Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite Sore yang cerah di sebuah bukit tidak jauh dari sebuah desa terlihat dua orang yang sedang melakukan aktivitas. Orang pertama seorang pria berumur sekitar tigapuluh tahun keatas berkacamata dengan rambut panjang sepinggang dan diikat. Pakaiannya berwarna biru muda khas shang-hai dengan jubah yang menjulur kebawah. Dia terlihat sedang mengawasi seorang bocah berumur limabelas tahun yang sedang berlatih beladiri. Wajah bocah itu dipenuhi dengan peluh keringat sembari terus melancarkan pukulanpukulan dan tendangan-tendangan kosong di hadapannya. Napasnya pun sudah tersengal-sengal karena lelah. “Kau tidak seperti biasanya, Cleef” kata pria tersebut tiba-tiba. Bocah yang dipanggil Cleef tersebut menghentikan gerakannya
dan
membungkuk
dengan
napas
masih
tersengal-sengal. Kedua tangannya berpegangan dengan kedua lututnya. “Capek sekali aku, Guru Rion” sahut Cleef. Keringat meluncur dari wajahnya ketanah.
“Apa yang kau lakukan sejak tadi pagi?” tanya Guru Rion. Dengan masih membungkuk Cleef menengadahkan kepalanya ke arah Guru Rion sambil meringis. “Aih...” sahut Guru Rion dengan menggelengkan kepalanya beberapa kali. “Bukankah sudah kukatakan belum saatnya bagimu untuk bekerja” Guru Rion sembari berjalan beberapa langkah. “yang pertama kau belum cukup umur sedangkan yang kedua pekerjaanmu adalah pekerjaan yang sangat berbahaya” “Tapi Guru...” kata Cleef memotong. Kali ini sudah dalam kondisi berdiri tegak. “Apakah uang yang kuberikan kepadamu kurang ?” tanya Guru Rion sembari memandang Cleef. Seketika itu Cleef menundukkan kepalanya dan menjawab. “Cukup, bahkan lebih dari cukup”. “Terus ?” “Aku tidak mungkin bergantung terus kepadamu, Guru” jawab Cleef. “Aku ingin berusaha sendiri” Guru Rion memandang Cleef dengan tatapan iba. “Kau harus tahu Cleef, tempatmu bekerja adalah tempat 2
yang berbahaya bahkan untuk ukuran orang dewasa sekalipun” “Aku mengerti dan aku akan berhati-hati” sahut Cleef. “Tidak cukup untuk sekedar berhati-hati” kata Guru Rion sembari mendekat ke arah Cleef. “kau harus ingat berapa banyak penambang yang tidak kembali sementara mereka masih memiliki anak dan istri.” Cleef hanya menganggukkan kepala pelan tanda mengerti. Suasana seketika itu menjadi senyap yang terdengar hanya tiupan angin dari arah utara. “Kita cukupkan latihannya” kata Guru Rion berbalik. “aku tunggu kau di rumah” tambah Guru Rion yang kemudian mulai menuruni bukit tempat mereka berdua latihan. Hari semakin gelap dan matahari mulai terbenam sementara angin dari utara yang bertiup cukup kencang membuat Cleef menggigil yang memaksa dirinya harus segera menyusul gurunya jika ingin segera mendapat makan malam dan segelas teh yang hangat. Bukit tersebut berada di sebelah selatan desa Lerodia tempat Guru Rion dan Cleef tinggal. Guru Rion 3
biasa dikenal dengan panggilan guru karena kebiasaannya mengajar di tengah anak-anak Lerodia. Desa Lerodia merupakan salah satu gudang penghasil Pharite. Awalnya desa ini merupakan desa yang terbelakang ketika pada awalawal kedatangan Guru Rion namun selang berapa lama menjadi terkenal ketika ditemukan tambang Pharite di gua sebelah utara gunung. Dan sekejap dari mulut ke mulut informasi yang beredar semakin luas yang mengakibatkan hampir setiap hari banyak sekali orang lalu lalang datang dan melintas ke desa ini hanya untuk mencari Pharite. Pharite merupakan sejenis batu kristal yang berharga yang bernilai tinggi jika dijual, tentunya sesuai dengan jenisnya, ada yang berharga dan bernilai tinggi seperti Pharite merah adapula yang nilainya tidak seberapa seperti Pharite kuning. ****** Rumah tempat tinggal Rion dan Cleef merupakan rumah yang sangat sederhana. Rumah itu dibangun dengan kayu yang terdapat di daerah sekitar desa. Dari depan tampak terlihat sebuah teras beralaskan kayu dengan dua buah kursi dan satu buah meja yang terlihat sudah usang dan kusam. Rumah itu memiliki satu buah cerobong asap yang
4
biasa digunakan oleh Rion untuk memasak makanan. Bungabunga rumput terlihat mengitari sekitar rumah. Sekalipun sangat sederhana akan tetapi bagi Cleef rumah yang menjadi tempat tinggalnya sudah merupakan pemberian yang terbaik yang dapat dimilikinya. Cleef mengetuk pintu beberapa kali. “Masuk” sahut Rion. Aroma harum dari masakan daging berkuah tercium oleh Cleef. Tiba-tiba perutnya berbunyi dengan suara yang cukup nyaring. “Sabar sebentar yah”, kata Rion tersenyum sambil terus mengaduk-aduk masakannya beberapa kali. Cleef hanya meringis kemudian duduk di salah satu kursi yang terdapat di meja makan. Rion mengambil mangkuk dan sendok kayu dari dalam lemari kemudian menaruhnya di meja makan. Rion menaruh masakannya di mangkuk kayu yang sudah ditaruhnya di meja kemudian mempersilahkan Cleef untuk menyantapnya. Tanpa menunggu aba-aba lebih lanjut Cleef langsung buruburu
menyantap
makanan
yang
telah
terhidang
dihadapannya.
5
“Arggh!!!, Panas!” jerit Cleef sembari mengipas-ngipas mulutnya. Rion
tertawa
lebar.
“Tidak
usah
terburu-buru
makannya”, sahut Rion. Cleef mengangguk dan mulai menyantap makanannya dengan lebih berhati-hati. “Besok kita akan merayakan hari besar” kata Rion. “Ada
acara
membersihkan
apa,
sisa-sisa
Guru?”, makanan
tanya yang
Cleef
sambil
terdapat
di
mangkuknya. “Palva menemukan Pharite merah”, jawabnya. Seketika itu Cleef menghentikan makannya. Lerodia merupakan daerah penghasil Pharite yang tergolong baru. Pharite merupakan sejenis batu yang bernilai tinggi di Mainland terlebih lagi jika itu Pharite berwarna merah. Pharite merah juga merupakan lambing kemakmuran dan kekayaan bagi yang memilikinya. Dan batu tersebut sangat jarang ditemukan apalagi dalam jumlah yang sangat besar. Menjadi sebuah adat kebiasaan di Lerodia, bagi para penambang yang berhasil menemukan Pharite merah maka
6
mereka harus membuat pesta besar-besaran dengan mengundang seluruh penduduk Lerodia. “Paman Palva menemukan Pharite merah?”, tanya Cleef dengan setengah tidak percaya. “Apakah ada yang salah?” tanya Rion yang kemudian menyuap kuah daging yang tersisa. Matanya memandang Cleef dengan bertanya-tanya. Cleef menggeleng dengan cepat. “Tidak” sahutnya. “Tidak ada yang salah”. Selesai makan Cleef membersihkan mangkuk-mangkuk tersebut kemudian menaruhnya kembali ke dalam lemari. “Aku mau menemui kepala desa dulu” kata Rion yang kemudian berlalu dari rumah. Cleef yang sudah sangat lelah kemudian masuk ke dalam kamarnya. Karena badannya sudah terasa sangat berat Cleef langsung menjatuhkan badannya di tempat tidur dengan tengkurap. Sekalipun sangat lelah namun matanya belum juga dapat dipejamkan. Pikirannya melayang kemanamana. Merasa kurang nyaman dengan posisi tidurnya Cleef kemudian membalikkan badannya sambil memandang keatas langit-langit rumahnya.
7
Pikirannya tertuju ke Gua Lerodia tempat dia sebelumnya
beraktivitas
bersama
dengan
beberapa
penambang untuk mencari batu Pharite. Ada Palva yang membawanya masuk ke dalam gua tersebut hingga masuk ke bagian terdalam. Bahkan menuju ke daerah terlarang dari gua yang sangat jarang seorang penambang berani masuk ke dalamnya. Sudah beberapa banyak penambang yang masuk kemudian tidak kembali lagi. Pada saat itu Palva nekat masuk ke bagian yang terdalam dari gua. Cleef yang penasaran dan ingin masuk kemudian dilarang oleh penambang yang lain. Mereka kemudian pulang meninggalkan Palva ditempat. Kembalinya Palva dengan membawa Pharite merah merupakan sebuah kejutan tidak hanya bagi para penambang yang lain akan tetapi juga bagi Cleef sendiri. Rasa
penasaran
dirinya
semakin
tinggi.
Dia
membayangkan kejutan-kejutan apa yang ada di dalamnya. Kenapa banyak penambang yang masuk dan tidak kembali sementara Palva bisa kembali. Muncul dalam benaknya pertanyaan-pertanyaan yang begitu banyak. Sampai pada cerita legenda yang menyebar di kalangan para penambang disebutkan bahwa di bagian gua yang terdalam terdapat makhluk yang sangat mengerikan. 8
Cleef tersenyum sendiri. Besok pagi dia akan bertanya langsung pada Palva untuk menjawab semua pertanyaan yang ada di dalam benaknya. Tanpa terasa hawa kantuk menyerangnya, tangan kirinya menutup mulutnya yang menguap lebar. Matanyapun terpejam dan tidur. ****** Terdengar suara kicau burung di luar. Hawa dingin pagi merasuk ke dalam rumah mungil itu. Terlebih lagi ketika kaca jendela kamar Cleef dibuka oleh Rion. Cleef menguap lebar dan terbangun dari tidurnya. Setelah merenggangkan badannya sejenak kemudian keluar dari kamar. Di meja makan telah terhidang sebuah roti bakar dengan sebuah minuman hangat. Ada pesan di meja makan tersebut dari Rion. Selesaikan makanmu, Temui aku di rumah Kepala Desa Cleef segera menyelesaikan makannya dan keluar. Jalan menuju ke rumah Kepala Desa tidak jauh karena Desa Lerodia termasuk desa yang tergolong kecil dengan jumlah penduduk tidak lebih dari seribu orang. Cleef menyusuri jalan kecil yang melewati beberapa rumah penduduk. Jalan yang disusuri oleh Cleef di kanan dan kirinya ditumbuhi 9
rumput-rumput hijau yang terlihat segar. Tidak jarang diantara rumput-rumput itu menyembul bunga-bunga berwarna-warni yang menghiasi jalan. Cleef melihat adanya perbedaan pada rumah-rumah penduduk. Mereka memasang hiasan-hiasan semacam rumbai-rumbai. Rumah-rumah dan taman-taman mereka hias dengan berbagai macam hiasan. Cleef mendekat ke salah satu penduduk. Orang tersebut berumur separuh baya dengan rambut pendek dan perut gemuk berbaju putih dengan rompi berwarna coklat dan mengenakan sepatu boot. “Pagi Paman Hael. Ramai sekali hari ini” kata Cleef menyapa. Orang yang bernama Hael tersenyum lebar. “Hi Cleef, apa kau belum tahu kalau Palva berhasil mendapatkan Pharite merah?” Cleef mengangguk. “Oh perayaan ini untuk Paman Palva” tanya Cleef.
10