BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem
perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara.Perekonomian terbuka membawa suatu dampak ekonomis yaitu terjadinya perdagangan Internasional antar negara-negara di dunia. Adanya perbedaan mata uang yang digunakan baik di negara yang mengimpor maupun mengekspor akan menimbulkan suatu perbedaan nilai tukar mata uang (kurs). Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Santoso, 2007:121). Nilai tukar suatu negara ditentukan dari nilai satu unit mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara berubah maka nilai tukarnyapun akan berubah secara subtansial. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beberapa fundamental seperti tingkat suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar (M2) dan produk domestik bruto (PDB) riil. Resiko nilai tukar merupakan perubahan yang tidak diharapkan, pada nilai tukar tersebut telah terbukti secara empiris bahwa variabel ekonomi makro seperti suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar (M2) dan PDB (riil) mempengaruhi nilai tukar mata uang disuatu negara dengan negara lain.
1
2
Namun krisis moneter yang melanda Indonesia sampai sekarang telah memporak porandakan perekonomian Indonesia yang semula mengalami perturnbuhan ekonomi yang pesat, sehingga menimbulkan terjadinya inflasi. Akibat inflasi yang terus menerus meningkat dan peningkatannya tidak dapat dikendalikan, membuat semua bidang ekonomi terkena imbasnya dan nilai tukar rupiah akan meningkatkan harga tradable goods dalam mata uang domestik. Akibatnya harga - harga dalam negeri juga akan meningat melalui exchange ratepass through. (Wijoyo & Santoso, 1999: II ) Gejolak nilai tukar yang berlebihan tidak sesuai dengan sasaran kepentingan jangka panjang karena kestabilan nilai tukar dapat mendistorsi tingkat daya saing ekonomi, mengurangi efisiensi alokasi sumberdaya dan meningkatkan ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi. Karekteristik Indonesia sebagai SmallAnd Open Economy, menganut sistem devisa bebas dan ditambah dengan penerapan sistem nilai tukar mengambang (Free Floating) menyebabkan pergerakan nilai tukar dipasar menjadi sangat rentan oleh pengaruh faktor- faktor ekonomi dan non ekonomi, (Ramelan 1998:2). Sedangkan menurut (Levi:1996) menyatakan bahwa nilaitukar yang terbentuk akan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor fundamental, teknik serta fsikologis yang terakumulasi dalam priode tertentu. Ketiga faktor tersebut berimplikasi pada suatu kondisi nilai tukar yang cendrung fluktuatif dan penuhketidakpastian(Uncertainty of exchangerates) yang pada gilirannya akan mempengaruhi perhitungan kurs. Implementasi kebijakan moneter di Indonesia dalam masa krisis saat ini dilematis, banyak sasaran yang ingin dicapai secara serentak serta tidak berfungsinya mekanisme transmisi secara
3
efesien akibat disintermediasi lembaga keuangan menyebabkan pengendalian moneter secara tidak langsung menjadi kurang efektif (Tanniden, 1998:98).Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter untuk mempertahankan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga didalam negeri. Tabel 1.1 Nilai Tukar Mata Uang ASEAN Terhadap USD, 2012-2013*(y-o-y %) 2012 30-Agust-13 Brunei Darussalam 4,7 -3,3 Kamoja 1,8 -1,8 Indonesia -8,7 -13,3 Laos 1,8 0,4 Malaysia 4,4 -8,9 Myanmar -13360 -12,8 Filipina 7,1 -9,4 Singapura 5,4 -4,1 Thailand 4,3 -5,7 Vietnam 2,1 -2,5 Sumber : Bloomberg (http://macroeconomicdashboard.com) Negara
*30 Agustus 2013 ( Myanmar Pada tahun 2012 mengalami penyesuaian nilai mata uang). Pada Tabel 1.1 diketahui bahwa nilai tukar di negara- negara kawasan ASEAN cenderung mengalami penurunan atau depresiasi terhadap USD. Penurunan paling besar dialami oleh Indonesia (Rupiah) yaitu dengan depresiasi sebesar 13,3%, yang kedua dialami oleh Myanmar (Kyat) yaitu dengan depresiasi sebesar 12,8%. Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika), akibat
4
adanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath), salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang- barang yang diimpor Indonesia dari LN. Lonjakan barang- barang impor ini menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual dalam negeri meningkat baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama pada barang yang memiliki kandungan barang impor yang tinggi. Perkembangan nilai tukar rupiah atau permintaan dan penawaran selalu mengalami fluktuasi. Fluktuasi permintaan dan penawaran valas akan berdampak pada perekonomian suatu negara. Pengaruh fluktuasi permintaan dan penawaran valas akan semakin besar jika suatu negara menganut sistem perekonomian terbuka termasuk Indonesia, dimana perdagangan bebas yaitu aktivitas ekspor dan impor akan sering terjadi. Bank Indonesia selaku otoritas moneter mempunyai tugas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan UU No.23 tahun 1999 tentang tugas Bank Indonesia untuk menjaga dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah. Secara teoritis, stabilitas rupiah mempunyai makna ganda, yaitu stabilitas nilai tukar rupiah terhadap harga barang dan jasa (inflasi) dan stabilitas nilai rupiah terhadap mata uang negara lain (nilai tukar atau kurs rupiah). Transaksi ekspor dan impor dan aliran dana modal dari suatu negara ke negara lain memerlukan pasaran valuta asing, yaitu pasaran yang melakukan pertukaran (jual beli) diantara satu mata uang dengan mata uang lainya. Untuk melakukan pertukaran atau jual beli tersebut di butuhkan kurs valuta
5
asing.Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal penting bagi perekonomian suatu negara karena hal tersebut merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendorong perekonomian di suatu negara dari gejolak perekonomian global.Penentuan sistem nilai tukar didasarkan pada beberapa pertimbangan
yakni
keterbukaan
perekonomian
suatu
negara
terhadap
perekonomian Internasional, tingkat kemandirian suatu negara dalam mengatur kebijakan ekonomi nasionalnya dan aktivitas perekonomian suatu negara.Sejalan dengan fungsinya tersebut, kebijakan nilai tukar juga digunakan oleh suatu negara sebagai salah satu kebijakan ekonominya. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik dan stabil (Salvatore, 1997:75) Permintaan dan penawaran valas atau nilai tukar berpengaruh terhadap besaran pertumbuhan ekonomi. Pengaruhnya terjadi antara lain melalui perdagangan internasional (ekspor impor), inflasi dan tingkat suku bunga. Pertumbuhan ekonomi pada umumnya diukur dengan persentase dari Real Gross Domestic Product (GDP). Berbagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi antara lain: liberalisasi perdagangan, aliran modal, investasi, inovasi teknologi dan peranan human capital. Dalam perkonomian terbuka, tingkat pertumbuhan ekonomi juga akan dipengaruhi oleh nilai tukar. Pengaruh nilai tukar terhadap tingkat pertumbuhan dapat dilihat baik melalui jalur agregat supply (AS) yakni melalui pembentukan capital dan knowledge, maupaun melalui agregat demand (AD) yakni melalui perdagangan internasional (ekspor-impor).
6
Pasar valas dapat diartikan sebagai terjadinya pertukaran atau jual-beli antara satu mata uang dengan mata uang lainnya.Oleh karena itu, transaksi valas yang terjadi dengan satu orang dengan orang lainnya tanpa memperhatikan tempat transaksinya, seperti transaksi valas di pedagang valuta asing (money changer), di bank, dan transaksi valas antar bank, dapat diartikan sebagai pasar valas.Namun, dalam penelitian ini pasar valas dibatasi hanya pada transaksi valas yang terjadi di perbankan domestik (bank berfungsi sebagai pasar valas), dan dilaporkan oleh bank ke Bank Indonesia melalui laporan harian bank umum (LHBU). Penawaran valuta asing adalah aliran valas masuk ke pasar, sehingga transaksi beli valas (Jual rupiah) oleh bank dimana bank menerima valas dari counterpart (lawan transaksi), dan sebagai lawan transaksinya bank, bank menyerahkan rupiah pada counterpart dengan jumlah yang ekivalen. Penawaran valas berasal dari ekspor barang dan jasa yang menghasilkan valas atau penjualan barang-barang dan jasa ke negara lain. Sebaliknya, permintaan valas adalah aliran valas ke luar dari bank yang direpresentasikan oleh transaksi jual valas oleh bank. Akumulasi dari seluruh transaksi beli dan jual valas oleh seluruh bank akan menunjukan posisi bank sebagai net beli (transaksi beli lebih besar daripada transaksi jual). Permintaan valas berasal dari impor barang dan jasa yang menghasilkan valuta asing atau membeli barang-barang dan jasa dari negara lain. Sebaliknya, pemintaan valas adalah aliran valas ke luar dari bank yang direpresentasikan oleh transaksi jual valas oleh bank. Akumulasi dari seluruh transaksi beli dan jual valas oleh seluruh bank akan menunjukan posisi bank sebagai net beli (transaksi beli lebih besar dari pada transaksi jual). Permintaan
7
valas berasal dari impor barang dan jasa yang menghasilkan valas atau membeli barang-barang dan jasa dari negara lain. Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan valas adalah pendapatan nasional, indeks harga konsumen dan tingkat suku bunga. Pergerakan nilai tukar juga bagaikan pedang bermata dua, misalnya pada saat terjadi depresiasi pihak eksportir akan diuntungkan karena harga relatif produk ekspor Indonesia menjadi lebih murah. Sebaliknya depresiasi rupiah merugikan pihak importir karena akan meningkatkan biaya impor. Depresiasi juga meningkatkan tekanan inflasi dimana apabila inflasi meningkat cukup signifikan akan berdampak negatif bagi seluruh aspek-aspek perekonomian termasuk inflasi, tingkat suku bunga, pendapatan nasional dan ekspor-impor.
Tabel 1.2 Perubahan Inflasi Beberapa Negara ASEAN Tahun 2011-2012 (%) Negara
2011
2012
Indonesia
3,8
4,3
Malaysia
3
1,6
Filipina
4,2
3,2
Singapura
5,5
4,3
Thailand
3,5
3,6
Sumber : Bloomberg (http://macroeconomicdashboard.com) Pada tabel 1.2 beberapa negara di Kawasan ASEAN laju inflasinya mengalami penurunan, kecuali Indonesia dan Thailand yang mengalami
8
peningkatan. Pertumbuhan inflasi yang paling besar dialami oleh Indonesia yaitu sebesar 0,5% sedangkan Thailand hanya 0,1%. Sedangkan penurunan yang paling besar dialami oleh Singapura sebesar 1,2%. Berfluktuasinya tingkat inflasi di Indonesia dengan beragam faktor yang mempengaruhi mengakibatkan semakin sulitnya pengendalian inflasi, sehingga dalam pengendaliannya pemerintah harus mengetahui faktor-faktor pembentuk inflasi.Inflasi di Indonesia bukan saja merupakan fenomena jangka pendek, seperti dalam teori kuantitas dan teori inflasi Keynes, tetapi juga merupakan fenomena jangka panjang (Baasir, 2003:267).
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka judul penelitian ini adalah PENGARUH
PDB,
PERDAGANGAN
INFLASI,
JUMLAH
INTERNASIONAL
UANG
TERHADAP
BEREDAR NILAI
DAN
TUKAR
RUPIAH PER DOLAR AS PERIODE 1994-2013
1.2
Identifikasi masalah Dari latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan masalah sebagai
berikut :
9
Berapa besar pengaruh PDB, Inflasi ,Jumlah Uang Beredar dan perdagangan Internasional (Ekspor-Impor) terhadap nilai tukar rupiah secara parsial maupun simultan. 1.3
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui besarnya pengaruh PDB, Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan PerdaganganInternasional (Ekspor-Impor) terhadap nilai tukar rupiah secara parsial maupun simultan.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1
Kegunaan Teoritis/Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat
teoritis berupa : 1. Memberikan tambahan sumber referensi bagi perpustakaan fakultas ekonomi, khususnya mengenai nilai tukar dan perdagangan Internasional 2. Menguji apakah teori yang digunakan sebagai landasan pembentukan model dapat menjelaskan pergerakan nilai tukar rupiah. 1.4.2
Kegunaan Praktis/Empiris Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat
praktis berupa : 1. Untuk melengkapi program perkuliahan S1, program studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
10
2. Memperkaya referensi penelitian maupun pengambilan kebijakan terkait dengan nilai tukar rupiah