BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan
bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung berapi, banjir, angin puting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan oleh ulah manusia dalam pengolahan sumberdaya dan lingkungan serta konflik antar kelompok masyarakat (Depkes, RI, 2006). Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, resiko, dan dampak bencana. Penyelenggaraan bencana meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana (UU, Penanggulangan Bencana, No 24 Tahun 2007). Semula
penanggulangan
bencana
lebih
ditekankan
kepada
bantuan
kemanusiaan dan pertolongan darurat. Saat ini penanggulangan bencana juga dilakukan melalui pengurangan resiko bencana, disamping tetap memberikan bantuan kemanusiaan dan pertolongan darurat saat terjadi bencana, dilakukan juga upaya upaya penting untuk pengurangan resiko bencana dalam jangka panjang yang diintegrasikan dalam program pembangunan. Ini adalah cara yang lebih efektif untuk menyelamatkan nyawa manusia dan mengurangi kerugian akibat bencana. Perubahan
Universitas Sumatera Utara
ini disebut perubahan pola pikir dalam penanganan bencana, yang semula bersifat menunggu sampai terjadi bencana baru bertindak memberi bantuan kemanusian dan pertolongan
darurat,
berubah
menjadi
bersifat
pencegahan,
mitigasi
dan
kesiapsiagaan menghadapi bencana (Disaster Risk Reduction Aceh, 2011). Hal ini juga sejalan dengan kerangka kerja aksi Hyogo 2005-2015, membangun ketahanan bangsa dan masyarakat terhadap bencana yang merumuskan tiga hal yang perlu diperhatikan : (1) menginterasikan pengurangan resiko bencana kesetiap kebijakan dan perencanaan pembangunan berkelanjutan, (2) membangun dan memperkuat kelembagaan, mekanisme, dan kemampuan dalam ketahanan menghadapi bencana, (3) memasukkan pendekatan pengurangan resiko bencana secara sitematik dalam pelaksanaan kesiapsiagaan menghadapi bencana, tanggap darurat, dan pemulihan serta rehabilitasi bagi masyarakat yang terkena bencana (Nurjanah, 2011). Kesiapsiagaan adalah program pembangunan jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan seluruh potensi sumberdaya di wilayah agar dapat menanggulangi masalah kesehatan akibat kedaruratan dan bencana secara efisien dari tahap tanggap darurat sampai rehabilitasi secara berkesinambungan sebagai bagian dari pembangunan kesehatan yang menyeluruh (World Health Organization, 2009). Kesiapsiagaan adalah tindakan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan agar berada dalam keadaan siap untuk merespon jika terjadi bencana (Depkes, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kejadian bencana umumnya berdampak merugikan. Rusaknya sarana dan prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain lain) hanyalah sebagian kecil dari dampak bencana disamping masalah kesehatan seperti korban luka, penyakit menular tertentu, menurunnya status gizi masyarakat, stres pasca trauma, dan masalah psikososial lainnya, bahkan korban jiwa. Bencana dapat pula mengakibatkan terjadinya arus pengungsian penduduk ke lokasi lokasi yangg dianggap aman.
Hal ini tentu
menimbulkan masalah kesehatan baru diwilayah yang menjadi tempat penampungan pengungsi, mulai dari munculnya kasus penyakit dan masalah gizi serta masalah reproduksi hingga masalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, sanitasi serta menurunnya kualitas kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2006). Penanggulangan krisis akibat bencana merupakan serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, menjinakkan (mitigasi) ancaman/bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, mensiapsiagakan sumberdaya kesehatan, menanggapi kedaruratan kesehatan, memulihkan (rehabilitasi) serta membangun kembali (rekonstruksi) infrastruktur kesehataan yang rusak akibat bencana secara lintas program dan lintas sektor (Kemenkes RI, 2011). Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia) kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis akibat bencana yang terjadi. Kekurangan tenaga tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain keadaan tenaga sebelum bencana memang sudah terbatas baik dari segi jumlah dan jenisnya
Universitas Sumatera Utara
atau adanya tenaga kesehatan yang menjadi korban pada saat terjadi bencana (Kemenkes RI, 2011). Dikatakan bahwa kunci utama penanganan bencana terdapat pada pendidikan kepada penduduk, namun demikian yang penting adalah siapakah yang akan melaksanakan pendidikan kepada penduduk. Tingkat spesialis mereka pun berbeda beda seperti kelompok yang memiliki kompetensi tertentu yang bermanfaat pada saat pelaksanaan penanggulangan bencana, tenaga ahli untuk manajemen kehidupan di tempat pengungsian, tenaga ahli untuk keamanan dan informasi, bagaimana pun juga yang penting adalah bukan membina SDM khusus untuk bencana akan tetapi pelatihan yang berkelanjutan supaya SDM yang biasanya menangani fungsi tersebut pada saat normal bisa menerapkan fungsi tersebut pada saat normal bisa menerapkan fungsi tersebut pada saat darurat (Keperawatan Bencana, 2007) Keberhasilan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana ditentukan oleh kesiapan masing masing unit kesehatan yang terlibat, manajemen penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan korban massal, pelayanan kesehatan dasar di pengungsian, penanggulangan dan pengendalian penyakit, penyediaan air bersih dan sanitasi, penanganan gizi darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan logistik dan perbekalan kesehatan (Kemenkes, 2011). Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, Kementerian Kesehatan (2011), selama tahun 2006 sampai 2009 telah terjadi ekskalasi kejadian maupun jumlah korban akibat bencana. Kejadian bencana tercatat meningkat dari 162 kali (2006), 205 kali (2007), dari 271 kali
Universitas Sumatera Utara
(2009). Jumlah korban yang meninggal, hilang luka berat dan ringan tercatat 298.550 orang (2006), 353.885 orang (2007), dan 57.753 orang (2009). Dampak kerugian akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti pemukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum, dan sarana transportasi. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur ditribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk. Masalah gizi yang biasa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan anak yang berumur dibawah dua tahun (Baduta), bayi tidak mendapatkan air susu ibu karena terpisah dari ibunya, dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat yang sebelum bencana memang dalam kondisi bermasalah. Kondisi ini diperburuk dengan bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan, serta terbatasnya ketersediaan pangan lokal (Kemenkes, 2010). Masalah lain yang sering muncul adalah bantuan pangan dari dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa tidak disertai label halal dan melimpahnya bantuan susu formula dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khusus untuk bayi. Dalam pelaksanaan, upaya penanganan gizi dalam situasi darurat merupakan rangkaian kegiatan dimulai sejak sebelum terjadinya bencana melalui pembekalan tentang penanganan gizi dalam situasi darurat kepada tenaga gizi yang terlibat dalam
Universitas Sumatera Utara
penanganan bencana. Semua dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas tenaga gizi (Kemenkes RI, 2010). Kemampuan adalah upaya atau tindakan yang dapat dilakukan seseorang atau masyarakat untuk mengurangi korban jiwa, kerugian harta benda atau kerusakan. Dengan kata lain kemampuan merupakan penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki seseorang atau masyarakat yang memungkinkan mereka untuk
mempertahankan
dan
mempersiapkan
diri,
mencegah,
mengurangi,
menanggulangi, meredam resiko bencana, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana (Disaster Rsik Reduction Aceh, 2011). Keberadaan wilayah Kabupaten Aceh Besar jika ditinjau dari berbagai jenis bencana cukup memiliki tingkat kerawanan yang membutuhkan kesiapsiagaan. Kabupaten Aceh Besar merupakan wilayah yang memiliki indeks risiko tinggi untuk bencana gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, banjir, kebakaran hutan, kebakaran gedung dan pemukiman. Selain itu bencana kekeringan dan erosi untuk wilayah Aceh Besar tergolong dalam indeks risiko sedang (Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014). Selama ini penangulangan bencana di bidang kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabapaten Aceh Besar terdapat di bawah seksi pelayanan medik, dimana tenaga gizi belum dilibatkan secara langsung dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, tenaga gizi juga belum pernah mendapatkan sosialisasi mengenai bagaimana seharusnya bertindak jika terjadi bencana di wilayah kerja. Koordinasi juga masih dirasakan kurang sehingga hanya jika telah ditemukan kasus gizi buruk, barulah
Universitas Sumatera Utara
kemudian tenaga gizi dilibatkan, padahal jika tenaga gizi ikut dalam tim kesehatan tersebut, dapat melakukan pemantauan sehingga munculnya kasus gizi buruk sudah dapat diidentifikasi lebih awal ketika masih berada dalam kondisi gizi kurang. Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki ancaman bahaya dari berbagai jenis bencana yang membutuhkan kesiapsiagaan semua unsur, dimana salah satunya adalah sumber daya tenaga kesehatan terutama tenaga gizi dalam penanggulangan bencana. Kesiapsiagaan yang dimaksud ini merupakan upaya upaya yang difokuskan kepada pengembangan rencana rencana menghadapi bencana. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menganalis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
1.2.
Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut diatas maka rumusan
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis kesiapsiagaan
tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
Universitas Sumatera Utara
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia kesehatan. 2. Sebagai masukan bagi Badan Penanggulangan Bencanan Daerah Aceh Besar 3. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar selaku pelaksana pelayanan gizi darurat kepada masyarakat ketika bencana terjadi.
Universitas Sumatera Utara