BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai kota metropolitan bertumbuh sangat pesat terutama dari segi peningkatan jumlah penduduk. Menurut data sensus BPS, meskipun jumlah penduduk Jakarta 8,38 juta jiwa, namun pada siang hari Jakarta dipadati oleh para commuters sekitar 1,3 juta jiwa, sehingga penduduk Jakarta di siang hari bertambah menjadi sekitar 9,68 juta jiwa. Para commuters ini datang dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dengan tujuan bekerja atau sekolah di Jakarta.
Gambar 1.1 Data Perkembangan Sensus Penduduk Sumber: Sensus Penduduk 2010 oleh BPS
Gambar 1.2 Supply dan Demand Perkantoran dan Hunian Sumber: Survei Perkembangan Properti oleh Bank Indonesia
Berdasarkan survei Bank Indonesia, terlihat bahwa jumlah penduduk Jakarta semakin tahun bertambah namun ketersedian hunian masih sangat 1
2 terbatas. Peningkatan jumlah penduduk juga mengakibatkan tingginya kebutuhan akan lapangan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran di Jakarta, namun dari data survei tersebut terlihat bahwa tingkat ketersediaan perkantoran masih belum memenuhi tingginya permintaan dari masyarakat di Jakarta. Idealnya, seorang individu akan berangkat dari rumah menuju tempat kerjanya. Namun hal ini membutuhkan waktu dan biaya yang semakin mahal dari waktu ke waktu, karena akan banyak sekali halangan atau hambatan yang mungkin dihadapi saat di jalan. Sebagian besar waktu habis untuk kegiatan bekerja dan perjalanan di luar rumah. Untuk mengatasi permasalahanpermasalahan tersebut, ada suatu cara kreatif yang sudah banyak diterapkan di berbagai negara di dunia, yaitu dengan menerapkan konsep SOHO (Small Office Home Office). Biasanya SOHO dibuat bertingkat dengan fungsi ruang kantor di lantai bawah dan ruang pribadi di lantai atas (mezzanin). Dengan demikian SOHO menggabungkan fungsi hunian dengan kantor. Dampaknya, penghuni dapat tetap bekerja di rumah tanpa harus menghabiskan waktu dan biaya untuk bepergian atau berpindah ke tempat kerja di luar. Tentu saja tidak semua jenis profesi dapat dilakukan di kantor dengan konsep SOHO ini. Biasanya hanya pekerjaanpekerjaan tertentu saja terutama yang bergerak di bidang kreatif yang bisa menerapkan sistem ini, seperti arsitek, desainer grafis, penulis, fotografer, koki, pemusik dan sebagainya (Imelda Akmal 2010) karena umumnya mereka dalam aktivitas kerjanya tidak membutuhkan space yang terlalu besar.
Tabel 1.1 Perbandingan Kontribusi PDB Sektor Industri Nasional 2002-2008
3
Sumber: http://indonesiakreatif.net/
Tabel 1.2 Perbandingan Kontribusi NTB 14 Sektor Industri Kreatif 2002-2008
Sumber: http://indonesiakreatif.net/
Gambar 1.3 Rata-rata Pertumbuhan PDB Subsektor Industri Kreatif tahun 2002-2008 Sumber: http://indonesiakreatif.net/
4 Tabel 1.3 Perbandingan Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Nasional 2002-2008
Sumber: http://indonesiakreatif.net/
Berdasarkan data statistik yang dihimpun oleh indonesia kreatif.net, terlihat bahwa industri kreatif termasuk bidang usaha penyumbang pendapatan negara terbesar ke-6 (berdasarkan survei rata-rata dari tahun 2002-2008). Hal ini semakin diperkuat dengan tingkat jumlah tenaga kerja yang cukup banyak yaitu sebanyak 7,74% rata-rata dari seluruh tenaga kerja di Indonesia dan menduduki peringkat ke-5. Ini cukup membuktikan bahwa peran industri kreatif sangat besar dan memiliki andil yang cukup penting dalam pertumbuhan ekonomi baik regional maupun secara nasional. Namun, pertumbuhan industri kreatif di Indonesia masih berpusat di Jakarta dan sekitarnya, sehingga ada kebutuhan yang sangat tinggi akan lahan bisnis di Jakarta. Ini yang mendasari penulis memilih industri kreatif sebagai bidang usaha yang cocok untuk diterapkan akitivitasnya di dalam unit SOHO. Untuk kota yang sangat padat bangunannya seperti kota Jakarta ini, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di daerah pusat kota dengan segala aspek kehidupannya dan yang berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka persebaran pembangunan
5 harus dialihkan perhatiannya ke daerah pinggiran kota. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Jakarta. Salah satu teori yang menjelaskan gejala perkembangan kota yaitu teori kekuatan dinamis yang dikemukakan oleh Colby pada tahun 1959. Salah satu hal yang mendasari teori ini adalah karena adanya persepsi terhadap lingkungan dari penduduk
yang
berbeda-beda
maka
timbullah
kekuatan-kekuatan
yang
menyebabkan pergerakan penduduk yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di luar kota atau daerah pinggiran kota. Djoko (PT Antilope Madju Puri Indah) mengatakan, sebuah kawasan dapat menjadi pusat kegiatan ketika di kawasan tersebut terdapat kantor pemerintah, kelengkapan sarana dan prasarana, adanya pusat niaga, serta hunian nyaman.
Selain
itu,
Djoko
juga
mengatakan
bahwa
kepadatan
dan
ketidaktersediaan lokasi di kota Jakarta pada akhirnya akan memaksa pergeseran perekonomian dari pusat kota ke bagian pinggir kota. Oleh karena tu, PT Antilope Madju Puri Indah merencanakan untuk membangun sebuah kawasan CBD di Puri Indah walapun lokasinya di daerah pinggiran kota namun strategis karena dekat dengan Bandara Soekarno Hatta. Dengan adanya perencanaan dari PT. Antilope Madju Puri Indah yang merencanakan akan membangun dua hotel, empat office tower, enam apartemen, empat mal, dan sebuah convention center dalam kawasan Puri Indah, maka dalam desain SOHO ini nantinya akan berada di dalam master plan kawasan CBD Puri Indah tersebut. Selain itu, fungsi SOHO yang difokuskan untuk industri kreatif ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Menurut J.F. McLennan pada buku The Philosophy Of Sustainable Design (2004), sustainable design adalah upaya meminimalisir atau bahkan
6 menghilangkan dampak negatif terhadap lingkungan melalui desain yang pandai dan sensitif terhadap lingkungan. Perwujudan dan produk yang diharapkan dari sustainable design menggunakan energi yang terbarukan, minimnya dampak negatif
terhadap
lingkungan,
dan
menghubungkan
manusia
dengan
lingkungannya secara timbal balik. Sustainable architecture digunakan sebagai istilah yang menjelaskan sebuah strategi, komponen-komponen, dan teknologi dalam meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan sekaligus meningkatkan kenyamanan dan taraf hidup di beberapa kasus yang terkait. Beberapa komponen tersebut antara lain: pencahayaan alami, kualitas udara dalam ruang, pemanas ruang pasif, penghawaan alami, efisiensi energi, dll. Menurut Holger Schnädelbach, Adaptive Architecture berkaitan dengan bangunan yang didesain untuk beradaptasi dengan lingkungannya, penghuninya, dan obyek termasuk bangunan itu sendiri yang keseluruhannya dikendalikan oleh data internal. Bangunan dalam konteks adaptif ini digambarkan dengan fleksibel, interaktif atau dinamis, menmberikan kesan bahwa arsitektur itu adaptif dan bukan merupakan artefak statis, hal ini seringkali didukung oleh adaptasi komputer. Salah satu komponen dalam sustainable architecture yaitu pencahayaan alami menjadi fokus pada penelitian ini karena kebutuhan pencahayaan setiap ruang berbeda-beda bergantung pada jenis aktivitas yang terjadi di dalamnya. Aktivitas kantor pada umumnya tidak dapat menggunakan pencahayaan alami secara maksimal karena bukaan yang besar pada kantor menyebabkan timbulnya kesilauan (intensitas cahaya yang berlebih) sehingga mengganggu kenyamanan visual.
7
Gambar 1.4 Penggunaan Blind pada Kantor Sumber: http;//www.google.com/
1.2 Masalah (Isu Pokok) Dengan kondisi iklim tropis lembab, di mana potensi angin dan cahaya matahari merupakan sumber daya alam yang cukup berlimpah, maka sebisa mungkin perancangan bangunan selalu berorientasi pada pemanfaatan kondisi dan potensi alam tersebut. Matahari memberi banyak manfaat kepada kita, memberi sinar dan kehangatan yang merupakan ciri daerah tropis, serta memberi kesehatan dan energi. Anginpun sangat bermanfaat untuk memberikan kesejukan, kesegaran, kebersihan aroma dan kelegaan bernafas pada paru-paru kita. Namun pada kenyataannya sinar matahari langsung membawa serta panas ke dalam bangunan. Sinar langsung matahari hanya diperkenankan masuk ke dalam ruangan untuk keperluan tertentu atau bila hendak dicapai efek tertentu. Perlu diketahui bahwa langit di Indonesia sering sangat menyilaukan yang mengakibatkan mata menjadi penat. (Prasasto Satwiko, 2004) Umumnya kantor-kantor dan sekolah yang digunakan untuk bekerja dan belajar sering mengalami gangguan visual. Hal tersebut dikarenakan intensitas cahaya yang masuk ke dalam ruangan tidak sesuai dengan standar kebutuhan cahaya untuk aktivitas kegiatan tertentu. Untuk menyiasati permasalahan tersebut
8 banyak kantor dan sekolah yang menggunakan blind sebagai shading pada interiornya untuk mengurangi intensitas cahaya berlebihan yang masuk dalam ruangan.
1.3 Formulasi Masalah Permasalahan yang timbul yaitu: •
Bagaimana merancang unit SOHO yang dapat beradaptasi terhadap intensitas cahaya yang masuk ke dalam ruangan untuk mencapai kenyamanan visual sesuai jenis aktivitas di dalamnya?
1.4 Lingkup Pembahasan Lingkup Pembahasan Proyek: • Perancangan SOHO serta fasilitas penunjangnya yang disesuaikan dengan topik dan tema yang diangkat. Batasan Masalah: 1. SOHO • Pada proyek ini, difokuskan pada penentuan orientasi massa bangunan berdasarkan pembayangan yang diakibatkan oleh bangunan sekitar tapak pada tanggal 21 Maret, 21 Juni, 23 September, dan 22 Desember dengan batas pembayangan dari Pk 08.00 – 17.00. 2. Unit dalam SOHO • Difokuskan pada: Pengelompokan penataan ruang dan luasan unit SOHO berdasarkan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan standar kebutuhan ruang bagi pekerja industri kreatif.
9 • Kebutuhan unit SOHO pada penelitian ini dihitung berdasarkan data statistik perkembangan rata-rata jumlah tenaga kerja 14 industri kreatif. • Hasil olahan dari data statistik perkembangan rata-rata jumlah tenaga kerja 14 industri kreatif akan menentukan jumlah unit yang akan didesain dalam SOHO tersebut. 3. Penerapan konsep adaptif • Difokuskan pada: analisis terkait pencahayaan alami dengan mencari sudut bukaan shading yang sesuai untuk mendapatkan pencahayaan yang optimal bagi 14 industri kreatif sesuai standar kebutuhan lux yang ada. • Analisis yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pada saat kondisi sunny with sun (cerah), lokasi di Jakarta, tanggal 21 Maret, waktu 09.00, 12.00, dan 15.00.
1.5 Maksud Maksud dari penelitian ini adalah: •
Merancang sebuah bangunan SOHO yang mampu beradaptasi terhadap intensitas cahaya dengan sistem shading yang mampu bergerak membentuk sudut bukaan tertentu.
1.6 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: • Merancang unit-unit SOHO yang dapat beradaptasi terhadap kebutuhan intensitas cahaya untuk mencapai kenyamanan visual sesuai jenis aktivitas di dalamnya.
10 1.7 Tinjauan Pustaka Kenyamanan visual di dalam suatu ruang sangat mempengaruhi kualitas ruang tesebut. Gangguan visual akibat cahaya yang berlebih dapat menimbulkan kelelahan pada mata dan kesilauan (Prosiding Seminar Nasional, 2007). Gangguan visual terjadi akibat intensitas cahaya yang masuk dalam suatu ruangan terlalu berlebih atau kurang dari yang dibutuhkan. Penelitian Yasser Hafizs dan Aswin I. Menunjukan bahwa konsep embedded computation dapat mengembangkan perancangan arsitektur yang dapat merespon kondisi lingkungan. Dengan menggunakan metode eksperimen yang menerapkan konsep embedded computation dapat merespon berbagai kondisi lingkungan, salah satunya yaitu intensitas cahaya. Selimut bangunan yang inovatif akan lebih adaptif dan interaktif dalam merespon iklim. Namun strategi desain bangunan yang responsif terhadap iklim seperti panas matahari, pencahayaan, dan sirkulasi udara rata-rata membutuhkan biaya yang sangat besar untuk mekanisme sehingga perlu dikaji ulang agar optimal pemanfaatannya (Julian Wang, Liliana O,dkk). Permasalahan utama dari bangunan yang adaptif adalah biaya untuk mekanismenya yang mahal. Namun dengan adanya sistem camshaft pada selimut bangunan ternyata mudah diterapkan dan rendah biayanya. Sistem camshaft dalam penelitian yang sudah dilakukan merupakan prototipe mekanisme penggerak kinetik dari selimut bangunan sehingga dapat beradaptasi terhadap radiasi matahari (Firza Utama Sjarifudin, 2012) Dari beberapa jurnal yang ada, konsep penerapan desain yang adaptif ternyata sudah banyak diterapkan. Tujuannya agar bangunan dapat merespon lingkungan sekitarnya sehingga tercapai suatu efisiensi dan kenyamanan.