BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang WHO (World Healt Organization) merekomendasikan bahwa inisiasi menyusui dini dalam satu jam pertama kelahiran, menyusu secara ekslusif selama enam bulan, diteruskan dengan makanan pendamping ASI sampai usia dua tahun. Konferensi tentang hak anak mengakui bahwa setiap anak berhak untuk hidup dan bertahan untuk melangsungkan hidup dan berkembang setelah persalinan (Roesli, 2008). Banyak tindakan yang relatif murah dan mudah diterapkan untuk meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Salah satunya adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir atau biasa disebut inisiasi menyusui dini (IMD) serta pemberian ASI Eksklusif. Hal ini didukung oleh pernyataan United Nations Childrens Fund (UNICEF), bahwa sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi (Aprillia, 2009). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri. Faktanya dalam satu tahun, empat juta bayi berusia 28 hari meninggal. Jika semua bayi di dunia segera setelah lahir diberi kesempatan menyusu sendiri
1
2
dengan membiarkan kontak kulit ibu ke kulit bayi setidaknya selama satu tahun maka satu juta nyawa bayi ini dapat diselamatkan (Roesli, 2008). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) menjadi bagian dari prosedur pertolongan Asuhan Persalinan Normal (APN). Program dimulai dari tahun 2007 dan sampai saat ini telah dihasilkan 15 fasilitator, 260 konselor ASI dan 799 mutivator/ kader (Prasetyono, 2009). Menurut World Health Organisation, (WHO) menjelaskan bahwa ASI makanan ideal, untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, ASI ekslusif selama 6 bulan merupakan cara yang paling optimal dalam pemberian makanan pada bayi. Setelah 6 bulan biasanya bayi membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng, ketika inilah nutrisi tambahan bisa diperoleh dari makanan padat dengan porsi yang sedikit, bayi-bayi tertentu dapat meminum ASI hingga berusia 12 bulan atau lebih, jika bayi terus menerus tumbuh kembang secara optimal, berarti ASI bisa memenuhi kebutuhan dengan baik (Prasetyono, 2009). Bayi yang diberikan susu selain ASI, mempunyai 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar terkena infeksi saluran pernafsan (ISPA), salah satu faktor adalah karena buruknya pemberian ASI, khususnya tidak berhasilnya ASI secara ekslusif (Depkes, RI 2005). Berdasarkan hasil penelitian yaitu bayi yang diberi kesempatan menyusu dini dengan meletakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama disusui. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan untuk meyusu dini, hasilnya
3
59% dan 38% yang masih disusui. Bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini tinggal 29% dan 8% yang masih disusui di usia yang sama (Roesli, 2008). Di Aceh khususnya banyak ibu-ibu yang telah banyak tau apa itu Inisiasi Menyusu Dini tetapi tetap saja tidak mau melakukannya dengan alasan ASI tidak mau keluar dan air susu yang pertama keluar (kolostrum) di anggap air susu basi dan harus di buang. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, jumlah ibu yang melahirkan secara normal pada tahun 2012 sebanyak 3450 orang (Dinkes Kabupaten Aceh Selatan, 2012). Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Trumon, jumlah ibu yang melahirkan secara normal pada tahun 2012 sebanyak 103 orang ( Puskesmas Trumon, 2012). Adapun data awal yang peneliti lakukan dari hasil wawancara dengan beberapa ibu yang melahirkan normal yang ada di Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan, dari 12 ibu yang melahirkan normal yang di wawancarai 3 orang di antaranya melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap bayinya dan mengatakan ASI banyak keluar, dan 9 ibu lainnya mengatakan tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terhadap bayinya dan mengatakan ASI kurang dan sedikit.
4
Berdasarkan data tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Waktu Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah “ Adakah Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Waktu Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan ? ”
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Waktu Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan ibu post partum tentang Inisiasi Menyusu Dini terhadap waktu pengeluaran ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan.
5
b.
Untuk mengetahui pengaruh sikap ibu post partum tentang Inisiasi Menyusui Dini terhadap waktu pengeluaran ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan.
D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Peneliti Dapat menambah ilmu dan pengalaman dalam menganalisa serta menyelesaikan masalah dalam bentuk penelitian sederhana, serta dapat menambah pengetahuan peneliti untuk mengembangkan diri dan disiplin ilmu kebidanan khususnya tentang pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap waktu pengeluaran ASI pada ibu post partum. 2. Untuk responden. Sebagai bahan masukan khususnya ibu post partum sehingga dapat melakukan Inisiasi Menyusu Dini terhadapa bayinya. 3. Untuk institusi pendidikan. Sebagai bahan masukan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswi, khususnya di STIKes U’Budiyah Banda Aceh sebagai referensi dan tinjauan pustaka. 4. Untuk lahan penelitian Hasil penelitian ini dirahapkan menjadi masukan dan informasi yang berguna di Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan, sehingga diharapkan dapat terjadinya peningkatan Inisiasi Menyusu Dini pada ibu post partum terhadap pengeluaran ASI.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Inisiasi Menyusu Dini 1. Pengertian IMD atau Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi diletakkan di dada ibu dan dibiarkan bergerak untuk mencari puting susu ibunya sendiri. Menurut penelitian diperkirakan sebanyak 22% kematian bayi baru lahir dapat di cegah bila bayi di susui oleh ibunya dalam satu jam pertama kelahiran. Pada satu jam pertama ini bayi harus disusukan pada ibunya, bukan untuk pemberian nutrisi tetapi untuk belajar menyusu atau membiasakan menghisap puting susu dan mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi ASI kolostrum (Cendika, 2010). Pemberian ASI untuk bayi baru lahir disebut inisiasi menyusu dini (IMD). Langkah- langkahnya sebagai berikut: a. Sekitar 30 menit atau 1 jam setelah melahirkan, bayi yang baru dilahirkan langsung di tengkurapkan di atas dada atau perut sang ibu. b. Kemudian bayi dengan instingnya akan mencari puting susu ibunya. Ibupun dapat membantunya dengan memberikan rangsangan, sentuhan lembut, juga mendekatkan sang bayi pada puting susu. c. Inisiasi dapat berlangsung selama 30 menit hingga 1 jam. Ibu, tentu saja harus bersabar menunggu bayinya mendapatkan puting susu.
7
Inisiasi menyusui dini (IMD) sangat bermanfaat untuk kesehatan bayi. Dengan IMD, bayi akan mendapatka kolostrum yang sangat bermanfaat untuk bayi. Bayi dapat terhindar dari penyakit infeksi, baik di saat di dalam kandungan maupun pascapersalinan. Selain itu, manfaat lain dari IMD adalah dapat membantu refleks berfikir bayi. Inisiasi menyusui dini (IMD) juga merupakan upaya mencegah meningkatnya kematian bayi. Dengan mendapatkat IMD, bayi yang baru lahir akan mudah untuk menyusui pada ibunya (Cendika, 2010). Inisiasi menyusui dini harus dilakukan pada saat yang tepat, yakni pada bayi baru lahir dan belum di bersihkan langsung diletakkan di atas perut atau dada ibu. IMD ini akan memberikan motivasi pada ibu untuk menyusui bayinya. Inisiasi menyusui dini ini juga dapat dilakukan untuk bayi yang lahir dengan cara caecar (Cendika, 2010). Inisiasi dini juga bermanfaat untuk ibu, yaitu akan memberikan rasa nyaman dan tenang. Selain itu, meredam rasa sakit dan mengurangi perdarahan pascapersalinan. Hal ini karena sentuhan dan isapan bayi pada puting susu ibu, akan membantu merangsang produksi hormon oksitosin. Hormon ini akan merangsang kontraksi rahim dan membantu plasenta keluar dengan alami. Hormon oksitosin ini juga merangsang mengalirnya ASI dari dalam payudara ibu ke mulut bayi (Cendika, 2010). Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan IMD: a.
Penting untuk diketahui oleh para ibu bahwa IMD dilakukan begitu bayi lahir dan belum dibersihkan.
8
b.
Suami dan keluarga sangat berperan dalam mendampingi dan memberikan dukungan.
c.
Letakkan bayi dalam posisi tengkurap di atas dada atau perut ibu. Biarkan sang bayi mencari puting susu ibunya sendiri. Ibu dapat memberinya sentuhan lembut dan mendekatkan bayinya ke dekat puting susunya tanpa memaksa.
d.
Ibu harus sabar dalam melakukan inisiasi dini. Biasanya bayi akan mendapatkan puting susu ibunya mencapat waktu sekitar 30 menit, bahkan lebih (Cendika, 2010).
2. Manfaat Menyusui a. Manfaat bagi bayi Air susu ibu mengandung zat yang sangat baik untuk bayi. Kalori dari ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai 6 bulan. Di samping itu ada beberapa manfaat lain yang perlu diketahui oleh para ibu, yaitu: 1) Sebagai sistem imunitas yang baik Bayi yang mendapat ASI dari ibunya akan memiliki sistem imunitas (daya tahan tubuh) yang lebih baik daripada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI. Kadar imunoglubin (zat-zat yang membentuk kekebalan tubuh) yang sangat tinggi terdapat pada kolostrum, yaitu cairan kuning kental yang merupakan ASI pertama yang keluar setelah ibu melahirkan. ASI juga mengandung zat
kekebalan
tubuh
(antibodi)
yang
perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
dapat
memberikan
9
2) Memiliki IQ lebih tinggi Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki IQ (Intelligence Quotient) lebih tinggi daripada bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI. 3) Perkembangan psikomotrik lebih cepat Menurut penelitian, bayi yang mendapat ASI, memiliki perkembangan psikomotrik yang lebih cepat dari bayi yang tidak mendapatkan ASI. Bayi yang mendapatkan ASI, dapat berjalan dua bukan lebih cepat dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu formula. 4) Menunjang perkembangan kognitif Bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki daya ingat dan kemampuan bahasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang tidak pernah mendapatkan ASI dan hanya diberi susu formula. 5) Membantu mengurangi gigi dari kerusakan Bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki perlindungan gigi yang lebih baik. Sebab, adanya kadar selenium (mineral penting yang sangat sibutuhkan oleh tubuh sebagai antioksidan untuk meredam aktivitas radikal bebas) dalam ASI yang cukup tinggi. 6) Menunjang perkembangan penglihatan Bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki perkembangan penglihatan yang baik. Sebab, didalam ASI mengandung asam lemak omega 3.
10
7) Membantu bayi cepat berbicara Saat menyusu pada ibu, bayi melakukan gerakan menghisap yang lebih kuat sehingga akan membantu memperkuat otot pipi. Hal ini dapat membantu bayi cepat berbicara. 8) Memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi Saat menyusui, ibu dan bayi akan bersentuhan kulit. Hal ini akan memberikan rasa hangat dan nyaman pada bayi. Dekapan sang ibu, akan membuat bayi merasa nyaman dan aman. Proses menyusui ini akan meningkatkan kedekatan antara bayi dan ibu. 9) Membantu sistem pencernaan ASI merupakan susu yang paling aman. Sebab, cenderung bebas dari bakteri. Hal ini akan membuat bayi tidak mendapat masalah dalamproses pencernaannya. Justru, dalam ASI terdapat zat-zat yang dapat membantu sistem pencernaan bayi (Cendika & Indarwati, 2010).
b. Manfaat bagi ibu 1) Mencegah perdarahan Menyusui bayi setelah lahir, dapat merangsang kontraksi otototot pada saluran ASI dan menbuat ASI keluar. Selain itu, juga membantu merangsang kontraksi rahim dan mencegah terjadinya perdarahan.
11
2) Mencegah anemia defisiensi zat besi Dengan
menyusu
dapat
mencegah
perdarahan
pascapersalinan. Hal ini, dapat mengurangi terjadinya resiko defisiensi (kekurangan) darah yang menyebabkan anemia pada ibu. 3) Mengurangi berat badan Ketika menyusu jumlah kalori yang terbakar adalah sebesar 200 hingga 500 kalori per hari. Hal ini tentu saja dapat membantu ibu mengurangi perat badan. 4) Sebagai ungkapan kasih sayang Saat menyusu hubungan batin ibu dan anak akan bertambah kuat. Ibu akan merasa dibutuhkan dan bahagia karena dapat memberikan sesuatu untuk sang bayi. Sedangkan bayi akan merasa aman dan nyaman dalam pelukan ibunya. 5) Mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium Menyusui dapat mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium. Diperkirakan persentase pencegahannya mencapai 25%. 6) Sebagai alat kontrasepsi Pemberian ASI secara ekslusif dapat berfungsi sebagai alat kontrasepsi. Isapan bayi pada payudara ibu, akan merangsang hormon
prolaktin
yang
berfungsi
menghambat
terjadinya
pematangan sel telur sehingga menunda kesuburan (Cendika & Indarwati, 2010).
12
c. Keuntungan kontak kulit bayi dan kulit ibu a. Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu. b. Oksitosin. 1) Membantu
kontraksi
uterus
sehingga
perdarahan
pasca
persalinan lebih rendah. 2) Merangsang pengeluaran kolostrum. 3) Penting untuk kelekatan hubungan ibu dan bayi. 4) Ibu lebih tenang dan lebih tidak merasa nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur pasca persalinan lainnya. c. Prolaktin. 1) Meningkatkan produksi ASI. 2) Membantu ibu mengatasi stress. Mengatasi stress adalah fungsi oksitosin. 3) Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi selesai menyusui. 4) Menunda ovulasi (Cendika & Indarwati, 2010) d. Mitos-mitos tentang menyusui UNICEF-IDAI dalam memberikan rekomendasi tentang pemberian makanan bayi pada situasi darurat mengeluarkan pernyataan bersama di Jakarta pada tanggal 7 Januari 2005, yaitu mitos tentang menyusu dapat mengurangi rasa percaya diri maupun diterimanya. Empat mitos yang paling sering adalah:
dukungan yang
13
1. Stress dapat menyebabkan ASI kering Walaupun stress berat atau rasa takut dapat menyebabkan terhentinya aliran ASI, akan tetapi keadaan ini biasanya hanya sementara
sebagaimana
reaksi
fisiologis
lainnya.
Bukti
menunjukkan bahwa menyusu dapat menghasilkan hormon yang dapat merendakan ketegangan memberikan ketenangan kepada ibu dan bayinya dan dan menimbulkan ikatan yang erat antara ibu dan anak. 2. Ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui Ibu menyusui harus mendapat
makanan tambahan agar
dapat menyusui dengan baik dan mempunyai kekuatan untuk merawat anaknya yang lebih besar. Jika kondisi ibu sangat buruk pemberian susu formula disertai alat bantu menyusui diharapkan dapat meningkatkan produksi ASI. 3. Bayi diare membutuhkan air atau teh Berhubung ASI mengandung 90% air maka pemberian ASI ekslusif pada bayi diare biasanya tidak membutuhkan cairan tambahan seperti air gula atau the. Apalagi dalam situasi bencana sering kali air telah terkontaminasi. Pada kasus diare berat cairan oralit mungkin di butuhkan di samping ASI. 4. Sekali menghentikan menyusu tidak dapat menyusu lagi Jika bayi mendapat susu formula, ibu dapat menyusu kembali setelah terhenti sementara dengan memberikan teknik
14
relaktasi dan dukungan yang tepat. Keadaan ini kadang-kadang sangat vital dalam kondisi darurat (Arini H, 2012)
B. ASI Ekslusif 1. Pengertian ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makanan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan makananm bayi baik gizi, imunologi atau yang lainnya, pemberian ASI member kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya. ASI ekslusif diberikan sejak umur 0 hari sampai 6 bulan (Bahiyatun, 2009). ASI ekslusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun Negara (Dewi & Sunarsih, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan di Dhakan pada 1.667 bayi selama 12 bulan mengatakan bahwa ASI ekslusif dapat menurunkan resiko kematian akibat infeksi saluran nafas akut dan diare. WHO dan UNICEF merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan ASI ekslusif diberikan sampai 6 bulan dengan menerapkan hal-hal sebagai berikut.
15
a.
Inisiasi menyusui dini selama 1 jam setelah kelahiran bayi
b.
ASI ekslusif diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa makanan tambahan atau minuman.
c.
ASI diberikan secara 0n-demand atau sesuai dengan kebutuhan bayi. Setiap hari setiap malam.
d.
ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir, maupun dot. ASI merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi,
yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009). Sedangkan menurut, (Sulistyawati, 2009) ASI ekslusif adalah pemberian ASI, tanpa makanan dan minuman pendamping, (termasuk air jeruk, madu, air gula), yang dimulai sejak bayi baru lahir, sampai dengan usia 6 bulan. ASI merupakan makanan utama yang sangat penting bagi bayi. Tidak ada makanan lain yang mampu menyaingi kandungan gizi dalam ASI. ASI mengandung protein, lemak, gula, dan kalsium, dengan kadar yang tepat melindungi bayi dari serangan penyakit selama ibu menyusui. Bayi yang mengkonsumsi ASI, jarang mengalami salesma, dan infeksi saluran pernafasan bagian atas pada tahun pertama kelahiran, jika dibandingkan dengan bayi yang tidak mengkonsumsi ASI. Bayi yang tidak mengkonsumsi ASI, akan mudah terkena penyakit, misalnya seperti, infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan, dan infeksi
16
telinga. Penyakit non infeksi seperti, alergi, obesitas, kurang gizi, asma, dan eksim (Prasetyono,2009). Air susu ibu (ASI), merupakan nutrisi terbaik pada awal usia kehidupan bayi. Factor utama penyebab kematian bayi baru lahir adalah karena terjadinya penurunan angka pemberian inisiasi menyusui dini, dan ASI ekslusif (Wahana, 2007). ASI ekslusif (menyusui dengan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan), merupakan nutrisi bagi bayi berupa air susu ibu tanpa memberikan makanan tambahan, cairan, atau makanan lainnya sehingga bayi berumur 6 bulan (Wahana, 2011). Sedangkan menurut (Raimaiah, 2005) menyusui eksklusif merupakan bayi yang diberikan ASI saja, tidak memberikan makanan atau minuman lain selain ASI, dan juga bayi tidak diberikan empeng.
2. Fisiologi pembentukan ASI Sebagian besar ahli kesehatan berpendapat bahwa keberhasilan menyusui tidaklah semata-mata tergantung pada faktor ibu dan anak. Keberhasilan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan, terutama dukungan dari suami. Sesungguhnya, pemberian ASI dapat mempengaruhi aspek kejiwaan dan batiniah ibu, bayi dan suami. ASI diproduksi dalam alveoli, bagian awal saluran kecil air susu. Jaringan di sekeliling saluran-saluran air susu dan alveoli terdiri dari jaringan lemak dan jaringan pengikat yang turut menentukan ukuran payudara. Selama masa kehamilan payudara membesar dua sampai tiga
17
kali ukuran normal. Saat itu saluran-saluran air susu beserta alveoli dipersiapkan untuk masa laktasi (Dwi SP, 2009) Selama kehamilan, hormon estrogen dan progesteron menginduksi (membangkitkan)
perkembangan
alveolus
dan
duktus
lakteferus
(lactiferous duct) didalam mamae. Di samping menstimulasi produksi kolostrum. Namum demikian saat ini belum ada produksi ASI sesudah bayi dilahirkan, disusul kemudian terjadinya peristiwa penurunan kadar hormon estrogen. Penurunan kadar estrogen ini mendorong naiknya kadar prolaktin. Naiknya kadar prolaktin mendorong produksi ASI. Maka dengan naiknya kadar prolaktin tersebut mulailah aktifitas produksi ASI berlangsung. Ketika bayi mulai menyusu pada ibunya aktifitas bayi menyusui pada mamae ini menstimulasi terjadinya produksi prolaktin yang terus menerus secara berkesinambungan. Sekresi sendiri berada dibawah pengaruh atau dikendalikan oleh neoro-endokrin. Rangsangan sentuhan pada payudara yakni ketika bayi menghisap puting susu menyebabkan timbulnya rangsangan yang menyebabkan terjadinya produksi oksitosin. Oksitosin merangsang terjadinya kontraksi sel-sel nioepitel (Suherni et al., 2009).
3. Fisiologi pengeluaran ASI Pengeluaran ASI merupakan suatu yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaruh
18
hormone terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut (Dewi & Sunarsih, 2011). a. Pembentukan kelenjar payudara. Pada permulaan kehiamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus yang baru, percabangan-percabangan dan lobules, yang dipengaruhi oleh hormon-hormon plasenta dan korpus luteum. Hormon-hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen plasenta, karionik gonadotropit, insulin, kortisol,
hormone
tiroid,
hormon
paratoroid
dan
hormon
pertumbuhan(Dewi & Sunarsih, 2011). Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofisis/ hipofisis anterior
mulai merangsang kelenjar
air
susu untuk
menghasilkan air susu yang disebut kolostrum. Pada masa ini, pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesterone, tetapi jumlah prolaktik meningkat, hanya aktifitas dalm pembuatan kolostrum yang ditekan (Dewi & Sunarsih, 2011). Pada trimester
kedua kehamilan laktogen plasenta
mulai
merangsang untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu telah didemonstrasikan kebenarannya bahwa seorang ibu yang melahirkan bayi berumur 4 bulan dimana bayinya meninggal, tetap keluar kolostrum (Dewi & Sunarsih, 2011).
19
b. Pembentukan air susu. Pada ibu yang menyusui memiliki dua refleks yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu sebagai berikut. 1. Refleks prolaktin. Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi. Setelah partus, lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum membuat estrogen dan progesteron sangat berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi yang merangsang puting susu dan payudara yang akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik (Dewi & Sunarsih, 2011). Rangsangan ini dilanjutkan kehipotalamus melalui medula spinalis hipotalamus yang akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktorfaktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu (Dewi & Sunarsih, 2011).
20
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal pada tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak aka nada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu yang melahirkan anak, tetapi tidak menyusui, akan menjadi normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi, dan rangsangan puting susu (Dewi & Sunarsih, 2011). 2. Refleks let down Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi dan yang dilanjutkan ke hipofisis posterior (neorohipofisis) yang kemudian dikeluarkan oksitosin (Dewi & Sunarsih, 2011). Melalui aliran darah, hormon ini diangkat menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari sel akan melepas air susu yang telah diproduksi keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus, selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk kemulut bayi (Dewi & Sunarsih, 2011). Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah sebagai berikut.
21
a. Melihat bayi. Naluri keibuan akan timbul pada saat dia melihat bayinya. Ibu pasti ingin segera menyentuh dan menyayangi bayinya. Akibat naluri ini, hormon akan bekerja dan payudara siap mengeluarkan ASI. b. Mendengar suara bayi. Ibu yang mendengar suara bayinya yang menangis akan segera berfikir bahwa bayinya membutuhkan sesuatu. Dan untuk memenuhi kebutuhan bayinya, ibu segera mencari apa yang dibutuhkan bayinya. Apakah bayinya lapar, haus, dan lain-lain. c. Mencium bayi. Sentuhan langsung berupa pelukan, ciuman dan belaian akan membuat bayi merasa tenang. d. Memikirkan untuk menyusui bayi. Barang kali tidak semua orang percaya akan hal ini, namun secara kejiwaan hal ini sangat berkaitan. Rasa rindu dan saying akan mempengaruhi hormon oksitosin memproduksi ASI. Faktor-faktor yang menghambat refleks let down adalah stres, seperti keadaan bingung/ pikiran kacau, takut, dan cemas. e. Pemeliharaan pengeluaran air susu. Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis yang akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu selama menyusui.
22
Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui dan berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang berkurang, serta singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti perlepasan prolaktin yang cukup diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama kelahiran. f. Mekanisme menyusui. 1) Refleks mencari (Rooting reflex) Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Keadaan ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk kedalam mulut. 2) Refleks menghisap (Sucking reflex) Puting susu yang sudah masuk kedalam mulut dengan bantuan lidah ditarik lebih jauh dan rahang menekan kalang payudara dibelakang puting susu yang pada saat itu sudah terletak pada langit-langit keras. Tekanan bibir dan gerakan rahang yang terjadi secara berirama membuat gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus laktiferus sehingga air susu akan mengalir ke puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu pada
23
langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari puting susu. Cara yang dilakukan oleh bayi tidak akan menimbulkan cedera pada puting susu. 3) Refleks menelan (Swallowing reflex) Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan derakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan masuk kelambung. Keadaan akan berbeda bila bayi diberi susu botol dimana rahang mempunyai peranan sedikit saat menelan dot botol, sebab susu mengalir dengan mudah dari lubang dot. Dengan adanya gaya berat, yang disebabkan oleh posisi botol yang dipegang ke arah bawah dan selajutnya dengan adanya isapan pipi, keadaan ini akan membantu aliran susu sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk menghisap susu menjadi minimal Dewi & Sunarsih, 2011).
3. Manfaat Pemberian ASI Dengan memberi ASI ekslusif, ibu bias menghemat pengeluaran untuk membeli susu formula, yang sebenarnya tidak lebih baik daripada ASI. Karena ASI, mengandung berbagai zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk mengcukupi kebutuhan gizi bayi, pada 6 bulan pertama setelah kelahiran (Prasetyono, 2009).
24
ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. ASI tidak hanya memberika manfaat untuk bayi saja, melainkan untuk ibu, keluarga, dan Negara (Dewi & Sunarsih, 2011). a. Manfaat ASI untuk bayi. 1) Nutrien (zat gizi) dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain: lemak, karhohidrat,
protein,
garam,
mineral,
serta
vitamin.
ASI
memberikan seluruh kebutuhan nutrisi dan energi selama 1 bulan pertama, separuh atau lebih nutrisi selama 6 bulan kedua dalam tahun pertama, dan 1/3 nutrisi atau lebih selama tahun kedua. 2)
ASI mengandung zat protektif. Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam ASI, maka bayi jarang mengalami sakit. Zat-zat protektif tersebut antara lain sebagai berikut. a)
Laktobasilus bifidus (mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat, yang membantu memberikan keasaman pada pencernaan
sehingga
menghambat
petumbuhan
mikroorganisme ). b)
Laktoferin,
mengikat
zat
besi
sehingga
membantu
menghambat pertumbuhan kuman. c)
Lisozim, merupakan enzim yang memecah dinding bakteri dan anti flamotori bekerja sama dengan peroksida dan askorbat untuk menyerang E.coli dan Salmonella, serta
25
menghancurkan dinding sel bakteri, terdapat dalam ASI dalam konsentrasi 5.000 kali lebih banyak dari susu formula. d)
Komplemen C3 dan C4. Membuat daya opsenik.
e)
Immunoglobulin (IgC, IgM, IgD, IgE). Melindungi tubuh dari infeksi, dari semua yang paling penting adalah IgA, zat ini melindungi permukaan mukosa terhadap serangan masuknya
kuman-kuman
E.coli,
Salmonella,
Shihela,
Steptococus, Stappylococus, Pnemonococus, Poliovirus, dan Rotavirus. f)
Faktor-faktor antialergi. Mukosa usus bayi mudah ditembus oleh protein sebelu bayi berumur 6-9 bulan, sedangkan protein dalam susu formula bias bekerja sebagai allergen.
g)
Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Pada saat bayi kontak kulit dengan ibunya, maka akan timbul rasa aman dan nyaman bagi bayi. Perasaan ini sangat penting untuk menimbulkan rasa percaya (basic sense of trust).
h)
Menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi baik. Bayi yang mendapatkan ASI akan memiliki tumbuh kembang yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan berat badan bayi dan kecerdasan otak bayi.
26
i)
Mengurangi kejadian karies dentis. Insidensi karies dentis pada bayi yang mendapatkan susu formula jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI. Kebiasaan menyusu dengan botol atau dot akan menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu formula sehingga gigi menjadi lebih asam.
j)
Mengurangi kejadian maloklusi. Penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusui dengan botol dan dot (Dewi & Sunarsih, 2011).
d. Manfaat ASI ibu yang menyusui bayinya. 1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi resiko perdarahan. 2) Lemak di sekitar panggul, dan paha, yang timbun pada masa kehamilan berpindah kedalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali. 3) Resiko terkena kanker rahim, dan kanker payudara pada ibu yang menyusui bayi lebih rendah, daripada ibu yang tidak menyusui bayinya. 4) Menyusui bayi kebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan dan mensterilkan batol susu atau dot dan yang lain sebagainya.
27
5) ASI lebih praktis. 6) ASI lebih murah. 7) ASI selalu bebas kuman. 8) ASI tidak akan basi. 9) Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan emosional (Dewi & Sunarsih, 2011). e. Manfaat ASI bagi keluarga. 1) Tidak perlu menghabiskan banyak uang, untuk membeli susu formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air, susu dan peralatannya. 2) Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan. 3) Penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM dari ASI ekslusif. 4) Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga. 5) Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia. 6) Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula, air panas, dan lain sebagainya ketika berpergian (Dewi & Sunarsih, 2011).
C. Masa Nifas 1. Pengertian Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan melahirkan bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
28
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Periode masa nifas (puerperium adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini di mulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/ tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009). Ada beberapa pengertian masa nifas, antara lain: a.
Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya (JHPEIGO,2002)
b.
Masa nifas tidak kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi (Bennet dan Brown, 1999) Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu. Nifas dibagi dalam tiga periode, yaitu: a.
Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
b.
Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital.
c.
Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
29
mempunyai komplika. Waktu untuk sehat sempurna mungkin beberapa minggu, bulan, atau tahun (Bahiyatun, 2009). Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluarga lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni et al., 2009). Masa nifas (post partum) adalah masa setelah ibu melahirkan. Berlangsung lebih kurang 6 minggu atau 40 hari. Pada masa itu, dapat dikatakan sebagai masa pembersihan rahim setelah melahirkan (Cendika & Indarwati, 2010). Secara garis besar terdapat 3 proses penting di masa nifas, yaitu sebagai berikut. a) Pengecilan rahim atau involusi Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada wanita yang tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram dengan ukuran lebih sebesar telur ayam. Selama kehamilan, rahim makin lama makin membesar. Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan serat-seratnya yang melintang kanan, kiri, dan trasversal. Di antara otot-otot itu ada pembuluh darah yang mengalir darah ke plasenta. Setelah bayi lahir,
30
umumnya berat rahim menjadi sekitar 1.000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari di bawah umbilicus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang menjadi sekitar
500 gram. Sekitar 2
minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi. Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan ke bentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini dianggap masa nifas sudah selesai. Namun, sebenarnya rahim akan kembali ke posisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas. Selama masa pemulihan 3 bulan ini, bukannya hanya rahim saja yang kembali normal, tetapi juga kondisi tubuh secara keseluruhan (Saleha, 2009). b) Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal Selama hamil, darah ibu relative lebih encer, karena cairan darah ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobinnya (Hb) akan tampak sedikit menurun dari angka normalnya sebesar 11-12 gr%. Jika hemoglobinnya terlalu rendah, maka bias terjadi anemia atau kekurangan darah. Oleh karena itu, selama hamil ibu perlu diberi obat-obatan penambah darah, sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi darah atau hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Setelah melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah kembali mengental, di mana kadar perbandingan sel darah dan
31
cairan darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pascapersalinan (Saleha, 2009). c) Proses laktasi atau menyusui Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormone penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi prolaktin ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, hal yang luar biasa adalah sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009).
D. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Waktu Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum. 1. Pengetahuan Tentang Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi Menyusu Dini adalah meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu atau dada ibunya dalam waktu lebih kurang 1 jam setelah persalinan. Bayi akan mulai bergerak mencari puting susu ibu dan mulai menyusui sendiri. Inisiasi Menyusui Dini dapat memunculkan reflek bayi untuk menyusui dan berperan penting untuk kesuksesan menjalankan ASI ekslusif. (Roesli, 2009) Inisiasi Menyusu Dini didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusu sendiri setelah kelahiran. Bayi diletakkan di dada ibu dan bayi itu dengan segala upayanya mencari puting susu untuk segera
32
menyusui. Jangka waktunya adalah sesegera mungkin setelah melahirkan. Inisiasi Menyusui Dini sangat penting tidak hanya untuk bayi, namun juga bagi si ibu. Dengan demikian , sekitar 22 % angka kematian bayi setelah lahir pada 1 bulan pertama dapat ditekan. Bayi disusui selama 1 jam atau lebih di dada ibunya segera setelah lahir. Hal tersebut juga penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi juga penting dalam mneningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itu akan meningkatkan produksi susu 2 kali lipat (Yuliarti, 2010) Menurut
Notoatmodjo
(2010)
Pengetahuan
adalah
hasil
pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objeck melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intesitas atau tingkat yang berbedabeda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam 6 tingkat, yaitu: (Menurut Notoatmodjo, 2010) a. Tahu (Know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa
33
buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat buang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaanpertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab
penyakit
TBC,
bagaimana
cara
melakukan
PSN
(pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut. c.
Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau dimana saja.
34
Orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya. d.
Analisis (Analysis) Anilisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/ atau memisahkan, kemudain mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pngetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila seseorang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya.
e.
Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
35
f.
Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang di tentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seseorang anak menderi malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, dan sebagainya. Nursalam (2003) menyatakan tingkat pengetahuan dibagi dalam 3
kategori, yaitu: a)
Tinggi (76% - 100%)
b) Sedang (56% - 75%) c)
Rendah (<56%)
2. Pendidikan tentang Inisiasi Menyusu Dini Menurut Arini H (2012) Tingkat pengetahuan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI ekslusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna pemeliharaan kesehatannya. Pendidikan juga akan akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan.
36
Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar mau melakukan tindakan-tindakan atau praktik untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang di hasilkan oleh pendidikan kesehatan ini di dasarkan pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap karena didasari oleh kesadaran. Memegang kelemahan dan pendekatan kesehatan ini adalah hasil lamanya karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran yang pada umumnya memerlukan waktu lama. Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu menyusu dalam memberikan ASI ekslusif, hal ini di hubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahun yang lebih luas di bandingkat tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. (Notoadmojdo,2007) UU, No. 20 tentang Pendidikan, 2003 tingkat pendidikan di bagi dalam 3 katagori, yaitu : 1) Tinggi apabila responden telah menamatkan pendidikan Diploma
37
atau Sarjana 2) Menengah apabila responden telah menamatkan pendidikan di Sekolah lanjutan atas atau sederajat 3) Dasar apabila responden telah menamatkan pendidikan SD, SMP, atau tidak menamatkan sekolah. 3. Sikap tentang Inisiasi Menyusu Dini Sikap adalah reaksi seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi objek. Penting untuk diketahaui oleh para ibu, bahwa Inisiasi Menyusui Dini dilakukan begitu bayi lahir dan belum dibersihkan. Suami dan keluarga sangat berperan dalam mendampingi dan member dukungan, letakkan bayi dalam posisi tengkurap diatas dada ibu. Biarkan bayi mencari puting susu ibunya sendiri. Ibu dapat memberinya sentuhan lembut dan mendekapkan bayinya ke dekat puting susunya tanpa memaksa. Ibu harus bersikap sabar dalam melakukan inisiasi menyusui dini. Biasanya bayi akan mendapatkan puting susu ibunya mencapai waktu sekitar 30 menit, bahkan lebih (Cendika & Indarwati, 2010) Menurut Notoatmodjo (2010) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yaitu: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas, di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam
38
merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Komponen Pokok Sikap: Menurut Allport sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit kusta. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit kusta, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya, tentang contoh sikap terhadap penyakit
39
kusta di atas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit kusta. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Contoh: seorang ibu mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak kena penyakit demam berdarah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3 M agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan 3 M) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam berdarah. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkattingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau objek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sekap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya.
40
b. Menanggapi (responding) Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya. c. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang
positif
terhadap
objek
atau
stimulus,
dalam
arti,
membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir a di atas, ibu itu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care. d. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi ti ngkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain. Contoh tersebut di atas, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan
waktunya,
atau
mungkin
kehilangan
41
penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan rumah, dan sebagainya. Sikap dibagi dua katagori (Arikunto, 2006) yaitu: a. Positif > 50 % dari jawaban responden yang benar dari total skor. b. Negatif skor.
50 % dari jawaban responden yang benar dari total
42
E. Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang Inisiasi Menyusu Dini, Inisiasi Menyusu Dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya Pengetahuan (Notoatmodjo, 2010), Pendidikan (Arini H, 2012) dan juga Sikap (Cendika & Indarwati, 2010) yang diantaranya: Menurut Notoatmodjo (2010) -
Orang
-
Tempat
-
Waktu
-
Pengetahuan
-
Sikap
-
Pendidikan
-
Praktik atau tindakan
Menurut Arini H (2012) - Umur - Paritas - Pendidikan - Pekerjaan Menurut Cendika & Indarwati (2010) -
Pengetahuan Umur Sikap Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
Inisiasi Menyusu Dini
43
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini berdasarkan teori yang peneliti temukan, pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap waktu pengeluaran ASI pada ibu post partum di tentukan oleh pengetahuan, pedidikan dan sikap. lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka konsep dibawah ini:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan Inisiasi Menyusu Dini
Pendidikan
Sikap Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil
Skala
44
Operasional 1.
Dependen Inisiasi Menyusu Dini
Menyusui pada 1 jam pertama setelah persalinan.
Menyebarkan angket Ada: jika x > 3,25
Kuesioner
Ukur
Ukur
Ada
Nominal
Tidak ada
tidak Ada: Jika x 3,25
2.
Independen Pengetahuan
Pemahaman ibu post partum tentang inisiasi menyusu dini
Menyebarkan angket Tinggi: Jika 76-100%
Kuesioner
Tinggi
Ordinal
Sedang Rendah
Sedang : Jika 56-75% Rendah: Jika < 56%
3.
4.
Pendidikan
Sikap
Tingkat pendidikan yg diselesaikan oleh ibu dan mendapatkan ijazah.
Respon ibu post partum terhadap inisiasi menyusu dini
C. Hipotesa Penelitian
Menyebarkan angket: - Tinggi, jika Diploma atau Sarjana
Kuesioner
Tinggi
Ordinal
Menengah Dasar
- Menengah, jika SMA /sederajat - Dasar, jika SD/SMP/ sederajat Menyebarkan angket Positif: jika x > 6,80 Negatif : Jika x 6,80
Kuesioner
Positif Negatif
Ordinal
45
1. Ha : Ada pengaruh antara pengetahuan ibu post partum terhadap Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskemas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan. 2. Ha : Ada Pengaruh antara pendidikan ibu post partum terhadap Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskemas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan. 3. Ha : Ada pengaruh antara sikap ibu post partum terhadap Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskemas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan.
46
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat Analitik yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan suatu keadaan dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2005). Dalam hal penulis ingin mengetahui pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap waktu pengeluaran ASI pada ibu post partum.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan normal di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon tahun 2012 berjumlah 103 orang. 2. Sampel Perhitungan berdasarkan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2005) sebagai berikut:
Keterangan: n
: jumlah sampel
N
: jumlah populasi
d
: Tingkat kepercayaan / ketetapan yang di gunakan (0,1)
47
Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 51 orang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 09 s/d 25 Agustus 2013.
D.
Pengumpulan Data Metode pengumpulan data setiap variabel ini adalah sebagai berikut. 1. Data Primer. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan dengan melakukan wawancara dengan panduan kuesioner yang berisi pertanyaan yang selanjutnya di jawab oleh respoden untuk memperoleh informasi yang ingin diketahui sesuai dengan tujuan penelitian.
48
2. Data Skunder. Data Sekunder yaitu data yang diperlukan untuk melengkapi data penelitian, yang diperoleh dari Puskesmas Trumon.
E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dibagikan kepada responden yang berjumlah 20 pertanyaan, yang terdiri dari 5 pertanyaan tentang inisiasi menyusui dini, 5 pertanyaan tentang pengetahuan dan 10 pertanyaan tentang sikap.
F.
Metode Pengelohan Data 1. Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan dari kuesioner yang memenuhi syarat maka dilanjutkan pengolahan data dengan langkah-langkah menurut (Arikunto, 2006) : a.
Editing yaitu memeriksa kembali kekeliruan-kekeliruan dalam pengisian data.
b.
Coding yaitu pemberian symbol, kode bagi data-data yang termasuk dalam kategori yang sama.
c.
Transferring yaitu proses pemindahan data dari kuesioner ke master table.
49
d.
Tabulating yaitu pengelompokan jawaban-jawaban yang serupa dengan teliti dan teratur, kemudian dihitung beberapa item yang termasuk dalam satu kategori.
G. Analisa Data 1. Analisa Univariat Data yang diperoleh dilapangan diolah secara manual, kemudian dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus Budiarto (2003), yaitu: P
%
Keterangan : P
= persentase
f
= frekuensi teramati
n
= Jumlah seluruh observasi
100
= Bilangan tetap
2. Analisa Bivariat Analisa Bivariat merupakan analisa hasil dari variabel bebas diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah hasil tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistic dengan uji Chi - Square Tes (x) pada tingkat kemaknaan 95% (p. Value < 0,05). Sehingga dapat diketahui perbedaan tidaknya yang bermakna secara statistic, dengan menggunakan program khusus SPSS for windows. Melalui perhitungan Chi – Square selanjutnya ditarik suatu
50
kesimpulan, bila nilai P lebih kecil dari nilai
(0,05), maka Ho ditolak
dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas (Hartono, 2005) Perhitungan yang digunakan pada uji Chi – Square untuk program komputerisasi
seperti
program
SPSS
adalah
sebagai
berikut
(Hartono,2005): 1.
Bila pada tabel contingency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah Fisher Axact.
2.
Bila pada tabel contingency 2x2 dan tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Contiuty Correction.
3.
Bila pada tabel 2x2 masih juga terdapat frekuensi (harapan e kurang dari 5, maka dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus Yate’s Correction Continu.
4.
Pada uji Chi – Square hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tiga variabel. Untuk mengetahui nilai x2 maka penulis menggunakan rumus Chi– Square (x2) yaitu: X2 = Keterangan: X2
= Chi– Square
0
= Nilai yang diamati dalam bentuk sampel
51
ԑ
= Nilai yang diharapkan dari sebuah sampel tersebut
52
BAB V HASIL PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah Kerja Puskesmas Trumon, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan. Luas wilayah 440.67 Ha, dengan jumlah 12 Desa. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Trumon : 1. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Bakongan
2. Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kecamatan Singkil
3. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Trumon Tengah
4. Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Laut Hindia
Wilayah Kerja Puskesmas yang dipimpin oleh seorang Camat di Kecamatan yang disampingnya ada juga Sekretaris Camat dan ikut serta tokohtokoh masyarakat lainnya. Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon sebanyak 5.107 jiwa yang terdiri dari 1.268 KK.
B. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada
tanggal 9
sampai
dengan 25Agustus 2013 di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan dengan jumlah 51 responden dengan cara penyebaran kuesioner.
53
1. Analisa Univariat a. Inisiasi Menyusu Dini Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Terhadap Menyusu Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No Inisiasi Menyusu Dini 1. Ada 2. Tidak Ada Jumlah
Frekuensi 30 21 51
Persentase 58,8 41,2 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukan bahwa dari 51 responden, yang diteliti ditemukan 30 responden (58,8%) ada Melakukan Inisiasi Menyusui Dini, sedangkan dari 21 responden (41,2%) tidak ada melakukan Inisiasi Menyusui Dini. b. Pengetahuan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No 1. 2. 3.
Pengetahuan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Frekuensi 12 10 29 51
Persentase 23,5 19,6 56,9 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.2 diatas
menunjukan bahwa dari 51
responden, yang diteliti ditemukan
hanya 29 responden (56,9%)
mempunyai pengetahuan rendah,
hanya
12
responden (23,5%)
pengetahuan tinggi dan 10 responden (19,6%) berpengetahuan sedang.
54
c. Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No 1. 2. 3.
Pendidikan Tinggi Menengah Dasar Jumlah
Frekuensi (f) 8 21 22 51
Persentase 15,7 41,2 43,1 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.3 di atas
menunjukan bahwa dari 51
responden, yang diteliti ditemukan
hanya 22 responden (43,1%)
mempunyai pendidikan menengah,
hanya 21 responden (41,2%)
pendidikan dasar dan 8 responden (15,7%) mempunyai pendidikan tinggi. d.
Sikap Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Di Wilayah Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No 1. 2.
Sikap Positif Negatif Jumlah
Frekuensi 25 26 51
Persentase 49,0 51,0 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel
5.4 di atas menunjukan bahwa dari 51
responden, yang diteliti ditemukan 26 responden (51,0%) mempunyai sikap negatif, dan 25 responden (49,0%) mempunyai sikap positif.
55
2. Analisa Bivariat a. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum Tabel 5.5 Pengaruh PengetahuanTerhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum di Wilayah Kerja PuskesmasTrumon KecamatanTrumon Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No 1. 2. 3.
Pengetahuan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Inisiasi Menyusu Dini Ada Tidak Ada F % f % 11 91,7 1 8,3 7 70 3 30 12 41,4 17 58,6 30 58,8 21 41,2
Jumlah f 12 10 29 51
% 100 100 100 100
P Value
0,009
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa dari 29 responden (58,6%) yang pengetahuan rendah terhadap
Iniasiasi
Menyusu Dini dan 11 responden (91,7%) berpengetahuan tinggi.
b. Pengaruh Pendidikan Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum Tabel 5.6 Pengaruh Pendidikan Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum di Wilayah Kerja PuskesmasTrumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013
No 1. 2. 3.
Pendidikan Tinggi Menegah Dasar Jumlah
Inisiasi Menyusu Dini Ada Tidak Ada F % f % 8 100 0 0,0 14 66,7 7 33,3 8 36,4 14 66,7 30 58,8 21 41,2
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Jumlah f 8 21 22 51
% 100 100 100 100
P Value
0,005
56
Berdasarkan tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa dari 22 responden (36,4%) yang berpendidikan dasar terhadap Iniasiasi Menyusui Dini dan 8 responden (0%) pendidikan tinggi. c. Pengaruh Sikap Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum Tabel 5.7 Pengaruh Sikap Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013
No
Sikap
1. 2.
Positif Negatif Jumlah
Inisiasi Menyusu Dini Ada Tidak Ada F % f % 21 84,0 4 16,0 9 34,6 17 65,4 30 49,0 21 51,0
f 25 26 51
% 100 100 100
P Value 0,001
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa dari 26 responden yang sikap negatif Inisiasi Menyusui Dini
ada sebanyak 26 responden (65,4%),
sedangkan dari 25 responden (16,0%) yang sikap positif Inisiasi Menyusu Dini. C. Pembahasan 1. Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Inisiasi Menyusu Dini Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 29 responden (58,6%) yang pengetahuan rendah terhadap
Iniasiasi Menyusu Dini dan 11
responden (91,7%) berpengetahuan tinggi. Setelah dilakukan uji stastistik dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh nilai p-value (0,009). Dengan demikian ada berpengaruh antara pengetahuan terhadap Inisiasi Menyusu
57
Dini pengeluaran asi pada ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemuka oleh Yunina (2009), bahwa pengetahuan ibu yang kurang tentang posisi menyusui merupakan salah satu penyebab terjadinya regurgitasi. Jika pengetahun ibu tentang regurgitasi masih belum dapat ditingkatkan maka dapat menyebabkan asupan nutrisi pada bayi berkurang atau juga terjadi gangguan pencernaan. Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya per suasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar maumelakukan tindakan-tindakan atau praktik untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasar kan pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran sehingga perilaku tersebut diharapkanakan berlangsung lama (long lasting) dan menetap karena didasari oleh kesadaran. Memegang kelemahan dan pendekatan kesehatan ini adalah hasil lamanya karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran yang padaum umnya memerlukan waktu lama. Notoatmodjo (2003), menambahkan bahwa pengaruh pengetahuan terhadap pertumbuhan anak sangat penting. Oleh sebab itu, seseorang yang mempunyai cukup pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
58
melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Pengetahuan juga dapat didefinisikan sebagai kumpulan informasi yang diperbarui yang didapat dari proses belajar selama hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri atau lingkungannya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Niswah (2011), tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Praktik Inisiasi Menyusu Dini di Puskesmas Kota Semarang” bahwa
berdasarkan hasil uji Korelasi
Spearman diketahui bahwa P-value sebesar 0,003 dan r tabel 0,05 dengan n = 45, sehingga Pvalue < r-tabel artinya Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan Inisiasi Menyusu Dini terhadap waktu pengeluaran asi pada ibu post partum sangat penting. dengan pengetahuan ibu yang baik tentang inisiasi menyusui dini maka akan memberikan wawasan yang luas terhadap kejadian inisiasi menyusui dini namun sebaliknya jika pengetahuan ibu kurang tentang Inisiasi Menyusu Dini maka akan terciptanya pemahaman yang kurang baik terhadap kejadian inisiasi menyusui dini pada bayi.
59
2. Pengaruh Pendidikan Ibu Terhadap Inisiasi Menyusu Dini Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 22 responden (36,4%) yang berpendidikan dasar terhadap
Iniasiasi Menyusui Dini dan 8
responden (0%) pendidikan tinggi. Setelah dilakukan uji stastistik dengan menggunakan ujichi-square dengan tingkat kepercayaan 95%, di peroleh nilai P=0,005 (P<0,05). Dengan demikian ada berpengaruh antara pendidikan terhadap Inisiasi Menyusui Dini pengeluaran asi pada ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Hidayat (2005) bahwa pendidikan merupakan
penuntun
manusia untuk berbuat dan
mengisi kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut Notoatmodjo (2010), ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Bahwa penggunaan posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional sehingga
latarbelakang
pendidikan
seseorang
dapat
mempengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan. Masriaty (2007), menjelaskan bahwa tingkat pendidikan ibu mempengaruhi tindakan yang diambil oleh seorang ibu. Pendidikan formal membentuk nilai-nilai progresif bagi seorang terutama dalam menerima hal baru, menyerap dan menerima informasi kesehatan.Tingkat pendidikan yang
60
tinggi mempengaruhi daya tangkap ibu terhadap adanya masalah kesehatan sehingga mampu mengambil tindakan yang tepat. Makin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin mudah menerima pesan yang di sampaikan termasuk imunisasi. Ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi menunjukan status imunisasi bayinya lengkap dari pada ibu yang tingkat pendidikan rendah. Hasil penelitian Nurhuda Firmansyah (2010), tentang “Pengaruh Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan), Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap Inisiasi Menyusui Dini
Di Kabupaten Tuban” menunjukkan
bahwa hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,009 dan nilai Exp(B) = 10,0 yang artinya bahwa responden dengan pendidikan tinggi kemungkinan akan melakukan IMD 10 kali lebih besar jika dibandingkan responden dengan pendidikan dasar. Artinya bahwa pendidikan formal ibu berpengaruh terhadap tindakan nyata ibu dalam melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini pada bayinya. Peneliti berasumsi bahwa pendidikan berpengaruh terhadap Inisiasi Menyusui Dini. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu ada kecenderungan semakin tinggi inisiasi menyusui dini yang diberikan. Pendidikan ibu yang tinggi akan membuat akses kepelayanan kesehatan anak semakin baik. 3. Pengaruh Sikap Ibu Terhadap Inisiasi Menyusu Dini Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 26 responden yang sikap negatif Inisiasi Menyusu Dini
ada sebanyak 26 responden (65,4%),
61
sedangkan dari 25 responden (16,0%) yang sikap positif Inisiasi Menyusui Dini. Setelah dilakukan uji stastistik dengan menggunakanuji Exact Test dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh nilai p-value (0,001). Dengan demikian ada pengaruh antara sikap terhadap inisiasi dini pengeluaran asi pada ibu post partum di wilayah kerja puskesmas Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013. Menurut Mubarok (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi dan sifat emosional terhadap stimulus social seperti halnya dengan pengetahuan. Sikap, adalah komponen yang sangat penting dalam perilaku kesehatannya, yang kemudian diasumsikan bahwa adanya hubungan antara sikap dan perilaku. Satu cara untuk mengakur atau menilai sikap seseorang dapat menggunakan skala atau kuesioner dan sikap ibu sangat berpengaruhi pada ibu menyusui bayi terhadap terjadinya regurgitasi (Niven, 2009). Azwar (2003) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Sikap yang ditujukan seseorang merupakan bentuk respon batin dari stimulus yang berupa materi atau obyek di luar subyek yang menimbulkan pengetahuan
62
berupa subyek yang selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap yang diketahuinya itu. Menurut Sarwono (2005), sikap merupakan potensi tingkah laku seseorang terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat dikatakan seorang ibu yang bersikap positif terhadap perawatan bayi cenderung akan mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan perawatan bayi. Hal ini dikarenakan informasi, pengetahuan dan pemahamanibu yang baik mengenai pentingnya perawatanbayi yang dapat mencegah bahaya danrisiko yang mungkin terjadi masa neonatal. Sikap ibu terhadap perawatan kesehatan bayi baru lahir berperan dalam pemeliharaan kesehatan neonatal secara teratur. Hasil penelitian Niswah (2011), tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Praktik Inisiasi Menyusu Dini di Puskesmas Kota Semarang” menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman diketahui bahwa P-value sebesar 0,009 dan r-tabel 0,05 dengan n = 45, sehingga Pvalue < r-tabel artinya Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara sikap ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Peneliti berasumsi bahwa sikap ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini memiliki sikap yang negatif, hal ini disebabkan karena keinginan ibu untuk menghindari Inisiasi Menyusu Dini pada bayinya, yaitu ibu tidak memberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran bayinya. Sebaliknya jika ibu memiliki sikap yang positif terhadap Inisiasi Menyusu Dini maka ibu akan
63
membiarkan bayinya melakukan Inisiasi Menyusui Dini pada 1 jam pertama kelahiran bayinya.
64
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013, maka penulis dapat simpulkan sebagai berikut: 1. Ada pengaruh yang sangat bermakna antara pengetahuan
terhadap
inisisasi menyusui dini terhadap pengeluaran asi pada ibu post partum Di Wilayah kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013. Dengan hasil uji stastistik chi-squaretest di dapat nilai sama dengan P=0,009 (P<0,05). 2. Ada pengaruh yang sangat bermakna antara pendidikan Inisisasi Menyusu Dini terhadap pengeluaran ASI pada ibu post partum Di Wilayah kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013. Dengan hasil uji stastistik chi-squaretest di dapat nilai P=0,005 (P<0,05). 3. Ada pengaruh yang sangat bermakna antara sikap Menyusu Dini terhadap
terhadap Inisisasi
pengeluaran ASI pada ibu post partum
Di
Wilayah kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013. Dengan hasil uji stastistik uji exact test didapat nilai P=0,001 (P<0,05).
65
B. Saran
1.
Bagi peneliti agar dapat menambahkan pengetahuan peneliti untuk mengembangkan diri dan disiplin tentang ilmu kebidanan.
2.
Bagi responden atau masyarakat khususnya ibu post partum sehingga dapat melakukan Inisiasi Menyusu Dini terhadap bayinya.
3.
Bagi institut pendidikan agar dapat meningkatkan dan memanfaatkan oleh mahasiswi, khususnya di STIKes U’budiyah Banda Aceh sebagai referensi dan tinjauan pustaka.
4.
Bagi lahan penelitian di wilayah kerja Puskesmas TrumonKecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan sehingga diharapkan dapat terjadinya peningkatan Inisiasi Menyusui Dini pada ibu post partum terhadap pengeluaran ASI.
66