BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protokol evidence based yang baru telah di perbaharui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan bahwa bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi harus di biarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan bantuan jika di perlukan, menunda semua prosedur lainnya yang harus di lakukan kepada bayi baru lahir sampai dengan inisiasi menyusui dini di lakukan (Ambarwati, dkk. 2010). Inisiasi Menyusui Dini atau permulaan menyusui adalah bayi mulai sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperi juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusui sendiri. Asalkan di biarkan kontak kulit bayi dengan ibunya, setidaknya selama 1 jam segera setelah lahir (Roesli,2011). Bayi di letakan di dada ibunya dan bayi itu sendiri dengan segala upayanya mencari putting untuk segera menyusui. Hal tersebut penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi penting dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang kalenjer susu untuk memproduksi ASI. Isapan itu akan meningkatkan produksi susu 2 kali lipat (Yuliarti, 2010). Menurut The World Health Report 2005, angka kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20 per 1.000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran hidup di Indonesia sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi adalah 20 per 1.000 kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal atau setiap jam 10 bayi di Indonesia (Roesli, 2011).
Sekitar 40% kematian balita terjadi pada bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi menyusui dini dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari. Berarti inisiasi menyusui dini mengurangi angka kematian balita 80% (Roesli, 2011). Dr. Keren Edmond melakukan penetian di Ghana terhadap 10.947 bayi lahir antara Juli 2003 smpai Juni 2004 dan disusui. Ternyata, bila bayi dapat menyusu 1 jam pertama dapat menyelamatkan 22% bayi, dan apabila menyusu pada hari pertama akan menyelamatkan 16% bayi. Jadi, kematian bayi meningkat secara bermakna setiap permulaan menyusu ditangguhkan (Roesli, 2011). Keberhasilan dalam proses menyusui juga di tentukan oleh peran ayah. Peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu. Peran ayah adalah menciptakan situasi memungkinkan pemberian ASI berjalan lancar. Selain memberikan makanan yang baik untuk si ibu, ayah dapat mengambil peran sebagai penghubung dalam menyusui dengan membawa bayi pada ibunya. Dengan begitu, bayi tau ayahnya menjadi jembatan bayinya dalam memperoleh makanan. Peran ayah yang lain adalah membantu kelancaran tugas-tugas ibu, misalnya dalam hal mengganti popok, memberi dukungan ibu saat menyusui dengan memijatnya, dan lain-lain. Jika ibu menyusui, ayah harus memberikan sandang dan pangan. Sekitar 50% keberhasilan menyusui ditentukan oleh ayahnya (Yuliarti, 2011). Hasil dari penelitian Devi Nanda Suryani di peroleh sejumlah responden dengan presentase mendukung sebesar 60 % dan tidak di dukung sebesar 40%. Sedangkan pada variabel pelaksanaan inisiasi menyusui dini di peroleh responden yang berhasil 56,7 % dan yang tidak berhasil sebesar 47,3 %. Berdasarkan hasil uji dalam penelitian ini dapat di simpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini.
Berdasarkan survay awal yang di lakukan oleh peneliti pada klinik Sally pada ibu yang melahirkan pada bulan Desember sebanyak 26 orang dan ibu primipara 9 orang yang di dampingi suami dan 6 ibu yang berhasil melakukan IMD. Dalam praktek Inisiasi Menyusui Dini, peran suami lebih pasif dan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada istrinya. Informasi tentang peran suami juga terungkap dalam penelitian yang dilakukan Februartanty, bahwa kehadiran ayah saat persalinan adalah sehubungan dengan peranannya untuk melengkapi beberapa dokumen administrasi dan memberikan pernyataan kesediaan dilakukannya suatu tindakan tertentu pada sang istri bila diperlukan. Ayah tidak menyadari peran mereka yang lainnya yaitu mempengaruhi praktek menyusui segera setelah bayi dilahirkan (Wulansari, 2012). Badan Pusat Statistik-Statisics Indonesia (BPS) ORC Macro tahun 2002 – 2003, praktik inisiasi menyusui segera setelah persalinan dan pemberian ASI ekslusif masih rendah. Proporsi praktik inisiasi menyusui dalam 30 menit setelah persalinan adalah 8,3%, dalam 1 jam adalah 4 – 36%, dan dalam 1 hari adalah 27% (Suryani, 2011). Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai “ Hubungan Dukungan Suami Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini pada Ibu Primipara di Klinik Sally Tahun 2015“.
B. Rumusan Masalah Apakah ada Hubungan Dukungan Suami Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini pada Ibu Primipara di klinik Sally tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Hubungan Dukungan Suami Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini pada
Ibu Primipara di Klinik Sally Tahun
2015. 2. Tujuan Khusus
.
a. Untuk mengidentifikasi dukungan suami terhadap istri dalam melakukan inisiasi menyusui dini. b. Untuk mengidentifikasi suami yang tidak memberi dukungan terhadap istri dalam pemberian inisiasi menyusui dini.
D. Manfaat Penelitian 1. Institusi Kesehatan Sebagai masukan dalam melakukan upaya promotif bagi institusi kesehatan
sehingga
institusi
terkait
dapat
memperhatikan
dan
mengikutsertakan suami dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini pada ibu primipara. 2. Pendidikan Kebidanan Sebagai gambaran informasi bagi peneliti selanjutnya terutama mahasiswa D-IV bidan pendidik khususnya yang berkaitan dengan hubungan dukungan suami dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini pada ibu primipara.
3. Ilmu Kebidanan Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, khususnya bidan mengenai pentingya peran suami dalam proses pelaksanaan inisiasi menyusui dini pada ibu primipra.