1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Karya sastra dianggap dapat mengungkapkan keadaan sosial budaya maupun semangat zaman yang ada pada sebuah masyarakat dalam suatu kurun waktu. Oleh karena itu, banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan keadaan sosial budaya suatu masyarakat melalui karya sastra. Fungsi karya sastra sebagai dokumen sosial dapat ditemukan pada kesusastraan manapun di berbagai macam masyarakat dunia. Hubungan keterkaitan antara karya sastra dengan masyarakat mengundang banyak penelitian terhadapnya. Pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan karya sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek & Warren, 1990: 122. ) Kesusastraan Jepang merupakan kesusastraan yang perkembangannya telah melewati berbagai zaman dan diklasifikasikan menjadi beberapa periode. Dalam perkembangannya, terdapat ciri khas yang membedakan kesusastraan Jepang suatu zaman dengan kesusastraan Jepang pada zaman lain. Ciri khas itu bisa dilihat dari bentuk ataupun tema karya sastra yang menggambarkan keadaan sosial budaya masyarakatnya. Contohnya, kesusastraan Jepang zaman Heian bisa dikatakan merupakan kesusastraan kaum bangsawan. Pada zaman Heian,
2
pengarang dan pembaca kesusastraan sebagian besar adalah kaum bangsawan dan penghuni istana. Oleh karena itu, kesusastraan Jepang zaman tersebut banyak yang menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kehidupan di istana Pada periode kesusastraan modern Jepang yang berlangsung sejak zaman Meiji (1868-1912), kesusastraan Jepang banyak terpengaruh oleh kesusastraan modern Eropa. Hal ini merupakan dampak restorasi Meiji yang menitikberatkan pembaharuan di berbagai sektor kehidupan dengan mengadopsi pemikiran, nilai, budaya dan ilmu pengetahuan dari Eropa. Banyaknya karya sastra Eropa yang masuk dan diterjemahkan di Jepang pada saat itu, banyak mempengaruhi perkembangan bentuk kesusastraan modern Jepang Tujuan
restorasi
Meiji
salah
satunya
adalah
untuk
mengejar
ketertinggalan bangsa Jepang dari bangsa Eropa. Bangsa Jepang mengejar ketertinggalan tersebut dengan melakukan modernisasi pada berbagai sektor kehidupan. Upaya modernisasi bangsa Jepang salah satunya dilakukan dengan mengadopsi pemikiran, nilai, budaya dan ilmu pengetahuan dari Barat. Modernisasi dan pengadopsian segala hal berbau Barat yang merupakan dampak dari restorasi Meiji itu tidak hanya memberikan pengaruh positif saja, tapi juga pengaruh negatif. Selain itu, proses modernisasi juga menyebabkan munculnya berbagai perubahan di dalam masyarakat Jepang. Banyak sastrawan Jepang pada zaman itu yang menyorot tentang masalah maupun perubahan-perubahan dalam masyarakat tersebut pada karya sastranya.
Banyak
karya
sastra,
terutama
prosa,
yang
di
dalamnya
menggambarkan keadaan sosial budaya masyarakat Jepang dan berbagai
3
perubahan di dalamnya yang merupakan pengaruh modernisasi akibat restorasi Meiji. Salah satu penulis yang mengungkapkan keadaan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat Jepang pada waktu itu dalam karya sastranya adalah tetsuko Kuroyanagi dalam novelnya Madogiwa no Totto-Chan. Novel Madogiwa no Totto-Chan merupakan salah satu karya Tetsuko Kuroyanagi yang sangat terkenal. Novel yang merupakan kritik terhadap sistem pendidikan yang keras di Jepang dimana sistem pendidikan pada masa itu dipengaruhi oleh militerisme dan ultranasionalisme yang berhasil merebut perhatian sebagian besar masyarakat Jepang. Pada tahun pertama novel ini diterbitkan tahun 1981, novel ini terjual hingga 4.500.000 eksemplar. Dalam novel ini dijelaskan bahwa sistem pendidikan di Jepang yang terkenal keras dan disiplin, bukanlah jaminan bahwa seorang anak akan berkembang dengan baik. Bahkan, bisa jadi seseorang yang tidak kuat dengan sistem tersebut akan mengalami tekanan mental dan bisa menjadi depresi. Di Indonesia pada tahun 1986 novel tersebut telah diterjemahkan oleh Latiefah H Rahmat dan Nandang Rahmat ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Totto-chan Si Gadis di Tepi Jendela. Pada tahun 2005 Gramedia telah menjual novel Totto-Chan Si Gadis di Tepi Jendela telah mencapai cetakan ke 10 dan terjual 57.000 eksemplar. Angka tersebut merupakan angka penjualan tertinggi pada tahun itu dibandingkan dengan penjualan novel-novel terjemahan lainnya, yang hanya mencapai angka tertinggi penjualan 5000 eksemplar. Penerbit-penerbit yang menerjemahkan novel Asia Timur mengaku penjualan novel-novel ini cukup memuaskan meski tak bagus-bagus amat. Anastasia Mustika dari Gramedia menyebut angka penjualan rata-rata novel Asia Timur hanya 5.000 eksemplar. “Tertinggi buku Totto-chan,”
4
kata Anas, “sudah 57 ribu eksemplar dan cetakan ke-10.”(Baqja Qaris : Koran Tempo,30 April 2006) Novel Madogiwa no Totto-Chan ini merupakan otobiografi yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi. Kuroyanagi, yang ketika kecil di panggil Totto-chan yang dianggap nakal oleh orang-orang di sekitarnya. Padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tidak tahan lagi, akhirnya Totto-chan dikeluarkan dari sekolah. Mama pun mendaftarkan Tottochan ke Tomoe Gakuen. Totto-chan girang sekali, karena di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yang dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto-chan pun merasa kerasan. Walaupun belum menyadarinya, Totto-chan tidak hanya belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain, tetapi juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri. Keunikan sekolah tersebut memang atas prakarsa dan ide dari sang kepala sekolah, Sosaku Kobayashi yang berpengetahuan luas. Dia, yang pernah bepergian ke luar negeri dan menyaksikan sistem pembelajaran di luar negeri, ingin agar murid-murid Tomoe tidak hanya sekedar belajar secara biasa. Beliau
5
menginginkan murid Tomoe memiliki pengetahuan luas yang mencakup segala hal agar dapat mendukung masa depan mereka dan keinginan tersebut terwujud. Tidak seperti sekolah-sekolah lain di Jepang yang masih berpikiran kuno Tomoe Gakuen merupakan satu-satunya sekolah dimana murid-muridnya tidak ingin pulang ke rumah meskipun jam pelajaran sudah usai. Tomoe Gakuen juga memiliki mata pelajaran jalan-jalan dan senam ritmik yang di masa itu merupakan hal asing. Namun sang kepala sekolah berhasil menerapkan hal tersebut pada murid-muridnya. Sayangnya, Tomoe Gakuen hanya bertahan selama delapan tahun. Pada 1945, sekolah itu terbakar habis akibat dihantam bom B-29 yang dijatuhkan Tentara Sekutu dan tak pernah dibangun kembali. Adapun penggagas dan sekaligus pelaksana sekolah itu, Sosaku Kobayashi meninggal dunia pada tahun 1963. Dia tak pernah lagi mendapat kesempatan untuk menerapkan gagasannya yang orisinil dan revolusioner, yaitu pendidikan berbasis kepribadian. Kelak, metode pendidikan tersebut terbukti ampuh dengan berhasilnya hampir semua orang murid Tomoe Gakuen, baik dalam bidang akademis maupun non-akademis. Totto-chan atau Tetsuko Kuroyanagi sendiri kelak mempelajari opera di Sekolah Musik Tokyo, kemudian menjadi aktris. Di tahun 1972, Kuroyanagi belajar akting di New York sambil menulis artikel “From New York With Love’. Sekembalinya ke Jepang, pada tahun 1975 Kuroyanagi membawakan acara “Tetsuko no Heya”, acara talkshow pertama di televisi Jepang yang mendapat penghargaan tertinggi dalam dunia pertelevisian. Kuroyanagi kemudian mendapatkan penghargaan sebagai pelopor pembawa acara talkshow.
6
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji permasalahan tersebut dengan judul Nilai-Nilai Edukatif (Nilai Nilai kepribadian dan Sosial) dalam Novel Madogiwa no Totto-Chan Karya Tetsuko Kuroyanagi.
1.1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang penulis bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Struktur apa saja yang membangun novel Madogiwa no Totto-Chan karya Tetsuko Kuroyanagi yang meliputi tokoh dan penokohan; latar; sudut pandang; alur cerita; tema? 2. Nilai-nilai edukatif apa saja yang tergambar dalam novel Madogiwa no Totto-Chan karya Tetsuko Kuroyanagi?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur pembangun novel yang terdiri dari, tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan pusat pengisahan. Selain itu untuk mengetahui nilai-nilai edukatif (nilai kepribadian dan sosial) yang terdapat dalam novel Madogiwa no Totto-Chan. Juga nilai-nilai edukatif apa saja yang dapat diterapkan dalam mendidik anak.
7
1.2.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk membangun dan mengembangkan teori sastra. Adapun manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menambah khasanah keilmuan sastra Jepang yang lebih luas dan selanjutnya dapat memberikan kontribusi sebagai rujukan atau bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai telaah sastra Jepang.
1.3 Landasan Teori Novel dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun dari luar. Unsur intrinsik dalam novel seperti: penokohan (perwatakan), tema, alur (plot), pusat pengisahan, dan latar. Sudjiman menjelaskan (1988:16-17), struktur yang membangun cerita rekaan biasanya terdiri dari alur dan pengaluran, tema dan amanat, latar dan pelataran, tokoh dan penokohan, serta pusat pengisahan. Sumardjo (1983:7) berpendapat bahwa unsur-unsur yang membangun novel adalah plot (alur cerita), perwatakan, tema, setting suasana cerita, sudut pandang dan gaya cerita. Berdasarkan teori yang sudah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembangun novel akan lebih mudah dipahami apabila digunakan analisis struktural, karena dalam analisis unsur-unsur struktural novel
8
dapat diperoleh pemahaman yang membantu menerapkan teori sosiologi dalam novel. Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Karena objek yang diteliti adalah karya sastra, maka peranan sosiologi disini adalah sebagai alat bantu untuk mengungkapkan aspek sosial dalam karya sastra, yaitu novel. Menurut (Damono, 2002:3)
sosiologi
sastra
adalah
pendekatan
terhadap
sastra
yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan, dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. Hartoko dan Rahmanto (1986:129) menjelaskan, sosiologi sastra adalah penafsiran teks secara sosiologis yaitu menganalisis gambaran tentang dunia dan masyarakat dalam sebuah teks sastra, sejauh mana gambaran itu serasi atau menyimpang dari kenyataan. Rene Wellek dan dan Austin Warren (1990:111) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut
diri
pengarang.
Kedua,
sosiologi
karya
sastra,
yakni
mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang berkaitan dengan apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
9
1.4 Metode Penelitian 1.4.1 Pengumpulan Data Metode pengumpulan data penulis lakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan mempelajari informasi yang tertulis. Dalam studi pustaka, sumber pengumpulan data terbagi menjadi tiga golongan. Pertama, buku-buku atau bahan bacaan yang memberikan gambaran umum mengenai persoalan yang diteliti. Penulis menggunakan buku-buku teori dan esai para ahli. Kedua, buku-buku yang harus dibaca secara mendalam dan cermat. Penulis menggunakan novel Madogiwa no Totto-Chan karya Tetsukou Kuroyanagi sebagai bahan atau data utama dalam penelitian ini. Novel Madogiwa no Totto-Chan yang dibaca penulis diterbitkan Kondansha Ltd pada tahun 1984. Ketiga, bahan bacaan tambahan yang menyediakan informasi untuk melengkapi penelitian ini. Penulis mencari bahan bacaan tambahan melalui internet dan artikel. Proses pengumpulan data dilakukan dengan pembacaan atas teks novel Madogiwa no Totto-Chan. Dari proses pembacaan tersebut, penulis memperoleh bahan-bahan yang kemudian dibuat dalam bentuk kutipan-kutipan. Tujuan pembacaan ini ialah untuk menemukan unsur intrinsik dan nilai-nilai edukatif dalam novel.
1.4.2 Analisis Data Dalam tahap analisis data, penulis akan menggunakan analisis struktural dan deskriptif kualitatif. Adapun langkah pertama yang dilakukan penulis untuk
10
menganalisis data, yaitu menganalisis novel Madogiwa no Totto-Chan dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca dan
memahami
kembali
data
yang
sudah
diperoleh.
Selanjutnya,
mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam novel Madogiwa no Totto-Chan yang mengandung unsur penokohan, tema, alur cerita, latar, dan amanat. Hasil analisis dapat berupa kesimpulan penokohan, tema, alur cerita, latar, tema, dan amanat. Tahap berikutnya, menganalisis data. Analisis novel Madogiwa no TottoChan dengan tinjauan sosiologi sastra. Analisis dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang diperoleh, kemudian mengelompokkan teks-teks yang mengandung fakta sosial, yaitu pendidikan dalam novel Madogiwa no TottoChan. 1.4.3 Penyajian Hasil Analisis Data Dalam tahap penyajian hasil analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu penyajian hasil analisis data dengan memaparkan atau memberikan penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terinci atas hasil unsur-unsur data penelitian
1.5 Sistematika Penulisan Penulisan laporan hasil penelitian penulis paparkan dengan sistematika sebagai berikut. Bab 1 berisi pendahuluan meliputi, latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika
11
penulisan. Bab 2 berisi tinjauan pustaka yaitu penelitian sebelumnya, struktur novel yaitu pengertian struktur novel dan unsur pembangun novel antara lain tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, alur dan tema, kemudian pengertian sosiologi sastra. Selanjutnya bab ini juga memaparkan pengertian nilai edukatif. Bab 3 berisi analisis unsur intrinsik dalam novel Madogiwa no TottoChan dan pemaparan nilai-nilai edukatif dalam novel Madogiwa no Totto-Chan yang meliputi nilai-nilai kepribadian dan nilai-nilai sosial juga aplikasi nilai-nilai edukatif novel Madogiwa no Totto-Chan dalam dunia pendidikan. Bab 4 berisi penutup yang mencakup simpulan. Pada bagian akhir disertakan daftar pustaka dan lampiran.
12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, STRUKTUR DAN NILAI EDUKATIF NOVEL
2.1 Penelitian Sebelumnya Ada beberapa mahasiswa yang telah meneliti novel ini untuk penulisan skripsi baik dari unsur tata bahasanya, psikoanalisis, dan sebagainya. Salah seorang mahasiswa yang telah menulis skripsi tentang novel ini adalah
mahasiswa
Universitas Sebelas Maret Surakarta jurusan ilmu komunikasi bernama Fidayanni Karimawati. Judul skripsinya adalah Pendidikan Berbasis Kepribadian. Skripsi ini ditulis pada tahun 2010 Dalam skripsinya tersebut Fidayanni Karimawati membahasa tentang sistem pendidikan humanis yang diterapkan di Tomoe Gakuen. Dalam pembahasannya
mengenai Fidayanni Karimawati menuliskan pesan setelah
menganalisis novel “Totto Chan: gadis Cilik di Jendela” melalui metode semiotika yaitu sebagai berikut: (a) Memberi kebebasan pada anak untuk berekspresi, (b) Menjaga dan memupuk bibit-bibit keberanian anak dalam mengambil tindakan, (c) Menanamkan rasa percaya diri pada setiap anak, terutama mereka yang memiliki hambatan fisik, (d) Menjaga mental murid, (e) Memberikan pendidikan
moral dan etika, (f)
Memberikan pendidikan
kekeluargaan, (g) Memberikan pengalaman-pengalaman baru sebagai bekal untuk masa depan, (h) Belajar sambil bermain, (i) Menanamkan rasa tanggung jawab, (j) Pemberian reward yang berkesan. Dalam skripsi ini memfokuskan penelitian pada analisis struktural dan nilai-nilai edukatif yaitu nilai-nilai kepribadian dan sosial dalam novel Madogiwa
13
no Tottochan juga penerapan nilai edukatif dengan menggunakan teori sosiologi sastra.
2.2 Pengertian Struktur Novel Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang tergolong ke dalam prosa fiksi serta terdiri dari unsur-unsur pembangunan yang paling berkaitan antar satu dengan ynag lain sehingga membentuk suatu wacana yang utuh. Jassin (1985: 78) berpendapat sebagai karya imajinatif sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan juga berguna untuk menambah pengalaman batin
bagi
pembacanya. Membicarakan sastra yang memiliki sifat imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis sastra yaitu prosa, puisi dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel. Sudjiman menjelaskan (1988:55) novel merupakan salah satu ragam prosa di samping cerpen dan roman selain puisi dan drama. Novel merupakan prosa rekaan yang panjang, menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian cerita dan latar belakang secara terstruktur. Menurut Ratna (2004: 336) genre karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnys novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, antara lain: (a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas, (b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat. Novel merupakan usaha menggambarkan,
14
mewujudkan, dan menyatakan pengalaman subyektif seorang pengarang. Menurut Endraswara (2008: 51-52) memandang karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara objektif, yaitu menekankan aspek instrinsik karya sastra. Karya sastra, dalam hal ini novel, juga memiliki unsurunsur yang membangun baik dari dalam maupun dari luar. Aspek atau unsur instrinsik merupakan segi yang membangun karya sastra dari dalam yang mencakup tema, latar, dan alur. Noor (2009:31) menjelaskan yang dimaksud segi instrinsik karya sastra ialah unsur-unsur yang membangun suatu karya sastra dari dalam. Dalam hal ini novel sebagai salah satu genre karya sastra, narasi imajinatif tersusun atas unsurunsur instrinsik yang saling berkaitan. Selain itu karya sastra juga mengandung unsur ekstrinsik, yaitu unsur-unsur dari luar yang mempengaruhi isi karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik itu misalnya psikologi, sosiologi, agama, sejarah, filsafat, ideologi, politik, dan lain-lain Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa struktur pembangun novel dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur yang membentuk karya sastra tersebut yaitu: penokohan, alur, pusat pengisahan, latar, tema, dan sebagainya. Novel yang dibangun dari sejumlah unsur akan saling berhubungan dan saling menentukan sehingga menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna hidup. Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari luar. Unsur-unsur ini mempengaruhi cerita novel, tetapi tidak ikut
15
menjadi bagian didalamnya. Contoh unsur-unsur ekstrinsik adalah psikologi, sosiologi, kebudayaan, moral, antropologi, filsafat, agama dan sebagainya Menurut Sumardjo (1983:12) melalui unsur-unsur pembangun tersebut, peristiwa-peristiwa kemasyarakatan dihadirkan oleh pengarang dengan gaya yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut berasal dari nilai budaya suatu masyarakat yang sangat mungkin mempengaruhi terciptanya karya sastra. Pembaca untuk menangkap makna sebuah karya sastra harus mempunyai bekal pengetahuan bahwa karya sastra terdiri dari unsur-unsur yang membentuk karya sastra secara utuh. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan membentuk sebuah totalitas karya sastra. Unsur-unsur tersebut kemudian menjadi struktur karya sastra. Berikut ini adalah penjelasan unsur-unsur intrinsik novel, tetapi untuk kepentingan penelitian skripsi ini tidak akan dibahas seluruh unsur intrinsik novel Madogiwa no Totto-chan. Unsur intrinsik tokoh dan penokohan; latar; sudut pandang; alur cerita; tema dan amanat saja yang akan dibahas sebagai dasar melangkah kepada pembahasan gambaran nilai-nilai edukatif novel Madogiwa no Totto-chan.
2.2.1 Tokoh dan Penokohan Dalam karya fiksi sering digunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Sedangkan watak, perwatakan dan
16
karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sudjiman (1988: 79) menjelaskan bahwa tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di pelbagai peristiwa dalam cerita. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2005: 23), tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tetap seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Jenis atau tipe tokoh dapat dilihat melalui reaksi tokoh terhadap permasalahan (konflik) yang dihadapi dalam cerita. Bagaimana seorang tokoh menghadapi sampai ke tahap penyelesaian konflik yang terjadi akan menggambarkan karakter (watak) tokoh yang bersangkutan. 2.2.2 Latar (setting) Menurut Semi (1988:46) latar adalah lingkungan tempat terjadi, yang termasuk dalam latar ini adalah tempat dan waktu atau peristiwa sejarah. Biasanya latar muncul pada semua bagian atau penggalan cerita dan kebanyakan pembaca tidak terlalu menghiraukan latar ini, karena lebih berpusat pada jalan ceritanya. Kadang-kadang kita menemukan bahwa latar ini banyak mempengaruhi penokohan dan kadang-kadang membentuk tema. Menurut Aminuddin (1987:68) menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda
17
dalam lingkungan tertentu melainkan juga berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi problema tertentu. Setting dalam bentuk yang terakhir dapat dimasukkan dalam setting yang bersifat psikologis. Jadi latar merupakan pengambilan tempat, dan ruang kejadian yang digambarkan oleh pengarang. Penggambaran latar yang tepat akan membuat cerita lebih kuat dan hidup. Latar membantu pembaca membayangkan peristiwaperistiwa yang terjadi di dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro, (2005: 227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: 1. Latar tempat, yang menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 2. Latar waktu, berhubungan dengan peristiwa itu terjadi. 3. Latar sosial, menyangkut status sosial seorang tokoh, penggambaran keadaan masyarakat, adat-istiadat dan cara hidup. 2.2.3
Sudut Pandang Menurut Nurgiyantoro (2005:248), sudut pandang (point of view)
merupakan strategi yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Masih menurut Nurgiyantoro (2005:256) mengemukakan adanya pertanyaan yang jawabannya dapat digunakan untuk
18
membedakan sudut pandang. Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan ”aku”, atau seperti tak seorang pun)? 2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau bergantiganti)? 3. Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikiran, atau persepsi pengarang; katakata, tindakan, pikiran, perasaan, atau persepsi tokoh)? 4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau berganti-ganti)? Jadi dapat disimpulkan sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. 2.2.4 Alur (Plot) Semi (1988:43) menjelaskan alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian keseluruhan bagian fiksi. Sedangkan menurut Aminudin (1987:83) alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Jadi, alur adalah peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain dengan adanya hubungan saling melengkapi. Alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
19
2.2.5 Tema Menurut Aminudin (1987:91) tema dalam cerita fiksi adalah ide yang medasari suatu cerita berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut. Semi menjelaskan (1988:42) tema tidak sama dengan topik, topik mempunyai arti tempat, dalam tulisan atau karangan, topik berarti pokok pembicaraan. Sedangkan tema merupakan tulisan atau karya fiksi karena wujud tema dalam sastra, berpangkal kepada alasan tindak (kreatif tokoh). Jadi tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut. Menentukan tema suatu cerita hanya dapat dilakukan bila telah memahami karya sastra tersebut secara keseluruhan.
2.3 Pengertian Sosiologi Sastra Swingwood (melalui Faruk: 1994:1) berpendapat bahwa sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam msyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Selanjutnya dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup
20
Menurut Semi (1988:5) pengertian sosiologi adalah suatu telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial serta proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik dan lain-lain. Kita mendapat gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatannya serta proses pembudayaannya. Pitrim Sorokin (melalui Supardan, 2008: 100), menerangkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari: a. Hubungan dan pengaruh timbul balik antara berbagai macam gejala sosial (misalnya, antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya); b. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala-gejala nonsosial (misalnya, gejala geografis, biologis, dan sebagainya); c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan manusia di dalam masyarakat. Sosiologi juga menelaah hubungan antara manusia dengan lingkungannya, manusia dengan budayanya, dan manusia dengan lembaga-lembaga sosial. Serta perubahanperubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dan dampak dari perubahan sosial tersebut dalam masyarakat. Seperti halnya sosiologi yang berurusan dengan manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, menurut Damono (1984:1) karya sastra
21
diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang seorang, antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Dikemukakan Teeuw (1984:100) bahwa pemahaman karya sastra tidak mungkin tanpa pengetahuan mengenai kebudayaan yang melatar belakangi karya sastra dan tidak langsung terungkap dalam sistem tanda bahannya. Ian Wat (melalui Damono 1984:3) dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat. Oleh karena itu telaah sosiologi karya sastra akan mencakup tiga hal: a. Konteks sosial pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk didalamnya faktorfaktor sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan disamping mempengaruhi isi karya sastranya. b. Sastra sebagai cerminan masyarakat, yang ditelaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. c. Fungsi sosial sastra, dalam hal ini telaah dalam beberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial, dan sampai berapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca.
22
Pendekatan
terhadap
sastra
yang
mempertimbangkan
segi-segi
kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 1984:3). Ratna (2004: 332-333) mengemukakan bahwa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat sebagai berikut: a. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat. b. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat c. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetansi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan d. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. e. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya. Dalam buku Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1984:7), Damono menjelaskan: Dalam hal isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama. Dengan demikian novel, genre utama sastra dalam jaman industri
23
ini, dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial ini: hubungan manusia dengan keluargaya, lingkungannya, politik, negara, dan sebagainya. Dalam pengertian dokumenter murni, jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik, yang juga menjadi urusan sosiologi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi dan sastra sebenarnya berbagi masalah yang sama. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat sebagai usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dengan demikian, novel dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial yaitu hubungan manusia dengan keluarga, lingkungan, politik, negara, ekonomi, dan sebagainya yang juga menjadi urusan sosiologi. Sosiologi dapat memberi penjelasan yang bermanfaat tentang sastra. Adapun analisis sosiologi sastra bertujuan untuk memaparkan dengan cermat fungsi dan keterkaitan antarunsur yang membangun sebuah karya sastra dari aspek kemasyarakatan pengarang, pembaca, dan gejala sosial yang ada. Pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan mimetis yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan. Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial).
2.4
Pengertian Nilai edukatif Comb (melalui Setiadi 2007: 123) menyebutkan bahwa nilai adalah
kepercayaan yang berfungsi sebagai garis pembimbing untuk menyeleksi tujuan
24
serta perilaku yang akan dipilih untuk dicapai. Mardiatmadja (1986:
54)
menegaskan bahwa, nilai adalah hakikat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas untuk dikejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi, atau yang berguna untuk satu tujuan. Menurut Alwi (2007: 783) nilai adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai di kehidupan manusia yang bersifat mendidik. Nilai dapat berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak seseorang dalam mencapai tujuan hidup. Senada dengan Alwi Lasyo (melalui Setiadi dkk, 2007: 123) menyebutkan nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Dari pendapat para ahli di atas ditarik kesimpulan bahwa nilai adalah keyakinan yang mampu mempengaruhi cara berpikir, cara bersikap maupun cara bertindak dalam mencapai tujuan hidup jika dihayati dengan baik. Nilai adalah sifat yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai disini dalam konteks etika (baik dan buruk), logika (benar dan salah), estetika (indah dan jelek). Adapun kata edukatif berasal dari bahasa Inggris educate, yang berarti mengasuh atau mendidik, education artinya pendidikan. Montessori (melalui Qomar, 2005: 49) menyatakan pendidikan memperkenalkan cara dan jalan kepada peserta didik untuk membina dirinya sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara (melalui Suhartono, 2008:44), pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksud dari pendidikan yaitu, menuntut segala
25
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia dalam upaya mengembangkan potensi-potensi dalam diri seseorang menuju ke arah kedewasaan sehingga dapat berinteraksi sebagai anggota masyarakat dan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai edukatif adalah batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh
melalui
proses
pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Pendidikan juga dapat dilakukan dengan pemahaman, pemikiran, dan penikmatan karya sastra. Karya sastra sebagai pengemban nilai-nilai pendidikan diharapkan keberfungsiannya untuk memberikan pengaruh positif terhadap cara berpikir pembaca mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Hal ini disebabkan karena karya sastra merupakan salah satu sarana mendidik diri serta orang lain sebagai unsur anggota masyarakat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, nilai edukatif akan digambarkan dari tokoh novel Madogiwa no Tottochan. Yang berarti nilai edukatif yang dapat dipelajari atau diteladani oleh pembaca atau pun penikmat sastra.
26
2.4.1 Nilai-Nilai Kepribadian Menurut Gordon Allport (melalui Alwisol 2007: 19) kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, hadiah, hukuman, dan pendidikan. Koentjaraningrat (melalui Edy Purwito 1995: 63) menjelaskan kepribadian adalah ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Seseorang yang dianggap punya kepribadian, biasanya orang tersebut mempunyai beberapa ciri watak yang diperlihatkannya secara lahir, konsisten dan konsekuen dalam tingkah lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dengan individu-individu lainnya. Hipocrates (melalui Sumadi 2007: 185) membagi kepribadian menjadi 4 kelompok besar yaitu: a. Sanguin, sanguin adalah orang yang gembira, yang senang hatinya, mudah
untuk membuat orang tertawa, dan bisa memberi semangat pada orang lain. b. Plegmatik, tipe plegmatik adalah orang yang cenderung tenang, dari luar cenderung tidak beremosi, tidak menampakkan perasaan sedih atau senang. Naik turun emosinya itu tidak nampak dengan jelas. Orang ini memang cenderung bisa menguasai dirinya dengan cukup baik, ia intorspektif sekali,
27
memikirkan ke dalam, bisa melihat, menatap dan memikirkan masalahmasalah yang terjadi di sekitarnya. c. Melankolik, tipe melankolik adalah orang yang terobsesi dengan karya yang paling bagus, yang paling sempurna dan dia memang adalah seseorang yang mengerti estetika keindahan hidup ini. Perasaannya sangat kuat, sangat sensitif maka kita bisa menyimpulkan bahwa cukup banyak seniman yang memang berdarah melankolik. d.
Kolerik, seseorang yang kolerik adalah seseorang yang dikatakan berorientasi pada pekerjaan dan tugas, dia adalah seseorang yang mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi. Kelebihannya adalah dia bisa melaksanakan tugas dengan setia dan akan bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya. Abin Syamsuddin (2003: 43) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
Sikap yaitu sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa.
28
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kepribadian adalah nilai baik dan
buruk perilaku dan kebiasaan individu. Kebiasaan dan perilaku tersebut digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang.
2.4.2 Nilai-Nilai Sosial Menurut Rosyadi (1995: 80) sosial berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat atau kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain
29
dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. Uzey (2009: 7) juga berpendapat bahwa nilai sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting. Novel merupakan wadah dari ide, gagasan, serta pemikiran seorang pengarang mengenai gejala sosial yang ditangkap dan dialami pengarang yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya sastra. Novel terkait erat dengan ilmu sosial yang di dalamnya mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan. Dalam Novel terdapat pesan-pesan yang ingin disampaikan pengarang. Salah satu pesan tersebut adalah nilai-nilai edukatif.
30
BAB 3 ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN NILAI-NILAI EDUKATIF NOVEL MADOGIWA NO TOTTO-CHAN
3.1. Analisis Unsur Intrinsik Novel Madogiwano Totto-chan 3.1.1 Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah pelaku dalam karya sastra. Penokohan adalah cara-cara menampilkan tokoh. Dalam novel Madogiwa no Totto-Chan ini yang muncul adalah tokoh utama protagonis, tokoh tambahan protagonis dan tokoh antagonis. Penokohan adalah tekhnik menampilkan tokoh. Penokohan terbagi menjadi dua yaitu, analitik dan dramatik. Analitik adalah cara menampilkan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Cara dramatik ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan dan komentar.
3.1.1.1 Tokoh Tokoh utama protagonis adalah tokoh yang sering muncul dan disuka pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Dalam novel ini terdiri dari tiga tokoh utama protagonis yaitu: Totto-Chan, Mama, Sosaku Kobayashi. Sedangkan tokoh tambahan protagonis terdiri dari tiga belas tokoh yaitu, Papa, Yasuaki Yamamoto, istri kepala sekolah, Akira Takahashi, Miyo chan, Sakko Matsuyama, Taiji Yamanouchi, Kunio Ôei, Kazuo Amadera, Aiko Zaisho, Keiko Aogi, Yoichi Migita, Ryo chan, dan Maruyama. Tokoh antagonis dalam novel ini adalah Kunio Ôei.
31
3.1.1.2 Penokohan A. Totto-chan Totto-Chan adalah seorang anak yang cerdas, dia suka mendengarkan rakugo, dan mengerti cerita dari rakugo sehingga ia tertawa sendiri. Rakugo adalah seni bercerita tradisional Jepang yang mengisahkan cerita humor yang dibangun dari dialog dengan klimaks cerita yang tidak terduga. Cerita dikisahkan sedemikian rupa sehinga di akhir cerita ada klimaks yang membuat penonton tertawa. Rakugo menggunakan bahasa Jepang klasik yang saat itu sulit dicerna oleh anak-anak. それ以外、落語を聞くのは、パパとママが留守のとき、秘密に、と いうことになった。噺家が上手だと、トットちゃんは、大声で笑っ てしまう。もし、誰か大人が、この様子を見ていたら、『よく、こ んな小さい子が、このむずかしい話で笑うな』と思ったかもしれな いけど、実際の話、子供は、どんなに幼く見えても、本当に面白い ものは、絶対に、わかるものだった。(Totto-Chan, 1984: 77 ) Sore igai, rakugo wo kiku no wa, papa to mama ga rusu no toki, himitsu ni, toiu koto ni natta. Hanashika ga jouzu dato, totto-chan wa, õgoe de waratteshimau. Moshi, dareka otona ga, kono yousu wo miteitara, “yoku, konna chiisai ko ga, kono muzukashii hanashi de warauna” to omotta kamoshirenaikedo, jissai no hanashi, kodomo wa, donna ni osanaku mietemo, hontouni omoshiroi monowa, zettaini, wakaru mono datta. Sejak saat itu acara mendengarkan Rakugo menjadi kegiatan rahasia yang hanya bisa dilakukan pada waktu papa dan mama sedang keluar rumah. Kalau penuturnya pandai, Totto sering tertawa terbahak-bahak. Bila seorang dewasa memergoki hal seperti itu mungkin orang itu bertanya,” masak anak sekecil ini bisa tertawa-tawa mendengarkan cerita yang sulit”. Tapi kenyataannya, meskipun anak itu kelihatannya masih kecil sekali, ia bisa mengerti hal-hal yang lucu. (Totto-Chan, 1986: 47) Totto-Chan juga seorang anak yang ramah dan suka menolong, sehingga banyak disukai teman-temannya. Ketika ada hewan yang terlukapun, ia tak segan untuk menolong dan merawatnya.
32
たしかにトットちゃんはいい子のところもたくさんあった。みんな に親切だったし、特に肉体的ハンデイキャップがあるために、よそ の学校の子にいじめられたりする友達のためには、他の学校生徒に むもやぶりついていって、自分が泣かされても、そういう子の力に なろうとしたし、怪我をした動物を見つけると、必死で看病もした。 でも同時に、珍しいものや、興味のある事を見つけた時には、その 自分の好寄心満たすために、先生たち、びっくりするような事件を、 いくつも起こしていた。(Totto-Chan, 1984: 215) Tashika ni Tottochan wa iiko no tokoro mo takusan atta. Minna ni shinsetsudattashi, tokuni niku taiteki handikyappu ga aru tameni, yoso no gakkou no ko ni ijimeraretarisuru tomodachino tameniwa, hokano gakkou seito ni mumoyaburi tsuiteite, jibun ga nakasaretemo, souiuko no chikara ni narouto shitashi, kega wo shitadoubutsu wo mitsukeruto, hisshi de kanbyou mo shita. Demo douji ni, mezurashii monoya, kyoumi no aru koto wo mitsuketa tokini wa, sono jibun no yoshimiyadorikikokoro mitasu tameni, senseitachi, bikkurisuru youna jiken wo, ikutsu mo okoshiteita. Memang Totto mempunyai banyak kelebihan. Dia ramah dan suka membantu taman-teman. Terutama untuk teman yang mempunyai cacat fisik yang sering diganggu oleh anak-anak sekolah lain. Ia berusaha menolongnya. Kalau perlu ia sampai berkelahi walaupun akibatnya ia sendiri yang menangis. Kalau ia menemukan binatang yang terluka, akan dirawatnya dengan mati-matian. Tapi disamping itu, untuk memuaskan keigintahuan yang meluap, ia telah menimbulkan kejadian beberapa kejadian yang mengejutkan para guru. (Totto-Chan, 1986: 130) ........”等々力渓谷“と呼ばれる所があり、そこで、御飯をたいて食べ るのだ、理解したのだった。 (それにしても) とママは思った (こんな難しい言葉を、よく憶えること。子供というのは、自分の 興味のある事なら、しっかり、憶えるものなのね。(Totto-Chan, 1984: 208-209) “todorokikeikoku” to yobareru tokoro ga ari, sokode, gohan wo taite taberu no da, rikai shita no datta. (sore ni shitemo) To mama wa omotta. (Konna muzukashii kotoba wo, yoku okueru koto. Kodomo to iu no wa, jibun no kyoumi no aru koto nara, shikkari, okueru mono na none. .......Lembah itu bernama “Todoriki Keikoku”. Mama mengerti muridmurid akan mengadakan acara makan dengan memasak di alam terbuka
33
(Hangosuisan). Tapi mama juga heran anaknya bisa menghafal kata-kata yang demikian rumit itu. Mama menjadi kagum, anak kecilpun bisa menghapal kata-kata sulit dengan tepat jika hal itu menarik baginya. (Totto-Chan, 1986:127) Seorang bocah yang aktif, cerdas dan memiliki keingintahuan pada halhal yang dianggap menarik. Terdapat pada narasi: そこまで聞いて、ママには、トットちゃんが、なんで、学校の机を、 そんなに開けたりするのか、ちゃんとわかった。というのは、初め て学校に行って帰ってきた日に、トットちゃんが、ひどく興奮して、 こうママに 報告したことを思い出したからだった。ねえ、学校っ てすごいの。家の机の引き出しは、こんな風に、ひっぱるのだけど、 学校のはフタが上にあがるの。ゴミ箱と同じなんだけど、もっとツ ルツルで、いろんなものが、しまえて、とってもいいんだー」 (Totto-Chan, 1984: 16) Soko made kiite, mama ni wa, totto-chan ga, nande, gakkou no tsukue wo, sonna ni aketarisurunoka, chanto wakatta. Toiu no wa, hajimete gakkou ni itte kaette kita hi ni, totto-chan ga, hidoku koufunshite, kou mama ni houkoku shita koto wo omoidashita kara datta. “Nee, gakkotte sugoino. Ie no tsukue no hikidashi wa, konnafuu ni, hipparuno dakedo, gakkouno wa futa ga ue ni agaru no. Gomibako to onaji nandakedo, motto tsurutsuru de, ironna mono ga, shimaete, tottemo iinda” Setelah mendengar sampai disitu, mama mulai mengerti mengapa Totto membuka dan menutup meja begitu sering, Mama teringat kembali waktu Totto baru pertama kali masuk sekolah. Ketika pulang ia bercerita sangat gembira kepada mama. “Mama, hebat sekali sekolah itu. Semua laci meja rumah ditarik kedepan begini, tapi meja di sekolah penutupnya bisa diangkat keatas. Sama seperti penutup tempat sampah. Tetapi lebih licin dan sangat bagus karena bisa menyimpan bermaca-macam barang. (Totto-Chan, 1986:11) B. Mama Mama seorang ibu yang bijaksana, sabar dan penuh perhatian terhadap putrinya. Terlihat pada narasi: そしてママが、あっちこっち、かけずりまわって見つけたのが、こ れから 行こうとしている学校、というわけだったのだ。ママは、
34
この 退学の ことを トットちゃんに 話していなかった。話し そも、なにが いけなかったのか、わからないだろうし、また そ んなことで、トットちゃんが、コンプレックスを持つのも、よくな いと思ったから、(いつか、大きくなったら、話しましょう)と、 きめていた。ただ トットちゃんには、こういった。「新しい学校 に行ってみない? いい学校だって話しよ」(Totto-Chan, 1984: 23) Soshite mama ga, acchikocchi, kakezurimawatte mitsuketanoga, korekara ikou toshite irugakkou, toiu wake dattanoda. Mama wa, kono taigaku no koto wo totto-chan ni hanashiteinakatta. Hanashisomo, nani ga ikenakattanoka, wakaranai daroushi, mada sonna kotode, tottochan ga, konpurekkusu wo motsunomo , yokunai to omottakara, (itsuka, ookikunattara, hanashimashou) to, kimeteita. Tada tottochanni wa, kouitta. “atarashii gakkou ni itteminai? Ii gakkou dattehanashiyou” Sekolah yang sedang dituju inilah yang terakhir bisa ditemukan mama setelah bersusah payah mencari kesana-sini. Mama memang tidak menceritakan perihal dikeluarkannya Totto dari sekolah tersebut kepada anak itu. Ia berpikir bahwa Totto tidak akan mengerti. Mama juga tidak ingin anaknya nanti merasa rendah diri. Jadi ia memutuskan akan menceritakan hal itu kelak jika Totto sudah besar. Mama hanya mengatakan,”Apakah kau mau belajar di sekolah lain? Sekolah itu bagus, katanya.” C. Sosaku Kobayashi Sosaku Kobayashi kepala sekolah SD Tomoe usianya sudah separuh baya, dan memiliki kepala yang nyaris botak. トットちゃんとママが 入っていくと、部屋の中にいた男の人が椅 子から立ちあがった。その人は、頭の毛が薄くなっていて、前のほ うの歯がぬけていて、顔の血色がよく、背はあまり高くないけど肩 や腕かがっちりしていて、ヨレヨレの黒の三つ いを、キチンと着 ていた。(Totto-Chan, 1984: 28) Tottochan to mama ga haitteiku, heya no naka ni ita otokono hito ga isu kara tachi agatta. Sono hito wa, atama noke ga usuku natteite, mae hou no ha ga nuketeite, kao no kesshoku ga yoku, sei wa amari takakunai kedo kata ya udeka gacchirishiteite, yoro yoro no kuro no mittsu wo kichin to kiiteita. Begitu mama dan Totto masuk, seorang pria yang berada di dalam ruang itu berdiri dari kursinya. Orang itu rambutnya sudah menipis, gigi
35
depannya sudah ompong tetapi raut mukanya ramah . Meskipun tinginya tidak seberapa, bahu dan lengannya kekar. Ia mengenakan baju berwarna gelap namun kesannya rapi. (Totto-Chan, 1986:19) Kobayashi sensei, seorang pendidik yang sabar, bersedia meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah anak didiknya, トットちゃんは、このとき、まだ 時計が 読めなかったんだけど、 それでも長い時間 と思ったくらいなんだから、もし読めたら、ビ ックリしたに違いない。そして、もっと先生に感謝したに 違いな い。(Totto-Chan, 1984: 34) Totto chan wa, kono toki,mada tokei ga yomenakattandakedo, soredemo nagai jikan to omotta kurai nandakara, moshi yometara, bikkurishita ni chigainai. Jadi, kepala sekolah telah mendengarkan cerita totto selama empat jam penuh. Belum pernah ada dan tidak akan pernah ada orang dewasa yang mau mendengarkan cerita totto dengan sesungguh hati kecuali kepala sekolah ini.(Totto-chan, 1986: 21) Kobayashi sensei juga seorang yang bijaksana dan bisa memahami karakteristik anak-anak. Sosok kepala sekolah hangat dan akrab menghadapi anak didiknya. ふつうなら、このトットの、している事を見つけた時、『なんてい うことをしているんだ』とか『危ないから、やめなさい』と、たい がいの大人は、いうところだし、また、反対に『手伝ってやろう か?』という人もいるに違いなかった。それなのに、『終わったら みんな、もどしておけよ』とどけいった校長先生は、(なんて、素 晴らしい)とママは、この話をトットちゃんから聞いて思った。 (Totto-Chan, 1984:71) Futsū nara, kono Tottochan no, shiteiru koto wo mitsuketa toki, “Nanteiu koto wo shiteirunda”toka “abunai kara, yamenasai” to, taigai no otona wa, iu hito mo iru ni chigainakatta. Sore nanoni, “Owattara minna, modoshite okeyo”to todoke itta kouchou sensei wa, (Nante, subarashii) to mama wa, kono hanashi wo Tottochan kara kiite ootta. Biasanya orang dewasa yang mendapatkan Totto sedang mengerjakan hal semacam itu pasti akan berkata,”Apa yang kau lakukan?” atau “awas,
36
hentikan itu!”Sebaliknya, mungkin juga ada yang menawarkan diri “Mau nggak kalau dibantu bapak?” Tetapi kepala sekolah hanya berkata, “Nanti kembalikaan lagi ketempatnya, ya?” Mendengar cerita ini dari Totto mama berpendapat alangkah bijaksananya bapak kepala sekolah. (Totto-Chan, 1986: 44) でも、トットちゃんの中のどこかに、なんとなく、疎外感のような、 地の子供とちがって、ひとりだけ、ちょっと、冷たい目で見られて いるようなものを、おぼるげに感じていた。それが、この校長先生 といると、安心で、暖かくて、気持ちがよかった。 (この人なら、ずーっと一緒にいてもいい) こば やし かん さくしは じ
これが、校長先生、小林完作氏初めてつった日、トットちゃんが感 じた、感想を、そのとき、もっていたのだった。(Totto-Chan, 1984: 34-35) Demo, Tottochan no naka no dokoka ni, nantonaku, sogaikan no youna, chi no kodomo to chigatte, hitori dake, chotto, tsumetai me de mirareteiru youna mono wo, oborugeni kanjiteita. Sore ga, kono kouchou sensei to iru to, anshin de, atatakakute, kimochi ga yokatta. (Kono hito nara, zutto isshouni ni ite mo ii) Kore ga, kouchou sensei wa kobayashikansakushi hajimete tsuttahi Tottochan ga kanjita, kansou wo, sono toki, motteita no datta. Tetapi bersama kepala sekolah ini, ia merasa aman, hangat dan menyenangkan. Ia berpikir, kalau dengan orang ini saya bisa akrab selamalamanya. Inilah kesan pertama Totto bertemu dengan kapala sekolah, Pak Sosaku Kobayashi. Dan alangkah untungnya, kepala sekolahpun mendapatkan kesan yang sama seperti yang dirasakan Totto. (Totto-Chan, 1986: 22) D. Papa Papa pandai bermain biola, dan merupakan concertmaster sebuah orkestra musik yang terkenal. Totto-chan sering diajak papa ke gedung tempat orkestra papa berlatih. Sikapnya tenang dan selalu memberi keputusan yang bijaksana. Sangat sayang pada putri semata wayangnya, hingga kadang-kadang bertindak tergesa-gesa bila menyangkut putrinya tersebut.
37
トットちゃんの パパは、 オーケストラの、コンサート.マスタ ーだった。コンサート.っていうのは、ヴァイオリンを弾くんだけ ど、トットちゃんが面白いと思った。....( Totto-Chan, 1984: 106) Totto chan no papa wa, õkesutora no, konsâto masutâ datta. Konsâtotte iunowa, baiorin wo hikun dakedo, Totto-chan ga omoshiroi to omotta. Papa Totto menjabat sebagai pimpinan orkes serta mamainkan biola. Pernah Totto merasa lucu pada waktu dibawa ke konser. (Totto-chan, 1986: 65) そんな時、 パパに誰かから、話があった。それは、軍需工場とい う、兵器とか、そのほか戦争で使うものを作っているところに行っ て、軍歌をヴァイオリンで弾く、帰りに、お砂糖とか、お米とか、 ヨーカンなどが、もらえる、という、ふつうなら、耳よりの話だっ ゆうしゅうおんがくか
た。特にその頃、“優秀音楽家”ということで表彰された。パパは、 ヴァイオリ二ストとして有名だったから、(Totto-Chan, 1984:267) Sonna toki, Papa ni dareka kara, hanashi ga atta. Sore wa, gunjukoujou to iu, heiki toka, sono hoka sensou de tsukau mono wo tsukutteiru tokoro ni itte, gunka wo baiorin de hiku, kaerini, osatou toka, okome toka, yõkan nadoga, moraeru, toiu futsuu nara, mimi yori no hanashi datta. Toku ni sono koro“yūshūongakuka” toiu koto de hyoushou sareta. Papa wa, baiorinisuto toshite yūmei dattakara..... Pada situasi seperti itu, ada tawaran dari seseorang untuk papa. Kalau mau memainkan lagu-lagu militer dengan biola di pabrik amunisi yang memproduksi senjata dan alat-alat perang lain, imbalannya gula, beras, kue yokan ( semacam kue agar-agar dari kacang merah) dan lain-lain. Tawaran seperti itu bagi orang awam sangat menggiurkan. Apalagi papa telah memperoleh penghargaan sebagai “ pemusik teladan” dan terkenal sebagai pemain biola yang hebat....” (Totto-Chan, 1986:162) E. Yasuaki Yamamoto Teman pertama Totto-chan di Tomoe. Yasuaki-chan adalah seorang anak lelaki yang berperawakan kecil dan lemah. Yasuaki-chan menderita polio yang membuat kaki dan tangannya tidak tumbuh dengan sempurna. Jari-jari tangannya yang panjang tertekuk dan kelihatannya lengket satu sama lain. Meskipun
38
menderita polio, Yasuaki-chan adalah anak yang ramah, pintar, tenang, dan dewasa. その子は、やさしい声で静かに答えた。とても利口そうな声だ。 『僕、小児麻痺なんだ』 『しょうにまひ』 トットちゃんは、それまで、そういう言葉を聞いたことがなかった から、聞き返した。その子は、少し小さい声でいった。 『そう、小児麻痺。足だけじゃない。手だって...』 そういうと、その子は、長い指と指が、くっついって、曲がつたみ たいになった手を出した。トットちゃんは、その左手を見ながら、 『なおらないの?』 と心配なって聞いた。その子は、だまっていた。トットちゃんは、 悪いことを聞いたのかと悲しくなった。すると、その子は、明るい 声でいった。 『僕の名前は、やまもとやすあき。君は?(Totto-Chan, 1984: 46-47) Sono ko wa, yasashi koe de shizukani kotaeta. Totemo rikou sou na koeda. “Boku, shounimahi nanda” “Shounimahi” Totto chan wa, sore made, sou iu kotoba wo kiita koto ga nakattakara, kikikaeshita. Sono ko wa, sukoshi chiisai koe de itta. “Sou, shounimahi. Ashi dake janai. Te date…” Sou iu to, sono ko wa, nagai yubi to yubi ga, kuttsuitte, kyoku ga tsutamitai ni natta te wo dashita. Totto chan wa, sono hidarite wo minagara, “Naoranaino?” To shinpai natte kiita. Sono ko wa, damatteita. Tottochan wa, warui koto wo kiita noka to kanashikunatta. Suru to, sono ko wa, akarui koe de itta. “Boku no namae wa, Yamamoto Yasuaki. Kimi wa? Ia menjawab tenang dengan suara yang lembut seakan-akan mencerminkan otaknya yang cerdas, “Karena aku sakit polio.”Totto belum pernah mendengar kata itu. Jadi ia bertanya lagi, “P-o-l-i-o?” Anak itu berkata dengan suara yan kecil, “Ya, polio. Tidak hanya di kaki saja. Tangan juga....” Sambil berkata demikian, ia memperlihatkan tangannya dengan jarijarinya yang panjang saling melekat dan bengkok. Melihat tangan kiri anak itu, Totto khawatir dan bertanya,”Tidak bisa sembuh?” Ia diam saja. Totto menjadi sedih karena merasa telah bertanya hal-hal yang menyakitkan hati. Tapi lalu anak itu berkata dengan suara yang cerah, “Namaku Yasuaki Yamamoto. Namamu siapa?” (Totto-Chan, 1986: 30)
39
F. Akira Takahashi Murid baru SD Tomoe yang datang setelah Totto-chan. Takahashi, yang berasal dari Osaka, memiliki ukuran tubuh yang cenderung kecil untuk anak lakilaki seumurannya. Kakinya sangat pendek dan melengkung ke dalam. Pertumbuhan Takahashi sudah berhenti, dan dia tahu akan hal tersebut. Dalam perjalanannya menuju sekolah, Takahashi selalu diledek oleh anak-anak dari sekolah lain. Pada awalnya dia merasa tertekan. Tetapi lama kelamaan dia tetap ceria dan percaya diri karena dukungan dan sikap ramah dari kepala sekolah dan teman-temannya. トットちゃん達も、まだ一年生で小さかったけど、高橋君は男の子 ひく
なのに、背がうんと低かったし、手や足も短かった。帽子を握って かたはば
る手も小さかった。でも肩幅はガッシリしていた。高橋君は、心細 そうに立っていた。トットちゃんは、ミヨちゃん、サッといって高 橋君に近づいた。トットちゃん達が近づくと、高橋君は、人なつっ こそうに笑った。だから、トットちゃん達も、すぐ笑った。高橋君 の目はクリクリして、何かを話したそうにしている目だった。 (Totto-Chan, 1984: 133) Tottochan tachi mo, mada ichinensei de chiisakatta kedo, Takahashikun wa otoko no ko nanoni, senaka ga unto hikukattashi, te ya ashi mo mijikakatta. Boushi wo niitteru te mo chiisakatta. Demo katahaba wa gasshirishiteita. Takahashikun wa, kokoro hoso souni tatteita. Tottochan wa, Miyochan, sattoitte Takahashikun n chikazuita. Tottochantachi ga chikazuuto, Takahashikun wa, hito natsukko souni waratta. Dakara, Tottochantachi mo sugu waratta. Takahashikun no me wa kuri kurishite, nanika wo hanashita souni shiteiru me data. Totto dan kawan-kawan kelas I tentunya masih kecil. Tapi Takahashi ini, meski ia laki-laki, badannya jauh lebih pendek dengan kaki dan tangan yang pendek pula. Telapak tangan yang memegang topi kelihatan kecil. Namun bahunya kokoh lebar. Takahashi berdri sendiri seolah bingung. Totto mengajak Miyo dan Sakko, “Ayo, kita coba bicara dengan dia. “Lalu mereka mendekati Takahashi. Waktu didekati, Takahashi tersenyum ramah seakan dapat menarik hati sahabat. Totto dan kawan-kawan segera ikut tersenyum. Mata Takahashi bulat dan lincah seolah ingin menceritakan sesuatu. (Totto-Chan, 1986: 82-83)
40
いまトットちゃんには、『早く!』っていわなくても、高橋君の急 また
いでいることか、よくわかった。高橋君は、とても短くて、ガニ股 しんちょう
の形に曲がっていたのだった。先生や大人には、高橋君の 身 長 が、 このまま止まってしまう、とわかっていた。(Totto-Chan, 1984: 134135) Ima Tottochan ni wa, “Hayaku!” tte iwanakutemo, Takahashikun no isoideiru kotoka, yokuwakatta. Takahashikun wa, totemo mijikakute, gani mata no kyokugatteitano data. Sensei ya otona ni wa, Takahashikun shinchou ga, kono mama tomatte shimau, to wakatteita. Totto sudah tahu bahwa tanpa didesak lagipun Takahashi sudah terburuburu mau datang. Kaki Takahashi sangat pendek dan pengkor ke luar. Para guru serta orang-orang dewasa lainnya tahu bahwa tinggi badan Takahashi sudah tidak akan bertambah lagi. (Totto-Chan, 1986: 83) G. Miyo-chan Miyo-chan adalah putri ketiga Kepala Sekolah dan salah satu sahabat terdekat Totto-chan yang berada di kelas yang sama dengannya. Sebagai anak Kepala Sekolah, Miyo-chan seringkali memberi informasi baru seputar sekolah kepada teman-temannya. Misalnya saja ketika akan ada gerbong tambahan yang datang pada malam hari. Miyo-chan memberitahukan hal itu kepada temantemannya, termasuk Totto-chan. 今日、学校の昼休みに、 『今晩、新しい電車、来るわよ』 と、ミヨちゃんが、いった。ミヨちゃんは、校張の先生の三番目の どうきゅう
娘で、トットちゃんと 同 級 だった。 こうてい
教室用の電車は、すでに校庭に六台、並んでいたけれど,もう一台 来るという。しかしも、それは、『図書室用の電車』とミヨちゃん こうふん
は、教えてくれた。みんなすっかり興奮してしまった。そのとき、 誰かが、いった。『どこを走って学校に来るのかなあ....』(TottoChan, 1984: 78) Kyou, gakkou no hiru yasumi ni,
41
“Konban, atarashii densha, kuruwayo” To, Miyochan ga, itta. Miyochan wa, kouchou no sensei no sanban me no musume de, Tottochan to doukyū datta. Kyoushitsuyou no densha wa, sude ni kotei ni rokudai, narande itakeredo, mou ichidai kuru to iu. Shikashimo, sore wa, “Toshoshitsuyou no densha” to Miochan wa, oshiete kureta. Minna sukkari koufunshite shimatta. Sono toki, dareka ga, itta. “Doko wo hashitte gakkou ni kuru no kanaa…” Tadi siang pada waktu istirahat, Miyo memberitahu,”Nanti malam kereta listrik yang baru akan datang kesini.” Miyo adalah putri ke tiga pak kepala sekolah dan teman sekelas Totto. Gerbong kereta listrik yang digunakan sebagai ruang kelas ada enam buah. Semuanya dipajang di sekolah. Tapi katanya sekarang mau ditambah satu gerbong lagi. Menurut Miyo, gerbong baru itu untuk ruang perpustakaan. Semuanya menjadi sangat bergairah. Tiba-tiba seorang anak bertanya, “Lewat mana kereta itu datang ke sekolah, ya...?” (Totto-Chan, 1986: 47) H. Taiji Yamanouchi Murid Tomoe yang pandai fisika dan berhitung. Tai-chan sangat suka melakukan banyak hal dengan gelas-gelas kimia di kelas dan memberi tahu teman-temannya banyak hal baru. Tai-chan adalah cinta pertama Totto-chan. 今日、トットちゃんは、悲しかった。 もう、トットちゃんは、三年生になっていて、同級生の泰ちゃんを、 とても好きだったと思っていた。頭がよくて、物理が出来た。英語 を勉強していて、最初に『キツネ』という英語を教えてくれたもの、 泰ちゃんだった。 『トットちゃん、キツネは、フォックスだよ』(Totto-Chan, 1984: 218) Kyou, Tottochan wa, kanashikatta. Mou, Tottochan wa, san nensei ni natteite, doukyūsei no Taichan wo, totemo suki data to omotteita. Atama ga yokute, butsuri ga dekita. Eigo wo benkyou shiteite, saisho ni “kitsune” to iu eigo wo oshiete kuretamono, Taichan data. “Totto chan, kitsune wa, fokkusu dayo. Totto sangat sedih sekali. Kini ia sudah duduk di kelas tiga. Ia sangat menyukai Taiji temannya sekelas. Taiji pintar dan pandai dalam ilmu fisika. Ia juga telah mulai belajar bahasa Inggris. Taiji jugalah yang memperkenalkan kata “srigala adalah fox.” (Totto-chan, 1986: 132)
42
I.
Kunio Ôei Ôei adalah anak laki-laki yang suka menjahili temannya. Dia menarik
kepang Totto-chan. Dia merupakan anak dari keluarga tradisional Jepang yang menganggap anak laki-laki adalah yang paling penting di keluarga. Karena itu, Ôei sangat heran ketika dia diminta untuk minta maaf pada Totto-chan, dan dinasehati agar selalu menjaga anak perempuan oleh kepala sekolah. すると大栄君は、トットちゃんのそばに来て、いきなり両手で、お さげをつかむと、 さ
『ああ、今日は疲れたから,ぶら下がるのにちょうどいい。電車の、 つり革よりラクチンだ!』 と歌うようにいったのだった。そして、トットちゃんのかなしみは、 それだけでは終わらなかった。というのは、大 栄君は、クラス中 でも、一番体が大きく肥っていた。だから、やせてて小さいトット の倍くらいあるようにみえた。その大栄君が、『ラクチンだ』 (Totto-chan, 1984: 180) Suruto Ôeikun wa, Tottochan no soba ni kite, ikinari ryoute de, osage wo tsukamu to, “Aa, kyou wa tsukaretakara, burasagaru noni choudo ii. Densha no, tsuri kawa yori rakuchinda!” To utauyouni ittano data. Soshite, Tottochan no kanashimi wa, sore dakede wa owaranakatta. Toiunowa, Ôeikun wa, kurasu naka demo, ichiban karada ga õkiku futotteita. Dakara, yasetete chiisai Totto no bai kurai aruyouni mieta. Sono Ôeikun ga, “Rakuchinda” Lantas Ôei menghampiri Totto dansecara tiba-tiba memegang kepangnya dengan kedua tangan dan berkata dengan nada bernyanyi, “Aah, hari ini saya sudah capai. Ini cocok untuk bergantung. Lebih enak daripada pegangan kulit di kereta listrik!” Kesedihan yang dialami Totto tidak hanya sampai disitu, karena kepangnya kemudian ditarik Ôei yang paling besar dan gemuk diantara murid sekelas dan hampir dua kali besar badan Totto itu sambil berkata, “Enak bergantung!” (Totto-chan, 1986: 110)
43
J.
Ryo-chan Ryo-chan adalah penjaga sekolah yang pendiam. Dia juga seorang yang
ramah dan suka menolong sehingga sangat disayangi semua murid Tomoe. Ryochan dipanggil ke medan perang, tapi kemudian kembali dengan selamat. トモエで、みんなから人気のある、小使いさんの良ちゃんが、とう とう出征することになった。生徒より、ずーっと、大人で、おじさ んだったけど、みんなは、親しみをこめて、『良ちゃん!!』 と呼んだ。そして、良ちゃんは、みんなが困ったときの、助けの神 様だった。良ちゃんは、なんでも出来た。いつも、だまって笑って いるけど、困って助けの要る子の必要とするものを、すぐ、わかっ てくれた。トットちゃんが、トイレの汲み取り口の、地面にあるコ ンクリートの蓋が、開いているのに気がつかなくて、遠くから走っ てきて、胸までドップリ、落つこちたときも、すぐ助けてくれて、 いやがりもしないで洗ってくれたもの、良ちゃんだった。( Tottochan, 1984:282) Tomoe de, minna kara ninki no aru, Shouzukai san no Ryou chan ga, toutou shusseisuru koto ni natta. Seito yori, zutto, otona de, ojisan dattakedo, minna wa, shitashimi wo komete, “Ryou chan!!” To yonda. Soshite, Ryouchan wa, minna ga komatta toki no, tasuke no kamisama data. Ryouchan wa, nandemo dekita. Itsumo, damatte waratteiru kedo, komatte tasuke no iru ko no hitsuyou to suru mono wo,sugu,wakatte kureta. Tottochan ga, toire no kumitori kuchi no, jimen ni aru konkuriito no futa ga, kite iru noni ki ga tsukanakute, tooku kara hashittekite, mune made doppuri, ochitsu kochita toki mo, sugu tasukete kurete, iyagari mo shinaide aratte kureta mono, Ryouchan datta. Akhirnya paman Ryo pesuruh sekolah yang disukai semua orang di Tomoe harus pergi ke medan perang. Meskipun ia jauh lebih tua daripada semua murid yang sudah dewasa anak-anak memanggilnya dengan sapaan akrab seperti teman sebaya saja layaknya : “Ryo-chan!! Paman Ryo menjadi juru selamat bila ada murid yang sedang mengalami kesulitan. Ia orang yang serba bisa. Orangnya pendiam namun senyumnya ramah. Ia cepat mengerti apa yang sedang diperlukan untuk menolong seorang anak yang berada dalam kesulitan. Misalnya sewaktu Totto berlari lalu tercemplung ke dalam got WC yang terbuka sampai setinggi dada karena tidak menyangka di situ ternganga got yang tidak tertutup. Paman Ryo segera menolongnya dan mencuci badannya tanpa rasa segan. (Tottochan, 1986: 169)
44
3.1.2. Latar 3.1.2.1 Latar tempat Novel Madogiwa no Totto-Chan mempunyai latar tempat di kota kecil di Prefektur Tokyo. 自由が丘の駅で、大井町線から降りると、ママは、トットちゃんの 手をひっぱって、改札口を出ようとした....( Totto-chan, 1984: 11) Jiyugaoka no eki de, oimachisen kara oriruto, mama wa, Tottochan no te wo hippatte, kaisatsuuchi wo deyoutoshita... Totto dan mamanya turun dari kereta Oimachi di stasiun Jiyugaoka. Mama menggandeng tangan si Totto dan mereka keluar melalui pintu pemeriksaan karcis stasiun...(Totto-chan, 1986: 29) Penggambaran yang paling sering muncul adalah SD Tomoe, tempat Totto-chan belajar. たしかに、その二本の門は、根つこのある木だった。トットちゃん は、門に近づくと、いきなり顔を、ななめにした。なぜかといえば、 門にぶらさげてある学校の名前を書いた札が、風に吹かれた、なな め に な っ て い たか らだ っ た 。 「 ト モエ がく え ん 」 ( Totto-chan, 1984: 24) Tashikani, sono nihon no mon wa, nekkono aru ki datta. Totto-chan wa. Mon ni chikazukuto, ikinari kao wo, nanamenishita. Nazekato ieba, mon ni burasagete aru gakkou no namae wo kaita fuda ga, kaze ni fukareta, nanameni natteitakaradatta. “Tomoe gakuen” Totto menghampiri pintu gerbang itu dan tiba-tiba menelengkan kepalanya. Soalnya papan nama sekolah tergantung miring. Barangkali tertiup angin. Nama sekolah itu terbaca SEKOLAH TOMOE. (Totto-chan, 1986: 16) 3.1.2.2 Latar Waktu Sedangkan untuk penggambaran waktu, novel Madogiwa no Totto-Chan menggambarkan waktu selama Totto-chan belajar di SD Tomoe, yaitu selama kurang lebih 4 tahun dengan rentang waktu antara tahun 1941-1945, dimana saat
45
itu Totto-chan pertama kali masuk SD, sampai dengan meletusnya perang dunia ke dua. Saat itu juga terjadi penindasan bangsa Yahudi yang dilakukan Hittler. 新しい学校の門をくぐる前に、トットちゃんのママが、なぜ不安な のかを説明すると、それはトットちゃんが小学校一年なのにかかわ らず、すでに学校を退学になったからだった.....( Totto-chan, 1984: 14) Atarashii gakkouno mon wo kuguru mae ni, Totto-chan no mama ga, naze fuan nanoka wo setsumeisuruto, sore wa Totto-chan ga shougakkou ichi nen nanoni kakawarazu, sudeni gakkou wo taigaku ni natta kara datta. Didepan mereka, di kejauhan, mulai tampak samar-samar pintu gerbang sekolah kecil. Mama memang pantas khawatir. Totto baru masuk di sekolahnya yang lama dan dikeluarkan, padahal baru kelas satu!...(Tottochan, 1986: 10) ローゼンシュトックさんは、ヨーゼフ・ロゼンシュトックといって、 ヨロッパでは、とても有名な指導者だったんだけど、ヒットラーと いうが、こわいことをしようとするので、音楽、続けるために、逃 げて、こんな 遠い日本まで来たのだ、とパパが説明してくれた。 パパは、ローゼンシュトックさんを尊敬しているといった。トット ちゃんには、まだ世界情勢がわからなかったけど、 この指、すで に、ヒットラーは、ユダヤ人の弾圧を始まっていたのだった。 (Totto-chan, 1984: 108) Rõzenshutokkusan wa, Yõzefu Rozenshutokku toitte, Yoroppadewa, totemo yūmeina shidousha dattandakedo, Hittorâ toiuga, kowai koto wo shiyouto suru node, ongaku, tsuzukeru tameni, nigete, konna tõi nihon made kita noda, to Papa ga setsumeishitekureta. Papa wa, Rõzenshutokkusan wo sonkei shiteiru toitta. Tottochan ni wa, mada sekaijõsei ga wakaranakattakedo, kono yubi, sudeni, Hittorâ wa, Yudayajin no danatsu wo hajimatteitano datta. Pak Rosenschtock lengkapnya bernama Joseph Rosenschtock, seorang dirigen yang sangat terkenal di Eropa. Tetapi karena di sana seseorang yang bernama Hitler mencoba melakukan hal-hal yang mengerikan, ia melarikan diri dan datang ke negeri Jepang yang jauh ini untuk meneruskan karier musiknya, begitu penjelasan papa. Papa pernah mengatakan bahwa dia menghormati Pak Rosenscstock. Totto belum tahu tentang suasana dunia. Tetapi saat itu Hitler telah memulaikan penindasannya terhadap bangsa Yahudi. (Totto-chan, 1986: 65)
46
戦争は、いつ間にか、トットちゃん達の生活の中に、その恐ろしい となり
姿を見せ初めていた。毎日、お 隣 や、ご近所の、おじさんやお兄 ひ
まる
はた
おく
さんが、日の丸の旗と、『ばんざーい!!ばんざーい!!』に遅れ て、いなくなっていった。(Totto-Chan, 1984: 266) Sensou wa itsu aida nika, Tottochan tachi no seikatsu no naka ni, sono osoroshii sugata wo mise hajimeteita. Mainichi, otonari ya, gokinjo no, ojisan ya oniisan ga, hinomaru hata to, “banzâi!!”banzâi!!” ni okurete, inakunatteitta. Entah sejak kapan tanpa disadari, perang mulai menampakkan wujudnya yang mengerikan di dalam kehidupan Totto dan kawan-kawan. Setiap hari ada saja tetangga, laki-laki tua muda, yang pergi ke medan perang diantar kibaran bendera Hinomaru dan seruan “Banzai (Hidup)...Banzai!! (TottoChan, 1986: 160-161)
3.1.2.3 Latar Sosial Latar sosial tokoh utama yaitu Totto-chan berasal dari keluarga menengah. Ayahnya merupakan pemain biola yang bergabung dengan orkestra terkenal. Sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. トットちゃんのパパはオーケストラのコンサート.マスターだった。 コンサートマスターっていうには、ヴァイオリンを弾くんだけど、 トットちゃんが面白いと思ったのは、いつか、演奏会に連れてって もらった時、みんなが拍手したら、汗ビッショリの指揮者のおじさ んが、クルリと客席のほうに振りむくと、指揮台を降りて、すぐ隣 にすわって弾いていたトットちゃんのパパと握手したことだった。 そして、パパが立つと、オーケストラのみんなが、一斉に立ち上が った。(Totto-chan, 1984: 106-108) Tottochan no papa wa õkesutora konsâto masuta datta. Konsâto masutâtte iuniwa, vaiorin wo hikun dakedo, totto-chan ga omoshiroi to omottano wa, itsuka ensoukai ni tsuretette moratta toki, minna ga hakushu shitara, ase bisshori no shikisha no ojisan ga, kururi to kyakuseki no hou ni furi mukuto, shikidai wo orite, sugu tonari ni suwatte hiiteita tottochan no papa to akushu shita koto datta. Soshite, papa ga tatsuto, õkesutora no minna ga issei ni tachi agatta.
47
Papa totto menjabat sebagai pimpinan orkes serta memainkan biola. Pernah Totto merasa lucu pada waktu dibawa ke konser. Pada saat smua orang bertepuk tangan, dirigen yang basah oleh keringat berpaling ke arah pendengar, lalu menuruni panggung dirigen dan berjabat tangan dengan papa yang telah memainkan biolanya. Setelah papa berdiri, anggota orkes lainnya secara serentak ikut berdiri.(Totto-chan, 1986: 65) その日から、トットちゃんは、台所で仕事をするママにぴったりく っついて、包丁の使い方、おなべの持ち方、御飯のよそい方、など を研究した。ママが働いているのを見るのは、とても気持ちがよか ったけど、中でもトットちゃんの気に入ったのは、ママが、おなべ のフタなどを手に持って、 『あちちちち・・・・』 なんといったとき、その手を、いそいで耳たぶに持っていくことだ った。(Totto-chan, 1984: 210) Sono hi kara, Tottochan wa, daidokoro de shigoto wo suru mama pittarikuttsuite, houchou no tsukaikata, onabe no kimochi kata, gohan no yosoi kata, nado wo kenkyuushita. Mama ga hataraiteiru no wo miru no wa, totemo kimochi ga yokatta kedo, naka demo Totto chan no ki ni haittano wa, mama ga, onabe no futa nado wo te ni motte, “Achichichichi......” Nantoittatoki, sono te wo, isoide mimi tabu n motte iku koto datta. Sejak hari itu Totto selalu membuntuti mama jika sedang bekerja di dapur untuk mempelajari cara menggunakan pisau, cara memegang panci, cara menuangkan nasi dan lain-lain. Ia senang malihat mama sedang bekerja. Ia terutama tertarik melihat tingkah mama yang dengan jari-jarinya cepat menjupit cuping panci. Kadang-kadang mama berkata, “Aduh panas” bila kepanasan sewaktu memegang tutup panci. (Totto-Chan, 1986: 127) 3.1.3. Sudut Pandang Novel Madogiwa no Totto-chan merupakan kisah pengarang di waktu kecil, oleh karena itu buku ini menggunakan sudut pandang orang pertama dan ketiga sekaligus, yaitu Totto-chan. Di mana si pengarang menggunakan nama kecilnya, yaitu Totto-chan sebagai tokoh utama, yang tidak lain adalah pengarang sendiri di waktu kecil. Pengarang mengambil sudut pandang pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan
48
peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita. Pengarang menceritakan runtutan peristiwa yang dialami Totto-chan dengan gaya Point of view peninjau di mana pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian di ikuti bersama tokoh ini. 『いいかい?今日の先生だよ、なんでも教えてくださるからね』 校長先生は、こういって、一人の男の先生を、みんなに紹介した。 トットちゃんは、つくづくとその先生を観察した。なにしろ、その 先生の格好は、かわっていた。上着は縞のハンテンで、胸からは、 メリヤスのシャツが、のぞいていて、ネクタイのかわりに、首には 手拭いが、ふら下がっていた。そして、ズボンは、紺の木綿のパッ チ風の、細かいのだし、靴しゃなくて、地下足袋だった。おまけに、 頭には、少し破れた麦わら帽子をかぶっていた。いまトットちゃん 達が、どこにいるか、といえば、九品仏の池のほとりだった。しば らく、その先生をジロジロみていたトットちゃんは、その先生に、 見覚えがあることを発見した。 (Totto-chan, 1984: 202) ”Iikai? Kyou no sensei dayo, nandemo oshiete kudasaru karane” kouchou sensei wa, kouitte, hitori no otoko no sensei wo, minna ni shoukai shita. Tottochan wa, tsukuzuku to sono sensei wo kansatsushita. Nanishiro, sono sensei no kakkou wa, kawatteita. Uwagi wa shima no hanten de, mune kara wa, meriyasu no shatsu ga, nozoiteite, nekutai no kawari ni, kubi ni wa tenugui ga, fura shita gatteita. Ima Tottochan tachi ga, doko ni iruka, toieba, kuhonbutsu no ike no hotori datta. Shibaraku, sono sensei wo jiro jiro miteita Tottochan wa, sono sensei ni, mioboega aru koto wo hakkenshita. “Anak-anak, Bapak guru ini akan mengajar kalian hari ini. Semua yang ngin kalian ketahui akan diberikan Bapak Guru ini.” Kata-kata ini mengawali ucapan Bapak Kepala Sekolah yang memperkenalkan seorang guru baru kepada anak-anak. Dengan cermat Totto mengamati guru itu. Lagak guru itu sungguh lain. Memakai baju atas bergaris seperti baju kerja, didadanya terlihat kaos dalam dan yang melilit lehernya bukan dasi melainkan sepotong handuk. Celananya ketat berwarna biru tua dari bahan katun. Ia tidak menggunakan sepatu kantoran, tapi memakai sepatu lapangan. Ia memakai topi jerami gandum yang lusuh. Totto dan kawankawan sekarang berada di tepi empang Kuhonbutsu. Totto terus mengamati guru karena merasa sebelumnya pernah melihatnya. (TottoChan, 1986: 123)
49
3.1.4. Alur Cerita Berdasarkan
urutan
waktu,
novel
Madogiwa
no
Totto-Chan
menggunakan alur progresif atau maju. Peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa kemudian. Novel ini bercerita tentang masa-masa sekolah Totto-chan di Tomoe Gakuen. Kebanyakan cerita berkisar pada kegiatan-kegiatan yang dilakukannya selama bersekolah, dan ditambah dengan beberapa kegiatan yang dilakukannya bersama keluarganya. Susunan novel mirip sekumpulan cerita pendek, ditulis secara kronologis, namun dapat dibaca terpisah. それをいってしまったら、どう考えてみても、本当に、話は、もう 無くなった。トットちゃんは(少し悲しい)と思った。トットちゃ んが、そう思ったとき、先生が立ち上がった。そして、トットちゃ んの頭に、大きくて暖かい手を置くと、『じゃ、これで、君は、そ の学校の生徒だよ』(Totto-chan, 1984: 33) Sore wo itte shimattara, dou kangaetemitemo, hontou ni, hanashi wa, mou nakunatta. Tottochan wa (sukoshi kanashii) to omotta. Tottochan ga, souomotta toki, sensei ga tachi agatta. Soshite, Tottochan no atama ni, ookikute atatakai te wo oku to, “ Ja, korede, kimi wa, sono gakkou no seito dayo. Setelah berkata begitu, Totto merasa benar-benar kehabisan cerita. Ia agak sedih Pada waktu merasa sedih itulah kepala sekolah berdiri dan meletakkan tangannya yang besar dan hangat di atas kepala Totto. “Kalau begitu, sekarang kau boleh menjadi murid sekolah ini.” (Totto-chan, 1986: 21) お弁とのあと、みんなと校庭で走りまわったトットちゃんが、電車 の教室にもどると、女の先生が 『みなさん、今日は、とてもよく勉強したから、午後は、何をした い?』(Totto-chan, 1984: 56) Obento no ato minna to koutei de hashiri mawatta Tottochan ga, densha no kyoushitsu ni modoru to, onna no sensei ga
50
“Minasan, kyou wa, totemo yoku benkyoushitakara, gogo wa, nani wo shitai? Setelah makan siang, Totto berlari-lari bersama kawan-kawan menghabiskan sisa waktu istirahat siang. Sekembalinya ke kelas, ibu guru bertanya, “Anak-anak, hari ini kalian belajar dengan sangat baik. Jadi mulai sekarang sampai sore hari ini kalian mau melakukan apa?” (Totto-chan, 1986: 35) 3.1.5. Tema Novel
Madogiwa
no
Totto-Chan
sendiri
mengedepankan tema
pendidikan humanis, di mana pendidikan tersebut menempatkan murid sebagai pusat pengajaran (student centered learning) secara manusiawi dan unik. Artinya, acuan yang digunakan untuk menjalankan pengajaran di sekolah tidak terletak pada selesai atau tidak selesainya materi sesuai kurikulum, atau bagaimana guru harus terus-menerus dipatuhi, melainkan mengacu pada pemenuhan kebutuhan masing-masing siswa akan pengetahuan. Metode pengajaran humanistik memandang murid bukan sebagai obyek dari suatu sistem pengajaran, melainkan subyek yang dilayani oleh suatu sistem pengajaran. Titik beratnya adalah perkembangan emosional siswa. Dengan begitu, sang siswa tidak hanya akan mandiri dan dewasa secara teknis dan praktis, akan tetapi juga dapat dewasa secara emosional. Sekolah adalah sebuah tempat yang mengasyikkan untuk membina potensi diri dan belajar menikmati interaksi dengan orang lain. Itulah yang dicita-citakan oleh kepala sekolah Tomoe, Sosaku Kobayashi. なにしろ、一時間目が始まるときに、その日、一日やる時間割の、 全部の科目の問題を、女の先生が、黒板にいっぱいに書いちゃって、 『さあ、どれでも好きなから、始まってください』
51
といったんだ。だから生徒は、国語であろうと、算数であろうと、 自分の好きなのから初めていっこうに、かまわないだった、だから、 作文の好きな子が、作文を書いていると、うしろでは、物理の好き な子がアルコール・ランプに火をつけて、フラスコをブクブクやっ たり、なにかを爆発させてる、なんていう光景は、どの教室でもみ られることだった。(Totto-chan, 1986 : 44-45) Nanishiro, ichi jikanme ga hajimaru toki ni, sono hi, ichi nichi yaru jikan wari no zenbu no kamoku mondai wo, onna no sensei ga, kokuban ni ippai ni kaichatte “Saa doredemo sukina kara, hajimatte kudasai”. To ittan da dakara seito ha, kokugo de arouto, sansuu de arouto, jibun no sukina no kara hajimete ikkouni, kamawanai datta, dakara, sakubun no suki na ko ga, sakubun wo kaiteiruto, ushiro dewa butsuri suki na ko ga arukõru ranpu ni hi wo tsukete, furasuko bukubuku yattari, nanika wo bakuhatsu saseteru, nanteiru hikarikei wa dono kyoshitsu demo mirareru koto datta. Pada awal jam pertama seorang guru, seorang guru menulis semua soal untuk semua pelajaran yang dijadwalkan untuk hari itu di papan tulis sampai penuh. “Ayo anak-anak kalian boleh memulai dari apa saja yang kalian sukai.” Jadi setiap murid boleh memulai dari pelajaran yang disukainya. Karena itu di setiap kelas bisa terlihat seorang murid yang menyukai pelajaran mengarang sedang mengarang, dibelakangnya murid lain yang gemar Fisika sedang menyalakan lampu alkohol dan melakukan praktek dengan labu yang berisi cairan mendidih atau meledakkan sesuatu. 3.2 Nilai- Nilai Edukatif dalam Novel Madogiwa no Totto-Chan 3.2.1 Nilai-Nilai Kepribadian Nilai-nilai kepribadian adalah keyakinan tentang apa saja sifat-sifat karakter dan bagaimana caranya menjadi pribadi yang benar dan baik secara moral. Pribadi yang khas dari seseorang yang menyebabkan ia dapat dikenali dan dibedakan satu sama lainnya. Hal ini terjadi karena proses pembiasaan, pengasuhan, pendidikan dan latihan tiap individu berbeda. 3.2.1.1 Keberanian Hidup Keberanian dalam mengambil sebuah keputusan, karena setiap keputusan mempunyai resiko masing-masing. Berani berarti bertanggung jawab dalam
52
mengambil keputusan. Dalam hidup, manusia dihadapkan pada berbagai permasalahan yang harus diselesaikan dengan baik. Disini seseorang dibutuhkan suatu keberanian dalam mengambil sebuah keputusan. Dalam menjalani hidup manusia tidak terlepas dari permasalahan atau kegagalan. Akan tetapi manusia harus mampu dan berani mengambil satu keputusan, karena dengan keputusan yang tepat manusia akan mampu menyelesaikan masalahnya. Dalam hidup terdapat pilihan, dan setiap pilihan ada konsekuensinya sendiri. Keberanian yang dilakukan Totto-chan dengan cara memegangi tangan Yasuaki-chan dengan sekuat tenaga agar mampu naik ke pohon Totto-chan pun terdapat konsekuensi. Konsekuensi keberanian Totto-chan mempertaruhkan nyawa demi temannya. yang dilakukan Totto-chan tersebut adalah salah satu bukti nyata dalam mengambil keputusan. Nilai ini terdapat dalam narasi: ところが、それから先が絶望的だった。飛びうつったトットちゃん が、どんなに引っ張っても、脚立の泰明ちゃんは、木の上に 移れそ うもなかった。脚立の上につかまりながら、泰明ちゃんは、泣きた くなった。(こんなはずじゃなかった。私の木に泰明ちゃんを招待 して、いろんなものを見せてあげたいと思ったのに・・・)。でも トットちゃんは、泣かなかった。もし、トットちゃんが泣いたら、 泰明ちゃんも、きっと泣いちゃう、と思ったからだった。トットち ゃんは、泰明ちゃんのに小児麻疲で指がくっついたままの手を取っ た。トットちゃんの手より、ずーっと指が長くて,大きい手だった。 トットちゃんは、その手をしばらく握っていた。そしてそれから、 いった。「寝る格好になってみて?ひっぱってみる。(Totto-chan, 1984: 98) Tokoro ga, sorekara saki ga zetsubou teki datta. Tobi utsutta totto-chan ga, donna hicchottemo, kyaku tachi no Yasuaki chan wa, ki no ue utsuresoumo natta. Kyaku tachi no ue ni tsukamari nagara, yasuaki chan wa, nakitaku natta. ( konna hazujanakatta.Watashi no ki ni yasuakichan wo shoutai shite, iron na mono wo misete agetai to omotta noni...). Demo tottochan wa, nakanakatta. Moshi, Tottochan ga naitara,Yasuakichan mo, kitto naichau,
53
to omottakara datta. Tottochan wa Yasuaki chan no shoniasatsuka de yubi ga kuttsuita mama no te wo totta. Tottochan no te yori, zutto yubi ga nagakute, õkii te datta. Totto chan wa, sono te wo shibaraku nigitteita. Soshite sore kara, itta. “neru kakkou ni nattemite? Hippatemiru. Tetapi langkah selanjutnya sulit seperti tak ada harapan. Totto yang lebih dulu meloncat pindah ke pangkal cabang pohon mencoba menarik Yasuaki sekuat tenaga. Tetapi bagaimanapun juga, kelihatanya Yasuaki tak akan bias pindah ke lain pohon. Sambil memegangi tangga, Yasuaki menoleh ke Totto. Tiba-tiba Totto ingin menangis. Ia menyesal,”Menurut rencana tak akan jadi begini. Aku mengundang Yasuaki ke pohonku, karena berniat memperlihatkan bermacam-macam kepadanya….”Namun Totto tidak menangis karena ia pikir kalau menangis pasti Yasuaki ikut menangis. Totto mengangkat tangan Yasuaki yang jari-jarinya saling melekat akibat polio. Tangan itu jauh lebih besar serta jari-jarinya lebih panjang dibandingkan dengan tangan Totto yang memegang tangan itu. Kemudian dia berkata,”Coba berbaring seperti waktu tidur. Aku akan menarikmu.” (Tottochan, 1986: 60) Di Sekolah Tomoe setiap anak mempunyai pohon sendiri-sendiri, tak terkecuali Tottto-chan dan Yasuaki. Tetapi Yasuaki tidak pernah bisa memanjat pohon, dikarenakan sejak kecil ia terkena polio yang menyebabkan tangan dan kakinya melengkung kedalam. Melihat kondisi Yasuaki yang seperti itu, Tottochan memberanikan diri untuk membantu Yasuaki agar bisa memanjat pohon dan melihat pemandangan disekitar Sekolah Tomoe dari atas pohon seperti anak-anak lainnya. Walaupun menurut pandangan orang dewasa, hal tersebut sulit untuk dilakukan karena Totto-chan berbadan kecil, tentu saja tidak akan kuat untuk mendorong Yasuaki sampai diatas pohon. Tetapi karena keberanian dan tekad Totto-chan yang sangat kuat akhirnya bisa mewujudkan keinginannya tersebut. 3.2.1.2 Kemandirian Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, akan tetapi bukan berarti dengan dasar tersebut manusia menjadi selalu menggantungkan diri terhadap
54
sesamanya. Yang dimaksud sikap mandiri disini adalah bertanggung jawab penuh terhadap kehidupan dirinya tanpa mengandalkan orang lain. Kemandirian ditandai oleh
adanya inisiatif,
berusaha mengatasi
rintangan
yang ada
dalam
lingkungannya, mencoba melakukan aktifitas menuju kesempurnaan, memperoleh kepuasan dari pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaannya sendiri, sedangkan ketergantungan lawan kata dari kemandirian, selalu berhubungan dengan orang lain, selalu berdekatan mengharapkan perhatian dan menginginkan penghargaan. Pada Narasi dibawah ini, menggambarkan bahwa Totto-chan tanpa minta bantuan dari orang lain menyelesaikan pekerjaannya sendiri, walaupun berat untuk anak seusianya. Nilai kemandirian ini terdapat dalam narasi: トットちゃんは、校長先生との約束どおり、山をくずして、完全 いけ
に もとのトイレの池 に、もどした汲むときは、あんなに大変だ ったのに、もどすときは早かった。それから、水分のしみこんだ 土も、ひしゃくで削って、少し、もどした。地面を平らにして、 コンクリートの蓋を、キチンと、もとの通りにしてひしゃくも、 物置きに返した。(Totto-chan, 1984: 72) Tottochan wa, kouchou sensei to no yakusoku dõri, yama wo kuzushite, kanzen ni moto no toire no ike ni, modoshita kumu toki wa, anna ni taihen datta no ni, modosu toki wa hayakatta. Sorekara, suibun no shimi konda tsuchi mo, hishaku de kezutte, sukoshi, modoshita. Jimen wo tairanishite, konkuriito no futa wo, kichin to, moto no toori ni shitehishakumo, monookini kaeshita. Sesuai dengan janjinya terhadap kepala sekolah, Totto meratakan tumpukan itu dengan mengembalikan ke WC yang semula. Waktu menimba, rasanya begitu berat. Tetapi pada waktu mengembalikan berjalan lancar dan cepat. Kemudian ia mengikis sebagian kecil tanah yang mengisap air tadi dengan gayung dan memasukkannya ke kolam, lalu meratakan tanahnya, meletakkan tutup dari semen dengan rapi dan terakhir mengembalikan gayung itu ke gudang. (Totto-chan, 1986: 45)
55
Dompet kesayangan Totto jatuh kedalam WC. WC pada waktu itu masih memakai sistem tampug dan dibawah lubang WC yang besar langsung merupakan bak penampungan. Kemudian ia berlari pergi ke gudang milik pesuruh sekolah lalu mengambil sebuah gayung yang panjang gagangnya hampir dua kali panjang badan Totto dan membawanya ke WC. Totto kemudian menimba WC itu menggunakan gayung. Barang yang sudah ditimba diletakkan di sekitar lubang WC tersebut. Sehingga membentuk gunungan yang berbau sangat tidak sedap. Kepala sekolah kebetulan lewat dekat WC tersebut. Melihat Totto menimba WC tersebut kepala sekolah tidak memarahi Totto, tetapi meminta Totto untuk mengembalikan seperti semula. Setelah kolam WC hampir kosong karena terkuras isinya dan Totto sudah sangat lelah untuk menimba, akhirnya dia menghentikan pekerjaan tersebut dan mengembalikan tumpukan-tumpukan itu ketempat semula. Ia melakukannya sendirian tanpa meminta bantuan dari siapapun. Dari narasi dibawah ini juga dapat diambil kesimpulan bahwa kepala sekolah mengajarkan kepada Totto-chan untuk mandiri tanpa bantuan orang lain. Menghadapi segala permasalahan dengan cara membicarakan secara terbuka. Sehingga seorang anak bisa belajar sejak dini bagaimana berbicara dengan orang lain, tanpa harus ditemani orang tuanya.
校長先生、椅子をトットちゃんにすすめると、ママのほうを向いて いった。 『じゃ、僕は、これからトットちゃんと話がありますから、もう、 お帰りくださって結構です』
56
ほんのちょっとの間、トットちゃんは、少し心細かい気がしたけど、 なんとなく、(この校長先生とならいいやと思った。ママは、いさ ぎょく先生にいった。 『じゃ、よろしく、お願いします』 そして、ドアを閉めて出ていった。(Totto-chan, 1984: 30) Kouchou sensei,Totto chan ni susumeru to, mama no hou wo muiteitta. “Ja, boku wa, korekara Tottochan to hanashi ga arimasukara, mou, okaeri kudasatte kekkou desu.” Hon no chotto no aida, Tottochan wa, sukoshi kokorokomakai ki ga shita kedo, nantonaku, (kono kouchou sensei to nara iiya to omotta. Mama wa, isagyoku sensei ni itta. “Ja, yoroshiku, onegaishiasu” Soshite, doa wo shimete deteitta. Kepala sekolah mempersilakan Totto duduk. Lalu berpaling kepada mama dan berkata, “Sekarang saya perlu berbicara dengan Totto. Jadi ibu boleh pulang,” Sebentar Totto merasa cemas ditinggal sendirian. Tetapi entah mengapa, segera saja ia merasa aman dan betah bersama kepala sekolah ini. Dengan sikap rela mama berkata,”Kalau begitu saya titipkan anak saya. Terima kasih,”lalu keluar menutup pintu. (Totto-chan, 986: 19) Mama mendaftarkan Totto-chan ke sekolah yang baru, disana mama dan Totto-chan masuk keruangan kepala sekolah dan dipersilan duduk oleh kepala sekolah. Kepala sekolah meminta agar mama meninggalkan Totto-chan bersama kepala sekolah. Semula Totto-chan cemas ditinggal oleh mama, tapi akhirnya Totto-chan merasa nyaman ngobrol dengan kepala sekolah. Dia berani sendirian menghadapi orang yang baru dikenalnya tanpa ditemani mama. 3.2.1.3 Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Rasa tanggung jawab
57
merupakan salah satu sikap positif yang harus dimiliki manusia. Seseorang harus bertanggung jawab dengan apa yang telah ia lakukan. Dengan bertanggung jawab, manusia akan dipercaya oleh orang lain. Nilai ini terdapat dalam narasi: そのかわり、 前より、もっと、頑張って,汲んだ。かなり山がで きたときだった。校長先生が、トイレの裏道を通りかかった。先生 は、トットちゃんのやってることを見て、聞いた。「なにしてんだ い?」 トットちゃんは、手を休める時間もおしいから、ひしゃくを、つっ こみながら答えた。「そうかい」そういうと、校長先生は、手を、 体のうしろに組んだ、いつもの散歩の格好でどこかに行ってしまっ た。それから、また、しばらくの時が経つった。お財布はまだ見つ からない。山はどんどん大きくなる。その頃、また 校長先生が通 りかかって聞いた。「あったかい?」汗びっしょりで、真っ赤な頬 っぺたのトットちゃんは、山にかこまれながら、「ない」と答えた。 先生は、トットちゃんの顔に、少し、顔をちかづけると、友達のよ うな声で、いった。「終わったら、みんな、もどしとけよ」そして、 また、さっきと同じように、どっかに歩いていった。「うん」と、 トットちゃんは元気に答えて、また仕事にとりかかったけど、ふと、 気がついて、山を見た。(Totto-chan, 1984: 69-70) Sono kawari, mae yori, motto, ganbatte,...kanari yama ga dekita toki datta. Kouchou sensei ga, toire no uramichi wo tõrikakatta. Sensei wa, Tottochan no yatteru koto wo mite, kiita. “nanishitendai?” Totto-chan wa, te wo yasumeru jikan mo oshiikara, hishaku wo, tsukkomi nagara kotaeta. “soukai”souiuto, kouchou sensei wa, te wo, karada no ushiro ni kunda, itsumo no sanpo no kakkou de dokoka ni itte shimatta. Sorekara, mata, shibaraku no toki ga tatta. Osaifu mada mitsukeranai. Yama wa dondon õkikunaru, sono koro, mata kouchou sensei ga tõrikakatte kiita.”attakai?” ase bisshori de, makkana hoppeta no Totto-chan wa, yama ni kakomarenagara, “nai” to kotaeta. Sensei wa, Totto-chan no kao ni, sukoshi, kao wo chikazukeruto, tomodachi no youna koe de, itta. “Owattara, minna, modoshitokeyo”soshite, mata, sakki to onaji youni, dokka ni aruiteitta. “Un”to, Totto-chan wa genki ni kotaete, mata shigoto ni torikakatta kedo, futo, ki ga tsuite, yama wo mita. Sebagai gantinya, ia menimba lebih giat lagi. Setelah gunungan menumpuk, kepala sekolah kebetulan lewat di jalan belakang WC itu. Ketika melihat apa yang dilakukan Totto, ia heran. “Kau sedang apa disini
58
Nak?” Totto menjawab sambil mengayunkan gayung karena ia sayang waktu kalau harus berhenti bekerja. “Dompet saya terjatuh Pak.” “oh, begitu.” Setelah berkata demikian, kepala sekolah terus meninggalkannya pergi dan berjalan sambil menyimpan tangan di belakang tubuh seperti yang biasa dilakukannya pada waktu jalan-jalan. Beberapa waktu kemudian, dompetnya belum juga ditemukan, sedangkan tumpukan itu terus menggunung. Lalu kepala sekolah lewat lagi dan bertanya, “Sudah ketemu?” Totto yang bermandi keringat dengan pipi yang memerah berkata , “Tidak ada” dengan berdiri di tengah tumpukan-tumpukan yang dibuatnya itu. Kepala sekolah mendekatkan wajahnya ke wajah Totto, lalu berkata dengan nada suara seperti seorang teman, “Nanti kalu sudah selesai kembalikan semua itu ke tempatnya ya?” dan ia pergi berjalan entah kemana seperti tadi. Totto menjawab “Ya.” Dengan bersemangat dan mulai bekerja kembali. Tetapi entah karena apa, tiba-tiba perhatiannya mengarah ke tumpukantumpukan itu. (Totto-chan, 1986: 43-44) Totto-chan mencari dompetnya yang hilang dengan cara menimba lubang WC. Pekerjaan seperti itu untuk anak seusia Totto-chan adalah pekerjaan yang berat, tapi Totto-chan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Dan penuh tanggung jawab mengembalikan tumpukan-tumpukan kotoran dari dalam WC itu ketempat semula. Hal ini mencerminkan bahwa Tottochan bertanggung jawab dengan perbuatan yang dia lakukan.
3.2.1.4 Hati-Hati Hati-hati adalah adalah suatu sikap selalu teliti, tanggap dan cekatan dalam menjalani kehidupan ini. Hati-hati juga bermakna kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problematika hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudain secara kreatif mencari serta menemukan solusi, sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
59
Narasi berikut mengandung nilai hati-hati: トットちゃんは包帯で、頭から、あごから、みみから、グルグル巻 きにきれてまるで白兎のようになって、家に帰った。怒らないと約 束したけど、パパは、(ひとこと、ロッキーにいわなくては気が済 まない)と思っていた。でも、ママが、『約束したんだから』と目 がまん
で知らせて、パパは、やっと我慢した。(Totto-chan, 1984: 150) Totto chan wa houtai de, atama kara, ago kara, mimi kara, guru guru maki ni kirete marude shiro usage no youni natte, ie ni kaetta. Okoranai to yakusoku shita kedo, papa wa, (hito koto, Rokkii ni iwanakute wa ki ga sumanai) to omotteita. Demo, mama ga “yakusoku shitandakara” to me de shirasete, papa wa, yatto gamanshita. Totto-chan kembali ke rumah dengan keadaan dari kepala, dagu, sampai telinga penuh dibalut dengan pembalut sehingga kelihatan seperti kelinci putih. Meskipun telah dijanjikan tidak akan marah, tapi papa tidak puas kalau belum berkata sesuatu kepada Rocky. Hanya karena mama memberi isyarat dengan mata, papa berhasil menahan keiginannya. (Totto-chan, 1986: 92) Papa ingin memberi pelajaran kepada anjing kesayangan anaknya itu, agar Totto-chan dan Rocky lebih waspada dalam bermain. Sikap Mama dan Papa yang tanggap atas sesuatu yang terjadi dengan Totto-chan ternyata membuahkan hasil. Yakni Totto-chan lebih berhati-hati dalam bermain. Dalam menyelesaikan permasalahannya Totto-chan mengambil langkah yang tepat supaya anjing kesayangannya
tidak
diusir
oleh
papa,
meskipun
anjingnya
sudah
membahayakannya, dengan cara memohon kapada orang tuanya untuk tidak membuang rocky.
3.2.1.5 Rendah Hati Manusia adalah makhluk yang sempurna. Setiap manusia pasti mempunyai keistimewaan masing-masing. Akan tetapi keistimewaan tersebut
60
bukan untuk disombongkan atau dibangga-banggakan kepada manusia lain. Rasa rendah hati harus senantiasa dilatih supaya ketika manusia diberi kenikmatan yang lebih ia menjadi tidak sombong. Pribadi yang rendah hati adalah pribadi memandang bahwa orang lain sebagai ciptaan Tuhan memiliki keunikan dan keistimewaan masing-masing, sehingga dia senantiasa membuat orang lain merasa penting. Karena sesungguhnya setiap pribadi adalah istimewa. Setiap orang adalah spesial, unik, dan berhak untuk dihargai. Manusia adalah pribadi yang harus diperlakukan khusus. Manusia adalah makhluk yang sangat sensitif. Jika kita meragukan hal ini, lihat diri kita sendiri dan perhatikan betapa mudahnya kita merasa disakiti atau tersinggung. Narasi yang berkaitan dengan nilai tersebut adalah: トットちゃんは、みんなの持ってきた、おなすや、じゃがいも、お 葱、ごぼうなどを、ママがするように、上手に、たべやすい大きさ に切った。それから思いついて、キュウリとおなすを薄く切って、 こていねい
お塩でもんで、子丁寧に、おつけものまで作った。そして、ときど かくとう
き、格闘してる上級生に、『こうやれば?』なんて教えたりもした。 だから、なんとなく、もうお母さんに、なったような気さえした。 かんしん
みんなは、トットちゃんの、おつけものに感心した。トットちゃん こし
けんそん
ふう
は、両手を腰にあてて、謙遜した風にいった。 『ちょっと、やってみただけよ』(Totto-chan, 1984: 212) Totto chan wa, minna no mottekita, onasuya, jagaimo, onegi, gobou nado wo, mama ga suru youni, jouzu ni, tabeyasui okisa ni kitta. Sorekara omoi tsuite, kyūri to onasu wo usuku kitte, oshio de monde, koteinei ni, otsukemono made tsukutts. Soshite, toki doki, kakutõshiteru joukyūsei ni, “Kouyareba?” nante oshietari mo shita. Dakara , nantonaku, mou okâsan ni, natta youna kisaeshita. Minna wa, Tottochan no, otsukemono ni kanshin shita. Tottochan wa, ryoute wo koshi ni atete, kensonshita fū ni itta. “Chotto, yattemita dakeyo” Totto dengan pandai memotong sayur-mayur seperti terong dan bawang, yang dibawa teman-teman, supaya enak dimakan seperti yang dilakukan
61
mama. Dengan rajin ia berusaha membuat asinan dengan mengiris tipistipis dan menggarami ketimun dan terong. Tapi ia masih sempat mengajari murid senior yang susah payah dengan sayurnya itu. “Sebaiknya dilakukan begini, atau begitu.”Jadi ia sendiri merasa seolah-olah sudah menjadi seorang ibu. Teman-teman semua mengagumi asinan bikinan Totto. Sambil berkecak pinggang dengan kedua belah tangan, dengan nada merendah Totto berkata,”Ah itu hanya coba-coba saja.” (Totto-chan, 1986: 128-129) Murid-murid Tomoe akan mengadakan masak dan makan bersama di alam terbuka. Sejak hal itu diumumkan oleh ibu guru, sepulang sekolah Tottochan rajin belajar memasak dengan mama. Pada hari masak dan makan bersama, Totto-chan sudah pandai membuat asinan. Asinan buatan Totto-chan enak, temantemannya mengaguminya. Namun dengan rendah hati Totto-chan mengatakan kalau itu hanya coba-coba saja.
3.2.1.6 Percaya Diri Percaya diri merupakan modal dasar untuk pengembangan diri. Dengan percaya diri orang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu, kurangnya percaya diri akan menghambat pengembangan potensi diri. Jadi orang yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, serta bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Percaya diri dapat diartikan bahwa suatu kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki dapat di manfaatkan secara tepat. Narasi dibawah ini mengandung nilai diatas: 校長先生は、この野菜で、晩御飯をたべながら、家族で楽しく、今 日の運動会のことを話してくれたらいい、と思ってたかも知れない。
62
いっとうさとる
しょくたく
そして、特に自分で手に入れた一 等 覚 で、 食 卓 が溢れた高橋君が、 せ
『そのよろこびを覚えてくれるといい』背がのいない、小さい、と にくたいてき
いう肉体的 なコンプレックスを持ってしまう前に『一等になった じしん
自信を、忘れないでほしい』と校長先生は考えていたに違いなかっ た。そして、もしかすると、もしかだけど、校長先生の考えたトモ ふうきょうぎ
エ風競技は、どれも高橋君が一等になるように、出来ていたのかも、 知れなかった.....。(Totto-chan, 1984: 159) Kouchou sensei wa, kono yasai de, bangohan wo tabenagara, kazoku de tanoshiku, kyou no undoukai no koto wo hanashite kuretara ii, to omotteta kamoshirenai. Soshite, toki ni jibun de te ni ireta ittosatorude, shokutaku ga afureta Takahashikun ga, “sono yorokobi wo oboete kureru to ii” se ga no inai, chiisai,to iu nikutaiteki na konpurekkusu wo motte shimau mae ni “ittou ni natta jishin wo , wasurenaide hoshii” to kouchou sensei wa kangaeteita ni chigai nakatta. Soshite, moshikasuruto, moshikadakedo, kouchou sensei no kangaeta tomoe fūkyougi wa, doremo Takahashikun ga ittou ni naruyouni, dekite ita no kamo, wasurenakatta…. Kepala Sekolah mungkin mengharapkan agar mereka berbicara tentang hari olahraga pada hari ini dengan keluarganya dalam suasana gembira sambil makan malam dengan sayur mayur. Dan bapak kepala sekolah pasti mengharapkan pula agar Takahashi selalu ingat kegembiraan pada waktu meja makan malamnya dengan hadiah-hadiah juara. Sebelumnya ia memiliki rasa rendah diri karena badannya kecil dan tak bisa bertambah tinggi. Dan mungkin, sekali lagi mungkin, perlombaan ala Tomoe yang dirancang kepala sekolah sengaja dipersiapkan untuk membuat Takahashi dapat menjadi juara pertama. (Totto-chan, 1986: 98)
Lomba-lomba unik yang diciptakan kepala sekolah diatur sedemikian rupa agar semua murid Tomoe, termasuk yang memiliki kekurangan fisik, dapat melakukannya dengan mudah. Kepala sekolah memupuk rasa percaya diri murid murid yang memiliki kekurangan agar mereka tidak minder dengan temantemanya yang normal. Yang akhirnya lomba tersebut dimenangkan oleh Takahashi yang memiliki kekurangan fisik.
63
3.2.1.7 Kesabaran Hakikat sabar adalah akhlak utama yang merupakan bagian dari akhlak jiwa yang mampu menahan pemiliknya dari perbuatan yang tidak baik dan tidak senonoh. Sabar merupakan kekuatan jiwa yang dengannya jiwa menjadi baik dan tingkah laku menjadi lurus. Dan kekuatan ini menjadikan manusia mampu menahan jiwanya untuk memikul berbagai bentuk kelelahan, kesulitan dan penderitaan, nilai ini terdapat dalam narasi : べつ
先生は、ちょっと残念そうだったけど、別に怒りもしないで、黒板 け
消しで、消してしまった。トットちゃんは、すこし(先生に悪かっ えら
たかな)と思ったけど、(ほしかったのは、もっと偉そうなヤツだ ったんだもの、仕方がないや)と考えた。 本当は、こんなに簡単で、『学校を、そして子供たち』を愛する校 こうか
長先生の気持ちがこもった。校歌はなかったのに、子供たちには、 まだ、それがわからなかった。(Totto-Chan, 1984: 66) Sensei wa, chotto zannen soudattakedo, betsu ni okorimoshinaide, keshite shimatta. Totto chan wa, sukoshi (sensei ni warukattakana) to omotta kedo, (hoshikattanowa, motto erasouna yatsu dattandamono, shikata ga nai ya) to kangaeta. Hontou wa, konna ni kantan de, “gakkou wo, soshite kodomotachi” wo aisuru kouchou sensei no kimochi ga komotta. Kouka wa nakattanoni, kodomotachini wa, mada, sore ga wakaranakatta. Kepala sekolah kelihatan sedikit kecewa. Tetapi ia sama sekali tidak marah dan meghapus lagu di papan tulis itu dengan penghapus. Totto agak menyesali tindakannya terhadap kepala sekolah itu. Tetapi ia berpikir lagi “Ah, apa boleh buat. Kan yang kita inginkan lagu yang lebih gagah.” Seharusnya mereka menerima lagu yang begitu sederhana serta mengandung rasa kasih sayang kepala sekolah terhadap sekolah dan anak-anak. Tetapi anak-anak tidak mengerti akan hal itu. (Totto-Chan, 1986: 98)
Sifat sabar yang ada dalam diri kepala sekolah membuat para siswa semakin
menyayanginya
dan
menghormatinya.
Kobayashi
menggunakan
64
pendekatan psikologis, ia tidak pernah marah. Walaupun sudah bersusah payah membuat lagu sekolah, tapi karena murid-muridnya tidak menyukai lagu ciptaannya, maka ia tidak jadi mengajarkan ke murid-muridnya. Dan tetap bersikap baik tanpa amarah di hadapan murid-muridnya.
3.2.1.8 Hidup Sederhana Hidup sederhana tidak berarti hidup dalam serba kekurangan. Kesederhanaan merupakan pola pikir dan pola hidup yang proporsional, tidak berlebihan dan mampu memprioritaskan sesuatu yang lebih dibutuhkan. Kesederhanaan ialah kemampuan untuk ikhlas menerima yang ada, berusaha untuk berlaku adil dan bersyukur atas setiap rezeki yang diberikan dengan tetap menggunakannya pada hal-hal yang bermanfaat dan berarti. Kemampuan itulah yang memberikan manfaat dan menjadi energi dalam kehidupan. Gaya hidup ini sebaiknya dilakukan dalam batas kewajaran. Nilai di atas akan disebutkan dalam narasi berikut: (こんなに簡単に、必要なことを表現できる大人は、校長先生の他 には、そういない)とトットちゃんのママは、ひどく感心していた。 しかも、ママにとっても、海と山とに、わけてもらっただけで、お かずを考えるのが、とても面倒なことじゃなく思えてきたから、不 思議だった。それに校長先生は、海と山といっても、“無理しない こと” ぜいたくしないこと”といってくださったから。(Totto-chan, 1984: 50) (Konna ni kantan ni, hitsuyouna koto o hyougen dekiry daiji wa, kouchou sensei no hoka ni wa, sou inai) to Totto-chan no mama wa, hidoku kanshin shiteita. Shikamo, mama ni tottemo, umi to yama to ni, wakete moratta dakede, okazu o kangaeru no ga, totemo mendouna koto janakute omoete kita kara, fushigi datta. Sore ni kouchou sensei wa, umi to yama to ittemo, “murishinai koto” “zeitaku shinaikoto”to itte kudasattakara.
65
Mama sangat mengagumi kebijaksanaan-kebijakasanaan kepala sekolah dengan mengatakan jarang ada orang dewasa yang dapat mengungkapkan sesuatu yang penting dengan kata-kata sederhana. Anehnya, bagi mama adanya pikiran untuk membagi lauk-pauk ke dalam dua jenis, yaitu laut dan gunung membuat pikiran tentang lauk tidak lagi terasa sebagai hal yang merepotkan. Lagipula, kepala sekolah telah berpesan agar tidak perlu dipaksakan, dan tidak perlu mewah dalam menentukan lauk. (Totto-chan, 1986: 31) Kepala sekolah senantiasa mengajarkan cara makan dengan gizi yang seimbang. Gizi seimbang bisa didapat dari makanan yang dari laut dan dari gunung. Makanan dari laut misalnya ikan, udang, cumi-cumi dan sebagainya. Sedangkan yang dari gunung misalnya sayuran dan buah-buahan. Makanan yang mengandung gizi seimbang tersebut tidak harus yang mahal atau mewah.
3.2.1.9 Pemaaf Pemaaf adalah sebutan bagi seseorang yang mudah sekali memaafkan kesalahan orang lain baik itu yang disengaja ataupun tidak disengaja, sadar atau tidak sadar, besar atau kecil. Pemaaf juga bisa disejajarkan dengan sifat-sifat manusia yang lain seperti, penyabar, penyayang, pengasih dan lain-lain. Seorang pemaaf tidak akan memilih-milah kesalahan-kesalahan mana saja yang pantas dimaafkan dan kesalahan-kesalahan mana saja yang tidak pantas untuk dimaafkan. Secara arif dia akan memaafkan semua kesalahan-kesalahan orang lain kepada dirinya tanpa syarat. Pada dasarnya manusia mempunyai sifat salah dan lupa. Akan tetapi dengan berhati-hati dalam bertingkah laku manusia diharapkan menghindari bentuk-bentuk kesalahan yang membuat orang sakit hati. Nilai ini terdapat dalam narasi berikut:
66
このひとことで、トットちゃんの涙がとまった。トットちゃんは椅 子から降りると、いった。 だいえいくん
『もう、大栄君が、オーエス!といっても、泣かない』 校長先生は、うなずいてから笑った。トットちゃんも笑った。笑い 顔は、おさげに似合った。トットちゃんは、おじぎをすると、 うんどうじょう
運 動 場 に走っていって、みんなと遊び始めた。(Totto-Chan, 1984: 182). Kono hito koto de, Totto chan no namida ga tomatta. Totto chan wa isu kara oriru to, itta. “Mou, ooeikun ga, o-esu! Toittemo, nakanai” Kouchou sensei wa, unazuite kara waratta. Totto chan mo waratta. Warai kao wa, osage ni niatta. Totto chan wa, ojigi suruto, undoujou ni hashitteitta, minna to asobi hajimeta. Dengan satu kata ini berhentilah air mata Totto Turun dari kursi, Totto berkata, “Saya tak akan menangs lagi, walau Oe berkata lago O-es!” Kepala sekolah mengangguk dan tertawa. Tottopun tertawa. Wajah tertawa itu pantas untuk rambut kepangnya. Setelah memberi hormat dengan menundukkan kepala, Totto berlari lagi ke halaman sekolah dan bermai bersama teman-teman. Saat itu Totto hampir melupakan bahwa ia tadi menangis. (Totto-Chan, 1986: 111) Sikap Oe membuat Totto-chan sakit hati dan membuat ia menangis. Akan tetapi apabila ia terus menangis, Oe akan senang mengejeknya. Kepala sekolah mengajarkan pada Totto-chan untuk membesarkan hati untuk memaafkan sikap Oe. Kobayashi adalah kepala sekolah yang mengajarkan sikap-sikap yang baik terhadap siswanya dengan cara memberikan suri tauladan, sehingga murid dapat melihat dan mempraktikannya.
3.2.1.10 Bijaksana Bijaksana adalah keadaan dimana jiwa selalu tenang dan berfikir jernih sebelum berucap dan bertindak. Orang yang bijaksana memiliki pandangan yang jauh terhadap sebuah masalah, tidak berfikir sempit dan melihat masalah dalam
67
konteks yang luas. Sikap bijaksana orang tua sangat penting. Dengan sifat bijaksana akan mampu menjaga
emosinya, karena setiap orang mempunyai
perasaan atau kepekaan yang berbeda-beda. Sikap ini terdapat dalam sosok mama Totto-chan, yang begitu bijakasana dalam menghadapi Totto-chan. Seperti dalam narasi berikut: そうして、ママが、あっちこっち、かけずりまわって見つけたの が、これから行こうとしている学校、というわけだったのだ。 たいがく
ママは、この退学のことを、トットちゃんに話していなかった。 話しそも、なにがいけなかったのか、わからないだろうし、また、 そんなことで、トットちゃんがコンプレックスを持つのも、よく ないと思ったから、(いつか、おおきくなったら、話しましょう) ときめていた。ただ、トットちゃんには、こういった。 『新しい学校に行ってみない?いい学校だってはなしよ』(TottoChan, 1984: 23) Soushite, mama ga, acchi kocchi, kakezuri mawatte mitsuketanoga, korekara ikou toshiteiru gakkou, toiu wake dattanoda. Mama wa, kono taigaku no koto wo, Totto chan ni hanashite inakatta. Hanashisomo, nani ga ikenakattanoka, wakaranai daroushi, mata, sonna kotode, Totto chan ga konperekkusu wo motsu no mo, yokunai to omottakara, (itsuka, õkiku nattara, hanashimashou) to kimeteita. Tada, Totto chan ni wa, kou itta. “Atarashii gakkou ni itte minai? Ii gakkou date hanashiyo.” Sekolah yang dituju inilah yang terakhir bisa ditemukan mama setelah bersusah payah mencari ke sana-sini. Mama memang tiada menceritakan perihal dikeluarkannya Totto dari sekolah tersebut kepada anak itu. Ia berpikir bahwa Totto tidak akan mengerti. Mama juga tidak ingin anaknya nanti merasa rendah diri. Jadi ia memutuskan akan menceritakan hal itu kelak jika Totto sudah besar. Mama hanya mengatakan,”Apakah kau mau belajar disekolah lain? Sekolah itu bagus, katanya.”(Totto-Chan, 1986: 15) Totto-chan dikeluarkan dari sekolahnya, karena ibu guru menganggap sikap Totto-chan di kelas seperti membuka dan menutup meja berulang-ulang, berdiri di dekat jendela kelas untuk memanggil pengamen membuat kegiatan
68
belajar mengajar menjadi kacau. Mama tidak memarahi Totto-chan perihal dikeluarkannya dari sekolah, dan tidak menceritakan penyebab Totto-chan dikeluarkan dari sekolah. Mama hanya menawarkan kepada Totto-chan apakah ia mau belajar disekolah yang lain. Mama begitu bijaksana menghadapi putrinya. Walaupun putrinya telah berbuat kesalahan.
3.2.2
Nilai-Nilai Sosial Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia.
3.2.2.1 Menghormati Sebagai anak Totto-chan kecil belum mengetahui apa arti hormatmenghormati. Akan tetapi usaha orang tua yang senantiasa mengajarkan sifat kebaikan kepada anaknya dan Kobayashipun mengajarkan sifat positif tersebut, menjadikan Totto-chan terbiasa dengan itu. Anak-anak harus dibiasakan dengan kebaikan-kebaikan, supaya sifat itu tertanam hingga mereka dewasa. Nilai ini terdapat dalam narasi :
69
パパは、 『いい子でね』 と頭をモシャモシャにしたままいった。 『もちろん』 と、トットちゃんはいうと、玄関で靴をはき、戸をあけると、クル リと家の中をむき、ていねいにおじぎをして、こういった。 『みなさま、行ってまいります』 見送りに立っていたママは、ちょっと涙が出そうになった。それは、 こんなに生き生きとしてお行儀よく、素直して、楽しそうにしてる りょうがく
トットちゃんが、つい、このあいだ、『良 学 になった』、という ことを思い出したからだった。(Totto-chan, 1984: 38) Papa wa, “Iikodene” To atama wo mosha mosha ni shita mama itta. “mochiron” To, Tottochan wa iu to, genkan de kutsu wo haki, to wo akeru to, kururi to ie naka wo muki, teinei ni ojigi wo shite, kouitta. “Minasama, ittemairimasu” Miokuri ni tatteita mama wa, chotto namida ga desou ni natta. Sore wa, konna ikiiki toshite ogyougi yoku, sunaoshite, tanoshisou ni shiteru Totto chan ga, tsui, kono aida, “ryougaku ni natta”, toiu koto wo omoidashitakaradatta. Dengan rambut yang masih acak-acakan, papa berpesan, “Baik-baiklah. Jangan nakal ya?” “Ya, saya nggak akan nakal!” lalu memakai sepatu di serambi dan membuka pintu. Kemudian ia berpaling ke dalam rumah dan sambil membungkuk dengan sopan berkata, “Mama, Papa, saya pergi ke sekolah dulu ya?” Mama melihat kepergian Totto dengan mata berkaca-kaca. Ia terharu melihat Totto yang begitu riang, sopan dan polos. (Totto-chan, 1986: 24) Kebiasaan Totto-chan Sebelum berangkat sekolah adalah pamitan kepada oraangtuanya dengan cara membungkuk dengan sopan. Perilaku tersebut adalah budaya menghormat di Jepang. Setiap orang hendaknya mempunyai sikap menghormati terhadap orang lain. Dengan sikap tersebut orang akan merasa dihargai. Seperti dalam narasi berikut:
70
歌いおわるとトットちゃんは、おじぎをした。頭をあげたとき、ト ットは、その兵隊さんの目から、涙が、こぼれているのを見て、び っくりした。なにか、悪い事をしたのか、と思ったから。すると、 そのパパより少し歳をとったくらいの兵隊さんは、また、トットち ゃんの頭をなでて、「ありがとう、ありがとう」といった。 (Totto-chan, 1984: 232) Utai owaruto Totto-chan wa, ojigi wo shita. Atama wo ageta toki, tottochan wa sono heitai san no me kara, namida ga, koboreteiru no wo mite, bikkurishita. Nanika warui koto wo shitanoka, to omottakara. Suru to, sono papa yori sukoshi toshi wo totta kurai no heitai san wa, mata, Tottochan no atama wo nadete, “arigato, arigatou”to itta. Seusai bernyanyi ia menundukkan kepala memberi salam. Setelah mengangkat kepala, totto kaget melihat air mata yang tercucur keluar dari mata sang prajurit tadi. Ia khawatir kalau-kalau telah melakukan kesalahan. Tetapi prajurit yang agak lebih tua sedikit dari papa itu segera membelai kepalanya dan berkata,”Terima kasih..terima kasih.” (Tottochan, 1986: 141) Pada saat itu perang dunia kedua. Banyak prajurit jepang yang terluka. Totto-chan dan kawan-kawan menengok korban perang di rumah sakit. Mereka menyanyi untuk menghibur korban perang. Selesai bernyanyi seorang prajurit tak kuasa menahan airmatanya. Totto merasa khawatir kalau-kalau lagu yang dia bawakan itu menyinggung perasaan prajurit. Tapi dia kemudian merasa lega karena kemudian prajurit tersebut membelai kepalanya dan mengucapkan terima kasih.
3.2.2.2 Tolong Menolong Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Antara seorang dengan yang lain saling membutuhkan dan dari situ timbul kesadaran untuk saling bantu-membantu dan tolong-menolong. Tidak mungkin seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa bantuan pihak lain.
71
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari orang lain. Misalnya, ketika ada permasalahan. Sebagai manusia diharapkan saling membantu, sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan lebih mudah dan beban akan
lebih ringan. Dalam memberikan pertolongan pun
membutuhkan pengorbanan. Nilai ini terlihat dalam narasi : トットちゃんは少し残念だったけど、(校長先生が困っているんだ もの、いいや)と、すぐ決めたのだった。それと、決心した、もう 一つの理由は、大人の男の人が・・・しかも自分の大好きな校長先 生が・・・リボン屋さんで一生懸命、探している姿を想像したら、 可哀そうになったからだった。本当に、トモエでは、こんな風に、 年齢と関係なく、お互いの困難を、わかりあい、助けあうことが、 いつのまにか、ふつうの事になっていた。(Totto-chan, 1984: 228) Tottochan wa sukoshi zannen dakedo, (kochou sensei ga komatteirun damono, iiya) to, sugu kimeta no datta. Sore to, kesshinshita, mou hitotsu no riyū wa, otona no otoko no hito ga...shikamo jibun no daisukina kouchou sensei ga...ribon yasan de isshoukenmei, sagashiteiru sugata wo souzoushitara, kawaisouni natta kara datta. Hontouni , Tomoe dewa, konna fūni, nenrei to kankei naku, otagai no konnan wo, wakariai, tasukeau koto ga, itsu no manika, futsū no koto ni natteita. Sebenarnya Totto agak merasa sayang, tetapi ia cepat memutuskan begitu karena ingin menolong kesulitan kepala sekolah. Juga ada alasan lain. Ia tidak tega membayangkan pria yang sudah cukup umur, apalagi pria itu bapak kepala sekolah yang sangat disukainya, sedang sibuk mencari-cari pita di toko pita. Sejak kapan kurang jelas, tapi di Tomoe hal seprti itu sudah biasa. Saling memahami kesulitan masing-masing tanpa mempermasalahkan perbedaan umur. (Totto-chan, 1986: 138) Totto diberi pita oleh adik perempuan papa. Pita itu adalah penghias hakama. Hakama adalah pakaian tradisional Jepang yang dipakai saat upacara kelulusan. Pita tersebut menghiasi rambutnya ketika ia berada di sekolah. Miyo putri kepala sekolah ingin memakai pita seperti yang Totto-chan punya. Kobayashi mencari pita yang mirip punya Totto-chan kemana-mana, tapi tidak mendapatkannya. Akhirnya Kobayashi meminta kepada Totto-chan agar tidak
72
memakai pita itu kembali ke sekolah, karena Miyo pasti akan merengek-rengek untuk dibelikan pita tersebut. Akhirnya Totto-chan memutuskan untuk tidak memakai lagi pita tersebut ke sekolah, demi membantu kesulitan kepala sekolah.
3.2.2.3 Adil Terhadap Orang Lain Adil memiliki makna meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau dengan kata lain, memberikan kepada yang berhak akan hak-hak mereka. Kata adil berarti lurus, tidak berat sebelah, tidak memihak atau berpegang pada kebenaran. Keadilan adalah bentuk sifat atau sikap dari kata adil, keadilan ialah pengakuan dan perlakuan terhadap hak. Keadilan dapat pula diartikan bertindak sebagaimana mestinya. Berlaku adil kepada orang lain, yaitu menempatkan orang lain pada tempat yang sesuai, layak, benar, memberikan hak orang lain dengan jujur dan benar serta tidak menyakiti serta merugikan orang lain. Nilai edukatif ini terdapat dalam narasi: それは、校長先生、というより、娘に、ねだられて、困っている父 親の顔だった。それから、先生は、トットちゃんに、いった。 『トットちゃん、そのリボン、ミヨが、うるさいから、学校に来る とき、つけないで来てくれると、ありがたいんだけどな。悪いかい、 こんなこと、たのんじゃ』 トットちゃんは、腕を組んで、立 ったまま、考えた。そして、わりと、すぐ、いった。 『いいよ、明日から、つけて来ない』(Totto-chan, 1984: 227-228) Sore wa, kochou sensei, toiu yori, musume ni, nedararete, komatteiru chichi oya no kao data. Sorekara, sensei wa, totto chan ni, itta. “Totto chan, sono ribbon, Miyo ga, urusai kara, gakkou ni kuru toki, tsukenaide kite kureruto, arigataindakedona. Waruikai, konnakoto, tanonja” Totto chan wa, ude wo kunde, tattamama, kangaeta. Soshite, warito, sugu, itta.
73
“Iiyo, ashita kara, tsuketekonai” Wajah yang sedang dalam kesulitan itu adalah wajah seorang ayah yang bingung karena tidak bisa memenuhi permintaan putrinya. Kemudian kepala sekolah berkata lagi,”Totto, saya akan berterima kasih kalau kau tidak keberatan untuk tidak memakainya lagi waktu ke sekolah, karena Miyo merengek terus. Kalau saya minta supaya tidak memakainya, apakah kau keberatan?” Sambil melipat tangan dan tetap berdiri, Totto berpikir. Keputusannya keluar dengan cepat,”Oke. Mulai besok saya tak akan memakainya lagi disini.” (Totto-Chan, 1986: 138)
Perintah kepala sekolah kepada Totto-chan agar tidak memakai pita membuat Totto-chan kecewa. Akan tetapi apabila itu tetap dipakai, maka dia tidak adil terhadap temannya dan menyakitinya. Disini makna yang diungkap jelas bahwa Totto-chan sangat memperhatikan perasaan orang lain, dan berbuat adil terhadap orang lain.
3.2.2.4 Kebersamaan dalam Hidup Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup secara individu. Hidup pun akan lebih indah jika mengenal dan menjalin tali persaudaraan yang baik dengan manusia lain. Dalam narasi tersebut diceritakan pula bagaimana rasa kebersamaan Totto-chan diwujudkan dengan cara menjalin persahabatan dengan Yasuaki-chan tanpa memandang fisik Yasuaki-chan. Padahal, terkadang anak kecil akan menjauhi orang yang berbeda dengannya. りこう
その子は、やさしい声で静かに答えた。とても利口そうな声だ。 しょうにまひ
『僕、小児麻痺なんだ』 『しょうにまひ』 トットちゃんは、それまで、そういう言葉を聞いたことがなかった き
かえ
から、聞き返した。その子は、少し小さい声でいった。
74
『そう、小児麻痺。足だけじゃない。手だって...』 きょく
そういうと、その子は、長い指と指が、くっついって、 曲 がつた みたいになった手を出した。トットちゃんは、その左手を見ながら、 『なおらないの?』 と心配なって聞いた。その子は、だまっていた。トットちゃんは、 悪いことを聞いたのかと悲しくなった。すると、その子は、明るい 声でいった。 『僕の名前は、やまもとやすあき。君は?(Totto-chan, 1984: 46-47) Sono ko wa, yasashi koe de shizukani kotaeta. Totemo rikou sou na koeda. “Boku, shounimahi nanda” “Shounimahi” Totto chan wa, sore made, sou iu kotoba wo kiita koto ga nakattakara, kikikaeshita. Sono ko wa, sukoshi chiisai koe de itta. “Sou, shounimahi. Ashi dake janai. Te date…” Sou iu to, sono ko wa, nagai yubi to yubi ga, kuttsuitte, kyoku ga tsutamitai ni natta te wo dashita. Totto chan wa, sono hidarite wo minagara, “Naoranaino?” To shinpai natte kiita. Sono ko wa, damatteita. Tottochan wa, warui koto wo kiita noka to kanashikunatta. Suru to, sono ko wa, akarui koe de itta. “Boku no namae wa, Yamamoto Yasuaki. Kimi wa? Ia menjawab tenang dengan suara yang lembut seakan-akan mencerminkanotaknya yang cerdas, “Karena aku sakit polio.”Totto belum pernah mendengar kata itu. Jadi ia bertanya lagi, “P-o-l-i-o?” Anak itu berkata dengan suara yan kecil, “Ya, polio. Tidak hanya di kaki saja.Tangan juga....” Sambil berkata demikian, ia memperlihatkan tangannya dengan jarijarinya yang panjang saling melekat dan bengkok. Melihat tangan kiri anak itu, Totto khawatir dan bertanya,”Tidak bisa sembuh?” Ia diam saja. Totto menjadi sedih karena merasa telah bertanya hal-hal yang menyakitkan hati. Tapi lalu anak itu berkata dengan suara yang cerah, “Namaku Yasuaki Yamamoto. Namamu siapa?” Mendengar suara cerah itu, Totto gembira dan menjawab dengan suara besar, “Saya Totto.” Dengan demikian, mulailah persahabatan antara Yasuaki Yamamoto dengan Totto. (Totto-chan, 1986: 30) Di sekolah Tomoe ada seorang anak bernama Yasuaki yang mengidap penyakit polio. Penyakit tersebut membuat tangan dan jari-jarinya saling melekat
75
dan bengkok. Melihat kondisi Yasuaki tersebut tidak membuat Totto-chan menjauhi Yasuaki. Dia bahkan menjadi sahabat baik Yasuaki.
3.2.2.5 Sopan Santun Etika yang baik akan mencerminkan tingkah laku dan sikap yang baik. Etika menuntun manusia untuk bertingkah laku dengan hukum-hukum dan harapan-harapan yang berlaku di suatu kelompok sosial tertentu. Nilai ini akan ditunjukkan dalam narasi di bawah ini: 『だめよ、この電車は、この学校のお教室なんだし、あなたは、ま だ、この学校に入れていただいてないなんだから。もし、どうして も、この電車に乗りたいんだったから、これからお目にかかる校長 先生とちゃんと、お話してちょうだい。そして、うまくいったら、 この学校に通えるんだから、わかった?』 トットちゃんは、(いま乗れないのは、とても残念なことだ)と思 ったけど、ママのいう通りにしようと決めたから、大きな声で、 『うん』 といって、それから、いそいで、つけたした。(Totto-chan, 1984:26) “Dameyo, kono densha wa, kono gakkpu no o kyoushitsu nandashi, anata wa, mada, kono gakkou ni irete itadaitenai nandakara. Moshi , doushitemo, kono densha ni noritainshite, umaku ittara, kono gakkou ni kayoerun dakara, wakatta?” Totto chan wa, (ima norenai no wa, totemo zannen na kotda) to omotta kedo, mama no iu toori ni shiyou to kimetakara, ookina koe de, “Un” To itte, sorekara, isoide, tsuketashita. “Tidak boleh, gerbong kereta listrik ini dipakai sebagai ruang kelas. Lagipula kau belum diijinkan masuk sekolah ini. Walau bagaimanapun inginnya kau naik kereta listrik ini, sebelumnya bicaralah dulu baik-baik dengan Bapak kepala sekolah yang akan kita temui sekarang ini. Kalau berhasil, baru kau boleh masuk sekolah ini. Mengerti, kan?” Totto merasa kecewa karena tidak bisa naik sekarang. Tetapi karena ia telah memutuskan akan mematuhi apa kata mama, ia berkata dengan suara
76
besar, “Ya!” dan kemudian buru-buru menambahkan, “Saya sangat menyukai sekolah ini.” (Totto-chan, 1986: 17) Pertama kali memasuki sekolah Tomoe, Totto-chan ingin sekali naik gerbong yang dijadikan kelas tersebut. Tapi mama melarangnya dan mengajarkan pada Totto-chan untuk berlaku sopan dengan cara bicara baik-baik pada kepala sekolah yang akan mereka temui nanti, kalau kepala sekolah sudah menerima Totto-chan untuk belajar di sekolah tersebut barulah Totto-chan boleh menggunakan gerbong kereta listrik itu.
3.2.2.6 Menghargai Setiap manusia ingin dihargai, karena manusia adalah mahluk yang sempurna dan seharusnya memiliki harkat dan martabat. Dalam pergaulan seharihari, rasa menghargai sesama harus dipupuk. Jika orang menghargai orang lain, maka
orang
lainpun
akan menghargainya. Penghargaan dalam sikap atau
tingkah laku membuat orang berharga, tidak rendah diri, dan tidak merasa diabaikan. Narasi berikut mengandung nilai edukatif di atas: 校長先生は、トットちゃんの前に椅子をひっぱって来て、とても近 い
ち
い位置にむかい合わせに腰をかけると、こういった。 『さあ、なんでも、先生に話してごらん。話したいこと、全部』 (Totto-chan, 1984: 30) Kouchou sensei wa, Tottochan no mae ni isu wo hippattekite, totemo chikai ichi ni mukai awase ni koshi wo kakeruto, kouitta. Pak kepala sekolah menarik kursinya ke dekat Totto. Setelah berhadapan ia berkata,”Ayo, coba cerita apa saja kepada bapak. Semua, apa saja, yang
77
ingin kau ceritakan kepada Bapak. Pokoknya, boleh bicara apa saja.”(Totto-chan, 1986: 19) Bapak kepala sekolah memberi kesempatan kepada Totto untuk bercerita apa saja. Beliaupun memposisikan diri untuk mendengarkan semua cerita Totto, tanpa meremehkannya sedikitpun. .....そのとき、トットちゃんは、なんだか、生まれて初めて、本当 あ
に好きな人に逢ったような気がした。だって、生まれてから今日ま で、こんな長い時間、自分の話を聞いてくれた人は、いなかったん だもの。そして、その長い時間のあいだ、一度だって、あくびをし たいくつ
たり、退屈そうにしないで、トットちゃんが話してるのと同じよう に、身をのり出して、一生懸命、聞いてくれたんだもの。(TottoChan, 1984: 33) …Sono toki, Tottochan wa, nandaga, umarete hajimete, hontou ni sukina hito ni attayouna ki ga shita. Date, umarete kara kyou made, konna nagai jikan, jibun no hanashi wo kite kureta hito wa, inakattandamono. Soshite, sono nagai jikan no aida, ichido date, akubi wo shitari, taikutsu sou ni shinaide, Totto chan ga hanashiteru no to onaji youni, mi wo nori dashite, isshokenmei, kiitekuretandamono. Pada saat itu, rasanya Totto baru pertama kali dalam seumur hidupnya bertemu dengan orang yang menyenangkan seperti ini. Sejak lahir sampai hari ini, belum pernah ada orang yang mau mendengarkan ceritanya dalam waktu begitu lama. Lagipula selama, waktu yang begitu lama itu, pak kepala sekolah tidak pernah menguap atau memperlihatka sikap bosan. Ia asyik dan sungguh-sungguh mendengarkan cerita Totto sambil mendekatkan badannya. (Totto-Chan, 1986: 21)
Kepala sekolah dengan penuh perhatian sambil mendekatkan badannya ke arah Totto-chan dan mendengarkan cerita dari Totto-chan. Walaupun Totto-chan bercerita lama sekali tapi kepala sekolah sama sekali tidak memperlihatkan sikap bosan atau kelihatan mengantuk.
78
3.3 Aplikasi Nilai-Nilai edukatif Novel Totto-Chan dalam Dunia Pendidikan. Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Novel Totto-Chan merupakan sumber inspirasi yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya diterapakan dalam mendidik anak. Seperti yang tergambar dalam cerita kebijaksanaan sang ibu menghadapi putrinya yang dikeluarkan dari sekolah. Sang ibu tidak memberi tahu anaknya yang saat itu masih duduk di sekolah dasar kelas 1 bahwa ia telah dikeluarkan. Ibu juga tidak menyalahkan anaknya. Dengan sikap yang lemah lembut dan penuh kasih sayang, ibu tersebut hanya menawarkan untuk bersekolah ditempat lain yang lebih menarik. Karena sikap yang bijaksana itulah membuat Totto-Chan bersemangat menjalani hari-harinya di sekolah yang baru dengan penuh rasa percaya diri. Sekolah yang baru ini unik, karena murid tidak belajar di ruang kelas pada umumnya. Tapi belajar di gerbong kereta yang dijadikan sebagai kelas. Murid-murid bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Sekolah itu bernama Tomoe Gakuen. Di sini murid bisa memilih sendiri urutan mata pelajaran yang mereka inginkan yang akan dipelajari di hari itu. Guru hanya sebagai fasilitator dan tempat berkonsultasi apabila ada muridnya yang menemui kesulitan dalam proses pembelajaran. Sehingga dalam satu kelas pada jam yang sama siswa melakukan aktifitas yang berbeda ada yang membuat puisi ada juga yang melakukan eksperimen fisika. Belajar langsung dari alam dan dengan ahlinya juga digambarkan di Tomoe Gakuen. Misalnya belajar biologi dengan kajian putik dan benangsari,
79
murid-murid diajak jalan-jalan ke kebun bunga. Dengan melihat bunga secara langsung murid-murid diajarkan tentang putik dan benang sari. Sedangkan, untuk belajar bercocok tanam. Murid-murid belajar langsung dari petani. Hal ini menggambarkan proses pendidikan yang berlangsung di Tomoe Gakuen tidak hanya dilakukan di dalam kelas. Sistem pendidikan di Tomoe Gakuen ini mirip dengan pendidikan sekolah alam yang akhir-akhir ini mulai dikenal di Indonesia. Murid-murid di Tomoe Gakuen juga dimotivasi untuk memiliki rasa percaya diri sehingga mereka berani berbicara di depan umum. Dengan cara pada saat makan siang setiap anak diwajibkan untuk bercerita tentang apa saja di depan teman-temannya. Suatu kali ada anak yang tidak bisa bercerita, dengan bijaksana Kobayashi sensei mulai memancing anak itu dengan memintanya untuk bercerita apa yang dilakukannya pagi ini dari bangun tidur sampai tidur lagi. Anak-anak yang berkebutuhan khususpun juga ditumbuhkan rasa percaya dirinya, dengan cara menciptakan lomba yang dapat diikuti dan dimenangkan oleh siswa yang secara fisik mengalami kekurangan. Kepala sekolah Tomoe Gakuen merupakan sosok pemimpin yang berani untuk bertindak sesuai dengan keyakinan dan prinsip hidup yang dia pegang dan juga seorang guru yang ideal. Dia berani mencoba dan mempelajari sesuatu yang dianggap tidak biasa dengan beragam tanggapan dari orang-orang disekitarnya. Dia juga seorang guru yang selalu menciptakan suasana yang dekat dengan anak didiknya melalui perhatian yang tulus dari dalam hati. Dari analisis novel Totto-Chan, terdapat nilai-nilai edukatif yang meliputi nilai-nilai kepribadian dan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai kepribadian meliputi,
80
keberanian hidup; kemandirian; tanggung jawab; hati-hati; rendah hati; percaya diri; kesabaran; hidup sederhana; pemaaf; bijaksana. Nilai-nilai sosial meliputi, menghormati sesama; tolong-menolong; adil terhadap orang lain; kebersamaan dalam hidup; sopan santun; menghargai. Novel Totto-Chan juga bisa diterapkan dalam mendidik anak. Seperti kebijaksanaan orang tua dalam mendidik anaknya dan sikap ideal seorang pendidik dalam menghadapi anak didiknya.
81
BAB 4 SIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Unsur intrinsik novel Madogiwano Totto-chan. 1.1 Tokoh dan penokohan. Dalam novel ini terdiri dari tiga tokoh protagonis yaitu: Totto-chan, mama, dan Sosaku Kobayashi. Totto-chan adalah anak yang cerdas, suka menolong dan memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap suatu hal yang dianggapnya baru. Mama adalah seorang ibu yang bijaksana dan sabar dalam mendidik putrinya. Sosaku Kobayashi adalah sosok kepala sekolah yang sangat bijaksana dan menyenangkan. 1.2 Latar Latar dalam novel Madogiwa no Totto-Chan terbagi menjadi tiga yaitu: latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat di kota kecil di prefektur Tokyo, latar waktu rentang tahun 1941 sampai dengan 1945, latar sosial tokoh utama adalah Totto-chan berasal dari keluarga menengah. 1.3 Sudut pandang Sudut Pandang dalam novel Madogiwa no Totto-chan menggunakan sudut pandang orang pertama dan ketiga. Sudut pandang orang pertama dimana pengarang menggunakan nama kecilnya yaitu Totto-
82
chan, sedangkan sudut pandang orang ketiga dimana tokoh ini bebas bercerita dan memberi komentar terhadap tokoh cerita lain. 1.4 Alur cerita Alur cerita dalam novel Madogiwa no Totto-chan menggunakan alur cerita maju yaitu peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa kemudian. 1.5 Tema Tema dalam novel Madogiwa no Totto-Chan ini adalah pendidikan humanis. Pendidikan humanis menempatkan murid sebagai pusat pengajaran.
2. Unsur ekstrinsik novel Madogiwa no Totto-Chan yang dapat dianalisis adalah nilai nilai edukatif yang meliputi nilai kepribadian dan sosial. 2.1 Nilai-nilai kepribadian terdiri dari: 2.1.1
Keberanian hidup yaitu berani mengambil keputusan dan berani menanggung resiko dari sebuah keputusan.
2.1.2
Kemandirian yaitu mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain.
2.1.3
Tanggung jawab yaitu menanggung segala sesuatu yang menjadi kewajibannya dari tingkah laku atau perbuatan yang telah dilakukan baik disengaja maupun yang tidak disengaja.
83
2.1.4
Hati-hati yaitu sikap selalu teliti, tanggap dan cekatan dalam menjalani kehidupan ini.
2.1.5
Rendah hati pribadi memandang bahwa orang lain sebagai ciptaan Tuhan memiliki keunikan dan keistimewaan masing-masing, sehingga menganggap bahwa orang lain adalah penting.
2.1.6
Percaya diri yaitu suatu kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki dapat di manfaatkan secara tepat.
2.1.7
Kesabaran yaitu mampu menahan diri dari perbuatan yang tidak baik.
2.1.8
Hidup sederhana yaitu hidup yang proporsional, tidak berlebihan dan mampu memprioritaskan sesuatu yang lebih dibutuhkan.
2.1.9
Pemaaf yaitu mudah memaafkan kesalahan orang lain baik itu yang disengaja ataupun tidak disengaja, sadar atau tidak sadar, besar atau kecil.
2.1.10 Bijaksana adalah keadaan dimana jiwa selalu tenang dan berfikir jernih sebelum berucap dan bertindak. Orang yang bijaksana memiliki pandangan yang jauh terhadap sebuah masalah, tidak berfikir sempit dan melihat masalah dalam konteks yang luas.
2.2 Sedangkan nilai-nilai sosial terdiri dari: 2.2.1
Menghormati sesama yaitu memberikan nilai baik terlebih dahulu sebelum seseorang melakukan sesuatu sebagi penghargaan bahwa dia sejajar dengan kita
84
2.2.2
Tolong-menolong yaitu saling membantu untuk meringankan kesulitan orang lain
2.2.3
Adil terhadap orang lain yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya
2.2.4
Kebersamaan dalam hidup yaitu mengenal dan menjalin tali persaudaraan yang baik dengan manusia lain.
2.2.5
Sopan santun yaitu bertingkah laku dengan hukum-hukum dan harapan-harapan yang berlaku di suatu kelompok sosial tertentu.
2.2.6
Menghargai yaitu artinya kita terima dahulu apa yg dilakukan seseorang walaupun bertentangan dengan keinginan kita.
3. Aplikasi nilai-nilai edukatif dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, nilai-nilai edukatif yang dapat diterapkan adalah sikap bijaksana orang tua terhadap anaknya, terutama jika sang anak telah berbuat kesalahan. Sikap ideal orang tua adalah mencari solusi yang terbaik untuk anaknya dengan sikap yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Dengan sikap positif seperti inilah, anak tidak akan merasa minder dan menjadi bersemangat dalam menjalani hari-harinya. Novel Totto-Chan juga bisa diterapkan pendidik dalam mendidik anak didiknya. Hal ini digambarkan oleh sosok Kobayashi yang menganggap semua anak itu hebat. Untuk menggali kehebatan anak diperlukan kesabaran dan kreatifitas. Semua anak itu baik, hanya perlu hati yang terbuka untuk dapat mengerti. Setiap anak itu unik, antara anak yang satu dengan anak yang lain mempunyai bakat, kemampuan serta daya tangkap yang berbeda. Pendidik dan para orang tua harus bisa memahami karakter masing-masing anak. Anak yang
85
secara umum berperilaku nakal dan sulit diatur bukan berarti bodoh dan benarbenar nakal. Penanganan anak seperti ini memerlukan media dan metode yang berbeda dalam proses pembelajaran, sehingga anak bisa termotivasi untuk mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Kobayashi sensei juga mengingatkan guru sebagai pendidik untuk tidak mudah menghakimi dan mengkotak-kotakkan anak sebagai anak baik-nakal, pintar-bodoh, normal-aneh. Guru jangan mudah memberi label buruk pada anak. Seperti anak bodoh, anak bandel dan kata-kata lain yang menjatuhkan karena anak akan mengingat terus label tersebut dan bisa tertanam dalam diri mereka sehingga mereka sulit untuk berubah menjadi lebih baik. Pendidik pun harus bisa menciptakan zona yang nyaman dalam belajar. Anak akan merasa nyaman ketika orang-orang di sekelilingnya menyayangi dan memperhatikan mereka. Cara penyampaian materi dalam mengajar juga mempengaruhi kenyamanan anak dalam belajar. Anak akan takut ketika gurunya mengajar dengan wajah galak dan tanpa senyum atau memarahi anak ketika ditanya tidak bisa menjawab. Kalau suasana kegiatan belajar mengajar seperti itu materi pelajaran tidak bisa terserap dengan baik. Dan anak-anak pun tidak mendapatkan apa-apa dari suatu proses pembelajaran.