1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh segenap rakyat Indonesia mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik sumber daya alamnya, geografi dan kependudukannya maupun ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Pembangunan
Nasional
bisa
terwujud
dalam
MEA
(Masyarakat Ekonomi Asean), pengertian MEA adalah bentuk integrasi masyarakat ASEAN dimana adanya perdaganan bebas di antara anggotaanggota Negara ASEAN yang telah di sepakati bersama Negara-negara ASEAN, dan Untuk menggubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur dan sangat kompetitif.1 Dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat selama MEA ini, negara-negara
ASEAN
harus
mempersiapkan Sumber
Daya
Manusia (SDM) yang terampil, cerdas dan kompetitif. Persiapan SDM yang terampil cerdas dan kompetitif akan bermuara pada tolok ukur karya yang telah diciptakan ataupun pada target dan hasil pekerjaan yang telah dicapai.
1
https://hstin597.wordpress.com/2015/01/28/pengertian-masyarakat-ekonomi-asean-mea/, diunduh tanggal 23-12-2015
`11
2
Pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dalam pencapaian tujuan pembangunan. Pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas
kontribusinya
dalam
pembangunan
serta
melindungi hak dan kepentingannya sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Pembangunan yang dimaksudkan tentu akan memaksa negara untuk membuka lowongan kerja yang sebesar-besarnya dengan kualitas tenaga kerja yang mampu bersaing dengan perkembangan dunia yang semakin ketat. Pembukaan lowongan kerja oleh negara tentu saja akan bermuara pada permasalahan hak dan kewajiban tenaga kerja yang telah bekerja pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hak dan kewajiban tenaga kerja tentu harus dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang dibuat khusus untuk mengatur mengenai seluruh kepentingan dan kemungkinan permasalahan yang timbul dari hubungan kerja serta hubungan industrial di Indonesia. Pembayaran upah akan menjadi jajaran permasalahan utama dalam pemenuhan hak dan kewajiban dalam pelaksanaan hubungan kerja dan hubungan industrial. Upah memang menjadi tujuan utama pekerja dalam melakukan pekerjaan. Tujuan pekerja/buruh melakukan pekerjaan adalah untuk mendapat penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupannya bersama dengan keluarganya yaitu penghitungan yang layak bagi
3
kemanusiaan.2Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaansudah diatur dalam Pasal 28D butir 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mewujudkan penghasilan yang layak, maka pemerintah harus menetapkan perlindungan pengupahan bagi pekerja. Perwujudan penghasilan yang layak dilakukan pemerintah melalui penetapan upah minimum atas dasar kebutuhan hidup layak. Pengaturan pengupahan ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Pengupahan yang dilaksanakan oleh pengusaha tidak boleh lebih rendah atau bertentangan dengan ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika kesepakatan tersebut ternyata lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum.3 Pengaturan tentang upah minimum ditujukan oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk perlindungan para pekerja. Kenyataannya upah minimum sampai saat ini belum menunjukkan regulasi yang diinginkan pekerja dan pengusaha. Perlindungan pengupahan bagi pekerja meliputi:4 1. Upah minimum; 2. Upah kerja lembur; 3. Upah tidak masuk kerja karena sakit; 2
Iman Soepomo, 2003, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, hlm.178 B. Siswanto Sastrohadiwiryo, 2002, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia : Pendekatan Administratif dan Operasional, PT. Bumi Aksara, Jakarta, hlm 15 4 Ibid 3
4
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain luar pekerjaannya; 5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya. Penetapan upah minimum diberlakukan pada tiap daerah untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan keluarganya. Penetapan upah minimum untuk daerah tertentu dapat dilakukan menurut sektor dan subsektor. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2014 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2015 mengatur bahwa dengan adanya penetapan upah minimum berarti pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang telah ditetapkan. Sementara apabila diberlakukan upah diatas upah minimum, harus diadakan kesepakatan terlebih dahulu antara pengusaha dengan pekerja. Dalam penetapan upah, pengusaha tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar apapun untuk
pekerja yang sama nilainya.
Meskipun upah merupakan sesuatu yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja, tetapi apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan maka upah boleh tidak dibayarkan pengusaha kepada pekerja dengan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan "living wage", yang berarti bahwa orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk
5
hidupnya. Upah minimum dapat mencegah pekerja dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang low skilled. Upah minimum dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan mengurangi konsekuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konverisional. Dijelaskan oleh Furqon Karim dalam Suara Merdeka bahwa dampak upah minimum terasa sangat signifikan bagi pengeluaran perusahaan terutama yang padat karya, karena selain menjadi fixed cost juga berpengaruh pada pengeluaran lain seperti lembur, jamsostek dan asuransi.5Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya hubungan ketengakerjaan yang adil. Apabila hubungan antara pekerja dan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka
tujuan
untuk
menciptakan
keadilan
dalam
hubungan
ketenagakerjaan akan sulit tercapai karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Pihak yang kuat adalah pemerintah sedangkan pihak yang lemah adalah pekerja, maka atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak. Penulis menetapkan pemilihan bahasan mengenai Keputusan Menteri
5
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.107
6
No.Kep.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu khususnya pada Pasal 10 yang menjelaskan bahwa Perjanjian kerja harian lepas dapat dilaksanakan untuk
pekerjaan-
pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan yang hanya dapat dikerjakan oleh pekerja/buruh itu sendiri serta upah didasarkan pada kehadiran pekerja/buruh harian lepas. Perhitungan menentukan upah pekerja harian lepas yang pada lazimnya dihitung perhari sesuai Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-102/MEN/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur yang menjelaskan dalam hal upah dibayar secara harian, maka perhitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Kedudukan pekerja harian lepas sangat lemah dikarenakan tidak seimbangnya penghasilan yang diterima dengan risiko kerja yang begitu tinggi, padahal setiap pekerjaan mempunyai risiko yeng berbeda-beda dengan tingkat faktor yang berbeda-beda.Pekerja harian lepas hanya mengandalkan upah dan tenaga tanpa memiliki posisi tawar lain apabila dibandingkan dengan pengusaha yang memiliki kekuatan berupa modal serta fasilitas-fasilitas lainnya. Upah yang diterima juga sangat riskan untuk tidak mencapai standar upah minimum yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak mereka.
7
Dalam hal ini penulis mengangkat mengenai pekerja harian lepas pada PG. Rejo Agung Baru karena terdapat beberapa kekhususan antara lain yaitu PG Rejo Agung Baru adalah pabrik yang bekerja dalam bidang produksi gula sehingga biaya produksi akan keluar dalam bermacammacam bentuk, kemudian jenis-jenis status pekerja dan jumlah dari pekerja yang dipekerjakan PG. Rejo Agung Baru disesuaikan dengan keadaan dalam musim giling tebu atau luar musim giling sehingga pekerja/buruh yang diperlukan dan direkrut akan berubah-rubah sesuai dengan keadaan yang telah yang telah dijelaskan diatas tadi.6 Selain itu mengenai upah dari pekerja harian PG. Rejo Agung Baru sangat riskan tidak mencapai upah minimum karena tergantung dari kehadiran pekerja harian lepas tersebut tetapi pekerja harian lepas tetap mendapat tunjangan kesehatan dengan berbatas nominal tertentu.7 Selanjutnya sesuai dengan tema pokok penulis, yaitu status pekerja harian lepas dalam PG. Rejo Agung Baru sendiri, merupakan status yang didapat oleh setiap pekerja yang masuk melalui perekrutan jalur internal, sehingga pekerja harian lepas dalam PG. Rejo Agung Baru tidak hanya pekerja lapangan yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang besar namun juga pekerja yang bekerja pada bagian administrasi juga.8
6
Hasil wawancara dengan Bapak Agung, staff Bidang Sumber Daya Manusia PG. Rejo Agung Baru, pada tanggal 22 Desember 2015 7 Ibid 8 Ibid
8
Keunikan inilah yang menjadi dasar untuk penulis melakukan penelitian
terkait
upah
minimum
dengan
judul
“PENERAPAN
KETENTUAN UPAH MINIMUM PEKERJA HARIAN LEPAS DI PG. REJO AGUNG BARU”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah perjanjian kerja harian lepas pada PG. Rejo Agung Baru Madiun sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu? 2. Bagaimanakah pelaksanaan ketentuan upah minimum dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 72 Tahun 2014 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2015 terhadap pekerja harian lepas di PG. Rejo Agung Baru?
C. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian oleh penulis adalah: 1. Tujuan Subyektif Tujuan subyetif dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang berguna dalam penyusunan penulisan hukum
9
sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Tujuan Obyektif Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis jabarkan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan guna menjawab rumusan masalah tersebut antara lain untuk mengetahui sudah sesuaikah perjanjian kerja harian lepas dengan peraturan yang berlaku serta melihat pelaksanaan dalam penerapan upah minimum pekerja harian lepas pada Perusahaan. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di berbagai perpustakaan, ditemukan berbagai penulisan hukum yang membahas mengenai penerapan upah minimum bagi pekerja harian lepas yang diantaranya adalah : a. Penulisan hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Harian Harian Lepas Perusahaan Otobus (PO) Pelita Baru Pariwisata, Tegal, Jawa Tengah” yang ditulis oleh Etsa Juwita Sari, Tahun 2013, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penulisan hukum tersebut menyoroti pelaksanaan perlindungan hukum dalam perjanjian kerja antara pekerja harian lepas dengan PO. Pelita Baru Pariwisata.
10
Kesimpulan yang didapat adalah masih belum secara menyeluruh terpenuhinya pelaksanaan perlindungan hukum bagi pekerja harian lepas oleh PO. Pelita Baru, baik dari unsur upah, Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3), dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Penyimpangan pelaksanaan perjanjian kerja juga dilakukan oleh PO. Pelita Baru Pariwisata, yang terbukti dari praktik lapangan bahwa banyak pekerja harian lepas memiliki masa kerja lebih dari 3 (tiga) bulan.9 b. Penulisan hukum dengan judul “Penerapan Ketentuan Upah Minimum Kabupaten Pada Sektor Informal (Pekerja Counter Pulsa) di Wilayah Kabupaten Sleman” yang ditulis oleh Miftah Farid Syafrudin, Tahun 2013, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penulisan hukum tersebut menjelaskan tentang alasan pekerja yang berada pada sektor informal tetap bersedia menerima upah dibawah ketentuan upah minimum serta permasalahan bahwa pengusaha pada sektor informal (counter pulsa) di wilayah Kabupaten Sleman tidak memberikan upah minimum kepada pekerjanya sesuai dengan ketentuan. Kesimpulan yang didapat yaitu alasan dari pengusaha counter yang tidak memberi upah pekerja sesuai dengan ketentuan 9
upah
minimum
adalah
tidak
memadainya
Etsa Juwita Sari, 2014, “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Harian Lepas Perusahaan Otobus (PO) Pelita Baru Pariwisata, Tegal, Jawa Tengah”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
11
keuntungan dari usaha counter pulsa untuk memberikan upah. Sedangkan alasan pekerja tetap bekerja meskipun dibayar dibawah ketentuan upah minimum adalah, tingkat pendidikan yang kurang memadai, pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan sampingan, dan faktor nyaman bekerja di counter pulsa semakin menguatkan niat pekerja.10 Hal yang membedakan penulisan hukum ini dengan penulisan hukum yang telah dilaksanakan sebelumnya adalah objek dan pokok bahasan yang terkandung didalamnya dimana objek penulisan hukum yang dilakukan penulis adalah pengambilan data di Pabrik Gula Rejo Agung Baru dengan perbedaan sistem pembayaran upah. Dalam penulisan hukum ini, penulis menyoroti kesesuaian antara pengupahan pekerja harian lepas yang dilakukan oleh Pabrik Gula Rejo Agung Baru dengan peraturan Upah Minimum yang telah dikeluarkan oleh Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 72 Tahun 2014 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2015. Dengan demikian, penelitian ini dapat memenuhi kaidah keaslian penelitian dan layak untuk diteliti. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Ketenagakerjaan. 10
Miftah, Farid, Syarifudin, 2013, “Penerapan Ketentuan Upah Minimum Kabupaten Pada Sektor Informal (Pekerja Counter Pulsa) di Wilayah Kabupaten Sleman”, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
12
b. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian yang lebih lanjut pada masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pekerja Harian Lepas Dapat memberikan dorongan moral dan membangkitkan kesadaran hak dan kewajiban sehingga dapat tercipta iklim kerjasama yang sehat antara pekerja harian lepas dengan pengusaha. a) Bagi Pengusaha Penelitian kewajiban
ini
dapat
pengusaha
memberikan
dalam
pemahaman
memperlakukan
tentang
pekerja/buruh
sebagaimana telah diperjanjikan dengan seadil-adilnya menurut batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi pihak pemerintah untuk lebih bersikap aktif dalam merespon permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di hubungan industri dan/atau hubungan ketenagakerjan yang semakin pesat. c) Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan sehingga dapat mendidik kita menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpikir dan bertindak kritis terhadap segala
13
ketimpangan yang terjadi di lingkungannya sehingga tercapai perdamaian dalam masyarakat. d) Bagi Penulis Penelitian ini sangat bermanfaat dalam menambah pengetahuan penulis atas seluk-beluk pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas serta dapat menumbuhkan jiwa penulis secara profesional dan meningkatkan sikap kritis atas segala praktik nyata dalam masyarakat