BAB 1 INTRODUKSI
1.1
Latar Belakang Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu
transaksi atau peristiwa dalam catatan akuntansi yang akan dimuat dalam laporan keuangan suatu entitas. Basis akuntansi akrual mengakui transaksi atau peristiwa pada saat terjadi, tanpa memerhatikan saat kas atau setara kas
diterima
atau
dibayarkan.
Pengakuan
transaksi
inilah
yang
membedakan antara akuntansi basis kas dengan basis akrual. Penerapan akuntansi akrual diharapkan dapat menghasilkan informasi yang akurat untuk mengukur kinerja pemerintah, terutama untuk menilai efektivitas dan efisiensi sumber daya yang dikelolanya (Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN n.d.). Permasalahan
akuntansi
untuk
pengakuan
aset
menurut
Suwardjono (2005) biasanya berkaitan dengan apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi, kejadian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan. International Federation of Accountants (2003) menyebutkan bahwa salah satu contoh permasalahan akuntansi akrual yang memerlukan kebijakan akuntansi pemerintah ialah definisi dan pengakuan aset. Dalam hal ini terdapat berbagai kendala penerapan akuntansi akrual dikarenakan oleh ketidaksiapan Pemerintah Pusat maupun daerah. Untuk konteks pemerintah daerah (pemda), hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
1
2
(IHPS) I Tahun 2014 pada 184 pemda mengungkapkan kasus ketidaksiapan pemda dalam menerapkan akuntansi akrual. Aset tetap merupakan salah satu aset atau sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 07 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 merumuskan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan yang digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. PSAP 07 menyebutkan bahwa aset tetap sering merupakan bagian utama aset pemerintah. Hal tersebut menyebabkan aset tetap menjadi signifikan dalam penyajian neraca pemda, sehingga dapat memengaruhi opini BPK. Pengelolaan aset tetap di pemda berdasarkan pada PP 27 Tahun 2014, sedangkan akuntansinya berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 tahun 2013 yang mengacu pada SAP PP 71 Tahun 2010. Pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan aset tetap di pemda
yaitu
(1)
pejabat
penatausahaan
keuangan,
(2)
bendahara
pengeluaran, (3) pejabat pelaksana teknis kegiatan, dan (4) pejabat pengurus barang. Banyaknya pihak yang terlibat sering menimbulkan masalah pengawasan, pengendalian, dan koordinasi yang berakibat pada pencatatan yang tidak sama antara bagian akuntansi dan bagian aset (BPK RI 2015). Berdasarkan IHPS I Tahun 2015, sebelas pemda di Jawa Tengah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan 23 pemda memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) (Lampiran 1). Persentase peningkatan opini sebesar 2,86% pada tahun 2013 yaitu sepuluh
3
pemda WTP dan 24 pemda WDP. Untuk DIY komposisi perolehan opini tahun 2014 masih sama dengan tahun 2013 yaitu empat pemda WTP dan satu pemda WDP (Lampiran 2). Data IHPS I Tahun 2015 juga menyebutkan pengecualian akun LKPD tahun 2014 di Jawa Tengah dan DIY untuk aset tetap dan aset lainnya terjadi pada semua pemda yang memperoleh opini WDP. Pengolahan data LHP BPK RI tahun 2014 di Jawa Tengah menemukan pengecualian atau penambahan penjelasan BPK untuk aset tetap pada LKPD sebesar 68,6%. Khusus permasalahan penatausahaan aset tetap terkait dengan pembukuan 46,5%, inventarisasi 32,4%, dan pelaporan 21,1%. Pengecualian atau tambahan penjelasan BPK terkait aset tetap pada LKPD DIY sebesar 60%, dengan permasalahan penatausahaan aset terkait pembukuan 42,8%, inventarisasi 28,6%, dan pelaporan 28,6%. Temuan BPK tentang aset tetap juga terdapat pada pemda yang memperoleh opini WTP walaupun nilainya tidak material. Jumlah seluruhnya di Indonesia ada 504 LKPD yang diperiksa BPK RI pada semester I tahun 2015. Opini WDP diperolah 230 pemda dan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) diperoleh 19 pemda. Selanjutnya, ditemukan 556 pengecualian dengan rincian 230 atau 41,37% pengecualian akun aset tetap dan aset lainnya, 73 atau 13,13% pengecualian akun belanja daerah, 65 atau 11,69% pengecualian akun investasi, 64 atau 11,51% pengecualian akun kas, dan 124 atau 22,3% pengecualian akun lainnya(BPK RI 2015). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aset tetap menempati posisi
pertama
pengecualian
akun
LKPD
dan
masih
merupakan
4
permasalahan
utama
pemda.
Data
BPK
RI
menyebutkan
bahwa
permasalahan tersebut karena kurangnya kapasitas sumber daya manusia, lemahnya pengawasan dan pengendalian, kurang koordinasi dengan pihakpihak terkait, pemda tidak melakukan perbaikan dan penyesuaian aplikasi pengelolaan barang milik daerah, dan belum optimalnya tindak lanjut rekomendasi BPK tahun sebelumnya. Melihat berbagai fakta tentang aset tetap di atas, penelitian ini memilih akun aset tetap sebagai objek penelitian. Pengakuan akun aset tetap pada neraca bukan hanya berdasarkan nilai uang yang tercatat melainkan juga berdasarkan kesesuaiannya dengan fisik barang yang ada pada pemda. Penatausahaan aset tetap menjadi penting karena 90% komposisi aset dalam neraca pemda merupakan aset tetap (Hermawan 2015). Aset tetap juga masih menjadi pengecualian utama pada pemeriksaan BPK. Fenomena kebijakan dan praktik untuk pengakuan aset tetap di beberapa kabupaten/kota digunakan untuk menggambarkan implementasi akuntansi berbasis akrual di pemda. Pemerintah daerah dipilih karena mempunyai fleksibilitas dalam menetapkan kebijakan akuntansi sendiri sehingga
memungkinkan
adanya
kebijakan
mengambil
objek
dan
implementasi
yang
bervariasi antar daerah. Penelitian
ini
penelitian
pada
beberapa
kabupaten/kota di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten/kota yang menjadi objek penelitian ialah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang, dan Kota
Magelang.
Kota
Yogyakarta
telah
lima
tahun
berturut-turut
5
memperoleh opini WTP, Kabupaten Sleman memperoleh empat kali WTP, dan Kabupaten Temanggung memperoleh tiga kali WTP, sehingga dianggap mempunyai kompetensi dan kesiapan dalam melaksanakan akuntansi berbasis akrual. Kabupaten/kota yang masih WDP yaitu Kabupaten Magelang dan Kota Magelang dipilih sebagai komparasi pemda yang sudah WTP. Selama ini, penelitian tentang akuntansi akrual lebih banyak menyoroti manfaatnya bagi sektor publik (Carlin 2005; Connolly & Hyndman 2006; Guthrie 1998; Lye, Perera & Rahman 2005; Paulsson 2006; Pollanen & Loiselle-Lapointe
2012).
Penelitian
di
beberapa
negara
menemukan
akuntansi akrual bermanfaat bagi sektor publik. Namun ada juga penelitian yang menyebutkan sebaliknya. Hasil penelitian Christiaens (2003) serta Jorge, Carvalho, dan Fernandes (2007) mengemukakan bahwa kebijakan akuntansi berbasis akrual yang berbeda-beda menghasilkan laporan keuangan entitas pelaporan yang beragam. Selanjutnya, Chan (2003), Saleh dan Pendlebury (2006) juga mengemukakan
bahwa
isu
utama
adopsi
akuntansi
akrual
adalah
pengakuan dan penilaian aset dan kewajiban. Pergantian basis akuntansi menuju akuntansi akrual di Malaysia menunjukkan adanya beberapa kesulitan dalam implementasi, misalnya pada pengakuan dan penilaian aset, kompetensi sumber daya manusia, dan tingginya biaya penerapan (Mahadi et al. 2014). Berdasarkan penelitian Molland dan Clift (2008), penggunaan metode akuntansi akrual telah bermanfaat meningkatkan manajemen aset
6
infrastruktur. Sedangkan penelitian Adam, Mussari dan Jones (2011) menemukan
perbedaan
norma
dan
praktik
akuntansi
untuk
aset
infrastruktur, seni, dan aset bersejarah dibandingkan dengan IPSAS di enam kota di Jerman, Italia, dan Inggris. Sementara Tenovici (2013) yang membandingkan
pengakuan
aset
tetap
berdasarkan
kebijakan
yang
diterapkan di Rumania dengan IPSAS menemukan adanya perbedaan dalam pengakuan aset tetap. Penelitian yang bertema akrual di Indonesia, antara lain, dilakukan oleh Adventana dan Kurniawan (2014). Penelitian ini mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Selanjutnya, penelitian Purwanto (2015) menemukan bahwa penerapan PSAP PP 71 Tahun 2010 di SKPD pilot project akuntansi akrual Pemda DIY terdapat beberapa ketidaksesuaian, antara lain, pada kriteria pengakuan serta penyajian dan pengungkapan aset tetap. Hasil penelitian tentang akuntansi akrual tersebut menunjukkan bahwa penerapan akuntansi akrual di sektor publik cukup kompleks. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan praktik untuk pengakuan aset tetap berbasis akrual di lima kabupaten/kota di Jawa Tengah dan DIY. Penelitian ini penting bagi pembuat kebijakan pemda untuk menganalisis penerapan akuntansi aset tetap dan membandingkannya dengan daerah lain. Bagi akademis, penelitian ini dapat memperkaya literatur terkait fenomena penerapan akuntansi berbasis akrual di pemda.
7
1.2
Problem Riset Berdasarkan uraian latar belakang, aset tetap masih merupakan
permasalahan utama pemda. Terkait dengan penerapan akuntansi berbasis akrual maka pengakuan aset tetap merupakan salah satu potensi permasalahan. Oleh sebab itu, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah pengakuan
aset
tetap
yang
diterapkan
dan
dilaksanakan
pemda
dibandingkan dengan SAP berbasis akrual.
1.3
Pertanyaan Riset Berdasarkan problem riset di atas dapat dirumuskan pertanyaan
riset penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana Pemerintah
kebijakan Kota
akuntansi
Yogyakarta,
untuk
pengakuan
Kabupaten
aset tetap
Sleman,
di
Kabupaten
Temanggung, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang? 2. Apakah praktik akuntansi untuk pengakuan aset tetap di Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang telah sesuai dengan SAP berbasis akrual?
1.4
Tujuan Riset Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Menganalisis kebijakan akuntansi untuk pengakuan aset tetap yang diimplementasikan Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang.
8
2. Menganalisis Pemerintah
praktik Kota
akuntansi Yogyakarta,
untuk
pengakuan
Kabupaten
aset
Sleman,
tetap
di
Kabupaten
Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang dibandingkan dengan SAP berbasis akrual.
1.5
Motivasi Riset Penelitian ini dilakukan berdasarkankan motivasi peneliti untuk
memperoleh pemahaman mengenai kebijakan dan praktik mengenai pengakuan aset tetap berbasis akrual di pemda. Pengakuan merupakan proses identifikasi dalam akuntansi yang membedakan antara akuntansi berbasis akrual dan berbasis kas. Penelitian-penelitian sebelumnya belum mengkaji
tentang
pengakuan
aset
tetap
yang
masih
merupakan
permasalahan utama pemda. Kebanyakan pemda tidak memperoleh opini WTP karena pengecualian pada aset tetap. Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk meneliti aset tetap sebagai topik penelitian.
1.6
Kontribusi Riset Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
sebagai berikut. 1. Kontribusi akademis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
ilmu
pengetahuan berupa analisis mendalam terkait pengakuan aset tetap sehingga dapat digunakan sebagai landasan bagi penelitian berikutnya.
9
2. Kontribusi praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi pemda dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan akuntansi aset tetap berbasis akrual. Selain itu, dapat membantu pemda dalam meningkatkan kualitas penatausahaan aset tetap.
1.7
Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut. BAB 1 Pendahuluan Bab
ini
menjelaskan
tentang
latar
belakang,
problem
riset,
pertanyaan riset, tujuan riset, motivasi riset, dan kontribusi riset. BAB 2 Kajian Pustaka Bab ini berisi kajian pustaka mengenaiakuntansi keuangan daerah, standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual, pengakuan aset tetap, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan. BAB 3 Desain Riset Bab
ini
menguraikan
metode
penelitian
meliputi
rasionalitas
penelitian, jenis penelitian, strategi penelitian, jenis dan sumber data, teknis pengumpulan data, teknik analisis data, validitas data, dan realibilitas data yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
10
BAB 4 Analisis dan Diskusi Bab ini memaparkan interpretasi temuan-temuan terkait kebijakan dan praktik pengakuan aset berbasis akrualbagi pemda. BAB 5 Konklusi dan Rekomendasi Bab ini menjelaskan simpulan dan rekomendasi penelitian sesuai hasil analisis dan diskusi.