhitungkan desain penampang. Untuk menegtahui modulus elastisitas penampang bambu, diambil dari hasil uji tarik. Berikut adalah prosedur perhitungan modulus elastisitas (E).
E
E
Tegangan Re gangan
Beban / Luas 'H / ho
Keterangan : ǻH = perubahan panjang ho = panjang awal
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-16
Laporan Tugas Akhir Contoh perhitungan modulus elastisitas untuk bambu dengan buku-buku : tebal 6,7 mm lebar 25 mm A 167,5 mm2 panjang awal 100 mm nt4 Tegangan Beban Perpanjangan (Mpa) Regangan 0 0 0,00 0 0,3 0,8 17,91 0,008 0,3 1 17,91 0,01 0,4 1,6 23,88 0,016 0,5 2 29,85 0,02 0,9 3 53,73 0,03 1,6 4 95,52 0,04 2 4,3 119,40 0,043 2,6 5 155,22 0,05 3 5,3 179,10 0,053 3,6 5,8 214,93 0,058
Gambar 3.10 Grafik Tegangan Vs Regangan salah satu spesimen uji tarik bambu
Modulus elastistas yang dihasilkan dari grafik diatas adalah berupa gradien garis regresi liner dari grafik tersebut. Besar Modulus Elastistas yang didapat adalah 3577 MPa. Namun rata-rata nilai Modulus Elastisitas untuk seluruh spesimen Uji tarik adalah sebesar 3300 MPa untuk tanpa buku-buku dan dengan buku-buku spesimen bambu.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-17
Laporan Tugas Akhir Pada Tabel 3.8 menunjukan hasil pengujian tekan dan tarik, namun beberapa properti mekanika bambu yang lainnya didaptakan dari referensi mengenai properti mekanika bambu. Perlu diketahui bahwa nilai yang akan digunakan dalam desain adalah nilai terendah untuk karakteristik yang sama. Tabel 3.8 Properti Mekanika Material Bambu Properti Mekanika Bambu Dengan buku Kuat tekan 45 Mpa Kuat tarik 180 Mpa Modulus Elastisitas 3300 Mpa Modulus Geser* 18 Mpa Modulus Lentur* 19 Mpa * Diambil dari Konstruksi Bangunan Bambu, Heinz Frick 3.7
Tanpa buku 32 Mpa 220 Mpa 16 Mpa -
Desain Struktur Bangunan Desain struktur bangunan dilakukan berdasarkan gaya dalam masing-masing komponen struktur pada Tabel 3.5. Desain struktur bangunan ini meliputi: Desain gording dan balok Desain kasau Desain kolom Desain rangka batang kuda-kuda. Desain Sambungan
3.7.1 Desain Penampang Berikut merupakan konsep dalam melakukan desain penampang bambu. Konsep dibawah ini akan digunakan untuk mendesain komponen struktur utama (balok, kolom, kuda-kuda) dan komponen struktur pendukung (gording, kasau). 3.7.1.1 Desain Terhadap Momen Lentur Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum, M max W
V lt
(3- 2)
dimana ılt adalah nilai modulus lentur penampang. Nilai momen statis masing-masing penampang dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-18
Laporan Tugas Akhir D (ø) mm
50
60
70
80
90
100
Tabel 3.9 Nilai momen statis penampang b A J W i 2 4 3 mm mm mm mm mm 3 3 3 x 10 x 10 x 10 4 0,578 154 6,0 16,3 5 0,707 181 7,2 16,0 6 0,829 204 8,0 15,7 5 0,864 329 11,0 19,5 6 1,017 376 12,7 19,2 7 1,166 416 14,0 18,9 5 1,021 542 1,4 23,0 6 1,206 623 17,7 22,7 7 1,385 696 20,0 22,4 8 1,558 761 21,7 22,1 6 1,395 961 24,0 26,2 7 1,605 1079 27,0 25,9 8 1,810 1187 29,7 25,6 9 2,007 1285 32,2 25,3 7 1,825 1583 35,1 29,5 8 2,061 1749 38,9 29,1 9 2,290 1901 42,2 28,8 10 2,513 2042 45,3 28,5 7 2,045 2224 44,4 33,0 8 2,312 2465 49,2 32,7 9 2,573 2689 53,8 32,3 10 2,827 2898 58,0 32,0
V m3/m
0,0006 0,0007 0,0008 0,0008 0,0010 0,0012 0,0010 0,0012 0,0014 0,0016 0,0014 0,0016 0,0018 0,0020 0,0018 0,0021 0,0023 0,0025 0,0020 0,0023 0,0026 0,0028
3.7.1.2 Desain Terhadap Geser Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, Vu A v dimana Ȟ adalah nilai modulus geser penampang.
(3- 3)
3.7.1.3 Desain Terhadap Tarik Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, Tu A (3- 4) t dimana t adalah kapasitas tarik penampang. 3.7.1.4 Desain Terhadap Tekan Desain komponen tekan harus memperhitungkan adanya tekuk akibat kelangsingan batang, sehingga perhitungan dilakukan sebagai berikut:
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-19
Laporan Tugas Akhir
Cek kelangsingan komponen tekan dengan:
Oc
1 Lk S r
fy E
(3- 5)
Selanjutnya, dicari nilai faktor reduksi kekuatan akibat kelangsingan komponen tekan Ȧ untuk berbagai nilai Ȝc sebagai berikut: untuk Ȝc 0.25, maka Ȧ = 1 1.43 untuk 0.25 < Ȝc < 1.2, maka Z (3- 6) 1.6 0.67O c Ȝc 1.2, maka Ȧ = 1.25Ȝc2 (3- 7) Nilai kuat tekan penampang dihitung sebagai berikut: fy Nn = Ag fcr = Ag
Z
Dimana
(3- 8)
Ag = luas penampang fy = tegangan leleh (tekan)
Dengan menggunakan langkah perhitungan seperti diatas, dan dengan menggunakan data gaya dalam pada Tabel 3.5, maka masing-masing komponen bangunan menggunakan penampang: Gording: 100/10 Balok: 100/10 Kasau: 80/70 Kolom: 100/10 Kuda-kuda atap dan bresing: 100/10
3.7.2 Desain Sambungan Untuk desain rumah sederhana ini, tipikal sambungan yang digunakan tergambar pada Gambar 3.11. Sambungan dibuat dengan baut dengan terlebih dulu membor lubang baut dan seluruh tipe sambungan baut adalah tipe tumpu sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya. Gambar 3.11.a. menunjukkan bentuk dasar sambungan (Morisco, 2002) yang akan menjelaskan konsep sambungan tumpu yang digunakan pada struktur seperti tergambar pada Gambar 3.11.b.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-20
Laporan Tugas Akhir
Gambar 3.11 Beberapa tipe sambungan a. Pada sambungan antar batang b. Pada ujung kuda-kuda dan siku portal
Sambungan pada bambu merupakan tipe sambungan tumpu, dimana kekuatan sambungan bergantung pada kekuatan baut Untuk tipe sambungan seperti Gambar 3.11, ada 4 tipe kegagalan yang mungkin terjadi dan harus diperiksa: Kegagalan Tipe I terjadi jika tegangan tumpu yang berlebihan terjadi antara baut dengan bambu serta pengisinya (jika ada). Kegagalan Tipe II terjadi jika tegangan tumpu yang melewati batas itu timbul antara baut dan pelat buhul. Kegagalan Tipe III terjadi jika tegangan baut melampaui batas. Kegagalan Tipe IV, yakni jika tegangan geser baut melampaui kekuatan.
Sambungan a, untuk menyambung 2 batang bambu secara segaris. Misalnya pada sambungan balok arah memanjang. Gaya yang ditahan adalah gaya tarik.
Gambar 3.12 Sambungan a Kegagalan Tipe I terjadi jika tegangan tumpu yang berlebihan terjadi antara baut dengan bambu serta pengisinya. Dalam hal ini kekuatan dapat diperoleh dari persamaan: Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-21
P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + 2 t1 d2 fb Dengan fc adalah kuat tekan beton fb adalah kuat tarik bambu
Laporan Tugas Akhir (3- 9)
Kegagalan Tipe II terjadi jika tegangan tumpu yang melewati batas itu timbul antara baut dan pelat buhul. Kekuatan sambungan tipe ini P2 dapat dihitung dengan persamaan: P2 = 2 t2 d2 fs (3- 10) Dengan fs adalah tegangan leleh pelat Kegagalan sambungan dapat juga terjadi jika tegangan baut melampaui batas. Kegagalan ini disebut kegagalan Tipe III. Dengan memperhitungkan baut memperoleh beban merata tegak lurus akibat reaksi pengisi dan bambu terhadap gaya sebesar P3 searah sumbu bambu, serta dengan asumsi baut dalam kondisi plastis dengan kedua ujungnya terjepit sempurna, maka momen plastis baut Mp: P3 d1 Mp (3- 11) 16 Jika modulus plastis tampang baut adalah Z, maka sesuai dengan bentuk tampang lingkaran baut: d 23 6 Mp = Z fy Sehingga kekuatan sambungan P3 dapat dinyatakan dengan persamaan: Z
P3
8d 23 fy 3d1
(3- 12) (3- 13)
(3- 14)
Dimana fy adalah tegangan leleh baut Kegagalan baut yang lain disebabkan oleh tegangan geser baut yang melampaui kekuatan, sehingga terjadi 2 bidang geser pada baut dan disebut sebagai kegagalan Tipe IV. Kekuatan sambungan P4 dihitung dengan: P4 = (2) (0,25) (S) d22 fv (3- 15) Dengan fv adalah kuat geser baut
Sambungan b. memiliki sifat yang sama dengan sambungan a, hanya saja sambungan b memiliki 1 bidang geser, dan gaya yang ditahan adalah gaya geser yang mungkin terjadi pada sambungan. Kekuatan sambungan diperhitungkan sebagai berikut:
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-22
P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + t1 d2 fb Dengan fc adalah kuat tekan beton, tanpa pengisi fc = 0 fb adalah kuat tarik bambu P2 = t2 d2 fs Dengan fs adalah kuat tarik batang bambu tambahan P4 = (0,25) (S) d22 fv Dengan fv adalah kuat geser baut
Laporan Tugas Akhir (3- 16)
(3- 17)
(3- 18)
Pada sambungan b tidak terjadi momen plastis seperti diperhitungkan pada sambungan a, sehingga perhitungan P3 diabaikan. Kekuatan sambungan adalah yang terkecil antara P1, P2, dan P4 Tipe sambungan lainnya adalah sambungan yang hanya mempertahankan posisi batang tekan, sehingga cukup diikat dengan ijuk/rotan, atau dapat dibaut. Untuk tipe sambungan ini, tidak diperlukan suatu perhitungan yang khusus. Dengan memperhitungkan kekuatan baut, serta tipe kegagalan yang mungkin terjadi, maka didapat kuat 1 baut ditentukan oleh (3-17) dengan nilai 14.9 KN untuk tipe sambungan b yang digunakan dalam perhitungan desain sambungan. Angka ini akan dijadikan sebagai acuan untuk mendesain detail sambungan yang menahan geser.
3.8
Desain Pondasi Dalam mendirikan suatu struktur bangunan pondasi sangatlah berperan penting. Pondasi berguna untuk menyalurkan gaya atau beban dari bangunan diatas permukaan tanah menuju ke tanah, dengan mempertimbangkan keadaan tanah yang ditempatinya. Pondasi di desain untuk mampu menahan gaya yang terjadi akibat gaya dalam yang dihasilkan dari bangunan itu sendiri dan kemampuan tanah yang ditempatinya. Berikut adalah perhitungan pondasi setempat untuk menghadapi gaya dalam akibat beban layan yang bekerja pada bangunan yang didesain. Dipilihnya pondasi setempat yang terbuat dari batu kali karena besar beban yang dihasilkan oleh dinding panel bambu cukup kecil, maka beban dari dinding tersebut dapat di alirkan degan menggunakan sloof bambu saja. Untuk Jenis tanah diambil dari sampel tanah uji di point Haliman pada daerah kajian. Dari Tabel 3.7 nilai gaya dalam joint kolom terhadap perletakan. Dari nilai tersebut akan didesain kebutuhan pondasi.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-23
Laporan Tugas Akhir Diketahui : Berat jenis batu kali 2200 kg/m3 Cu = 7,742 kN/m2 (kohesi tanah) Ɏ = 8º (sudut geser tanah) Ȗ = 19 kN/m3 (berat jenis tanah) Ditanya i) Gaya tahanan pada pondasi x Tegangan vertikal efektif tanah pada kedalam D 3
J sat 16 kN m
V'zD ª J sat J water Dº ¬ ¼
x
Karena tanah tidak berada pada permukaan air tanah maka nilai : Ȗwater = 0 kN/m3 Perhitungan bearing Capacity stress denganmempertimbangkan eksentrisitas § § P Wf · · q max ¨ ¨ ¸ ¸ © © B L ¹ ¹ (3-20) Keterangan : P Wf B L
x
= gaya dalam aksial (U3) = berat pondasi = Lebar pondasi = Panjang pondasi
Berdasarkan parameter dtanah diatas maka dapat diperoleh koefisien Terzaghi berikut ini (Tabel 3.9) : Nc = 8,6 Nq = 2,2 NȖ = 0,7 Ȗ’ = Ȗsat – Ȗwater Besar qult untuk pondasi kotak berdasarkan Terzaghi qult = 1,3.Cu.Nc + ı’ZD. Nq + 0,4. Ȗ’.B.NȖ asumsi FS = 3 § qult · qall ¨ ¸ © FS ¹
x
(3-19)
(3-21)
(3-22)
Maka besar nilai dukung, qall, haruslah lebih besar dari gaya yang terjadi pada gaya yang terjadi pondasi (qall>qmax)
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-24
Laporan Tugas Akhir
x
Memeriksa terhadap gaya geser ada footing :
I· § tan 2 ¨ 45 ¸ 2¹ © Gaya pasif yang bekerja pada footing : V ' ZD uKp u D u L Fp 2 Koefisien Friksi : P tan(0,7 u I ) Kp
x
x x
(3-23)
(3-24)
(3-25)
Equivalent passive fluid density :
I Iº ª Oa J « tan 2 (45 ) tan 2 (45 » 2 2¼ ¬ x
Kapasitas geser pada dasar footing
Vf x
(3-26)
>[(P Wf ) u P ] (0,5 u Oa u B u D
Safety factor untuk sliding > 1,5 Vf SF FH
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
2
) (cu u B u L)
@
(3-27)
(3-28)
III-25
Laporan Tugas Akhir Tabel 3.10 Faktor Daya Dukung Tanah
*) sumber dari Foundation Design P. Coduto
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-26
Laporan Tugas Akhir
Gambar 3.13 Potongan Melintang Pondasi Batu Kali 3.9
Analisa Harga Bangunan Penenentuan harga bangunan pada bab ini berdasarkan nilai harga satuan untuk daerah Jawa Timur pada tahun 2006 yang telah ditetapkan dalam nilai harga satuan untuk Departemen Pekerjaan Umum.
Tabel 3.11 menunjukkan perhitungan yang kasar dalam menentukan nilai harga suatu bangunan bambu. Dengan ukuran denah bangunan utama 6 m x 9 m. ukuran total bangunan 8,5 m x 9 m. Material komponen struktur terbuat dari bambu yang di plester dan material dinding terbuat dari anyaman bambu yang di plester. Perhitungan seperti pada Tabel 3.11 merupakan perhitungan barang baku utama yang digunakan pada rumah yang mayoritas menggunakan bambu sebagai bahan utamanya. Hasil perhitungan yang ditampilkan merupakan perhitungan yang sanagt sederhana tidak termasuk dengan biaya upah mendirikan bangunan.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
III-27
Laporan Tugas Akhir Tabel 3.11 Perhitungan harga bangunan Jenis Bagian&Bahan 1 Kuda-kuda Baut-baut Tali ijuk Bambu Mortar
Satuan
Harga
Volume
Total
buah ikat bilah
2.600 8 2.000 7 7.000 29,64984
20.800 14.000 207.549
2 Ikatan kuda-kuda baut-baut tali ijuk bambu
buah ikat bilah
2.600 4 2.000 2 7.000 2,515576
10.400 4.000 17.609
3 Reng Kasau bambu tali ijuk paku kecil
bilah ikat kg
7.000 14,56231 2.000 25 8.000 2
101.936 50.000 16.000
4 Kolom baut bambu mortar plesteran 10mm kolom
buah bilah bagian m2
2.600 7.000 4.500 9.181
10 7 16 8,96
26.000 49.000 72.000 82.262
5 Balok baut mortar bambu plesteran balok
buah bagian bilah m2
2.600 4.500 7.000 9.181
24 8 8,1 4,8
62.400 36.000 56.700 44.069
6 Diagfragma baut bambu tali ijuk mortar
buah bilah ikat bagian
2.600 32 7.000 7,589466 2.000 10 4.500 32
83.200 53.126 20.000 144.000
7 Panel dinding bambu Plesteran Dinding anyaman bambu bambu kecil
6mm m2 m
8 Pondasi Aanstamping batu kali Pasangan Batu Kali
m3 m3
9 Penutup Atap Atap Genteng Biasa
m2
9.181 10.000 3.500
210 105 136
1.928.010 1.050.000 476.000
51.480 2,704 131.301 5,146667
139.202 675.762
22.712
63 TOTAL
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
1.430.856 Rp6.870.881
III-28
Laporan Tugas Akhir
BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong baru dalam ilmu rekayasa, dimana belum ada standar bangunan yang pasti maupun software simulasi struktur yang akurat untuk penggunaan material. Pemodelan bangunan bambu menggunakan software seperti SAP 2000 dapat dilakukan untuk memperoleh gaya dalam dan perilaku struktur secara umum, namun tidak dapat menggali kekuatan dan kelemahan material yang sebenarnya karena tidak dapat menunjukkan perilaku keruntuhan bambu sebagai elemen penyusun sistem struktur maupun kegagalan sambungan secara visual. Verifikasi dilakukan dengan membuat 2 model, yakni kuda-kuda atap dan portal bangunan. Kedua model tersebut dianggap sebagai komponen bangunan yang paling mewakili dalam menguji keandalan bangunan karena kedua komponen itu adalah bagian utama dari rangka penyusun sistem struktur bangunan. Secara umum, tujuan dari uji laboratorium ini yaitu: 1. Memastikan bahwa struktur kuat menahan beban rencana 2. Memastikan bahwa model sambungan yang dibuat menghasilkan kontinuitas aliran beban yang sempurna 3. mengetahui pola keruntuhan pada struktur bambu 4. Verifikasi keakuratan metoda perhitungan teoritis 5. Memastikan kemudahan pembuatan sistem sambungan 4.1
Uji Model Kuda-Kuda Atap Pengujian dengan menggunakan spesimen kuda-kuda atap dilakukan dengan memodelkan beban yang terjadi pada atap sebagai beban terpusat pada posisi-posisi gording pada arah gravitasi. Simulasi beban lateral pada percobaan ini tidak dilakukan karena keterbatasan kemampuan alat uji.
4.1.1 Pengembangan Model Kuda-Kuda Atap Kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini merupakan perbaikan dari kudakuda atap bambu yang umum digunakan. Perbedaannya adalah pada detail sambungan. Kuda-kuda atap yang umum digunakan oleh masyarakat menggunakan tali sebagai alat sambung yang juga menahan gaya geser sambungan sedangkan
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-1
Laporan Tugas Akhir kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini menggunakan beberapa jenis alat sambung yakni tali, baut, dan batang bambu. Secara umum konsep sambungan yang mempertahankan aliran gaya untuk kudakuda atap sudah dibahas pada BAB III, namun ada sedikit perbedaan fungsi alat sambung untuk model kuda-kuda atap. Jenis-jenis sambungan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Sambungan pada kuda-kuda atap Penjelasan mengenai jenis-jenis sambungan yang digunakan pada kuda-kuda yakni: x Sambungan 1: Sambungan yang hanya menggunakan tali Sambungan yang hanya menggunakan tali didesain digunakan untuk menahan posisi bambu agar arah aliran gaya yang terjadi tidak berubah. Pada titik sambungan ini, gaya yang terjadi tidak menggeser sambungan atau dapat terjadi gaya-gaya yang menggeser sambungan namun besarnya tidak signifikan untuk diperhitungkan. x
Sambungan 2: Sambungan menggunakan baut dan batang bambu tambahan dengan tidak memperhitungkan kekuatan sambungan baut Pada sambungan jenis ini, baut dan batang bambu hanya berfungsi sebagai pengikat yang mempertahankan posisi batang sehingga arah aliran gaya tetap terjaga. Pada Gambar 4.1, pergeseran batang a dan b ditahan oleh sambungan 3 di ujung kiri dan kanan balok bambu. Batang g berfungsi untuk menjaga kesatuan batang-batang a, b, dan e sehingga gaya yang terjadi di puncak kuda-kuda (ujung batang e) dapat dialirkan ke batang a dan b.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-2
Laporan Tugas Akhir x
Sambungan 3: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu tambahan dengan memperhitungkan kekuatan sambungan baut. Fungsi sambungan baut dan batang bambu di sini adalah untuk menahan gaya geser yang terjadi dari tekanan batang pengaku di atasnya. Fungsi tali adalah untuk mencegah perubahan posisi batang sehingga arah aliran gaya dapat dipertahankan.
4.1.2 Pra Pengujian Sebelum percobaan, model spesimen kuda-kuda dianalisa dengan software SAP 2000 versi 9 seperti pada Gambar 4.2. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan membuat beban virtual 1 satuan pada titik2 beban. Kemudian setelah running program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi yang terjadi pada struktur akibat beban 1 satuan pada elemen dan sambungan.
*) keterangan :
= LVDT Gambar 4.2 Model Spesimen Kuda-Kuda
Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari perhitungan manual seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam maksimum yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang elemen struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat beban 1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur. 4.1.2.1 Pengecekan Syarat Kekuatan Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh: Beban atap total rencana yang ditanggung kuda-kuda : Ptotal = 12.6 KN Beban atap rencana ini termasuk beban genting penutup atap, reng, kaso, gording, dan beban hujan.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-3
Laporan Tugas Akhir Beban rencana pada masing-masing titik beban : Pr = 12.6/5 = 2.52 KN Kuat tekan batang 80/10 terpanjang, yakni segmen terbawah batang a dan b dimana terdapat LVDT 4 pada Gambar 4.2, berdasarkan (3-5) hingga (3-8): Tu = 21.034 KN Gaya tekan terbesar pada batang akibat beban virtual 1 KN pada titik-titik beban: P = 3.8 KN P runtuh = Tu/P = 5.53 KN > Pr (menentukan) Kuat geser sambungan berdasarkan rumus (3-14) dengan 2 baut 10 mm (Gambar 4.3) : Vu = 2*14.9 = 29.8 KN Geser yang terjadi akibat beban 1 KN : V = 1.13 KN P runtuh = Vu/V = 26.3 KN > Pr (tidak menentukan)
Gambar 4.3 Detail Sambungan Ujung 4.1.2.2 Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian Dari perhitungan diatas, dapat disusun hipotesa bahwa struktur akan kuat dan layan menahan beban rencana, namun jika terjadi beban per titik (Pr) melebihi 5.53 KN atau Ptotal melebihi 27.65 KN keruntuhan akan terjadi akibat tekan mulai dari segmen terbawah batang a dan b Gambar 4.1. 4.1.3 Prosedur Pengujian Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni: Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-4
Laporan Tugas Akhir x x x x x
Loadcell LVDT Data logger Spesimen kuda-kuda Alat-alat pendukung yang terdiri dari: o H beam o Perletakan o Lengan Beban
Foto set pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Peralatan Pengujian Beban awal berasal dari berat frame atas beserta lengan beban dan berat loadcell. Total beban awal ini adalah 315 kg. Selanjutnya beban ditambahkan perlahan-lahan dengan pembebanan dari loadcell. Beban dari beban awal dan loadcell didistribusikan secara merata ke 5 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi gording (lihat Gambar 4.1). LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.3. 4.1.4 Hasil Pengujian Hasil pengujian dapat dilihat secara grafik pada Gambar 4.5. Tabel hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran D. Pada pengujian ini, keruntuhan pertama terjadi pada Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material IV-5 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir beban 767 kg, ditandai dengan terbelahnya penampang bambu yang lebih muda (ujung bambu) d sekitar perletakan akibat penampang terjepit antara kuda-kuda dan perletakan. Keruntuhan kedua terjadi pada beban 1234 kg dengan kejadian yang sama pada ujung perletakan batang bambu yang lebih tua (pangkal bambu) dan kegagalan struktural terjadi pada beban 1262 kg dengan hancurnya penampang bambu pada lokasi keruntuhan pertama, dan bacaan beban yang terus menurun meski beban trus dinaikkan. Urutan kejadian kegagalan ini secara grafik dapat dilihat pada Gambar 4.5. sedangkan secara fisik dapat dilihat pada Gambar 4.6. Keruntuhan pada Gambar 4.4 ditandai dengan naiknya deformasi secara mendadak sementara kegagalan struktural ditandai dengan naiknya nilai deformasi tanpa diiringi kenaikan nilai beban. Kegagalan struktural ini terjadi lokal yakni hanya pada daerah perletakan. Batangbatang struktur di bagian lain maupun sambungan-sambungan baut maupun tali tidak ada yang mengalami kegagalan. Hubungan antara deformasi teoritis dan deformasi pada pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.7. Gambar ini hanya menyajikan bacaan LVDT2 sebelum keruntuhan pertama, yakni karena setelah keruntuhan pertama, deformasi yang terjadi tidak ideal lagi sehingga tidak dapat dibandingkan dengan deformasi teoritis. Dari Gambar 4.7 ini dapat dilihat bahwa meski hasil deformasi pada LVDT2 memiliki sifat yang cenderung linear, namun dengan nilai beban yang sama, nilai dan pertambahan nilai deformasinya lebih besar dibandingkan nilai teoritisnya.
Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu 14
2 12
Beban (kN)
10
1
8
6
4
5
2
4 3
0 0
10
20
30
40
Deformasi (mm)
2
1
50
60 LVDT4
LVDT1
LVDT3
LVDT5
70 LVDT2
Gambar 4.5 Grafik Pengujian Kuda-Kuda 1. Keruntuhan pertama 2. Keruntuhan kedua dan kegagalan struktur Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-6
Laporan Tugas Akhir
a) Keruntuhan pangkal balok bambu
b) Keruntuhan ujung balok bambu
Gambar 4.6 Kegagalan Struktural
Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu VS Analisis SAP
14 12
Beban (kN)
10 8 6 4 2 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Deformasi (mm)
18
20
LVDT2 def.SAP
Gambar 4.7 Hubungan deformasi teoritis dan hasil uji 4.1.4.1 Analisa Hasil Pengujian Gambar 4.5 menunjukkan ada dua tahap keruntuhan sebelum struktur kuda-kuda mengalami runtuh total. Kedua tahap keruntuhan tersebut terjadi dengan pecahnya Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material IV-7 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir penampang pada daerah perletakan. Naiknya grafik setelah keruntuhan pertama menunjukkan pecahnya penampang pada salah satu ujung balok kuda-kuda tidak menyebabkan seluruh struktur kuda-kuda tersebut runtuh seketika, bahkan masih mampu menahan beban. Setelah beban dinaikkan, barulah terjadi pecah penampang pada ujung yang lain balok kuda-kuda yang menyebabkan struktur kehilangan kemampuan untuk menahan beban. Pecahnya penampang terjadi akibat terjadinya jepit pada penampang dari gaya vertikal di sisi perletakan kuda-kuda akibat pembebanan dengan reaksi perletakan seperti tergambar pada Gambar 3.1. Penampang pecah ke dalam menjadi beberapa segmen sehingga menyebabkan deformasi struktur yang besar. Setelah posisi segmen-segmen penampang stabil, penampang bambu yang sudah pecah ini kembali dapat menahan beban hingga batas tertentu sebelum kembali pecah dan mengakibatkan keruntuhan struktur. Gambar 4.7 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kurva teoritis dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama, deformasi struktur hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 0.5 cm hingga 1 cm. Kedua kurva cenderung linear, namun ada perbedaan gradien kemiringan yang cukup besar. Ada dua kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kemiringan kurva: 1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva. Seperti pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur, perbedaan gradien kemiringan menunjukkan adanya perbedaan pada parameter kekakuan struktur (Ks) yang bergantung pada kekakuan tiap elemen penyusunnya (Sm). Penjelasan mengenai hubungan gaya (P), deformasi (X), dan kekakuan Struktur (Ks) serta kekakuan elemen (Sm) dapat dijelaskan oleh persamaan (2-26) dan persamaan (2-17) berikut: (lihat BAB II untuk penjelasan lebih lanjut) (2-26) [K]s{X}s = {P}s
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-8
Laporan Tugas Akhir
[ S ]m
ª EA « L « « 0 « « 0 « « EA « « L « 0 « « «¬ 0
0
0
12 EI L3 6EI L2
6EI L2 4 EI L
0
0
12EI L3 6EI L2
6EI L2 2 EI L
EA L 0 0
EA L 0 0
0 12 EI L3 6EI 2 L
0 12EI L3 6EI 2 L
º 0 » 6EI » » L2 » 2 EI » L » » 0 » 6EI » 2 » L » 4 EI » L »¼
(2-17)
Dari persamaan (2-17) yang menentukan kekakuan suatu elemen struktur adalah E (modulus elastisitas), I (Inersia), A (luas Penampang), dan L(panjang penampang). Kekakuan elemen struktur berbanding lurus dengan nilai E, I, dan A, dan berbanding terbalik dengan nilai L. Parameter yang di input ke program analisis struktur adalah nilai I, A, dan L yang didapat berdasarkan hasil pengukuran, sementara untuk nilai E diinput berdasarkan rata-rata hasil uji tarik. Meskipun dimensi spesimen telah diukur, pada pengujian geometri penampang tidak selalu konstan. Ada perbedaan diameter bambu hingga +1 cm dan perbedaan tebal bambu hingga +3 mm, sehingga dapat mempengaruhi nilai I dan A yang dapat mempengaruhi kekakuan. Selain itu bambu adalah material alam yang memiliki rentang E yang cukup besar. Nilai E bambu tiap-tiap batang dapat saja berbeda sehingga mempengaruhi kekakuan struktur yang pada akhirnya menyebabkan perbedaan kurva pada Gambar 4.7. 2. Kemungkinan kedua adalah sistem struktur sedang berada dalam suatu kondisi transisi ketika runtuh. Adanya perbedaan antara kurva SAP dengan kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji.s eluruh sistem sambungan pada spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga kondisi sambungan tidak akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP. Contoh kondisi tidak ideal ini antara lain terjadinya celah antar bambu yang disambung. Seiring penambahan beban, celah ini akan merapat sehingga kondisi sambungan semakin mendekati ideal. Gambar 4.7 belum dapat menjelaskan kejadian ini sehingga penjelasan mengenai kemungkinan kedua ini akan lebih dijabarkan pada analisa hasil pengujian portal.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-9
Laporan Tugas Akhir 4.1.5 Kesimpulan Pengujian yang dilakukan menyimpulkan bahwa sistem struktur yang diuji tidak memiliki keamanan yang diperlukan karena runtuh sebelum mencapai beban rencana. Pola keruntuhannya pun bukan pola keruntuhan akibat patahnya elemen batang maupun gagal sambungan, namun karena hancurnya penampang batang secara lokal akibat penampang terjepit pada daerah perletakan sehingga teori-teori perhitungan yang digunakan untuk menghitung kekuatan struktur tidak dapat diterapkan.. Keruntuhan semacam ini sangat merugikan karena kapasitas struktur tidak dapat digunakan secara penuh. Ada 2 cara mengatasi hal diatas, dan dapat digunakan keduanya. Cara 1 adalah dengan mengubah desain, menempatkan kuda-kuda 2 kali lebih banyak sehingga masing-masing kuda-kuda memikul beban setengah dari beban rencana yang diuji. Penggunaan cara ini akan memberikan faktor keamanan (FS) = 767/630 = 1.21 yang dapat dikatakan cukup aman. Namun jika terjadi beban berlebih, pola keruntuhan yang tidak efisien ini akan terjadi lagi. Cara 2 adalah dengan mengisi bagian yang hancur pada pengujian dengan kayu pengisi, bambu pengisi, atau cor beton. Cara ini sudah banyak dilakukan dalam pembuatan rumah bambu, namun belum ada pengujian maupun publikasi yang relevan mengenai perhitungan pastinya. Secara umum, selain terjadi keruntuhan pada penampang di daerah perletakan, tidak terjadi kerusakan struktur dalam segi sambungan maupun patah elemen struktur meski deformasi cukup besar (58.4 mm), sehingga dapat disimpulkan bahwa lepas dari kerusakan pada bagian perletakan, sistem struktur dan sistem sambungan yang dibuat menghasilkan aliran beban yang baik. Dalam percobaan ini, perhitungan teoritis yang menyimpulkan bahwa struktur akan aman mencapai beban rencana dapat dikatakan terbukti benar. Pada beban 1274 kg (beban rencana = 1260 kg) tidak terjadi patah pada elemen batang maupun rusak pada sambungan. Namun perhitungan teoritis yang telah dilakukan tidak memperhitungkan kerusakan pada penampang seperti yang terjadi pada percobaan. Pada percobaan berikutnya, keruntuhan semacam ini akan dicegah yakni dengan memasukkan cor mortar pada segmen bambu yang mengalami jepit pada penampang. Pada pembuatan spesimen percobaan diperlukan 2 orang tenaga ahli yang dilengkapi dengan bor, dan pisau bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari. Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem struktur ini cukup mudah dibuat. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-10
Laporan Tugas Akhir
4.2
Uji Model Portal Bangunan Pengujian dengan menggunakan spesimen portal sederhana dengan pengaku dilakukan dengan memodelkan beban yang terjadi pada portal akibat beban rencana dan berat kuda-kuda atap diatasnya sebagai beban terpusat pada posisi dudukan kuda-kuda pada arah gravitasi. Set pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.8 Simulasi beban lateral pada percobaan ini juga tidak dilakukan karena keterbatasan kemampuan alat uji. Hal yang membedakan dengan pengujian spesimen kuda-kuda pada percobaan sebelumnya adalah pemberian perkuatan dengan cor mortar pada lokasi penampang terjepit, yakni pada pertemuan antara balok-kolom. Pengujian kuat tekan beton yang dilakukan terhadap mortar pengisi bambu menunjukkan bahwa kuat tekan mortar pengisi pada saat pengujian, yaitu saat umur adukan mencapai 3 hari hanyalah berkisar 3 MPa.
Gambar 4.8 Set alat pengujian portal 4.2.1 Pengembangan Model Portal Sistem portal yang digunakan pada uji ini adalah sistem portal sederhana dengan pengaku yang biasa diterapkan pada bangunan rumah tinggal, termasuk rumah bambu. Pada rumah bambu pada umumnya, sambungan hanya menggunakan tali yang kekuatannya tidak terukur atau bahkan paku yang dapat memecah bambu. Perbaikan yang dilakukan pada sistem portal pada tugas akhir ini adalah pada Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-11
Laporan Tugas Akhir detailing sambungan yang dapat mengantisipasi aliran gaya yang terjadi. Pembahasan mengenai sistem portal ini sudah dilakukan pada BAB III melalui Gambar 3.2a pada pembahasan sambungan yang kembali ditampilkan dibawah. P
Sambungan yang mempertahankan posisi
Sambungan yang mempertahankan posisi
2 1
Sambungan yang mempertahankan posisi
3 Sambungan yang menahan geser
Sambungan yang menahan geser
4.2.2 Pra Pengujian Sebelum percobaan, model spesimen dianalisa dengan software SAP 2000 versi 9 seperti pada Gambar 4.9. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan membuat beban virtual 1 satuan pada titik-titik terjadinya beban akibat posisi kuda-kuda. Kemudian setelah running program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi dominan yang terjadi pada elemen dan sambungan.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-12
1.65 m
Laporan Tugas Akhir
Gambar 4.9 Model Pengujian Portal 4.2.2.1 Pengecekan Syarat Kekuatan Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari perhitungan seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam maksimum yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang elemen struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat beban 1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur. Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh: Beban rencana yang ditanggung portal : Ptotal= 17 KN Beban rencana ini termasuk beban yang dipikul kuda-kuda dan berat kuda-kuda itu sendiri. Beban rencana pada masing-masing titik beban (3 titik) : Pr = 17/3 = 5.7 KN Lentur terbesar berdasarkan SAP akibat beban 1 KN : M = 0.26 KNm di balok atas Kuat lentur batang 80/10 di balok atas berdasarkan (3-2): Mu = 2 x 0.86 = 1.72 KNm (batang rangkap 2) P runtuh = Mu/M = 6.6 KN > Pr (menentukan)
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-13
Laporan Tugas Akhir Geser yang terjadi di sambungan berdasarkan SAP akibat beban Pr = 1 KN : V = 0.54 KN Kuat geser sambungan dengan 3 baut 10 mm per sisi (Gambar 4.7) berdasarkan rumus (3-14) : Vu = 3*14.9 = 44.7 KN P runtuh = Vu/V = 83.2 KN > Pr (tidak menentukan) 4.2.2.2 Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian Berdasarkan perhitungan di atas dapat disusun hipotesa bahwa keruntuhan akan diawali dengan keruntuhan pada balok atas ketika beban per titik mencapai 6.6 KN atau beban total mencapai 19.8 KN. 4.2.3. Prosedur Pengujian Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni: x Loadcell x LVDT x Data logger x Spesimen portal x Alat-alat pendukung yang terdiri dari: o H beam o Perletakan o Lengan Beban Penempatan alat-alat uji dapat dilihat pada Gambar 4.7 Prinsip dasar dari pengujian ini adalah pembebanan statis pada titik-titik beban. Besar beban total rencana ditetapkan sebesar 17 KN atau 1.7 ton. Nilai beban ini adalah beban yang dipikul oleh portal meliputi berat beban atap yang dipilkul oleh sebuah kuda-kuda atap serta berat kuda-kuda itu sendiri. Namun untuk meninjau pola keruntuhan struktur, struktur akan dibebani hingga runtuh. Pemberian beban dilakukan secara statis menggunakan loadcell. Beban ini didistribusikan ke 3 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi dudukan kudakuda melalui H beam. LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-14
Laporan Tugas Akhir 4.2.4 Hasil Percobaan Gambar 4.10 menunjukkan grafik perilaku struktur ketika diberi beban statis hingga runtuh hasil bacaan data logger. Nilai bacaan beban yang lebih akurat dari software DARTEC ditunjukkan oleh Gambar 4.11. Nilai beban yang tercantum pada kurva LVDT Gambar 4.11a dan 4.11b adalah nilai beban total yang terdistribusi pada 3 titik aktuator beban. Kurva teoritis (kurva SAP) pada gambar 4.11a menunjukkan deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata pada 3 titik beban, sedang gambar 4.11b menunjukkan deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata menjadi 2 titik beban akibat perbedaan kekakuan antara aktuator beban (H beam) dengan balok bambu, dimana aktuator beban sangat kaku sehingga distribusi beban ke titik tengah balok dibatasi oleh kemampuan aktuator beban untuk berdeformasi. Gambar ini menunjukkan bahwa struktur portal sederhana tersebut dapat menahan beban total hingga 9 ton. Hasil Pengujian Laboratorium Portal Bambu 70
60
Beban (kN)
50
40
30
20
10
0 0
5
10
15
20
Deformasi (mm)
25
30
tengah
35
kiri
40
kanan
Gambar 4.10 Grafik pengujian portal bambu (bacaan data logger)
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-15
Laporan Tugas Akhir KURVA BEBAN PORTAL 100 90 80
Beban (KN)
70 60 50
1
40
3 titik beban pada model SAP
30 20 10 0 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Deform asi (m m ) LVDT
SAP (3 titik)
reg.pointer
Linear (reg.pointer)
Gambar 4.11a Kurva beban portal dengan 3 titik beban pada model (Bacaan software DARTEC)
KURVA BEBAN PORTAL 100 90 80
Beban (KN)
70 60 50
1
40
2 titik beban pada model SAP
30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
Deform asi (m m ) LVDT
SAP (2 titik)
reg.pointer
Linear (reg.pointer)
Gambar 4.11b Kurva beban portal dengan 2 titik beban pada model (Bacaan software DARTEC)
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-16
Laporan Tugas Akhir Meskipun tipe keruntuhan yang diinginkan adalah patah pada elemen batang atau kegagalan sambungan dalam bidang portal (2D), keruntuhan yang terjadi pada portal ini ditandai dengan patahnya batang kolom kearah lateral. Meskipun tidak seperti yang diinginkan, namun patahnya batang kolom ini tidak terjadi secara mendadak, tetapi secara perlahan-lahan dengan tertahan oleh serat-serat bambu. Patahnya 1 batang kolom tersebut juga terjadi secara lokal, dalam arti tidak mengakibatkan keruntuhan seluruh struktur. Tipe keruntuhan seperti ini membantu memberikan peringatan dan waktu kepada pengguna bangunan untuk meninggalkan bangunan sebelum bangunan mengalami runtuh total. Gambar 4.12 menunjukkan keruntuhan yang terjadi pada percobaan akibat pembebanan berlebih.
Gambar 4.12 Perilaku runtuh struktur Seperti pada spesimen kuda-kuda atap, Gambar 4.10 menunjukkan bahwa meski reaksi struktur terhadap pertambahan beban dapat dibilang cukup baik, yakni tanpa kegagalan struktur di luar kondisi ideal di awal percobaan, perilaku deformasi di tengah bentang balok atas pada benda uji juga tidak sesuai dengan teori. Penambahan beban menghasilkan grafik yang linear terhadap deformasi struktur hanya setelah beban mencapai 20 KN. Nilai deformasi yang dihasilkan pun lebih besar daripada teori. Untuk mencapai batas deformasi 9 mm maka beban total yang diperlukan untuk melebihi syarat lendutan ini hanyalah 15 KN. Nilai ini masih melebihi beban layan total yang berkisar 13 KN. 4.2.4.1 Analisa Hasil Pengujian Meski diharapkan perilaku deformasi portal akibat pembebanan mendekati kurva teoritis pada Gambar 4.11a, namun ternyata lebih mendekati kurva teoritis pada Gambar 4.11b. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi beban tidak merata, yakni terfokus pada titik beban kiri dan kanan seperti pada Gambar 4.11b. Distribusi beban yang tidak merata ini terjadi akibat perbedaan kekakuan aktuator beban (H beam) Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-17
Laporan Tugas Akhir dengan kekakuan balok portal seperti digambarkan pada Gambar 4.13. Gambar 4.13 menunjukkan hilangnya deformasi yang seharusnya terjadi sebesar d akibat perbedaan kekakuan. Dalam hal ini, model perhitungan pra desain perlu disesuaikan dengan model pada Gambar 4.11b. Dengan asumsi keruntuhan terjadi akibat tekan pada segmen kolom terpanjang (1.1m), dengan persamaan (3.5) hingga (3.8) diperoleh kuat runtuh kolom tersebut adalah: Nn = 29.6 KN Gaya dalam yang terjadi pada batang kolom tersebut akibat Ptotal = 1 KN adalah R = 0.5 KN. Sehingga secara teoritis, kolom tersebut akan runtuh pada beban Ptotal = 29.6/0.5 = 59.2 KN = 6 ton. Pada kenyatannya, beban total yang menyebabkan keruntuhan adalah sebesar 9 ton sehingga perhitungan teoritis bersifat konservatif. Nilai Ptotal yang konservatif dikarenakan nilai kuat tekan bambu yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai minimum yang didapat dari hasil uji tekan yakni 32 MPa, sedangkan nilai kuat tekan bambu sangat beragam. Nilai maksimum yang didapat dari uji tekan mencapai 40 MPa.
Gambar 4.13 Ketidak idealan pengujian Meskipun Gambar 4.11b dapat memberikan gambaran mengenai distribusi beban yang terjadi pada pengujian, namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara kurva teoritis dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama, deformasi struktur hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 1 cm hingga 2 cm. Kedua kurva cenderung linear, namun berbeda pada gradien Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material IV-18 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir kemiringan. Selain itu, kurva LVDT pada Gambar 4.11 menunjukkan ada suatu kondisi transisi sebelum kurva mencapai kondisi linear Dari penjabaran di atas, ada 2 kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kurva ini, dimana 2 kemungkinan ini dapat bersama-sama menimbulkan perbedaan pada kurva. 1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva. Seperti telah dijelaskan pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur, perbedaan gradien kemiringan pada Gambar 4.12 disebabkan oleh sifat bambu sebagai bahan alam yang memiliki geometri dan sifat mekanika bahan yang tidak seragam seperti sudah dijelaskan pada analisa hasil percobaan kuda-kuda atap, sehingga input suatu nilai pada program analisa struktur, meskipun berdasarkan pengujian dan pengukuran tidak akan secara tepat mewakili kondisi bambu yang sebenarnya. 2. Kemungkinan kedua menjelaskan adanya suatu kondisi transisi sebelum kurva LVDT mencapai kondisi linear. Adanya perbedaan antara kurva SAP dengan kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji. Sama seperti pada spesimen kuda-kuda, seluruh sistem sambungan pada spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga kondisi sambungan tidak akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP. Contoh kondisi tidak ideal ini antara lain dari adanya celah dan tali yang menghalangi kontak antar bambu (lihat gambar 4.14). Pembuatan sambungan seperti demikian akan menyebabkan perbedaan kekakuan sambungan antara spesimen uji dengan model SAP. Seiring naiknya beban, sambungan akan semakin kaku dan laju deformasi akan berkurang dan kurva deformasi akan menjadi linear setelah sambungan berada dalam kondisi mendekati ideal.
Ada 2 parameter yang perlu dijelaskan mengenai kondisi transisi dari grafik pada Gambar 4.11, yakni: deformasi yang diperlukan untuk mengakhiri kondisi transisi sebesar + 1cm dan gaya yang diperlukan untuk mengakhiri kondisi transisi transisi sebesar +1.5 ton. Penjelasan mengenai kedua hal di atas dapat dilihat pada Gambar 4.14
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-19
Laporan Tugas Akhir
a
a) Sambungan ideal (rapat)
Tali ijuk a
d) Contoh sambungan
Arah gerak batang a d' d
b) Sambungan spesimen (tidak rapat) F
R kd
d X(d)
f e) Deformasi pada tali c) Gaya-gaya yang terjadi saat sambungan merapat
Gambar 4.14 Ketidak idealan sambungan Dengan: d’ adalah lebar celah antara batang penahan dengan tali d adalah tebal tali F adalah gaya yang menekan balok a R adalah gaya tahanan akibat kuat ikatan tali kd adalah gaya tahanan tali yang tertekan (analogi dengan pegas) f adalah gaya gesek yang terjadi antar bambu Dengan demikian, jika: Deformasi transisi yang terjadi, dtrans= x(d) + d’ Gaya transisi total yang terjadi, Ftrans= R + kd + f
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
(4-1) (4-2)
IV-20
Laporan Tugas Akhir Mempertimbangkan bahwa ada setidaknya 4 titik sambung yang memiliki ketidak idealan seperti pada Gambar 4.14, maka meskipun tidak dilakukan pengukuran secara pasti, namun angka-angka: Ftrans = + 1.5 ton dtrans= + 1cm, dan masih merupakan angka-angka yang masuk akal untuk menjelaskan ketidak idealan grafik pada Gambar 4.11 4.2.5 Kesimpulan Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapasitas struktur jauh melebihi beban rencana, sehingga membuktikan bahwa bambu dapat menjadi material yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan bila struktur bangunan bambu direncanakan dengan baik dalam merespon aliran beban. Kunci perencanaan yang diterapkan pada pembuatan spesimen sambungan adalah dengan memberi batang bambu tambahan yang dibaut untuk menahan geser dan dengan mengisi segmen-segmen bambu yang mengalami gaya jepit tegak lurus penampang dengan mortar. Kuat tekan bahan pengisi sendiri tidak terlalu menjadi persoalan. Hal ini ditunjukkan dengan kuat tekan bahan pengisi yang hanya berkisar 3 MPa dapat meningkatkan kekuatan struktur hingga 9 ton tanpa terjadinya pecah pada penampang. Percobaan ini juga menunjukkan bahwa kuat struktur sebenarnya jauh lebih besar dari kuat teoritis. Hal ini karena bambu adalah material alam yang memiliki keberagaman dari segi kuat material. Rentang antara kuat material minimal dan kuat material maksimal sangat jauh (Lihat BAB II), dan demi keamanan struktur, kuat material yang digunakan dalam perencanaan diambil di bawah kuat material minimal. Seperti pada proses pembuatan kuda-kuda, pembuatan spesimen percobaan memerlukan 2 orang tenaga ahli yang dilengkapi dengan bor, tali ijuk dan pisau bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari dimana portal selesai pada hari yang sama dengan kuda-kuda. Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem struktur ini cukup mudah dibuat.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
IV-21
Laporan Tugas Akhir
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1
Kesimpulan Desain konstruksi yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini membuktikan bahwa anggaran yang besar tidak diperlukan untuk mendesain suatu bangunan tahan gempa. Pada Tabel 3.11 diperlihatkan bahwa diperlukan anggaran sebesar + Rp. 500.000,untuk membuat 4 buah kuda-kuda bambu, sedangkan diperlukan + Rp. 3.750.000,untuk membuat sebuah kuda-kuda kayu (Jurnal Harga Satuan Bahan Bangunan, Konstruksu & Interior, 2003). Yang diperlukan dalam konstruksi bangunan tahan gempa adalah material dan sistem struktur yang mampu memenuhi konsep-konsep dasar bangunan tahan gempa, yakni: daktilitas, kekakuan, kekuatan, serta kontinuitas struktur dalam mengalirkan beban. Bambu, dengan sifatnya yang kuat menahan tarik dan tekan, serta siap dipanen setelah 5 tahun masa tanam, merupakan material yang menjanjikan dalam konstruksi bangunan. Namun demikian ada beberapa kelemahan pada bambu yang perlu diperhatikan dalam desain sebuah bangunan bambu. Kelemahan pertama adalah kekuatan bambu yang tidak seragam sepanjang batang. Bagian pangkal bambu cenderung lebih kuat dibanding bagian ujung bambu. Kelemahan ini akan cukup berpengaruh saat diperlukan bambu panjang sebagai elemen struktur seperti pada balok kuda-kuda, atau balok ring penghubung kolom. Untuk mengatasinya, perlu dipilih bambu yang sudah cukup tua, dan dipotong pada bagian ujungnya sehingga diameter bambu bagian pangkal dan ujung yang dipotong cukup seragam. Kelemahan kedua yang perlu diperhatikan berkaitan dengan arah orientasi serat bambu. Serat bambu tersusun searah sumbu batang sehingga bambu hanya kuat menahan gaya pada arah sumbu batang. Kelemahan bambu yang timbul akibat orientasi serat ini membuat bambu mudah dibelah atau dipecah dengan memberi gaya tarik tegak lurus serat. Pada struktur dengan bambu yang berpenampang silinder, kelemahan ini akan mengakibatkan bambu mudah pecah pada bagian struktur dimana terjadi gaya tarik atau tekan tegak lurus serat seperti pada balok yang terjepit diantara kolom dan kuda-kuda atap. Kelemahan semacam ini dapat diatasi dengan mengisi segmen bambu yang mengalami gaya tegak lurus serat dengan mortar atau kayu.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
V-1
Laporan Tugas Akhir Kelemahan yang berikutnya terkait dengan bentuk batang bambu yang seperti pipa. Bentuk pipa ini mempersulit pembuatan sambungan antar batang bambu. Agar aliran gaya pada sambungan dapat berlangsung dengan sempurna, maka bidang kontak pada sambungan harus meliputi seluruh bagian penampang bambu yang disambung. Untuk dapat membuat bidang kontak seperti ini, maka diperlukan ketrampilan khusus yang dapat membuat potongan melengkung pada penampang bambu. Gambar 5.1 menunjukkan pembuatan sambungan yang kurang baik, dimana potongan pada penampang tidak dibuat melengkung sehingga bidang kontak yang terjadi antara batang bambu menjadi sempit. Gambar 5.2 menunjukkan potongan yang dibuat melengkung pada penampang sehingga bidang kontak menyertakan seluruh penampang bambu yang disambung. Secara empiris, pembuatan lengkungan pada penampang untuk menghasilkan kontak yang baik antar bambu dapat dipermudah dengan memilih batang bambu dengan diameter yang relatif sama dengan batang bambu lainnya pada titik sambung. Selisih diameter bambu demi keserasian sambungan bersifat subjektif tergantung keahlian orang yang membuat, namun berdasarkan pengamatan pada saat pembuatan spesimen uji, selisih antar batang bambu selalu diusahakan tidak lebih dari + 1 cm.
Gambar 5.1 Sambungan yang tidak baik
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
V-2
Laporan Tugas Akhir
Gambar 5.2 Sambungan yang baik Sambungan batang bambu harus dibuat agar dapat mengalirkan gaya-gaya yang terjadi secara sempurna. Biasanya sambungan antar batang bambu hanya dibuat dengan ikatan tali ijuk atau rotan. Meski sambungan semacam ini sudah banyak digunakan dan terbukti dapat digunakan dalam pembuatan bangunan bambu yang sederhana, namun sambungan semacam ini dapat bergeser dan kekuatannya sangat tergantung keahlian orang yang membuat ikatan. Pada tugas akhir ini, ada 2 kategori sambungan dalam sistem struktur yang dibuat. Sambungan yang pertama adalah sambungan yang hanya mempertahankan posisi batang karena gaya-gaya sambungan ditahan sendiri oleh elemen batang. Sambungan jenis ini hanya dibuat menggunakan tali. Sambungan yang kedua adalah sambungan yang menahan geser. Dalam hal ini alat penyambung berperan menahan gaya yang terjadi pada sambungan. Sambungan jenis ini dibuat dengan batang bambu tambahan yang dibaut. Dengan konfigurasi sambungan seperti di atas, sistem struktur yang dibuat dapat memiliki kapasitas jauh di atas beban rencana. 5.2
Saran Tugas akhir ini hanya membahas penggunaan bambu dari segi teori konstruksi jangka pendek dan sedikit mengenai pengawetan. Belum ada literatur yang membahas bambu hingga ke arah sifat bambu dalam jangka panjang. Sehingga diharapkan tugas akhir ini dapat menjadi pemicu kepada pihak-pihak yang berminat untuk meneliti sifat bambu untuk jangka panjang seperti adanya fenomena susut pada bambu, agar bambu dapat menjadi material yang umum digunakan. Kunci dari pengembangan suatu struktur bambu adalah pada pengembangan sambungan. Sambungan baut yang dibuat pada spesimen memiliki kekurangan dalam hal terjadinya gesekan antara baut dengan bambu pada lubang yang pada akhirnya
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
V-3
Laporan Tugas Akhir dapat merusak bambu itu sendiri. Kerusakan seperti ini dalam jangka panjang dapat menimbulkan bahaya terhadap struktur sambungan dan struktur bambu secara keseluruhan. Untuk menghindari kerusakan pada lubang baut, permukaan lubang dapat dilapisi dengan resin atau dilapisi dengan ring atau keduanya untuk menghindari kontak langsung bambu dengan baut selain juga untuk mengontrol diameter lubang agar tidak lebih besar dari perencanaan sehingga dapat mengurangi deformasi pada struktur. Selama ini fokus pengembangan sambungan bambu selalu menyertakan penggunaan alat sambung yang relatif mahal seperti baut dan pelat baja. Penggunaan tali yang relatif murah sebagai alat sambung dapat dilakukan jika ada komponen yang menahan gaya geser pada sambungan menggantikan baut dan pelat. Sebagai alternatif dapat dicoba bentuk sambungan takik seperti yang biasa digunakan pada kayu. Mempertimbangkan kuat geser bambu yang kecil, tahanan gaya bisa didapat dari bahan pengisi seperti cor beton atau kayu. Meski masih memerlukan kajian lebih lanjut, penggunaan sambungan takik dengan ikatan tali akan dapat mengurangi biaya bahan konstruksi selain juga lebih dikenal masyarakat dibanding penggunaan baut pada sambungan. Sambungan dengan tali sering menjadi masalah karena kurangnya keahlian orang yang mengikat. Ikatan tali yang kurang kuat dapat menyebabkan posisi batangbatang bambu bergeser. Walau sedikit, pergeseran ini dapat mengurangi integritas struktur dengan terjadinya deformasi-deformasi yang tidak perlu. Oleh karena itu, diperlukan standarisasi mengenai metoda pengikatan dan pengencangan dengan tali, baik ijuk, rotan, maupun material lain. Pengembangan metoda ikatan dan pengencangan akan sangat membantu perkembangan penggunaan material bambu sebagai komponen struktur bangunan. Meski bambu mulai menjadi material yang diminati baik dalam maupun luar negeri, belum ada standar perencanaan yang khusus mengenai konstruksi bambu. Hal ini mengakibatkan masyarakat belum “berani” menggunakan material bambu dalam konstruksi bangunan mereka. Oleh karena itu, diharapkan para ahli konstruksi Indonesia dapat melanjutkan penelitian mengenai bambu dan menerbitkan standar yang dapat digunakan sebagai acuan konstruksi, seperti pada material beton dan baja.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
V-4
Laporan Tugas Akhir
Gambar 5.3 Bangunan Bambu yang megah
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
V-5
Laporan Tugas Akhir
LAMPIRAN A DESAIN ELEMEN STRUKTUR Dalam desain elemen struktur, acuan yang digunakan adalah Tabel 3.8 A.1 Desain Gording dan Balok A.1.1 Gording Momen lentur yang terjadi pada gording : 1 Mu = ql 2 dimana q = 0.784 KN/m dan l = 3 m 8 Mu = 0.882 KN m Geser pada gording: 1 Vu = ql = 0.588 KN 4
A.1.1.1 Desain Terhadap Momen Lentur Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum, M max W
V lt
(3- 1)
dimana ılt adalah nilai modulus lentur penampang. Nilai momen statis masing-masing penampang dapat dilihat pada Tabel 3.8 Nilai modulus of rupture bambu, ılt = 19 MPa Mu = 0.882 KNm Maka statis momen yang diperlukan: W = 46421.05 mm3 Dari Minimal harus menggunakan penampang: 90/10 dengan luas A = 2513 mm2
A.1.1.2 Desain Terhadap Geser Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, Vu A v dimana Ȟ adalah nilai modulus geser penampang. Modulus geser bambu, Ȟ = 16 MPa Vu = 0.588 KN Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / Ȟ = 588 / 16 = 36.75 mm2 (tidak menentukan) Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
(3- 2)
Laporan Tugas Akhir A.1.1.3 Penentuan Penampang Gording Berdasarkan perhitungan di atas, gording harus setidaknya menggunakan bambu 90/10, namun dalam desain untuk gording akan digunakan bambu 100/10 A.1.2 Balok Dari analisa struktur sebelumnya, gaya dalam yang terjadi pada balok dapat ditentukan sebagai berikut: Mu = 0.11 KNm Vu = 0.1 KN Pu = 2.82 KN (tarik) A.1.2.1 Desain Terhadap Momen Lentur Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum, M max W
V lt
(3- 3)
dimana ılt adalah nilai modulus lentur penampang. Nilai modulus of rupture bambu, ılt = 19 MPa Mu = 0.11 KNm Maka statis momen yang diperlukan: W = 5790 mm3 Dapat digunakan penampang: 50/4 dengan luas A = 578 mm2
A.1.2.2 Desain Terhadap Geser Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, Vu A v dimana Ȟ adalah nilai modulus geser penampang. Modulus geser bambu, Ȟ = 16 MPa Vu = 0.11 KN Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / Ȟ = 110 / 16 = 6.9 mm2 (tidak menentukan) A.1.2.3 Desain Terhadap Tarik Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, Tu A t dimana t adalah kapasitas tarik penampang. Untuk memenuhi gaya tarik yang terjadi, diperlukan A = Tu/t = 2820/180 = 15.67 mm2 (tidak menentukan) Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
(3- 4)
(3- 5)
Laporan Tugas Akhir A.1.2.4 Desain Terhadap Tekan Hasil analisa struktur menunjukkan pada balok tidak terjadi gaya tekan A.1.2.5 Penentuan Penampang Balok Dari hasil analisa yang di atas, pada balok dapat digunakan penampang 50/4, namun untuk kemudahan konstruksi digunakan penampang 100/10 A.2 Kasau Bambu Momen lentur yang terjadi pada kasau : 1 Mu = ql 2 dimana q = 0.21 KN/m dan l = 3.36 m 8 Mu = 0.3 KN m
Geser pada kasau: 1 Vu = ql = 0.176 KN 4 A.2.1 Desain Terhadap Momen Lentur Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum, M max W
V lt
(3- 6)
dimana ılt adalah nilai modulus lentur penampang. Nilai modulus of rupture bambu, ılt = 19 MPa Mu = 0.3 KNm Maka statis momen yang diperlukan: W = 15790.05 mm3 Kasau setidaknya harus menggunakan penampang: 70/6 dengan luas A = 1206 mm2 A.2.2 Desain Terhadap Geser Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, Vu A v dimana Ȟ adalah nilai modulus geser penampang. Modulus geser bambu, Ȟ = 16 MPa Vu = 0.176 KN Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / Ȟ = 176 / 16 = 11 mm2 (tidak menentukan)
(3- 7)
A.2.3 Penentuan Penampang Kasau Berdasarkan perhitungan di atas, kasau harus setidaknya menggunakan bambu 70/6, namun dalam desain untuk gording akan digunakan bambu 80/7 Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir A.3 Kolom Bambu Dari analisa struktur sebelumnya, gaya dalam yang terjadi pada kolom dapat ditentukan sebagai berikut: Mu = 0.49 KNm Vu = 0.68 KN Pu = 8.8 KN (tekan) A.3.1 Desain Terhadap Momen Lentur Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum, M max W
V lt
(3- 8)
dimana ılt adalah nilai modulus lentur penampang. Nilai modulus of rupture bambu, ılt = 19 MPa Mu = 0.49 KNm Maka statis momen yang diperlukan: W = 25790 mm Dapat digunakan penampang: 80/7 dengan luas A = 1609 mm2 Dalam desain akan digunakan penampang 100/10 A.3.2 Desain Terhadap Geser Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum, Vu A v dimana Ȟ adalah nilai modulus geser penampang. Modulus geser bambu, Ȟ = 16 MPa Vu = 0.68KN Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / Ȟ = 680 / 16 = 42.5 mm2 (tidak menentukan)
(3- 9)
A.3.3 Desain Terhadap Tarik Berdasarkan Tabel 3.5, gaya tarik tidak dominan pada kolom jika dibandingkan gaya tekan, sehingga desain untuk gaya aksial akan ditentukan oleh gaya tekan. A.3.4 Desain Terhadap Tekan Desain komponen tekan harus memperhitungkan adanya tekuk akibat kelangsingan batang, sehingga perhitungan dilakukan sebagai berikut: Cek kelangsingan komponen tekan dengan:
Oc
1 Lk S r
10) Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
fy E
(3-
Laporan Tugas Akhir
Selanjutnya, dicari nilai faktor reduksi kekuatan akibat kelangsingan komponen tekan Ȧ untuk berbagai nilai Ȝc sebagai berikut: untuk Ȝc 0.25, maka Ȧ = 1 1.43 untuk 0.25 < Ȝc < 1.2, maka Z (31.6 0.67O c 11) Ȝc 1.2, maka Ȧ = 1.25Ȝc2 (312) Nilai kuat tekan penampang dihitung sebagai berikut: Nn = Ag fcr = Ag
fy
Z
(3-
13) Dimana
Ag = luas penampang fy = tegangan leleh (tekan)
Penampang 100/10 memiliki karakteristik berikut: A = 2827 mm2 I = 2898000 mm4 r = 32 mm 1 Lk fy (3 - 6) S r E Dari tabel output SAP, jika panjang elemen diurutkan dari besar ke kecil, maka diketahui bahwa gaya dominan mulai terjadi pada Lk = 2 m ke bawah. Sehingga tidak perlu digunakan panjang tekuk maksimal untuk mendesain bresing dan kuda-kuda.
nilai kelangsingan: Oc
1 2000 32 = 1.96 > 1.2 (langsing) S 32 3300 sehingga Ȧ = 1.25Ȝc2 = 1.25*1.962 = 4.8 fy = 32/4.8 = 6.66 Mpa. Dari rumus (3-9), f cr
Dengan rumus (3-6), Oc
Z
Tegangan yang terjadi = Pu/A = 8800/2827 = 3.11 Mpa < fcr Sehingga untuk kolom, dapat digunakan penampang 100/10 A.3.5 Penentuan Penampang Kolom Dari hasil analisa yang di atas, penampang terbesar yang diperlukan untuk kolom adalah penampang 100/10. Selanjutnya penampang ini akan digunakan dalam desain kolom.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir A.4 Kuda-Kuda Bambu dan Ikatan Angin Kuda-kuda bambu dan ikatan angin didesain sebagai sebuah sistem rangka batang, dimana gaya yang dominan adalah tekan dan tarik.
Gaya dalam yang terjadi pada kuda-kuda dan ikatan angin: Pu = 12.2 KN (tarik); 11.9 KN (tekan) Dari gaya dalam di atas diketahui bahwa meski gaya tarik lebih besar, namun dengan adanya faktor reduksi kelangsingan maka yang dominan pada desain kuda-kuda dan bresing adalah pengaruh tekan. Penampang 100/10 memiliki karakteristik berikut: A = 2827 mm2 I = 2898000 mm4 r = 32 mm 1 Lk fy (3 - 6) S r E Dari tabel output SAP, jika panjang elemen diurutkan dari besar ke kecil, maka diketahui bahwa gaya dominan mulai terjadi pada Lk = 2 m ke bawah. Sehingga tidak perlu digunakan panjang tekuk maksimal untuk mendesain bresing dan kuda-kuda.
nilai kelangsingan: Oc
1 2000 32 = 1.96 > 1.2 (langsing) S 32 3300 sehingga Ȧ = 1.25Ȝc2 = 1.25*1.962 = 4.8 fy = 32/4.8 = 6.66 Mpa. Dari rumus (3-9), f cr
Dengan rumus (3-6), Oc
Z
Tegangan yang terjadi = Pu/A = 11.9/2827 = 4.21 Mpa < fcr Sehingga untuk bresing dan kuda-kuda, dapat digunakan penampang 100/10 A.5 Rekapitulasi Desain Elemen Batang Dari hasil perhitungan di atas, maka besar elemen batang yang digunakan untuk desain bangunan bambu dapat dilihat pada Tabel A.1. Tabel A.1 Rekapitulasi Desain Elemen Batang Komponen Bangunan Dimensi Minimal Dimensi Rencana Gording 90/10 100/10 Balok 50/4 100/10 Kasau 70/6 80/7 Kolom 100/10 Kuda-kuda dan Bresing 100/10
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir
LAMPIRAN B PERHITUNGAN SAMBUNGAN Kuat sambungan b (Gambar 3.8). Digunakan: t1 = 10mm t2 = 10mm d1 = 100 mm d2 = 10 mm fy = 190 MPa fb = 180 MPa
tebal bambu yang disambung tebal batang bambu tambahan diameter luar bambu diameter baut kuat geser baut kuat tarik bambu
P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + t1 d2 fb tanpa pengisi: P1 = 10*10*180MPa = 18000 N = 18 KN
(3- 1)
P2 = t2 d2 fs P2 = 10*10*180 MPa = 18000 N = 18 KN
(3- 2)
P4 = (0.25) (S) d22 fv = 0.25*3.14*102*190 = 14915 N = 14.9 KN
(3- 18)
Sehingga kekuatan sambungan (Pn) ditentukan oleh P3 = 14.9 KN
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir
LAMPIRAN C PERHITUNGAN PONDASI Perhitungan Gaya Pondasi Gaya Dalam U3
15,38 kN
Ukuran Pondasi Btu Kali Pondasi B L T Ȗbatu kali Pedestal B1 B2 T Ȗbatu kali
1,3 1,3 0,2 22
m m m kN/m3
0,7 0,9 1 22
m m m kN/m3
(asumsi) (asumsi) (asumsi)
Pedestal Trapesium Batu Kali volume trapesium 0,643333
Volume Tanah
Ȗtanah Berat Footing Pondasi Pedestal Tanah Wf
0,81 m3 0,166667 m3 16,5 kN/m3
7,436 14,15333 2,75 24,33933
Tegangan vertikal efektif pada kedalaman D D Ȗsat Ȗwater ı'zD Perhitungan Bearing Capacity qmax
kN kN kN kN
1 m 16,2 kN/m3 0 16,2 kN/m2
(3-20)
31,25841 kN/m2
(3-21)
Parameter tanah yang digunakan cu Ɏ Ȗ
(asumsi)
7,742 kN/m2 8 derajat 19 kN/m3
Berdasarkan parameter diatas maka diperoleh : Nc Nq NȖ
(pertimbangan seismic load, Faktor 1,33)
7,742 kg/cm2 1,7 kg/cm3
8,6 2,2 0,7
qult
122,1956 kN/m2
FS
3
qall Pall
40,73185 kN/m2 68,83683 kN
Kapasitas Geser Footing U1 U2
0,757 kN 2,12 kN
FH FS Kp
(tanah urugan)
2,12 kN 2 1,323347
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
(3-22)
(3-23) OKAY
(3-24)
(coloumb erath pressure theory)
Laporan Tugas Akhir gaya pasif yang bekerja pada footing Fp Koefisien friksi ȝ Equivalent passive fluid density Ȝa Kapasitas geser pada dasar footing Vf
Safety Factor
10,71911 kN
(3-25)
0,098051
(3-26)
5,393036
(3-27)
19,18381 kN
(3-28)
9,048969
(3-29)
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
OKAY
Laporan Tugas Akhir
LAMPIRAN D HASIL UJI LABORATORIUM D.1 UJI KUDA-KUDA ATAP Beban
LVDT1 LVDT2 LVDT3 LVDT4 LVDT5 319 4.22 4.46 5.02 2.44 4.96 367 5.32 5.52 6.14 3.12 5.98 417 6.3 6.52 7.22 3.64 6.82 467 7.86 8.02 8.84 4.54 8.04 519 10.14 10.1 11.02 5.92 9.58 574 11.2 11.2 12.26 7.54 10 617 12.66 12.58 13.72 7.42 10.76 632 13.6 13.5 14.64 7.9 11.64 672 14.28 14.28 15.5 8.26 12.46 719 16.44 16.4 17.58 9.58 14.44 767 19.3 18.2 18.88 11.9 15.88Runtuh pertama 772 30.04 27.54 27.42 19.9 23.42 809 30.84 28.74 28.64 20.6 24.6 864 32.32 30.26 30.18 21.32 26.04 914 33.64 31.64 31.56 21.92 27.36 977 35.34 33.54 33.56 22.86 29.26 1007 36.58 34.86 34.88 23.42 30.52 1019 37.12 35.48 35.52 23.66 31.08 1054 38.12 36.68 36.76 24.1 32.4 1069 39.06 37.56 37.68 24.58 33.28 1112 40.08 38.78 38.9 25.06 34.46 1119 40.6 39.38 39.5 25.26 35.02 1124 41.38 40.18 40.24 25.66 35.74 1142 41.74 40.58 40.66 25.82 36.18 1159 42.14 41.04 41.16 26 36.62 1169 42.6 41.58 41.68 26.22 37.1 1194 43.04 42.06 42.22 26.4 37.64 1212 43.7 42.66 42.8 26.84 38.14 1232 44.26 43.34 43.54 26.98 38.82 1239 45.3 44.6 44.9 27.5 40.22 1234 46.2 45.74 46.14 27.92 41.48Runtuh kedua 1239 46.82 46.42 46.82 28.28 42.22 1244 47.28 47.06 47.52 28.36 42.88 1252 48.62 48.8 49.46 28.92 44.9 1262 53.28 54.78 56.04 30.88 -46kegagalan struktural 1269 54.32 55.86 57.14 31.3 -46 1274 55.26 56.8 58.06 31.6 -46 1274 55.62 57.12 58.4 30.78 -46
*) Beban diberikan dalam satuan kg LVDT mengukur deformasi dalam satuan mm
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir D.2 UJI PORTAL beban (KN) 0.00 -0.11 -0.17 -0.24 -0.29 -0.33 -0.38 -0.43 -0.50 -0.53 -0.59 -0.63 -0.73 -0.93 -1.06 -1.19 -1.32 -1.45 -1.60 -1.70 -1.88 -2.06 -2.19 -2.35 -2.52 -2.73 -2.88 -3.02 -3.22 -3.44 -3.63 -3.85 -4.03 -4.24 -4.46 -4.64 -4.84 -5.04 -5.22 -5.46 -5.70 -5.90 -6.13 -6.40 -6.59 -6.85 -7.13
LVDT tengah 0.00 -0.14 -0.26 -0.38 -0.53 -0.65 -0.77 -0.90 -1.04 -1.16 -1.31 -1.43 -1.57 -1.72 -1.88 -2.00 -2.15 -2.27 -2.41 -2.56 -2.70 -2.84 -2.99 -3.13 -3.30 -3.42 -3.56 -3.73 -3.85 -4.01 -4.16 -4.30 -4.46 -4.59 -4.73 -4.89 -5.04 -5.20 -5.35 -5.49 -5.65 -5.80 -5.94 -6.10 -6.25 -6.39 -6.56
LVDT kiri 0.00 -0.04 -0.08 -0.14 -0.20 -0.26 -0.32 -0.36 -0.43 -0.49 -0.55 -0.59 -0.65 -0.71 -0.82 -0.86 -0.90 -0.98 -1.04 -1.10 -1.16 -1.20 -1.27 -1.35 -1.41 -1.45 -1.53 -1.59 -1.64 -1.70 -1.80 -1.82 -1.90 -1.94 -2.00 -2.07 -2.15 -2.25 -2.29 -2.35 -2.39 -2.46 -2.54 -2.62 -2.66 -2.72 -2.76
LVDT kanan 0.00 -0.02 -0.08 -0.18 -0.22 -0.28 -0.34 -0.41 -0.47 -0.53 -0.61 -0.65 -0.71 -0.77 -0.86 -0.90 -0.98 -1.02 -1.08 -1.14 -1.18 -1.25 -1.31 -1.33 -1.37 -1.41 -1.45 -1.49 -1.51 -1.57 -1.61 -1.66 -1.68 -1.74 -1.76 -1.78 -1.82 -1.84 -1.86 -1.86 -1.92 -1.94 -1.94 -2.00 -2.00 -2.05 -2.07
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir beban (KN) -7.33 -7.63 -7.81 -8.08 -8.34 -8.56 -8.86 -9.08 -9.36 -9.57 -9.78 -9.95 -10.02 -10.17 -10.18 -10.24 -10.36 -10.59 -10.83 -11.13 -11.22 -11.55 -11.87 -12.17 -12.56 -12.86 -13.19 -13.59 -14.00 -14.30 -14.75 -15.17 -15.53 -15.97 -16.35 -16.76 -17.23 -17.69 -18.20 -18.67 -19.17 -19.65 -20.13 -20.66 -21.21 -21.74 -22.28 -22.86 -23.47
LVDT tengah -6.70 -6.86 -7.01 -7.15 -7.29 -7.48 -7.60 -7.76 -7.91 -8.07 -8.22 -8.36 -8.52 -8.67 -8.83 -8.99 -9.14 -9.28 -9.43 -9.59 -9.73 -9.90 -10.04 -10.18 -10.35 -10.49 -10.63 -10.78 -10.94 -11.07 -11.21 -11.37 -11.52 -11.66 -11.80 -11.93 -12.07 -12.23 -12.38 -12.52 -12.68 -12.81 -12.95 -13.09 -13.24 -13.38 -13.53 -13.65 -13.79
LVDT kiri -2.82 -2.91 -2.93 -2.99 -3.01 -3.05 -3.09 -3.15 -3.17 -3.23 -3.23 -3.28 -3.28 -3.25 -3.25 -3.19 -3.19 -3.17 -3.17 -3.17 -3.15 -3.17 -3.21 -3.28 -3.32 -3.36 -3.40 -3.46 -3.48 -3.54 -3.56 -3.60 -3.66 -3.69 -3.73 -3.75 -3.81 -3.85 -3.87 -3.91 -3.97 -4.01 -4.05 -4.10 -4.14 -4.20 -4.24 -4.28 -4.34
LVDT kanan -2.07 -2.11 -2.13 -2.15 -2.17 -2.21 -2.23 -2.27 -2.31 -2.33 -2.33 -2.37 -2.43 -2.50 -2.54 -2.60 -2.64 -2.70 -2.74 -2.78 -2.80 -2.84 -2.87 -2.91 -2.93 -2.99 -3.01 -3.05 -3.11 -3.15 -3.21 -3.23 -3.25 -3.30 -3.34 -3.40 -3.44 -3.48 -3.54 -3.56 -3.62 -3.64 -3.71 -3.77 -3.81 -3.83 -3.89 -3.95 -3.99
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir beban (KN) -24.06 -24.70 -25.36 -25.89 -26.56 -27.22 -27.80 -28.47 -29.16 -29.75 -30.38 -31.08 -31.72 -32.36 -33.02 -33.72 -34.33 -35.01 -35.69 -36.32 -36.95 -37.63 -38.27 -38.87 -39.60 -40.24 -40.86 -41.56 -42.21 -42.83 -43.53 -44.19 -44.77 -45.43 -46.15 -46.67 -47.29 -47.97 -48.56 -49.15 -49.85 -50.38 -51.00 -51.61 -52.17 -52.67 -53.33 -53.90 -54.42
LVDT tengah -13.94 -14.08 -14.24 -14.37 -14.51 -14.65 -14.80 -15.00 -15.08 -15.23 -15.35 -15.49 -15.64 -15.78 -15.92 -16.07 -16.21 -16.33 -16.48 -16.62 -16.74 -16.89 -17.05 -17.17 -17.32 -17.46 -17.58 -17.75 -17.87 -18.01 -18.16 -18.30 -18.45 -18.59 -18.73 -18.86 -19.02 -19.16 -19.31 -19.43 -19.59 -19.72 -19.88 -20.00 -20.15 -20.29 -20.43 -20.58 -20.70
LVDT kiri -4.38 -4.42 -4.46 -4.51 -4.57 -4.61 -4.67 -4.73 -4.77 -4.83 -4.89 -4.98 -5.04 -5.10 -5.16 -5.22 -5.28 -5.37 -5.45 -5.51 -5.57 -5.65 -5.71 -5.80 -5.86 -5.94 -6.00 -6.08 -6.17 -6.23 -6.29 -6.39 -6.45 -6.56 -6.62 -6.68 -6.76 -6.84 -6.92 -6.99 -7.07 -7.15 -7.21 -7.31 -7.38 -7.44 -7.52 -7.58 -7.64
LVDT kanan -4.03 -4.12 -4.16 -4.20 -4.26 -4.30 -4.32 -4.38 -4.44 -4.48 -4.53 -4.59 -4.65 -4.69 -4.73 -4.79 -4.85 -4.89 -4.94 -5.00 -5.04 -5.10 -5.16 -5.20 -5.26 -5.30 -5.37 -5.39 -5.43 -5.49 -5.55 -5.57 -5.63 -5.67 -5.71 -5.78 -5.82 -5.86 -5.90 -5.96 -5.98 -6.02 -6.06 -6.10 -6.15 -6.17 -6.21 -6.25 -6.25
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir beban (KN) -54.96 -55.48 -56.01 -56.51 -56.95 -57.42 -57.87 -58.26 -58.63 -58.95 -59.10 -59.31 -59.34 -59.31 -59.15 -58.84 -58.41 -57.87 -56.75 -45.20 -42.53 -41.24 -40.33 -39.59 -38.97 -38.36 -37.72 -37.04 -36.32 -35.69 -35.09 -34.45 -33.87 -33.34 -32.80 -32.31 -31.90 -31.51 -31.17 -30.81 -30.56 -30.15 -29.84 -29.54 -29.18 -28.86 -28.65 -28.41 -28.13
LVDT tengah -20.84 -21.01 -21.15 -21.29 -21.46 -21.60 -21.73 -21.89 -22.03 -22.16 -22.32 -22.46 -22.63 -22.79 -22.96 -23.14 -23.30 -23.49 -23.65 -24.23 -24.47 -24.66 -24.86 -25.05 -25.23 -25.42 -25.60 -25.76 -25.93 -26.11 -26.30 -26.50 -26.69 -26.87 -27.06 -27.24 -27.38 -27.57 -27.73 -27.90 -28.06 -28.22 -28.39 -28.55 -28.72 -28.86 -29.00 -29.19 -29.33
LVDT kiri -7.70 -7.76 -7.83 -7.89 -7.97 -7.99 -8.03 -8.09 -8.13 -8.15 -8.15 -8.15 -8.13 -8.09 -8.05 -7.99 -7.85 -7.74 -7.72 -7.79 -8.01 -8.13 -8.34 -8.61 -8.79 -8.95 -9.06 -9.24 -9.47 -9.69 -9.86 -10.08 -10.29 -10.45 -10.72 -10.86 -11.07 -11.25 -11.39 -11.58 -11.74 -11.84 -11.99 -12.11 -12.23 -12.36 -12.48 -12.60 -12.75
LVDT kanan -6.29 -6.33 -6.35 -6.37 -6.45 -6.37 -6.39 -6.39 -6.37 -6.33 -6.29 -6.23 -6.17 -6.04 -5.90 -5.78 -5.59 -5.41 -5.16 -4.87 -4.53 -4.22 -3.97 -3.73 -3.15 41.34 41.38 41.38 41.41 41.41 41.38 41.41 41.38 41.41 41.38 41.38 41.43 41.38 41.41 41.41 41.41 41.43 41.41 41.38 41.41 41.38 41.38 41.41 41.41
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir beban (KN) -27.82 -27.61 -27.40 -27.19 -27.02 -26.85 -26.64 -26.49 -26.34 -26.19 -26.03 -25.88 -25.76 -25.66 -25.52 -25.42 -25.27 -25.15 -25.07 -24.92 -24.82 -24.73 -24.63 -24.54 -24.45 -24.38 -24.27 -24.18 -24.07 -24.01 -23.99 -23.90 -23.79 -23.70 -23.64 -23.58 -23.48 -23.12 -18.40
LVDT tengah -29.52 -29.66 -29.78 -29.97 -30.11 -30.25 -30.42 -30.56 -30.70 -30.87 -31.03 -31.18 -31.32 -31.48 -31.65 -31.79 -31.93 -32.10 -32.24 -32.41 -32.57 -32.69 -32.86 -33.02 -33.16 -33.31 -33.47 -33.64 -33.78 -33.94 -34.13 -34.27 -34.41 -34.58 -34.72 -34.89 -35.05 -35.13 -34.03
LVDT kiri -12.87 -12.97 -13.09 -13.20 -13.30 -13.42 -13.55 -13.65 -13.75 -13.87 -13.96 -14.04 -14.14 -14.26 -14.32 -14.41 -14.51 -14.57 -14.69 -14.78 -14.86 -14.96 -15.19 -15.23 -15.29 -15.35 -15.43 -15.53 -15.58 -15.66 -15.68 -15.80 -15.88 -15.99 -16.05 -16.13 -16.21 -16.29 -16.27
LVDT kanan 41.41 41.38 41.41 41.41 41.38 41.38 41.41 41.43 41.41 41.41 41.41 41.41 41.41 41.41 41.38 41.41 41.41 41.41 41.38 41.41 41.38 41.41 41.43 41.38 41.41 41.38 41.41 41.41 41.41 41.41 41.38 41.41 41.38 41.38 41.38 41.41 41.41 41.41 41.41
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
DAFTAR PUSTAKA ASCE 7-95. Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures. the American Society of Civil Engineers. Heinz Frick. 2005. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. IBC 2006. International Building Code 2006. International Code Council. Mangkusubroto, Sindur P. Catatan Kuliah Struktur Baja. Bandung: Penerbit ITB. Morisco. 2005. Bahan Kuliah Teknologi Bambu. Yogyakarta: Magister Teknologi Bahan Bangunan, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Gadjah Mada Nasution, Amrinsyah. Catatan Kuliah Analisis Struktur Dengan Metoda Matriks. Bandung: Penerbit ITB. Setio, Herlien D. 2005. Catatan Kuliah SI-4121 Pengantar Dinamika Tanah dan Rekayasa Gempa. Bandung : Penerbit ITB. SKBI 1.2.53.1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung. Badan Standardisasi Nasional. SNI 03-1726-2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Badan Standardisasi Nasional. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Bandung : Jurusan Teknik Sipil-FTSP-ITB.