BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2500 gram disebut Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini merupakan indikator penting dari kesehatan bayi karena berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas bayi. World Health Organization (WHO) menyatakan tahun 2011 prevalensi global bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah sebesar 15,5% yang berarti sekitar 20,6 juta bayi lahir setiap tahunnya, 96,5% terjadi dinegara berkembang dengan insiden tertinggi di Asia Tengah 27,1% dan terendah di Eropa sebanyak 6,4%. Pada tahun 2012 prevalensi global bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah sebesar 15%. Sepuluh negara dengan prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) terbesar yaitu Mauritania sebesar 34%, Pakistan sebesar 32%, India sebesar 28%, Nauru sebesar 27%, Niger sebesar 27%, Haiti sebesar 25%, Bangladesh sebesar 22%, Nepal sebesar 21%, Philippines sebesar 21%, Ethiopia sebesar 20% dan 5 negara dengan prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) terendah yaitu Belarus, Montenegro, Turkmenistan dan Ukraine sebesar 4%, dan China sebesar sebesar 3% (WHO, 2012). Persentasi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) tahun 2012 di negara Canada sebesar 6,2%. Berdasarkan jenis kelamin persentasi sebesar 5,7% untuk bayi laki-laki dan 6,7% untuk bayi perempuan. Berdasarkan usia ibu sebesar 6,2% usia kurang dari
1 Universitas Sumatera Utara
20 tahun, 5,8% usia ibu 20-34 tahun dan sebesar 7,6% usia ibu 35-49 tahun (Statistics Canada, 2012). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Penyebab kematian neonatal yaitu Berat Badan Lahir Rendah atau BBLR (30,3%), Asfiksia (27%), tetanus (9,5%), masalah gangguan pemberian ASI (5,6%), masalah infeksi (5,4%), lain-lain (12,7%). Penyebab kematian bayi diantaranya gangguan perinatal (34,7%), infeksi saluran nafas (27,6%), diare (9,4%), kelainan saluran cerna (4,3%), tetanus (3,4%), kelainan syaraf (3,2%), lain-lain (17,4%). Penyebab kematian balita di antaranya infeksi saluran nafas (22,5%), diare (13,2%), penyakit syaraf (11,8%), tifus (11,0%), kelainan saluran pencernaan (5,9%), lain-lain (35,3%). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010, persentase Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia sebesar 11,1% dari 84,4% yang lahir dan ditimbang, sedangkan berdasarkan jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-laki sebesar 9,8% dan perempuan 12,4%, berdasarkan tempat tinggal yaitu diperkotaan sebesar 10,4 % dan di pedesaan 12%, berdasarkan pendidikan yaitu tidak pernah sekolah sebesar 13,7%, tidak tamat SD 15,1%, tamat SD 12,3%, Tamat SMP 10,6%, Tamat SMA 9,4%, Tamat Perguruan Tinggi 7,9%, berdasarkan pekerjaan yaitu tidak bekerja sebesar 12,3%, pegawai 7,8%, Wiraswasta 9,8%, Petani/Nelayan/Buruh 12,9%, lainnya 12,6% (Kemenkes RI, 2010). Berdasarkan profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 jumlah bayi di Indonesia sebanyak 4.699.699 jiwa, neonatal komplikasi termasuk bayi berat lahir rendah (BBLR) sebanyak 704.955 jiwa, cakupan penanganan neonatal komplikasi
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 602 jiwa atau 30%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010, persentasi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Provinsi Sumatera Utara sebesar 8,2 %, Aceh 11%, Sumatera Barat 6,0%, Riau 9,3%, Jambi 12,4%, Sumatera Selatan 11,4%, Bengkulu 8,7%, Lampung 9,0%, Kepulauan Bangka Belitung 10,4%, Kepulauan Riau 14,1%, DKI Jakarta 9,1%, Jawa Barat 10,9%, Jawa Tengah 9,9%, DI Yogyakarta 9,3%, Jawa Timur 10,1%, Banten 10,3 %, Bali 12,1%, Nusa Tenggara Barat 15,1%, Nusa Tenggara Timur 19,2%, Kalimantan Barat 13,9%, Kalimantan Tengah 18,5%, Kalimantan Selatan 16,6%, Kalimantan Timur 9,3%, Sulawesi utara 3,8%, Sulawesi Tengah 17,6%, Sulawesi Selatan 16,2%, Sulawesi Tenggara 10,4%, Gorontalo 16,7%, Sulawesi Barat 14,9%, Maluku 9,6%, Maluku Utara 17%, Papua Barat 13,5% dan Papua 17,9% (Kemenkes RI, 2011). Hasil pendataan, pelacakan kasus, dan sistem pelaporan yang dilakukan disarana kesehatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang, angka kematian bayi pada tahun 2007 sebesar 3,09 per 1000 kelahiran hidup, meningkat menjadi 3,11 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2008, dan mengalami peningkatan lagi pada tahun 2009 sebesar 3,28 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010 angka kematian bayi mengalami penurunan yang sangat berarti yaitu sebesar 2,67 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah neonatal risti/komplikasi di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011 yang dihitung berdasarkan estimasi 15% dari jumlah bayi baru lahir sebanyak 5.551 orang. Berdasarkan data yang dilaporkan pada tahun 2010 BBLR di Kabupaten Deli Serdang mengalami penurunan bila dibanding tahun 2009, yaitu dari 172 kasus dari 41.000 bayi yang dilahirkan atau 0,42% menjadi 65 kasus dari 36.639 bayi baru lahir
Universitas Sumatera Utara
yang ditimbang dan dilaporkan atau sebesar 180 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kabupaten Deli Serdang, 2011). Data dari Rekam Medis Rumah Sakit Haji Medan didapatkan dari bulan Januari sampai bulan Desember 2012 sebanyak 467 bayi yang dilahirkan dan sebanyak 45 bayi atau 9,63% dengan berat lahir rendah. Kejadian bayi berat lahir rendah di Rumah Sakit Haji Medan diakibatkan oleh ketuban pecah dini, Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK), Gemelli, Plasenta Previa, Myoma Uteri, Letak Sungsang, dan Prematur (Rumah Sakit Haji Medan, 2012). Infant Mortality Rate atau Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tataran provinsi maupun nasional. Selain itu, program pembangunan kesehatan di Indonesia banyak menitikberatkan pada upaya penurunan AKB. Angka Kematian Bayi merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup. Bila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, Angka Kematian Bayi terendah dimiliki oleh Kabupaten Karo sebesar 11,50/1000 kelahiran hidup, diikuti Kota Pematang Siantar sebesar 13,70/1000 kelahiran hidup dan Kota Medan sebesar 13,80/1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Mandailing Natal sebesar 41,50/1000 kelahiran hidup, diikuti Kabupaten Labuhan Batu sebesar 35,10/1000 kelahiran hidup dan Kabupaten Asahan sebesar 34,70/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Dalam masa kehamilan, kebutuhan zat gizi meningkat. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang janin, pemeliharaan kesehatan ibu. Kekurangan zat gizi dapat mengakibatkan anemia, abortus, partus prematurus, BBLR, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan, sepsis puerperalis. Asupan gizi yang baik selama kehamilan sangat mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan janin termasuk kesehatan ibu selama kehamilan, persiapan persalinan dan menyusui. Oleh karena itu asupan gizi selama kehamilan tidak boleh diabaikan. Pemenuhan gizi yang seimbang bagi ibu hamil berarti memenuhi panduan makanan yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang seimbang, yaitu yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Dalam setiap kali makan diusahakan harus selalu mengandung zat gizi seimbang. Status gizi ibu hamil dapat dilihat melalui kenaikan berat badan selama hamil yaitu sekitar 10-12 kg, dengan asumsi kenaikan trimester I kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg. Zat besi juga sangat dibutuhkan selama hamil melalui konsumsi tablet zat besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan, karena pemenuhan zat besi melalui makanan saja tidak mencukupi selama kehamilan (Indrayani, 2011). Ibu yang merokok selama kehamilan sering mengandung bayi lebih kecil dari pada yang tidak merokok. Ibu yang merokok mempunyai angka lebih besar terhadap ketidakberhasilan kehamilan karena meningkatnya kematian perinatal. Kopi dan teh dapat meningkatkan detak jantung dan metabolisme pada tubuh ibu, yang dapat menimbulkan stress yang nantinya mengganggu perkembangan janin, kopi juga dapat menyebabkan insomnia, mudah gugup, sakit kepala, merasa tegang dan mudah
Universitas Sumatera Utara
marah. Kopi berdampak pada janin karena dapat masuk keperedaran darah janin melalui plasenta. Hal ini akan berdampak yaitu keguguran, BBLR, sindrom kematian bayi mendadak, detak jantung meningkat. Teh berbahaya bagi ibu hamil karena beberapa zat yang terkandung dalam teh menyerap zat yang dibutuhkan oleh ibu hamil untuk janinnya dan memberikan efek negatif terhadap kondisi bayi. Terlalu banyak mengkonsumsi teh dapat menyebabkan kelainan zat tanin. Dikhawatirkan ibu yang mengkonsumsi banyak teh ketika hamil akan menderita anemia baik ibu maupun bayinya (Indrayani, 2011). Antenatal Care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Tujuan antenatal yaitu untuk menjaga agar ibu sehat selama kehamilan, persalinan dan nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat, memantau kemungkinan adanya resiko-resiko kehamilan dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan resiko tinggi serta menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin perinatal. Standart pelayanan antenatal yang berkualitas ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (2003) meliputi: pelayanan kepada ibu hamil minimal 4 kali, 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III untuk memantau keadaan ibu dan janin dengan seksama, sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi secara cepat dan tepat, melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran lingkar lengan atas. Melakukan pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin dengan tujuan deteksi dini terjadinya komplikasi, pengukuran
Universitas Sumatera Utara
tinggi fundus uteri dengan tujuan mendeteksi secara dini terhadap berat badan janin, molahidatidosa, janin ganda dan hidramnion, melakukan palpasi abdominal setiap kali kunjungan, pemberian imunisasi tetanus toxoid, pemeriksaan HB pada kunjungan pertama dan pada trimester III, memberikan tablet zat besi sebanyak 90 tablet, pemeriksaan urin jika ada indikasi, memberikan penyuluhan tentang perawatan diri, membicarakan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami/ keluarga pada trimester III, tersedianya alat-alat pelayanan kehamilan dalam keadaan baik dan dapat digunakan, obat-obatan yang diperlukan, dan mencatat semua temuan dalam KMS (Mufdlilah, 2009). Berdasarkan hasil survei melalui wawancara kepada bidan desa dan bidan praktik swasta yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis jumlah seluruh bayi usia satu tahun yang ada sebanyak 1550 bayi lahir dan ditimbang dan dengan BBLR dari bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 sebesar 3,5%. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 15 orang ibu yang melahirkan didapatkan bahwa 10 orang ibu yang melahirkan dengan BBLR penambahan berat badan selama hamil antara 10-13 kg, sedangkan 5 orang ibu yang melahirkan dengan bayi berat lahir normal penambahan berat badan selama hamil kurang dari 9 kg. Konsumsi tablet zat besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan jarang dilakukan. Selama kehamilan ibu juga tidak pernah merokok akan tetapi melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, 5 orang ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir normal mengatakan bahwa dari sebelum hamil sudah merokok dengan menghabiskan sebanyak satu bungkus rokok setiap harinya. Ibu yang merokok akan mengabsorbsi
Universitas Sumatera Utara
karbonmonoksida kedalam tubuh secara langsung dan akan mengikat hemoglobin. Hemoglobin memiliki kemampuan mengikat karbonmonoksida jauh lebih besar dibanding dengan kemampuannya mengikat oksigen sehingga kapasitas oksigen dalam darah akan berkurang. Ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR mengatakan bahwa mereka jarang mengkonsumsi kopi dan teh selama hamil, akan tetapi dari 5 orang ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir normal mereka mengatakan sangat suka minum kopi dan teh, dalam sehari minum kopi dan teh sebanyak tiga gelas. Data yang diperoleh dari Puskesmas Batang Kuis tahun 2012 bahwa cakupan kunjungan Antenatal Care K1 mencapai 98,1% dan K4 mencapai 96,01%, cakupan Imunisasi Tetanus Toxoid 27,28%, persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe sebesar 86% yang berarti telah memenuhi target pencapaian. Hasil wawancara yang telah dilakukan tentang pelayanan antenatal care bahwa kunjungan antenatal tercapai akan tetapi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kurang sesuai dengan standar antenatal care. Pengukuran lingkar lengan atas, pengukuran tinggi fundus uteri dengan menggunakan pita sentimeter dan pemeriksaan protein urin jika ada indikasi masih jarang dilakukan, yang seharusnya dilakukan karena sangat penting untuk menentukan status gizi ibu hamil dan pertumbuhan janin dalam rahim. Pemberian imunisasi tetanus toxoid dan tes penyakit menular seksual juga tidak pernah diberikan disebabkan ibu hamilnya sendiri yang tidak menginginkan tindakan tersebut karena merasa tabu. Pemeriksaan kadar haemoglobin dalam darah yang seharusnya dilakukan pada kunjungan pertama dan kunjungan kehamilan pada trimester III tidak
Universitas Sumatera Utara
pernah dilakukan sehingga banyak ibu hamil yang tidak terdeteksi mengalami anemia. Kramer (1987) dengan melakukan meta analisis tentang determinan dari Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), menemukan 43 determinan penyebab Bayi Berat Lahir rendah (BBLR) yang dianalisis dari 895 yang diteliti berdasarkan literatur dari tahun 1970 sampai 1984. Penelitian dibatasi pada persalinan pertama ibu yang hidup di daerah pinggir laut dan tidak memiliki penyakit kronis. Faktor yang jarang dan komplikasi pada persalinan dikecualikan. Ke 43 faktor tersebut dikategorikan kedalam faktor genetik, faktor demograpi dan psikologis, faktor obstetrik, faktor gizi, faktor penyakit selama kehamilan, merokok, minum kopi, minum teh dan faktor antenatal care (ANC). Menurut penelitian Despande Jayant et al (2011) di India daerah pedesaan Barat Maharastra dari 200 kasus yang diteliti tentang faktor-faktor risiko ibu terkait dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) mayoritas kasus dan kontrol memiliki kelompok umur 20-29 tahun, proporsi pendapatan yang rendah, buta huruf, pekerjaan ibu buruh tani, primipara, dan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Bayi berat lahir rendah sangat terkait dengan anemia. Faktor risiko yang signifikan diidentifikasi dalam analisis univariat termasuk kehamilan dengan hipetensi, berat badan ibu sebelum hamil <45 kg, tinggi <145 cm, dan perawatan Antenatal Care yang tidak memadai. Sebahagian besar ibu-ibu di daerah pedesaan tidak memanfaatkan pelayanan Antenatal Care. Banyak faktor risiko yang dapat di identifikasi untuk mencegah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebelum kehamilan terjadi. Pendidikan kesehatan, pembangunan sosial ekonomi, gizi ibu hamil, meningkatkan penggunaan
Universitas Sumatera Utara
layanan kehamilan adalah sangat penting untuk mengurangi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Menurut penelitian Irnawati et al (2011) di Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin di kota Banda Aceh menyatakan bahwa bayi berat lahir rendah merupakan penyumbang terbesar kematian dan kesakitan bayi. Kejadian bayi berat lahir rendah berhubungan dengan banyak faktor seperti faktor kesehatan ibu, perilaku selama hamil, lingkungan serta faktor janin dan plasenta. Perilaku yang buruk selama kehamilan seperti paparan asap rokok dapat memengaruhi suplai oksigen dari tubuh ibu ke janin dan plasenta. Paparan asap rokok dapat menurunkan kadar asam folat ibu yang berakibat terganggunya pertumbuhan janin dalam kandungan. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara ibu hamil perokok pasif berisiko 1,8 kali untuk melahirkan bayi BBLR. Berdasarkan Latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Faktor Gizi, Merokok, Minum Kopi, Minum Teh dan Antenatal Care terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Permasalahan Masih adanya kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup dibandingkan dengan angka kejadian BBLR di Kabupaten Deli Serdang yaitu sebesar 180 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan cakupan kunjungan antenatal care K1 mencapai 98,1% dan K4 mencapai 96,01% , cakupan imunisasi tetanus toxoid 27,28%, persentasi ibu hamil yang mendapat tablet Fe
Universitas Sumatera Utara
sebesar 86% yang berarti telah memenuhi target pencapaian, untuk maksud tersebut ingin dilihat pengaruh Faktor Gizi, Merokok, Minum Kopi, Minum Teh dan Antenatal Care terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang.
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh faktor gizi, merokok, minum kopi, minum teh dan antenatal care terhadap kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). 1.4 Hipotesis Ada pengaruh faktor gizi, merokok, minum kopi, minum teh dan antenatal care terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1.
Memberikan masukan bagi petugas kesehatan khususnya Kepala Puskesmas dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan antenatal care dan Kesehatan Ibu dan Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang.
2.
Bagi petugas kesehatan dapat meningkatkan pelayanan antenatal care dan pelayanan neonatus risiko tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
3.
Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang kesehatan reproduksi dan pengembangan pengetahuan tentang faktor yang memengaruhi kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR)
4.
Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh faktor gizi, merokok, minum kopi, minum teh dan antenatal care terhadap kejadian berat lahir rendah (BBLR).
Universitas Sumatera Utara