BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu dengan yang lain untuk menukarkan simbol-simbol verbal maupun non verbal. Komunikasi yang baik tentunya akan menciptakan hubungan yang harmonis antara sesama namun, jika tidak maka
akan
menciptakan hubungan yang sebaliknya. Keberhasilan komunikasi jika ditinjau dari segi keilmuan, maka dapat ditelaah dari unsur-unsur yang ada di dalamnya, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan dan umpan balik. Kelima unsur yang merupakan hasil kajian Harold Lasswell ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Keberhasilan komunikasi dapat dilihat dari hasil yang dicapai. Selain itu, sebelum melakukan komunikasi, kita harus mengetahui terlebih dahulu siapa sasaran kita. Dalam hal ini, komunikator memainkan peranan penting dalam komunikasi. Dalam melakukan komunikasi, komunikator harus terlebih dahulu mengetahui keadaan komunikan. Keadaan komunikan dalam berbagai kondisi sangat menentukan keberhasilan komunikasi. Di sinilah peran komunikator yang harus dapat menilai apakah komunikan dalam keadaan siap atau tidak untuk berkomunikasi.
1
Dalam tradisi kebudayaan masyarakat Kabupaten Ngada Khususnya di Kampung Wolowio Desa Wawowae yang terletak di Kecamatan Bajawa, pada upacara Perkawinan Adat Ngada ada satu tahap yang harus dilalui oleh kedua calon mempelai sebelum melangsungkan perkawinan yakni tahap pinangan.
Pada tahap ini, keluarga mempelai wanita harus menentukan
seorang komunikator yang nantinya akan mewakili keluarga untuk menyampaikan segala hal yang berhubungan dengan proses pinangan seperti waktu untuk melakukan pinangan, belis, adat istiadat serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut. Perkawinan masyarakat di daerah Bajawa, menganut sistem perkawinan matrilineal yang berarti mengikuti garis keturunan ibu. Meskipun demikian, di daerah Bajawa sendiri ada 2(dua) jenis perkawinan yaitu Pasa dan Di’i sao. Pasa diartikan sebagai kawin keluar, yaitu laki-laki membelis perempuan untuk tinggal di rumah laki-laki. Sedangkan Di’i sao diartikan sebagai kawin masuk, yaitu laki-laki tinggal di rumah perempuan. Pasa bisa terjadi jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan itu terjadi pada saat Tua kele ripi dheko atau pada saat masuk minta yang pertama. Pada saat Tua kele ripi dheko tersebut, pihak laki-laki jika ingin membelis perempuan, harus sudah menyampaikan maksud mereka kepada pihak perempuan melalui juru bicara dari pihak laki-laki. Pasa bisa dimungkinkan jika laki-laki dalam sa'onya tidak ada orang dalam arti lakilaki tersebut adalah anak laki-laki tunggal atau orang tersebut memiliki banyak harta benda.
2
Komunikator yang ditunjuk oleh keluarga mempunyai tugas untuk menghubungi dan menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan proses pinangan. Orang yang ditunjuk untuk mewakili keluarga tersebut dinamakan Mosa Mere Laki Lewa. Mosa Mere Laki Lewa ini adalah pembawa pesan dari keluarga yang mengutusnya baik itu dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Selain untuk membawa pesan, Mosa Mere Laki Lewa ini juga harus bisa menyampaikan pesan yang diamanatkan kepadanya yang disampaikan oleh keluarga yang mengutusnya. Tidak semua orang bisa menjadi mosa mere laki lewa. Yang bisa menjadi mosa mere laki lewa adalah orang-orang yang sudah dewasa, berwibawa, mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, bisa memperjuangkan kepentingan orang yang mengutusnya, netral, dan orang-orang yang mengerti tentang adat istiadat. Peran Mosa Mere Laki Lewa sangat penting dalam acara pinangan karena, mosa mere laki lewa tersebut dapat mewakili pihak keluarga (baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan) sebagai juru bicara untuk menyampaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan adat dan menyelesaikan segala persoalan yang terjadi diantara kedua belah pihak untuk menemukan jalan keluarnya. Selain itu, dengan memakai jasa mosa mere laki lewa, dianggap dapat menjaga kewibawaan salah satu pihak. Tugas mosa mere laki lewa ini tidak selesai pada proses pinangan ini saja, tetapi akan tetap berlanjut jika masih ada tunggakan seperti masih ada belis yang belum lunas atau telah terjadi persoalan diantara kedua belah pihak.
3
Meskipun demikian, masih ada kebiasaan orang Bajawa, khususnya di Kampung Wolowio jika melakukan pinangan tidak menggunakan jasa mosa mere laki lewa. Mereka-mereka ini sering disebut Mosa beki laki dhano yang berarti menjadi mosa atas dirinya sendiri. Hal ini dapat terjadi jika keluarga tersebut memiliki relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar atau telah terjadi kesepakatan awal antara kedua belah pihak waktu pertemuan keluarga. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal tersebut diatas dengan judul “FUNGSI MOSA MERE LAKI LEWA SEBAGAI KOMUNIKATOR PADA TAHAP PINANGAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT NGADA” ( Studi Kasus Pada Masyarakat Kampung Wolowio Desa Wawowae Kabupaten Ngada ). 1.2 Perumusan Masalah Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengapa tahap pinangan dalam upacara Perkawinan Adat Ngada harus melibatkan Mosa Mere Laki Lewa ? 2. Bagaimana fungsi Mosa Mere Laki Lewa sebagai komunikator pada tahap pinangan dalam upacara perkawinan adat Ngada? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui alasan melibatkan Mosa Mere Laki Lewa pada tahap pinangan dalam upacara perkawinan adat Ngada
4
2. Menggambarkan fungsi Mosa Mere Laki Lewa dalam acara pinangan di Kampung Wolowio Desa Wawowae Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, penelitian ini memiliki kegunaan antara lain sebagai berikut: 1) Kegunaan Akademik Kegunaan Akademik ini diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan pengetahuan bagi mahasiswa FISIP UNWIRA Kupang tentang fungsi mosa mere laki lewa sebagai komunikator pada tahap pinangan dalam upacara perkawinan adat di Kampung Wolowio Desa Wawowae dalam kaitannya dengan Komunikasi Antarbudaya. 2) Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dalam penelitian ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya terutama bagi temanteman mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang fungsi Mosa Mere Laki Lewa pada tahap pinangan dalam upacara perkawinan adat di Kampung Wolowio Desa Wawowae Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada 1.5 Kerangka Pikiran, Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1.5.1 Kerangka Pikiran Penelitian Kerangka pikiran penelitian ini adalah penalaran yang dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah penelitian ini.
5
Kerangka pikiran ini pada dasarnya menggambarkan jalan pikiran dan landasan rasional dari pelaksanaan penelitian dalam hubungan dengan fungsi mosa mere laki lewa sebagai komunikator dalam acara pinangan di Kampung Wolowio Desa Wawowae Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada. Dalam adat istiadat masyarakat Ngada khususnya masyarakat di Kampung Wolowio Desa Wawowae, ada satu kebiasaan dimana tahap pinangan harus melibatkan juru bicara yang disebut mosa mere laki lewa. Mosa mere laki lewa ini berperan sebagai komunikator yang akan mewakili keluarga baik dari pihak perempuan maupun dari pihak laki-laki untuk menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan proses pinangan dan adat istiadat dari masing-masing pihak, juga berfungsi sebagai negosiator, menjadi penengah jika terjadi konflik antara kedua belah pihak dan menjadi penghubung antara kedua belah pihak. Dari uraian di atas, maka alur kerangka pikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
6
Gambar 1. Kerangka Pikiran
Sistem Perkawinan
Kedudukan/ peran Mosa Mere Laki Lewa
Komunikasi Dalam Ritus Peminangan
Fungsi Mosa Mere Laki Lewa
- Negosiator - Penengah - Penghubung
1.5.2 Asumsi Penelitian Asumsi Penelitian merupakan proposisi-proposisi dalam penalaran yang tersirat dalam kerangka pemikiran yang dijadikan sebagai pegangan peneliti untuk sampai pada kesimpulan penelitian. Adapun asumsi yang dipegang oleh peneliti sebelum melakukan penelitian ini adalah masyarakat Kampung Wolowio Desa Wawowae membutuhkan mosa mere laki lewa sebagai komunikator dalam acara pinangan. 1.5.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian kualitatif, dengan varian studi kasus bukanlah hipotesis yang diuji melalui analisa statistik inferensial, melainkan hanya merupakan rangkaian hipotesis kerja. Adapun hipotesis yang dipegang peneliti untuk menjawab pertanyaan masalah penelitian adalah:
7
1. Tahap pinangan dalam upacara perkawinan adat Ngada harus melibatkan Mosa Mere Laki Lewa karena dalam budaya Ngada tidak bisa segala persoalan diselesaikan sendiri oleh yang bersangkutan atau dalam bahasa Bajawa dikenal dengan istilah “Mosa Beki Laki Dhano” yang artinya keluarga yang bersangkutan menjadikan dirinya Mosa atas dirinya sendiri, tetapi menggunakan jasa orang lain sebagai Mosa Mere Laki Lewa sebagai mediator untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. 2. Sebagai komunikator Mosa Mere Laki Lewa berfungsi sebagai negosiator, penengah dan sebagai penghubung antara kedua belah pihak
8