1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Ketika kita berbicara masalah perusahaan industri yang mengolah bahan baku ke bahan jadi, maka tidak terlepas dari suatu proses produksi. Dalam proses produksi barang, tentu adanya produk yang dihasilkan, dan produk - produk yang dihasilkan dapat dikategorikan ke dalam produk bersama dan produk sampingan. Dalam akuntansi biaya produk bersama dan produk sampingan merupakan produk yang dihasilkan dari serangkaian proses produksi, disamping itu juga produk-produk tersebut tidak terhindarkan dari proses produksi, terutama karena sifat beberapa jenis bahan yang secara bersamaan yang digunakan dalam proses produksi.. Proses produksinya terdapat dua sistem akuntansi, yaitu sistem periodik (fisik) dan sistem persediaan perpeptual. Penggunaan salah satu sistem ini perlu disesuaikan dengan kegiatan operasional perusahaan dalam mencapai laba, cara lainnya perusahaan dapat meminimalkan biaya produksi atau berupaya memaksimalkan bahan baku sehingga tidak terbuang begitu saja. Perusahaan mempunyai produk – produk yang akan dijual, bermacam produk ini dikenal sebagai produk gabungan (joint product). Dalam produk gabungan dapat berupa produk utama (main product) dan produk sampingan (by product). Produk utama merupakan sumber utama dalam pendapatan perusahaan, perbedaan produk utama dan produk sampingan terletak pada total nilai jualnya, Produk sampingan adalah produk dengan total nilai yang relatif lebih kecil dan
2
dihasilkan secara bersamaan dengan suatu produk lain yang total nilainya lebih besar, produk dengan nilai yang lebih besar ini disebut produk utama. Dalam kenyataannya seringkali produk – produk yang nilai jualnya relatif kecil ini atau bisa disebut produk sampingan tidak memerlukan pemrosesan lebih lanjut,
tetapi dalam
beberapa pertimbangan
manajemen tidak tertutup
kemungkinan bahwa produk sampingan memerlukan pemrosesan lanjutan agar lebih menarik dan laku dalam pasaran. Produk sampingan terbagi dalam dua kelompok, yaitu produk sampingan yang dijual dalam bentuk aslinya ketika tahap pemisahan dengan produk gabungan dan produk sampingan yang memerlukan pengolahan lanjutan sebelum layak dijual. Produk sampingan yang siap dijual setelah titik pisah dari produk utama memiliki nilai jual yang relatif rendah , tetapi dengan adanya proses lebih lanjut maka produk sampingan ini memiliki nilai jual yang relatif lebih tinggi dibandingkan produk sampingan yang tidak diolah lebih lanjut, produk sampingan yang diolah lebih lanjut ini akan dikenakan biaya proses lebih lanjut dimana biaya ini akan mengurangi jumlah pendapatan perusahaan pada laporan laba rugi. Perkembangan teknologi yang semakin maju merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya persaingan antar perusahaan.Perusahaan – perusahaan bersaing mengembangkan produk yang dihasilkannya untuk dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan selera dari pada konsumen.Keadaan ini menuntut perusahaan untuk lebih tanggap terhadap perubahan pasar yang sangat cepat dan dinamis sejalan dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin
3
canggih, dimana sekang ini konsumen menuntut ditingkatkannya mutu dan pelayanan yang tinggi dari suatu produk yang dibutuhkan. Keunggulan dalam persaingan adalah hal yang harus dimiliki agar perusahaan dapat mempertahankan kontinuitas hidupnya.Dilain pihak perusahaan juga dihadapkan pada kesulitan produksi, yaitu bagaimana melaksanakan proses produksi dengan cara yang efektif dan efisien sehingga dapat memperoleh laba yang maksimal, akan tetapi dapat pula memuaskan konsumennya. Salah satu cara yang dilakukukan perusahaan untuk menghasilkan produk yang unggul yaitu dengan menerapkan kebijakan mutu atas produk yang dibuat, sehingga perusahaan dapat mengendalikan kualitas produk dan dapat menghindari kerugian karena banyaknya produk yang mengalami kegagalan (cacat). Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik. Produk cacat dapat timbul karena kesalahan pada bahan, pekerja, atau mesin-mesin. Namun produk cacat tersebut dapat diolah kembali dalam satu tahap atau lebih dan dapat dijadikan produk standar yang dapat dijual dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali (rework cost) untuk memperbaikinya, meski dalam penjualannya tidak sama dengan produk utama karena ada biaya tambahan untuk memperbaikinya namun hal ini lebih baik daripada tidak dijual sama sekali dengan begitu maka akan mengurangi laba operasi.
4
Perusahaan Mandiri Jaya adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang meubel dan jasa pemotongan atau penggergajian kayu guna melengkapi kebutuhan industri perusahaan meubel Mandiri Jaya dan kebutuhan industri perusahaan meubel lainnya, Sebagai perusahaan yang memiliki omset yang cukup besar Perusahaan Meubel Mandiri Jaya selalu memperhitungkan dengan cermat biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, diantaranya yaitu biaya pengerjaan kembali produk cacat, karena dalam proses produksi tidak semuanya berjalan dengan mulus ada saja terjadi kesalahan yang mengakibatkan produk mengalami cacat. Dalam produk cacat terdapat dua perlakuan yaitu : (1) produk cacat dapat dibebankan sebagai tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan, jika produk cacat bukan merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses produksi, (2) produk cacat dapat dibebankan kedalam elemen biaya overhead pabrik (didebitkan dalam rekening BOP-S), jika produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan produk (Mulyadi, 2007:328). Dengan penjelasan tersebut perusahaan meubel mandiri jaya harus seoptimal mungkin untuk menjaga kualitas produksinya agar dapat meminimalkan terciptanya produk cacat apabila hal itu terjadi maka laba operasional dapat dicapai maksimum. Karena setiap perusahaan dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh keuntungan yang semakin meningkat, untuk dapat mencapai hal tersebut perusahaan dapat melakukan berbagai cara diantaranya menjual produk sampingan dan mengurangi terciptanya produk cacat atau memperbaiki produk cacat tersebut.
5
Laba operasional adalah pendapatan dikurangi harga pokok yang dijual dan dikaitkan dengan beban operasi terhadap kegiatan bisnis dari
kesatuan
normal. (Soemarso, 2002 : 227) Faktor yang menyebabkan kenaikan laba operasi yaitu pendapatan yang tinggi yang disertai dengan pencurahan beban-beban baik beban operasi maupun non operasi, sehingga perusahaan memperoleh laba operasi yang tinggi, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan laba operasi yaitu pendapatan yang tinggi disertai dengan beban operasi maupun non operasi dengan peningkatan yang lebih tinggi, yang menyebabkan laba perusahaan rendah. Karena laba sering dijadikan ukuran keberhasilan perusahaan, mengenai besar kecilnya laba yang berhasil diraih oleh suatu perusahaan tentunya dipengaruhi oleh sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh laba tersebut, Peneliti mencoba melakukan penelitian pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya, karena dikenal sebagai Perusahaan Meubel yang mempunyai kualitas yang bagus dan banyak memliki konsumen atau pelanggan tetap dari berbagai daerah, meskipun di kota Tasikmalaya terdapat beberapa perusahaan sejenis, sehingga dapat menimbulkan persaingan kompetitif. Dengan begitu untuk dapat diterima dipasaran, maka perusahaan harus menghasilkan produk dengan mutu yang baik agar dapat memenangkan persaingan terutama dengan perusahaan sejenis.Untuk itu perusahaan harus senantiasa melakukan langkah-langkah kebijaksanaan perusahaan dengan adanya biaya pengolahan lebih lanjut pada produk sampingan dengan efektif dan efisien
6
agar perusahaan dapat meningkatkan hasil produksinya. Dengan meningkatnya hasil produksi pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya yang terus menerus merupakan salah satu tujuan utama perusahaan agar laba kotor bisa terus semakin meningkat, bisa tetap survive, serta bisa bersaing dengan perusahaanperusahaan lain. Dengan biaya pengerjaan kembali produk cacat (rework cost) dapat berpengaruh pada laba operasional. Berdasarkan fenomena yang terjadi pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui seberapa besar pengaruh produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional. Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun hasil penelitian – penelitian sebelumnya tersebut sebagai berikut : 1.
I Nyoman Normal (2008) dengan judul “Akuntansi Produk Sampingan dan Pengaruhnya Terhadap Penyusunan Laporan Laba Rugi Perusahaan Manufaktur” Lokasi Penelitian di Perusahaan industri keramik Bali. Hasil penelitiannya Akuntansi produk sampingan yang tidak menyerap harga pokok produksi dan langsung dapat dijual setelah dipisah dengan produk utama pada perusahaan manufaktur akan berbeda tergantung perlakuan produk sampingan tersebut.
2.
Aghi Sugandy (2013), dengan judul penelitian “Pengaruh Modal Kerja dan Biaya
Pengerjaan
Kembali
Produk
Cacat
Terhadap
Profitabilitas
Perusahaan”. (Studi kasus pada Perusahaan Wajan Elang Emas Ciamis) hasil
7
penelitian menunjukan bahwa : (1) modal kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat, (2) modal kerja dan biaya pengerjaan kembali produk cacat secara simultan berpengaruh tidak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan, (3) modal kerja secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan, (4) biaya pengerjaan kembali produk cacat secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap profitablitas perusahaan. 3. Ira Febriani (2011), mengambil judul penelitian “Pengaruh Biaya Kualitas dan Volume Penjualan Terhadap Laba Operasional”. (Studi kasus pada Pabrik Donatello Tasikmalaya). Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Biaya kualitas, volume penjualan dan laba operasional mengalami fluktuasi, (2) Biaya kualitas berpengaruh signifikan terhadap volume penjualan (3) Biaya kualitas secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap laba operasional, (4) Volume penjualan secara parsial berpengaruh siginifikan terhadap laba operasional, (5) Biaya kualitas dan volume penjualan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap laba operasional. Latar belakang yang penulis lakukan merujuk pada penelitian terdahulu yang akan disajikan pada tabel 1.1
8
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis Penelitian Terdahulu
Persamaan
Perbedaan
1. I Nyoman Normal (2005) Judul : Akuntansi Produk Sampingan dan Pengaruhnya Terhadap Penyusunan Laporan Laba Rugi Perusahaan Studi kasus pada Perusahaan Industri Keramik Bali 2. AghiSugandy (2013) Judul : Pengaruh Modal Kerja dan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Terhadap Profitabilitas Perusahaan Studi kasus pada Perusahaan Wajan Elang Emas Ciamis
Variabel X1Produk Sampingan
Variabel Y Penyusunan Laporan Laba Rugi Perusahaan
Simpulan
Sumber
Terdapat Penelitian pengaruh yang Peneliti signifikan Akuntansi antara Keuangan akuntansi UPT produk PSTKP Bali sampingan terhadap laporan penyusunan labarugi perusahaan Variabel Variabel Modal Kerja Skripsi X2Produk X1Modal dan biaya Universitas Cacat Kerja dan pengerjaan Siliwangi Variabel Y kembali Tasikmalaya Profitabilitas produk cacat Perusahaan secara simultan berpengaruh tidak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan 3. Ira Febriani (2011) Variabel Y Variabel X1 Terdapat Skripsi Laba Biaya pengaruh yang Universitas Judul : Pengaruh Operasional Kualitas dan signifikan Siliwangi Biaya Kualitas dan Variabel X2 antara Volume Tasikmalaya Volume Penjualan Volume Penjualan Terhadap Laba Penjualan Premi Operasional Asuransi Studi kasus pada Terhadap Laba Pabrik Donatello Operasional Tasikmalaya dan berdampak positif pada Rentabilitas Perusahaan Jaka Mulyana (2014) : Pengaruh Produk Sampingan dan Produk Cacat Terhadap Laba Operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya dengan indikator harga jual produk sampingan, jumlah produk sampingan yang terjual. biaya pengerjaan kembali produk cacat, pendapatan penjualan produk cacat yang telah diperbaiki dan pendapatan operasional dikurangi beban operasional
9
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dibuat dalam bentuk skripsi dengan judul : Pengaruh Produk Sampingan dan Produk Cacat Terhadap Laba Operasional” (Studi Kasus pada Perusahaan Meubel Mandiri JayaTasikmalaya)
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana produk sampingan, produk cacat dan laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya
2.
Bagaimana pengaruh produk sampingan secara parsial terhadap laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya
3.
Bagaimana pengaruh produk cacat secara parsial terhadap laba operasional pada Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya
4.
Bagaimana pengaruh produk sampingan dan produk cacat secara simultan terhadap laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri jaya Tasikmalaya
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah di identifikasi diatas maka tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui produk sampingan, produk cacat dan laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya
10
2. Untuk mengetahui pengaruh produk sampingan secara parsial terhadap laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya 3. Untuk mengetahui pengaruh produk cacat secara parsial terhadap laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya 4. Untuk mengetahui pengaruh produk sampingan dan produk cacat secara simultan terhadap laba operasional pada Perushaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian Kegunaan hasil penelitian yang ingin dicapai adalah : 1.
Bagi Penulis Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan perbandingan antara teori yang didapat selama perkuliahan dengan praktek yang terjadi di lapangan
2.
Bagi Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya Diharapakan dapat menghasilkan kesimpulan yang berguna dan menjadi masukan yang positif bagi perusahaan di dalam menentukan kebijakan perusahaan di masa yang akan datang khususnya menyangkut produk sampingan dan produk cacat untuk meningkatkan laba operasional perusahaan
11
3.
Bagi pihak lain Sebagai bahan referensi atau masukan bagi peneliti selanjutnya, khususnya untuk penyajian topik – topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya yang berlokasi di jalan Leuwi Anyar RT. 09 RW. 06 Kelurahan Sukamanah Kecamatan Cipedes Tasikmalaya. 1.5.2 Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan penulis selama 3 bulan, dari bulan april sampai dengan bulan juni 2014.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRANDAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Pustaka Pemahaman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian sangat
penting agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan dengan baik, dimana salah satu unsur dalam pemahaman adalah pengertian-pengertian terhadap objek yang diteliti. Untuk itu peneliti memaparkan pengertian-pengertian dari variabel yang terdapat dalam pembahasan penelitian yaitu
2.1.1
Produk Sampingan
2.1.1.1 Pengertian Produk Produk merupakan titik pusat dari kegiatan pemasaran karena produk merupakan hasil dari suatu perusahaan yang dapat ditawarkan ke pasar untuk di konsumsi dan merupakan alat dari suatu perusahaan untuk mencapai tujuan dari perusahaannya. Suatu produk harus memiliki keunggulan dari produk-produk yang lain baik dari segi kualitas, desain, bentuk, ukuran, kemasan, pelayanan, Menurut Kotler & Armstrong, alihbahasa oleh Hygius (2001: 346) produk adalah : “Segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar”
13
Selain itu produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Produk dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.
2.1.1.2 Pengertian Produk Sampingan Menurut Mulyadi (2007 : 333) Produk Sampingan (By Product) Istilah produk sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk. Perbedaan produk utama dan produk sampingan terletak pada nilai jualnya. Jika nilai jual salah satu produk relatif lebih kecil dari yang lainnya maka dikategorikan sebagai produk sampingan, sedangkan apabila produk-produk yang dihasilkan relatif sama maka dikategorikan sebagai produk bersama.pada pabrik penggergajian kayu, kayu lapis dan papan kayu merupakan produk utama, sedangkan serbuk gergaji dan kayu bakar merupakan produk sampingan. Asal mula produk sampingan Muncul dari pembersihan produk utama (bisa bernilai/bisa menjadi sampah).Muncul dari proses persiapan bahan baku sebelum digunakan dalam proses produksi produk utama. Dihasilkan bersama
14
dengan produk utama dalam suatu proses atau serangkaian proses tanpa dimaksudkan untuk membuat produk ini. Nilai penjualan adalah relatif lebih kecil atau tidak berarti, bila dibandingkan dengan produk-produk utama.Dihasilkan dalam jumlah unit atau kuantitas yang lebih sedikit. Kadang-kadang memerlukan pengolahan lebih lanjut dan pembungkusan. Produk ini tidak dapat dihasilkan tanpa memproduksi produk-produk utama..
2.1.1.3Metode akuntansi Produk Sampingan Dalam produk sampingan titik berat pembahasannya adalah bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan tersebut. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, dengan produk utama. Meskipun demikian ada beberapa metode untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan. Menurut Mulyadi (2007 : 343) menyatakan bahwa metode akuntansi yang digunakan untuk memperlakukan produk sampingan dapat dibagi menjadi 2 golongan : 1. Metode Tanpa Kos Metode-metode yang tidak mencoba menghitung kos produk sampingan atau sediaanya, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya produksi. Berikut ini beberapa uraian metode perlakuan terhadap pendapatan penjualan produk sampingan : a. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan di luar usaha.
15
b. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang kos penjualan c. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama d. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total biaya produksi 2. Metode Kos Merupakan metode biaya pengganti (replacement cost method) biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku penolong. Kos yang diperhitungkan dalam produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti yang berlaku di pasar. Jumlah ini kemudian dikreditkan pada akun pusat pertanggungjawaban Result-Producing Activity biaya bahan baku, sehingga mengurangi biaya produksi produk utama. Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan kos per unit sediaan produk utama menjadi lebih rendah.
2.1.2.
Produk Cacat
2.1.2.1
Pengertian Produk Cacat Kegiatan suatu proses dalam perusahaan tidak terlepas dari adanya
kegagalan atau kerugian pada produk yang dihasilkan, kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu faktor tenaga keja, penggunaan mesin dan penggunaan bahan baku, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya produk cacat.
16
Produk menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu “Barang atau jasa yang dibuat atau ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu”, Sedangkan cacat menurut Eddy Herjanto (2006 : 432) adalah : “Suatu ketidaksesuaian individual dalam suatu proses/produk yang disebabkan kegagalan dalam memenuhi satu atau lebih spesifikasi yang ditetapkan, suatu produk dikataka cacat ialah jika tidak memenuhi spesifikasi”. Dari kedua pengertian tersebut jika digabungkan mengandung pengertian, bahwa produk cacat berarti barang atau jasa yang dibuat dalam proses produksi namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna. Produk cacat menurut Abdul Halim (2000:143) adalah sebagai berikut : ”Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar namun secara ekonomis bila diperbaiki lebih menguntungkan dibanding langsung dijual, dengan kata lain biaya perbaikan terhadap produk cacat masih lebih rendah dari hasil penjualan produk cacat tersebut setelah diperbaiki.” Produk cacat merupakan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas yang sudah ditentukan.Standar kualitas yang baik menurut konsumen adalah produk tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Apabila konsumen sudah merasa bahwa produk tersebut tidak dapat digunakan sesuai kebutuhan mereka maka produk tersebut akan dikatakan sebagai produk cacat. Untuk mengatasi produk cacat yang dihasilkan, produsen hanya dapat melakukan pencegahan terhadap terjadinya cacat produk. Untuk melakukan perbaikan sangat sulit dikarenakan memperbaiki produk yang cacat tetapi tidak
17
pada proses produksinya sama saja akan menambah biaya. Produsen sebaiknya melakukan pencegahan terjadinya produk cacat dengan cara menyelidiki apakah terjadi kesalahan dalam proses produksinya sehingga dapat didapatkan penyebab produk cacat itu terjadi, suatu produk dikatakan cacat apabila produk tersebut tidak aman dalam penggunaannya serta tidak memenuhi syarat – syarat keamanan tertentu. Pengertian cacat juga diatur dalam KUH Perdata, yaitu cacat yang “sungguh-sungguh” bersifat sedemikian rupa yang menyebabkan barang itu “tidak dapat digunakan” dengan sempurna sesuai dengan keperluan yang semestinya dihayati oleh benda itu, atau cacat itu mengakibatkan “berkurangnya manfaat” benda tersebut dari tujuan yang semestinya. Penyebab suatu produk dikatakan cacat ada tiga kategori, yaitu cacat produk atau manufaktur, cacat desain, dan cacat peringatan atau instruksi.Cacat produk atau manufaktur merupakan cacat yang paling tidak diharapkan oleh konsumen karena cacat jenis ini dapat membahayakan harta benda, kesehatan, atau jiwa konsumen. Cacat desain merupakan salah satu hal yang merugikan bagi konsumen apabila desain dari produk yang digunakan oleh konsumen tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Cacat peringatan atau instruksi adalah cacat produk akibat tidak dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu.Tanggung jawab atas cacat peringatan ini secara tegas dibebankan kepad produsen, tetapi dengan syarat-syarat tertentu beban tanggung jawab juga dapat dibebankan kepada pelaku usaha lainnya seperti importir produk, distributor, atau pedagang pengecernya.
18
2.1.2.2 Pengertian Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Biaya ini di keluarkan untuk memperbaiki produk cacat sehingga produk cacat tersebut akan dilakukan proses pengerjaan kembali yang nantinya akan menghasilkan produk jadi yang sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditentukan oleh perusahaan. Menurut Vincent Gaspersz yang dialihbahasa oleh Gramedia Pustaka Utama
(2007 : 158) biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah sebagai
berikut : “Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk agar memenuhi spesifikasi produk yang ditentukan” Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya pengerjaan kembali terhadap produk cacat dengan tujuan untuk memperbaiki produk cacat tersebut menjadi produk jadi yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Biaya yang timbul akibat pengerjaan kembali pencatatannya sama halnya seperti dalam produk rusak yaitu : a.
Apabila timbulnya produk cacat akibat spesifikasi pesanan, maka biaya pengerjaan kembali dibebankan ke pesanan yang bersangkutan
b.
Apabila produk cacat merupakan hal biasa terjadi, maka biaya pengerjaan kembali, dibebankan ke tarif BOP dengan demikian dipikul oleh semua produk (pesanan) Perlakuan terhadap produk rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab
terjadinya :
19
1) Jika produk cacat terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau faktor luar biasa yang lain, maka harga pokok produk cacat dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan produk cacat tersebut 2) Jika produk cacat merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya produk rusak dibebankan kepada produksi secara keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhead pabrik. Oleh karena itu anggaran biaya overhead pabrik yang akan digunakan untuk menentukan tarif biaya overhead pabrik dihitung dengarumus : biaya overhead pabrik yang dianggarkan dibagi dengan dasar pembebanan.
2.1.1.4 Pencatatan Biaya pengerjaan kembali produk cacat Berikut pencatatan yang dapat dilakukan untuk mencatat biaya pengerjaan kembali produk cacat, antara lain sebagai berikut : 1. Pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika biaya tersebut dibebankan kepada pesanan tertentu : Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja
xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik
xxx
Gaji dan Upah
xxx
20
Biaya Overhead Pabrik yang dibebankan
xxx
Sumber :Mulyadi (2007 : 340) 2. Pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika biaya tersebut dibebankan kepada produksi secara keseluruhan atau diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik : Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
xxx
Gaji dan Upah
xxx
Biaya Overhead Pabrik
xxx
Sumber :Mulyadi (2007 : 342)
2.1.3
Laba Operasional
2.1.3.1 Pengertian Laba Pada hakekatnya suatu perusahaan berorientasi untuk memperoleh laba yang sebesar - besarnya, laba yang memadai yang sesuai dengan jumlah investasi yang ditanamkan untuk menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan pertumbuhan jangka penjang.Laba merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, besarnya biaya tergantung pada seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari kegiatan normal perusahaan. Menurut Mulyadi (2005 : 223) mendefinisikan laba sebagai berikut: “Laba adalah sama dengan pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya” SedangkanmenurutSoemarso(2002:227) adalah sebagai berikut : “Laba adalah selisih antara laba bruto dengan beban usaha, laba yang diperoleh semata – mata dari kegiatan utama perusahaan.
21
Menurut Mulyadi (2005 : 92) mendefinisikan laba yaitu : “Laba merupakan kenaikan ekuitas atau aktiva bersiah yang berasal dari transaksi dan kejadian yang terjadi pada suatu perusahaan dan semua transaksi yang mempengaruhi perusahaan dalam suatu periode akuntansi, selain yang berasal dari pendapatan atau investasi oleh pemilik” Dari pengertian laba di atas dapat disimpulkan bahwa laba adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban yang timbul dalam kegiatan utama atau sampingan di perusahaan selama satu periode. Sementara itu untuk mengetahui laba harus diketahui dulu komponen unsur – unsur laba. Unsur-unsur laba menurut Smith dan Skousen tim penerjemah penerbit Erlangga (2002 : 123) adalah sebagai berikut : 1) Pendapatan Adalah arus masuk atau pertambahan lain atas aktiva suatu entitas atau kewajiban-kewajiban (atau kombinasi) yang berasal dari penyerahan/produksi barang, pemberi jasa atau aktivitas – aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau operasi inti yang berkelanjutan dari suatu entitas. 2) Beban Adalah arus keluar atau pemakaian aktiva lain atau terjadinya kewajiban (atau kombinasi keduanya) yang berasal dari penyerahan atau produksi beban, jasa atau pelaksanaan dari aktivitas – aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau operasi inti yang berkelanjutan dari suatu entitas. 3) Keuntungan Adalah kenaikan ekuitas (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi periferal atau incidental pada suatu entitas dari transaksi lain dankejadian serta situasi
22
lain yang mempengaruhi entitas kecuali yang dihasilkan dari pendapatan atau investasi pemilik. 4) Kerugian Adalah penurunan ekuitas (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi periferal pada suatu entitas dan dari semua transaksi lain dan kejadian serta situasi lain yangmempengaruhi entitas kecuali yang dihasilkan dari beban atau distribusi kepada pemilik. Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen unsur – unsur laba terdiri dari empat unsur yaitu pendapat,beban,keuntungan dan kerugian.
2.1.3.2 Klasifikasi Laba Di dalam laporan Laba Rugi terdapat berbagai jenis laba, menurut Smith dan Skuosen tim penerjemah penerbit Erlangga (2002 : 132) adalah sebagai berikut : 1.
Laba Kotor Selisih antara hasil penjualan bersih dengan harga pokok yang dijual
2.
Laba Operasi Laba kotor setelah dikurangi dengan biaya – biaya komersil yaitu biaya pemasaran serta biaya administrasi dan umum
3.
Laba Sebelum Dikurangi Pajak Jumlah laba yang diperoleh dengan menambahkan laba operasi dengan hasil –hasil lainya yang dikurangi biaya atau kerugian yang terjadi diluar aktivitas normal perusahaan
23
4.
Laba Bersih/Laba setelah dikurangi pajak jumlah keuntungan bersih perusahaan setelah dikurangi semua biaya dan pajak. Bagian dari laba bersih inilah yang akan dibagikan sebagai deviden kepada para pemegang saham.
2.1.3.3.Pengertian Laba Operasional Laba operasional menurut Amir Abdi Jusuf (2000 : 84) : “Laba operasional adalah selisih lebih pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha perusahaan dikurangi dengan beban usaha langsung dari kegiatan operasional” Adapun definisi laba operasional yang dikemukakan oleh Soemarso(2002 : 227) adalah sebagai berikut : “Laba operasional adalah pendapatan dikurangi harga pokok yang dijual dan dikaitkan dengan beban operasi terhadap kegiatan bisnis dari kesatuan normal” Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laba operasional adalah keuntungan
yang
diperoleh
perusahaan
dari
hasil
kegiatan
normal
perusahaan.Dimana laba operasional merupakan selisih lebih antara pendapatan operasional dengan beban operasional. Dari beberapa definisi laba diatas dapat disimpulkan bahwa laba merupakan hasil pengurangan pendapatan dengan biaya – biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan tersebut. Laba operasional merupakan hasil dari
24
aktivitas – aktivitas yang termasuk rencana perusahaan dan kecuali ada perubahan – perubahan besar dalam ekonomi, diharapkan akan dapat dicapai setiap tahun.
2.1.3.4 Metode Pengakuan dan Penyajian Laba Menurut Ikatan Akuntan Indonesia tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (Standar Akuntansi Keuangan,2007:17) konsep Pengkuran Laba adalah sebagai berikut : “Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi(return on investmen) atau penghasilan per saham (earning per share). Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.Pengukuran dan pengakuan beban, dan karenanya juga penghasilan bersih (laba), tergantung sebagian pada konsep modal dan pemeliharaan modal yang digunakan dalam perusahaan dalam penyusunan laporan”. Berdasarkan uraian diatas, laba seringkali dipakai sebagai ukuran dalam perhitungan penggunaan modal yang telah diinvestasikan untuk menghasilkan arus dividen dimasa yang akan datang, sedangkan yang merupakan indikasi terjadinya laba adalah pendapatan dan beban. Selanjutnya menurut Ikatan Akuntan Indonesia tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (Standar Akuntansi Keuangan, 2007 : 22), konsep pengakuan laba adalah sebagai berikut : “Penghasilan (laba) diakui dalam laporan laba rugi kalau menaikan manfaat ekonomi dimasa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan (laba) terjadi bersama dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masihh harus dibayar”
25
Menurut uraian diatas, laba diakui dalam laporan laba rugi dengan menghitung aktiva bersih perusahaan pada akhir periode dan pengurangan aktiva bersih yang dihitung melalui cara yang sama pada awal periode, dan menyesuaikan transaki modal lalu semua aktiva dikurangi dengan kewajiban, maka laba untuk tahun itu dapat ditetapkan. Lebih lanjut, Ikatan Akuntan Indonesia tentang kerangka Dasar Penyusunan
dan
Penyajian
Laporan
Keuangan
(Standar
Akuntansi
Keuangan,2007 : 22), mengenai prosedur Pengakuan Laba adalah : “Prosedur yang biasanya dianut dalam praktek untuk mengakui penghasilan, seperti misalnya ketentuan bahwa penghasilan telah diperoleh, merupaka penetapan criteria pengakuan dalam kerangka dasar ini. Prosedur semacam ini pada umumnya dimaksudkan untuk membatasi pengakuan pengahasilan (laba) pada pos-pos yang dapat diukur dengan andal dan memiliki derajat kepastian yang cukup” Menurut uraian diatas, prosedur yang ditetapkan dalam pengakuan laba yaitu melalui ketentuan bahwa penghasilan yang diperoleh adalah merupakan laba yang dapat diakui. Dalam pengukuran laba menurut Smith dan Skuosen (2002 : 120) terjemahan tim penerjemah Erlangga terdapat dua pendekatan yang diterima secara luas yaitu 1.
Penilaian aktiva bersih perusahaan (pendekatan penilaian) Pendekatan ini menekankan bahwa laba suatu konsep residual.Secara operasional, pendekatan ini membutuhkan pengukuran aktiva dan kewajiban suatu perusahaan pada dua titik waktu.Jika selisih antara aktiva dan kewajiban, yang dikenal sebagai “aktiva bersih” atau ekuitas, meningkat setelah semua investasi atau distribusi ekuitas yang baru dieliminasi, maka
26
laba telah dihasilkan.Apabila tidak ada perubahan, maka tidak ada laba.Jika sebagian ekuitas menurun, terjadi laba yang negative atau rugi. 2.
Pendekatan transaksi Pendekatan ini lebih memusatkan perhatian pada kejadian – kejadian usaha yang mempengaruhi elemen – elemen tertentu laporan keuangan, yaitu pendapatan,beban,keuntungan dan kerugian. Dari uraian diatas maka perbedaan utama dari pendekatan tersebut adalah
pendekatan aktivitas berdasarkan pada konsep aktivitas dunia nyata (real word concept of activities) atau peristiwa secara garis besar sedangkan dalam pendekatan transaksi berdasarkan pada proses pelaporan yang mengukur peristiwa eksternal yaitu transaksi.
2.2 Kerangka Pemikiran Menurut EuisRosidah (2013 : 125) Produk sampingan adalah dua produk atau lebih yang diproduksi secara serentak dengan produk bersama, yang nilai jualnya relatif lebih rendah dibanding produk lain yang dihasilkan. Adapun Menurut Mulyadi (2007 : 333) Produk Sampingan (Byproduct) Istilah produk sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, kuantitas
27
dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk. Maka ada dua kelompok metode perlakuan terhadap produk sampingan. 1) tidak berusaha untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk sampingan karena rendahnya nilai jual produk sampingan tersebut, 2) berusaha mengalokasikan biaya bersama kepada produk sampingan. Dalam penelitian ini, produk sampingan yang dimaksud adalah serbuk gergaji, karena yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan meubel dengan kegiatan usaha membuat produksi furniture, menyediakan jasa pemotongan kayu atau penggergajian kayu dan penjualan bahan baku guna keperluan perusahaan meubel miliknya dan pengusaha meubel lainnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa indikator dari produk sampingan yaitu harga jual produk sampingan, jumlah produk sampingan yang terjual. Menurut Hendra Setiawan dan Victor Lubis (2009) mengatakan akan lebih menguntungkan bila produk sampingan diolah lagi melalui proses lanjutan karena untuk menarik permintaan konsumen sehingga laba yang dihasilkan lebih maksimum, pada dasarnya perusahaan hanya membuat produk utama saja namun untuk memperoleh pendapatan yang lebih, perusahaan menjual atau memproses kembali sisa produksi yang terpisah sehingga menjadi produk sampingan, walaupun nilai jualnya relatif rendah namun memiliki dampak positif bagi perusahaan dan dapat meningkatkan laba operasional perusahaan.
28
Melihat dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa produk sampingan dapat berpengaruh terhadap laba operasional, karena semakin banyak produk sampingan yang dimanfaatkan dapat berdampak pada semakin besar pula laba operasional yang didapat. Untuk memenuhi permintaan konsumen terhadap suatu produk yang dihasilkan, perusahaan dituntut untuk mampu memproduksi semaksimal mungkin. Untuk itu perlu dilakukan tindakan penting diantaranya mempertahankan kapasitas produksi dengan cara memelihara peralatan produksi sehingga proses produksi lancar dan produk bisa sampai ke tangan konsumen/pelanggan tepat waktu serta kualitas produk yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. dengan adanya tindakan tersebut diharapkan dapat meminimalkan terjadinya produk cacat. Menurut Mulyadi (2007 : 328) pengertian produk cacat adalah : “Produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomi dapat disempurnakan lagi menjadi produk yang baik” Menurut Vincent Gaspersz, alihbahasa oleh Gramedia Pustaka Utama (2007:158) biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah : “Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk agar memenuhi spesifikasi produk yang ditentukan” Biaya ini dikeluarkan untuk memperbaiki produk cacat sehingga produk cacat tersebut akan dilakukan proses pengerjaan kembali yang nantinya akan menghasilkan produk jadi yang sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditentukan oleh perusahaan.
29
Dengan begitu yang menjadi indikator produk cacat pada penelitian ini yaitu biaya pengerjaan kembali produk cacat dan Pendapatan penjualan dari perbaikan produk cacat yang terjual Setiap perusahaan memiliki tujuan yang ingin dicapai, tujuan tersebut dapat berupa materi yaitu meraup keuntungan seoptimal mungkin untuk memenuhi laba perusahaan, hal seperti ini yang diinginkan oleh semua pemilik perusahaan.Untuk mendapatkan semua itu perusahaan harus lebih kompeten dan kreatif dalam menjalankan usahanya. Dengan adanya tujuan untuk meningkatkan laba, maka perusahaan harus bisa memanfaatkan produk yang dihasilkan, produk yang dihasilkan ini ada dua macam atau sering kita sebut produk bersama yaitu produk utama dan produk sampingan, Definisi laba operasional menurut Amir Abdi Jusuf (2000 : 84). “Laba operasional adalah selisih lebih pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha perusahaan dikurangi dengan beban usaha langsung dari kegiatan operasional” Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator dari laba operasional yaitu pendapatan operasional dikurangi dengan beban operasional Selain itu produk cacat dapat berpengaruh terhadap laba operasional karena dengan adanya produk cacat perusahaan mengalami kerugian, tetapi setelah dilakukannya pengerjaan kembali produk cacat dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali dapat mengurangi
kerugian perusahaan yang
disebabkan oleh adanya produk cacat, karena produk cacat tersebut dirubah
30
menjadi produk yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan yang siap untuk dijual. Dan produk sampingan dan produk cacat dapat berpengaruh terhadap laba operasional karena erat hubungan antara dengan adanya produk cacat maka biaya akan bertambah, dan kemampuan perusahaan untuk mencapai laba operasional dapat didapat dengan menjual produk sampingan. Sementara produk sampingan tidak ada hubungannya dengan produk cacat karena bahan yang dibuat tidak sesuai dengan yang dihasilkan, yang menjadi produk sampingan dari penelitian ini adalah serbuk gergaji sementara produk dari perusahaan meubel mandiri jaya terbuat dari kayu bukan dari serbuk gergaji, Untuk lebih jelas permasalahan yang diteliti, maka dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini :
(X1)
(Y)
(X2)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
31
2.3 Hipotesis Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2002) adalah jawaban sementara terhadap rumusan penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah, sehingga dapat dianggap atau dipandang sebagai konklusi atau kesimpulan yang sifatnya sementara, sedangkan penolakan atau penerimaan suatu hipotesis tersebut tergantung dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka di ajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Produk sampingan secara parsial berpengaruh terhadap laba operasional 2. Produk cacat secara parsial berpengaruh terhadap laba operasional 3. Produk sampingan dan produk cacat secara simultan berpengaruh terhadap laba operasional
32
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian Sebagai objek penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah produk sampingan, produk cacat dan laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya yang berlokasi di jalan Leuwi Anyar RT. 09 RW.06 Kelurahan Sukamanah Kecamatan Cipedes Tasikmalaya. Sesuai dengan masalah yang di teliti khususnya mengenai produk sampingan, produk cacat dan laba operasional, maka perusahaan Mandiri Jaya dijadikan sebagai objek oleh penulis dalam melaksanakan penelitian, dikarenakan data-data yang diperlukan cukup tersedia dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perusahaan meubel dan penggergajian kayu Mandiri Jaya ini dirintis oleh Bapak
Iding
bersama dengan istrinya.Perusahaan tersebut
dalam
mendirikannya dimulai dari awal yang artinya bukan karena peninggalan dari orang tua beliau. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1977, pada awalnya Bapak Iding hanya bekerja sebagai buruh meubel pada meubel lain pada tahun 1973 sampai tahun 1977. Pada awal tahun 1977 Bapak Iding mulai merintis perusahaan meubel Mandiri Jaya dengan membuat produk dengan bahan baku kayu jati 1(satu)
33
kibikseharga Rp.30.000 modal awal tersebut didapat oleh beliau dengan hasil menjual sepeda miliknya. Dengan pengalaman menjadi buruh meubel dan keterampilan beliau dalam membuat suatu produk, beliau dapat membesarkan perusahaan tersebut hingga sekarang.
Pada tahun 1977 beliau mulai melakukan perluasan usaha dengan
menyediakan jasa pemotongan kayu atau penggergajian kayu dan penjualan bahan baku guna keperluan perusahaan meubel miliknya dan pengusaha meubel lainnya. Perusahaan meubel Mandiri Jaya telah memiliki surat izin gangguan tempat usaha perusahaan, surat izin usaha perdagangan, surt izin usaha industri dan bukti pendaftaran perusahaan, yaitu : 1. Izin undang-undang Gangguan (UUG/HO) Perusahaan Nomor : 503/02/HER – IG – INDUST/BPPT – JU/2013 2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Kecil Nomor : 503/0298 – 0143/PK – HER/BPPT – JU/III/2013 3. Surat Izin Usaha Industri Nomor : 021/Jabar.29.720/IUI – K/HER/BPPT – JU/III/2013 4. Tanda Daftar Perusahaan Perorangan (PO) Nomor : 10.29.5.31.04907
3.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan Dalam suatu perusahaan struktur organisasi sangat diperlukan, hal ini disebabkan dalam struktur organisasi tercermin adanya suatu system kerjasama yang sistematis dimana hal ini berguna bagi suatu perusahaan agar seluruh anggota perusahaan dapat terintegrasi dan terkoordinasi dalam menjalankan
34
aktivitas operasi perusahaan untuk dapat mengerjakan tugasya masing-masing sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Struktur organisasi yang ditetapkan suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lain, hal ini disebabkan dengan kondisi dan ruang lingkup perusahaan. Jika perusahaan dengan ruang lingkup besar,
maka struktur organisasi yang
digunakan biasanya fungsional, jika ruang lingkup dan perusahaan tidak rumit/kecil maka biasanya digunakan struktur organisasi garis,
begitu pula
dengan perusahaan meubel Mandiri Jaya struktur organisasi yang digunakan adalah struktur organisasi garis, sebagai berikut :
DIREKTUR UTAMA (Pimpinan/Pemilik Perusahan)
Bagian Keuangan
Bagian Produksi
Bagian Pemasaran
Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Perusahaan Meubel Mandiri JayaTasikmalaya
1. Direktur (Pimpinan Perusahaan) Pimpinan perusahaan merupakan pemilik dan mempunyai kekuasaan tertinggi dalam mengelola perusahaan serta bertanggung jawab penuh atas maju dan mundurnya perusahaan.
35
a. Tugas Pimpinan antara lain : i. Memimpin, mengelola dan mengurusi perusahaan secara keseluruhan ii. Mempunyai hak dalam segal hal mengenai kepemilikan serta menggariskan semua kebijakan yang menyangkut masalah operasi perusahaan 2.
Bagian Pemasaran Bertugas untuk mengatur dan menentukan pemasaran barang serta bertanggung jawab atas semua kegiatan pemasaran kepada pimpinan perusahaan. a. Tugas Bagian Pemasaran, antara lain : i. Menerima pesanan-pesanan dari konsumen atau langganan ii. Mengadakan penjualan dan pengiriman barang-barang kepada konsumen atau langganan
3.
Bagian Produksi Bertugas untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan kegiatan-kegiatan proses serta memberikan arahan pada saat pelaksanaan proses produksi a. Tugas Bagian Produksi, antara lain : i. Memproduksi barang dan mengawasi jalannya produksi ii. Memeriksa hasil produksi iii. Mencatat barang yang dihasilkan dan kemudian di laporkan kepada pimpinan
36
4.
Bagian Keuangan Bertugas untuk mengatur dan mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan perusahaan. a. Tugas Bagian Keuangan, antara lain : i.
Merencanakan anggaran belanja dan pendapatan perusahaan
ii.
Mengatur semua nota keuangan perusahaan
iii.
Mencatat setiap terjadi pembelian bahan baku atau bahan penolong
iv.
Mencatat semua transaksi penjualan dan pengeluaran barang serta membuat laporan keuangan tahunan
5.
Karyawan/Buruh Bertugas untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan
3.1.3 Kegiatan Perusahaan Mandiri Jaya adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang meubel dan jasa pemotongan atau penggergajian kayu guna melengkapi kebutuhan industri perusahaan meubel Mandiri Jaya dan kebutuhan industri perusahaan meubel lainnya.Dalam menjalankan kegiatan operasi usaha sehari-harinya perusahaan memperkerjakan 24 karyawan termasuk buruh.
Secara langsung
proses produksi perusahaan meubel Mandiri Jaya digambarkan dalam diagram Alir Proses Produksi sebagai berikut :
37
Kayu log/glondongdimasukan ke dalam mesin saw mill untuk diolah menjadi papan
Pengiriman
Packing Pengeringan Finishing Pembelahan
Pemotongan
Mesin scarallband saw
Mesin moulding
Assembling (pengiliman, pemasangan hardware/aksesories
Mesin sanding
Mesin ten oner, mortizer, boor, profil
Sumber : Hasil Pengolahan Penulis Gambar 3.2 Proses Produksi Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya
3.2
Metode Penelitian
3.2.1 Metode Penelitian Yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang meneliti suatu kelompok manusia, objek, suatu set kondisi, suatu
38
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Mohammad Nazir, 1999:63). Menggunakan pendekatan studi kasus yaitu penelitian ilmiah yang membahas dan menganalisa masalah berdasarkan kondisi yang sebenarnya terjadi pada perusahaan yang diteliti (Mohammad Nazir, 1999:63). 3.2.2 Operasionalisasi Variabel Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Pengaruh Produk Sampingan dan Produk Cacat Terhadap Laba Operasional”, maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independen (Independent variable) (X) Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah :
2.
X1
Produk Sampingan, yang menjadi indikatornya adalahharga jual produk sampingan, jumlah produk sampingan yang terjual
X2
Produk Cacat, yang menjadi indikatornya adalah biaya pengerjaan kembali produk cacat
Variabel Dependen (Dependent Variable) (Y) Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah laba
operasional, yang menjadi indikatornya adalah pendapatan operasional dikurangi beban operasional.
39
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Variabel Independen (X1) Produk Sampingan
Independen (X2) Produk Cacat
Dependen (Y) Laba Operasional
Definisi Suatu produk dengan total nilai yang relatif kecil dan dihasilkan secara simultan atau bersamaan dengan suatu produk lain yang total nilainya lebih besar (Mulyadi, 2005 : 231) Suatu ketidaksesuaian individual dalam suatu proses/produk yang disebabkan kegagalan dalam memenuhi satu atau lebih spesifikasi yang ditetapkan, suatu produk dikatakan cacat ialah jika tidak memenuhi spesifikasi (Eddy Herjanto, 2006 : 432)
Indikator Harga jual produk sampingan Jumlah produk sampingan yang terjual Biaya pengerjaan kembali produk cacat
Pendapatan penjualan dari perbaikan produk cacat yang terjual Laba operasional adalah Pendapatan pendapatan dikurangi harga operasional pokok yang dijual dan dikurangi dikaitkan dengan beban beban operasi terhadap kegiatan operasional bisnis dari kesatuan normal (Soemarso, 2002 : 227)
Ukuran
Skala
Rupiah
Rasio
Rupiah
Rasio
Rupiah
Rasio
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data 3.2.3.1 Jenis Data 1. Data Primer Data yang diperoleh langsung dengan cara peninjauan terhadap objek penelitian dan hasil wawancara dengan pihak perusahaan. Selain itu, data
40
juga diperoleh dari
hasil pengumpulan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan topik penelitian. 2 Data Sekunder Data yang diperoleh dari pihak luar perusahaan.Data ini diperoleh melalui studi kepustakaan yang mencari literature-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian.
3.2.3.2 Prosedur Pengumpulan Data Untuk Memperoleh hasil penelitian yang diharapkan maka dibutuhkan data dan informasi yang akan mendukung penelitian ini. Dalam memperoleh data dan informasi yang akan mendukung penlitian ini, maka penulis mengumpulkan data berupa : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Dalam teknik penelitian lapangan, penulis meninjau secara langsung objek penelitian untuk memperoleh data primer. Tujuan dari penelitian lapangan ini adalah untuk memperoleh data yang akurat, dengan cara : a. Observasi yaitu penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti. b. Wawancara yaitu penulis mengadakan Tanya jawab langsung dengan pimpinan perusahaan serta pihak-pihak yang terkait untuk memperoleh data dan penjelasan yang dilakukan.
41
c. Dokumentasi yaitu melakukan pengumpulan data dengan cara mencatat, melihat dan mengamati laporan-laporan serta mengamati formulir-formulir yang terdapat di perusahaan. 2. Penelitian Kepustakaan Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji serta menelaah literatur-literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Kegunaan dari literatur ini adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin dasar-dasar teori yang diharapkan akan menunjang data yang dikumpulkan dalam penelitian ini.
3.2.3.3 Model/Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian dengan judul pengaruh produk sampingan dan produk cacat terhadapat laba operasional digambarkan sebagai berikut :
Produk Sampingan Variabel X1
rYX1
Laba Operasional Variabel Y
r2Produk Cacat Variabel X2
rYX2
Gambar 3.2 Paradigma Penelitian
ԑ
42
3.3Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 3.3.1 Teknik Analisis Data Untuk penelitian ini penulis mengambil data selama 7 tahun, mulai dari tahun 2007 sampai dengan 2013 dengan pengambilan data dan laporan yang dibutuhkan. Sedangkan data yang berhasil diperolehakan diolah dan dianalisa dengan menggunakan teknik regresilinear berganda. Penerapan analisis regresi linear berganda ini menurut Sugiyono (2010:277) adalah : “Analisis regresi linear digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik/turunnya) variabel dependen bila dua atau lebih variabel indipenden sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi linear berganda akan dilakukan apabila jumlah variabel independennya minimal dua” Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang terdiri dari dua variabel bebas Produk sampingan (X1), Produk Cacat (X2) dan satu variabel terikat Laba Operasional (Y).
X1
ρYX1 Y
X2 ρYX2
ρYԑ
ԑ
Gambar 3.3 Hubungan Struktural Antara Variabel X1,X2, dan Y
43
Keterangan : X1 = Produk Sampingan X2 = Produk Cacat Y
ԑ
= Laba Operasional = Faktor lain yang tidak diteliti
ρYX1=Koefisien jalur variabel X1 terhadap variabel Y ρYX2=Koefisien jalur variabel X2 terhadap variabel Y ρYԑ=Koefisien jalur variabelԑ terhadap variabel Y Dari hubungan struktural antara variabel (X1), (X2) dan (Y) diatas, dapat dijelaskan penulis meneliti pengaruh variabel X1 (Produk sampingan), variabel X2 (Produk cacat) terhadap Y (Laba operasional). Variabel lain yang mempengaruhi variabel Y tidak penulis teliti. Teknik data yang digunakan dalam analisis data dan rancangan pengujian hipotesis adalah sebagai berikut : 1.
Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu untuk mengetahui pengaruh produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya. Rumus :
Y = a + b1X1 + b2X2 (Sugiyono2010 : 277)
Keterangan : Y
= variabel terikat (laba operasional)
44
X1
= variabel bebas (produk sampingan)
X2
= variabel bebas (produk cacat)
a
= konstanta
b1,b2
= koefisien regresi Regresi linear berganda dengan dua variabel bebas X1 dan X2 metode
kuadrat terkecil memberikan hasil bahwa koefisien-koefisien a, b1, b2 dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2.
∑Y
= a + b1∑X1 + b2∑X2
∑XY
= a∑X1 + b1(X1)2 + b2∑X1X2
∑X2Y
= a∑X2 + b1∑X1X2 + b2∑(X2)2
Koefisien Korelasi Ganda Untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel X1, X2 dengan Y maka digunakan perhitungan koefisien korelasi ganda dengan rumus sebagai berikut : Ryx1 x2 =
𝑟 2 𝑦𝑥 1 +𝑟 2 𝑦𝑥 2 −2𝑟𝑦𝑥 1 .𝑟𝑦𝑥 2 .𝑟𝑦 .𝑟𝑥 1 𝑥 2 1−𝑟 2 𝑥 1 𝑥 2
(Sugiyono, 2010:256) Keterangan : RYX1X2 = korelasi ganda antara X1, X2 secara serentak dengan variabel Y rYX1
= korelasi antara X1 dengan Y
rYX2
= korelasi antara X2 dengan Y
rX1X2
= korelasi ganda antara X1 dan X2
45
Untuk menginterprestasikan kriteria nilai koefisien korelasi maka digunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut : Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00 Sugiyono (2010:250) 3.
Tingkat Hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Analisis Koefisien Determinasi Determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Dengan kata lain nilai koefisien determinan digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi variabel yang diteliti (X) dan (Y) sebagai variabel terikat. Semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin baik kemampuan variabel (X) menerangkan variabel (Y). Dengan rumus :
Kd = (r)2x 100% Keterangan : Kd
= koefisien determinasi
r2
= koefisien korelasi dikuadratkan Untuk mencari pengaruh faktor lain yang mempengaruhi variabel (Y)
maka digunakan rumus koefisien non determinasi sebagai berikut : Knd = 1 – (r)2 x 100%
46
3.3.2
Pengujian Hipotesis Alat yang mengukur tingkat signifikan variabel. Adapun pengujian
hipotesis penelitian yang akan penulis lakukan dengan prosedur sebagai berikut :. 1. Hipotesis Operasional a. Secara Parsial Ho1: p = 0
Produk sampingan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap laba operasional
Ha1: p ≠ 0
Produk sampingan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba operasional
Ho2: p = 0
Produk cacat secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap laba operasional
Ha2: p ≠ 0
Produk cacat secara parsial berpengaruh signifikan terhadap laba operasional
b. Secara Simultan Ho3: p = 0
Produk Sampingan dan Produk cacat secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap laba operasional
Ha3: p ≠ 0
Produk sampingan dan Produk cacat secara simultan berpengaruh signifikan terhadap laba operasional.
2.
Uji Signifikan Untuk menguji signifikan dilakukan dua penguji yaitu : a) Secara parsial menggunakan uji t :
t=
𝑟 𝑛−2 1−𝑟 2
(Sugiyono, 2010:250)
47
Keterangan : t = harga t r = niali korelasi parsial n = ukuran sampel k = variabel independen b) Secara simultan menggunakan uji F Daerah kritis dapat dicari dengan melihat tabel. Nilai tabel dapat dicari pada tabel t yakni nilai t dari α = 0,05 dengan derajat kebebasan df : n-2 3. Kriteria Pengujian a. Secara parsial Ho diterima jika -t
½α ≤ t hitung ≤ t½α. t
Ho ditolak jika -t½ α ˃ hitung atau t ½α˂t hitung
b. Secara simultan Tolak Ho jika F hitung˃ F tabel dan terima Ho jika F hitung ≤ F tabel 4. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian seperti tahapan diatas maka akan dilakukan analisis secara kuantitatif. Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan apakah hipotesis yang ditetapkan dapat diterima atau ditolak.
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Dari hasil penelitian, diperoleh produk sampingan yang berasal dari harga jual produk sampingan yang dikalikan dengan jumlah produk sampingan yang terjual. Produk cacat apabila timbulnya produk cacat akibat spesifikasi pesanan, maka biaya pengerjaan kembali dibebankan ke pesanan yang bersangkutan, apabila produk cacat merupakan hal biasa terjadi, maka biaya pengerjaan kembali, dibebankan ke tarif BOP dengan demikian dipikul oleh semua produk (pesanan), yang terdapat di perusahaan meubel Mandiri Jaya biaya pengerjaan kembali produk cacat dibebankan ke tarif BOP.Laba Operasional didapat ketika ada selisih lebih pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha perusahaan dikurangi dengan beban usaha langsung dari kegiatan operasional.
4.1.1 Produk
Sampingan
pada
Perusahaan
Meubel
Mandiri
Jaya
Tasikmalaya Setiap perusahaan mempunyai cara yang berbeda dalam menjual produknya begitupun pada perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya dalam hal ini mengenai produk sampingan, karena yang diteliti mengenai kayu maka secara tidak langsung berhubungan dengan limbah meski awalnya tidak ke arah sana namun tidak bisa dipisahkan karena produk sampingan pada perusahaan meubel adalah limbah yaitu berupa serbuk gergaji.Produk sampingan terbagi
48
49
dalam dua kelompok, yaitu produk sampingan yang dijual dalam bentuk aslinya ketika tahap pemisahan dengan produk gabungan dan produk sampingan yang memerlukan pengolahan lanjutan sebelum layak dijual. Dan yang terjadi pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya hanya ada satu kelompok yaitu langsung dijual dalam bentuk aslinya ketika tahap pemisahan dengan produk gabungan, hal ini menjadi indikasi kelemahan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya dalam mengelola produk sampingan karena apabila diolah lebih lanjut akan menghasilkan rupiah yang berdampak meningkatnya laba operasional. Dari hasil penelitian, penulis melihat ada faktor lain yang mengakibatkan tidak diolahnya produk sampingan tersebut disamping kurangnya tenaga kerja yang tersedia karena untuk menyelesaikan produk utama pun masih membutuhkan tenaga kerja dan adanya usaha lain yang lebih besar rupiahnya dibandingkan mengolah produk sampingan dengan dasar itulah maka produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya langsung dijual tanpa pengolahan lanjutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai produk sampingan berupa serbuk gergaji, diperoleh data bahwa produk sampingan berasal dari perkalian antara harga jual produk sampingan dengan jumlah produk sampingan yang terjual.Data tersebut hasil olahan penulis dari hasil wawancara dengan pemilik perusahaan meubel Mandiri Jaya karena data yang riil nya tidak ada.Adapun harga jual produk sampingan disajikan pada tabel berikut :
50
Tabel 4.1 Harga Jual Produk Sampingan pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Periode 2007 – 2013 TAHUN
Harga Jual Produk Sampingan / Per Kantong Besar 2007 Rp. 1.000 2008 Rp. 2.000 2009 Rp. 3.000 2010 Rp. 4.000 2011 Rp. 4.500 2012 Rp. 5.000 2013 Rp. 6.000 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya yang bersumber dari harga jual produk sampingan selama periode 2007 – 2013 mengalami peningkatan hal ini terjadi karena adanya kepercayaan dari konsumen dan kebutuhan pihak lain terhadap serbuk gergaji.
Tabel 4.2 Jumlah Produk Sampingan Yang Terjual pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Periode 2007 – 2013 TAHUN
Jumlah Produk Sampingan Yang Terjual (Kantong Besar) 2007 10.800 2008 11.520 2009 11.880 2010 12.240 2011 12.600 2012 12.960 2013 13.320 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis)
51
Berdasarkan tabel 4.2 menujukan bahwa jumlah produk sampingan yang terjual pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya.Dilihat dari perkembangannya, secara umum jumlah produk sampingan yang terjual pada periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 mengalami peningkatan. Jumlah produk sampingan yang terjual tertinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 13.320 sementara jumlah produk sampingan yang terjual paling kecil pada tahun 2007 yaitu dengan jumlah 10.800 Berikut ini disajikan pendapatan produk sampingan Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya yang merupakan perkalian harga jual produk sampingan dengan jumlah produk sampingan yangterjual terlihat pada tabel 4.3 sebagai berikut : Tabel 4.3 Pendapatan Produk Sampingan pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Periode 2007 – 2013 Harga Jual Produk Sampingan /Per Kantong Besar (1)
Jumlah Produk Pendapatan Sampingan Yang Produk Tahun Terjual Sampingan (Kantong Besar) (1) X (2) (2) 2007 Rp. 1.000 10.800 Rp. 10.800.000 2008 Rp. 2.000 11.520 Rp. 23.040.000 2009 Rp. 3.000 11.880 Rp. 35.640.000 2010 Rp. 4.000 12.240 Rp. 48.960.000 2011 Rp. 4.500 12.600 Rp. 56.700.000 2012 Rp. 5.000 12.960 Rp. 64.800.000 2013 Rp. 6.000 13.320 Rp. 79.920.000 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis) Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh keterangan bahwa satu kantong besar produk sampingan dijual dengan harga Rp.1.000 sampai dengan Rp. 6.000 sehingga dapat diketahui pendapatan dari produk sampingan tersebut dengan cara
52
mengkalikan harga jual produk sampingan dengan jumlah produk sampingan yang terjual.
4.1.2 Produk Cacat pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya merupakan perusahaan yang memproduksi aneka furniture. Sebagai perusahaan penghasil produk yang dibutuhkan oleh konsumen, maka produk tersebut perlu memiliki kualitas yang baik dan terhindar dari produk cacat sehingga konsumen tidak kecewa dengan produk yang telah dibeli untuk keperluan konsumen. Dalam menjalankan kegiatan operasinya.Perusahan Meubel Mandiri Jaya mengeluarkan sejumlah biaya termasuk dalam melakukan proses pengerjaan kembali terhadap produk cacat. Biaya yang dikeluarkan untuk proses tersebut diberi nama biaya pengerjaan kembali produk cacat. Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang dikeluarkan oleh Perusahaan Mandiri Jaya bertujuan untuk memperbaiki produk yang mengalami kegagalan atau cacat dalam proses produksi, sehingga produk cacat tersebut dapat menjadi produk jadi yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan dan siap untuk dijual kepada konsumen. Selain itu dilakukannya proses pengerjaan kembali produk cacat akan mengurangi kerugian seperti kurangnya pengiriman barang, bahkan kehilangan pelanggan yang disebabkan adanya produk cacat tersebut. Adapun data biaya pengerjaan kembali produk cacat yang dikeluarkan oleh Perusahaan Meubel Mandiri Jaya selama tujuh tahun dari tahun 2007 – 2013.Data tersebut diperolah dari olahan penulis dari data biaya kualitas yang
53
salah satu komponennya adalah biaya kegagalan eksternal yang menerangkan mengenai produk cacat, adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Secara Keseluruhan Pada Tahun 2007 – 2013 Tahun Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat BTKL BOP 2007 3.400.000 4.350.000 2008 2.630.000 3.900.000 2009 2.500.000 1.600.000 2010 1.650.000 1.980.000 2011 1.325.000 1.625.000 2012 1.270.000 980.000 2013 1.250.000 850.000 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis) Tabel 4.5 Pendapatan Penjualan Produk Cacat Yang Telah Diperbaiki Secara Keseluruhan Pada Tahun 2007 – 2013 Dalam Satuan Rupiah Tahun
Jumlah Produk Cacat Yang Terjual
Biaya Perbaikan Untuk Satu Produk
Biaya Pengerjaan Kembali produk cacat
Harga jual Pendapatan setelah Penjualan dikurangi Produk harga Cacat Yang normal Telah (Rp.550.000) Diperbaiki 2007 36 215.277 7.750.000 334.723 12.050.028 2008 33 197.878 6.530.000 352.122 11.620.026 2009 28 146.428 4.100.000 403.572 11.300.016 2010 27 134.444 3.630.000 415.556 10.670.010 2011 23 128.260 2.950.000 421.740 9.700.000 2012 22 102.272 2.250.000 447.728 9.850.016 2013 20 105.000 2.100.000 445.000 8.900.000 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis)
54
4.1.3 Laba Operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Sebagaimana telah kita ketahui bahwa tujuan utama dari pendirian sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya, kecuali perusahaan nirlaba. Ukuran yang sering kali dipakai untuk melihat sukses tidaknya suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan dan laba merupakan suatu pencapaian atau target suatu perusahaan. Laba merupakan indikasi kesuksesan suatu perusahaan, oleh karena itu memperoleh laba merupakan tujuan utama badan usaha. Melalui laba yang diperoleh, perusahaan akan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laba operasional merupakan laba yang diperoleh dari aktivitas utama perusahaan dan ditentukan dengan cara mengurangi jumlah pendapatan operasi (hasil penjualan) dikurangi biaya operasi yang diperoleh sebelum dikurangi pajak. Berikut ini dapat dilihat perkembangan jumlah laba operasional Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya dari tahun 2007 – 2013 adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Laba Operasional Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Pada Tahun 2007 – 2013 Dalam Satuan Rupiah Beban Usaha (Biaya Operasional) 2007 313.150.000 135.650.000 2008 346.500.000 147.750.000 2009 381.200.000 171.900.000 2010 389.850.000 154.260.000 2011 438.350.000 166.650.000 2012 502.700.000 178.200.000 2013 540.000.000 190.000.000 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Tahun
Laba Kotor
Laba Operasional 177.500.000 198.750.000 209.300.000 235.590.000 271.700.000 324.500.000 342.500.000
55
4.1.3 Pembahasan 4.2.1 Produk Sampingan, Produk Cacat dan Laba Operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya 4.2.1.1 Produk Sampingan Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya Berdasarkan data yang telah didapatkan, berikut persentase produk sampingan perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya dari tahun 2007 sd 2013 Tabel 4.6 Analisis Produk Sampingan Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Periode Tahun 2007 – 2013 Dalam satuan rupiah Jumlah Produk Pendapatan Perubahan Tahun Sampingan Produk Rp % Yang Sampingan Terjual Rp. 1.000 10.800 Rp. 10.800.000 2007 Rp. 2.000 11.520 Rp. 23.040.000 12.240.000 11,34% 2008 Rp. 3.000 11.880 Rp. 35.640.000 12.600.000 54,68% 2009 Rp. 4.000 12.240 Rp. 48.960.000 13.320.000 37,37% 2010 Rp. 4.500 12.600 Rp. 56.700.000 7.740.000 15,81% 2011 Rp. 5.000 12.960 Rp. 64.800.000 8.100.000 14,28% 2012 Rp. 6.000 13.320 Rp. 79.920.000 15.120.000 23,34% 2013 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis) Harga Jual Produk Sampingan
1.
Tahun 2007 pendapatan produk sampingan perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya sebesar Rp. 10.800.000
2.
Pada Tahun 2008, besarnya pendapatan produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 11,34 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 23.040.000 atau naik sebesar Rp. 12.240.000.
56
3.
Pada Tahun 2009, besarnya pendapatan produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 54,68 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 35.640..000 atau naik sebesar Rp. 12.600.000
4.
Pada Tahun 2010, besarnya pendapatan produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 37,37 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 48.960.000 atau naik sebesar Rp. 13.320.000
5.
Pada Tahun 2011, besarnya pendapatan produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 15,81 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 56.700.000 atau naik sebesar Rp. 7.740.000
6.
Pada Tahun 2012, besarnya pendapatan produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 14,28 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 64.800.000 atau naik sebesar Rp. 8.100.000
7.
Pada Tahun 2013, besarnya pendapatan produk sampingan pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 23,34 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 79.920.000 atau naik sebesar Rp. 15.120.000 Dari data tersebut produk sampingan tiap tahunnya mengalami kenaikan hal
ini dikarenakan jumlah produksi yang bertambah untuk menghasilkan produk utama, dan produk sampingan tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, dengan kata lain ketika produksi bertambah maka produk sampingan pun ikut bertambah. Hal ini akan menjadi masalah bagi perusahaan karena hakikatnya limbah/serbuk gergaji akan menjadi masalah apabila tidak
57
ditangani dengan baik. Maka itu perusahaan meubel Mandiri Jaya tiap harinya selalu mengeluarkan/menjual serbuk gergaji tersebut.
4.2.1.2 Produk Cacat Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya Tabel 4.7 Analisis Produk Cacat Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Tahun 2007 – 2013 Tahun
Jumlah Produk Cacat Yang Naik/Turun Naik/Turun Terjual Setelah Diperbaiki (Rp) (%) 36 2007 33 3 8,34 % 2008 28 5 15,15 % 2009 27 1 3,57 % 2010 23 4 14,81 % 2011 22 1 4,35 % 2012 20 2 9,10 % 2013 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis) Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh keterangan bahwa jumlah produk cacat setiap tahunnya mengalami penurunan hal ini sejalan dengan biaya pengerjaan kembali produk cacat yang ikut menurun setiap tahunnya. Sebenarnya perusahaan tidak mencatat secara faktual mengenai jumlah produk cacat yang terjual tersebut karena apabila ada produk cacat perusahaan secara langsung memperbaikinya dan dimasukan ke dalam penjualan produk utama, dengan begitu penulis mengolah data dari biaya pengerjaan kembali produk cacat yang dikeluarkan, berdasarkan hasil penelitian bahwa produk cacat tiap bulannya berkisar
1 sampai 3
produk,
apabila dikalikan tiap
bulannya
maka
diperolehlahjumlah tersebut berdasarkan biaya pengerjaan kembali produk cacat setiap tahunnya.
58
Tabel 4.8 Analisis Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Tahun 2007 – 2013 Tahun
Biaya Pengerjaan Naik/Turun Naik/Turun Kembali Produk Cacat (Rp) (%) Rp. 7.750.000 2007 2008 Rp. 6.530.000 1.220.000 15,74% 2009 Rp. 4.100.000 2.430.000 37,21% 2010 Rp. 3.630.000 470.000 11,46% 2011 Rp. 2.950.000 680.000 18,73% 2012 Rp. 2.250.000 700.000 23,72% 2013 Rp. 2.100.000 150.000 6,67% Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis) Hasil yang diperoleh menunjukan produk cacat pada perusahaan Mandiri Jaya setiap tahunnya mengalami penurunan sehingga berdampak pada menurunya biaya pengerjaan kembali produk cacat, dengan begitu maka menguntungkan perusahaan karena ketika berkurangnya produk cacat tidak ada penambahan biaya yang sudah di anggarkan atau biaya yang sudah direncanakan sebelumnya meskipun pada dasarnya tidak ada perusahaan yang ingin produknya cacat. Berkurangnya produk cacat disebabkan karena perusahaan Mandiri Jaya memberikan pengawasan dan pengendalian dalam proses produksinya sehingga ketika terjadi kesalahan akan cepat diperbaiki, disamping itu peran tenaga kerja yang berpengalaman dapat mengurangi terjadinya produk cacat.
59
Tabel 4.9 Analisis Pendapatan Penjualan Dari Produk Cacat Yang Telah Diperbaiki Pada Tahun 2007 – 2013 Jumlah Produk Cacat Yang Terjual Setelah Diperbaiki
Harga jual Pendapatan setelah Penjualan dikurangi Naik/Turun Tahun Produk Cacat (Rp) harga Yang Telah normal Diperbaiki Rp.550.000 2007 36 Rp. 334.723 Rp. 12.050.028 2008 33 Rp. 352.122 Rp. 11.620.026 Rp. 430.002 2009 28 Rp. 403.572 Rp. 11.300.016 Rp. 320.010 2010 26 Rp. 415.556 Rp. 10.670.010 Rp. 630.003 2011 24 Rp. 427.083 Rp. 10.249.992 Rp. 420.018 2012 22 Rp. 447.728 Rp. 9.850.016 Rp. 399.976 2013 21 Rp. 450.000 Rp. 9.450.000 Rp. 400.016 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya (Ditambah Olahan Penulis)
Naik/ Turun (%)
3,57 % 2,75 % 5,57% 3,94 % 3,90 % 4,06 %
a. Pada tahun 2007, besarnya pendapatan penjualan produk cacat yang telah diperbaiki Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya adalah sebesar Rp. 12.050.028 b. Pada Tahun 2008, besarnya pendapatan dari produk cacat yang telah diperbaiki pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya turun sebesar 3,57 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 11.620.026 atau turun sebesar Rp. 430.002 c. Pada Tahun 2009, besarnya pendapatan dari produk cacat yang telah diperbaiki pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya turun sebesar 2,75 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 11.300.016 atau turun sebesar Rp. 320.010
60
d. Pada Tahun 2010, besarnya pendapatan dari produk cacat yang telah diperbaiki pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya turun sebesar 5,57 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 10.670.010 atau turun sebesar Rp. 630.003 e. Pada Tahun 2011, besarnya pendapatan dari produk cacat yang telah diperbaiki pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya turun sebesar 3,94% dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 10.249.992 atau turun sebesar Rp. 420.018 f. Pada Tahun 2012, besarnya pendapatan dari produk cacat yang telah diperbaiki pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya turun sebesar 3,90% dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 9.850.016 atau turun sebesar Rp. 399.976 g. Pada Tahun 2013, besarnya pendapatan dari produk cacat yang telah diperbaiki pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya turun sebesar 4,06% dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 9.450.000 atau turun sebesar Rp. 400.016 Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa harga jual produk cacat yang telah diperbaiki didapat dari biaya yang dikeluarkan dengan harga jual normal produk utama sebesar Rp. 550.000. adapun biaya yang dikeluarkan untuk satu produk cacat berkisar antara Rp. 105.000 sampai dengan Rp. 204.000 tergantung dari sulitnya pengerjaan produk cacat tersebut. Maka perhitungannya harga jual normal dikurangi biaya pengerjaan kembali produk cacat sehingga diperoleh harga jual produk cacat setelah diperbaiki.Setelah diperoleh data jumlah produk
61
cacat yang terjual setelah diperbaiki dengan harga jual produk cacat setelah diperbaiki maka dapat dilakukan perhitungan mengenai pendapatan penjualan dari produk cacat setelah diperbaiki.Perlakuan produk cacat pada perusahaan meubel Mandiri Jaya yaitu dibebankan ke tarif BOP dengan demikian dipikul oleh semua produk. Oleh karena itu anggaran biaya overhead pabrik yang akan digunakan untuk menentukan tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus biaya overhead pabrik dibagi dengan dasar pembebanan. Pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat dibebankan kepada produksi secara keseluruhan atau diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik.
4.2.1.3 Laba Operasional Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya laba operasional dari tahun ke tahun terjadi peningkatan, ini ditandai dengan meningkatnya volume penjualan atas peningkatan kualitas secara terus menerus setiap tahunnya. Perkembangan laba operasional perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya, dapat dilihat dari tabel 4.11.
62
Tabel 4.11 Peningkatan Laba Operasional Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Tahun 2007 -2013 Naik/Turun (Rp) 2007 177.500.000 2008 198.750.000 21.250.000 2009 209.300.000 10.550.000 2010 235.590.000 26.290.000 2011 271.700.000 36.110.000 2012 324.500.000 52.800.000 2013 342.500.000 18.000.000 Sumber : Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Tahun
Laba Operasional
Naik/Turun (%) 11.97% 5.30% 12.56% 15.33% 19.43% 5,55%
Berdasarkan data diatas, berikut analisis laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya : a. Laba Operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya tahun 2007 adalah sebesar Rp. 177.500.000 b. Pada Tahun 2008, besarnya laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 11,97% dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 198.750.000 atau naik sebesar Rp. 21.250.000 hal ini disebabkan karena produk telah dikenal sehingga penjualan produk meningkat. c. Pada Tahun 2009, besarnya laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 5,30 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 209.300.000 atau naik sebesar Rp. 10.550.000 hal ini disebabkan karena tingginya permintaan produk dari pangsa pasar yang mengakibatkan meningkatnya laba operasional
63
d. Pada Tahun 2010, besarnya laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 12,56 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 235.590.000 atau naik sebesar Rp. 26.290.000 hal ini disebabkan karena produk banyak dinimati konsumen sehingga banyaknya perimntaan produk yang mengakibatkan meningkatnya laba operasional e. Pada Tahun 2011, besarnya laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 15,33 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 271.700.000 atau naik sebesar Rp. 36.110.000 hal ini disebabkan adanya permintaan produk tidak hanya dari pasar lokal saja, bahkan permintaan
dan
pemesanan
dari
luar
pulau,
yang
mengakibatkan
meningkatnya laba operasional f. Pada Tahun 2012, besarnya laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 19,43 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 324.500.000 atau naik sebesar Rp. 52.800.000 hal ini disebakan karena produk telah dipercaya konsumen sehingga penjualan produk meningkat. g. Pada Tahun 2013, besarnya laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya naik sebesar 5,54 % dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 342.500.000 atau naik sebesar Rp. 18.000.000 hal ini disebakanperusahaan masih melaksanakan penjualan yang sama dengan tahun sebelumnya. Secara umum perubahan laba operasional pada perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya periode Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2013 mengalami
64
peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan pihak perusahaan mampu mengembangkan kualitas produknya dan senantiasa memenuhi kebutuhan pasar sesuai dengan selera konsumen, sehingga perusahaan mampu menjual produknya sesuai dengan target penjualan perusahaan. Disamping itu adanya tambahan pendapatan dari penjualan serbuk gergaji yang mampu meningkatkan laba operasional, disisi lain adanya penurunan produk cacat sehingga biaya pengerjaan kembali produk cacat ikut menurun dan pendapatan penjualan produk cacat yang terjual setelah diperbaiki mampu mempengaruhi laba operasional.
4.2.2 Pengaruh Produk Sampingan Secara Parsial Terhadap Laba Operasional Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Pengaruh produk sampingan terhadap laba operasional dapat dilihat dari indikator yang digunakan yaitu harga jual produk sampingan, jumlah produk sampingan yang terjual (X1) serta pendapatan operasional dikurangi beban operasional (Y). BerdasarakanHasil perhitungan SPSS Versi 17.0 nilai koefisien korelasi pada tabel coefficient a (Lampiran 1) diperoleh sebesar 0,864 yang berarti bahwa produk sampingan mempuyai hubungan yang sangat kuat terhadap laba operasional karena berada pada interval korelasi diantara 0,80 – 1,00 (Tabel 3.2). Besarnya pengaruh produk sampingan terhadap laba operasional adalah sebesar (0,864)2 = 0,7465 atau sebesar 74,65% yang berarti produk sampingan secara parsial menerangkan laba operasional sebesar 74,65% sisanya sebesar 25,35% yaitu faktor lain yang tidak diteliti seperti biaya pemasaran, biaya distribusi.Untuk
65
melihat signifikan tidaknya besar pengaruh tersebut, maka dilakukan uji t atau cukup dengan melihat nilai Sig. Hasil outputspss. Pada tingkat keyakinan 95% dengan kriteria penolakan Ho, jika thitung< t½α, maka diperoleh t hitung sebesar 3.434 dengan mengambil taraf signifikan α sebesar 5%, nilai t½α adalah sebesar 2.776, sehingga thitung>t½α atau dihasilkan nilai Sig. = 0.026< α = 0.05 ; dari pengujian tersebut maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk sampingan secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap laba operasional. Besarnya pengaruh tersebut disebabkan karena adanya penambahan jumlah produksi tiap tahunnya karena permintaan konsumen cukup tinggi hal ini dapat dilihat dari peningkatan laba operasional yang diperoleh, dengan begitu maka produk sampingan berupa serbuk gergaji ikut bertambah pula karena tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, disamping itu serbuk gergaji juga memiliki nilai jual yang tiap tahunnya naik, apabila dikalikan dengan jumlah produk sampingan yang terjual maka nilainya akan besar.
4.2.3 Pengaruh Produk Cacat Secara Parsial Terhadap Laba Operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Pengaruh produk cacat terhadap laba operasional dapat dilihat dari indikator yang digunakan yaitu :Jumlah produk cacat yang terjual setelah diperbaiki, Biaya pengerjaan kembali produk cacat, Pendapatan penjualan produk cacat yang telah diperbaiki (X2) dan Pendapatan operasional dikurangi biaya operasional (Y)
66
Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan SPSS Versi 17.0, besarnya nilai korelasi pada tabel Coefficient a (Lampiran 1) diperoleh sebesar 0,477 atau 47,7%, dimana hal tersebut menunjukan bahwa produk cacat dengan laba operasional mempunyai hubungan yang sedang karena berada pada interval diantara 0,40 – 0,599 (Tabel 3.2). Besarnya pengaruh produk cacat terhadap laba operasional adalah sebesar (0,477)2 = 0,2275 atau sebesar 22,75% yang berarti produk cacat secara parsial tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap laba operasional sebesar 22,75%. Untuk melihat signifikan tidaknya besar pengaruh tersebut, maka dilakukan uji t atau cukup dengan melihat nilai Sig. Hasil output spss. Untuk pengujian secara parsial antara produk cacat (X 2) terhadap laba operasional (Y) dapat dilihat dari hasil perhitungan SPSS Versi 17.0. Dengan kriteria penolakan Ho, jika t hitung< t½α, maka diperoleh thitung sebesar 1.085 dengan mengambil taraf signifikan α sebesar 5% maka nilai t½α adalah sebesar 2.776, sehingga thitung > t½α atau dihasilkan nilai Sig. = 0,339< α = 0,005 ; dari pengujian tersebut maka Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk cacat secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap laba operasional.
4.2.4 Pengaruh Produk Sampingan dan Produk Cacat Secara Simultan Terhadap Laba Operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya Di dalam menentukan seberapa kuat pengaruh produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional, maka terlebih dahulu harus diketahui
67
variabel-variabel yang diperlukan untuk diolah dan dianalisis dimana variabelvariabel tersebut terdiri atas dua variabel bebas (Independet Variable) yaitu variabel yang tidak dipengaruhi variabel lain, dalam hal ini yaitu produk sampingan dan produk cacat sedangkan yang menjadi variabel terikat (Dependent Variabel) yaitu laba operasional. Setelah melakukan penelitian dan memperoleh data yang diperlukan, maka dilakukan pengujian hipotesis yang diajukan.Dalam pengujian hipotesis dilakukan serangkaian langkah-langkah uji statistik yaitu uji regersi linier berganda, analisis korelasi dan analisis koefisien determinasi.Dengan pengujian statistik diatas dapat diketahui penaksiran derajat korelasi produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional. Dari data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS Versi 17.0, maka hasil perhitungan yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut : 1. Uji Regresi Linier Berganda Untuk mengetahui pengaruh Produk sampingan dan Produk cacat terhadap laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya pada periode 2007 – 2013 maka dilakukan pengujian Regresi Linear Berganda. Perhitungan dilakukan melalui program SPSS 17.0 for windows. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel coefficient terlampir, dapat disusun bentuk persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 3,144 + 3,634 X1 - 12,853 X2
68
Dari persamaan regresi tersebut dikatakan bahwa apabila produk sampingan dan produk cacat sama dengan nol (X= 0) maka laba operasionalnya sebesar Rp. 3,144. Jika produk sampingan dan produk cacat meningkat maka akan mempengaruhi laba operasi sebesar koefisien regresi masing-masing. Adapun interpretasi dari masing-masing variabel yaitu sebagai berikut :
Nilai X1 = 3,634 ; jika produk sampingan pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya meningkat sebesar Rp. 1,- maka laba operasional akan meningkat sebesar Rp. 3,634. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi produk sampingan maka laba operasional pun akan semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan perusahaan tiap tahunnya menambah jumlah produksi yang berakibat jumlah produk sampingan dalam hal ini berupa serbuk gergaji ikut bertambah karena sifat dari bahan yang tidak bisa dipisahkan.
Nilai X2 = 12,853 ; Jika produk cacat pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya meningkat sebesar Rp. 1,- maka laba operasional akan menurun sebesar Rp.12,853. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin meningkat produk cacat Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya maka laba operasional pun akan menurun. Hal tersebut dikarenakan biaya pengerjaan kembali produk cacat yang merupakan komponen biaya kualitas masih tinggi untuk setiap periodenya. Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang tinggi menunjukan jumlah produk cacat yang tinggi. Dengan adanya produk cacat maka akan timbul biaya pengerjaan ulang dan produk yg dihasilkan belum tentu sama. Selain itu, dengan adanya produk cacat
69
terutama yang telah sampai ke tangan konsumen akan membuat citra Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya menurun yang berdampak pada turunnya laba operasional. Persaman regresi tersebut menyatakan bahwa variabel produk sampingan (X1) memberikan pengaruh positif pada variabel laba operasional (Y). Sedangkan produk cacat (X2) memberikan pengaruh negatif pada variabel laba operasional. Koefisien regresi positif tersebut menunjukan semakin tinggi produk sampingan Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya maka laba operasional pun akan semakin meningkat. Sementara semakin tinggi produk cacat pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya maka laba operasional semakin menurun, artinya
perlu dilakukan quality control yang lebih baik lagi sehingga tingkat
produk cacat dapat berkurang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya laba operasional juga dipengaruhi oleh produk sampingan dan produk cacat pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya.
2. Analisis Korelasi Untuk mengetahui besarnya derajat atau kekuatan korelasi antara produk sampingan dan produk cacat dengan laba operasional, berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS Versi 17.0, diketahui nilai koefisien korelasi (R) pada tabel Model Summary (Lampiran 1) sebesar 0,971 atau 97,1%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat keeratan hubungan yang disebabkan oleh produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional adalah sebesar 97,1%. Koefisien korelasi tersebut menghasilkan angka positif, sehingga nilai
70
tersebut berada diantara 0,80-1,00 (Tabel 3.2) dan angka tersebut menunjukan terjadinya korelasi sangat kuat. 3. Analisis Koefisien Determinasi Untuk mengetahui berapa pengaruh produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional, maka rumus yang digunakan adalah : Kd = r2 x 100% Berdasarkan program SPSS Versi 17.0 yang terdapat dalam tabel Model Summary (Lampiran 1) diketahui bahwa nilai koefisien determinasi untuk R Square (R2) yaitu sebesar 0,944, maka besarnya pengaruh produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional adalah sebesar 94,4%. Dalam hal ini, laba operasional dipengaruhi oleh produk sampingan dan produk cacat sebesar 94,4%, sisanya adalah sebesar 5,6% yang merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis seperti biaya pemeliharaan perbaikan, dimana biaya ini timbul bila peralatan rusak atau tidak dapat beroperasi yang meliputi kehilangan waktu produksi, biaya pemeliharaan perbaikan biasanya lebih besar dibandingkan dengan biaya pemeliharaan pencegahan dengan indikator biaya reparasi dan biaya pergantian komponen. 4. Pengujian Hipotesis Sedangkan untuk menguji pengaruh produk sampingan dan produk cacat terhadap laba operasional secara simultan, maka dapat digunakan uji F. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya pengaruh antara ketiga variabel yaitu produk sampingan dan produk cacat sebagai variabel independen dengan laba operasional sebagai variabel dependen.
71
Berdasarkan program SPSS yang terdapat dalam tabel ANOVA b (Lampiran 1) diperoleh nilai Fhitung sebesar 33.432 kemudian Fhitung ini dibandingkan dengan Ftabel dengan dk pembilang = 2 dan dk penyebut = (7 -2 -1) = 4 dengan taraf kesalahan 5%, harga F tabel sebesar 3,634. Ternyata harga Fhitung lebih besar dari Ftabel (33,432 > 3,634), atau dihasilkan nilai Sig = 0,000 < α = 0,05 ; dari pengujian tersebut maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan diterimanya Ha bahwa pada tingkat keyakinan 95% produk sampingan dan produk cacat berpengaruh signifikan secara simultan terhadap laba operasional pada Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya. Maka dapat dijelaskan bahwa produk sampingan dalam hal ini berupa serbuk gergaji dengan sifat bahan yang tidak bisa dipisahkan dari proses produksi, yang dapat diketahui bahwa kegiatan produksi pada Perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya untuk tiap tahunnya mengalami peningkatan permintaan konsumen dan
berdampak
pada
peningkatan
produk
sampingan
sehingga
akan
mempengaruhi atau menambah laba operasional yang di dapat Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya. Untuk penjelasan produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan lagi menjadi produk yang baik. Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk pengerjaan kembali produk cacat tersebut, jika produk cacat bukan merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses produksi, tetapi karena karakteristik pengerjaan pesanan tertentu, maka biaya pengerjaan kembali produk
72
cacat dapat dibebankan sebagai biaya tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan, jika produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan produk, maka biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada seluruh produksi dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali tersebut ke dalam tarif biaya overhead pabrik. Maka dari itu dapat diartikan produk cacat tidak dapat dihindarkan oleh karena itu perlu penanganan seperti pengendalian dan pengerjaan kembali
yang
mana
hal tersebut
dapat
mempengaruhi laba operasional Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya.
73
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan berdasarkan datadata yang diperoleh dari Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya periode 2007 sampai dengan 2013, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1.
Produk sampingan, produk cacat dan laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya, adalah : a.
Produk sampingan yang diteliti pada perusahaan meubel mandiri jaya berupa serbuk gergaji. Produk sampingan tersebut langsung dijual tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu, tiap tahunnya mengalami peningkatan disebabkan jumlah produksi yang bertambah.
b. Jumlah produk cacat pada perusahaan meubel mandiri jaya tiap tahunnya mengalami penurunan dengan begitu maka biaya pengerjaan kembali produk cacat ikut menurun hal ini menjadi indikasi bahwa perusahaan meubel mandiri jaya memperhatikan kualitas produknya c. Laba operasional perusahaan meubel mandiri jaya tiap tahunnya mengalami peningkatan hal ini dikarenakan adanya penambahan produksi tiap tahunnya untuk memenuhi permintaan konsumen. 2.
Pengaruh produk sampingan secara parsial terhadap laba operasional pada Perusahaan
Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya berpengaruh signfikan
74
dikarenakan jumlah produksi yang bertambah yang berdampak meningkatnya jumlah produk sampingan yang dihasilkan. 3.
Pengaruh produk cacat secara parsial terhadap laba operasional pada Perusahaan Meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya tidak berpengaruh signifikan dikarenakan biaya pengerjaan kembali produk cacat yang digunakan tidak sesuai guna mencapai tingkat laba operasional yang dicapai perusahaan.
4.
Berdasarkan hasil penelitian, secara simultan Produk sampingan dan produk cacat berpengaruh signifikan terhadap laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya periode 2007 sampai dengan 2013. Produk sampingan dan produk cacat secara bersama-sama memberikan kontribusi atau pengaruh terhadap laba operasional pada perusahaan meubel Mandiri Jaya Tasikmalaya.
5.2 Saran Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan diatas, penulis mencoba memberikan saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi kemajuan perusahaan dimasa yang akan datang. Adapun saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1.
Bagi Perusahaan untuk mencoba memanfaatkan produk sampingan dengan mengolahnya karena memiliki nilai tambah yang lebih besar. Mengenai produk cacat untuk mengoptimalkan pelaksanaan quality control sehingga dapat menekan biaya pengerjaan ulang dan mengurangi jumlah produk cacat sehingga laba yang diperoleh dapat lebih tinggi
75
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti dengan objek dan variabel yang sama, untuk lebih dikembangkan misalnya dengan menambah bahasan variabel lain, sehingga dapat mengetahui kemampuan perusahaan dalam menjalankan
usahanya
serta
dapat
mengetahui
faktor
mempengaruhi terhadapa laba operasional yang diperoleh.
lain
yang
76
DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. 2000. Dasar – Dasar Akuntansi Biaya. Yogyakarta: BPFE AghySugandy (2013). Pengaruh Modal Kerja dan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat (Rework Cost) Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Study Kasus pada Perusahaan Wajan Elang Emas Ciamis) Amir Abdi Jusuf. 2000. Sistem Informasi Akuntasi. Jakarta: Salemba Empat Eddy Herjanto. 2006. Manajemen Operasi. Jakarta: Grasindo EuisRosidah. 2013. Akuntansi Biaya. Bandung: Mujahid Press Harnanto. 2002. Manajemen Biaya. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN Husein Umar. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Ira Febriani. (2011). Pengaruh Biaya Kualitas Dan Volume Penjualan Terhadap Laba Operasional.(Studi Kasus pada Pabrik Donatello Tasikmalaya). Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Kotler dan Armstrong.2001. Principles of Marketing. Diterjemahkan oleh Hygius. Jakarta: Erlangga Mohammad Nazir. (1999). Metodologi Penelitian. Jakarta: GHlmia Indonesia. Mudrajad Kuntjoro. 2001. Metode Kuantitatif dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 1. Yogyakarta: AMP YKPN Mulyadi.2003. Activity-Based Cost System Sistem Informasi Biaya untuk Pengurangan Biaya. Yogyakarta: AMP YKPN _______. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat Smith dan Skousen. 2002. PengantarAkuntasi Manajemen edisi 6. Diterjemahkan oleh tim penerjemah penerbit erlannga. Jakarta: Erlangga Soemarso. 2002. Pengantar Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat
77
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta Suharsimi Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Vincent Gaspersz. 2007. Organizational Exellence, Model Strategik Menuju World Class Quality Company. Jakarta. GramediaPutsaka Utama
78
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR USULAN PENELITIAN
NAMA
: JAKA MULYANA
NPM
: 103403096
JURUSAN : AKUNTANSI JUDUL
: PENGARUH PRODUK SAMPINGAN DAN PRODUK CACAT TERHADAP LABA OPERASIONAL (Studi Kasus pada Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya)
DISEMINARKAN PADA TANGGAL 26 MEI 2014
No
Nama Dosen
Jabatan
1
H. TediRustendi, SE.,M.Si., Ak.,CA
Pembimbing I
2
IwanHermansyah, SE.,M.SiAk., CA
Pembimbing II
3
Dr. JajangBadruzaman, SE.,M.Si., Ak.
Penguji I
4
Iman Pirman Hidayat, SE.,M.si., Ak
Penguji II
Tanda Tangan
Tasikmalaya, 30 mei 2014 Mengetahui Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Dr. JajangBadruzaman, SE., M.si., Ak., CA
79
LAMPIRAN
80
PERUSAHAAN MEUBEL MANDIRI JAYA TASIKMALAYA Jalan Leuwi Anyar RT. 09 RW.06 Kelurahan Sukamanah Kecamatan Cipedes Tasikmalaya
DATA PENDAPATAN PRODUK SAMPINGAN PERUSAHAAN MEUBEL MANDIRI JAYA TASIKMALAYA TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN 2013
Tahun
Harga Jual Produk Sampingan
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Rp. 1.000 Rp. 2.000 Rp. 3.000 Rp. 4.000 Rp. 4.500 Rp. 5.000 Rp. 6.000
Jumlah Produk Sampingan Yang Terjual 10.800 11.520 11.880 12.240 12.600 12.960 13.320
Pendapatan Produk Sampingan Rp. 10.800.000 Rp. 23.040.000 Rp. 35.640.000 Rp. 48.960.000 Rp. 56.700.000 Rp. 64.800.000 Rp. 79.920.000
Tasikmalaya, Juni 2014 Pimpinan, Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya
H. IDING
81
PERUSAHAAN MEUBEL MANDIRI JAYA TASIKMALAYA Jalan Leuwi Anyar RT. 09 RW.06 Kelurahan Sukamanah Kecamatan Cipedes Tasikmalaya
DATA BIAYA PENGERJAAN KEMBBALI PRODUK CACAT PERUSAHAAN MEUBEL MANDIRI JAYA TASIKMALAYA TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN 2013
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Rp. 7.750.000 Rp. 6.530.000 Rp. 4.100.000 Rp. 3.630.000 Rp. 2.950.000 Rp. 2.250.000 Rp. 2.100.000
Tasikmalaya, Juni 2014 Pimpinan, Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya
H. IDING
82
PERUSAHAAN MEUBEL MANDIRI JAYA TASIKMALAYA Jalan Leuwi Anyar RT. 09 RW.06 Kelurahan Sukamanah Kecamatan Cipedes Tasikmalaya
DATA LABA OPERASIONAL PERUSAHAAN MEUBEL MANDIRI JAYA TASIKMALAYA TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN 2013
Tahun
Laba Kotor
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
313.150.000 346.500.000 381.200.000 389.850.000 438.350.000 502.700.000 522.000.000
Beban Usaha (Biaya Operasional) 135.650.000 147.750.000 171.900.000 154.260.000 166.650.000 178.200.000 179.500.000
Laba Operasional 177.500.000 198.750.000 209.300.000 235.590.000 271.700.000 324.500.000 342.500.000
Tasikmalaya, Juni 2014 Pimpinan, Perusahaan Mandiri Jaya Tasikmalaya
H. IDING
83
Tabel 1.2 Matrik Waktu Penelitian Tahap
Prosedur Maret
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyusunan Bab 1,II,III Bimibingan Pembimbing Revisi Usulan Penelitian Acc Usulan Penelitian Persiapan Usulan Penelitian Sidang usulan penelitian Penyusunan Bab IV,V Bimbingan Pembimbing Revisi dan Acc Komprehensif Sidang Komprehensif
April
bulan Mei
Juni
Juli