BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Anak bagi sebuah keluarga adalah sebuah karunia, rahmat dan berkat. Kehadiran seorang anak ditengah-tengah keluarga merupakan harapan dan dambaan. Isak tangis kehadirannya pertama kali di dunia, saat ia dilahirkan merupakan kegembiraan tersendiri. Tetapi suasana menjadi lain ketika anak yang dinantikan itu hidup dalam keadaan cacat mental. Terkadang kondisi macam ini dipandang sebagai sebuah aib atau malapetaka. Dan sangat sedikit yang menerimanya sebagai sebuah rahmat. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pada BAB I Pasal I adalah sebagai berikut : Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : 1. Penyandang cacat fisik. 2. Penyandang cacat mental. 3. Penyandang cacat fisik dan mental atau cacat ganda. Namun demikian, dengan melihat keadaan tersebut di atas, bukan berati harus di hindari ataupu di anggap tidak ada kenyataan tersebut di atas. Hak-hak dari
1
para penyandang cacat merupakan hal dasar mereka sebagai seorang warga Negara ataupun sebagai ciptaan Tuhan. Penderita Cacat Mental (Tuna Grahita) di Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, di dalam buku Yogyakarta dalam angka tahun 2003, jumlah penderita tuna grahita di tahun 2002 berjumlah 4185 penderita tuna grahita dan pada tahun 2003 penderita tuna grahita meningkat menjadi 6392 penderita tuna grahita. Penderita tuna grahita terbesar di DIY pada tahun 2002 berada di Kabupaten Sleman dan pada tahun 2003 berada di Kabupaten GunungKidul, dari data yang ada dapat di ambil kesimpulan bahwa penderita tuna grahita sebagian besar
dari kelompok
masyarakat yang kurang mampu dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari (kekurangan gizi) dan kurangnya sarana kesehatan yang memadai. Di dalam buku Pendidikan Luar Biasa yang disusun oleh G.H. Dicke di halaman 57 dijelaskan penyebab-penyebab dari tuna grahita adalah: 1. Si ibu yang mengandung bayi terkena penyakit infeksi seperti Rubella 2. Ibu meminum obat-obatan tanpa izin dokter 3. Partus/kelahiran terlalu lama, sehingga bayi kekurangan oksigen 4. Kelahiran dengan bantuan alat-alat seperti tang biasanya menyebabkan kerusakan pada otak Sedangkan anak penderita tuna grahita sindroma Down mengalami keterbelakangan mental akibat hambatan perkembangan kecerdasan, hal ini terjadi karena gangguan yang dialami anak pada susunan syaraf pusat dan jumlah penderita
2
sindroma Down menurut Soeroyo Machfudz di dalam artikel seminar “Optimalisasi Anak Dengan Sindroma Down” pada tanggal 27 Agustus 2005 di Auditorium RS. Dr. Sardjito adalah 300.000 jiwa di Indonesia dan 8.000.000 jiwa di Dunia. Menurut De Chiara, Joseph, and John Hancock Callender, dalam bukunya Time Sever Standards for Building, hal: 480-481 dalam pusat kesehatan mental adalah a. Area sosialisasi Area ini adalah ruangan untuk saling berkumpul atau berkelompok, Contoh dari ruangan ini adalah: Ruangan untuk permainan, musik atau untuk menari. b. Ruangan terapi rekreasi Ruangan ini untuk melatih fisik para penderita cacat mental untuk belajar sesutu tetapi dengan cara yang santai, ruangan ini memerlukan space yang lumayan besar karena ada dua kriteria yaitu terapi rekreasi di dalam ruangan dan di luar ruangan. Contoh terapi rekreasi di dalam ruangan adalah ruang untuk musik, dapur, ruang untuk memonton tv, sedangkan untuk terapi rekreasi di luar ruangan adalah berkebun, permainan olah raga.
3
c. Sirkulasi Sirkulasi dapat juga di gunakan untuk kontak tak resmi seperti waktu berjalan dan di saat berhenti kita dapat melihat pemandangan di sekitarnya. Dari latar belakang kenyataan di atas, maka penyusun mengambil judul tugas akhir “Griya Kreativitas Anak Tuna Grahita Sindroma Down di Daerah Istimewa Yogyakarta” dengan sub judul “Studi Perilaku Sindroma Down Sebagai Acuan Rancangan Ruang Dalam”, penulis juga membatasi usia yang akan dibahas antara usia 8 thn -15 thn dikarenakan penanganan sejak dini, dengan stimulasi awal anak sindroma Down tidak mengalami kecacatan mental yang berat.
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana merancang griya kreativitas anak tuna grahita sindroma Down yang memperhatikan studi perilaku tuna grahita sebagai acuan rancangan ruang dalam guna meningkatkan kreatifitas dan meningkatkan kemandirian serta perilaku yang lebih baik dengan menstimulasi syaraf integrasi sensori serta menciptakan suasana yang relaks untuk meningkatkan gelombang otak anak penderita sindroma Down.
4
1.3. Tujuan Merancang griya kreativitas anak tuna grahita sindroma Down yang menampung segala kreativitas penderita Sindroma Down juga sebagai wadah pengembangan diri dengan studi prilaku sindroma Down sebagai rancangan ruang dalam.
1.4. Sasaran 1. Melakukan studi mengenai griya kreatifitas tuna grahita dengan sebagian mengacu pada Sekolah Luar Biasa (SLB). 2. Melakukan studi mengenai karakter, kelainan dan kebutuhan fisik dan psikis pada penderita sindroma Down. 3. Melakukan studi tentang jenis terapi penderita sindroma Down. 4. Melakukan studi tentang desain interior ruangan untuk penderita sindroma Down.
1.5. Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan pada penulisan ini meliputi : 1. Jenis penderita tuna grahita dibatasi pada jenis penderita tuna grahita sindroma Down.
5
2. Permasalahan non arsitektural yang berkaitan dengan pembahasan yang meliputi perilaku penderita tuna grahita sindroma Down yang berkaitan dengan karakter, kelainan serta kebutuhan fisik dan psikis. 3. Terapi dibatasi pada terapi-terapi dasar penderita sindroma Down. 4. Pengolahan komposisi bentuk, permainan bidang dinding pada bangunan untuk menunjang terapi.
1.6. Metoda Untuk mencari data yang dikehendaki dan menganalisa mengenai Griya kreativitas tuna grahita ini, maka metode yang dilakukan adalah sebagai berikut : A. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Untuk mendapatkan data serta informasi yang tidak diperoleh di lapangan maka dilakukan wawancara dengan pengurus dari Sekolah Play Grup dan Life Skill Class di Yogyakarta 2. Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan mempelajari pendidikan luar biasa bagi penyandang cacat mental, serta mempelajari standart-standart arsitektur untuk anak-anak.
6
3. Observasi Pengamatan langsung pada Sekolah Play Grup dan Life Skill Class di Yogyakarta B. Metode Analisis / Pengolahan Data 1. Pengolahan data secara kuantitatif Pengolahan data yang diperoleh dari wawancara serta data lain diolah dengan mengubahnya menjadi data tabulasi ataupun skoring yang meliputi jumlah penyandang cacat mental di Yogyakarta, jumlah SLB yang ada di Yogyakarta. 2. Pengolahan data secara Kualitatif Menganalisa berbagai data yang diperoleh untuk mendapatkan tingkat keberhasilan griya kreatifitas anak tuna grahita sindroma Down yang mengutamakan perilaku serta aspek aksesibilitas. C. Metode Perancangan Menggunakan prinsip-prinsip metode pendekatan perilaku sindroma Down sebagai acuan rancangan ruang dalam.
7
1.7. Sistematika Penulisan BAB 1 Pendahuluan Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup pembahasan, metode dan sistematika penulisan perencanaan dan perancangan griya kreativitas tuna grahita di Yogyakarta.
BAB 2 Tinjauan Penyandang Tuna Grahita Sindroma Down Berisi tentang data-data jumlah penderita tuna grahita dan data-data jumlah penderita tuna grahita sindroma Down di Yogyakarta.
BAB 3 Tinjuan Teoritis Umum Sindroma Down Tentang tinjauan proyek secara umum yang menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan sindroma Down yang akan dikaji lebih lanjut untuk menyelesaikan permasalahan
BAB 4 Tinjauan Teoritis Griya Kreativitas Anak Tuna Grahita Sindroma Down. Penulis akan menjelaskan fungsi dari bangunan griya kreativitas anak tuna grahita sindroma Down dan elemen bangunan yang akan digunakan di bangunan tersebut.
8
BAB 5 Analisis Menuju Konsep Perencanaan dan Perancangan Griya Kreativitas Anak Tuna Grahita Sindroma Down. Analisis pemecahan masalah pada tata ruang serta analisis non-permasalahan berupa analisis site, kegiatan, struktur, utilitas.
BAB 6 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Gedung Griya Kreativitas Anak Tuna Grahita Sindroma Down. Berisi tentang konsep pemecahan permasalah (sketsa ide perencana) yang didapati dari hasil analisis.
9