BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan Agustus 1945 menandakan akhir dari Perang Dunia II saat Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Kekalahan tersebut membawa Jepang ke dalam masa pendudukan oleh Sekutu. Pada tanggal 26 Juli 1945, Deklarasi Potsdam 1 yang ditujukan kepada Jepang diumumkan. Deklarasi Potsdam ditandatangani oleh ketiga pemimpin Sekutu yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Cina, yang berisikan bahwa Jepang harus menyerah kepada pasukan Sekutu. Terdapat 13 pasal dalam deklarasi ini yang intinya adalah untuk menetapkan syarat-syarat penyerahan bagi Jepang2. Sekutu memberikan pilihan kepada pemerintah Jepang untuk menyerah tanpa syarat atau merasakan kehancuran total oleh Sekutu. Pada awalnya pemerintah Jepang tidak memperdulikan deklarasi tersebut. Amerika Serikat kemudian mengambil tindakan dengan menjatuhkan bom atom pertama di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan bom atom kedua di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Kerugian yang dirasakan Jepang karena bom atom yang dijatuhkan oleh Sekutu tersebut sangatlah besar. Jumlah korban jiwa di Hiroshima adalah antara 70,000–80,000 jiwa dan di Nagasaki 35,000–40,000 jiwa serta kurang lebih 70,000 jiwa terluka3.
1
Lihat lampiran 1 Occupation of Japan:Policy and Progress (New York: Greenwood Press, 1969), hlm 38 3 U. S. Strategic Bombing Survey: The Effects of the Atomic Bombings of Hiroshima and Nagasaki, June 19, 1946 (President's Secretary's File, Truman Papers), hlm 36 2
1
2
Kondisi ini diperparah dengan pernyataan perang dari Uni Soviet pada tanggal 8 Agustus 1945 yang melihat keadaan Jepang yang sedang lemah akibat serangan bom atom. Keadaan tersebut menyebabkan Jepang menyampaikan penyerahan pada tanggal 10 Agustus 1945. Jepang bersedia untuk menerima deklarasi Potsdam dengan syarat bahwa deklarasi tersebut tidak berisi permintaan yang dapat merendahkan hak istimewa Kaisar sebagai pusat pemerintahan tertinggi. 4 Pada tanggal 11 Agustus, mewakili Sekutu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat menyampaikan balasan atas permintaan Jepang, yang menyatakan bahwa sejak masa penyerahan, wewenang Kaisar dan Pemerintah Jepang dalam menjalankan pemerintahan akan tunduk kepada Panglima Tertinggi Pasukan Pendudukan Sekutu yang akan mengambil langkah yang dianggap perlu untuk menjalankan syarat-syarat penyerahan. Hal ini mengindikasikan penolakan dari pihak Sekutu atas permintaan Pemerintah Jepang. Kerugian perang yang sangat besar, serangan bom atom terhadap dua kota besar di Jepang dan pernyataan perang dari Uni Soviet membuat pemerintah Jepang segera mengambil keputusan untuk menerima Deklarasi Potsdam demi menghindari kehancuran yang lebih parah. Pada tanggal 14 Agustus 1945 pemerintah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Keesokan harinya melalui siaran radio Kaisar Hirohito mengumumkan bahwa perang telah selesai kepada masyarakat Jepang,
4
Occupation of Japan: Policy and Progress, Op. Cit., hlm 4
3
Penerimaan Deklarasi Potsdam oleh pemerintah Jepang tersebut menandakan dimulainya masa pendudukan Sekutu di Jepang. Berdasarkan pasal tujuh dari Deklarasi Potsdam, Sekutu berhak menduduki Jepang dalam jangka waktu yang tidak ditentukan sampai tujuan dari deklarasi tercapai. Dalam masa pendudukan Sekutu yang berlangsung kurang lebih selama tujuh tahun dari 1945 hingga 1952, Jepang harus mengikuti instruksi dari sekutu dalam menjalankan pemerintahannya serta melaksanakan kebijakan-kebijakan yang disampaikan oleh Sekutu. Pada tanggal 2 Oktober 1945 Sekutu mendirikan sebuah markas besar di Tokyo yang dikenal dengan nama Markas Besar Pasukan Sekutu (Rengou Kokugun Saikou Shireikan Soushireibu) yang menandakan dimulainya masa pendudukan. Kekuasaan tertinggi pemerintah pendudukan Sekutu di Jepang terletak pada Panglima Tertinggi Pasukan Sekutu (Rengou Kokugun Saikou Shireikan) atau yang lebih dikenal dengan Supreme Commander of the Allied Powers (SCAP). SCAP dipimpin oleh seorang jenderal dari Amerika Serikat yang bernama Douglas MacArthur. Tugas utama dari SCAP adalah menjadi perantara antara pemerintah Amerika Serikat dengan pemerintah Jepang. Setelah pembentukan
SCAP
dilanjutkan
dengan
dibentuknya
juga
dua
badan
multinasional yaitu Komisi Timur Jauh (Kyokutou Iinkai) di Washington dan Dewan Sekutu untuk Jepang (Tainichi Rijikai) di Tokyo. Komisi Timur Jauh yang dipimpin Amerika Serikat bertugas menetapkan garis besar kebijakan pendudukan yang kemudian disampaikan kepada Jenderal MacArthur sebagai pemimpin SCAP. Dewan Sekutu untuk Jepang bertugas memberikan nasehat kepada SCAP.
4
Walaupun pendudukan terhadap Jepang mengatasnamakan Sekutu, dalam kenyataannya garis besar dan arah kebijakannya di Jepang lebih didominasi dan ditentukan oleh Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat dari peran Amerika Serikat sebagai pemimpin Komisi Timur Jauh dan SCAP sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Sekutu di Jepang dijabat oleh Jenderal MacArthur dari Amerika Serikat. Jadi karena itu peran Amerika Serikat sangat dominan dalam mereformasi dan mengatur Jepang sesuai dengan kebijakan dan kepentingan Amerika Serikat. Sebagai negara yang diduduki oleh Sekutu, Jepang tidak lagi mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan pemerintahan sendiri tanpa campur tangan dari Sekutu. Sekutu menduduki Jepang untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang tercantum dalam Deklarasi Portsdam, terutama demiliterisasi dan demokratisasi. Selama masa pendudukan Sekutu di Jepang, sebagai pelaksanaan agenda kebijakan demiliterisasi dan demokratisasi tersebut, maka dimulailah pelaksanaan reformasi di Jepang dalam berbagai bidang seperti bidang politik, sosial dan ekonomi oleh Sekutu. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II meninggalkan banyak masalah dalam bidang sosial dan ekonomi di dalam negeri Jepang. Selama masa perang, kota-kota yang penting bagi Jepang seperti Tokyo, Osaka, Nagoya, Kobe, dan Yokohama diserang oleh pasukan Sekutu melalui serangan udara. Penyerangan pasukan Sekutu tersebut bukan hanya menghancurkan fasilitas penting untuk transportasi di Jepang seperti bandara, pelabuhan, jalan raya, rel kereta api tetapi juga menghancurkan sebagian besar infrastruktur seperti pemukiman penduduk,
5
gedung-gedung dan pabrik. Kehancuran dari wilayah pemukiman memunculkan masalah sosial karena banyak orang yang kehilangan tempat tinggal. Bidang ekonomi juga terkena imbasnya karena pabrik dan pusat-pusat industri juga hancur mengakibatkan kegiatan produksi terhenti. Hal tersebut menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan sehingga menambah jumlah pengangguran yang sebelumnya sudah cukup tinggi karena demiliterisasi. Jepang juga mengalami kekurangan persediaan makanan bagi rakyatnya karena terjadi gagal panen dan produksi pangan mengalami penurunan setelah perang berakhir. Tabel 1. Kerugian Jepang Atas Perang Dunia II (dalam jutaan-yen pada masa akhir perang) Aset
Sebelum Perang
Setelah perang
Presentase Kehancuran
Aset Total
253,130
188,852
25.4%
Perkapalan
9,125
1,796
80.3%
Mesin Industri
23,346
15,352
34.2%
Bangunan
90,435
68,215
24.6%
Material Industri
32,953
25,089
23.9%
Aset Rumah Tangga
46,427
36,869
20.6%
Komunikasi dan Persediaaan Air
4,156
3,497
15.9%
Listrik dan Gas
14,933
13,313
10.8%
Kereta dan Kendaraan Darat
15,415
13,892
9.9%
Sumber: Economic Stabilization Board, A Comprehensive Report on the War Damage of Japan Caused by the Pacific War, 1949. Hubungan perdagangan dengan negara asing dan daerah koloni Jepang juga menjadi terputus. Selain itu Jepang sebagai negara yang kalah harus membayar ganti rugi perang dan kehilangan daerah koloninya di luar negeri seperti Manchuria, Korea, dan lain-lain. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II
6
sangat memengaruhi keadaan perekonomian di Jepang. Keadaan perekonomian pada masa setelah perang menjadi semakin buruk dengan bertambahnya jumlah pengangguran dalam skala besar, penurunan jumlah produksi, persediaan pangan yang tidak mencukupi, inflasi yang parah hingga munculnya pasar gelap. Masalah-masalah ekonomi tersebut membuat keadaan dan situasi di dalam negeri menjadi bertambah kacau dan sulit dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Takafusa Nakamura seorang ahli ekonomi dari Universitas Tokyo berpendapat di dalam pendahuluan buku yang berjudul Postwar Reconstruction of the Japanese Economy oleh Okita Saburo, bahwa hal yang paling penting dalam perekonomian Jepang yang hancur karena perang adalah bagaimana membangun dan memulihkan kembali perekonomian di dalam negeri untuk memperbaiki dan menjamin kelangsungan hidup rakyatnya5. Pada masa awal pendudukan Sekutu, kebijakan yang disampaikan oleh SCAP masih berdasarkan tujuan utama dari Deklarasi Potsdam yaitu berkonsentrasi pada demiliterisasi dan demokratisasi, sehingga kebijakan ekonomi yang diinstruksikan oleh SCAP pada awal masa pendudukan bertujuan untuk mendukung demiliterisasi dan demokratisasi. Pada saat itu, bidang ekonomi belum menjadi prioritas utama dalam kebijakan yang diambil SCAP. Tetapi kondisi perekonomian Jepang yang hancur dan banyak masalah yang terjadi setelah perang menyebabkan pelaksanaan tujuan utama dari Deklarasi Postdam menjadi terhambat. Selain itu kebijakan Sekutu di Jepang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik internasional seperti perang dingin dan perang Korea. 5
Okita, Saburo. Postwar Reconstruction of the Japanese Economi (Tokyo University Press, 1992), hlm x
7
Dengan terjadinya perang dingin dan Perang Korea, pemerintah Amerika Serikat terpaksa mengubah arah kebijakan ekonomi Sekutu bagi Jepang. Melihat Jepang di masa sekarang, masa pendudukan Sekutu di Jepang paska Perang Dunia II berpengaruh bagi kemajuan dan kemakmuran yang dicapai Jepang. Berbagai reformasi yang dilakukan Amerika Serikat selama masa pendudukan membawa keuntungan bagi Jepang. Kenyataan bahwa Amerika Serikat yang membentuk kebijaksanaan pendudukan dan memulihkan kedaulatan Jepang telah menentukan kerangka ekonomi Jepang dalam periode paska perang baik dalam negeri maupun secara internasional6. Arah kebijakan ekonomi yang diambil Sekutu ditujukan untuk mendukung penuh pembangunan kembali perekonomian Jepang. Sejak saat itu Amerika Serikat menjadikan Jepang sebagai salah satu sekutunya di Asia untuk membendung pengaruh komunis. Selama masa pendudukannya di Jepang, peran Amerika Serikat sangat besar dalam menentukan kebijakan ekonomi bagi Jepang. Kebijakan-kebijakan seperti pemecahan zaibatsu, reformasi tanah pertanian, rencana Dodge tersebut mampu mengarahkan dan mendorong pemerintah Jepang untuk menstabilkan dan memulihkan kembali perekonomian Jepang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang, pertanyaan utama yang dapat diajukan adalah bagaimana pengaruh pendudukan Sekutu terhadap kebangkitan ekonomi Jepang yang terpuruk oleh Perang Dunia II?
6
Kunio, Yoshihara. Perkembangan Ekonomi Jepang. (Jakarta: Gramedia, 1983). hlm 23
8
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan skripsi ini adalah menjelaskan pengaruh pendudukan Sekutu dalam pembangunan kembali perekonomian Jepang setelah Perang Dunia II. 1.4 Ruang Lingkup Ruang
lingkup
penulisan
difokuskan
pada
situasi
dan
kondisi
perekonomian Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II pada tahun 1945 sampai akhir masa pendudukan Sekutu pada tahun 1952. Dalam masa pendudukan tersebut pemerintah Jepang melaksanakan kebijakan-kebijakan ekonomi
Sekutu
yang
pada
akhirnya
membantu
membangkitkan
perekonomiannya yang hancur karena Perang Dunia II. 1.5 Landasan Teori Untuk memperoleh penjelasan yang memadai terhadap suatu peristiwa sejarah yang bersifat kompleks, diperlukan suatu pendekatan multi dimensional, artinya bahwa di samping menggunakan pendekatan historis yang difokuskan pada urutan-urutan suatu peristiwa, juga digunakan pendekatan beberapa disiplin ilmu sosial yang lain. Dengan demikian diperlakukan teori-teori dan konsepkonsep dari disiplin ilmu yang lain yang mempunyai penjelasan lebih baik untuk menganalisis fenomena yang lebih luas dan memuaskan. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Interdependensi atau saling ketergantungan. Interdependensi terjadi ketika dua negara atau lebih bekerjasama demi mencapai tujuan tertentu. Kerjasama tersebut menyebabkan saling ketergantungan antara kedua negara, di mana kedua negara
9
saling membutuhkan satu sama lain. Dalam bukunya, Yanuar menjelaskan bahwa interdependensi kekurangan dari
merupakan
saling
masing-masing
ketergantungan negara
yang
mempertemukan
melalui keunggulan komparatif
masyarakat7 Pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran dari Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye dalam bukunya Power and Interdependence. Menurut Keohane dan Nye, dapat ditarik kesimpulan bahwa interdependensi merupakan hubungan saling ketergantungan ekonomi dan ekologi global, dan juga mendekati karakteristik seluruh hubungan antara beberapa negara. Ketergantungan yang cukup kompleks ini memunculkan proses politik yang khas, yaitu tujuan suatu negara akan menjadi bervariasi berdasarkan masalah di wilayah dengan politik daerah yang bersangkutan8 Teori interdependensi dalam penelitian ini menjadi panduan dalam memahami pengaruh dari adanya kerjasama antara Amerika Serikat dan Jepang, sehingga berpengaruh terhadap kebangkitan perekonomian Jepang. Teori interdependensi juga dapat menjelaskan sisi ketidakadilan dalam suatu kerjasama. Interdependensi atau saling ketergantungan tidak mungkin berjalan seimbang bagi masing-masing pihak. Karena pasti ada salah satu negara yang lebih diuntungkan sementara yang lain berada di bawahnya. Akan terjadi diskriminasi, baik dalam bidang ekonomi, politik dan budaya yang pada umumnya dirasakan oleh negara
7
Yanuar, Ikbar. Ekonomi Politik Internasional 2: Implementasi Konsep dan Teori.
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) hlm 183 8
Keohane, Robert O. & Joseph S. Nye. Power and Interdependence; Third Edition. New York: Longman Pub. Group, 2000) , hlm 5.
10
yang berkedudukan lebih rendah. Namun sejatinya kerjasama yang diraih akan menguntungkan kedua negara yang terlibat. 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode sejarah, yaitu melalui proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan pengalaman masa lampau. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan sumber-sumber, hal ini dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang mempunyai relevansi dengan tema. Karena keterbatasan penulis dalam mendapatkan sumber primer, maka sumber-sumber sekunder yang digunakan. Salah satu yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini adalah buku Occupation of Japan: Policy and Progress. 2. Melakukan verifikasi, yaitu menguji keotentikan dan kredibilitas sumber yang digunakan dengan melihat referensi dari sumber-sumber yang digunakan. 3. Melakukan interpretasi, yaitu dengan melakukan penyimpulan sementara dan menggunakan
teori
interdependensi
sebagai
alat
analisis
dalam
menginterpretasikan kerangka tulisan; 4. Melakukan penyusunan, yaitu dengan menyusun kerangka tulisan tersebut dalam bentuk historiografi yang jelas. Berdasarkan pemikiran ini, penulis akan mengkaji alasan mengapa pendudukan Sekutu memberikan pengaruh terhadap kebangkitan ekonomi Jepang setelah Perang Dunia II.
11
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun menjadi empat bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang membahas ide dari penyusunan skripsi ini, yang berisi latar belakang, perumusan masalah, ruang lingkup penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua membahas pembentukan struktur pemerintah pendudukan dan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Sekutu bagi Jepang. Bab ketiga membahas kebijakan-kebijakan ekonomi Sekutu bagi Jepang. Bab keempat adalah penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang diuraikan dalam penulisan skripsi ini.