BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gaya hidup di kota-kota besar yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah saat ini menjadi peluang bisnis yang menarik bagi para pengusaha cafe dan restoran.Hangout di kafe atau restoran telah menjadi tren gaya hidup kaum muda perkotaan untuk sekadar menanti kemacetan berakhir, menikmati koneksi internet ataupun berkumpul dengan teman usai jam sekolah, kuliah atau kerja. Besarnya peluang bisnis dalam bidang kafe dan restoran juga diiringi dengan tingginya intensitas persaingan dalam bidang tersebut. Tabel 1. 1 Perkembangan Usaha Restoran/Rumah makan Skala Menengah dan Besar di Provinsi Jakarta 2007-2011 Usaha/Perusahaan Tahun Jumlah Pertumbuhan (%) 2007
720
-
2008
1028
42.78
2009
1311
27.53
2010
1359
3.66
2011
1361
0.15
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2011) Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa jumlah usaha restoran di Jakarta berkembang pesat pada tahun 2008dengan pertumbuhan sebesar 42.78%, dan terus menurun hingga tahun 2011 dengan angka pertumbuhan 0.15%. Penurunan ini dapat disebabkan tingginya tingkat persaingan sehingga menciptakan hambatan bagi pengusaha baru untuk masuk ke dalam industri ini. Menurut Schmitt (1999) , terjadi peralihan tren konsumsi dari komoditas, barang, dan jasa menjadi pengalaman (experiences). Seiring dengan perubahan ini,
1
2
strategi marketing tentunya juga harus disesuaikan sehingga dapat menyampaikan value secara efektif kepada konsumen. Tidak lain dalam industri restoran, kini tidak cukup dengan hanya berfokus pada fitur dan manfaat (konsep traditional marketing), dalam hal ini makanan yang rasanya lezat yang dapat mengenyangkan perut. Perubahan gaya hidup ini membawa perubahan strategi pemasaran dalam bisnis restoran untuk memperhatikan suasana, desain interior dan eksterior, keramahtamahan (hospitality), dan faktor intangible lainnya untuk menciptakan distinctive capabilities. Fokus usaha restoran dan kafe saat ini telah berorientasi pada penciptaan pengalaman yang berkesan bagi konsumen agar kesan tersebut senantiasa melekat dalam benak mereka yang selanjutnya akan mempengaruhi perilaku mereka dalam jangka panjang. Strategi ini disebut dengan experiential marketing. Tidak hanya di industri restoran, pendekatan experiential marketing juga dapat diterapkan secara luas di industry-industri lainnya.Menurut Maghnati (2012) dalam penelitiannya yang mengeksplorasi experiential marketing dan experiential value dalam industri smartphone, kebanyakan dari produsen smartphone sudah mulai menanamkan konsep experiential marketing dan experiential value dalam memposisikan dan mempromosikan produknya. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menginvestigasi hubungan antara experiential marketing dan experiential value diantara pengguna pengguna smartphone di Malaysia. Dari 550 kuisioner yang didistribusikan secara cross sectional,
dilakukan analisis regresi menggunakan
software SPSS dan ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara sense experience, feel experience, act experience, relate experience, dan think experience dengan experiential value.Akan tetapi hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan, karena itu untuk penerapan di industri restoran masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Miao-Que Lin dan Yi-Fang Chiang (2009) melakukan penelitian eksploratori mengenai experiential marketing pada sebuah restoran di Taiwan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman tentang perceived value dari sudut pandang experiential marketing, dengan menyertakan variabel lainnya seperti environmental stimuli, perceived service quality, perceived merchandise quality, perceived price, emotion, dan behavior intention. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan LISREL untuk menganalisa dan memodifikasi model penelitian,
3
kemudian 289 kuisioner yang valid diperiksa menggunakan SEM dan MLE (Maximize Likelihood Estimate). Hasil analisa dari penelitan ini menunjukkan bahwa perceived experiential value memiliki pengaruh yang positif dan langsung terhadap behavior intention, dan sejalan dengan Wen, ditemukan juga bahwa perceived service
quality
memiliki
pengaruh
secara
langsung
terhadap
perceived
experientialvalue, dan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap behavior intention. Dalam penelitian lainnya yang dilakukan pada festival kembang api Penghu Ocean, Wen-Chieh Hsieh (2012) menegaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi perceived value konsumen secara langsung. Penelitian tersebut menganalisa faktor kognitif dari wisatawan terhadap situasi festival kembang api Penghu Ocean, dan berfokus pada attraction, kualitas layanan, dan customer behavioral intention. Dari penelitian ini didapatkan 593 kuisioner yang valid dengan target turis di sekitar laut Penghu dan jalan-jalan kota yang ramai dengan teknik random sampling, yang selanjutkan diolah menggunakan analisa SEM (Structure Equation Modeling). Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas layanan tidak memiliki pengaruh langsung terhadap behavioral intention, namun mempengaruhi secara tidak langsung melalui perceived value. Ditemukan juga bahwa attraction memiliki pengaruh langsung pada kualitas layanan.Selain itu, Wen juga menegaskan kembali bahwa attraction saja tidak cukup, melainkan harus didukung dengan kualitas layanan agar turis ingin berkunjung kembali.Sama halnya bagi bisnis restoran yang juga bergerak di bidang jasa, kualitas layanan merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan selain memberikan experience kepada konsumen.Kualitas layanan harus dijaga untuk mendukung konsep experiential marketing yang diterapkan jika ingin meningkatkan loyalitas konsumen. Meskipun hasil penelitian memberikan hasil yang cukup konstan, Miao dan Yi (2009) mengusulkan bahwa toko dengan atribut yang berbeda perlu dipelajari secara individual, karena berbagai atribut yang dikombinasikan akan memberikan hasil akhir yang berbeda, karena itu peneliti terinspirasi oleh penelitian-penelitian di atas untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh experiential marketing dan service quality terhadap experiential value dan dampaknya pada customer behavioralintention pada restoran yang berbeda, yaitu Strawberry Café yang terletak di Tanjung Duren, Jakarta.
4
Strawberry Cafe merupakan salah satu kafe di Jakarta yang menerapkan konsep experiential marketing.Didirikan oleh Putra Priyadi pada tahun 2004 dengan nama awal Waroeng Strawberry. Setelah 2 tahun, lokasi café ini dipindahkan ke daerah yang lebih strategis di Tanjung Duren, dan namanya diganti menjadi Strawberry Café karena dinilai lebih memiliki daya tarik.Desain interior kafe dibuat sangat unik, yaitu bertema serba stroberi dan membuat pengunjung merasa sedang berada di kebun stroberi. Di kafe ini juga dihidangkan menu makanan dan minuman menggunakan bahan baku stroberi dan dihidangkan dengan ciri khas Strawberry Cafe. Ternyata selain desain interiornya yang unik dan penyajian makanannya yang khas, yang menjadi daya tarik utama kafe ini adalah fasilitas boardgames yang disediakan. Pada awalnya games yang disediakan sangat sederhana dan sedikit, seperti permainan monopoli dan kartu, dengan tujuan untuk menghibur pengunjung selama menunggu pesanan mereka. Segera terlihat bahwa pengunjung sangat menikmati fasilitas games ini sehingga Strawberry Café pun menambah ragam dan jumlah games yang disediakan sehingga lama-kelamaan menjadi daya tarik utama Strawberry Café.Sekarang sudah tersedia ±500 jenis games yang dapat dimainkan oleh pengunjung sepuasnya. Strawberry Café juga sudah membuka cabang di Lenteng Agung dan berencana untuk membuka cabang lainnya di Bandung dan Surabaya dengan sistem franchise.Namun yang menjadi salah satu kendala yaitu Strawberry Café belum mendapat franchisee. Berdasarkan keterangan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Strawberry Café merupakan objek yang tepat sebagai bahan penelitian karena telah menerapkan konsep experiential marketing melalui desain interior kafe, produk yang disajikan, dan fasilitas games yang disediakan.Selain itu diharapkan juga dengan hasil penelitian ini dapat membantu Strawberry Café meyakinkan calon franchisee yang berpotensial.
5
1.2 Identifikasi Masalah 1. Apakah experiential
marketing
dan
service
qualitymempengaruhi
experiential value baik secara simultan maupun parsial? 2. Apakah experiential value memiliki pengaruh terhadap customer behavioral intention? 3. Apakah experiential marketing memiliki pengaruh terhadap customer behavioral intention baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan melalui experiential value? 4. Apakah service quality memiliki pengaruh terhadap customer behavioral intention baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan melalui experiential value?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan pada Strawberry Café di Tanjung Duren karena merupakan cabang pusat dan jumlah pengunjung yang lebih besar sehingga lebih banyak yang dapat diteliti.Selain itu juga mengikuti saran dari pihak management Strawberry Café yang hanya memperbolehkan penelitian dilakukan di Strawberry Café cabang Tanjung Duren.Adapun yang menjadi responden adalah komunitas Strawberry Café secara online.Penyebaran kuesioner dilakukan dengan bantuan Google Forms.
1.4Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruhexperiential marketing dan service quality secara simultan dan parsial terhadap experiential value (T-1). 2. Untuk mengetahui pengaruhexperiential valueterhadap customer behavioral intention (T-2). 3. Untuk
mengetahui
pengaruhexperiential
marketingterhadap
customer
behavioral intention baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan melalui experiential value (T-3). 4. Untuk mengetahui pengaruhservice quality terhadap customer behavioral intention baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan melalui experiential value (T-4).
6
1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Perusahaan (Strawberry Cafe): a) Dapat memberikan informasi tentang persepsi konsumen mengenai strategi experiential marketing yang diterapkan oleh Strawberry Café. b) Dapat mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh besar pada customer behavioral intention sehingga dapat ditingkatkan atau diperbaiki. 2. Manfaat bagi penulis: a) Sebagai
pengalaman
dalam
mengaplikasikan
pengetahuan
dalam
melakukan penelitian di bidang pemasaran. b) Sebagai pengalaman dalam mengaplikasikan metode analisis kuantitatif menggunakan Path Analysis dalam menyelesaikan permasalahan di bidang pemasaran. 3. Manfaat bagi pihak lain: a) Menambah wawasan mengenai experiential marketingdalam praktik nyata. b) Sebagai bahan referensi dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
1.6 State of the Art (Tinjauan Pustaka)
Tabel 1.2 State of the Art Peneliti Farshad Maghnati, Kwek Choon Ling, Amir Nasermoadeli
Judul Exploring the Relationship between Experiential Marketing and Experiential Value in the Smartphone Industry
Keyword Experiential marketing, sense experience, feel experience, act experience, relate experience, think experience, experiential value
Wen-Chieh Hsieh
A Study of Tourists on Attraction, Service Quality,
Attraction, service quality, perceived value, behavioral
Hasil Penelitian Penelitian ini menegaskan hubungan yang positif dan siginifikan antara sense experience, feel experience, act experience, relate experience, dan think experience dengan experiential value Penelitian ini menemukan bahwa attraction
7
Miao-Que Lin, YiFang Chiang
Perceived Value and Behavioral Intention in the Penghu Ocean Firework Festival
intention, Penghu Ocean Firework Festival
The Influence of Store Environment on Perceived Experiential Value and Behavioral Intention
Store environment, perceived experience value, perceived quality, perceived price, emotion
mempengaruhi service quality dan behavioral intention secara langsung, service quality memiliki pengaruh langsung yang positif pada perceived value, dan perceived value memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap behavioral intention Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor emosi tidak hanya menjadi mediasi antara design cues dan perceived price, tetapi juga secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perceived experiential value, yang selanjutkan akan berkontribusi pada behavior intention
8