BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Maksud asas pelayanan farmasi di rumah sakit adalah untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan tepat meliputi semua aspek pengelolaan obat. Pelayanan pengelolaan obat merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Daerah . Pengelolaan obat merupakan bagian penting dalam tatalaksana penyakit secara paliatif , simptomatik, preventif dan kuratif. Pengelolaan obat meliputi sistem dan proses rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Biasanya melibatkan multidisiplin, mengkoordinasi usaha dari staf pelayanan kesehatan, mengaplikasikan prinsip dari proses desain yang efektif, implementasi dan peningkatan dalam seleksi, procuring, penyimpanan, peresepan, pembacaan resep, distribusi, penyediaan, peracikan, pemberian, perekaman dan monitoring dari terapi obat Untuk itu, proses pengelolaannya harus direncanakan dengan baik, guna menjamin ketersediaan obat yang baik guna mendukung proses pelayanan yang diberikan kepada pasien. Yang dimaksud dengan obat dalam uraian ini adalah semua obat yang disunakan oleh penderita rawat tinggal dan rawat jalan, semua zat aktif dan sediaannya dalam berbagai bentuk sediaan. Keberhasilan dari sistem pengelolaan obat ini tergantung dari ketaatan pada kebijakan dan prosedur. Untuk itu agar dapat mengorganisir proses pengelolaan obat secara terencana, maka RSUD menyusun pedoman pengelolaan obat ini. Komponen yang termasuk obat di RSUD , antara lain: obat-obatan oral/ injeksi, nutrisi parenteral, dan cairan infus.
1.2. TUJUAN 1.2.1.
Tujuan Umum
Sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan, prosedur dan pengelolaan obat-obatan di RSUD .
1.2.2.
segala proses di bidang
Tujuan Khusus 1.2.2.1. Terselenggaranya proses seleksi obat yang berdasarkan kaidah ilmu kedokteran dan farmasi, sesuai standar profesi yang berlaku. 1.2.2.2. Terselenggaranya proses pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat sesuai peraturan dan standar yang berlaku. 1.2.2.3. Terselenggaranya proses penulisan resep dan instruksi obat sesuai standar yang berlaku dan kaidah-kaidah keselamatan pasien (patient safety) 1.2.2.4. Terselenggaranya proses peracikan, penyiapan dan penyerahan obat sesuai standar yang berlaku dan kaidah-kaidah keselamatan pasien (patient safety) 1.2.2.5. Terselenggaranya proses pemberian obat ke pasien beserta monitoring efek samping obat yang sesuai dengan standar profesi dan kaidah-kaidah keselamatan pasien (patient safety)
1.3. LANDASAN & REFERENSI.
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek . 3. Undang-undang Republik Indonesia No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. 4. Permenkes No.26 /Menkes/Per/I/1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik. 5. Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik. 6. Permenkes No.922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotik.
1.4. KERANGKA KERJA (FRAMEWORK)
P la nni ng C o n tin u ous Im p ro v e m en t
Eva lu at io n
A ct io n
Mo n ito rin g
1.5. RUANG LINGKUP 1.5.1. Planning Penyusunan pedoman pengelolaan obat rumah sakit Pengorganisasian para pengelola obat rumah sakit. Koordinasi antara : Unit Farmasi Komite Medik Komite Keperawatan & Direktorat Keperawatan Sub Komite Farmasi dan Terapi Departemen Pelayanan Medik, Ambulatory Services dan Penunjang Medik Komite Keselamatan Pasien, KPPI dan Tim K3RS Penyusunan kebijakan dan prosedur di bidang : Pemilihan jenis obat
Pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat Penulisan resep dan instruksi obat Peracikan, penyiapan dan penyerahan Pemberian obat dan monitoring efek samping obat
1.5.2. 1.5.2.1. 1.5.2.2. 1.5.2.3. 1.5.2.4. 1.5.2.5.
Action
Pemilihan jenis obat Pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat Penulisan resep dan instruksi obat Peracikan, penyiapan dan penyerahan Pemberian obat dan monitoring efek samping obat
1.5.3.
Monitoring
Merupakan proses pengawasan terhadap keseluruhan sistem pengelolaan obat di RSUD , di mana jajaran manajemen akan menetapkan indikator mutu dan kinerja, baik dalam bentuk angka maupun narasi.
1.5.4.
Evaluation
Merupakan analisa hasil proses monitoring. Pembandingan antara data yang dikumpulkan, kemudian dibandingkan dengan standar yang ada, hasil benchmarking dengan rumah sakit lain, maupun best practices RSUD sendiri dari masa ke masa.
1.5.5.
Continuous Improvement
Merupakan proses penyusunan rencana lebih lanjut mengenai upaya perbaikan yang teridentifikasi dari proses analisis dan evaluasi di atas.
BAB 2 PENGORGANISASIAN 2.1. STRUKTUR ORGANISASI Proses pengelolaan obat di SBIH tidak berada di bawah salah satu departemen, namun merupakan koordinasi dari beberapa direktorat dan komite. Untuk itu, otoritas farmasi RSUD (supervisor Farmasi) menjadi penanggung jawab proses pengelolaan obat dengan struktur sebagai berikut : Komite Medik & Komite Keperawatan
Supervisor Farmasi
Selection / Pemilihan Pengadaan, Penyimpanan & Pendistribusian Penulisan resep & Instruksi Peracikan, Penyiapan & Penyerahan Pemberian & Monitoring Efek Sampin Komite Medik & Keperawatan Sub Komite FarmasiUnit & Terapi Farmasi
Sub Komite Farmasi & Unit Terapi Farmasi
2.2. URAIAN TUGAS 2.2.1. Supervisor Farmasi 2.2.1.1. Tugas & Wewenang 1. Menyusun perencanaan di bidang pengelolaan obat, berkoordinasi dengan komite medik, komite keperawatan, direktorat medik dan direktorat keperawatan. 2. Melakukan monitoring terhadap kinerja dan mutu dari proses pengelolaan obat-obatan. 3. Melakukan evaluasi dan merencanakan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil evaluasi kinerja dan mutu dari proses pengelolaan obat-obatan 4. Mengetahui dan berpartisipasi dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD 5. Mengetahui dan berpartisipasi dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi serta keselamatan kerja RSUD 2.2.1.2. Kualifikasi 1. Pendidikan Sarjana Farmasi Apoteker 2. Pengalaman minimal 3 tahun 3. Sehat fisik dan psikis.
2.2.2.
Sub Komite Farmasi & Terapi 2.2.2.1.
Tugas & Wewenang 1. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan mengembangkan formularium di RSUD dan merevisinya.
terapi
serta
2. Mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis. 3. Menetapkan pengelolaa obat yang digunakan di RSUD dan yang termasuk dalam kategori khusus. 4. Membantu Unit Farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di RSUD sesuai peraturan yang berlaku. 5. Melakukan kajian terhadap prngelolaan dan penggunaan obat termasuk efek samping obat di RSUD dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standart diagnosa dan terapi serta memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut. 6. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat. 2.2.2.2. Kriteria jabatan Sub Komite Farmasi dan terapi RSUD merupakan badan di bawah Komite Medik, yang terdiri dari sedikitnya 3 orang dokter, apoteker, perawat dan manajer penunjang medik.
2.2.3.
Direktorat Keperawatan 2.2.3.1. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
2.2.4.
Tugas & Wewenang Membantu pengendalian peresepan obat oleh dokter sehingga tidak terjadi duplikasi order/ peresepan obat. Membuat profil pengobatan pasien dalam catatan pemberian obat. Melakukan pemerikasaan ganda terhadap hasil interprestasi resep / order obat setiap pasien. Bertanggung jawab atas proses penyiapan obat di unit pelayanan pasien. Bertanggung jawab atas proses pemberian obat sesuai standar profesi, termasuk menyusun kebijakan dan prosedur terkait, dengan berkoordinasi dengan komite medik dan komite keperawatan. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan monitoring efek samping obat.
Komite Medik 2.2.4.1.
Tugas & Wewenang 1. Berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi dan penasehat bagi staf medik dan pimpinan rumah sakit dalam segala hal yang berkaitan dengan penggunaan obat (termasuk obat investigasi). 2. Bertanggung jawab atas penetapan standar penulisan resep dan pemberian instruksi pemberian obat.
BAB 3 PEMILIHAN (SELECTION) 3.1. SELEKSI. Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisassi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Kriteria seleksi obat : 1. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien. 2. Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan. 3. Memiliki rasio biaya manfaat yang menguntungkan, berkaitan dengan biaya pengobatan total. 4. Berdasarkan nilai klinik produk obat, manfaat dan keamanannya telah terbukti dari pengalaman klinik di berbagai rumah sakit. 5. Produk obat memenuhi syarat Farmakope Indonesia. 6. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan. 7. Obat tersedia secara komersial dan mudah diperoleh. 8. Manufaktur produsen mempunyai reputasi yang baik, terbukti dapat dipercaya, produknya belum pernah bermasalah dan bersedia mendukung kegiatan ilmiah rumah sakit. Proses seleksi ini dilanjutkan dengan perumusan formularium RSUD dan pembuatan buku formularium RSUD .
3.2. FORMULARIUM RSUD . Adalah himpunan obat yang diterima / disetujui oleh Sub Komite Farmasi dan Terapi yang bekerjasama dengan Direktorat Medik dan disahkan oleh Direktur untuk digunakan di RSUD . Formularium RSUD direvisi setahun sekali guna memastikan bahwa isi formularium selalu up to date dan mengikuti kebutuhan proses pelayanan pasien yang selalu berkembang karena adanya perkembangan di bidang ilmu dan teknologi kedokteran.
3.3. KRITERIA PENERIMAAN PRODUK OBAT KE FORMULARIUM. Pemilihan kriteria dimaksudkan sebagai acuan untuk mengukur kelayakan suatu produk obat yang dapat diterima dalam formularium RSUD . Kriteria ini disusun bersama oleh Sub Komite Farmasi dan Terapi Komite Medik bekerjasama dengan Direktorat Medik RSUD . Kriteria umum untuk penerimaan produk obat ke formularium RSUD adalah sebagai berikut : 1. Produk obat tersebut telah memenuhi syarat Farmakope Indonesia. 2. Produk obat tersebut adalah obat yang sesuai dengan keperluan untuk perawatan penderita sesuai pola penyakit dan populasi pasien di RSUD . 3. Mempertimbangkan karakteristik biofarmasi, farmakologi, farmakokinetik dan terapi klinik dari obat. 4. Nilai klinik produk, manfaat dan keamanan obat telah dibuktikan berdasarkan pengalaman klinis di berbagai rumah sakit. 5. Komposisi produk obat tidak boleh dirahasiakan. 6. Faktor harga, rasio biaya - manfaat yang menguntungkan, berkaitan dengan biaya pengobatan total.
7. Manufaktur produsen mempunyai reputasi baik, terbukti dapat dipercaya, produknya belum pernah bermasalah dan mendukung kegiatan ilmiah di RSUD . 3.4. KRITERIA PENGHAPUSAN PRODUK OBAT DARI FORMULARIUM Pemilihan kriteria dimaksudkan sebagai acuan untuk mengukur kelayakan suatu produk obat yang harus dihapuskan dari formularium. Kriteria ini disusun bersama oleh Sub Komite Farmasi dan Terapi Komite Medik RSUD bekerjasama dengan Direktorat Medik S RSUD . Kriteria umum untuk penghapusan produk obat dari formularium RSUD adalah sebagai berikut : 1. Produk obat tersebut ditarik dari peredaran. 2. Obat tersebut tidak lagi direkomendasikan oleh standar profesi medik sebagai terapi standar. 3. Utilisasi obat yang rendah dalam kurun waktu tertentu sementara telah ada obat lain dengan komposisi yang sama. 4. Produk obat susah diperoleh. 5. Manufaktur produsen bermasalah baik secara umum maupun dengan RSUD . 6. Didapatkan efek merugikan, berdasarkan hasil evaluasi.
3.5. KEBIJAKAN PENARIKAN OBAT. 1. Penarikan obat dapat disebabkan karena : a. Obat tertentu didapati/dicurigai menyebabkan efek samping serius b. Obat tersebut ditarik dari peredaran oleh distributor, manufaktur atau balai POM. 2. Penarikan obat dari peredaran dapat berasal dari distributor, manufaktur, pemerintah/Badan POM atau dari Unit Farmasi RSUD . 3. Penarikan dapat bersifat umum atau khusus pada satu atau lebih nomor lot (batch number) 4. Manajer penunjang medik mengeluarkan pemberitahuan mengenai penarikan obat kepada seluruh unit yang terkait dengan obat yang ditarik tersebut. 5. Setelah pemberitahuan penarikan diterima, obat akan dipindahkan atau diganti kemudian informasi ini akan disampaikan kepada seluruh staf medik yang berkaitan. 6. Semua obat yang ditarik, jika masih ada dalam persediaan akan dikarantina di Unit Farmasi sampai petunjuk untuk pengembalian dan atau solusi akhir yang ditetapkan.
3.6. KEBIJAKAN MENGENAI OBAT KADALUARSA. Obat-obatan yang mendekati kadaluarsa dan yang sudah kadaluarsa perlu penanganan khusus. Obat-obatan yang mendekati kadaluarsa baik di ruang perawatan maksimal 2 bulan sebelum kadaluarsa harus segera diserahkan ke Unit Farmasi dan dibuatkan berita acara. Sedangkan untuk obat yang sudah kadaluarsa baik di ruang perawatan, harus dilaporkan ke Unit Farmasi dan dibuatkan berita acara untuk diserahkan ke Unit Farmasi. Setelah itu dilakukan serah terima dengan bagian logistik farmasi untuk disimpan di gudang obat kadaluarsa (dikarantinakan) dan ditindaklanjuti.
3.6.1.
Pengelolaan obat yang mendekati kadaluarsa.
Langkah-langkah yang dilakukan terhadap obat-obat yang mendekati kadaluarsa:
1. Unit Farmasi akan selalu membuat pelaporan obat-obat yang akan kadaluarsa maksimal 2 bulan sebelum kadaluarsa. 2. Pelaporan tersebut akan diberikan kepada dokter-dokter dan meminta kepada para dokter untuk dapat membantu memakai obat-obat tersebut. 3. Pelaporan tersebut juga dilaporkan ke manajemen. 4. Bagian purchasing farmasi akan melaporkan obat-obat yang mendekati kadaluarsa tersebut kepada distributor masing-masing obat sesuai dengan kebijakan distributor tersebut dalam menerima retur obat-obat mendekati kadaluarsa. 5. Apabila telah disepakati maka obat-obat mendekati kadaluarsa akan diretur ke distributor obat tersebut dan akan diberikan pengganti obat yang masa kadaluarsanya lebih panjang.
3.6.2.
Pengelolaan obat yang telah kadaluarsa.
Beberapa jenis obat kadaluarsa tidak dapat diretur seperti langkah diatas dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain obat tersebut merupakan jenis obat life saving yang harus selalu ada dan karena proses pengadaannya harus diimport (beli putus), selain itu juga obat-obat dari daftar obat ASKES yang memang dalam kebijakannya tidak bisa diretur. Langkah-langkah yang dilakukan terhadap obat-obatan yang kadaluarsa : 1. Unit Farmasi tetap akan berusaha melaporkan kepada distributor untuk dicarikan jalan keluar yang baik. 2. Apabila tidak berhasil maka akan dibuatkan berita acara mengenai obat-obat yang kadaluarsa tersebut. 3. Kemudian obat-obatan tersebut akan diserahkan kepada tim K3RS untuk dimusnahkan dan dibuatkan berita acara pemusnahannya.
3.7. KEBIJAKAN TENTANG OBAT SAMPLE Obat sample adalah obat-obatan yang belum teruji secara klinis karakteristik biofarmasi, farmakologi, farmakokinetik, terapi klinik dari obat, dan/ atau belum memiliki ijin dari Badan POM RI. Tidak diperkenankan menggunakan obat-obatan sample di RSUD .
3.8. KEBIJAKAN TENTANG OBAT DONASI Obat donasi adalah obat-obat yang telah teruji secara klinis, teruji manfaatnya terhadap pasien serta telah memiliki ijin dari Badan POM RI yang diberikan oleh distributor sebanyak minimal satu kali peresepan untuk pemakaian pertama kali di RSUD setelah dinyatakan masuk formularium. Distributor tidak menarik pembayaran terhadap RSUD atas obat-obat yang didonasikan.
3.9. KEBIJAKAN TENTANG OBAT YANG DIBAWA PASIEN Obat yang dibawa pasien adalah obat pribadi pasien yang dibawa sendiri dari luar RSUD , baik dari pengobatan sebelum masuk RSUD atau pasien membeli sendiri dari luar RSUD dengan resep yang bukan dari RSUD . Dokter DPJP akan mengkaji ulang obat-obat tersebut, jika memang diperlukan dan dapat dipergunakan sesuai dengan indikasi dan penyakitnya, maka dokter DPJP mencatat obat-obat tersebut di form pemberian obat dengan catatan kondisi obat-
obatan tersebut masih baik dan layak dipergunakan. Untuk pemberiannya sesuai instruksi dokter DPJP, obat akan diberikan oleh perawat ruangan..
BAB 4 PERENCANAAN, PENGADAAN, PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN 4.1. PERENCANAAN. Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk mmenghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan. Pedoman perencanaan : 1. Perencanaan dilakukan berdasarkan tahap akhir pengelolaan yaitu berdasarkan atas data penggunaan obat periode yang lalu. 2. Dengan mempertimbangkan pola penyakit yang sedang terjadi (metode morbiditas/epidemologi). 3. Obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia, DOEN, Formularium RSUD dan Standar Terapi Rumah Sakit. 4. Mempertimbangkan sisa persediaan dan rencana pengembangan.
4.2. PENGADAAN (PROCUREMENT) Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian langsung dari distributor atau pedagang besar farmasi atau rekanan RSUD . Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar. Tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan. Pengadaan obat dilakukan oleh Unit Farmasi RSUD , di bawah koordinator purchasing farmasi. Langkah proses pengadaan : 1. Mereview daftar obat yang akan diadakan, mengacu pada formularium RSUD . 2. Menentukan jumlah item yang akan dibeli. 3. Menyesuaikan dengan situasi keuangan. 4. Memilih metode pengadaan. 5. Memilih rekanan. 6. Membuat syarat kontrak kerja bila ada. 7. Memonitor pengiriman barang dan memeriksa. 8. Menyimpan dan kemudian mendistribusikan.
4.3. PENYIMPANAN (STORAGE). Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan obat farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan : 1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya. 2. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya. 3. Mudah tidaknya meledak/terbakar. 4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya. Tujuan dari penyimpanan ini adalah untuk mempertahankan kualitas obat/alkes, mengoptimalkan manajemen persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang, melindungi permintaan yang naik turun, melindungi pelayanan dari pengiriman yang terlambat, menambah keuntungan bila pembelian banyak, menghemat biaya pemesanan dan mengurangi kerusakan dan kehilangan. Uraian kegiatan : 1. Menerima obat dan dokumen-dokumen pendukungnya antara lain surat pesanan/surat kontrak, surat kiriman, faktur obat. 2. Memeriksa obat dengan dokumen-dokumen yang bersangkutan baik dari segi jumlah, mutu, expire date, merk, harga dan spesifikasi lain yang diperlukan, pentingnya meneliti barangbarang adalah sangat perlu untuk menjamin kebenaran dari spesifikasi kuantitas dan kualitas barang yang diterima. 3. Menyimpan obat sesuai ketentuan : a. Lokasi dan tempat penyimpanan di gudang dan menjamin bahwa obat yang disimpan mudah diperoleh dan mudah mengaturnya sesuai penggolongan obat, kelas terapi/khasiat obat dan sesuai abjad. b. Perhatian untuk obat-obat dengan syarat penyimpanan khusus, obat-obatan thermolabiel dan expired date obat.
4. Memeriksa secara berkala dan menjaga obat dari kerusakan / kehilangan yang merupakan fungsi dari pemeliharaan dan pengendalian (controling), dan hal ini dilakukan minimal sebulan sekali di seluruh unit penyimpan obat di luar unit farmasi. 5. Memilih dan melakukan pengepakan untuk persiapan pengiriman obat dan menyiapkan dokumen-dokumennya. 6. Mengirim obat dengan dokumen-dokumen pendukungnya dan mengarsipkannya. 7. Mengadministrasikan keluar masuknya obat dengan tertib. 8. Menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan tempat penyimpanan/gudang.
b. c. d.
e. f.
g.
Berdasarkan lokasinya penyimpanan obat di RSUD dilakukan di : 1. Unit Farmasi a. Logistik Farmasi b. Apotek Farmasi c. Depo Farmasi 2. Unit-unit pelayanan pasien a. Lemari obat di ruang penyimpanan obat khusus Unit pelayanan yang boleh menyimpan obat sebagai buffer stock : Unit Gawat Darurat (Accident & Emergency) Unit –unit pelayanan intensif dan semi intensif Tempat penyimpanan obat life saving (Emergency Trolley / Cart) Penyimpanan Obat Narkotik dengan double lock. Di lemari pendingin dan lemari penghangat (Warmer) Anaphylctic Kit di seluruh unit yang melakukan pemberian obat parenteral. Penyimpanan obat pasien Di lemari obat dekat tempat tidur pasien (unit-unit selain Unit Charity) Di kotak-kotak plastik di nurse station (Unit Charity) Berdasarkan jenis obatnya, penyimpanan obat dilakukan dengan cara : 1. Penyimpanan obat di lemari biasa tidak terkunci 2. Penyimpanan obat di lemari terkunci a. Penyimpanan di lemari obat terkunci b. Penyimpanan obat life saving di crash cart. - Tanggung jawab penetapan jenis obat life saving ditetapkan oleh Code Blue Team, - Tanggung jawab pengontrolan kesiapan crash cart ada di unit pemilik crash cart, - Tanggung jawab pengontrolan kualitas obat di dalam crash cart ada di farmasi 3. Penyimpanan obat khusus berdasarkan tingkat securitynya a. Penyimpanan obat Narkotik (Daftar O) Obat narkotik merupakan obat yang karena sifatnya memerlukan penyimpanan khusus dengan double lock. Daftar nama obat-obat Narkotik di RSUD ada di APPENDIX A b. Penyimpanan obat Daftar G dan psokotropika harus ada di tempat terkunci. Daftar nama obat-obat psikotropika yang ada di RSUD ada di APPENDIX B 4. Penyimpanan obat yang tidak sekali pakai habis, dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh produsen obat. 5. Penyimpanan obat “Sound alike dan look alike” dilakukan dengan kewaspadaan tinggi dengan cara memberikan pewarnaan di kotak penyimpanannya.
8.
6. Penyimpanan obat / bahan obat high risk sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh produsen obat/ bahan obat tersebut. 7. Penyimpanan obat / bahan obat yang bersifat korosif, iritant dan mudah terbakar/meledak masing-masing disimpan secara terpisah. Penyimpanan obat khusus berdasarkan kondisi penyimpanan yang seharusnya a. Penyimpanan obat berdasarkan suhu tertentu di lemari pendingin Obat tertentu memerlukan lemari pendingin dengan suhu tertentu untuk menyimpan obat agar kondisinya tetap stabil dan baik saat akan digunakan. Salah satu monitoring yang dilakukan oleh pihak otoritas unit farmasi SBIH di bidang penyimpanan obat di lemari pendingin adalah : - Pengawasan terhadap isi lemari pendingin. - Pengawasan terhadap monitoring suhu harian lemari pendingin yang dilakukan oleh perawat. - Pengawasan terhadap pemeliharaan lemari pendingin Kebijakan tersebut berlaku di seluruh unit yang memiliki fasilitas lemari pendingin yang dipergunakan untuk tempat penyimpanan obat. Kebijakan umum penyimpanan obat di unit-unit pelayanan: 1. Semua lemari penyimpanan obat harus selalu dalam keadaan terkunci dan hanya dibuka pada saat pengambilan. Kunci dipegang oleh perawat. 2. Setiap lemari penyimpanan obat dilengkapi dengan kartu stock obat (lemari obat, , lemari narkotik dan kulkas) 3. Sistem penataan obat yang dipakai adalah First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) yaitu obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih dahulu diletakkan di depan obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa kemudian dan bila tanggal kadaluarsanya sama, obat yang datang lebih dahulu dipakai lebih awal. 4. Penyimpanan obat harus dipisahkan antar obat satu dengan yang lain, tidak boleh berada dalam satu kompartemen. Obat yang sama tapi dengan kekuatan sediaan yang berbeda harus diletakkan dalam tempat yang berbeda. 5. Penyimpanan obat Narkotik diatur khusus dalam SOP Pengelolaan Obat Narkotik. 6. Penyimpanan obat berdasarkan suhu tertentu di lemari pendingin: Harus dilengkapi dengan thermometer Dilakukan pencatatan suhu secara teratur di kartu pemeliharaan Jenis dan lamanya obat yang disimpan di lemari pendingin disesuaikan dengan standar yang ditentukan oleh produsen obat. 7. Penyimpanan cairan di warmer Harus dilengkapi dengan thermometer Dilakukan pencatatan suhu secara teratur di kartu pemeliharaan Jenis dan lamanya obat yang disimpan di lemari penghangat disesuaikan dengan standar yang ditentukan oleh produsen obat. 8. Penyimpanan Nutrisi Parenteral Harus disimpan pada suhu < 25 ºC. Tidak boleh terkena cahaya langsung. 9. Nutrisi parenteral disimpan di Logistik Farmasi, Apotek, Depo Farmasi, dan di Unit-unit Perawatan Intensif 10. Monitoring tempat-tempat penyimpanan obat di unit-unit pelayanan pasien dilakukan sebulan sekali oleh Staf Unit Farmasi.
4.4. PENDISTRIBUSIAN (DISTRIBUTION). Distribusi obat/alkes merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. 1. 2. 3. 4. 5.
Tujuan distribusi obat: Memperkecil kesalahan pengobatan. Memenuhi kebutuhan dan menjaga mutu obat. Memperkecil pemborosan dan penyalahgunaan obat. Mengamankan perjalanan obat dari Unit Farmasi hingga ke penderita. Adanya mekanisme kontrol untuk efek amping obat. Sistem distribusi obat di RSUD terbagi menjadi pendistribusian obat untuk pasien rawat inap, rawat jalan dan pasien gawat darurat.
4.4.1.
Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap.
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi sistem resep kombinasi antara sistem distribusi peresepan perseorangan dengan sistem distribusi persediaan lengkap di ruangan. Pendistribusian nutrisi parenteral ke unit-unit rawat inap biasa dilakukan oleh farmasi dalam bentuk unit dose dispensing (hanya untuk satu kali pemberian).
4.4.2.
Pendistribusian obat untuk pasien rawat jalan.
Merupakan kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit.
4.4.3.
Pendistribusian obat untuk pasien gawat darurat.
Merupakan kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi kebutuhan pasien gawat darurat di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dengan sistem resep kombinasi antara sistem distribusi peresepan perseorangan dengan sistem distribusi persediaan lengkap di ruangan.
BAB 5
PENULISAN RESEP DAN INSTRUKSI/ PRESCRIBING AND ORDERING 5.1. PENULISAN RESEP / PRESCRIBING Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi yang ditujukan kepada apoteker berisi satu atau lebih sediaan obat serta regimennya untuk diserahkan pada penderita yang namanya tertera pada resep tersebut untuk digunakan pada waktu yang ditetapkan. Prescription is a written request from the doctor or dentist to the pharmacist, containing one or more drug and regimens to be delivered to the patients whose names are on the prescription for use at defined time. Resep biasanya ditulis pada format yang dicetak, mengandung ruang kosong tempat penulisan informasi yang diperlukan yang disebut blanko resep. Order/resep obat ini harus dapat dibaca dengan jelas. Prescription is usually written in a printed form, containing a blank space where the required information is written. The prescription must be clearly legible Penulisan resep dilakukan sebagai sarana komunikasi antara dokter dengan petugas farmasi yang ditetapkan, yang berisi instruksi penyiapan dan penyerahan obat. Prescribing is a means of communication between physicians and pharmacist, which contain the instruction of drug preparation and dispensing. 5.1.1.Kebijakan penulisan resep/ Policy of Presribing Penulisan resep dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan resep yaitu/ Prescribing is conducted according to below principles: 1. Memenuhi persyaratan administrasi resep meliputi/ fulfill the administrative requirements : Identitas pasien (nama, nomor rekam medik, umur, jenis kelamin pasien) patient identity (name, medrec number, age, gender) Identitas dokter penulis resep (nama dan paraf dokter) Identity of prescriber physician (doctor name and sign) Tanggal resep date of prescription Ruangan/unit asal resep Origin of prescription (room/ unit) 2. Memenuhi persyaratan farmasi, meliputi / fulfill the pharmacy requirements: Simbol R/ / R symbol Nama obat/ name of drug Bentuk dan kekuatan sediaan / drug form and strength Dosis dan jumlah obat / drug dosage and quantity Signatura yang berisi Aturan, cara dan teknik penggunaan / signature, containing the rules, methods and techniques of using Terjadinya kesalahan pada pemberian obat kepada pasien dapat dimulai dari kesalahan peresepan / penulisan resep yang tidak jelas sehingga mengakibatkan kesalahan interprestasi resep, dispensing obat sampai pada kesalahan pemberian obat kepada pasien. Oleh karena itu, demi meningkatkan keselamatan pasien, maka SBIH menetapkan beberapa kebijakan tambahan sebagai berikut
The occurance of error in drug dispensing to the patient may be started from prescribing error or unclear prescribing. Therefore to improve patient safety, the hospital set several aditional policy as follows: 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8.
9.
Penulisan nama obat tidak boleh disingkat. (Misal : AMOXYCILLIN, bukan Amox). Kecuali dalam nama obat ada singkatan yang menandakan bentuk sediaan (misal : TRAMADOL SR). The writing of drug names should not be abbreviated (Example: AMOXYCILLIN, not Amox).Unless on the drug name there is abbreviation that indicates the drug form (example: TRAMADOL SR). Penulisan nama obat harus terbaca dengan jelas oleh seluruh pihak yang terkait/ The writing of drug name must be clearly legible to all related health practitioner. Untuk protokol obat kombinasi, harus ditulis secara terpisah setiap obat. (Misal obat TBC tidak boleh ditulis 2HRZE/H3R3, atau regimen kemoterapi, walaupun sudah baku). For drugs combination protocol, must be written separately each drugs. Tidak perlu menuliskan nama garam, kecuali ada beberapa bentuk garam yang berbeda (Tidak perlu menuliskan EPHEDRINE HCl, cukup EPHEDRINE saja). No need to write salt name, except there are several different form. Untuk kemasan sediaan perlu ditulis, misalkan CAPTOPRIL 25mg, Amoxycillin Syr 125mg/5mL. Need to write the stregth of drug, example CAPTOPRIL 25mg, Amoxycillin Syr 125mg/5mL Untuk dosis dituliskan dengan angka arab (1,2,3,dst). Dosage is written in Arabic number. Untuk jumlah dituliskan dengan angka romawi, didampingi dengan angka arab dalam tanda kurung (misalkan AMOXYCILLIN cap 500mg no XII (12) ). Quantity of drug is written in the greek number, accompanied with arabic number in parenthesis (example AMOXYCILLIN cap 500mg no XII (12) ). Penulisan Nama Obat ditulis Brand – nya, jika yang diminta adalah brand tertentu, dan Nama generik jika yang diminta adalah obat generik. The drug name is written in Brand Name if the requested is certain brand and written in Genereic Name if the requested is generic drug. Untuk obat yang diberikan bila perlu / pro re nata (prn), harus dituliskan indikasi pemberiannya, misalkan “Parasetamol 500mg, prn (bila demam / suhu di atas 38oC)”. For drug which is given as necessarry, need to write down the indication, example “Paracetamol 500 mg, prn (if fever/ temperature more than 38oC).
Guna makin meningkatkan keamanan dan keselamatan dalam pemberian obat, menghindarkan ambiguitas, maupun menghindarkan komunikasi yang berlebihan antar dokter dengan petugas Farmasi maupun perawat, maka beberapa istilah dan singkatan yang berhubungan dengan penulisan resep maupun instruksi ditetapkan di lampiran 1. In order to improve safety in drug dispensing and administration, to avoid ambiguity and excessive communication between physician and pharmacy staff and nurses, then several terms and abbreviations related to drug prescribing and ordering are set in attachment 1.
5.1.2.Kualifikasi Penulis Resep/ qualification of the prescriber Yang berhak dan berwenang menuliskan order/resep yang diakui oleh SBIH dan akan dilayani oleh unit Farmasi adalah dokter yang telah memenuhi persayaratan rumah sakit salah satunya adalah telah terakreditasi di SBIH, baik full time, part time maupun visiting, yang memiliki SIP yang sah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung. Those entitled and authorized to write the orders / prescriptions that are recognized by SBIH and will be served by the Pharmacy is a physician who is already accredited in SBIH, either full time, part time or visiting, who have a legitimate working license (SIP) issued by Bandung Health Office. Farmasi menerima update terkini setiap saat daftar dokter baru bergabung maupun dokter yang tidak lagi bergabung dengan SBIH. Pharmacy receive the latest update of the list contain new physician or physician who do not join the hospital anymore.
5.2. INSTRUKSI (ORDER) Yang dimaksud dengan instruksi adalah perintah pemberian obat baik yang dituliskan di berkas rekam medik maupun berupa instruksi verbal. Instruction is a command of drug dispensing or administration which is written in patient’s medical record or verbal communication. 5.2.1.Kebijakan instruksi / the policy of ordering Untuk menindaklanjuti instruksi verbal harus dilakukan komunikasi efektif dari yang memberi instruksi kepada yang menerima instruksi dengan urutan cara Tto follow up the verbal order, need to conduct effective communication between the provider of order to recipient as follows: 1. Setiap menerima instruksi verbal maka penerima instruksi harus/ everytime receive verbal order, the recipient must: Menulis apa yang diinstruksikan/ write the order Membaca ulang instruksi yang diberikan./ read- back the order Konfirmasi / ask confirmation of the order (Sesuai dengan International Patient Safety Goals/ in accorddance with International Patient Safety Goals) 2. Pada keadaan emergency : penerima instruksi harus mengulang kembali nama obat dan dosis dengan speling, misalnya 16 dibaca “satu-enam”. On emergency situation, the staff who receive order must repeat the drug name and dosage with spelling, example 16 repeat by “one-six”. 3. Penerima pesan harus selalu mencatat tanggal, jam dan tanda tangan, kemudian sesegera mungkin pengirim pesan juga membubuhi tanda tangan sebagai bentuk persetujuan / konfirmasi pesan yang diterima/ The order recipient must write down the date, time and sign and then the provider also give sign for approval.
4. Tidak boleh menerima voice mail order. Should not accept voice mail order. 5. Apabila menerima instruksi/order tidak langsung penerima instruksi dokter/perawat / farmasis harus konfirmasi /telepon ke pemberi instruksi / dokter secara langsung. Whenever received indirect order the recipient (nurse, pharmacist, physician) must confirm/ phone the order provider (physician) directly. 6. Instruksi harus lengkap terdiri dari komponen berikut / the complete order must contain following: Nama obat / drug name Bentuk dan kekuatan sediaan/ drug form and strength Dosis dan jumlah obat/ drug dose and quantity Signatura yang berisi Aturan, cara dan teknik penggunaan termasuk rute, frekuensi, dan kondisi-kondisi lain terkait pemberian obat/ signature which contain methode of administration, including route, frequency and another related condition. 7. Untuk obat-obat yang pemberiannya harus disesuaikan dengan berat badan (weight-based medication) seperti obat-obatan untuk pasien anak, obat kemoterapi atau obat-obatan lainya, maka pemberi intruksi harus menuliskan berat badan pasien dan ketentuan dosisnya misalnya “.. 5 mikrogram/kgBerat Badan“. For drugs which the administration should be adjusted to body weight (weight-based medication) such as drugs for pediatric patients, chemotherapy drugs or other drugs, the physician who provide order should write patient weight and dose requested such as ".. 5 micrograms/ kg bodyweight”. 8. Automatic Stop Order adalah penghentian secara otomatis pemberian obatobatan tertentu, kecuali dokter telah menuliskan secara spesifik jangka waktu lamanya pemberian obat-obatan tersebut. Ketentuan lebih lanjut tentang obatobatan yang termasuk automatic stop order dan time limitnya akan diatur dalam SOP khusus. Sub Komite Farmasi dan Terapi meninjau ulang SOP Automatic Stop Order setiap 3 tahun atau lebih cepat bila diperlukan. Automatic Stop Order is automatic discontinuation of certain drugs administration, unless the doctor has written specifically the period of drug administration. Further provision concerning drugs that include automatic stop order and the time limit will be set in specific SOP. The Committee of Pharmacy and Theurapeutic will review the SOP every 3 years or sooner if necessary. 9. Standing Order adalah instruksi dari dokter yang mengautorisasi perawat untuk memberikan obat-obatan tertentu kepada pasien, dimana dokter tidak menuliskan lagi secara lengkap komponen kelengkapan instruksi pengobatan (bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, signature, aturan pemakaian). Ketentuan lebih lanjut tentang standing order akan diatur dalam SOP-SOP tersendiri. Perawat penerima instruksi akan memberikan obatobatan kepada pasien sesuai dengan ketentuan dalam SOP Standing Order terkait, kecuali ada petunjuk khusus dari dokter pemberi instruksi. Sub Komite Farmasi dan Terapi meninjau ulang setiap SOP Standing Order setiap 3 tahun atau lebih cepat bila diperlukan.
Standing order is instruction from physician which autorize nurse to administer certain medication to patients, where physician do not write the complete components of order (drug form and strength, dosage and quantity of drugs, signatures, rules of usage). Further provisions about standing orders will be arranged in a separate SOP-SOP. Nurses who receives order will administer medicine to patient in accordance to provision in related sanding order procedure, unless the physician give special instruction. 10. Emergency Order adalah instruksi pengobatan dari dokter agar perawat memberikan obat dosis tunggal secepatnya/ segera (dalam waktu kurang dari 1 jam) dengan mencantumkan kata “CITO” pada instruksi tersebut. Instruksi seperti ini biasanya dilakukan pada kondisi kedaruratan. Emergency order is an instruction from the physician to the nurse to administer single dose of drug immediately/ as soon as possible (in less than an hour) with adding the word “Cito” in the instruction. This kind of instruction is usually done in emergency situation. Untuk menindaklanjuti instruksi tertulis yang ditulis di rekam medik, maka kebijakan yang diberlakukan adalah / to follow up written instruction on medical record, then the policy to be implemented is: 1. Sebelum melaksanakan instruksi, penerima instruksi harus membaca ulang instruksi yang diberikan dari rekam medik. Before performing instruction, the nurse (recipient of instruction) must read the instruction written in patient medical record. 2. Bila ada instruksi yang tidak jelas atau tidak lengkap harus segera konfirmasi ulang kepada pemberi instrusksi dan mendokumentasikan hasil konfirmasi di rekam medik pasien. If the instruction is unclear or not complete, the nurse must re-confirm to the physician and document the result in patient medical record. 3. Tidak diperkenankan menerima instruksi/order tertulis tidak langsung, apabila hal tersebut terjadi maka penerima instruksi harus melakukan konfirmasi kepada dokter pemberi instruksi secara langsung. Not allowed to receive written instruction/ order indirect, if this is happened then the nurse who receive instruction must phone/ confirm the physician directly. 4. Dokter penanggung jawab pasien menulis instruksi/ resep obat pada form order obat yang telah ditentukan, lengkap dengan bentuk dan kekuatan sediaan, dosis, rute pemberian, aturan pemakaian, jumlah obat, dan tanda tangan dokter. The physician in charge writes the instruction/ order in the medication order form, complete with drug form and strength, route of administration, quantity, rules for usage and signature. 5. Perawat ruangan dan dokter jaga memantau pemberian obat melalui form order obat. Nurses and ward physician monitor the drug administration trough Medication Order Form. 6. Petugas Farmasi yang telah ditentukan melakukan verifikasi dan mereview instruksi obat pada form order obat sebelum obat disiapkan dan diberikan kepada pasien.
The defined pharmacy staff conduct verification and review medication order on Medication Order Form before the drug is prepared and administered to patient. 5.2.2.Kualifikasi pemberi instruksi/ Qualification of Instruction Provider Yang berhak dan berwenang memberikan instruksi/order/resep yang diakui oleh SBIH adalah dokter yang telah memenuhi persayaratan rumah sakit salah satunya adalah telah terakreditasi di SBIH, baik full time, part time maupun visiting, yang memiliki SIP yang sah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung. Farmasi menerima update terkini setiap saat daftar dokter baru bergabung maupun dokter yang tidak lagi bergabung dengan SBIH. Those entitled and authorized to write the orders / instruction that are recognized by SBIH and will be served by the Pharmacy is a physician who is already accredited in SBIH, either full time, part time or visiting, who have a legitimate working license (SIP) issued by Bandung Health Office. Farmasi menerima update terkini setiap saat daftar dokter baru bergabung maupun dokter yang tidak lagi bergabung dengan SBIH. Pharmacy receive the latest update of the list contain new physician and physician who do not join the hospital anymore.
5.3. KEBIJAKAN TERKAIT PERESEPAN DAN INSTRUKSI/ POLICY RELATED TO PRESCRIPTION AND INSTRUCTION
1. Farmasi harus melakukan analisa terhadap interaksi obat yang terjadi dalam suatu peresepan maupun instruksi dan wajib memberitahukan ke dokter terkait bilamana menemukan interaksi obat. Pharmacy analyze the possibility of drugs interaction in a prescription or order and must inform related physician whenever discover drug interaction. 2. Bilamana ada resep atau instruksi yang tidak lengkap, tidak terbaca atau meragukan, maka farmasi akan : Menelepon dokter untuk melakukan konfirmasi hingga mendapat konfirmasi. Bilamana dokter pembuat resep / instruksi tidak dapat dihubungi, maka farmasi berusaha memperoleh konfirmasi dari perawat tempat instruksi / resep tersebut berasal untuk melihat dari rekam medik pasien. Bilamana kedua langkah tersebut tidak dapat dilakukan, maka Farmasi menginformasikan kepada pasien bahwa tulisan dokter tidak terbaca, dan belum dapat dikonfirmasikan ke dokternya. Pilihannya adalah menunggu hingga dokter dapat dihubungi. If find an order or prescription that incomplete or illegible, then pharmacy staff will: Phone the physician who gave order to confirm the order/ prescription If the physician cannot be contacted, pharmacy staff tries to get confirmation from the nurse on duty on the room/ unit where the prescription/ order came, to read the patient medical record. If the above steps can’t be done, then pharmacy staff will inform the patient that the writing can’t be read and haven’t confirmed yet to the physician. The choice is to wait until the physician can be contacted. 3. Peresepan / instruksi obat racikan harus memenuhi kaidah-kaidah farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Obat racikan adalah obat yang diserahkan kepada pasien tidak
dalam bentuk sediaan asal sesuai produsennya, baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan obat lain. The prescription/ order of mix drug should meet pharmacokinetic and pharmacodynamic requirements. Blend drug is a drug dispensed to patient not in original form as from its manufacturer, either alone or in combination with other drugs. Adapun peresepan / instruksi obat racikan yang dapat diterima adalah : - Dibutuhkan untuk diberikan dalam dosis kurang dari ½ tablet asli - Tidak dalam bentuk sediaan salut enterik, slow release atau bentuk sediaan khusus lainnya - Instruksi diberikan secara jelas dalam gram, miligram atau mikrogram per dosis pemberian, atau dalam hal bentuk sediaan topikal dalam gram, miligram ataupun mikrogram per satuan berat atau volume sesuai kemasannya. - Untuk racikan kombinasi obat, harus ada persetujuan sub komite farmasi dan terapi mengenai tidak adanya interaksi antar obat yang dicampurkan, termasuk mencampurkan obat padat ke cair. The prescription/ order of mix drugs that can be accepted are: - Needed to be given in doses of less than ½ the original tablet. Not in enteric-coated forms, slow release form or other special forms. Instructions are clearly given in grams, milligrams or micrograms per dose administration, or in the case of topical forms in grams, milligrams or micrograms per unit weight or volume suitablewith packaging. - For mix drug contain combination of drugs, must have approval for Sub Committee of Pharmacy and Therapeutic regarding no drug interaction, including to blend solid to liquid drug.
BAB 6 PERACIKAN, PENYIAPAN DAN PENYERAHAN 6.1. PERACIKAN & PENYIAPAN (PREPARATION) Peracikan obat adalah : proses menyiapkan obat dari kemasan asalnya, menjadi bentuk yang siap diberikan langsung ke pasien. Umumnya istilah ini digunakan untuk obat yang disipkan menjadi pulvus, capsul, sirup racikan, maupun berbagai obat luar racikan (krim, lotion, salep, dll). Peracikan obat dilakukan di unit Farmasi oleh petugas yang berijin, sesuai peraturan yang berlaku. Penyiapan obat adalah : proses menyiapkan obat dari kemasan asalnya, menjadi bentuk yang siap diberikan langsung ke pasien. Umumnya istilah ini digunakan untuk obat injeksi, dengan bentuk akhir tersedia dalam syringe, ataupun obat sirup, dengan bentuk akhir tersedia dalam gelas takar. Penyiapan obat dilakukan di unit farmasi oleh petugas farmasi yang berijin, maupun di ruang pelayanan pasien rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat oleh dokter maupun perawat. Penyiapan / peracikan obat dilakukan setelah interprestasi order dari dokter berupa resep. Dalam penyiapan obat, terjadi proses penterjemahan instruksi obat dari dokter ke bentuk yang siap diserahkan atau diberikan. Dalam proses ini, salah satu fungsi yang harus dilakukan adalah analisis duplikasi, interaksi dan reaksi obat. Analisis ini perlu dilakukan dengan tujuan : 1. Mengidentifikasi resiko terjadinya duplikasi obat baik dengan nama generik sama (Misal : Flagyll & Metronidazol) atau satu golongan (Misal : Captopril & Enalapril) ataupun dengan fungsi yang sama (Misal : Amoxycillin & Ceftriaxone) 2. Mengidentifikasi resiko terjadinya interaksi obat : drug to drug interaction, baik yang sifatnya potensiasi (saling memperkuat), maupun yang mengurangi kerja obat (misalnya obat-obat yang menggunakan jalur metabolisme yang sama) food to drug interaction (cara pemberian obat yang kurang tepat, seharusnya sebelum makan, namun instruksinya sesudah makan) 3. Mengidentifikasi resiko terjadinya perubahan bioavailabilitas obat akibat perubahan bentuk sediaan obat (Enteric coated tab dirubah menjadi pulvus) 4. Mengidentifikasi resiko terjadinya reaksi obat (untuk obat yang diracik, baik pulvus, cream, maupun sirup) 5. Mengidentifikasi resiko reaksi alergi obat 6. Mengidentifikasi resiko overdose (jumlah dan dosis yang mencurigakan) 7. Mengidentifikasi resiko adiksi (frekuensi penggunaan obat-obat yang memiliki resiko adiksi) 6.1.1.Penyiapan obat kemoterapi di SBIH Penyiapan obat kanker dilakukan secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih dengan menggunakan alat
perlindungan diri. Penyiapan ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Uraian kegiatannya adalah : 1. Melakukan perhitungan dosis secara akurat. 2. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai. 3. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan yang ditetapkan oleh dokter. 4. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku. 6.1.2.Persyaratan tempat dan peralatan penyiapan dan peracikan obat Unit Farmasi menyiapkan dan meracik obat dalam lingkungan yang bersih dan aman . Obat yang disimpan dan diracik diluar Unit Farmasi juga harus tetap menjaga kebersihan dan keamaanan. Persyaratan penyiapan obat : 1. Sebelum melakukan penyiapan peracikan obat, petugas harus mencuci tangan sesuai dengan aturan cuci tangan yang telah ditetapkan. 2. Sebelum dan setelah melaukukan peracikan obat, semua peralatan harus diambil dan dikembalikan ke tempatnya. 3. Sebelum dan setelah melaukukan peracikan obat, semua peralatan dan meja harus dalam keadaan bersih. 4. Semua petugas harus memakai alat perlindungn diri. 6.1.3.Kualifikasi Untuk peracikan atau penyiapan obat dilakukan oleh tenaga yang telah terlatih dan telah memeuhi persyaratan yang berlaku di SBIH. Untuk petugas yang di Farmasi yang berwenang untuk penyiapan obat adalah Apoteker dan Assisten Apoteker yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku di SBIH. Untuk petugas yang di unit pelayanan yang berwenang untuk penyiapan obat adalah Dokter atau perawat yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku di SBIH.
6.2. PENYERAHAN (DISPENSING) Penyerahan obat (dispensing) adalah proses penyerahan dari petugas farmasi kepada pihak yang akan memberikan obat (administering) dengan memberikan informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Obat disiapkan dan di-dispensing hanya berdasarkan orde/resep tertulis dari dokter yang memenuhi persyaratan rumah sakit yang diberi wewenang menulis order/resep. Tujuan : 1. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman. 2. Menyediakan obat secara efektif, efisien dan bermutu. 3. Menurunkan total biaya obat. 6.2.1.Kebijakan penyerahan obat 6.2.1.1. Penyerahan obat untuk pasien rawat jalan.
Pasien rawat jalan adalah semua pasien yang tidak memerlukan rawat inap. Aspek pemberian obatnya mencakup proses edukasi penderita mengenai obat yang akan dikonsumsi. Penyerahan obatnya dilakukan oleh Apoteker di Unit Farmasi. Kebijakan yang berlaku dalam penyerahan obat untuk pasien ambulatori adalah : 1. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker. 2. Sebelum menyerahkan obat kepada pasien Apoteker wajib memeriksa kembali identitas pasien yang tercetak di etiket. 3. Memeriksa kembali kesesuaian etiket dengan isi yang ada dalam wadah/plastik obat. 4. Membaca kembali aturan pakai yang harus disampaiakn ke pasien. 5. Menyampaikan informasi aturan pakai, kemungkinan efek samping dan penjelasan lain yang diperlukan berkaitan dengan konsumsi obat tersebut kepada pasien. 6.2.1.2.
Penyerahan obat untuk pasien rawat inap . Aspek pemberian obatnya mencakup proses edukasi kepada penderita mengenai obat yang akan dikonsumsi yang dilakukan oleh perawat. Penyerahan obatnya dilakukan oleh petugas Farmasi kepada perawat di unit-unit perawatan. Kebijakan yang berlaku dalam penyerahan obat untuk pasien rawat inap adalah : 1. Penyerahan obat dilakukan oleh petugas Farmasi kepada perawat di unit-unit perawatan. 2. Sebelum menyerahkan obat kepada perawat di unit-unit perawatan petugas Farmasi wajib memeriksa kembali identitas pasien yang tercetak baik pada resep maupun pada etiket sesuai dengan unit perawatan tempat pasien tersebut dirawat. 3. Petugas Farmasi melakukan serah terima obat kepada perawat di unit-unit perawatan. 4. Perawat yang menerima serah terima tersebut harus membaca dan mencocokkan kembali antara obat yang diterima dengan resep dan identitas pasien.. 5. Perawat di unit-unit perawatan juga harus melakukan pencocokan ulang antara obat, resep dan instruksi dokter yang tertulis di rekam medik.
6.2.2.Kebijakan pemberian etiket pada wadah obat. Etiket adalah semua etiket dan bahan tertulis atau tercetak lain pada wadah sediaan obat atau pada setiap kemasan atau pembungkus. Yang bertanggung jawab terhadap pemberian etiket adalah Apoteker. Syarat etiket : 1. Etiket harus dicetak / diketik.
2. Etiket harus terbaca dan bebas dari penghapusan dan coretan. 3. Dalam etiket harus menunjukkan informasi : Nama rumah sakit, alamt dan nomor telpon. Tanggal obat disiapkan dan diserahkan. Identitas pasien. Nama, kekuatan, volume dan jumlah obat / zat aktif dalam setiap dosis. Aturan pakai. 4. Tidak boleh menggunakan singkatan atau sinonim yang tidak lazim.
BAB 7 PEMBERIAN & MONITORING REAKSI OBAT 7.1. PEMBERIAN (ADMINISTERING) Pemberian adalah proses memasukkan obat ke tubuh pasien. Pemberian obat memiliki berbagai rute, sebagai berikut : 1. Per Oral 10. Epidural 2. Per NGT 11. Spinal 3. Intravena 12. Per Rektal 4. Intrakutan 13. Per Vaginal 5. Sub Kutan 14. Topikal 6. Sub Lingual 15. Inhalasi 7. Intraarterial 16. Eye drops 8. Intrakardiak 17. Ear drops 9. Intratekal 18. Nasal drops
19. 20. Proses pemberian obat dilakukan oleh dokter maupun perawat, dan bilamana secara ketenagaan memungkinkan, maka SBIH akan menerapkan pemberian Unit Dose oleh Clinical Pharmacist. 21. 7.1.1.Tempat Penyiapan Obat Injeksi 1. Penyiapan obat injeksi atau cairan intravena harus dilakukan di ruangan yang bersih, alas/ permukaan yang bersih dan jauh dari tempat tidur pasien. 2. Tempat penyiapan obat tidak bercampur dengan benda-benda lain seperti peralatan bekas makan, linen kotor, peralatan medis bekas, pembungkus dan lain-lain. 22. 23. 7.1.2.Kebijakan Pemberian (Administering) Obat. 24. 25. Rumah sakit akan mengadakan prosedur rinci terdokumentasi yang mengatur proses pemberian obat. Dengan melakukan hal tersebut, maka kebijakan yang diberlakukan adalah sebagai berikut : 1. Yang memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang telah terlatih dengan baik dengan pendelegasian, dan tetap di bawah tanggung jawab dokter. 2. Semua obat harus diberikan langsung kepada pasien dalam ruangan pasien. 3. Pemberian obat harus sesuai dengan aturan/resep yang dibuat oleh dokter. 4. Sebelum memberikan obat kepada pasien, perawat harus melakukan identifikasi pasien dengan mencocokkan antara nama dan nomor medical record serta melihat gelang pasien dengan identitas pada etiket obat. 5. Perawat / dokter yang memberikan obat harus membuat pelaporan mengenai kesalahan yang terkait dengan pemberian obat dan atau kejadian lain yang berkaitan dengan obat. 6. Pemberian nutrisi parenteral di ruang perawatan disesuaikan dengan rekomendasi dari masing-masing manufaktur. 26.
7.2. MONITORING REAKSI OBAT 27. 28. Tahap setelah memberikan obat adalah memonitor reaksi obat. Obat umumnya diberikan untuk suatu tujuan tertentu, dan pemberian obat harus disertai monitoring sesuai standar profesi yang ada. 29. 30. SBIH menetapkan standar minimal monitoring obat sebagai berikut : 1. Pemberian obat penahan rasa sakit pada pasien rawat inap disertai dengan monitoring skala nyeri yang intervalnya disesuaikan dengan kondisi pasien (bisa setelah beberapa jam, ataupun sehari sekali), dan monitoring tersebut ditindak lanjuti dengan analisa kecukupan dosis obat penahan sakit tersebut. 2. Pemberian obat inotropik harus dilakukan dengan monitoring tanda vital secara kontinyu menggunakan monitor pasien, yang memonitor sedikitnya tekanan darah, denyut jantung dan saturasi oksigen. Frekuensi pendokumentasian disesuaikan dengan kondisi pasien. 3. Pemberian semua obat intravena harus diikuti pengawasan dan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis. Seluruh unit yang memberikan obat intravena harus memiliki kit penanganan reaksi anafilaksis, dan pemberian obat intravena harus dilakukan oleh petugas yang mampu mengidentifikasi dan melakukan penanganan dini terhadap rekasi anafilaksis. 4. Pemberian obat anestesi dan sedasi, dilakukan oleh dokter atau perawat yang terlatih dan dilakukan monitoring terhadap patensi jalan nafas, status respirasi dan kardiovaskular serta derajat kesadaran pasien. Petugas harus mampu mengidentifikasi
5. 6. 7. 8.
reaksi yang tidak diinginkan akibat pemberian obat anestesi dan sedasi, serta mampu melakukan penanganan pada saat terjadi hal yang tidak diinginkan. Instruksi pemberian terapi elektrolit harus diberikan oleh dokter yang memiliki kompetensi dalam terapi elektrolit, terutama intravena/arterial, dan dilakukan monitoring secara laboratorium sesuai kondisi pasien. Pemberian terapi insulin harus dilakukan monitoring ketat kadar gula darah, dan petugas harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Instruksi pemberian terapi trombolitik harus diberikan oleh dokter yang memiliki kompetensi di bidangnya, dan monitoring dilakukan efek samping hemodinamik, perubahan EKG dan efek samping perdarahan. Instruksi pemberian obat kemoterapi harus diberikan oleh dokter yang memiliki kompetensi di bidangnya, dan monitoring dilakukan terhadap hemodinamik dan efek samping.
31. 32. Monitoring reaksi obat dilakukan oleh perawat menggunakan formulir catatan penggunaan obat pasien. Bila ditemukan reaksi obat yang tidak diharapkan (efek samping obat) selama dilakukan monitoring obat maka perawat mendokumentasikan kejadian tersebut di rekam medik pasien dan mengisi form insiden report. Sesuai dengan prosedur yang berlaku, insiden report dilaporkan ke Komite Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko Klinis (KKPMRK) untuk dilakukan pengkajian. KKPMRK akan meneruskan laporan tersebut kepada Sub komite Farmasi dan Terapi sebagai bahan pelaporan ke Badan POM. 33.
35.
34. BAB 8 PATIENT & STAFF SAFETY, INFECTION PREVENTION & CONTROL 36. DI BIDANG PENGELOLAAN OBAT-OBATAN
37. 8.1. IDENTIFIKASI RESIKO KESELAMATAN 38. 39. 40. 8.1.1.
Resiko keselamatan di bidang pengelolaan obat-obatan meliputi : ResikoKeselamatan Pasien 41. 42. Adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan / pelayanan yang didapat di rumah sakit. Risiko tersebut meliputi : Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah dosis obat, salah frekuensi, salah bentuk sediaan obat, salah rute pemberian, salah teknik penyiapan. Adanya polifarmasi, duplikasi obat. Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis) Pemberian obat expire date , atau obat rusak.
43. 8.1.1.1 Keamanan Pengelolaan Obat LASA (Look Alike, Sound-Alike) 44. The safety of Look Alike and Sound Alike Medication 1. Unit Farmasi membuat daftar obat-obatan LASA yang dipakai di SBIH. Daftar obat-obatan LASA tersebut didistribusikan ke seluruh unit pelayanan pasien. 45. Pharmacy unit provide a list containing LASA drugs using in SBIH. The list is distributed to all patient care units. 2. Penyimpanan obat-obatan LASA harus terpisah satu dengan yang lain dan tidak bersisian. . 46. The storage of LASA drugs must be separated one another and not side by side. 3. Pada tempat penyimpanan obat-obatan LASA diberi label dengan warna mencolok (tulisan hijau, dasar kuning) dan dicantumkan kata “HATI-HATI OBAT-OBATAN LASA” dan disebutkan kemiripannya dengan obat apa. 47. On the storage, LASA drugs is labeled with clear colour (green letter and yellow background), written “BE CAREFUL LASA DRUGS” and mentioned the similarity. 4. Dokter menulis instruksi atau resep obat-obatan LASA menggunakan huruf kapital. 48. The physician writes the prescription or order LASA drugs with capital letter. 5. Petugas farmasi melakukan pengecekan berkala penyimpanan obat-obatan LASA di luar Farmasi. 49. Pharmacy staff conduct regular inspection of LASA drugs storage outside pharmacy. 50. 8.1.1.2 Keamanan Pengelolaan Obat-obatan tidak habis sekali pakai (multidose) 1. Bila mungkin, upayakan menggunakan ampul/vial single dose untuk obatobatan atau pelarut obat-obatan. 2. Jangan mencampur atau menyimpan sisa dari vial obat sekali pakai untuk pemakaian selanjutnya, karena vial obat sekali pakai (single dose) tidak mengandung preservative anti bakteri. 3. Bila vial multidose digunakan:
a. Disimpan di lemari pendingin bila direkomendasikan oleh produsen obat b. Diberi label yang minimal berisi tanggal obat dibuka dan tanggal obat kadaluarsa, nama obat dan kekuatan sediaan (bila nama obat tertutup oleh label). c. Obat dapat digunakan sampai dengan 30 hari sejak dibuka atau sesuai rekomendasi produsen mengenai batas waktu ketahanan obat setelah dibuka. d. Buang vial multidose bila telah terkontaminasi atau kesterilan tidak terjamin. e. Desinfeksi diafragma karet penutup vial multidose dengan alkohol 70% dan biarkan kering sebelum menusukkan jarum steril. f. Gunakan alat steril untuk mengambil obat dari vial multidose, hindari pemakaian jarum dan syringe yang telah dipakai pasien. Hindari menyentuh/ mengkontaminasi alat steril sebelum penusukan. g. Untuk obat ampul yang digunakan multidose, sisa obat dan pengencernya disimpan dalam syringe, diberi label yang bertuliskan nama obat dan kekuatan sediaannya, dan boleh disimpan maksimal 24 jam kecuali dinyatakan lain oleh produsennya. 51. 8.1.1.3. Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
52. Medication error adalah setiap kejadian terkait pengobatan yang dapat dicegah, yang membahayakan atau berpotensi membahayakan pasien dan terjadi ketika pasien dalam proses pengobatan oleh petugas kesehatan. 53. Medication error is any preventable medication related event occurring as a result of actions by a healthcare professional that may cause or lead to patient harm while the patient is in the care of the healthcare provider (National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention NCCMERP, 2000). 54. Yang termasuk Medication error antara lain: Salah pasien Salah obat Salah dosis (termasuk “missing dose” yaitu obat yang seharusnya masih diberikan tetapi tidak, atau sebaliknya obat yang seharusnya sudah dihentikan tapi masih tetap diberikan) Salah waktu pemberian Salah rute/cara pemberian Efek samping obat 55. Medication errors as those incidents when medications are: Wrong patient Wrong drug Wrong dose(including missing dose: drugs that should be given but is not or drugs that should be stopped but is still given ) Wrong administration time Wrong administration route Adverse reaction of drugs 56. Pelaporan dan analisa kejadian medication error dilaporkan ke KKPMRK untuk dilakukan pengkajian, kemudian diteruskan kepada Subkomite Farmasi dan Terapi untuk dilakukan perbaikan dan dilaporkan kepada Komite medik atau komite/ departemen/ unit lainnya yang terkait untuk disosialisasikan.
8.1.2.
57. Medication error is reported to KKPMRK (Committee on Patient Safety) to be analyzed, then continue to Sub Committee on Pharmacy and Therapeutic for improvement. 58. 59. Resiko Keselamatan Staf 60. Risiko yang dapat diderita oleh petugas rumah sakit atas tindakan / pelayanan yang diberikan kepada pasien. Risiko tersebut meliputi : 1. Risiko tertusuk jarum (needle stick injury). 2. Risiko terkena paparan bahan berbahaya (inhalasi, direct contact) 3. Risiko kebakaran serta kontaminasi
61.
8.2.
MANAJEMEN RESIKO DI BIDANG PENGELOLAAN OBAT 62. 63. Bekerja sama dengan Tim K3RS di bidang pencegahan dan penanganan resiko keselamatan staf terkati dengan pengelolaan obat. 64. Bekerja sama dengan Komite Keselamatan Pasien & Manajemen Resiko Klinis di bidang keselamatan pasien. 65. Secara umum, manajemen resiko di bidang pengelolaan obat meliputi : 1. Pemakaian alat pelindung diri sesuai masing-masing prosedur. 2. Prosedur-prosedur keselamatan : Prosedur identifikasi, labeling, verifikasi, ckeck dan recheck, edukasi pasien Kebijakan dan prosedur penyimpanan obat, distribusi, termasuk pengawasan obat yang tersimpan di unit lain. Kebijakan dan prosedur pengawasan terhadap interaksi dan duplikasi obat. 3. Pelatihan peracikan dan pemberian obat, orientasi khusus unit farmasi secara adekuat. 4. Pemeliharaan fasilitas penyimpanan obat. 5. Good housekeeping dan manajemen limbah yang baik, termasuk pembuangan sampah sesuai ketentuan. 6. Penandaan dan kebijakan/prosedur untuk sound-alike / look alike drugs. 66.
8.3.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI 67. Bekerja sama dengan Komite Pencegahan dan pengendalian infeksi 68.
69. BAB 9 MONITORING, EVALUASI & CONTINUOUS IMPROVEMENT
70. 71. 9.1. MONITORING
72. 73. Merupakan proses pengawasan terhadap keseluruhan sistem pengelolaan obat di SBIH, di mana jajaran manajemen akan menetapkan indikator mutu dan kinerja, baik dalam bentuk angka maupun narasi 74. Monitoring dilakukan oleh jajaran manajemen senior rumah sakit dengan cara : 75. 76. Field Monitoring 77. 78. Merupakan monitoring langsung ke lapangan guna melakukan observasi terhadap pelaksanaan berbagai proses terkait dengan pengelolaan obat. Monitoring ke lapangan dilakukan jajaran manajemen senior bersama pihak terkait dengan aspek yang akan dimonitor dan seorang pencatat guna pendokumentasian hasil kunjungan lapangan. 79. Aspek yang diobservasi dalam kunjungan lapangan meliputi : 1. Aspek penyimpanan obat (baik di Unit Farmasi maupun di unit-unit pelayanan) 2. Aspek penulisan resep dan instruksi 3. Aspek peracikan, penyiapan dan penyerahan obat. 80. 81. Data Monitoring 82. Monitoring data merupakan monitoring menggunakan indikator baik kinerja (performance) maupun mutu (quality). 83. Indikator yang dipakai untuk memantau performa dan mutu dari proses pengelolaan obat SBIH adalah : 84. Kesalahan peresepan dokter untuk pasien rawat jalan 85. Judul 86. Kesalahan peresepan dokter untuk pasien rawat jalan 87. 88. Dimensi 89. Keselamatan pasien Mutu 90. Tujuan 91. Mencegah terjadinya keselahan pemberian obat ke pasien 92. Definisi 93. Penulisan resep dilakukan sesuai dengan kaidahOperasional kaidah penulisan resep yaitu: Memenuhi persyaratan administrasi resep meliputi : - Identitas pasien (nama, nomor rekam medik, umur, jenis kelamin pasien) - Identitas dokter penulis resep (nama dan paraf dokter) - Tanggal resep. Memenuhi persyaratan farmasi, meliputi : - Simbol R/ - Nama obat - Bentuk - Kekuatan sediaan (untuk obat tunggal). - Dosis dan jumlah obat - Signatura yang berisi aturan penggunaan Untuk dosis dituliskan dengan angka arab (1,2,3,dst), dalam unit yang bisa diukur seperti ; mililiter, miligram, gram (kecuali obat campuran) Kesalahan penulisan resep adalah penulisan resep yang tidak mengikuti semua ketentuan tersebut diatas 94. 95. Frekuen 96. Tiap bulan si Pengumpulan
Data 97. Periode Analisa 99. Numera tor 101. Denomi nator 103. Sumber Data 105. Standar 107. Penang gung jawab Pengumpul Data 109. Analisa
2.
98.
Tiga bulan sekali
100. Jumlah resep rawat jalan yang ditulis tidak sesuai ketentuan penulisan resep dalam satu bulan 102. Jumlah resep rawat jalan dalam bulan yang sama 104.
Observasi
106. 108.
0% SQICO Farmasi
110. Dept. Mutu, Dept. Penunjang Medik, Komite Medik, SPI, pihak terkait
111. 112. Angka obat yang mencapai kadaluarsa 113. Judul 114. Angka obat yang mencapai kadaluarsa 115. Dimensi 116. Efisiensi, efektivitas dan kesinambungan pelayanan Mutu 117. 118. Tujuan 119. Tergambarnya kemampuan unit pelayanan pasien dalam mengelola obat-obatan 120. 121. Definisi Angka obat yang mencapai kadaluarsa adalah obat yang telah mencapai Operasional batas akhir penggunaan yang telah ditentukan Monitoring angka obat yang mencapai kadaluarsa dilakukan di unit OT, UGD dan Intensif (ICU, CVCU, Perinatal Resiko Tinggi) 122. Frekuen 123. Tiap bulan si Pengumpulan Data 124. Periode 125. Tiga bulan sekali Analisa 126. Numera 127. Jumlah item obat-obatan yang mencapai kadaluarsa dalam tor periode satu bulan 128. Denomi 129. Jumlah seluruh item obat-obatan dalam bulan yang sama nator 130. Sumber 131. Observasi Data 132. Standar 133. ≤ 1% 134. Penang 135. SQICO Farmasi gung jawab Pengumpul Data 136. Analisa 137. Dept. Mutu, Dept. Penunjang Medik, SPI, Unit farmasi, Pihak terkait 138. 8. Kepatuhan Penyimpanan Elektrolit Terkonsentrasi (QPS 3.20) 139. Judul 140. Kepatuhan Penyimpanan Elektrolit Terkonsentrasi 141. Dimens 142. Keselamatan pasien i Mutu 143. Tujuan 144. Mencegah kesalahan pemberian elektrolit terkonsentrasi
145. Definisi Elektrolit terkonsentrasi adalah KCl (2mEq/ml atau lebih pekat), Operasional Kalium fosfat, NaCl lebih pekat dari 0,9 %, dan Mg SO4 (50% atau lebih pekat). KCL tidak boleh disimpan sebagai stock di unit pelayanan pasien kecuali di unit OK dan unit perawatan intensif. NaCl tidak boleh disimpan sebagai stock di unit pelayanan pasien kecuali di UGD dan unit perawatan intensif. Elektrolit terkonsentrasi harus berada dalam kemasan asli dan disimpan dalam lemari yang SELALU terkunci, kecuali saat mengambil elektrolit terkonsentrasi. Kunci dipegang oleh penanggung jawab ruangan / shift. Penataan harus dipisahkan antar Elektrolit terkonsentrasi satu dengan yang lain, tidak boleh berada dalam satu kompartemen. Pemisah diberi identitas, isi sesuai identitas. Kepatuhan penyimpanan elektrolit terkonsentrasi adalah tingkat kepatuhan unit dalam melakukan penyimpanan elektrolit terkonsentrasi sesuai dengan ketentuan di atas Monitoring dilakukan di unit-unit di bawah Departemen Keperawatan dan Departemen Pelayanan Medik 146. Frekue 147. Tiap bulan nsi Pengumpulan Data 148. Periode 149. Tiga bulan sekali Analisa 150. Numer 151. Jumlah unit yang melakukan penyimpanan elektrolit ator terkonsentrasi sesuai dengan ketentuan dalam satu bulan 152. Denomi 153. Jumlah unit yang diamati dalam satu bulan nator 154. Sumber 155. Observasi Data 156. Standar 157. 100 % 158. Penang 159. SQICO Internal Control, Internal Audit, Purchasing, Logistik gung jawab umum Pengumpul Data 160. Analisa 161. Dept. Mutu, Dept. Keperawatan, Dept. Pelayanan Medik, Dept. Penunjang Medik, SPI & pihak terkait
162. 9.2. EVALUASI 163. 164. Evaluasi dilakukan dengan analisis hasil pengumpulan data hasil monitoring, baik field monitoring maupun data monitoring. Evaluasi dilakukan dengan cara : 1. Membandingkan hasil observasi dengan standar, kebijakan maupun prosedur. 2. Membandingkan data hasil monitoring dengan standar, benchmark, atau best practices di SBIH dari waktu ke waktu. 165. 166. Kemudian hasil evaluasi dilakukan analisa penyebab. Data ditampilkan dalam bentuk grafik dan trend. 167.
9.3. 168.
CONTINUOUS IMPROVEMENT
169. Improvement dapat berupa revisi kebijakan atau prosedur, penyusunan kebijakan atau prosedur baru, penambahan atau perbaikan peralatan, penambahan atau peningkatan kualitas SDM. 170. 171.
173.
172. BAB 10 STAFF DEVELOPMENT
174. 175. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan kefarmasian secara kesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan di bidang kefarmasian. 176. Pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia IFRS untuk meningkatkan potensi dan produktifitasnya secara optimal, serta melakukan pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga farmasi untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan di bidang farmasi rumah sakit. 177. Dalam upaya ikut mewujudkan visi dan misi Santosa Bandung International Hospital (SBIH) untuk menjadi Rumah Sakit bertaraf internasional unggulan di tanah air, maka Unit Farmasi menyusun beberapa program untuk rencana pengembangan Sumber daya manusia (SDM) yang merupakan asset paling berharga dalam suatu unit pelayanan yang bertitik tumpu kepada jasa. 178. Pengembangan SDM di unit Farmasi bertitik pokok dan terpenting adalah masalah sikap atau attitude, kemudian diikuti pengetahuan dan ketrampilan (knowledge and skill) 179.
10.1. Tujuan 10.1.1. Umum 1. Mempersiapkan sumber daya manusia Farmasi untuk dapat melaksanakan rencana strategi Unit Farmasi di waktu mendatang. 2. Menghasilkan Apoteker dan Asisten Apoteker yang dapat menampilkan potensi dan produktifitas secara optimal di bidang kefarmasian.
10.1.2. Khusus 1. Meningkatkan pemahaman tentang farmasi rumah sakit. 2. Memahami tentang pelayanan farmasi klinik. 3. Meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di bidang kefarmasian. 4. Seluruh SDM unit Farmasi dapat memberikan pelayanan kepada pasien secara cepat ramah dan professional. 180.
10.2.
Ruang Lingkup Kegiatan. 181. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ruang lingkup kegiatan: Pendidikan formal. Pendidikan berkelanjutan (internal dan eksternal). Pelatihan. Pertemuan ilmiah (seminar, simposium). Studi banding. Praktek kerja lapangan (Depkes RI, 2004).
182. 10.3.
Kegiatan 183. Dalam upaya peningkatan kualitas SDM unit Farmasi, diadakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Orientrasi Karyawan baru. 184. Terdiri dari : Orientasi Umum karyawan 185. Orientasi karyawan baru di lakukan disesuaikan dengan program rumah sakit Orientasi karyawan baru di Unit Farmasi dilaksanakan dalam beberapa tahap: Orientasi umum tentang Farmasi mencakup lingkungan, SOP dan kebijakan.
2.
3.
4. 5. 6. 7.
Orientasi ke semua bagian yang ada di Unit Farmasi (Apotek, Lagistik, Depo dan Purchasing) Orientasi sistem IT Farmasi. Informal training, yang merupakan ajang transfer knowledge and skill baik dari dokterdokter fungsional, Manajer Penunjang Medik, Supervisor Unit Farmasi maupun dari Apoteker , misalnya : Informasi obat-obat terkini sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pengenalan tentang farmasi rumah sakit. Pengenalan dan cara pengisian katu stok. Manajemen logistik farmasi Job description SOP Briefing sebelum mulai bekerja untuk seluruh karyawan di unit Farmasi baik Apoteker, asisten apoteker, NA dan petugas Administrasi yang merupakan ajang di mana para staf mendiskusikan berbagai tugas, pengelolaan obat, termasuk tentang informasi obat/alkes kosong dan jalan keluarnya. Mengirim Apoteker dan asisten apoteker untuk pelatihan,seminar, dll. Pelatihan bahasa, yang program detailnya akan disusun kemudian Pelatihan penanggulangan bencana baik dari luar maupun dari dalam RS, bekerja sama dengan tim K3 RS. Pelatihan Service Excellence, managemen, komunikasi, motivasi, team work. Koordinasi dengan DIKLAT SBIH.
186. 187. 188. 189. 190. 191. 192. 193. 194. 195. 196. 197. 198. 199. 200. 201. 202. 203. 204. 205. 206. 207.
208. Riwayat Perubahan 209. No Tanggal Review
/ 210. Sebelum review
211. Sesudah review
212. 032/SK-
214. Bab 3 216. Bab 3 MENGENAI 3.7 KEBIJAKAN MENGENAI Dir/SBIH/III/ 3.7 KEBIJAKAN OBAT KADALUARSA. OBAT KADALUARSA. 2010 215.
Obat-obatan
yang
217.
Obat-obatan
yang
mendekati kadaluarsa dan yang sudah kadaluarsa perlu penanganan khusus. Obat-obatan yang mendekati kadaluarsa baik di ruang perawatan maupun di troly emergency maksimal 3 bulan sebelum kadaluarsa harus segera diserahkan ke Unit Farmasi dan dibuatkan berita acara. 213. /Tgl 28 Agustus 2010
mendekati kadaluarsa dan yang sudah kadaluarsa perlu penanganan khusus. Obat-obatan yang mendekati kadaluarsa baik di ruang perawatan maupun di troly emergency maksimal 3 bulan sebelum kadaluarsa harus segera diserahkan ke Unit Farmasi dan dibuatkan berita acara. Sedangkan untuk obat yang sudah kadaluarsa baik di ruang perawatan maupun di trolly emergency, harus dilaporkan ke Unit Farmasi dan dibuatkan berita acara untuk diserahkan ke Unit Farmasi. Setelah itu dilakukan serah terima dengan bagian logistik farmasi untuk disimpan di gudang obat kadaluarsa (dikarantinakan) dan ditindaklanjuti. 218.
220. Bab 3 221.
3.10 Tidak ada
TENTANG DIBAWA
223. Obat yang dibawa pasien adalah obat pribadi pasien yang dibawa sendiri dari luar SBIH, baik dari pengobatan sebelum masuk SBIH atau pasien membeli sendiri dari luar SBIH dengan resep yang bukan dari SBIH. Dokter DPJP akan mengkaji ulang obatobat tersebut, jika memang diperlukan dan dapat dipergunakan sesuai dengan indikasi dan penyakitnya, maka dokter DPJP mencatat obat-obat tersebut di form pemberian obat dengan catatan kondisi obat-obatan tersebut masih baik dan layak dipergunakan. Untuk pemberiannya sesuai instruksi dokter DPJP, obat akan diberikan oleh perawat ruangan..
219.
224.
222. Bab 3 3.10 KEBIJAKAN OBAT YANG PASIEN
225.
Bab 3 226. 3.11 Tidak ada
227. Bab 3 3.11MONITORING EFEK OBAT BARU DI FORMULARIUM 228. Obat Baru di Formularium adalah obat yang baru pertama kali masuk di formularium SBIH yang tidak masuk di dalam Formularium SBIH sebelumnya. Monitoring obat baru masuk formularium dilakukan
231. Bab 4 PENYIMPANAN 232. 233. 234.
230.
dengan cara: - Memantau ketepatan penggunaan obat (kesesuaian dengan indikasi obat). - Memantau efek obat yang diharapkan dan efek samping obat yang ditimbulkan. - Memantau kuantitas penggunaan obat (jumlah peresepan obat dan jumlah dokter yang melakukan peresepan). 229. Pengumpulan data dilakukan oleh Unit Farmasi selama 6 selama bulan pemantauan dan dicatat pada form yang sudah ditentukan di SBIH. Setelah 6 bulan pemantauan, data yang terkumpul dilaporkan kepada Subkomite Farmasi dan Terapi untuk ditindaklanjuti. Sesuai dengan kebijakan yang berlaku, Sub Komite Farmasi dan Terapi akan memutuskan apakah obat baru tersebut dilanjutkan untuk dipakai atau dikeluarkan dari formularium, dengan persetujuan Direksi SBIH. 235. Bab 4 PENYIMPANAN 1……….. 236. 1……… 7.Penyim .. panan cairan 237. 7. di warmer Penyimpana 8.Monitor n cairan di ing dilakukan warmer oleh….. 238. 8. Penyimpana n Nutrisi Parenteral Harus disimpan pada suhu < 25 ºC. Tidak boleh terkena cahaya langsung. Nutrisi parenteral disimpan di Logistik Farmasi, Apotek, Depo Farmasi, dan di Unit-unit Perawatan Intensif (ICU, CVCU, HCU, NICU). 239. 9. Monitoring dilakukan oleh…..
240.
241. 242.
Bab 4 245. 4.4.1 Pendistribusian obat 246.
Bab 4 4.4.1 Pendistribusian obat
untuk pasien rawat inap. 243. Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi sistem resep kombinasi antara sistem distribusi peresepan perseorangan dengan sistem distribusi persediaan lengkap di ruangan.
244.
untuk pasien rawat inap. 247. 248. Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi sistem resep kombinasi antara sistem distribusi peresepan perseorangan dengan sistem distribusi persediaan lengkap di ruangan. Pendistribusian nutrisi parenteral ke unit-unit rawat inap biasa dilakukan oleh farmasi dalam bentuk unit dose dispensing (hanya untuk satu kali pemberian). 249.
250.
251. Bab 5 300. Bab 5 5.2.1 Kebijakan instruksi 5.2.1 Kebijakan instruksi 252. 1. ………… 301. 1. ………… 253. 7. Untuk obat-obat yang 302. 7. Untuk obat-obat yang pemberiannya harus disesuaikan pemberiannya harus disesuaikan dengan berat badan, maka instruksi dengan berat badan (weight-based harus dituliskan lengkap, misalkan : medication) seperti obat-obatan “.. 5 mikrogram/kgBerat Badan / untuk pasien anak, obat kemoterapi menit.. “ atau obat-obatan lainya, maka 254. pemberi intruksi harus menuliskan 255. berat badan pasien dan ketentuan 256. dosisnya misalnya “.. 5 257. mikrogram/kgBerat Badan“. 258. 9. Tidak ada 9. Automatic Stop Order adalah 259. penghentian secara otomatis 260. pemberian obat-obatan tertentu, 261. kecuali dokter telah menuliskan 262. secara spesifik jangka waktu 263. lamanya pemberian obat-obatan 264. tersebut. Ketentuan lebih lanjut 265. tentang obat-obatan yang termasuk 266. automatic stop order dan time 267. limitnya akan diatur dalam SOP 268. khusus. Sub Komite Farmasi dan 269. Terapi meninjau ulang SOP 270. Automatic Stop Order setiap 3 tahun 271. atau lebih cepat bila diperlukan. 272. 10. Standing Order adalah instruksi dari 273. dokter yang mengautorisasi perawat 274. untuk memberikan obat-obatan 275. tertentu kepada pasien, dimana 276. 10. Tidak ada dokter tidak menuliskan lagi secara 277. lengkap komponen kelengkapan
278. 279. 280. 281. 282. 283. 284. 285. 286. 287. 288. 289. 290. 291. 292. 293. 294. 295. 296. 297. 298.
305.
instruksi pengobatan (bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, signature, aturan pemakaian). Ketentuan lebih lanjut tentang standing order akan diatur dalam SOP-SOP tersendiri. Perawat penerima instruksi akan memberikan obat-obatan kepada pasien sesuai dengan ketentuan dalam SOP Standing Order terkait, kecuali ada petunjuk khusus dari dokter pemberi instruksi. 303. Sub Komite Farmasi dan Terapi meninjau ulang setiap SOP Standing Order setiap 3 tahun atau lebih cepat bila diperlukan. 11. Emergency Order adalah instruksi pengobatan dari dokter agar perawat memberikan obat dosis tunggal secepatnya/ segera (dalam waktu 11. Tidak ada kurang dari 1 jam) dengan 299. mencantumkan kata “CITO” pada instruksi tersebut. Instruksi seperti ini biasanya dilakukan pada kondisi kedaruratan. 304. 306. Bab 5 318. Bab 5 307. Untuk menindaklanjuti instruksi 319. Untuk menindaklanjuti instruksi tertulis yang ditulis di rekam medik, tertulis yang ditulis di rekam medik, maka kebijakan yang diberlakukan maka kebijakan yang diberlakukan adalah : adalah : 308. 1……… ……… 4. Tidak ada. 4. Dokter penanggung jawab pasien 309. menulis instruksi/ resep obat pada 310. form order obat yang telah 311. ditentukan, lengkap dengan bentuk 312. dan kekuatan sediaan, dosis, rute 313. pemberian, aturan pemakaian, 314. jumlah obat, dan tanda tangan dokter. 5. Tidak ada 5. Perawat ruangan dan dokter jaga 315. memantau pemberian obat melalui 316. form order obat. 6. Tidak ada 6. Petugas Farmasi yang telah 317. ditentukan melakukan verifikasi dan mereview instruksi obat pada form order obat sebelum obat disiapkan dan diberikan kepada pasien. 320.
321.
322. Bab 7 323. 7.1.2 Kebijakan Pemberian (Administering) Obat. 324. 1. ……….. 325. 6. Tidak ada 326.
327. Bab 7 328. 7.1.2 Kebijakan Pemberian (Administering) Obat. 329. 1. ……….. 330. 6. Pemberian nutrisi parenteral di ruang perawatan disesuaikan dengan rekomendasi dari
masing-masing manufaktur. 332.
331.
343.
Bab 7
338.
Bab 7
333. 7.2 MONITORING REAKSI 339. 7.2 MONITORING OBAT REAKSI OBAT 334. 1. ………… ………… 335. 8. Instruksi pemberian obat 8. Instruksi pemberian obat kemoterapi kemoterapi harus diberikan oleh harus diberikan oleh dokter yang dokter yang memiliki kompetensi di memiliki kompetensi di bidangnya, bidangnya, dan monitoring dilakukan dan monitoring dilakukan terhadap terhadap hemodinamik dan efek hemodinamik dan efek samping. samping. 340. 336. 341. Monitoring reaksi obat 337. Tidak ada. dilakukan oleh perawat menggunakan formulir catatan penggunaan obat pasien. Bila ditemukan reaksi obat yang tidak diharapkan (efek samping obat) selama dilakukan monitoring obat maka perawat mendokumentasikan kejadian tersebut di rekam medik pasien dan mengisi form insiden report. Sesuai dengan prosedur yang berlaku, insiden report dilaporkan ke Komite Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko Klinis (KKPMRK) untuk dilakukan pengkajian. KKPMRK akan meneruskan laporan tersebut kepada Sub komite Farmasi dan Terapi sebagai bahan pelaporan ke Badan POM. 344.
Tidak ada 345.
Bab 8
342. 346.
Bab 8
8.1.1.3. Kesalahan
Pengobatan (Medication Error)
347. Medication error adalah setiap kejadian terkait pengobatan yang dapat dicegah, yang membahayakan atau berpotensi membahayakan pasien dan terjadi ketika pasien dalam proses pengobatan oleh petugas kesehatan. 348. Yang termasuk Medication error antara lain: Salah pasien Salah obat Salah dosis (termasuk “missing dose” yaitu obat yang seharusnya masih diberikan tetapi tidak, atau sebaliknya obat yang seharusnya sudah dihentikan tapi masih tetap diberikan) Salah waktu pemberian Salah rute/cara pemberian Efek samping obat
349. Pelaporan dan analisa kejadian medication error dilaporkan ke KKPMRK untuk dilakukan pengkajian, kemudian diteruskan kepada Subkomite Farmasi dan Terapi untuk dilakukan perbaikan dan dilaporkan kepada Komite medik atau komite/ departemen/ unit lainnya yang terkait untuk disosialisasikan. 352. 353. 354.
Bab 9 Data Monitoring …………
350. 355. 356. 357.
Bab 9 Data Monitoring ……….
1. Tidak adanya kejadian kesalahan 1. Kesalahan peresepan dokter untuk pemberian obat. pasien rawat jalan 2. Angka ketidaktersediaan obat-obatan 2. Angka Obat Yang Mencapai Formularium di Farmasi Kadaluarsa 3. Angka obat yang mencapai kadaluarsa 3. Kepatuhan Penyimpanan Elektrolit Terkonsentrasi
351.
358.
359. 360. 361. 362.
363. Persetujuan 364. No SK lama / 365. Tanggal Review
366. K om ite
367. Seni or Manaj er
368. Chi e f
369. Direk tur
370.032/SKDir/SBIH/III/ 372.
2010
373.
374.
371. /Tgl 28 Agustus 2010
376. 377. 378. 379. 380. 381. 382. 383. 384. 385.
386. APPENDIX A 387. DAFTAR NAMA OBAT-OBAT NARKOTIKA DI SBIH 388. 1. 2. 3. 4. 5.
List Obat Narkotik di SBIH Codein 10 mg tablet Codein 15 mg tablet Codein 20 mg tablet Codipront Cum Expectorant Capsul
375.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Codipront Cum Expectorant Syrup Codipront Capsul Codipront Syrup Coditam tablet Durogesic 12,5 MU Durogesic 25 MU Durogesic 50 MU Fentanyl 0,1 mg/ 2 ml Injeksi Morphin 10 mg Injeksi MST Continus 10 mg tablet MST Continus 15 mg tablet MST Continus 30 mg tablet Pethidin 100 mg/ 2 ml Injeksi
389. 390. 391. 392. 393. 394. 395. 396. 397. 398. 399. 400. 401. 402. 403. 404. 405. 406. 407. 408. 409. 410. 411. 412. 413. 414. 415. APPENDIX B 416. DAFTAR NAMA OBAT-OBAT PSIKOTROPIKA DI SBIH 417. 418.
419.KOMPOSISI
426.
427.ALPRAZOLAM
420.NAMA OBAT/ ALKES
428.ALGANAX 0,25 MG 432.ALGANAX 0.5 MG
421. S 429. T 433. T
436.ALGANAX 1 MG
437. T
440.ALPRAZOLAM 0,25 MG TAB DEXA
441. T
444.ALPRAZOLAM 0,5 MG TAB DEXA 448.ALPRAZOLAM 1 MG TAB DEXA
449. T
452.XANAX 0,25 MG TABLET
453. T
456.XANAX 0,5 MG TABLET
460.XANAX 1 MG TABLET 464.XANAX XR 0,5 MG TABLET
474.
475.EXTRACT BELLADONA+LU MINAL
478.
479.CHLORDIAZEPOK SIDA+CLIDINIUM
482.
483.CHLORDIAZEPOK SIDA HCL
506.
487.CLOBAZAM
507.DIAZEPAM
457. T 461. T 465. T
468.XANAX XR 1 MG TAB
469. T
472.CALMLET 2 MG TAB
473. T
476.BELAPHEEN
477. T
480.BRAXIDIN TAB
481. T
484.CETABRIUM 5 MG TAB ISI 500
485. T
488.CLOBAZAM 10 MG TABLET DX
486.
445. T
489. T
492.CLOBAZAM 10MG TABLET (ASKES)
493. T
496.CLOBIUM 10 TAB
497. T
500.FRISIUM 10 MG TABLET
501. T
504.FRISIUM 10 MG TABLET ASKES
505. T
508.DIAZEPAM 10 MG INJ INF
509. A
512.DIAZEPAM 2 MG TABLET 516.DIAZEPAM 5 MG TAB
520.DIAZEPAM 5MG TAB ASKES 524.VALISANBE 10 MG/2 ML INJEKSI 528.VALISANBE 2 MG TABLET
532.VALISANBE 5 MG TABLET 536.VALIUM 10 Inj
513. T 517. T 521. T 525. A 529. T 533. T 537. A
540.VALIUM 2 544.VALIUM 5
545. T
548.STESOLID 10 MG/2 ML INJEKSI - ASKES
549. A
552.STESOLID 10 MG/2 ML INJEKSI - REGULER 556.STESOLID 10 MG/2.5 ML RECT TUBE- ASKES 560.STESOLID 10 MG/2.5 ML RECTAL TUBE 564.STESOLID 2 MG/5 ML 60 ML SYRUP 568.STESOLID 5 MG/2.5 ML RECT TUBE
579.ESTAZOLAM
584.ESTALIN 2 MG TAB (30s)
627.LUMINAL
581. T 585. T 589. A 593. A 597. A 601. A
604.MILOZ 15 MG INJ - ASK
605. A
608.MIDACUM 0,5% @3ML
609. A
612.MILOZ 5 MG INJ - ASK
613. T
620.LEXOTAN 3
624.LEXOTAN 6 626.
569. T
600.MIDAZOLAM-HAMELN 5 MG/1 ML INJEKSI
616.LEXOTAN 1,5 615.BROMAZEPAM
565. F
577. A
596.MIDAZOLAM-HAMELN 15 MG/3 ML INJEKSI
614.
561. T
576.VALDIMEX INJEKSI - ASKES
592.HIPNOZ 5 MG/1 ML INJEKSI
587.MIDAZOLAM
557. T
573. T
588.HIPNOZ 15 MG/3 ML INJEKSI
586.
553. A
572.STESOLID 5 MG/2.5 ML RECT TUBE - ASKES
580.ESTALIN 1 MG TAB (30s) 578.
541. T
628.PHENOBARBITAL 100 MG INJ - IPHA
617. T 621. T 625. A 629. A
632.PHENOBARBITAL 30 MG TABLET INF
633. T
636.PHENOBARBITAL 30 MG
637.
TABLET KF 640.PHENOBARBITAL 30 MG TABLET KF - ASKES
641. T
644.PIPTAL PEDIATRIC DROP
645. F
648.SIBITAL 200 MG/2 ML INJEKSI 652.ANALSIK CAPLET 651.METAMPIRON + DIAZEPAM
650.
656.PRONEURON TAB - MEPRO 660.RITALIN 10
664.RITALIN 20 659.METHYLPHENIDT E HCL
658.
674.
675.CLONAZEPAM
678.
679.CHLORDIAZEPOK SID+ANTASID
683.ZOLPIDEM TARTRATE
682.
690.
T
649. A 653. C 657. T 661. T 665. T
668.RITALIN LA 20 MG
669. T
672.PROHIPER 10 MG TAB
673. T
676.RIVOTRIL 2 MG TABLET 680.SANMAG TABLET
677. T 681. T
684.STILNOX 10 MG TABLET
685. T
688.ZOLMIA 10 MG TABLET ISI 30
689. T