1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan baik dalam kawasan (konservasi in situ) maupun diluar kawasan (konservasi ex situ). Alikodra (1990) meninjau peranan satwa liar bagi kehidupan manusia dari berbagai segi yaitu: 1. Ekonomi 2. Penelitian dan Ilmu Pengetahuan 3. Pendidikan dan Kebudayaan (keindahan dan etika) 4. Rekreasi dan Pariwisata Usaha pelestarian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, seringkali menuntut pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal. Agar hal tersebut dapat berlangsung berkesinambungan diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang berdasarkan pada aspek-aspek konservasi. Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang lingkungan hidup (pasal 1 ayat 11) dan Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi hayati dan ekosistemnya, memberikan pengertian mengenai konservasi sumberdaya alam sebagai pengelolaan sumberdaya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumberdaya terbarui menjamin kesinambungan tersediaannya
2
dengan
tetap
memelihara
dan
meningkatkan
kualitas
nilai
dan
keanekaragamannya. Dengan adanya fenomena bahwa sejak 2000 tahun terakhir, jumlah hewan-hewan menyusui yang musnah dari bumi ada 106 jenis, empat puluh diantaranya terjadi tahun 1990 dan 1995 (Sulthoni, 1990). Hal tersebut merupakan pelajaran dan peringatan bagi kita semua yang di bumi sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap sumberdaya hayati untuk memperhatikan masalah konservasi sebagai upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang mengarah pada usaha- usaha perlindungan ekosistem sebagai penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis dan genetika serta pelestarian pemanfaatannya. Hilangnya keanekaragaman berdampak lebih dari sekedar punahnya jenis. Bila populasi tumbuhan dan hewan disuatu tempat sudah habis, keanekaragaman genetika yang terdapat dalam setiap spesies yang memberikan kemampuan bagi spesies tersebut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga hilang. Pada akhirnya keseluruhan jenis dari tumbuhan dan hewan baik yang belum ataupun yang sudah langka akan mencapai ambang kepunahan (Wolf, 1991). Sejalan dengan pengertian diatas, maka upaya konservasi sumberdaya alam bukanlah hanya sekedar menjaga keberadaan suatu jenis sumberdaya alam agar tidak punah, tetapi diharapkan dapat mengembangkan nilai pemanfaatan sumberdaya alam pada masa mendatang, dalam waktu yang tidak terbatas. Salah satu jenis satwa yang membutuhkan upaya konservasi untuk mencegah penurunan jumlah populasinya pada habitat aslinya di alam yaitu
3
gorila. Gorila termasuk dalam kelompok kera besar (great apes) dan merupakan kera terbesar dalam dunia primata. Gorila hidup di hutan tropis, dapat ditemukan disembilan daerah Afrika dengan populasi terbesar di Afrika Barat dan Afrika Timur. Gorila dapat dikelompokan menjadi dua spesies dengan empat subspesies. Spesies pertama adalah Gorila Afrika Barat (Gorilla gorilla), terdiri dari Gorila Tepi Sungai (Gorilla gorilla diehli) dan Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla). Spesies kedua adalah Gorila Afrika Timur (Gorilla berengei), terdiri dari Gorila Dataran Rendah Timur (Gorilla berengei graueri) dan Gorila Gunung (Gorilla berengei berengei) (Suter dan Oates, 2000). 97-98 % DNA gorila identik dengan manusia, karena itu gorila mempunyai intelijen tinggi. Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa gorila bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sandi. Gorila memiliki ciri yang khas, baik dilihat secara morfologi maupun perilakunya di alam. Gorila memiliki tubuh yang besar bila dibandingkan dengan primata jenis lainnya dan memiliki sifat yang tidak ganas (Suzuki dan Nishihara, 1992). Menurut UNEP-World Conservation Monitoring (2002), populasi gorila mengalami penurunan yang semakin cepat dari tahun ke tahun, termasuk kategori membahayakan
atau
terancam
punah
(endangered
spesies).
Ilmuwan
memperkirakan ada tinggal sekitar 50.000 gorila di alam liar Afrika. Penurunan tersebut disebabkan antara lain karena perang saudara yang berkepanjangan, perdagangan ilegal daging gorila (bush meat trade), pemakaian produk gorila sebagai bahan upacara adat dan bahan pembuatan obat, sedangkan ancaman terbesar bagi populasi gorila adalah berkurangnya habitat aslinya karena
4
penebangan hutan ilegal, kebakaran dan konversi hutan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, hal ini menyebabkan berkurangnya wilayah bagi gorila untuk mencari sumber makanan. Selain itu populasi gorila juga terancam oleh adanya penyebaran penyakit terutama virus ebolla. Kelestarian dan kelangsungan keanekaragaman hayati merupakan tanggung jawab kita bersama, oleh karena itu dibutuhkan lembaga-lembaga yang berkomitmen pada upaya konservasi biodiversitas secara umum. Pusat Primata Schmutzer (PPS) merupakan salah satu lembaga konservasi ex situ yang berfungsi sebagai tempat usaha perlindungan dan pelestarian dengan membuat penangkaran khusus bagi Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla). Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menjamin kesuksesan upaya konservasi di Pusat Primata Schmutzer. Salah satunya adalah faktor bahwa gorila bukanlah hewan endemik Indonesia, dimana sumber pakan, kandang, vegetasi dalam kandang dan program enrichment harus disesuaikan dengan kebutuhan gorila, karena gorila yang berada di penangkaran mudah mengalami stress dan perubahan tingkah laku. Menurut Maple dan Holf (1982), kandang yang dibangun tempatnya harus cocok dengan hewan penghuninya sehingga dapat menjadikan hewan tersebut nyaman dalam beraktivitas. Pada pengelolaan kawasan konservasi ex situ satwa ditempatkan pada suatu lokasi atau kandang dengan luas lebih kecil dibanding dengan habitat asli yang sangat luas berkaitan dengan daerah dan daya jelajahnya dalam mencari makanan untuk bertahan hidup. Bertolak dari kepentingan tersebut maka diperlukan penelitian untuk mengetahui penyesuaian perilaku satwa khususnya
5
perilaku harian Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla) selama dalam penangkaran di Pusat Primata Schmutzer (PPS). Data dan informasi yang didapat diharapkan dapat bermanfaat untuk
penentuan langkah-langkah
selanjutnya dalam pengelolaan penangkaran gorila di Pusat Primata Schmutzer.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian mengenai bagaimana penyesuaian perilaku harian Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla) di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, DKI Jakarta.
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Mengetahui penyesuaian perilaku harian Gorila Dataran Rendah Barat (Gorilla gorilla gorilla) di Pusat Primata schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, DKI Jakarta.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan : Dapat memberikan data dan informasi mengenai perilaku harian yang terjadi pada satwa langka seperti gorila di penangkaran Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, DKI Jakarta, sebagai bahan penentuan dalam upaya pemeliharaan dan pengelolaannya.