BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas anak di dunia. Penyakit diare merupakan penyebab kedua kematian bayi dan balita di seluruh dunia setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Setiap tahun terjadi 1,7 miliar kejadian diare pada bayi dan balita, dimana setiap tahun 760.000 balita meninggal dunia akibat diare (WHO, 2013). Di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, penyakit diare tidak saja merupakan penyebab utama morbiditas pada anak dengan perkiraan 1 milyar kasus per tahun tetapi juga menjadi penyebab utama kematian. Penyakit-penyakit ini merupakan penyebab 4-6 juta kematian per tahun, atau 12.600 kematian per hari. Di beberapa daerah, > 50% kematian anak berkaitan langsung dengan penyakit diare. Selain itu, dengan ikut menyebabkan malnutrisi dan karenanya menurunkan resistensi terhadap infeksi, penyakit pencernaan dapat menjadi faktor tak-langsung dalam beban atau masalah total yang ditimbulkan oleh gangguan kesehatan secara keseluruhan (Harrison, 2010) Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan balita di Indonesia. Penyebab utama kematian
1
Universitas Sumatera Utara
2
akibat diare adalah tata laksana yang kurang tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat. Angka morbiditas dan mortalitas menunjukkan adanya hubungan dengan umur. Anak-anak adalah kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada anak kelompok usia dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun. Insiden diare tertinggi tercatat pada anak umur < 1 tahun yaitu 5,5%. Sedangkan pada umur 1-4 tahun angka insiden tercatat sebanyak 5,1%. Hal ini merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang umumnya diderita oleh bayi dan balita dapat menjadi penyumbang kematian terbesar (Riskesdas, 2013). Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita. Insiden penyakit diare pada bayi dan balita adalah 10,2% , CFR Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Indonesia pada tahun 2011 adalah 0,29% meningkat menjadi 2,06% di tahun 2012 lalu mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 1,08%. Sumatera Barat menduduki peringkat ke enam dengan angka period prevalensi diare sebesar (5,6%) setelah Aceh, Papua, dan Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat
Universitas Sumatera Utara
3
(Riskesdas 2013). Di Kota Padang diare merupakan termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak yaitu sebesar 3,1%. Penyakit diare yang banyak ditemukan adalah gastroenteritis yang disebabkan oleh kuman. Perkiraan kasus diare pada tahun 2013 adalah 18.746 dari 876.000 penduduk Kota Padang. Untuk capaian kasus diare adalah 8.472 kasus dan untuk kelompok umur balita kasus diare terdapat sebanyak 2601 penderita. Dari 22 Puskesmas di Kota Padang angka kejadian diare tertinggi pada bayi dan balita tercatat di puskesmas Pauh, dengan angka kejadian 300 kasus pada balita dan 60 kasus diare pada bayi (Dinas Kesehatan Kota [DKK] Padang, 2013). Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh merupakan lingkungan yang berdekatan dengan aliran sungai sehingga masyarakat terutama ibu lebih sering memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian dan mencuci peralatan makan. Sungai yang digunakan masyarakat juga merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai pengeruk pasir sehingga terkadang pengerukan pasir dilakukan ketika sebagian masyarakat sedang melakukan aktifitas sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian dan mencuci peralatan makan yang menyebabkan air sungai menjadi lebih keruh. Penyakit gastrointestinal terutama diare, yang banyak terjadi pada umur dengan pertumbuhan cepat mempunyai efek negatif pada pertumbuhan. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko diare antara lain kurangnya air bersih untuk kebersihan perorangan dan kebersihan rumah tangga, air yang tercemar tinja, pembuangan tinja yang tidak benar, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
4
layak, khususnya makanan pendamping ASI serta adanya kemungkinan makanan yang diberikan kepada bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat makan yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril. Bakteri dalam jumlah besar yang normalnya menghuni usus berfungsi sebagai pertahanan pejamu yang penting dengan mencegah kolonisasi oleh pathogen enterik potensial. Orang yang bakteri ususnya sedikit, misalnya bayi yang belum mengalami kolonisasi enterik oleh mikroba normal atau pasien yang mendapat antibiotik, berisiko lebih besar mengalami infeksi oleh pathogen enterik (Harrison, 2010). Pemberian makanan pendamping merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Makanan yang tercemar, basi dan beracun, serta terlalu banyak lemak, mentah dan kurang matang biasanya memicu terjadinya diare pada bayi dan anak-anak. Selain beberapa faktor tersebut, penularan diare biasanya terjadi melalui gelas, piring, atau sendok yang tidak bersih atau tercemar oleh kuman. Ketidakpedulian sedikit saja mengenai air dan kebersihan makanan akan membuat banyak masalah infeksi dikemudian hari ---yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis yang dikenal sebagai penyebab utama kematian anak dan kesakitan bayi (Gupte, 2004) Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu MP-ASI yang merupakan hasil pengolahan pabrik (commercial complementary food) dan MP-ASI yang diolah di rumah tangga (home made baby food) (Depkes, 2006)
Universitas Sumatera Utara
5
Masalah yang timbul dari kebiasaan makan kelompok umur 0-18 bulan adalah kolik, regurgitasi, diare, konstipasi, dan ruam merupakan masalah umum yang berhubungan dengan pemberian makanan pada bayi. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI ekslusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus (Sodikin, 2011) Beberapa faktor perilaku juga mempengaruhi kejadian diare pada bayi dan anak-anak, misalnya perilaku tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum dan sesudah makan, tidak memasak air yang akan diminum sampai mendidih, serta makanan yang habis masa kadaluarsanya dan terkontaminasi parasit. Penyakit diare biasanya mudah menular pada bayi dan anak-anak karena adanya penerapan pola hidup yang tidak benar dan pemberian makanan yang tidak sehat pada bayi dan anakanak (Widjaja, 2002). Perilaku ibu juga berkontribusi meningkatkan kasus diare pada bayi. Ibu merupakan orang terdekat dengan bayi yang mengurus segala keperluan bayi seperti mandi, menyiapkan dan memberi makanan/minuman. Perilaku ibu yang tidak higienis antara lain seperti tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak, tidak mencuci bersih peralatan masak dan makan, tidak mencuci tangan setelah buang air besar (BAB) dan sebelum memasak. Hal tersebut dapat menyebabkan bayi terkena
Universitas Sumatera Utara
6
diare. Wardhani (2010), menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa erat kaitannya personal hygiene dengan diare sebagai agen pembawa penyakit. Berdasarkan hasil penelitian Safira (2015), diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene yang buruk dengan kejadian diare pada bayi. Diperoleh data mengenai kejadian diare yang lebih banyak terjadi pada personal hygiene yang buruk dibandingkan dengan kejadian diare pada personal hygine yang baik. Berdasarkan hasil survey awal wawancara dengan petugas kesehatan Puskesmas Pauh, salah satu yang menyebabkan tingginya jumlah bayi penderita diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah ibu kurang memperhatikan personal hygine ketika berinteraksi dengan bayi seperti tidak mencuci tangan yang kotor dengan sabun setelah melakukan pekerjaan diluar rumah dan cara pengolahan makanan yang tidak baik khusunya untuk perlengkapan memasak seperti menggunakan air sungai untuk mencuci alat-alat perlengkapan masak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang hubungan hygiene sanitasi pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) olahan rumah tangga pada bayi usia 3-6 bulan dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kota Padang. 1.2
Perumusan Masalah Dari latar belakang diketahui masih tingginya angka kejadian diare pada bayi
di wilayah kerja Puskesmas Pauh, hygiene sanitasi makanan pendamping ASI dan
Universitas Sumatera Utara
7
personal hygiene ibu yang belum diketahui kategori baik atau buruk. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti apakah ada hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping ASI olahan rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pauh tahun 2016. 1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping ASI olahan rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pauh tahun 2016 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. 2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MPASI) yang meliputi pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan dan penyajian makanan. 3. Untuk mengetahui personal hygiene ibu meliputi kebersihan tangan, kebersihan kuku dan kebersihan payudara. 4. Untuk mengetahui kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh tahun 2016 5. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang meliputi pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan
Universitas Sumatera Utara
8
makanan,
pengolahan
bahan
makanan,
penyimpanan
makanan
jadi,
pengangkutan makanan dan penyajian makanan dengan kejadian diare pada bayi. 6. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene ibu meliputi kebersihan tangan, kebersihan kuku dan kebersihan payudara dengan kejadian diare pada bayi. 1.4 1.
Manfaat Penelitian Sebagai masukan para ibu untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping ASI rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan
2.
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping ASI olahan rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan
3.
Masukan informasi bagi petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kota Padang untuk lebih mengutamakan memberikan edukasi mengenai ASI ekslusif
4.
Dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain pada saat melakukan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara