BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhitungkan masa gestasinya (WHO, 2004). BBLR merupakan indikator penting
kesehatan reproduksi dan kesehatan
umum pada masyarakat dan merupakan prediktor utama penyebab kematian pada bulan pertama kelahiran seorang bayi. Kejadian BBLR akan menyebabkan berbagai dampak kesehatan masyarakat baik dimasa bayi dilahirkan maupun pada masa perkembangannya di waktu yang akan datang (Jayant, 2011). Prevalensi BBLR secara global hingga saat ini masih tetap berada dikisaran 10-20% dari seluruh bayi yang lahir hidup setiap tahunya. WHO (2011) memperkirakan sekitar 25 juta bayi mengalami BBLR setiap tahun dan hampir 5% terjadi di negara maju sedangkan 95%
terjadi di negara berkembang. Di India
prevalensi BBLR mencapai 26%, dan di Amerika Serikat mencapai 7%. Di seluruh dunia, kematian bayi adalah 20 kali lebih besar pada bayi yang mengalami BBLR dibandingkan dengan yang tidak BBLR (Jayant, 2011; Malekfour, 2004). Di Indonesia Prevalensi BBLR diperkirakan mencapai 2103 dari 18.948 bayi (11,1%) yang ditimbang dalam kurun waktu 6-48 jam setelah melahirkan. Prevalensi ini menyebar secara tidak merata antara satu provinsi dengan provinsi lainya dengan
Universitas Sumatera Utara
prevalensi tertinggi berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar 19.2%, dan terendah berada di Provinsi Sumatera Barat yakni 6,0% (Riskesdas, 2010). Di Provinsi Sumatera Utara, prevalensi BBLR termasuk dalam kategori rendah bila dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2010 menunjukan bahwa angka prevalensi BBLR di Sumatera Utara sekitar 76 dari 928 bayi (8,2%) yang di timbang. Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Simalungun (2008), di Kabupaten Simalungun ditemukan angka kejadian BBLR sebanyak 133 kasus dari 17.296 bayi lahir hidup (0,77%) dan jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2007 yakni 94 kasus dari 16.976 bayi lahir hidup (0,55%). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Purba dan Silima Kuta menemukan bahwa terdapat 47 kasus BBLR dari 812 kelahiran hidup (5,56%) tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2011 kasus BBLR di kecamatan yang sama sebanyak 31 kasus dari 805 kelahiran hidup (3,85%). Pada tauhun 2010 dan 2009 angka kejadian BBLR ini cenderung menurun berturut-turut menjadi 1,45% (12 kasus dari 826 kelahiran hidup) dan 0,07% (6 kasus dari 753 kelahiran hidup). Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Simalungun tahun 2008, jumlah kasus BBLR di kecamatan Purba dan Silima Kuta dijumpai sebanyak 12 kasus dari 773 kelahiran hidup (0,59%). Pola kejadian kasus BBLR di atas menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah kasus dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Terdapat banyak faktor resiko yang menyebabkan kejadian BBLR dan salah satunya adalah konsumsi tembaku kunyah. Konsumsi tembakau kunyah akhir-akhir
Universitas Sumatera Utara
ini menjadi suatu tren di wilayah Simalungun khususnya di Kecamatan Purba dan Silima Kuta. Fenomena ini menjadi sesuatu yang menarik karna konsumsi tembakau kunyah banyak digunakan oleh wanita usia reproduktif. Jika sebelumnya penggunaan tembakau kunyah ( dalam bahasa batak disebut Suntil) hanya digunakan oleh wanita lanjut usia atau orang tua, namun sekarang penggunaanya didominasi oleh wanita usia muda. Tembakau kunyah adalah jenis tembakau tanpa asap yang dikonsumsi dengan mengunyah sebagian tembakau diantara pipi dan gusi atau gigi di bagian bibir atas. Tidak seperti penggunaan tembakau untuk rokok, tembakau kunyah
harus
dihancurkan secara manual, digigit agar nikotin yang terkandung dalam tembakau dapat keluar. Cairan tembakau hasil kunyahan yang tidak dinginkan kemudian di buang melalui ludah, sedangkan sebagian cairan ini kemudian ditelan (Doll, 2004) Di Indonesia, tembakau kunyah banyak di jumpai digunakan oleh suku-suku tertentu diantaranya seperiti suku Batak Toba, Karo dan Simalungun.Untuk pemakaian lokal, tembakau kunyah biasanya di buat dari daun tembakau yang diiris setelah daunya tua. Setelah diris dengan halus, tembakau ini kemudian di keringkan dan di gulung untuk selanjutnya di perdagangkan. Tidak terdapat banyak jenis tembakau kunyah yang diperjualbelikan di Sumatera utara. Pada umumnya jenis tembakau kunyah ini hanya di bedakan dari rasanya. Konsumsi tembakau kunyah di masyarakat lokal bukan merupakan sesuatu yang asing dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, tembakau dikonsumsi bersama dengan daun sirih. Dari hasil survei pendahuluan terhadap 12 wanita hamil di
Universitas Sumatera Utara
beberapa tempat daerah penelitian, diperoleh 4 dari 6 wanita hamil mengonsumsi tembakau kunyah dengan median 3-4 kali per hari. Konsumsi tembakau kunyah berkontribusi besar terhadap peningkatan konsentrasi nikotin dalam darah selain merokok dan terapi nikotin. Peningkatan konsentrasi nikotin dalam darah akan berdampak pada janin jika terjadi pada masa kehamilan. Hernietta dkk (2005) dari penelitianya menemukan penggunaan tembakau merupakan faktor resiko penting terhadap kejadian berat badan lahir rendah (OR = 2). Jayant (2009) dalam penelitianya di India menemukan bahwa konsumsi tembakau kunyah (chewing tobacco) merupakan faktor resiko paling menonjol penyebab berat badan lahir rendah (OR = 6,36). Secara umum terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi terjadinya berat badan lahir rendah pada bayi yaitu status gizi ibu, kondisi patologis ibu dan janin, anatomi dan fisiologis ibu, dan konsentarsi zat toksik dalam plasma dan cairan amniotik ibu (Manuaba, 1998). Salah satu zat toksik yang dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah pada bayi adalah konsentrasi nikotin pada plasma dan cairan amniotik ibu. Pastrakuljic, dkk (2000) dalam penelitianya menemukan hubungan yang signifikan antara konsentrasi nikotin (120 ng/ml) dengan penurunan trnsportasi asam amino plasenta. Nikotin secara bermakna menurunkan transpotasi asam amino arginin (P=0,007). Selain itu dalam dosis yang lebih tinggi nikotin diyakini menjadi prediktor kuat menurunkan transportasi asam amino alanin (P=0,02), penylalanin (P=0,04), dan valin (0,04). Mekanisme penurunan transportasi asam amino pada plasenta akan
Universitas Sumatera Utara
berkontribusi terhadap hambatan pertumbuhan janin (fetal growth restriction) yang pada akhirnya menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah. Resnik (1999) dalam penelitianya tentang efek nikotin pada aliran darah rahim (uterine), resistensi vaskuler rahim, dan katekolamin menemukan bahwa kinerja sistmemik nikotin (14-32 ug/kg berat badan per menit) menghasilkan 44% penurunan aliran darah rahim dan 203% meningkatkan resitensi vaskuler rahim (P < 0,01). Konsentrasi norepineprhine dan epinephrine meningkat selama infusi nikotin (dari 117.9±6.7 - 201.8±13.3 pglml, P < 0.001; and dan 71.6±4.5 - 124.1±8.4 pg/ml, P < 0.001). Dengan demikian, nikotin mempunyai efek perusak pada aliran darah rahim melalui pelepasan katekolamin. Kohler (2010) dalam penelitianya menemukan bahwa metabolit nikotin ditemukan pada cairan amniotik pada 80% ibu perokok pada masa kehamilan (704±464 nmol/L, P<0,001). Selain itu, ditemukan bahwa konsentrasi nikotin dalam cairan amniotik berkorelasi secara signifikan dengan konsentrasi urin janin (1139±813 nmol/L, P<0,001). Jika konsumsi tembakau kunyah berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi nikotin dalam cairan amniotik dan konsentrasi cairan amniotik dalam plasma menyebabkan menurunnya transport asam amino plasenta yang berkontribusi pada fetal growth restriction dan akhirnya menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah. Maka, dapat diduga terdapat pengaruh konsumsi tembaku kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Permasalahan Dari latar belakang diatas dapat di tarik permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah di Kabupaten Simalungun”.
1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh konsumsi tembakau kunyah terhadap kejadian berat badan lahir rendah di Kabupaten Simalungun.
1.4. Hipotesis Penelitian Konsumsi tembaku kunyah berpengaruh terhadap kejadian berat badan lahir rendah.
1.5. Manfaat Penelitian Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun untuk memahami bahwa salah satu faktor resiko penting BBLR adalah konsumsi tembakau kunyah.
Universitas Sumatera Utara