BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yesus memulai pelayananNya dari sebuah tempat di kawasan utara Palestina. Di daerah inilah Yesus memilih murid-muridNya yang pertama, tepatnya di tepi danau Galilea. Kesaksian Alkitab mengatakan bahwa murid Yesus berjumlah dua belas orang laki-laki. Mereka ini dipanggilNya untuk menyertai Dia dalam perjalananNya. Mereka belajar banyak dari pengalaman hidup bersama Yesus selama kurang lebih tiga tahun. Dari murid yang sama sekali tidak mengerti mengenai tugas pelayanan Yesus sampai mereka mengerti segala pekerjaan Yesus ketika Yesus mati dan bangkit kembali. Menjadi rekan kerja dan bahkan dianggap sebagai sahabat Yesus sang Guru merupakan sebuah status istimewa yang diperoleh para murid. Perhatian terhadap masyarakat yang hidupnya bergantung pada orang lain, dalam relasi sosial dikucilkan, ditolak, tidak dianggap dan tidak diperlakukan sebagai manusia merupakan sentralisasi pelayanan Yesus. Karena itu, intisari pelayanan Yesus adalah mengangkat masyarakat yang demikian agar secara hukum, agama maupun sosial mereka memiliki kesetaraan derajat dengan orang lain kaum berpunya Dalam hal pemuridan pun Yesus menerapkan intisari pelayananNya ini. Yesus hidup dalam balutan budaya patriarkal yang sangat kuat yang tidak saja menomorduakan perempuan tetapi juga anak-anak. Perempuan dan anak-anak diperlakukan sebagai harta milik laki-laki dalam hal ini suami dan ayah sehingga lakilaki bebas melakukan apa saja terhadap harta miliknya. Mereka tidak dipandang sebagai subjek melainkan sebagai objek. Selain itu, terdapat berbagai pantangan yang harus
1
dijauhi oleh perempuan dalam tradisi Yahudi berkaitan dengan hukum pentahiran yang ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama. Keterikatan budaya semacam ini menekan dan membentuk paradigma berpikir masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua yang sepenuhnya bergantung pada laki-laki sehingga tidak seharusnya perempuan berdiri sejajar apalagi berdiri lebih tinggi dari laki-laki dalam status sosial. Pemikiran yang mendarah daging ini lahir dari pemahaman bahwa Allah menciptakan laki-laki dari debu tanah dan perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Perempuan dibentuk dari laki-laki sehingga perempuan memiliki kedudukan di bawah laki-laki.1 Hadir dengan upaya pembaharuan terhadap budaya semacam ini Yesus menunjukkan pembaharuanNya dengan penerapan model pemuridan yang sederajat antara murid laki-laki dan perempuan. Schüssier Fiorenza mengatakan bahwa “kaum perempuan merupakan murid-murid teladan dan saksi-saksi apostolik” mereka bahkan memiliki peranan yang cukup besar di antara para murid laki-laki lain.2 Sebut saja beberapa perempuan seperti Maria Magdalena, Yohana isteri Khuza, Susana dan perempuan lainnya yang menyertai dan menyokong pelayanan Yesus selama hidupnya. 3 Mereka tipe murid yang setia yang mengikuti Yesus dari jalan salib sampai pada penyaliban Yesus dan menjadi murid yang mendengar pengakuan kepala pasukan Romawi bahwa Yesus adalah Anak Allah. Dari cerminan kesetiaan ini, menangis dan mencari mayat Yesus yang hilang membuat Yesus menampakkan diri kepada Maria Magdalena. Bukankah kesetiaan menunggu gurunya merupakan sikap yang harus dimiliki oleh seorang murid sejati? Sementara murid laki-laki lainnya diam dalam rumah yang terkunci rapat. 1
Anne Clifford. Memperkenalkan Teologi Feminis (Maumere : Ledalero, 2002), 111-112 Elisabeth Schüssier Fiorenza. Untuk Mengenang Perempuan itu. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1995), 424 3 Lukas 8:2-3 2
2
Model pemuridan Yesus yang sederajat ini tidak diungkapkan tanpa alasan yang kuat. Robin Scroggs yang dikutip Schüssier Fiorenza menulis bahwa komunitas yang dipanggil Yesus memenuhi ciri-ciri khusus suatu komunitas keagamaan tertentu, yakni: yang menolak sebuah pandangan tentang realitas yang diterima yang begitu saja oleh para pemimpin Yahudi, komunitas yang sederajat dan tidak ditata secara hierarkis, komunitas yang menawarkan kasih dan penerimaan terhadap semua yang bergabung di dalamnya, khususnya mereka yang terbuang, sebagai sebuah perhimpunan sukarela, kelompok Yesus menuntut komitmen total, gerakan Yesus mempunyai akar dan dukungan yang utama di antara kaum tidak berpunya dan orang-orang miskin yang menderita.4 Ciri komunitas yang sederajat dan tidak ditata secara hierarkis, memberi kita dua pemahaman sekaligus. Pertama, ada kesetaraan derajat antara semua murid yang bergabung dalam komunitas Yesus, kesetaraan ini dapat dimaknai dalam dua hal: setara dalam hal kedudukan sebagai murid Yesus dan setara dalam gender. Kedua, adanya komunitas non-hierarkis yang memungkinkan kesetaraan di antara para murid sehingga tidak ada yang mendominasi dan yang tersubordinasi. Jelaslah bahwa gerakan Yesus pada masa pelayananNya adalah gerakan pemuridan yang sederajat antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, dapatlah kita simpulkan bahwa Yesus tidak saja memiliki murid laki-laki tetapi juga memiliki murid perempuan. Contoh yang memperkuat pendapat ini adalah penyebutan ”Rabuni” untuk Yesus oleh Maria Magdalena dalam Yohanes 20:16. Maria Magdalena tidak akan menyapa Yesus dengan sapaan Rabuni jika ia tidak sedang menempatkan diri sebagai seorang murid Yesus. Namun gambaran mengenai Maria Magdalena yang kita kenal tidak lebih dari pada seorang pelacur yang bertobat yang mengikuti Yesus sampai ke
4
Schüssier Fiorenza. Untuk Mengenang, 105
3
salib bahkan oleh Paus Gregory I pada abad 6 diidentifikasi sebagai perempuan yang mencuci kaki Yesus dengan rambutnya dalam Lukas 7:37.
Pengidentifikasian ini terkait erat dengan asal usul nama Maria Magdalena. Magdalena berasal dari kata Magdala dan Magdala adalah kota di pesisir Danau Galilea yang merupakan kota makmur yang terkenal akan hasil perikanannya yang melimpah. Kota ini dihancurkan oleh bangsa Romawi karena kebejatan moral masyarakatnya. Lebih jauh lagi, dalam Talmud, dari kata Magdalena terbentuklah istilah "rambut keriting wanita" yang berarti seorang pezinah. Meskipun perempuan berdosa dalam Lukas 7:37 tidak secara khusus diidentifikasikan sebagai Maria Magdalena yang darinya diusir tujuh setan seperti dinyatakan dalam Lukas 8:2. Apalagi akhir-akhir ini muncul buku The Da Vinci Code oleh Dan Brown yang membeberkan fakta bahwa Maria Magdalena menikah dengan Yesus dan memiliki keturunan yang membentuk suatu garis silsilah rajani Merovingian yang hingga kini masih ada di Prancis dan dilindungi oleh suatu masyarakat rahasia Priory of Sion.5
Gambaran-gambaran mengenai Maria Magdalena yang sampai pada orang Kristen saat adalah gambaran yang sangat memojokkan posisi Maria Magdalena sebagai perempuan yang tidak saja berdosa tetapi tersubordinasi karena tulisan-tulisan tentangnya sangat sarat dengan bias patriarkal. Padahal jika sekilas mendalami peristiwa yang terjadi dalam Yohanes 20:11-18 akan didapatkan gambaran yang jauh berbeda dengan kesan-kesan yang diterima selama ini. Maria Magdalena tidak sedang ditonjolkan sebagai seorang perempuan pelacur oleh Yohanes melainkan seperti
5
Berdasarkan film The Da Vinci Code, produksi Skylark Entertainment yang disadur dari Novel The Da Vinci Code oleh Dan Brown. Bdk ulasan Ioanes Rakhmat. Yesus, Maria Magdalena dan Makan Keluarga. (Tangerang: Sirao Credentia Center, 2007), 18
4
seorang murid yang setara dengan murid laki-laki lainnya dan bahkan memiliki peran yang jauh lebih mulia dibanding murid laki-laki. Maria Magdalena menjadi istimewa karena peristiwa penampakan diri Yesus sang Guru pertama kali disaksikan oleh dirinya. Titik tolak iman akan Yesus Kristus berawal dari kebangkitanNya. Intisari iman kristen adalah Yesus yang mati dan Kristus yang bangkit. Tidak ada iman akan Yesus jika Ia tidak bangkit. Karena itu, kebangkitan Yesus menjadi penting bagi iman Kristen. Peristiwa yang penting ini disaksikan pertama kali oleh Maria Magdalena seorang perempuan dan ia menjadi the apostle to the apostles, yakni rasul di atas segala rasul karena ialah yang pertama kali dipercayakan Yesus untuk memberitakan berita kebangkitanNya kepada murid yang lainnya. Teks ini memperlihatkan Maria Magdalena dalam kacamata yang berbeda sama sekali dari apa yang sudah diterima dan pahami selama ini. Secara tidak langsung teks ini mau mengatakan bahwa Maria Magdalena merupakan salah satu dari murid-murid Yesus yang pada masa kemudian oleh gereja awal dan Kekristenan dikonstruksi menjadi hanya dua belas murid laki-laki.
Berangkat dari garis pemikiran semacam ini, maka penulis akan mencoba menelusuri dan melakukan penelitian terhadap Maria Magdalena khususnya pada model pemuridan yang dialaminya sebagai murid Yesus dalam komunitas model pemuridan yang sederajat yang memungkinkan dia menjadi seorang murid perempuan yang padanya Yesus berkenan menampakkan diri. Penelusuran ini akan dilakukan dengan cara mengikis dan melucuti bungkusan-bungkusan budaya patriarkal yang memaksakan profil Maria Magdalena ditampilkan demikian oleh tulisan-tulisan yang ada saat ini. Penulis akan berusaha memunculkan Maria Magdalena dalam kacamata pemahaman yang baru dengan melakukan studi hermeneutik terhadap teks Yohanes 20:11-18 dengan pendekatan teologi feminis. Teks ini dipilih dari sekian banyak teks yang
5
memuat data mengenai Maria Magdalena karena menurut penulis teks inilah yang paling relevan dengan tujuan penelitian dalam tulisan ini disamping merupakan teks yang paling tepat sebagai bahan perbandingan model pemuridan yang sederajat oleh Yesus dan perkembangan komunitas ini pada masa kemudian setelah masa Yesus dan juga teks yang sangat menonjolkan peran serta Maria Magdalena bagi perkembangan awal Kekristenan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengangkat judul ini: Maria Magdalena Dan Pemuridan Yang Sederajat Suatu Studi Hermeneutik Feminis Terhadap Model Pemuridan yang Sederajat Dari Kisah Maria Magdalena dalam Yohanes 20:11-18
1.2. Batasan masalah Agar dalam penulisan proposal ini tidak berkembang ke banyak arah maka penulis akan membatasi penelitian hanya pada studi hermeneutik feminis terhadap model pemuridan yang sederajat dari kisah Maria Magdalena dalam teks Yohanes 20:11-18 1.3. Rumusan Masalah Bagaimana ide model pemuridan yang sederajat dari kisah Maria Magdalena dalam Yohanes 20:11-18 dari pendekatan hermeneutik feminis dan bagaimana rekonstruksinya bagi pemahaman tersebut? 1.4. Tujuan penelitian Melakukan rekonstruksi terhadap model pemuridan yang sederajat dari kisah Maria Magdalena dalam Yohanes 20:11-18 dari pendekatan hermeneutik feminis
6
1.5. Metodologi 1.5.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hermeneutik dengan pendekatan feminis. Teks Yohanes 20:11-18 akan dikritik dan ditafsir dalam bingkai pemahaman teologi feminis. 1.5.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dengan mengumpulkan informasi dengan literatur berupa buku-buku serta karya tulis atau pun sumber bacaan yang dapat menyumbangkan informasi seputar informasi yang dibutuhkan dalam tulisan ini. 1.6. Manfaat Penelitian Dari latar belakang, rumusan masalah dan tujuan masalah yang telah dijelaskan di atas, manfaat yang dapat disaring dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat teoritis: untuk memperoleh pemahaman baru dan kerangka berpikir teoritis yang baru mengenai model pemuridan yang sederajat dari kisah Maria Magdalena serta rekonstruksi terhadap pemahaman tersebut.
2.
Manfaat praktis: memberikan sumbangan pemikiran yang positif mengenai model pemuridan yang sederajat dalam hubungannya dengan bias pembelajaran yang baik di sekolah maupun di gereja yang masih sangat sarat akan nilai-nilai patriarkal. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi angin segar terutama bagi perempuan untuk terus memperkaya diri dengan cerminan pengalaman hidup Maria Magdalena dan juga model pemuridan Yesus Kristus.
7
1.7. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan yang akan disampaikan dalam penulisan ini adalah Bab 1 akan berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi, manfaat penelitian, dan kerangka teoritis. Bab 2 akan berisi pandangan-pandangan beberapa teolog feminis mengenai cara pandang dan cara memahami serta metode yang digunakan. Bab 3 akan berisi latar belakang injil Yohanes serta penafsiran hermeneutik feminis terhadap teks Yoh 20:11-18. Bab 4 akan berisi cara membaca teks Yoh 20:11-18 dan relevansinya model pemuridan yang sederajat dalam kehidupan bergereja. Bab 5 akan berisi kesimpulan serta saran bagi penelitian lanjutan.
8
9