AHMAD SUHARTO
Ayat-Ayat PERJUANGAN
Ayat-Ayat Al-Qur'an Yang Menjadi Inspirasi Dan Fondasi Dalam Jihad Tarbawy Di Pesantren
Diterbitkan oleh: YPPWP Guru Muslich
Ayat-Ayat Perjuangan/Ahmad Suharto Editor; Komara Jakarta; YPPWP GM, 2016 ix + 185 hal. ; 8 x 5.4 Inch ISBN 978-602-74407-0-8 I. Judul. II. Komara Diterbitkan oleh: YPPWP Guru Muslich Jl. Eks. Kecamatan, Pondok Pucung 108, Bintaro Pondok Aren , Kota Tangerang Selatan 15229
Penulis Editor Cover
: Ahmad Suharto : Komara : Izzatul Muna Komara
Cetakan I, April 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Isi diluar tanggung jawab percetakan
ii
Bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan
Berjuang dijalan Allah dengan harta benda, tenaga, pikiran Bahkan ….. Nyawa taruhannya ……………… “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka” At- Taubah ayat: 111 Orang yang menjual dirinya kepada Allah adalah orang yang mempersembahkan kehidupan pribadinya untuk memperjuangkan nilai-nilai kebenaran yang abadi, yang dicari hanya mardhatillah (keridhaan Allah), maka dia bisa fokus menyibukkan diri untuk beramal shaleh, berjuang dan berkurban dengan penuh keikhlasan. Tetapi tidak berarti dia enggan berikhtiar untuk mendapatkan kehidupan dunia yang baik, hanya saja dia tidak bisa didikte dan dikendalikan oleh dunia, karena kehidupannya sudah digadaikan di jalan Allah.
iii
Menjual diri kita kepada Allah, itulah jalan hidup para kader Pondok ………………. Hendaknya kita mengkhawatirkan ancaman nabi bahwa kalau kita sudah tidak lagi beramar ma’ruf nahi mungkar, maka Allah akan menghukum umat ini dengan penguasa tiran lagi dzalim …… Dan saat itu do’a orang-orang shaleh tidak lagi dikabulkan. Wal‘iyadz billah. Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup dan takut hidup, mati saja. Hidup adalah aqidah (prinsip kepercayaan) dan perjuangan, maka barang siapa yang dalam hidupnya enggan menunaikan kewajibannya terhadap agama dan bangsanya, karena takut capek dan mati, maka dia tidak berhak untuk hidup, karena kematian pasti akan datang, tidak bisa dihindarkan, namun jiwa yang mulia tidak akan pernah mati. Hidup mulia dan (atau) kelak mati syahid. Rasa kematian untuk urusan yang hina dan untuk memperjuangkan urusan yang mulia sama saja… karena itu jangan sampai mati kecuali kita berislam, kecuali kita dalam perjuangan menegakkan kalimah-Nya.
iv
PENGANTAR
ّ ْ اَّ ْنم ْح اللِ ْح يمْ ِم بِس ِم ِ َّا ِ َ ْح ُ َ َ َ ّ ْح ّ ْ ْك ّ ُ ال َ ْ َا اّص،ِْل ْم ُد للِ َااُّر َُ للِ َا َ َي ْل َا َ و ْحل َ لِ َ اِللل ََ ّ َ َ َ َ ْح َ ْ ِِهِ َا َح : َابَ ْع ُد،ُ َ به ِ ِ َا َن ْ َاا ِ اّسال ُم لَع َر ُس ْل ِ اللِ َالَع ا Sebagaimana jamaknya pesantren di Indonesia, Pondok Modern Darussalam Gontor dibangun dan dikembangkan diatas fondasi hidayah Allah, ketaqwaan kepada Allah, ketundukan pada ajaran Allah untuk menggapai mardhatillah. Karena itu alQur’an selalu menjadi acuan, pembangkit inspirasi dan pelita penerang jalan. Nilai-nilai pendidikan, jiwa dan spirit kehidupan, sistem dan strategi pengembangan semuanya bermula dan bermuara dalam lingkaran al-Qur’an. Seperti keyakinan kita bahwa sandaran kokoh yang tidak akan goyah adalah Allah, langkah awal yang paling berkah adalah bismillah, proses paling aman dan menjanjikan adalah bersama Allah dan tujuan paling indah untuk dicapai adalah ridha Allah. Buku sederhana ini mencoba menghimpun titah-titah ilahi dalam al-Qur’an yang sering ditaushiahkan Bapak-bapak Pendiri Gontor dan para Pimpinan di berbagai kesempatan, baik dalam forum guru maupun santri. Penyusun hanya berusaha memberikan penjelasan berupa refleksi dari ayat sembari mengaitkannya dengan kontek kepondokmodernan setelah memaparkan tafsir global yang dirangkum dari beberapa kitab tafsir utama. Kata refleksi dipilih untuk mengungkap kembali pemahaman yang sudah menginternalisasi dalam diri penyusun v
secara spontan dan reflek. Sebagian merupakan ungkapan langsung dari Bapak-bapak Pendiri dan Pimpinan PMDG yang sempat penyusun catat. Sebuah upaya kecil untuk ikut mengabadikan mutiara-mutiara perjuangan yang sudah akrab dengan jiwa dan pribadi Gontory. Dan untuk memperkaya dan meluaskan pembahasan kadang penyusun melengkapinya dengan kisah-kisah teladan dalam bentuk catatan kaki. Tentu masih banyak lagi ayat-ayat lain yang belum termuat disini, dan penyusun akan sangat senang untuk menyempurnakannya di edisi berikutnya. Demikian pula tentang mutiara perjuangan yang bersumber dari hadits-hadits Nabi maupun hikmah-hikmah para ulama rabbaniyin lainnya. Untuk edisi ini ada 52 judul dengan sekitar 103 nomor - ayat alQur’an. Buku ini “Ayat-Ayat Perjuangan” (AAP) bersama dua buku lainnya “Menggali Mutiara Perjuangan Gontor” (MMPG) dan “Senarai Kearifan Gontory” (SKG) merupakan trilogi ensiklopedi mini nilai-nilai perjuangan dan pendidikan Gontor yang mampu penulis kompilasi. Ucapan terimakasih penyusun haturkan kepada Ayahanda tercinta; Bapak-bapak Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor yang totalitas perjuangannya selalu menjadi inspirasi kebaikan bagi kami semua, kepada para masyayikh dan guru-guru kami yang kehidupannya sarat keteladanan nyata, juga kepada para ikhwah yang dengan tulus serta gigih mensupport penerbitan buku ini baik maaddy maupun ma’nawy, wa bil khusus akhinda Komara Sari, Jakarta yang sejak naskah ini disusun setia menunggu untuk memproses dari A hingga Z agar bisa terbit, juga kanda Dr. K.H. Sofwan Manaf, M.Si. Semoga jerih payah dan kontribusi mereka diterima oleh Allah sebagai shadaqah jariah yang pahalanya terus mengalir hingga hari kiamah, aamiin. Akhirnya kita berdo’a semoga buku sederhana ini - yang selesai disusun tepat diusia penyusun yang ke limapuluh tahun– bermanfaat terutama bagi diri sendiri serta bagi para pembaca pada umumnya, kemudian atas hal-hal yang kurang berkenan, vi
terutama dalam memberikan refleksi, komentar dan penjelasan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Ini hanya sedikit iuran dari penyusun untuk bisa memahami nilai-nilai perjuangan Gontor, seperti yang sering ditegaskan oleh Bapak K.H. Hasan Abdullah Sahal “Siapapun yang mengklaim bahwa dirinyalah yang paling tahu dan faham tentang nilai-nilai Gontor, maka wajib ditolak”.
Mantingan, 31 oktober 2015 Penyusun, Ahmad Suharto
vii
DAFTAR ISI Pengantar Daftar Isi Ayat ke-1; Orientasi Pendidikan Ayat ke-2; Program Pendidikan Pondok Ayat ke-3; Pekan Perkenalan Ayat ke-4; Ishlah Ayat ke-5; Wasathiyah Gontor (Untuk Menjadi Perekat Umat) Ayat ke-6; Keikhlasan Ayat ke-7; Memperbaiki Amal Ayat ke-8; Ukhuwah Ayat ke-9; Pintu-Pintu Ilmu Ayat ke-10; Adab Menuntut Ilmu Ayat ke-11; Masyarakat Ussisa ‘ala Attaqwa Ayat ke-12; Berniaga Dengan Allah Ayat ke-13; Kyai Santri dan Pondok Ayat ke-14; Pekerjaan Yang Berkualitas Ayat ke-15; Produktivitas Tinggi Ayat ke-16; Memberi Manfaat Ayat ke-17; Akhirat Oriented Ayat ke-18; Karakter Ummat Muhammad SAW Ayat ke-19; Membela (Agama) Allah Ayat ke-20; Berjalan Diatas Prinsip Ayat ke-21; Indahnya Istiqamah Ayat ke-22; Keberkahan Ayat ke-23; Kesadaran Diri Ayat ke-24; Berdisiplin Ayat ke-25; Smart dan Sederhana
viii
v viii 1 5 9 16 21 26 33 35 39 42 47 52 56 59 61 65 67 71 74 80 82 85 88 90 93
Ayat ke-26; Bersyukur Ayat ke-27; Keutamaan Ilmu Ayat ke-28; Ulama Suu’ Ayat ke-29; Pola Pergaulan di Pondok Ayat ke-30; ‘Iffah Ayat ke-31; Hanya Seceduk Tangan Ayat ke-32; Shibghah Gontoriyah Ayat ke-33; keteladanan Ayat ke-34; Perjuangan sebagai jalan hidup Ayat ke-35; Muhasabah Ayat ke-36; Menjaga Keturunan Ayat ke-37; Kaderisasi dan Regenerasi Ayat ke-38; Militansi Pemuda Ayat ke-39; Generasi Pemenang Ayat ke-40; Kawah Condro Dimuko Ayat ke-41; Bangkit Ayat ke-42; Meninggikan Kalimah Allah Ayat ke-43; Gontor Syajarah Thayyibah Ayat ke-44; Memberi Yang Terbaik Ayat ke-45; Ta’awun Ayat ke-46; Rendah Hati Ayat ke-47; Kriteria Pemimpin Ayat ke-48; Menolak Intervensi Ayat ke-49; Mewaspadai Musuh Islam Ayat ke-50; Mujahadah Ayat ke-51; Tawakkal Ayat ke-52; Do’a
ix
95 104 114 116 118 121 124 126 128 130 132 136 140 142 145 148 150 154 156 158 160 162 165 168 170 172 177
AYAT KE-1 ORIENTASI PENDIDIKAN
َ َ َ َ ۡ ُ ۡ ُ َ َ ُ ْ َ ْح َ ُّ َ ٓافة فَلَ ۡل َ َ َن َف ك ف َِۡوة ن ِ َ ۞ انل َكن ٱّمؤنِنلن ِِلنفَِاا ك ِ ْٓ ُ َ َ َ ۡ ُ َ َۡ ْ ُ ُ َ ّ ّ ِِلَ َت َف ْحق ُهلا ْ ِفّٞن ِۡن ُه ۡم َطلٓئ َفة ٱلِي ِ ا ِِلن ِذراا ولمهم لِذا رجعلا ِ ِ َ َ ْح َ َ َ ۡ ١٢٢ ل ِ ِۡل ِه ۡم ل َعل ُه ۡم َيذ ُران Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (at-Taubah: 122)
Refleksi a. Setiap pribadi umat Islam harus siap berjihad fi sabilillah, siap berjuang kapanpun ada panggilan dari Allah, berjihad dengan fisik, harta, jiwa, lisan dan ilmunya. Ketika Rasulullah SAW berangkat berperang, maka tidak diperkenankan seorang pun tertinggal, kecuali yang beliau izinkan, sebaliknya ketika beliau mengutus pasukan perang, sementara beliau tetap tinggal di Madinah, maka tidak sepatutnya semua orang meninggalkan Rasulullah SAW untuk berperang. Dalam hal ini ayat ini turun, agar ada perwakilan dari tiap kelompok beberapa orang yang tetap tinggal bersama Rasulullah untuk menekuni agama dan
1
menjadi mundzirul qaum ketika teman-temannya kembali dari berjihad. b. Ayat ini memerintahkan kita untuk mendidik kader-kader “mundzirul qaum” yang akan berjuang di masyarakat. i. Dan bukan hanya Gontor, bahkan Universitasuniversitas Islam internasional lainnya semacam alAzhar di Kairo, Zaitunniyah di Tunisia juga menjadikan ayat ini sebagai syiarnya. ii. Tafaqquh fiddin mejadi titik sentral dalam pengajaran di Gontor dengan menyiapkan kader-kader ulama yang intelek. Penguasaan dua bahasa Arab dan Inggris serta dirasah islamiyah menjadi syarat mutlak untuk pengembangan berbagai bidang ilmu dan tsaqafah. Realisasi Universitas Darussalam dengan berbagai macam cabang disiplin ilmu, dilandasi oleh ilmu-ilmu dasar di KMI melalui tafaqquh fiddin. iii. Meski demikian Gontor mempunyai visi yang jelas dan jauh menembus zaman. “Islamisasi Ilmu pengetahuan” sudah dimulai di Gontor dengan prinsip dasar “seratus persen ilmu agama dan seratus persen ilmu umum” artinya tidak ada dikotomis antara ilmu agama dan ilmu umum. Karena kata “addiin” dalam konsep tafaqquh fiddin mencakup semua aspek kehidupan dan disiplin ilmu pengetahuan. iv. Universitas Darussalam yang sedang dikembangkan Gontor dicita-citakan menjadi universitas Islam yang bermutu dan berarti, menjadi pusat pembelajaran Bahasa al-Qur’an, pusat pengkajian ilmu pengetahuan umum dan agama dan yang lebih penting lagi tetap berjiwa pesantren, karena pesantren mempunyai keunggulan dalam sistem pendidikannya. Jangan sampai Gontor yang di-Gajah Mada-kan, tetapi hendaknya Gajah Mada yang diGontor-kan. 2
v.
vi.
vii.
viii.
ix.
Visi dan orientasi - pandangan ke depan Gontor bisa dirangkum sebagai berikut: Lembaga pendidikan Islam Lembaga kaderisasi pemimpin umat Tempat beribadah, berjuang dan berkorban Sumber ilmu pengetahuan Menjadi universitas yang bermutu Berkhidmah kepada umat Dan tetap berjiwa pesantren Bagi Gontor pendidikan tafaqquh fiddin tidak kalah penting dari jihad bersenjata, karena musuh nyata umat Islam saat ini adalah kebodohan, kemunduran dan keterbelakangan di berbagai bidang kehidupan. Mundzirul qaum artinya pemberi peringatan, pendidik, pengawal dan pelurus yang bengkok di berbagai bidang profesi kehidupan. Da’i yang aktif dan peduli untuk melestarikan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Teladan nyata bak cahaya yang berjalan-jalan di tengah-tengah masyarakat dengan kemuliaan akhlak dan produktivitas pengabdiannya. Apapun profesi yang ditekuni anak Gontor, mereka harus tetap menjadi guru pendidik dan da’i, kalau menjadi pedagang, hendaknya menjadi pedagang yang jujur yang bisa mendidik para pedagang lainnya. Kalau menjadi karyawan, hendaknya menjadi karyawan teladan yang bisa mendidik karyawan lainnya, kalau menjadi wakil rakyat, menjadi wakil rakyat yang bertanggungjawab yang bisa mendidik wakil rakyat lainnya, kalau menjadi menteri, menjadi menteri yang cakap yang bisa mendidik menterimenteri lainnya, dan kalau terpaksa harus menjadi presiden, juga harus menjadi presiden yang baik, yang bisa mendidik presiden-presiden lainnya. Pesan Bapak Pimpinan Gontor untuk wali santri, yang memondokkan anaknya: 3
"Kalau mau punya anak bermental kuat, orang tua-nya harus lebih kuat, punya anak itu jangan hanya sekedar sholeh tapi juga bermanfaat untuk umat, orang tua harus berjuang lebih... ikhlas... ikhlas... ikhlas...” Anak-anakmu di pondok pesantren tidak akan mati karena kelaparan, tidak akan bodoh karena tidak ikut les ini dan itu, tidak akan terbelakang karena tidak pegang "gadget". Insya Allah Anakmu akan dijaga langsung oleh Allah karena sebagaimana janji Allah yang akan menjaga Alqur'an... yakin... yakin... harus yakin... Lebih baik kamu menangis karena berpisah sementara dengan anakmu, karena menuntut ilmu agama dari pada kamu nanti "yen wes tuwo nangis karena anak-anak mu lalai urusan akhirat... kakean mikir ndunyo, rebutan bondo, pamer rupo... lali surgo..." (kalau sudah tua menangis karena anak-anak kamu lalai terhadap urusan akhirat.... kebanyakan memikirkan urusan dunia, berebut harta, pamer rupa wajah... lupa surga).
4
AYAT KE-2 PROGRAM PENDIDIKAN PONDOK
َ َ َ ََِاَٰت ُ ۡٱل َعز يز ِ
َ ْ ُ ۡ َا ۡٱب َعث فِم ِه ۡم َر ُسل َ ّن ِۡن ُه ۡم ََ ۡتللا ََل ۡم ِه ۡم َ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ َ َ ُ َ ّ ۡ ْح َ َ أَنت ٱلرِتب اٱْل ِرمة ايزك ِم ِهمۖۡ لِن
۞ َر ْحب َنل ّ َايُ َعل ِ ُم ُه ُم ُ ٱْلر َۡ ١٢٩ ِمم
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayatayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (alQuran) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (al-Baqarah: 129)
َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َ ُ َ َ ۡ َ ْح ْح ۡ ث فِمه ۡم َر ُسل َ ّ ِن ۞ لقد ن ٱلل لَع ٱّمؤ ِننِني لِذ بع ِ ُ َ َسه ۡم ََ ۡتلُلا ْ ََلَ ۡمه ۡم ََ َاَٰت ِ ِۦ َايُ َز ّك ِمه ۡم َايُ َع ّل ِ ُم ُه ُم ۡٱلر َِتب ِ ِ ِ ِ أنف ْ ُ َ َ َُۡ ََ ۡ ۡ َ َ ض َلل ْك ١٦٤ ني ه ن ِف ل ل ه ق ن ِ لا ن َك ِإَون ة اٱْل ِرم ِ ِ ٍ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Ali Imran: 164) 5
Refleksi a. Al-Baqarah (129, 151), Ali Imran (164) dan juga al-Jum’ah (2) menegaskan poin-poin yang sama: Tugas mulia dan sifatsifat yang dimiliki nabi Muhammad SAW yang dengannya kita mendapatkan Rahmah sempurna dari Allah: i. Membacakan ayat-ayat Allah (menanamkan tauhid yang benar dan kuat). Keimanan dan tauhid adalah fondasi kehidupan, fondasi yang kuat akan menopang tegaknya bangunan syariah dan akhlak mulia. Di semua level dan secara simultan pendidikan Gontor concern menanamkan tauhid, membersihkannya dari noda-noda syirik serta meluruskanya dari berbagai kebengkokan dan penyimpangan. Seluruh mata pelajaran bermuatan tauhid dan menjadi sarana penanaman tauhid. Keberhasilan Gontor dalam mendidik santri sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam membangun aqidah yang kokoh. Tidak merasa lebih tinggi dari manusia lainnya dan tidak pula merasa lebih rendah dari sesama. Di atas hanya Allah dan di bawah hanya tanah. ii. Mentazkiyah (membersihkan jiwa dan akhlak) “Sungguh telah beruntung orang yang selalu membersihkan jiwanya dan sungguh celaka orang yang mengotorinya” (as-Syams: 9-10). Dari jiwa yang bersih akan teresonansi ide-ide brilian, krativitas cemerlang serta ungkapan-ungkapan inspiratif dan mencerahkan. Sebaliknya dari jiwa yang kotor akan terpancar gelombang negatif dan destruktif dalam segala hal. Di dalam tubuh manusia terdapat segumpal darah (daging) yang sangat menentukan baik-tidaknya amal perbuatan, itulah hati. Hati yang bersih (qalbun 6
iii.
salim) adalah produk tazkiyah yang terus menerus. Pada hari kiamat kelak hanya mereka yang datang kepada Allah dengan qalbun salim akan tentram, bahagia dan selamat. Berbagai macam ibadah yang dilakukan santri, pelajaran, hingga beraneka macam kegiatan semuanya bermuatan dan berorientasi pada tazkiyatunnufus. Mengajarkan Kitab (al-Qur’an) dan sunnah (penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari). Mata pelajaran utama di pesantren adalah alQur’an dan sunnah. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca dan dilagukan, tetapi lebih jauh dari itu untuk dihafalkan, ditadabburi kandungan maknanya serta diingat-ingat dan kemudian diamalkan serta diperjuangkan. Santri dibiasakan untuk medesain pola hidupnya dibawah naungan al-Qur’an, berada dalam bingkai al-Qur’an dan terjiwai oleh spirit al-Qur’an. AlQur’an menjadi jalan hidup serta imam yang memandu kita menuju kebahagian dan keselamatan. Kelak, mereka diharapkan menjadi alQur’an hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Maka berbagai mata pelajaran yang diajarkan hanyalah merupakan alat bantu untuk bisa lebih menyelami kedalaman samudra al-Qur’an. Hikmah adalah sari pati ilmu pengetahuan, sebagian ulama mengartikan hikmah dengan sunnah yang berarti penerapan al-Qur’an dalam kehidupan nyata. Gontor tidak hanya mendidik santrinya pandai berteori tapi nihil aplikasi. Ilmu yang bermanfaat adalah yang diamalkan, karena ilmu tanpa amal bagaikan pohon tak berbuah.
7
iv.
v.
vi.
Misi ini pula yang diemban Gontor, misi kenabian (prophetic mission) dalam mendidik para santri dilengkapi kurikulum pengajaran yang komprehensif. Pendidikan dan pembinaan yang dilakukan pondok kepada para santrinya dalam rangka membentuk: Jati diri: shibghah Islamiyah, shibghah ma’hadiyah. Selanjutnya selalu membina diri dengan berbagai kegiatan, ilmu dan wawasan Agar mempunyai harga diri: wa antum a’launa (dan derajat kalian lebih tinggi), Tetapi jangan lupa untuk selalu jaga diri: quu anfusakum dst, dengan demikian akan menjadi orang yang tahu diri dan tidak akan menjajakan diri. Jadilah karang di lautan, bukan lempung kudanan yang lembek dan tidak berprinsip. Jadilah santri yang berhati besar, berjiwa besar dan berjiwa tauhid Pandangan hidup/falsafah hidup (aqidah) Jalan hidup /way of life (syari’ah) Pola hidup (akhlak) Gaya hidup (adab)
8
AYAT KE-3 PEKAN PERKENALAN
ُ َ ۡ َ َ َ َ ُ َ َ َ ّ ُ َ ۡ َ َ َ َٰٓ َ ْك َ ْح ُ ْح ۡكم ۞ يأَهل ٱنللس لِنل خلقنكم ِن ذكَ اأنَث اجعلن َ ْح َ ۡ َ ُ ۡ ْح ُ ُ َ َ ۡ َ َ َ َ ٓ َ َ َ َ ُ ٓ ْ ْح ۡ ش ُعلبل اقهلئِل ِلِ علرفلا لِن أكَنكم َِند ٱللِ أتقىكم لِن ْ ُ ۡ ُ ۡ ۡ َ ۡ َ ُ َ َ ْح ُ ْح َ َ َ ٌ َ َ ْح ت ٱۡلََاب َاننلۖۡ ول لم تؤنِنلا ِ ٱلل َل ِ ولل١٣ ٞمم خهِري َ ُُ ُ َ َا َلك وُلّ ُ ٓلا ْ أ ۡسلَ ۡم َنل َاّ َ ْحمل يَ ۡد ُخل ۡٱۡل يم ُ ِِف وللبِك ۡمۖۡ ِإَون ِ ِ ِ ُ َ ۡ َ ۡ ّ ُ ۡ َ َ ُ َ ُ َ َ َ ُ ُ ْ ْح َ ك ۡم َش ۡيل ل ْحن ْح ٱلل ِ ت ِطمعلا ٱلل ارسلِهۥ َ يلِتكم ِن أَمل ِ َُ ٌ ي ١٤ مم ِ ْحرٞغفلر Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (al-Hujurat: 14)
9
ْ ُ ّ ۡ َ ْح َ َ َ ْح ْ ُ ُ ۡ ْ ُ َ َ َ َ َ ْك َ ْح َٰٓ ۞ ٱّسل ِم كٓافة ا َ تتهِعلا ِ يأَهل ٱَّلِي َاننلا ٱدخللا ِِف ْح ُ َ ُ ْح ٞ ا ْكنهٞ ّ ك ۡم ََ ُد َ ُ ٢٠٨ ني ت ٱُّ ۡم َط ِ ِۚ لِن ۥ ل ِ خ ُطو ِ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (al-Baqarah: 208)
َ ُ َ ُ َ ْح ْح َ ُ ْك ْح َ لن ِف َسيمل ِ ِۦ ٞ َٰ ۡح ّفل َك َأ ْحن ُهم ُبن ِ ِ ۞ لِن ٱلل َيِب ٱَّلِي يٰتِل ٞ ْحن َۡ ُح ٤ لص
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (as-Shaff: 4) Refleksi a. QS. al-Hujurat ayat 13 ini hampir tidak pernah absen dibaca di awal pertemuan Kuliah Umum Kepondokmodernan pada waktu Khutbatu-l-'Arsy di kampus Gontor dan cabang-cabangnya. Kata yang ditekankan adalah "Lita'arafu" untuk saling mengenal, karena tak kenal maka tak sayang dan santri harus mengenal baik pondoknya, isinya, orientasinya, kegiatannya hingga program-programnya, sehingga mereka menjadi "ala bashiratin" mengerti tidak melek walang atau taklid buta dalam mengikuti programprogram di Pondok. Santri yang datang dari berbagai suku bangsa di Indonesia bahkan beberapa negara tetangga berbaur dengan penuh keharmonisan, saling mengenal satu dengan lainnya, menghargai perbedaan warna kulit, bahasa daerah dan budaya masing-masing, itulah keragaman yang menjadi keindahan, tidak untuk
10
disombong-sombongkan, karena hakekat kemuliaan di sisi Allah terletak pada ketakwaannya. b. Iman mempunyai kedudukan yang lebih khusus dari Islam, sebagaimana ihsan juga demikian, karena itu kita dituntut berintrospeksi untuk selalu meningkatkan kualitas beragama kita: i. Bermula dari muslim (yang berserah diri kepada Allah) ii. Kemudian menjadi mukmin (yang benar-benar beriman kepada Allah) iii. Selanjutnya menjadi muhsin (yang menjalankan semua aktivitasnya secara profesional dan prestatif) iv. Hingga mencapai diri menjadi muttaqi (yang bertakwa kepada Allah). c. Dirangkai dengan ayat-ayat sebelumnya, ayat ini (alHujurat: 14) sering dibaca pada munasabah pekan perkenalan Khutbatul ‘Arsy. i. Khutbatul Arsy, secara etimologis adalah pidato singasana raja, menerangkan pondok, isi, arah, sejarah dll. Khutbatul Arsy untuk memperbaharui pemahaman tentang Pondok. Khutbatul Arsy selain untuk perkenalan juga perpeloncoan, meremajakan jiwa anak-anak supaya mudah diisi dan dibentuk kembali. Semua yang ada di Gontor harus diikuti, jangan dipilih-pilih, karena semua itu untuk pendidikan. ii. Khutbatul Arsy untuk tajaddud (memperbaharui) niat, semangat, disiplin dan loyalitas. Jangan sampai lengah. iii. Tertib loyalitas di Pondok adalah kepada: Ide, cita-cita dari pendiri Konsep ma’had, desain structural, kulturil Nilai-nilai prinsipil islami, qur’ani, sunnah Pola pembinaan berciri modern Lembaga, institusi, organisasi, struktur 11
System dan miliu yang terbimbing langsung Kegiatan inti, primer, permanen Personil pengasuh, Pembina dan pengurus Jangan sampai kita taat, menghormati, loyal kepada seseorang (pimpinan) karena pernah mendapat jasa atau karena mengharapkan jasa. Itu syirik dan orangnya adalah sampah perjuangan.
ْح َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْح ْ ت َف ْ الل ِإَو َذا َ ْاس َت َعن لس َتعِ ْ ا ِللل ِ ِإَوذا سألت فلسأ
Dan apabila kamu meminta, hendaknya hanya meminta kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan, hendaknya hanya memohon pertolongan kepada Allah... iv. Pesantren hanya ada di Indonesia (indigenous), muncul pada abad 17 sebagai bentuk inisiatif para aulia/ulama untuk mengkompromikan sistem pendidikan. Pesantren didirikan untuk menanggulangi pengaruh penjajah. Statusnya swasta dan tidak berpolitik praktis, anti penjajahan, karena penjajahan adalah kedzaliman v. Dasar dan asas pendirian pesantren: Fithrah, keterpanggilan, kemauan – naluri, wasiat/amanat, dorongan masyarakat, lingkungan. Kemauan, kemampuan, kesempatan, keberanian Benar, baik, berguna Upaya, usaha, kerja keras, kwalitas, kwantitas Fasilitas: konsumsi, kegiatan, isi, transportasi, publikasi dll vi. Para santri sudah “aslamna” berserah diri masuk pondok, tetapi banyak yang belum “aamanna” mempunyai kemantapan iman, kepercayaan, keyakinan dan pemahaman yang benar terhadap pondok. 12
vii.
viii.
ix.
Diharapkan setelah mendengarkan kuliah umum dengan menyaksikan rangkaian kegiatan pekan perkenalan, semua penghuni pondok semakin mantap dan percaya. Karena kepercayaan kepada Kyai pendidik dan pesantren merupakan modal bagi anak didik untuk bisa dibentuk dan diwarnai, tanpa kepercayaan, pendidikan dan pengajaran tidak akan bisa masuk menembus kalbu sanubari. Kepercayaan inilah yang akan menumbuhkan kecintaan, respek (penghormatan) sekaligus keseganan santri kepada para pendidiknya. Ma huwa al-ma’had? (Apa itu pondok?) Berawal dari kemauan Kyai, tidak didirikan oleh Negara, tidak oleh yayasan masyarakat dll, tetapi oleh kyai yang ingin melawan kolonialisme, kebodohan dll Jadi yang ada pertama dari unsur pesantren adalah kyai Kemudian kyai yang membuat kultur, budaya ponpes, mendesain pesantren sesuai dengan idealismenya: keikhlasan, keharmonisan, kemandirian, saling menghormati, kesungguhan dll Kyai tidak takut dibenci orang yang tidak suka, yang ditakuti hanya Allah Masuk Pondok jangan sampai salah alamat, salah niat dan tujuan. Ingin jadi apa belajar di Pondok? Dondong opo salak, duku cilik-cilik. Andong opo mbecak, mlaku thimik-thimik. Artinya : Dondong = halus (bagus) di luar, berduri (jelek) di dalam. Sebaliknya salak = kasar di luar, tetapi halus di dalam, kemudian duku = baik di luar dan juga di dalam. Santri harus baik lahir bathinnya, luar dalam. Di Pondok santri harus percaya kepada kyai dan gurunya bahwa mereka akan dibimbing menuju 13
kebaikan dan keberhasilan, meskipun sebagai manusia kadang para pendidik itu melakukan kesalahan, tetapi insya Allah tidak ada kesengajaan untuk mengajak kepada kejelekan. Tidak percaya atau setengah-setengah di pondok tidak akan bisa diisi, meski demikian juga tidak boleh terlalu percaya sehingga menjadi fatalis, pasrah tanpa usaha, seolaholeh asal hidup di pondok pasti akan berhasil tanpa kerja keras. Pondok bukan tukang sihir. x. Kalau orang tua sebagai perawat jasmani kita, maka para guru adalah pendidik jiwa kita (murabbi arruh), hubungan antara santri dengan gurunya juga harus merupakan jalinan jiwa dan perasaan. 1 d. Masuk Islam secara keseluruhan, jangan setengahsetengah. (al-Baqarah: 208) i. Demikian pula di Pondok, santri harus masuk pondok secara total, mengikuti semua aktivitas, jangan pilihpilih kegiatan, lahir dan bathin, jisman wa ruhan. Maka hidup di Pondok akan terasa nikmat. ii. Jangan sampai badannya di pondok tetapi jiwa dan fikirannya di luar pondok, setengah-setengah, 1
Suatu ketika Harun Ar-Rasyid mengirimkan anaknya kepada Imam al-Asma`i untuk belajar ilmu dan budi pekerti. Kemudian di suatu hari Harun Ar-Rasyid melihat anaknya menyiramkan air ke kedua kaki gurunya itu untuk berwudhu', sementara sang guru membasuh dan membersihkan kakinya sendiri. Melihat hal ini, Harun Ar-Rasyid merasa tidak senang. Kemudian ia berkata kepada Imam Ashma`i: "Aku mengirimkan anakku kepada anda untuk diajarkan ilmu pengetahuan dan budi pekerti. Mengapa anda tidak menyuruhnya menyiramkan air dengan salah satu tangannya dan membasuh dan membersihkan kaki anda dengan tangannya yang lain?" Demikianlah tradisi yang berlaku dalam dunia Islam di masa itu. Sebuah masa yang telah berhasil mengantarkan umat Islam mencapai puncak kemajuannya dan berhasil menyumbangkan khazanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat dunia. (NU Online)
14
membanding-bandingkan dan akhirnya tidak mendapat apa-apa, sikucapang sikucapih (yang digenggam lepas yang diburu tidak ketemu), habis arang besi binasa, capek saja si tukang tempa. iii. Dalam mencicipi makanan jangan hanya memakan cabainya saja, atau garamnya saja, tetapi rasakan secara keseluruhan. Jangan pilih-pilih kegiatan di Pondok, harus diikuti semuanya. e. Menyatukan persepsi, memadukan langkah dan mengokohkan soliditas. (as-Shaff: 4) i. Pekan perkenalan yang diadakan di awal tahun ajaran PMDG mempunyai banyak tujuan dan sasaran, diantaranya untuk menyatukan persepsi, pola fikir, pemahaman tentang Pondok dan memadukan langkah dalam menjalankan program-program pendidikan dan pengajaran selama satu tahun ajaran ke depan. Dengan demikian semua akan kompak secara sistemik, di bawah satu komando bahkan secara otomatis saling menguatkan satu dengan lainnya. ii. Orang-orang mukmin yang dicintai Allah adalah yang terpanggil untuk berjuang, tapi tidak asal berjuang, melainkan harus berbaris rapi dan kokoh, tidak bercerai berai, apalagi berbeda langkah, berseberangan tujuan dan kepentingan. Kalau rapinya shaff dalam shalat berjamaah merupakan bagian dari kesempurnaan shalat, maka kerapian shaff dalam perjuangan juga menjadi kunci utama keberhasilan perjuangan.
15
AYAT KE-4 ISHLAH
ْح ْح ۡ ۡٱۡل ۡح َل َح َنل ُ ٱس َت َط ۡع ٓ ِ ت َا َنل تَ ۡلف ِِمِق لِ َ اِٱلل ِ ُ ُ ٨٨ ِ أنِمب
ۡ ُ ُ ْح َ ِ۞ لِن أرِيد ل ُ ََۡلَ ۡم ِ تَ َل ْحَّك َۡ ت ِإَوِل
Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada Taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (Huud: 88)
َ ْ ُ ُ َ َ َ َٰٓ َ ْك َ ْح َ َ َ ُ ْ ْح ُ ْ ْح َ ۡ ٧٠ ۞ يأَهل ٱَّلِي َاننلا ٱتقلا ٱلل اولّلا ول َ س ِديدا ْح ُ َ ُُ ۡ ُ َ ۡ ََۡ ۡ ُ َ َ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ ۡ ُ َ ُ َٱلل ۡ َ ِيصلِح لكم أَملكم ايغفَِ لكم ذنلبكمۗۡ ان ي ِطع َ َ َ ۡ َ َ َُ ُ َ َ ٧١ لز ف ۡلزا ََ ِظممل ارسلِهۥ فقد ف
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (al-Ahzab: 70-71)
ُ َ َ ْ ُ ّ َ ُ ْح ْح َ َ ُ َ ّ ُ َ َ ۡ َ ْح ۡۡۗسهم ِ ِ ۞ لِن ٱلل َ َغ ِري نل اِقل ٍم يَّت َغ ِرياا نل اِأنف
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(ar-Ra’d: 11) 16
َ َ ۡ َ ْح ٓ ْح ۡ َ ۡ ُ َ َ ْح َ َٰٓ َٰٓ َ نس َ ِلَ ۡط ٧ أن رَا ستغن٦ َغ ٱۡل ِ ۞ ّلَك لِن
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. (al-‘Alaq: 6-7)
ُ ٌ ُ ۞ َاولّلا وللبُنل غلف Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup" ...... (al-Baqarah: 88) Refleksi a. Seorang da’i dan pendidik dituntut untuk konsisten menyerasikan antara ucapan dan perbuatan, dengan memberikan keteladanan nyata dia akan mampu menaklukkan hati manusia, karunia Ilahi berupa ilmu pengetahuan dan hidayah disyukuri dengan tahadduts binni’mah melalui dakwah dan pendidikan, orientasinya adalah perbaikan, ishlah untuk umat. Tidak cukup hanya menjadi shalih (orang baik), tetapi juga harus menjadi mushlih (orang yang memperbaiki). c. Da’i dan pendidik mempunyai kewajiban menyampaikan, kemudian bertawakkal kepada Allah, bukan kita yang akan membuat orang lain mendapat petunjuk, menjadi baik dan pintar tetapi semua atas kehendak Allah. i. “Yang aku kehendaki tidak lain adalah perbaikan”, (Hud: 88) ini yang menjadi tekad Trimurti saat merintis Gontor baru, Gontor hadir untuk memberikan kontribusi perbaikan; perbaikan sistem pendidikan pesantren, perbaikan pembinaan generasi muda, perbaikan masa depan bangsa dan umat Islam. Anakanak yang datang ke Pondok juga harus siap untuk diperbaiki agar bisa menjadi baik. ii. Semangat memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik melekat pada kepribadian santri; “Barang siapa yang 17
f.
hari ini lebih baik dari kemaren, maka dia beruntung, dan barang siapa yang hari ini sama dengan kemaren, maka dia tertipu (merugi) dan barang siapa yang hari ini lebih jelek dari kemaren, maka dia terjauhkan dari rahmat Allah”. (Atsar) Ketakwaan dan Kejujuran adalah langkah awal untuk memperbaiki diri (al-Ahzab: 70-71). Anak didik yang nakal masih mudah untuk diperbaiki selama ia mempunyai kejujuran, seperti kisah pemuda yang berhasil meninggalkan kebiasaan jelek (dosa) setelah masuk Islam karena berjanji kepada Rasulullah SAW untuk meninggalkan dusta(“hal tu’ahiduni ‘ala tarkil kadzibi?”)2 2
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Luqman Hakim, menceritakan pada suatu hari ada seseorang telah datang bertemu dengan Rasulullah S.A.W. karena hendak memeluk agama Islam. Sesudah mengucapkan dua kalimah syahadat, lelaki itu lalu berkata : "Ya Rasulullah. Sebenarnya hamba ini selalu suka berbuat dosa dan susah hendak meninggalkannya." Maka Rasulullah menjawab : "Maukah engkau berjanji bahwa engkau sanggup meninggalkan berkata bohong?" "Ya, saya berjanji" jawab lelaki itu singkat. Selepas itu, dia pun pulang ke rumahnya. Menurut suatu riwayat, sebelum lelaki itu memeluk agama Islam, dia sangat terkenal sebagai orang yang jahat. Kegemarannya hanyalah mencuri, berjudi dan meminum minuman keras. Maka setelah dia memeluk agama Islam, dia selalu berupaya untuk meninggalkan segala keburukan itu. Sebab itulah dia meminta nasihat dari Rasulullah S.A.W. Dalam perjalanan pulang dari menemui Rasulullah S.A.W. lelaki itu berkata di dalam hatinya : "Berat juga aku hendak meninggalkan apa yang dikehendaki oleh Rasulullah itu." Maka setiap kali hatinya terdorong untuk berbuat jahat, hati kecilnya terus mengejek. "Berani engkau berbuat jahat. Apakah jawaban kamu nanti apabila ditanya oleh Rasulullah. Sanggupkah engkau berbohong kepadanya" bisik hati kecil. Setiap kali dia berniat hendak berbuat jahat, maka dia teringat segala pesan Rasulullah S.A.W. dan setiap kali itu pulalah hatinya berkata : "Kalau aku berbohong kepada Rasulullah berarti aku telah menghianati janjiku padanya.
18
g. Langkah pertama adalah memperbaiki diri sendiri, maka orang lain akan ikut menjadi baik kepada kita. Dan perubahan menuju yang lebih baik bermula dari kesadaran jiwa, baru merambah pada lainnya. (Arra’d: 11) h. Even the best can be improved, meskipun sudah menjadi yang terbaik masih bisa diperbaiki. Santri datang ke Pondok untuk menjadi anak baik, dan proses memperbaiki diri terus berkesinambungan tidak kenal henti. i. Anak-anak santri yang masuk ke Gontor harus siap diisi, dibina dan dibentuk. Karena itu jiwanya diremajakan kembali, jangan sampai cepat merasa tua, sudah puas, enggan menerima kritikan yang membangun dan sulit dibentuk, na’udzu billah kalau sampai ada yang hatinya tertutup sehingga nasehat, arahan, pendidikan dan pelajaran sulit masuk lantaran tidak ada celah terbuka untuk menembus hatinya. (al-‘Alaq: 6-7 dan al-Baqarah: 88) j. Istighna, merasa dirinya sudah cukup sehingga tidak mau belajar, tidak mau dinasehati, tidak mau mendengarkan. Jangan istighna, merasa cukup dengan amalan kita, jangan merasa tidak perlu bertaubat, jangan merasa tidak butuh nasehat dan ceramah. Jumlah manusia semakin banyak, sedangkan dunia tidak meluas, justru menyempit karena banyaknya manusia. Oleh karenanya, kita harus mempunyai ketrampilan, mempunyai keunggulan, mempunyai
Sebaliknya jika aku berkata benar berarti aku akan menerima hukuman sebagai orang Islam. Oh Tuhan....Sesungguhnya di dalam pesan Rasulullah itu terkandung sebuah hikmah yang sangat berharga." Setelah dia berjuang dengan hawa nafsunya itu, akhirnya lelaki itu berhasil dalam perjuangannya menentang kehendak nalurinya. Menurut hadis itu lagi, sejak hari itu kehidupan barunya dimulai. Dia telah berhijrah dari kejahatan kepada kemuliaan hidup seperti yang digariskan oleh Rasulullah S.A.W. Hingga akhirnya dia telah berubah menjadi mukmin yang soleh dan mulia.
19
kebanggaan agar tidak kalah bersaing dengan yang lain. Jangan istighna... k. Derajatmu adalah apa yang kamu kerjakan ketika kosong. Jangan menilai orang ketika dia bekerja di kantor, tetapi nilailah seseorang ketika dia berada dalam kekosongan. Ketika ada seorang guru menghadiri pertemuan di BPPM, mendengarkan pidato, sedangkan dia bermain HP. Merasa tidak butuh pidato, itu adalah penghinaan, penghinaan terhadap dirinya sendiri. Kendalikan diri. Tiga penyakit pemuda: HP, motor dan TV. (dari Kemisan K.H. Hasan Abdullah sahal)
20
AYAT KE-5 WASATHIYAH GONTOR (UNTUK MENJADI PEREKAT UMAT)
َ َ َ ٓ َ َ ُ ْ ُ ُ َ ّ َ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ُ ۡ ُ ْح ْح لس ِ ۞ اكذّ ِ َ جعلنكم أنة اسطل ِِلرلنلا شهداَ لَع ٱنل َ ُ َ َ ُ َ َ ُ َ ْح ١٤٣ ايكلن ۡۗ ٱَّ ُسل َل ۡمك ۡم ش ِهمدا
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu… (al-Baqarah: 143)
َۡ ۡ ۡ َ ۡ ري أ ُ ْحنة أُ ۡخَ َج َ ۡ َخ اف ِ ت ّ ْحِلن ِ َُ لس تأ ُم َُان اِٱّ َمع ٍ ِ ُۡ َ ۡ َ ْح ِِۡۗ ٱّ ُمنر َِ َاتؤن ُِنلن اِٱلل
ُ ۞ ُك نت ۡم َ َ ََ َات ۡن َه ۡلن
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran: 110) Refleksi a. Wasathiyah Gontor, menjadi perekat umat. i. Ummat wasatha (umat pertengahan) adalah umat terbaik (khaira ummah) karena Allah telah menghimpun bagi umat ini kemaslahatan dunia dan akhirat dengan penuh keseimbangan, dan Rasulullah adalah tauladan utama dalam bersikap tawassuth, 21
ii.
iii.
iv.
maka dengan mengikuti Rasulullah baik dalam kehidupan sehari-hari maupun syareatnya umat Islam akan menggapai kedudukan ummatan wasatha. Ayat ini (al-Baqarah: 143) memerintahkan kita untuk menjadi perekat umat, moderat (wasathy) dalam bersikap dan berfikir serta misi berdakwah melalui media pendidikan sebagai politik tertinggi. Gontor berdiri diatas dan untuk semua golongan (yang mu’tabar). Gontor menghargai dan mengormati madzhab tetapi tidak fanatik bermadzhab, banyak ormas besar Islam di Indoensia (seperti NU, Muhammadiyah, Persis, al-Washliyah, Nahdhatul Wathon, al-Khairiyah, al-Irsyad dll) semua beraqidah ahlissunnah wal jama’ah, mereka hanya berbeda dalam masalah-masalah cabang ijtihadiyah (furu’iyah) dan dalam strategi perjuangan, mereka semua aset umat Islam Indonesia. Tetapi Syi’ah, Liberalis, LDII, Ahmadiyah dan sejenisnya adalah aliran-aliran sempalan yang bertentangan dengan aqidah Ahlissunnah wal jama’ah. Umat Islam Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya sangatlah potensial, sayangnya belum ada yang menjadi arsitek untuk memadukan potensi mereka menjadi sebuah bangunan kokoh umat Islam yang saling menguatkan antar bagian-bagiannya. Anak-anak Gontor disiapkan menjadi arsitek persatuan umat Islam. Bangsa Indonesia, khususnya umat Islam masih banyak yang mengidap penyakit warisan penjajah, mudah diadu-domba dan dipecah-belah. Mereka mudah berselisih dengan sesama saudara seiman hanya karena masalah-masalah sepele (perbedaan khilafiah-furu’iyah) tetapi pengecut menghadapi musuh nyata umat Islam (gerakan zionisme dan
22
salibisme, syi’ahisme ditamabah dengan neokomunisme. b. Membangun peradaban luhur. i. Surah Ali Imran (104 dan 110) mengamanatkan kepada kita untuk membangun peradaban islamy melalui khaira ummah, kader-kader umat terbaik yang mempunyai kepedulian dalam perjuangan di masyarakat. ii. Umat Islam bisa menggapai al khairiyah kalau beramar makruf nahi munkar atas landasan iman, tanpa itu meraih kedudukan al khairiyah adalah utopia (angan-angan) iii. Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan satu paket yang tidak terpisahkan, tidak cukup hanya beramar ma’ruf tanpa nahi mungkar demikian pula sebaliknya. Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban semua umat Islam tanpa terkecuali sesuai dengan kemampuan masing-masing, bisa dengan tangan langsung (merubah langsung), bisa dengan ucapan maupun hanya dengan pengingkaran di hati yang ini termasuk indikator lemah iman. iv. Memang beramar makruf (menyeru kepada kebaikan) harus dengan cara yang baik, dan mencegah kemungkaran juga tidak dibenarkan dengan cara-cara yang mendatangkan kemungkaran lebih besar lagi. Bahkan nabi Musa dan Harun ketika diutus menyampaikan peringatan kepada Fir’aun pun oleh Allah disuruh untuk menyampaikannya dengan lemah lembut. “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudahmudahan ia ingat atau takut". (Thaha: 44) 3 3
Banyak ayat dan hadits yang menunjukkan pentingnya sikap lembut dalam dakwah. Inilah diantaranya: Firman Allah Ta’ala kepada nabi Musa dan nabi Harun :
23
v. vi.
Menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa tiran termasuk seutama-utama jihad (al-Hadits) Membiarkan kemungkaran di masyarakat, sama dengan membiarkan orang melobangi dasar kapal yang kita naiki, akibatnya semua akan tenggelam. Maka bila kita menyaksikan kemungkaran namun tidak peduli untuk mencegah atau merubahnya, maka Allah akan menimpakan bencana kepada kita semua (yang melakukan maupun yang tidak melakukan) (alHadits)4
َ َ ْ َ ُ َ َ َ ْح ْح ْح َ ْ َ َ َ ْح َ َ ْح فقل َ ُِه و ْل َ ِّلِنل ل َعل ُ ََ َتذك َُ أ ْا َيش٤٣ اذه َهٓا لَِل ف َِْ ََ ْلن لِن ُ َطَغ
Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah malampaui batas. Maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha: 43-44) Imam Al-Quthubi menyatakan: “Jika (Nabi) Musa (dan Harun) diperintahkan untuk mengatakan perkataan yang lemah-lembut kepada Fir’aun, maka orang yang (derajatnya) dibawahnya (Nabi Musa) lebih pantas meneladani hal itu di dalam pembicaraannya, dan di dalam perkataannya saat memerintahkan yang ma’ruf”. (Tafsir AlQurthubi 11/200) Ketika kholifah Al-Makmun dinasehati dengan kasar oleh seseorang, beliau berkata: “Hai laki-laki, bersikaplah lemah-lembut, sesungguhnya Allah telah mengutus orang yang lebih baik daripada kamu (yaitu nabi Musa), kepada orang yang lebih buruk daripada aku (yaitu Fir’aun), dan Dia memerintahkannya dengan sikap lemahlembut”. Kemudian beliau membaca ayat di atas! (Min Sifatid Da’iyah Al-Liin war Rifq, hal: 12, karya Syekh Dr.Fadhl Ilahi) 4
Dari An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ََ ُ ََ ْ َْ ََ َ َ ْ َّ ََ َْ َُ َ لَع َسف من ٍة اللِ َااّ َلاو ِعِ فِمهل كمث ِل ول ٍم استهملا َنثل القلئ ِ ِم لَع ُي ُدا ِد ِ َّ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ ََ ْ َ ُ َ فَأَ َح، فَكن اَّلِي َ ِِف أ ْسفل َِهل، لب َب ْعض ُه ْم أَالهل َابَ ْعض ُه ْم أ ْسفل َهل 24
َ َ ُّ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ لَع َن ْ فَ ْل َق ُه ْم َف َقلُّلا ّ َ ْل َأنَّل َخ ََ ْق صمي ِ َنل ن ِف ل ن لِذا استقلا ِن اّملَِ مَاا ِ ِ َ َ ُ ََ ُ ُ ُ ُْ َ ْ َ َََْ ْ َ ُْ ََْ َ ، ْتكله ْم َا َنل أ َراداا هلرلا َجِمعل َ فإِن. اّم نؤذِ ن فلقنل، خ َْول َ ََ ُ َ َ ْ َ َ َ ِإَون أخذاا لَع أيْدِي ِه ْم َنَ ْلا َاَنَ ْلا َجِمعل
“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493). Syeikh Abdul Aziz Ar-Rojihi menjelaskan makna hadits ini, “kapal ini terdiri dari dua lantai, masing-masing kelompok berada di satu lantai. Mereka yang berada dilantai bawah jika ingin mengambil air harus melewati orang-orang yang diatasnya dahulu, akhirnya mereka satu sama lain berkata, “sepertinya akan lebih baik jika kita membuat lubang ditempat kita lalu kita mengambil air dari lubang tersebut tanpa harus mengganggu orang-orang diatas kita, ” Nabi bersabda, “Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa.” Maksudnya jika mereka yang diatas membiarkan orang-orang yang dibawah membuat lubang untuk masuknya air, maka yang dilantai atas dan di lantai bawah akan tenggelam, tapi jika mereka mencegah, mereka semua akan selamat. Demikian pula dengan keadaan orangorang yang melakukan kemungkaran dan kemaksiatan, jika orangorang sekitarnya mencegahnya, mereka semua akan selamat, namun jika mereka semua diam, maka hukuman dari Allah akan datang dan akan menimpa semua baik yang shaleh maupun yang ahli maksiat,” (‘Minhatul Malikil Jalil Syarh Shahih Muhammad bin Ismail’ Karya Syeikh Abdul Aziz Ar-Rojihi 13/100-101).
25
AYAT KE-6 KEIKHLASAN
ۡ ُ َ َ َ ٓ ُ ُ ٓ ْ ْح َ ۡ ُ ُ ْ ْح َ ُملِص ّ ني َ ُِه ََٓٱلِي َ ُينَ َفل ۞ انل أمَِاا لِ َ ِِلعهداا ٱلل ِ َ َ ُ ُ ْ ْح َ َ َ ُ ۡ ُ ْ ْح َۡ َ َ ٥ ِٱّزكل َ َاذّ ِ َ دِي ُ ٱلق ّم ِ َمة ايقِمملا ٱّصلل ايؤتلا
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (al-Bayyinah: 5)
َ ُ َۡ َ ُ ۡ ْح َ لي َا َم َملِت ِ ْحلل ِ َر ّب ٱلۡ َعلَم َ ََمم ني ۞ ول لِن َحال ِِت َان ُس ِِك ا ِ ِ ِ
١٦٢
Katakanlah! Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (alAn’am: 162)
َ ُ َ ۡ ْح ُ ْ َ ْح َ ۡ َ ُ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ْك ٢١ ۞ ٱتهِعلا ن َ يسلكم أجَو اهم مهتدان
Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Yasin: 21)
ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ْك ُ ُ َ ْح ۢ ِمكم ّم ْحِمل ِِف ُب ُطلن ِ ِۦ ن ۡب ۖۡ ن ۡس ِق ۞ ِإَون لك ۡم ِِف ٱۡلنع ِم ل ِع َ ٓ ّ ْح َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ْح َ ِلشَب ٦٦ ني ِ ب ِ ِ ني فَث ادم َّلنل خلّ ِصل سلئِغل ل 26
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (an-Nahl: 66) Refleksi a. Keikhlasan adalah pilar utama dari Panca Jiwa Pondok Pesantren, jiwa-jiwa ini harus senantiasa dijaga agar pesantren tetap eksis dan tidak berubah jati dirinya. Jiwa pesantren inilah yang menjamin kelangsungan pesantren. Panca Jiwa tersebut adalah: i. Keikhlasan: tidak bisa ditembus iblis. ii. Kesederhanaan: musuhnya orang-orang tamak, hasad, materialistis. iii. Kemandirian: musuhnya penjajah. iv. Ukhuwah Islamiyah: paling ditakuti musuh-musuh Islam, mereka tidak rela kalau umat Islam bersatu. v. Kebebasan: dengan tidak keluar dari syari’ah, juga paling dimusuhi penjajah b. Benteng kokoh keikhlasan. i. Allah memerintahkan kepada kita semua agar beribadah dengan ikhlas yakni mentauhidkan Allah, memurnikan ketaatan kepada-Nya, lurus jauh dari segala bentuk kemusyrikan, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, semua ini adalah pilar-pilar ajaran agama yang lurus. (al-Bayyinah: 5) ii. Berbeda dengan orang musyrik yang menyekutukan Allah dan mempersembahkan sembelihan kepada selain Allah, maka kita diperintahkan agar memurnikan niat shalat kita, ibadah haji, bahkan hidup dan mati kita hanya semata-mata untuk Allah SWT. (al-An’am: 162) iii. Keikhlasan adalah benteng kokoh yang tidak mampu ditembus oleh syetan, seperti kisah Imam Ghazali 27
tentang pertarungan sang penebang kayu yang ingin memberantas kemusyrikan melawan iblis, tukang kayu bisa memenangkan pertarungan saat hatinya dipenuhi keikhlsan, tapi kemudian dia dengan mudah dikalahkan ketika keikhlasan sudah larut dan luruh dengan kepentingan5.
5
Alkisah ada seorang penebang kayu yang taat dan tinggal di sebuah hutan yang berdekatan dengan desa yang penghuninya adalah suku primitif. Para suku primitif itu menyembah sebuah pohon besar yang tumbuh di tengah desa. Suatu ketika si penebang kayu ingin menebang pohon yang disembah tersebut. Ia ingin menunjukkan kepada suku primitif tersebut bahwa yang mereka sembah itu bukanlah apa-apa selain ciptaan Tuhan, dan bahwa mereka seharusnya menyembah Tuhan, bukan pohon. Saat si penebang kayu berjalan menuju hutan tersebut, seorang pria mencegahnya dan menanyakan ke mana ia akan pergi. “Demi Tuhan, aku akan menebang pohon yang disembah oleh suku yang hidup di tengah hutan”, kata si penebang kayu. “Itu suatu kesalahan,” kata pria tersebut mengingatkan. “Siapakah kau hingga berhak mengatakan apa yang harus kulakukan?” tanya si penebang kayu. “Aku adalah iblis dan aku tidak akan membiarkan dirimu menebang pohon tersebut”. Penebang pohon marah dan menarik sang iblis serta membantingnya ke tanah, dan melekatkan kampaknya pada leher iblis. Lalu iblis tersebut berkata, “Kau bersikap tidak masuk akal. Suku tersebut tidak akan pernah membiarkan dirimu menebang pohon suci mereka. Bahkan, jika kau mencoba melakukannya, mereka mungkin akan membunuhmu. Istrimu akan menjadi janda dan anak-anakmu akan menjadi yatim. Selain itu, bahkan jika kau berhasil menebang pohon tersebut dan selamat, maka mereka akan memilih pohon yang lain untuk disembah. Maka pikirkanlah.” Iblis tersebut melanjutkan, “Aku akan membuat penawaran denganmu. Aku tahu bahwa kau seorang miskin, namun juga taat. Kau mempunyai sebuah keluarga yang besar, dan kau senang membantu orang lain. Setiap pagi aku akan menaruh dua koin emas. Selain terhindar dari bahaya pembunuhan dan tidak memperoleh apa
28
iv.
Keikhlasan adalah nyawa setiap perbuatan, perbuatan tanpa niat ikhlas ibarat badan tanpa nyawa.
pun, kau dapat menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan keluargamu dan membantu orang-orang miskin.” Penebang kayu menyetujuinya. Esok paginya, ia menemukan dua buah koin emas di bawah tempat tidurnya. Lalu ia membeli makanan dan pakaian baru untuk keluarganya dan membagikan sisa uangnya untuk orang-orang miskin. Pada pagi berikutnya, penebang kayu tersebut tidak menemukan apa pun. Ia telah mencari ke seluruh ruangan, tetapi tetap tidak menemukan koin emas. Marah terhadap penkhianatan iblis, si penebang kayu mengambil kampaknya dan bersiap pergi untuk menebang pohon yang disembah oleh suku primitif di tengah hutan. Sang iblis pun kembali mencegahnya, dan sambil tersenyum ia bertanya, “Kau akan pergi ke mana wahai penebang kayu?” “Penipu, pembohong! Aku akan menebang pohon itu!” teriak penebang kayu. Lalu iblis menyentuh dada si penebang kayu dengan satu jarinya. Si penebang kayu terjatuh ke tanah, pingsan akibat kekuatan sentuhan tersebut. Lalu, iblis menyentuh dada sang penebang kayu dengan satu jarinya dan menekannya ke tanah. Sang iblis berkata, “Kau ingin aku membunuhmu? Dua hari lalu kau akan membunuhku. Berjanjilah, kau tak akan menebang pohon yang disembah itu.” Sang penebang kayu menjawab, “Aku berjanji tidak akan menebang pohon tersebut. Tetapi katakanlah satu hal kepadaku, dua hari lalu aku mengalahkan dirimu dengan mudah. Darimana kau dapatkan kekuatan yang luar biasa pada hari ini?” Iblis pun tersenyum dan berucap “Saat itu kau akan menebang pohon tersebut karena Tuhan. Namun hari ini kau berkelahi denganku karena dua buah koin emas!” Kisah di atas menggambarkan ketulusan dari si penebang kayu yang hanyalah bersifat sementara dan dengan mudah digoyahkan oleh iblis. Sumber: Robert Frager (Shekh Ragib al-Jerahi), “Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi” (terjemahan dalam bahasa Indonesia), hal. 212 – 214, Penerbit Serambi.
29
“sesungguhnya semua amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap manusia tergantung dari apa yang dia niatkan”. (al-Hadits) Diterima dan tidaknya suatu amal ditentukan oleh niatnya, berpahala atau tidak juga ditentukan oleh niatnya. Yang membedakan ibadah dan ‘adah (kebiasaan) adalah juga niat. Niat harus lurus, dan senantiasa diperbaharui agar tidak membelok di tengah jalan. v. Niat seorang mukmin, lebih baik dari amalnya. Ketika kita berniat baik, saat itu pula Allah akan memperbaiki amal kita. Ketika berniat baik dan belum sempat mengamalkannya, maka sudah tercatat sebagai kebaikan yang utuh di sisi Allah. Hendaknya kita selalu mendidik jiwa dan hati untuk selalu mempunyai niat yang ikhlash. vi. Manusia semuanya binasa kecuali yang berilmu, orang yang berilmu semuanya binasa kecuali yang beramal dengan ilmunya dan semua orang yang beramal akan binasa kecuali yang ikhlas. vii. Ikhlash berarti tulus dalam mengerjakan apapun tanpa interest dan kepentingan selain mendapatkan ridha Allah. Sepi ing pamrih rame ing gawe. viii. Melakukan pekerjaan supaya dilihat orang untuk mendapat pujian adalah riya’, ingin didengar orang untuk diapresiasi adalah sum’ah. Ikhlash adalah manakala kita terbebas dari keduanya (riya’ dan sum’ah) c. Salah satu shibghah, jati diri dan identitas kepribadian Gontor adalah keikhlasan, tidak mengharap pamrih (balasan ataupun pujian), semua dilakukan lillah, untuk menggapai kejayaan Islam, meninggikan kalimah Allah dengan ridha Allah (Yasin: 21). Uang, gaji, tunjungan bukan ukuran di Gontor, dan tabu dibicarakan. Hidup untuk memperjuangankan nilai-nilai luhur, bukan hanya untuk 30
bersenang-senang menumpuk kekayaan, kenikmatan seperti binatang. Jangan berfilsafat hidup “kambing” yang hanya memikirkan kenyamanan diri sendiri, egoistis dan tidak mempunyai kepedulian – keterpanggilan untuk mengurus umat “Barang siapa yang tidak mau memperhatikan urusan umat Islam, maka dia tidak termasuk umatku” (hadits). d. Masih seputar keikhlasan, ayat ini menggambarkan keikhlasan ibarat susu segar, sehat, bergizi dan lezat ketika benar-benar murni tidak tercampur dengan kotoran maupun darah (an-Nahl: 66). Demikian pula amal perbuatan kita. Namun harus diwaspadai bahwa sekat antara kantong susu dan kantong kotoran serta darah sangatlah tipis. Hatihati dengan riya’, sum’ah, minta pujian, gila hormat dan lain-lain yang bisa merusak keikhlasan kita. Yang menyebabkan qurban habil diterima Allah adalah ikhlash, serta qurban qabil tertolak karena ketiadaan ikhlash, ibadah qurban yang sampai kepada Allah bukan darah dan dagingnya, tetapi ketaqwaan (keikhlashannya). e. Allah akan memenangkan umat Islam ini melalui orangorang yang mukhlisin, yang tidak dicari-cari ketika tidak tampak dan tidak diperhitungkan ketika hadir di keramaian, yang maju di garis depan saat genting serta bersembunyi saat berbagi-bagi rampasan perang. Sepenggal kisah berikut bisa menjadi ibrah bagi kita semua. 6 6
Teladan Tarbiyah, tentang keikhlasan: Tidak seperti biasanya, pengepungan kali ini berjalan begitu lama. Maslamah, sang panglima khalifah tidak dapat menentukan sampai kapan pengepungan berhasil. Insting kepemimpinannya segera menuntunnya untuk melakukan pengintaian secara rahasia. Ia berniat mencari celah untuk menembus benteng. Maslamah yakin, kemenangan akan diperoleh, jika pasukannya mampu menembus benteng. Setelah mengadakan penjajagan dengan seksama, maslamah menyimpulkan terdapat lorong yang dapat ditembus. Dikemahnya, Maslamah membicarakan hal tersebut dengan beberapa perwira. Maslamah
31
menantang siapa diantara mereka yang berani masuk menembus lorong tapi semuanya diam……….. Tiba-tiba datang tentara berkuda dengan wajah tertutup cadar yang menyatakan sanggup melaksanakan tugas menembus lorong saat itu juga karena waktu itu dinilai saat yang tepat untuk menyusup. Beberapa waktu kemudian terdengar teriakan takbir dari pintu benteng. Dia telah berhasil membuka pintu benteng setelah membunuh penjaganya kemudian bertakbir dengan lantang, suara itu seketika membangkitkan semangat kaum muslimin. Bagaikan air bah, para mujahidin fi sabilillah itu menyerbu ke dalam benteng. Akhirnya, benteng dikuasai dan musuh dapat dihancurkan. Perangpun usai, Maslamah memikirkan prajurit bercadar. Ia perintahkan seluruh perwira untuk mencari, siapakah sebenarnya prajurit bercadar itu. Sampai waktu yang lama, tak ada yang mengaku. Namun tak berselang lama, datanglah orang bercadar dengan berjalan kaki. Sesampai didepan Maslamah, ia bertanya, ”Apakah tuan masih mencari prajurit bercadar?” ”Benar. Kaukah orangnya?” ”Saya dapat menunjukkan orangnya, asal Tuan mau berjanji kepadaku!” ”Baiklah. Apa yang harus kujanjikan untukmu?” ”Tuan jangan menanyakan siapa namanya. Tuan jangan memberi hadiah apa pun kepadanya. Dan ketiga, Tuan jangan menceritakan kepada seorangpun! Apakah Tuan mau berjanji memenuhi tiga syarat itu? ”Ya, saya berjanji. Tak akan aku bertanya siapa namanya, tak akan aku beri hadiah kepadanya, dan tak akan menceritakan hal dirinya kepada siapa pun.” ”Ketahuilah panglima, orang itu adalah yang ada dihadapan Tuan.”Mendengar itu, Maslamah seketika memeluk erat tentara yang ada didepannya. Tentara bercadar itu pun berlalu, Maslamah mengangkat tangan dan berdo’a, Ya Allah kumpulkanlah aku di surga dengan orang bercadar itu.
32
AYAT KE-7 MEMPERBAIKI AMAL
ْح َ َ ْح ۡ َ َ َ َۡۡ ُ ُ َُّ ۡ َ ُۡ َ ٱَّلِي ضل١٠٣ َسي أَمال خ ٱۡل ا م ك ۞ ول هل ننهِئ ِ ِ َ َ ۡ ُ َ ْح ۡ َ ُ ۡ ۡ َ َ ِ ْك ١٠٤ س ُنلن ُح ۡنعل َس ۡع ُم ُه ۡم ِِف ٱْلمل ِ ٱلنمَل َاه ۡم َي َس ُهلن أن ُه ۡم َي Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orangorang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (al-Kahfi: 103-104)
َ ُ ۡ ُ َ َ ْح ۡلن َنل ٓ ََاتَلا ْ ْحاوُلُلبُ ُه ۡم َاجلَ ٌة َأ ْحن ُه ۡم ل ََل َربّهم ۞ اٱَّلِي يؤت ِ ِ ِِ َ َ ٦٠ ج ُعلن ِ ر
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (alMukminun: 60) Refleksi a. Manusia ada empat kategori: a. Mengerti dan mengerti kalau dia mengerti, b. Mengerti dan tidak mengerti kalau dia mengerti, c. Tidak mengerti tetapi mengerti kalau dia tidak mengerti dan d. Tidak mengerti dan tidak mengerti kalau dia tidak mengerti, (al-Hadits) 33
Ayat ini (al-Kahfi: 103-104) mengenai orang yang keempat tersebut. Itulah pangkal kerugian, berada dalam kesesatan tetapi memandang apa yang dilakukan paling benar serta menyesatkan oang lain. Dalam bahasa Pondok orang seperti itu disebut jahil murakkab (bodoh kuadrat), memahami sesuatu sebagai kebalikan dari yang sebenarnya, bodoh tetapi tidak mau belajar dan meningkatkan diri. Kita harus terus mencari ilmu supaya bisa memilih yang benar dari yang salah dan kemudian memperbaharui niat agar lurus dan benar, muhasabah, menjaga keikhlasan, selalu iltizam (berpegang teguh) dengan syariah, jangan sampai tertipu oleh nafsu, salah niat, merasa sudah hebat, merasa paling berjasa padahal tidak ada apa-apanya di sisi Allah. b. Orang menjadi sesat bisa karena tidak berilmu, maka dia berkewajiban menuntut ilmu untuk menghilangkan syubhat serta mendapatkan keyakinan, bisa juga karena dominasi nafsu (syahwat), maka dia harus terus bermujahadah, agar ilmu dan akal fikirannya tidak didominasi hawa nafsunya. c. Terus memberi manfaat, yang suka memberi akan eksis, yang bermanfaat akan bertahan dan dicari orang. Tetapi juga selalu introspeksi diri, jangan merasa sudah berjasa, sudah berbuat, “kalau bukan saya.....” dst. Seperti dalam ayat ini (al-Mukminun: 60), Karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan untuk dihisab, Maka mereka khawatir kalau-kalau pemberian-pemberian (sedekahsedekah) yang mereka berikan, dan amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak diterima Tuhan. Allahumma taqabbal ya Karim.
34
AYAT KE-8 UKHUWAH
ُ ۡ َ َ َ َ ۡ َ ْ ُ ۡ َ َ ٞ َ ۡ َ ُ ۡ ُ ۡ َ ْح َ ك ۡم َا ْحٱت ُقلا ْ ْح ٱلل ۞ لِنمل ٱّمؤنِنلن لِخل فأحلِبلا بني أخلي َ ُ َ ۡ ُ ۡ ُ َ َ ْح ١٠ نملن َلعلكم ت Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat Rahmat. (al-Hujurat: 10)
ْ ۡ َ ْ ُ َ َ َ َ ْح َ ْح َۡ َ ٱذ ُك َُاا ْ ن ِۡع َم ت ص ُملا ِِبَ ۡه ِل ٱللِ َجِمعل ا َ تفَولا ا ِ ۞ َاٱعت ُ ُ َ ۡ َ َ ْح َ َ ۡ ُ ۡ ۡ ُ ُ ۡ َ ۡ َ ٓ َ َ ْح ُ ُك ۡم فَأَ ۡح َه ۡبتم ِ ٱللِ َلمكم لِذ كنتم أَداَ فألف بني وللب َ ۡ َ َ ََ ُ َُ َ ۡ ٓ َ ۡ ُ َ َ َ نت ۡم لَع شفل ُيف ََة ّ ِن َ ٱنلْحلرِ فأنقذكم اِنِعمت ِ ِۦ لِخونل اك َ َ ُ َ ْح َ ُ َ ُ ّ ۡ َ َ َ َ ُ َ ّ ُ ْح ١٠٣ ٱلل لك ۡم ََاَٰت ِ ِۦ ل َعلك ۡم ت ۡه َت ُدان نِنهلۗۡ كذّ ِ َ يي ِني
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhmusuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali ‘Imran: 103)
35
ۡ َ ُ ٌّ ْح ُ ۡ َ َ ۡ َ ُ ٓ ۡ َ ْح ْح ۡ َ ُ ۡ ُ َ ٦٧ خالَ يلنئِذِۢ بعضهم َّلِ ع ٍض َدا لِ َ ٱّمتقِني ِ ۞ٱۡل
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa. (az-Zukhruf: 67)
ْح ََ ْح َ َ َ ُ ُ ْك ُ ٱَّتَ ۡذ ت َن َع ۞ َايَ ۡل َم ََ َعض ٱلظلّ ُِم لَع يَ َديۡ ِ ََقل َٰل ۡمت ِن َ ُ ۡ َ َ َ َ َ َ ْح َ ْح َ ْح لق ۡد٢٨ َٰ َل ۡيل ََّت ِۡلت ِن ّ ۡم أَّتِذ فالنل خلِمال٢٧ ٱَّ ُسل ِ َسيِمال َ ۡ ُ َ ۡ ّ ۡ َ ۡ َ ۡ َ ٓ َ َ َ َ ْح َ َ َ ض ْحلن نس ِۡل ّ ط م ُّٱ ن َك ا ِن َ ل ج ذ ل د ع ب َ ِك ٱَّل َ ِۗ ِ ِ ِ أ ِ ِ ِ ُ َ َ َ َ َ ْح ُ ُ َ َ ّ ْح َ ُ ۡ َ َ ْ ُ َ ْح ب لِن و ۡل ِِم ٱَّتذاا هذا ٱلق َۡ ََان ِ ََٰ اول ٱَّسل٢٩ َ خذا ٣٠ َم ۡه ُجلرو
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Quran ketika al-Quran itu telah datang kepadaku, dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". (alFurqan: 27-30) Refleksi a. Orang-orang yang beriman adalah bersaudara (al-Hujurat: 10), kata “innama” (hanyalah) untuk pembatasan, artinya hanya mereka yang benar-benar beriman bisa merealisasikan persaudaraan hakiki dalam iman dan Islam. Konsekwensi dalam persaudaraan adalah; bersih hati dari hasad dan iri dengki terhadap saudara seiman, saling merasakan penderitaan dan kegembiraan, saling 36
b.
c.
d.
e.
menguatkan seperti satu badan dan satu bangunan, menjadi cermin kebaikan bagi saudaranya, tidak mendzalimi dan menyerahkan kepada musuh-musuh mereka, saling tolong menolong dalam kebaikan, saling mendo’akan dll. Ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu dari panca jiwa yang sudah terealisir di Gontor dan bukan hanya menjadi slogan kosong. Santri dengan berbagai macam latar belakang politik dan ormas orang tuanya, datang dari berbagai macam daerah dan wilayah hingga luar negri, semuanya bersaudara, berteman akrab, bukan hanya di dalam pondok, tetapi sampai mereka menjadi alumni di masyarakat, mereka tunggal agama, kitab suci, nabi, pondok dan juga tunggal kyai (guru). Banyak santri yang menamai anak mereka dengan nama teman-teman mereka ketika di Gontor, dan tentu saja banyak diantara mereka yang besanan, karena kuatnya persaudaraan di Gontor. Ayat ini (Ali ‘Imran: 103) masih membahas ukhuwah imaniah, bahwa persaudaraan merupakan nikmat dan anugerah Allah yang besar, agar persaudaraan terjaga semua hendaknya berpegang teguh dengan tali Allah, menyimpang darinya hanya akan menyebabkan umat bercerai-berai. Ta’liful qulub tidak bisa dengan uang atau paksaan, tetapi dengan kesamaan idealisme perjuangan dan tentunya landasan keimanan. Persaudaraan yang abadi dan hakiki adalah yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, bukan persaudaraan palsu yang dilandasi saling berebut kepentingan duniawi. (az-Zukhruf: 67) Pada hari kiamat kelak banyak orang yang menyesal telah salah mengambil teman setia yang berakibat pada kesesatan, meninggalkan jalan kebenaran. Pengaruh teman sangat kuat, maka harus berhati-hati dalam pergaulan, memilih teman dekat yang bisa saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan serta mensupport amal shaleh dan perjuangan. (al-Furqan: 27-30) 37
f.
Pendidikan Gontor mengakrabkan santri pada al-Qur’an melalui tilawah, hifdz (hafalan) dan tadabbur (perenungan kandungan makna), disiplin membaca al-Qur’an menjadi pola hidup di Gontor, berbagai sarana hiburan dan elektronik yang melalaikan kita dari pelajaran dan al-Qur’an dilarang untuk dibawa santri selama hidup di asrama Pondok. g. Gontor mempunyai misi menghidupkan bahasa Arab fusha, bahasa al-Qur’an, karena hidupnya bahasa Arab adalah hidupnya al-Qur’an dan hidupnya al-Qur’an adalah hidupnya Islam. Semua pelajaran yang diajarkan sebagai ilmu pendukung untuk bisa memahami al-Qur’an. h. Jangan sampai termasuk mereka yang dikeluhkan Rasulullah karena meninggalkan al-Qur’an. Meninggalkan al-Qur’an dengan tidak membacanya, atau membacanya namun tidak berusaha memahaminya (tadabbur), mentadabburi namun tidak mangamalkannya, mengamalkan namun tidak memperjuangkannya, semua itu termasuk kategori orang yang menjauhi al-Qur’an. i. “Bacalah al-Qur’an, sesungguhnya dia (al-Qur’an) pada hari kiamat akan datang untuk memberikan syafaat kepada para pembacanya”. Di saat orang berfikir untuk keselamatan dirinya, nafsi-nafsi serta tidak mempedulikan orang lain, maka akan ada al-Qur’an yang bisa menjadi pembela dan penyelamat kita kelak di akhirat.
38
AYAT KE-9 PINTU-PINTU ILMU
ۡ َ َ ُ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ ُ ْح ُ َ َ ۡ َ ُ َ ْح ّ ُ ُ ۢ ۞ اٱلل أخَجكم ِن بطل ِن أنهتِكم َ تعلملن شيل َ ُ ُ ۡ َ ۡ ُ َ َ َ َ َ ُ ُ ْح ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ْح ٧٨ اجعل لكم ٱّسمع اٱۡلاصَ اٱۡلفِد لعلكم شُرَان Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (anNahl: 78)
ۡ َ ّ ۡ َ ّ ْحٞ ُ ُ ۡ ُ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ ْح َ نس ّهم وللب ۞ القد ذرأنل ِِلهنم كثِريو ِن ِۖ ِ ٱِل ِ اٱ ِۡل ِ ْحٞ َ َ ۡ ُ َ َ َ َ ُ ۡ ُ ْحٞ ُ ۡ َ ۡ ُ َ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ِصان اِهل اّهم َاذان ِ َفقهلن اِهل اّهم أعني َ َه ُ َ َ َٰٓ َ ْ َ ۡ َ ُ َ َ ٓ ُ ْ َ َٰٓ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ ْك ُ َ ُهم ِ يسمعلن اِهل أالئِ َ كٱۡلنع ِم ال هم أضل أالئ َ ُ َۡ ١٧٩ ٱلغفِللن
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (al-A’raf: 179)
39
ُ ُ َ ْح ُ ْ ْح َ َ ُ َ ّ ُ ُ ُ ْح ُ َ ْح ٞ ِ َش ٍَ ََل ۡ َ ك ّل ٢٨٢ مم ِ ِ ۞اٱتقلا ٱللۖۡ ايعلِمكم ٱللۗۡ اٱلل ا
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Baqarah: 282)
Refleksi a. Ayat ini menjelaskan nikmat-nikmat Allah berupa panca indra, akal fikiran dan hati nurani yang diberikan kepada manusia setelah dilahirkan oleh ibu-ibu mereka. Nikmatnikmat ini berkembang menuju kesempurnaan sejalan dengan bertambahnya usia dan pendidikan. Kita diperintahkan mensyukuri karunia ini dengan memanfaatkannya untuk beribadah kepada Allah, sehingga pendengaran, penglihatan, langkah kaki, gerak tangan, fikiran hingga hati kita selalu terbimbing oleh Allah SWT. b. Pintu dan jendela ilmu meliputi: pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati nurani. Gontor mendidik melalui berbagai macam pendekatan, semua yang dilihat, didengar, dirasakan oleh santri harus mendidik. Santri juga jangan sampai hanya melek walang, melihat tetapi tidak mengerti, mendengar tetapi tidak faham. Mereka harus menyerap segala pendidikan yang ada, karena sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu. c. Panca indra memang menjadi alat menangkap informasi dan fenomena lahiriah tetapi banyak mempunyai keterbatasan. Otak dengan daya rasionalitasnya bisa menyingkap banyak fakta dan rahasia yang tidak mampu digapai panca indra, tetapi sering kali nafsu mendominasinya, sehingga tidak bisa berfikir jernih dan benar. Sementara itu intuisi dengan hati yang bersih juga bisa menjadi sarana menggapai hakekat makrifat kepada Allah, semuanya membutuhkan bimbingan wahyu (agama) d. Penuntut ilmu harus berakhlak luhur agar cahaya ilmu memancar semakin terang dengan cahaya budi pekerti. Allah akan mengajarkan ilmu kepada kita bisa melalui 40
perantaraan (bil qalam), tetapi juga bisa tanpa perantaraan (‘allamal insana). Yang tanpa perantaraan ini dalam tradisi pesantren dikenal dengan ilmu laduny, ilmu yang langsung diberikan dari sisi Allah, biasanya karena kualitas ubudiyah seseorang kepada Allah, karena keikhlasan dan ketakwaannya kepada Allah, “….maka bertakwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu…”. e. Kita hendaknya juga menjaga pendengaran, penglihatan, akal dan hati nurani dari-hal yang tidak baik, agar tidak mengotorinya, karena wadah yang kotor akan ikut mengotori yang diwadahi. f. Ketentuan disiplin, aturan-aturan di Gontor didesain untuk mengefektifkan fungsi jendela-jendela ilmu tersebut, maka santri tidak akan terganggu dengan media elektronik, audio visual dan berbagai aktivitas yang tidak berguna lainnya.
41
AYAT KE-10 ADAB MENUNTUT ILMU
ُ ۞ فَ َل َج َدا َع ۡهدا ّ ِن ۡ َ َِهلدِنَل ٓ ََ َات ۡم َن ُ َر ۡنمَة ّ ِن ۡ َِن ِدنَل َا ََلْح ۡم َن ۡ ْح ُ ْح َ ُ َ َ َ ُ ُ َ َ ۡ َ ْح َلَع أَن ُت َع ّلِم َٰٓ َ َ َ ع ه ت أ ل ه لَس م ۥ ِه ل و ٦٥ ل م ِل َ ِن لنل ِ ِ ۡ َ ۡ ّ ُ ْح َ َ َ ْح َ َ لَ ش َ ۡس َت ِط َ ِ مع َن ٦٧ ِع َح ۡۡبو ول لِن٦٦ ت ُرشدا مِمل َلِم ََ ُ ۡ َ َََۡ َ وَل َ َس٦٨ لَع َنل ّ َ ۡم ُُت ۡط ا ِۦ ُخ ۡۡبو ٓ ِ ج ُد ِن لِن ت اكمف تص ِۡب ِ ِ ِ َ َ َ ۡ َ َٓ ُ َشل ٓ ََ ْح ٦٩ ٱلل َحلاَِو َا َ أَ ِِص ّ َ أ ۡمَو
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hambahamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya Rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". (al-Kahfi: 65-69)
42
Refleksi a. Menuntut ilmu adalah kegiatan yang sangat mulia, agar berhasil dan tidak sia-sia membuang umur dan biaya harus disertai adab dan akhlak yang luhur pula. b. Surah al-Kahfi lengkapnya dari ayat 60 s/d 82 mengisahkan perantauan nabi Musa ‘alaihissalam dalam menuntut ilmu kepada nabi Khidir yang mengandung penjelasan akhlak serta adab dalam menuntut ilmu.7
7
Kisahnya adalah sebagai berikut; Dari Ubay bin Ka’ab, Rasulullah bersabda, “Pada suatu ketika Musa berbicara di hadapan Bani Israil, kemudian ada seseorang yang bertanya, ‘Siapakah orang yang paling pandai itu?’ Musa menjawab, ‘Aku.’ Dengan ucapan itu, Allah menegurnya, sebab Musa tidak mengembalikan pengetahuan suatu ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa, ‘Sesungguhnya Aku memiliki seorang hamba yang berada di pertemuan antara laut Persia dan Romawi, hamba-Ku itu lebih pandai daripada kamu!’ Musa bertanya, ‘Ya Rabbi, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengannya?’ Maka dijawab, “Bawalah seekor ikan yang kamu masukkan ke dalam suatu tempat, di mana ikan itu menghilang maka di situlah hamba-Ku itu berada!’ Kemudian Musa pun pergi. Musa pergi bersama seorang pelayan bernama Yusya’ bin Nun. Keduanya membawa ikan tersebut di dalam suatu tempat hingga keduanya tiba di sebuah batu besar. Mereka membaringkan tubuhnya sejenak lalu tertidur. Tiba-tiba ikan tersebut menghilang dari tempat tersebut. Ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut. Musa dan pelayannya merasa aneh sekali. Lalu keduanya terus menyusuri dari siang hingga malam hari. Pada pagi harinya, Musa berkata kepada pelayannya,
َ َ َ َ َ َ ََات َِنل َغ َدا ٓ ََنَل لَ َق ۡد لَق ٦٢ منل ِن َسف َِنل هذا ن َصهل ِ
‘Bawalah ke mari makanan kita. Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’ (QS. al-Kahfi: 62) Musa berkata,
َ َ َٰٓ َ َ َ َ َ ُ ْح َ ۡ َ ۡ َ ْح ٦٤ لَع ََاثلرِه َِمل و َصصل ذّ ِ َ نل كنل نه ِ ِۚغ فٱرتدا 43
‘‘Itulah tempat yang kita cari,’ lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.’ (QS. al-Kahfi: 64) Setibanya mereka di batu tersebut, mereka mendapati seorang lelaki yang tertutup kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Khidir (orang itu) bertanya, ‘Berasal dari manakah salam yang engkau ucapkan tadi?’ Musa menjawab, ‘Aku adalah Musa.’ Khidir bertanya, ‘Musa yang dari Bani Israil?’ Musa menjawab, ‘Benar!’
ّ ُ َ َٰٓ َ َ َ ُ َ ۡ َ ْح ۡ َ ۡ ّ ُ ْح َ َ َ ْح َ َ لَ ش َ ۡس َت ِط مع ول لِن٦٦ ت ُرشدا لَع أن ت َعل َِم ِ مِمل َل ِم َ هل أتهِع َ ِ َن ٦٧ ِع َح ۡۡبو
‘‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.’‘ (QS. al-Kahfi: 66–67) Khidir berkata, ‘Wahai Musa, aku ini mengetahui suatu ilmu dari Allah yang hanya Dia ajarkan kepadaku saja. Kamu tidak mengetahuinya. Sedangkan engkau juga mempunyai ilmu yang hanya diajarkan Allah kepadamu saja, yang aku tidak mengetahuinya.’ Musa berkata,
َ َ َ َۡ َٓ ُ َس َت ُ ِن لن َشل ٓ ََ ْح ٦٩ ٱلل َحلاَِو َا َ أَ ِِص ّ َ أ ۡمَو ِ ٓ ِ جد ِ
‘Insya Allah, kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.’ (QS. alKahfi: 69) Kemudian, keduanya berjalan di tepi laut. Tiba-tiba lewat sebuah perahu. Mereka berbincang-bincang dengan para penumpang kapal tersebut agar berkenan membawa serta mereka. Akhirnya, mereka mengenali Khidhir, lalu penumpang kapal itu membawa keduanya tanpa diminta upah. Tiba-tiba, seekor burung hinggap di tepi perahu itu, ia mematuk (meminum) seteguk atau dua kali teguk air laut. Kemudian, Khidhir memberitahu Musa, ‘Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu tidak sebanding dengan ilmu Allah, kecuali seperti paruh burung yang meminum air laut tadi!’ Khidhir lalu menuju salah satu papan perahu, kemudian Khidhir melubanginya. Melihat kejanggalan ini Musa bertanya, ‘Penumpang kapal ini telah bersedia membawa serta kita tanpa memungut upah, tetapi mengapa engkau sengaja melubangi kapal
44
mereka? Apakah engkau lakukan itu dengan maksud menenggelamkan penumpangnya?’ Khidhir menjawab, ‘Bukankah aku telah berkata, ‘sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku.’ Musa berkata, ‘janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku.’’(QS. al-Kahfi: 72–73) Itulah sesuatu yang pertama kali dilupakan Musa, kemudian keduanya melanjutkan perjalanan. Keduanya bertemu dengan seorang anak laki-laki sedang bermain bersama kawan-kawannya. Tiba-tiba Khidhir menarik rambut anak itu dan membunuhnya. Melihat kejadian aneh ini, Musa bertanya,
ۡ َ ۡ َ َ ْح َۡ َ َََۡ ۡ ْح َ ۡ ۡ َ َ ۡ ْك ٧٤ ت شيل نكَو جئ غ ا َۢة ِم ك ز ل س ف أقتلت ن ِ ري نفس لقد ِ ِ
‘Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.’ (QS. al-Kahfi: 74) Khidhir menjawab,
َ َ َ َ َ ۡ َ ُ ْح َ ْح ۡ َ ۡ َ َ َ َ ٧٥ أّم أول ل َ لِن َ ل شست ِطمع ن ِِع حۡبو
‘Bukankah sudah aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?’ (QS. al-Kahfi: 75) Maka, keduanya berjalan. Hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh.
َ َ ۡ َ َ َ ۡ َۡ َ َ ُ َ َََ َ َ َ َ ُ ول هذا ف ََِاق اَ ۡي ِن٧٧ ت ْحِلخذ َت ََل ۡم ِ أ ۡجَو فأولن ۖۡۥ ول ّل شِئ َۡ َ ُ َُّ َ َ َۡ َ َ ْح َ َ ٧٨ يل َنل ّ ۡم ش ۡس َت ِطع َل ۡم ِ َح ۡۡبا ا ِ ِ ابين ِ َ سأنيِئ َ اِتأ
‘Khidhir berkata bahwa, melalui tangannya, dia menegakkan dinding itu. Musa berkata, ‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.’ Khidhir berkata, ‘Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.’‘ (QS. al-Kahfi: 77–78). Semoga Allah menganugerahkan rahmat kepada Musa ‘alaihis salam. Tentu, kita sangat menginginkan sekiranya Musa dapat bersabar sehingga kita memperoleh cerita tentang urusan keduanya.” (HR. AlBukhari no. 122 dan Muslim no. 2380)
45
c. Seperti juga nabi Musa ketika berangkat menuntut ilmu, santri Gontor harus mempunyai tekad yang kuat sebelum masuk pondok, memohon dengan rendah hati untuk bisa diterima belajar di Gontor kepada Bapak Pimpinan, siap memenuhi semua persyaratan, mentaati disiplin dan aturan, percaya kepada guru dan pondoknya serta bersabar menjalankan semua proses hingga tuntas. d. Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Musa menuntut ilmu tersebut adalah sebagai berikut: i. Popularitas, senioritas dan ketokohan seseorang hendaknya tidak menjadi penghalang untuk terus belajar menuntut ilmu ii. Rendah hati dan tidak boleh merasa dirinya lebih alim dari orang lain terlebih menyombongkan diri. iii. Tekad yang bulat dan kuat dalam menuntut ilmu, mencari guru dan belajar. iv. Harus berbekal dalam pengembaraan menuntut ilmu. v. Dianjurkan mencari teman dalam perjalanan, jangan sampai sendirian. vi. Keikhlsan dalam beribadah akan mendatangkan ilmu dan keridhaan Allah (ilmu ladunni). vii. Memohon kepada sang guru agar diperkenankan belajar darinya dengan baik dan sopan. viii. Bersedia mengikuti ketentuan dan aturan yang berlaku. ix. Tidak membantah dan membangkang dari perintah gurunya. x. Sanggup menerima teguran dan perbaikan dari guru bila khilaf. xi. Tidak dibenarkan menghukumi segala sesuatu semata-mata dari lahiriahnya.
46
AYAT KE-11 MASYARAKAT USSISA ‘ALA ATTAQWA
ْ ُ َ َ ْح َ ْح َُۡ َ ََۡ َيقۢا َب ۡني ۡ َ َ َِ ِضارو اكفَو اتف ِ جدا ِ ۞ اٱَّلِي ٱَّتذاا مس ُ َ َ ِ ٱّ ۡ ُم ۡؤ ِنن َ ب ٱ ْح َ لر ۡ ُ َ لل َا َر ُس َ ِإَور َحلدا ّ ّ َِم ۡ َي لِهۥ ِن ق ۡهل ني َ ُ َ َ ۡ ُ َ َ َ ۡ ُ ْح ۡ َ َ ۡ َ ٓ ْح ۡ ُ ۡ َ َ ْح ُ َ ۡ َ ُ ْح ١٠٧ اِلبلِف لِن أردنل لِ َ ٱْلسنِۖ اٱلل يُهد لِنهم لك ِذالن َ َ َ ّ ُ ٌ ۡ َ َ َ ْح ٱِل ۡق َلى ِن ۡ أَ ْحا يَ ۡلم أ َ َيقْك ۡ َُ َ لَع ْح جد أ ِسس ٍ ِ ِ َ تقم فِم ِ أادا ّمس َُ َ َ ُ ْكٞ َ َ ٱلل َُيِبْك ُ لن أَن ََتَ َط ْحه َُاا ْ َا ْح أن تقلم فِم ِِۚ فِم ِ رِجل َيِه ۡ ١٠٨ َ ٱّ ُم ْحط ّ ِه َِي
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selamalamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri, dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (at-Taubah: 107-108)
47
Refleksi a. Seperti juga masjid, bangunan, kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat hingga bernegara ada yang dibangun diatas fondasi keimanan, ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah, ada juga yang dibangun diatas kemunafikan, makar, tipu daya dan keraguan. Allah membuat dua perumpamaan agar kita bisa memilih dengan pasti. b. Landasan kehidupan di Pondok adalah sakralitas, kehidupan dibangun diatas fondasi ketaqwaan karena hanya dengan itu hidup bisa berkah dan manfaat, sementara banyak lembaga, organisasi dan kehidupan yang ditata di atas fondasi dhirar yang merusak dan membahayakan masyarakat, menyebabkan perselisihan serta untuk menghalangi dakwah di jalan Allah. c. Ciri-ciri lembaga dhirar adalah: 8 Ibnu Katsir meriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, Urwah, Qatadah, dan lainnya bahwa di Madinah ada seorang pendeta yang bernama Abu Amir dari Khazraj. Dia adalah seorang pemeluk nasrani yang memilki posisi penting di kalangan kaum Khazraj. Ketika Rasulullah SAW masuk ke Madinah, menghimpun kekuatan islam dan membangun peradaban kaum muslimin disana, Abu Amir merasa tidak suka dengan keberadaan Rasulullah SAW dan menunjukkan bibit permusuhan. Kemudian dia pergi ke Mekkah untuk mengumpulkan dukungan kaum Kafir Quraisy untuk melawan Rasulullah SAW. Melihat Dakwah rasulullah yang sudah menyebar luas, semakin kuat dan maju, diapun pergi mencari dukungan kepada Raja Romawi, Heraclius. Heraclius menyambut baik kedatangan Abu Amir dan menjanjikan apa yang diinginkannya. Abu Amirpun tinggal di Negeri Heraclius sembari mengendalikan kaum munafik di Madinah Abu Amir mengirim sebuah surat kepada kaum munafik Madinah. Ia mengabarkan bahwa Heraclius akan memberi apa yang mereka inginkan. Abu Amir memerintahkan kaum munafik untuk membuat markas tempat mereka berkumpul untuk merencanakan aksiaksi jahat mereka kepada kaum muslimin. Kaum Munafik kemudian membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Dhirar. Masjid tersebut dibangun di dekat masjid 8
48
Quba'. Ketika masjid Dhirar telah berdiri, kaum munafik menemui Rasulullah SAW dan meminta beliau untuk Shalat di masjid Dhirar sebagai tanda persetujuan Rasul atas berdirinya masjid tersebut. Mereka berdalih masjid ini didirikan untuk orang-orang yang tidak dapat keluar saat malam sangat dingin. Pada waktu itu Rasul hendak berangkat ke Tabuk, dan beliau mengatakan kepada kaum munafik, "Kami sekarang mau berangkat, Insya Allah nanti setelah pulang". Allah melindungi Rasul untuk tidak shalat di masjid tersebut. Beberapa hari sebelum Rasulullah SAW tiba di Madinah, Jibril turun membawa berita tentang masjid Dhirar yang sengaja dibuat untuk memecah belah kaum muslimin. Rasulullah SAW kemudian mengutus Sahabat untuk menghancurkan masjid tersebut sebelum Rasul tiba di Madinah. Berkenaan dengan Masjid ini turunlah Firman Allah SWT : "Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), dan karena kekafirannya, dan untuk memecah belah orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, 'kami tidak menghendaki selain kebaikan. 'Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selamalamnya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba') sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih." (at-Taubah : 107-108) Dari kisah diatas bisa kita simpulkan bahwa Kaum Munafik telah melakukan perbuatan konspirasi kejahatan untuk memerangi dan memecah belah Rasulullah SAW dan kaum muslimin. karena itu Rasulullah SAW tidak membiarkan tindakan ini, dan langsung mengambil tindakan tegas dan keras. Dalam menyikapi makar jahat dan konspirasi kaum munafik yang membahayakan kaum muslimin, kita sebagai umat islam harus tegas tanpa kompromi dalam menghancurkan setiap perangkat jahat dan tipu daya yang mereka bangun. Orang-orang munafik senantiasa bersujud di telapak kaki penjajah asing, orang-orang kafir, untuk membantu mereka memerangi umat muslim. Tetapi, ketika bertemu kaum muslimin, mereka bersikap seperti saudara, yang sama-sama mengagungkan agama islam. Tetapi
49
i.
Berusaha untuk menimbulkan kemadharatan bagi umat, bukan kemaslahatan ii. Menyebarluaskan faham-faham kekufuran dan pengingkaran kebenaran dari Allah iii. Memecah belah persatuan umat Islam iv. Bersandar pada kekuatan asing yang anti Islam untuk memerangi Allah dan Rasul-Nya. Santri hendaknya mewaspadai menjamurnya lembaga-lembaga dhirar di masyarakat. d. Taqwa adalah bekal terbaik, karakter terkuat, perilaku tertinggi. Taqwa berarti memelihara diri dari murka dan siksa Allah, taqwa berarti senantiasa merasakan kehadiran dan pengawasan Allah, taqwa berarti berhati-hati menjaga diri jangan sampai terperosok dalam kubangan larangan Allah. Taqwa berarti mengimplementasikan ajaran Allah dalam kehidupan nyata serta menjauhi segala larangan-Nya, taqwa berarti keterikatan pada nilai-nilai luhur syari’ah Islam. bila ada kesempatan, mereka akan menusuk kaum muslimin dari belakang. Selain itu, tindakan Rasulullah SAW terhadap masjid Dhirar menujukkan perlunya menghancurkan tempat-tempat kemaksiatan, tempat yang tidak diridhai Allah SWT, tempat yang dapat membahayakan kehidupan dan kemashalahatan umat islam, sekalipun tempat tersebut disembunyikan dan disampuli dengan berbagai kebaikan sosial. Tempat-tempat kemaksiatan yang menggelar dosa secara terang-terangan yang membawa banyak mudharat sudah seharusnya ditutup. Kita sebagai umat islam sudah seharusnya juga bersatu dan sama-sama berkontribusi dalam mengupayakan penutupan tempattempat yang dapat membuat Allah murka. Saatnya bergerak dan bersatu bersama-sama sebagai satu kesatuan Umat muslim yang peduli peradaban yang bersih. Sumber: Buku Sirah Nabawiyah Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan AlButhy
50
e. Bagaimana kita menyikapi hidup: i. Semua yang ada di dunia ini adalah drama dan Allah yang menjadi sutradaranya ii. Jangan kaget dengan sesuatu yang ‘akan’, ‘sedang dan yang ‘telah’ terjadi karena Allah-lah yang menulis skenarionya iii. Jangan su’uddzan dengan skenario Allah, di balik segala sesuatu yang kita alami, ada hikmah dari Allah yang sangat luar biasa. iv. Allah sangat mengetahui apa yang ada di depan dan apa yang ada di belakang, tugas kita adalah memilih sesuatu yang baik bagi kita sesuai dengan keterangan Qur’an dan Hadits, dan membuang jauhjauh segala sesuatu yang tidak baik bagi kita sesuai dengan keterangan Qur’an dan Hadits. v. Dari setiap apa yang kita kerjakan, ada balasannya. Allah yang Maha Adil sangat tahu bagaimana harus membalas perbuatan kita (dikutip dari nasehat K.H. Hasan Abdullah Sahal)
51
AYAT KE-12 BERNIAGA DENGAN ALLAH
ۡ َ ْح ْح ُ َ َ ۡ ُۡ َ َ َ ٱش ُنف َس ُه ۡم َاأ َ ۡن َوّ َ ُهم اأ َ ْحن ّ َ ُهم ْتى نِ ٱّمؤ ِننِني أ ۞ لِن ٱلل ِ َ ُ َ ۡ ُ َ َ ُ ُ ۡ َ َ ْح َ ُ َ ُ َ ۡ َ ْح ِۡ لنۖۡ َا َۡدا ََلَم َ مل ٱللِ فمقتللن ايقتل ِ ِ ٱِلنة يٰتِللن ِِف سي َ ۡ َ َ ۡ ْح َ َّ ُۡ ْح َن ٱۡل ا ة ى ر ل ٱِل ِف ل ق ي ِ ان َا َن ۡ أ ۡاَف ا ِ َع ۡه ِد ِۦ نِ َ ٱلل ِ ِۚ ِ ََ َۡ مل َاٱلق ِ ِ ِ ِ ْح ْ ُ َۡ ۡ َ َۡ ُ َ َ ُ ِشاا اِيَ ۡمعِك ُم ٱَّلِي اَ َلَ ۡع ُتم ا ِ ِۦ َاذّ ِ َ ه َل ٱلف ۡل ُز ِ فٱستي ُ ۡٱل َع ِظ ١١١ مم Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; Lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (at-Taubah: 111) 9
9
Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah at-Taubah ayat: 111, yang artinya sebagai berikut : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”
52
Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orangorang mu’min diri dan harta mereka dengan surga untuk mereka?” “Ya, benar, anak muda” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga.” Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur. Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak: ”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . .” Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada Ainul Mardiyah.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasanperhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . .” “Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu” Beberapa kali aku sampai pada tamantaman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah. Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan
53
َۡ َ ْح َ َ َٓ ۡ ُ َۡ ُ ٱللِ َا ْح ٱلل لت ِ ۞ َا ِن َ ٱنلْح ِ ِشي نف َس ٱاتِغل ََ م َۡض ِ لس ن ي ۡ ُۢ ٢٠٧ َِر َُاف اِٱلعِ َهلد
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (al-Baqarah: 207)
Refleksi a. Bertransaksi dengan Allah; kita sebagai penjual dan Allah sebagai pembeli. Kita menjual apa yang dikaruniakan dan dipinjamkan Allah kepada kita berupa harta, tenaga, pemikiran, hingga nyawa (bondo, bahu, pikir lek perlu sak nyawane pisan) dan mendapatkan harga yang paling tinggi dari Allah, yakni surga. Tidak ada perniagaan yang lebih menguntungkan dari ini, karena itu semestinya kita bersuka cita atas karunia ini. b. Perjuangan hidup di Pondok hakekatnya merupakan transaksi dengan Allah, dan dijamin tidak akan pernah merugi karena balasannya surga. Maka jangan setengahmemanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . …” Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.” Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”. Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari jasadnya untuk meninggalkan dunianya. ( Irsyadul Ibad ).
54
setengah dalam berjuang, harus total, all out, beh-behan. Itulah rahasia kemajuan pondok. c. Orang yang menjual dirinya kepada Allah adalah orang yang mempersembahkan kehidupan pribadinya untuk memperjuangkan nilai-nilai kebenaran yang abadi, yang dicari hanya mardhatillah (keridhaan Allah), maka dia bisa fokus menyibukkan diri untuk beramal shaleh, berjuang dan berkurban dengan penuh keikhlasan. Tetapi tidak berarti dia enggan berikhtiar untuk mendapatkan kehidupan dunia yang baik, hanya saja dia tidak bisa didekte dan dikendalikan oleh dunia, karena kehidupannya sudah digadaikan di jalan Allah. d. Teladan nyata telah diberikan oleh para pendiri – perintis pondok Gontor diikuti oleh guru-guru senior yang mendahului kita menghadap Allah ataupun yang masih berjuang bersama kita hingga saat ini. Beliau para pendiri (rahimahumullah) setelah berpuluh tahun berhasil merintis dan memajukan pondok mewakafkan semua aset pondok, tanah kering dan basah yang berasal dari warisan orang tua mereka, gedung dan sarana yang dibangun dengan dana dan keringat mereka, termasuk yang lebih penting jiwa, nilai-nilai, prinsip-prinsip, sistem, program hingga materi pelajaran, semuanya diserahkan untuk perjuangan umat. Demikian pula para guru mewakafkan hidup mereka untuk mendidik santri dan memajukan pondok i’laan likalimatillah. f. Menjual diri kita kepada Allah, itulah jalan hidup para kader Pondok.
55
AYAT KE-13 KYAI SANTRI DAN PONDOK
َ ُ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ْح ّ ِ لن َربْح ُهم ا ِ ۡٱل َغ َدا ِ َا ۡٱل َع ش َ۞ اٱح ِۡب نفس َ نع ٱَّلِي يد ِ َ ُ ُ َ ان َا ۡج َه ُ ۥ َا َ َ َت ۡع ُد َع ۡم َن َ يد ز ُ َُلك َع ۡن ُه ۡم ت َ ۡ ين َة ِ ٱْل َمل ي َِيد ۡۖ ِ ِ َ َۡ َۡ ۡ َ َ ُ َ ۡ ْك َ ۡ َ ْح ٱلن َملۖۡ َا َ ت ِط ۡع َن ۡ أغفل َنل ول َه ُ ۥ ََ ذِك َِنل َاٱت َه َع ه َلى ُ َاَكن ُ ُُ َۡ ُ ٢٨ أمَ ۥ فَطل Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (al-Kahfi: 28)
ُ َ ۡ ّ ٞ ُ َ ۡ ُ َٓ َ ۡ ََ ُ ۡيز ََلَ ۡم ِ َنل ََن ِ ْكتم ٌ ك ۡم ََز س ِ ۞ لقد جلَكم رسل ِن أنف ِ ٞ ُ َۡ َ ٌ َ َ ِ كم اٱّ ۡ ُم ۡؤ ِنن ٞ ي ١٢٨ مم ي َِيص َلم ِ ني َر َُاف ْحر ِ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (atTaubah: 128)
56
Refleksi a. Allah sangat menghargai dan memuliakan para shahabat yang tekun beribadah, berdo’a pagi dan petang dan hati mereka dipenuhi keimanan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam pandangan Allah mereka jauh lebih berharga dan lebih mulia dari pada tokoh-tokoh musyrikin yang congkak dan sombong karena enggan duduk bersama sahabat Rasul dari kalangan bawah. Nabi mendapat pesan khusus dari Allah agar tetap sabar membimbing sahabat. Ketulusan mereka dalam beribadah menjadi sebab tercurahnya berkah dan rahmah dari Allah. (al-Kahfi: 28) b. Dalam kehidupan pesantren; perilaku para shahabat inilah yang diperankan oleh para santri yang tekun beribadah thalabul ilmi, yang meninggalkan kesenangan hura-hura masa muda untuk bertekun menuntut ilmu, meninggalkan kenyamanan dengan orang tua mereka dan iming-iming kehidupan hedonis dunia, maka sungguh; mendidik, mendampingi, mengawal, melindungi, menyantuni dan membina mereka adalah tugas mulia. Itulah tugas para pendidik, pengasuh pesantren yang harus memberikan perhatian, waktu, fikiran dan tenaganya secara penuh kepada mereka. c. Pondok, para santri dan guru serta kehidupan di dalamnya dengan beraneka warna dinamikanya adalah sesuatu yang mahal dan berharga. Inilah yang harus ditekuni, dan jangan sampai terlena, terpikat dengan hal-hal di luar pondok yang seolah-olah gemerlap (padahal tidak semua yang gemerlap itu emas). Membina dan menekuni pondok menjadi harga mati bagi para pengasuh, agar pondok maju. Menjadi kyai santri adalah model kepemimpinan Gontor, bukan kyai podium atau lainnya. d. Sifat-sifat utama yang dimiliki Rasulullah seperti di gambarkan dalam ayat ini (at-Taubah: 128) adalah juga merupakan watak dasar yang dimiliki oleh pendidik di Pondok. 57
i.
Min anfusikum (merakyat) para pengasuh dan guru selalu “ngeloni” santrinya, membimbing dan menyertai mereka dalam berbagai kegiatan. Dengan meneladani nabi, seorang pendidik harus mempunyai sifat-sifat keutamaan berupa kejujuran, amanah, kecerdasan dan kebersihan pribadi seperti sifat-sifat utama nabi yang dikenal masyarakatnya sejak beliau muda. b. ‘azizun ‘alaikum (peka terhadap penderitaan dan kesulitan umat), pendidik selalu mencari kemaslahatan untuk para santri mulai dari makan, minum, mck, asrama, kelas, fasilitas olahraga, kesenian, ketrampilan dll, yang mereka fikirkan hal-hal apa yang yang langsung kembali kepada kemaslahatan santri. c. Harishun ‘alaikum (tamak akan kebaikan dan keselamatan umat), pendidik juga selalu berfikir dan mengupayakan hal-hal yang membuat santri maju, pandai serta berprestasi, dalam hal ini pendidik akan selalu kreatif dan dinamis. d. Bil mukminina ra’ufurrahim (belas kasihan kepada orang yang beriman), karakter pendidik yang sangat mencintai dan menyayangi para santrinya, seperti mereka menyayangi anak-anak mereka sendiri. Tidak membebani mereka melebihi kemampuan manusiawi, tidak menuntut dari mereka hal-hal yang tidak mampu mereka lakukan.
58
AYAT KE-14 PEKERJAAN YANG BERKUALITAS
ْح َ َ َ َ ْح ُّ ََ َ ُ َ ُ ۡ ُۡ َ ٌ َشَ وَ ِد ۡ َ ك ٱَّلِي١ َي لَع ل ه ا َ ل م ّٱ د م ب ِي ٱَّل ۞ تبَك ِ ِ ِ ِ َ َ ُ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َ ۡ ُ َ ُ ۡ ْك ُ ك ۡم أ ۡي َس ُ َع َمال َا ُه َل ۡٱل َعز يز خلق ٱّملت اٱْلمل ِِلهللكم أي ِ ُ ۡٱل َغ ُف ٢ لر Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (al-Mulk: 1-2) Refleksi a. Allah yang Maha Suci dan kebaikan-Nya senantiasa bertambah melimpah, pada prinsipnya Allah menciptakan manusia dan alam semesta untuk kebahagiaan dan kesejahteraan mereka. Karena itu karunia-Nya tidak terputus, memberi banyak sebelum diminta dan menyediakan segala apa yang menjadi kebutuhan bagi kita. Allah hanya meminta dari kita satu hal “taat beribadah kepada-Nya” karena itulah satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri kita, menjaga nikmat-Nya dan mendapatkan kebahagiaan hakiki kita. Dan salah satu karunia besar Allah adalah “kematian dan kehidupan” sebagai ujian siapa diantara kita yang paling baik amalnya, apapun dan siapapun kita semuanya adalah ujian dan cobaan. (al-Mulk: 1-2) 59
b. Hidup untuk berprestasi, melakukan yang terbaik. Hidup sebagai ujian siapa yang paling baik amalnya, bukan paling banyak amalnya. Hidup sekali hiduplah yang berarti. Kalau tidak bisa lebih baik dan lebih berprestasi dari yang terdahulu, apa gunanya? Lebih baik mereka tidak usah mati dan kita tidak usah lahir. i. Kita harus bercita-cita untuk menjadi lebih baik, tetapi jangan merasa lebih baik. Waspadai penyakit JUBURIYAH (ujub, takabbur, riya’ dan sum’ah)
ْ َ ْ ُ ٌ ُْ َ َْ ل ُ ج لب ْح ِ ِ اَّ ُج ِل ا ِ َنفسِ ِ عن َلان ض ْع ِف عقل ِ
Keta’ajuban seseorang pada dirinya adalah tanda kelemahan akalnya ii. Kita harus berjiwa besar, bukan besar mulut dan besar kepala. iii. Buka mata, buka telinga, buka fikiran dan buka hati untuk bisa maju iv. Jangan sampai hidup tanpa prestasi dan keunggulan, masing-masing santri harus mempunyai kebanggaan tetapi bukan untuk dibangga-banggakan. c. Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup dan takut hidup, mati saja. Hidup adalah aqidah (prinsip kepercayaan) dan perjuangan, maka barang siapa yang dalam hidupnya enggan menunaikan kewajibannya terhadap agama dan bangsanya, karena takut capek dan mati, maka dia tidak berhak untuk hidup, karena kematian pasti akan datang, tidak bisa dihindarkan, namun jiwa yang mulia tidak akan pernah mati. d. Hidup mulia dan (atau) kelak mati syahid, rasa kematian untuk urusan yang hina dan untuk memperjuangkan urusan yang mulia sama saja, karena itu jangan sampai mati kecuali kita berislam, kecuali kita dalam perjuangan menegakkan kalimah-Nya.
60
AYAT KE-15 PRODUKTIVITAS TINGGI
ۡ َ َ ۡ َ َ َ ْح ُ ۡ َ ُ ْح َ ُ ُ َ ۡ َ۞ ي َ ٢٩ ِض ۚ ك يل ٍم هل ِِف شأن ِ سل ۥ ن ِِف ٱّسمو ِۚ ِ ت اٱۡل Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (ar-Rahman: 29)
َ َ َ َ ُ َ ۡ َ ّٞ ُ ۡ ُ ۡ َ َ ُ ۡ َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ َ َ ْك َ لِكت ِ ِۦ فَبكم أَلم اِم هل أهدى ِ ول ك َعمل لَع ش ٨٤ َسيِمال
Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (al-Isra’: 84)
َ ۡ َ َ َّ َ ۡ ٱنص َ َت ف َ ۞ فَإ َذا فَ ََ ۡغ ٨ ٱرغب ِإَوَل ربِ َ ف٧ ب ِ
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (alInsyirah: 7-8)
ْ ُ ُّ َ َ ُ َ َ َ َ ِك َد َر ٞ ج ١٣٢ ت ّم ْحِمل ََ ِمللا َا َنل َر ْكب َ اِغفِ ٍل ع ْحمل ََ ۡع َمللن ۞ال
Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (al-An’am: 132)
61
َ ۡ َُ ۡ ۡ ُ ُ ُ َ َ ۡ ُ َ َ َ ُ ْح َ َ ٱع َملُلا ْ فَ َس ريى ٱلل عملكم ارس ۞ او ِل ۡۖولِهۥ َاٱّ ُمؤن ُِنولن َ َ َ ُ َ ْك ُ ُ ّ َ ُ َ ِ َ َ َ ْح ُ كم ا َمول ُك ۡ ان ل ََل َعل ِ ِم ۡٱل َغ نوت ۡم وئ ه ن م ف د وه ُّٱ ا وب م ِ اسْتد ِ ِ ِ َ ُ َ ١٠٥ ت ۡع َمللن Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (at-Taubah: 105) Refleksi a. Allah Senantiasa dalam Keadaan Menciptakan, Menghidupkan, Mematikan, Memelihara, Memberi rezki dan lain lain (ar-Rahman: 29). Prinsip ini yang diterapkan di Pondok, Pondok selalu penuh dengan kegiatan, dinamika dan kesibukan, tidak pernah tidur selama-lamanya, (alma’hadu la yanamu abadan), pekerjaan seseorang akan habis disaat habis umurnya (Tantahi hayatul mar'i yauma yantahi 'amaluhu), selalu saja ada yang beraktivitas, bahkan ketika larut malam dimana mayoritas penghuni pondok tertidur lelap masih ada yang bangun malam untuk belajar, nderes al-Qur’an atau shalat tahajjud, minimal ada yang tetap bangun untuk menjaga pondok. b. Semua mempunyai tugas, kewajiban dan pekerjaan yang berbeda-beda, semua mempunyai kesibukan, meski berbeda-beda namun tetap menuju satu tujuan, memperjuangkan kemajuan Pondok. (al-Isra’: 84). Di pondok tidak ada kegiatan yang hanya membuang waktu seperti catur, main kartu, karambol dll) “Yang sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna, sama dengan pengangguran” . Katanya belajar main catur = belajar setrategi, politik dll. Buktinya tidak ada ahli catur yang menjadi ahli setrategi, jendral apalagi presiden. 62
c. Jangan ada kekosongan, apalagi kosong hati dari iman, kosong otak dari ilmu. Pondok tidak boleh kosong, terlebih kosong dari ruh dan jiwa, kalau pesantren kosong dari ruh akan menjadi pesantren jerangkong. Karena kekosongan adalah mafsadah. Kemungkaran merajalela karena banyak kekosongan, aliran sesat (JIL, Syi’ah, LDII, Ahmadiyah dll) berkembang karena kekosongan, kekosongan hati dari aqidah yang benar, kekosongan dari gerakan dakwah yang efektif. Jangan mengisi kekosongan dengan hal-hal yang kosong (tidak berisi, tidak berguna), penyakit kekosongan adalah: hp, PS, Internet, TV, VCD, Film, game dll. d. Apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat, apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah. Ini juga menggambarkan aktivitas pesantren yang tidak pernah berhenti, ibarat jantung yang selalu berdetak memompa darah ke seluruh tubuh dan ibarat paru-paru yang selalu bernafas. Arrahatu fi tabadulil a’mal (istirahat itu ada pada perpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain). Itulah kehidupan pondok. (alInsyirah: 7-8) e. Masing-masing akan mendapatkan ketinggian kedudukan sesuai dengan pilihan serta kualitas amal perbuatannya, maka beramal harus selektif dan cerdas serta profesional. (al-An’am: 32) g. Prinsipnya adalah bekerja, beramal dan berbuat terlebih dahulu, baru akan ada respon, perhatian, simpati dan dukungan baik dari Allah maupun sesama orang yang beriman, simpati dan dukungan yang akan kita terima sesuai dengan kualitas dan manfaat pekerjaan yang kita lakukan. Dalam kontek pondok, sering orang membantu pondok karena percaya dengan pondok bahwa apa yang mereka perbantukan akan tersalurkan dengan baik dan benar, karena Gontor maju maka kemudian orang suka membantu, bukan dibantu baru maju, apalagi yang sudah dibantu namun tidak kunjung maju juga. (at-Taubah: 105) 63
h. Berfikir dengan logika yang benar dalam melihat kemajuan pondok. Bahwa pada mulanya ada ilham, hidayah dan bimbingan dari Allah kepada para pendiri pondok sehingga menumbuhkan keterpanggilan dan idealisme, keterpanggilan melahirkan kemauan keras, kemauan keras melahirkan kerja keras, kerja keras melahirkan kualitas, kualitas melahirkan kepercayaan, kepercayaan melahirkan kuantitas santri dan datanglah fasilitas (dana melimpah). Jangan membalik logika dengan mengedepankan fasilitas serta sarana untuk menggapai kemajuan.
64
AYAT KE-16 MEMBERI MANFAAT
َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ٓ َ ٓ َ َ َ َ َ ْح ۞ أنز ِن ٱّسملَِ نلَ فسللت أادِيُۢة اِقدرِهل فٱيتمل َٓ ۡ َ َ ُ ۡ ْح ۡي ۡل َمة أَا َۡ َ َ ُ ُ ٍ ِ ََ ٱّسمل زبدا ْحرابِملۖۡ َام ْحِمل يلو ِدان َلم ِ ِِف ٱنلْحلرِ ٱاتِغل ُٱّزبَد ُ د ّن ِۡثلُ ُ ۥ َك َذّ َِ َ يَ ۡۡض ُب ْحٞ ََن َتع َزب ٱْل ْحق َا ۡٱل َب ِط َل فَأ َ ْحنل ْح َ ۡ ٱلل ِ َ ۡ َ ُ َ َ ُ ۡ َ َ َ َ ۡ َ ُ ُ َ ٓ َ َ ْح َ َ َ ُ ْح َ َ ِ ِّض ۚ كذ ِۚ ِ فمذهب جفلَ ۖۡ اأنل نل ينفع ٱنللس فممرث ِِف ٱۡل َ َ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ ُ ْح ١٧ ۡضب ٱلل ٱۡلنثل ِ ي
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (ar-Ra’d: 17) Refleksi a. Allah mengumpamakan kebenaran dan kebathilan dengan air dan buih atau dengan logam saat dipanaskan dan buihnya. Kebenaran sama dengan air atau logam murni, kebathilan sama dengan buih air atau kotoran logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia. 65
Kebenaran akan menang meskipun kebatilan sering mendominasi dan menutup-nutupi kebenaran. Dan sudah menjadi sunnatullah bahwa selama ada kehidupan akan tetap ada pertentangan antara yang haq dan yang bathil, syetan akan diberi tenggang waktu hidup untuk menggoda dan menyesatkan manusia (sebagai cobaan) hingga hari kiamat, akan tetap ada gerakan “wa lan tardha ....”, “wala yazaluna yuqatilunakum...”. b. Setiap hati manusia mempunyai kapasitas yang berbeda dalam menampung ilmu, hikmah dan kebaikan, semua juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan diri dalam menyerap dan menghayatinya. Keyakinan yang masuk ke dalam hati akan tetap teguh bertahan, sementara itu keraguan dalam menerima kebenaran akan mudah sirna tak membekas, seperti itu pula kita dalam menerima kebenaran, hikmah dan ilmu pengetahuan. c. Ayat ini juga menegaskan bahwa yang memberikan manfaat bagi kehidupan akan tetap bertahan (wa amama ma yanfa’unnas fayamkutsu fil ardl), inilah salah satu rahasia perkembangan dan kemajuan Gontor “Terus Memberi Manfaat” sehingga dibutuhkan dan dicari manusia, semakin dirasa umat manfaat pendidikan Gontor ini, maka akan semakin besar kepercayaan, dukungan dan simpati umat kepada Gontor. Demikian pula kepada seluruh guru dan santri, Gontor menanamkan prinsip “Sebaik-baik manusia adalah yang paling berguna/bermanfaat bagi manusia lainnya”, bobot kaliberitasmu sesuai dengan manfaat yang bisa kamu berikan, jangan hanya memanfaatkan sebagaimana juga jangan mau dimanfaatkan orang lain. d. Wujud manfaat yang bisa kita tinggalkan dan bernilai abadi adalah amal shaleh kita semuanya.
66
AYAT KE-17 AKHIRAT ORIENTED
َ َۡ ُ ُ َ َ َ َ َ ُ َ خ ََ ِ نَز ۡد ِهۥ ِِف َي َۡث ِ ِۖۡۦ َا َن َكن ٱٓأۡل ث َ۞ ن َكن ي َِيد ي ِ ِ َ َۡ ُ ُ ْح ث ْك ُ َ ٱل ۡن َمل نُ ۡؤت ِ ِۦ ن ِۡن َهل َا َنل َخ ِ مب ص ن ن ِ َ ٱٓأۡل ِف ۥ ِه َي َِيد ي ِ ِ ِ ٍ ٢٠ Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat. (as-Syura: 20)
ٓ ََ ُ َُ۞ ْحن ََك َن ي َ يد ۡٱل َعلجلَ َة ََ ْحجلۡ َنل َ ُِهۥ ف ِمهل َنل نُل َُ ّ َِم ِ ِ َ ۡ َ ۡ ُ َا َن١٨ ث ْحم َج َعل َنل ُِهۥ َج َه ْحن َم يَ ۡصلى َهل َنذ ُملنل ْحن ۡد ُيلرو َ َٰٓ َ ْ ُ َ ٞ ۡ ُ َ ُ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ََك َن َس ۡع ُمهم ِ ٱٓأۡل ِ خَ اسِع ّهل سعمهل اهل مؤ ِن فأالئ ٓ َ ُ َٰٓ َ َ ٓ َ ُ َٰٓ َ ُ ّ ْك ْك ٓ َ ُ ۡ َ َٰٓؤ ََِ نِ ۡ ع َطلَِ َر ّب ِ َ َا َنل ّلَك ن ِمد َٰٓؤ ََِ ا١٩ ْحنُرلرو ََ ۡ ُ َ َ َ ْح ٓ َ َ َ َُۡ َ َ ٱنظ َۡ ك ۡمف فضل َنل َب ۡعض ُه ۡم لَع٢٠ َكن ع َطل َُ َر ّبِ َ َمظلرا َۡ َُ ۡ ََ َ َُ ۡ َ َُ ََ َ َۡ َ ٢١ ضمال ِ ض الٓأۡل ِ خَ أكۡب درجت اأكۡب تف ِۚ بع ُ َنْك يد ِ َ ََ ۡ أراد
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki 67
bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. Kepada masing-masing golongan, baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari Kemurahan Tuhanmu. Dan Kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain), dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. (al-Isra’: 1821)
َ َ َ َ َ ََ ََ َ َ َ َٓ ٱلل ْح ُ َ ْح َ َ ِن صمه ۞ َا ۡٱب َتغِ فِممل َاتى ِ ٱل َار ٱٓأۡل ِ خَ ۖۡ ا َ تنس ن ۡ ْك َ َ َ َ ُ َ َ ٓ َ ۡ َ َ ْح َ َۡ ۡ َ ٱلل لِِلۡ َ ۖۡ َا َ ت ۡهغِ ٱلف َسلد ِِف س كمل أيس ِ ٱلن َملۖۡ َاأي َۡ ۡ ۡ ْح ْح َ َ ُ ْك ٧٧ َ س ِدي ِ ِ ب ٱّ ُمف ِِض ۚ لِن ٱلل َ َي ِۖ ٱۡل
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash: 77) Refleksi a. As-Syura (20) dan al-Isra’ (19) menggambarkan tentang orientasi yang jauh ke depan, orientasi untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat, maka kita akan mendapatkan dunia dan akhirat, bahkan Allah akan menambahkan lagi karuniaNya, sebaliknya mereka yang berorientasi keduniaan hanya akan mendapatkan sebagian darinya, di akhirat merugi dan di dunia hina. Akhirat adalah tujuan hakiki dan dunia hanya 68
b.
c.
d.
e.
hantaran, dunia adalah kebun akhirat, sarana dan jembatan menuju kampung akhirat. Kalau kita memanfaatkan karunia Allah untuk menggapai keberuntungan akhirat maka akan dibantu, dimudahkan, pahala dilipatgandakan, dikuatkan, ditumbuhkan keberkahannya oleh Allah SWT. Satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali libat, infaq di jalan Allah akan digandakan pahalanya menjadi tujuratus kali lipat, ilmu yang diajarkan akan bertambah lengket dan berkembang itulah arti “Kami tambahkan kepadanya....”, sebaliknya yang hanya digunakan untuk dunia justru mengurangi dan menggerogoti. Yang harus menjadi tujuan utama dalam kehidupan adalah keselamatan dan kebahagiaan di kampung akhirat, segenap kekuatan dikerahkan untuk memperjuangkan orientasi ini, namun hal itu tidak boleh melupakan perjuangan hidup di dunia (wala tansa nashibaka minaddunya), untuk dunia sekedar “jangan engkau lupakan”, bukan orientasi utama kehidupan. Jadilah anak-anak akhirat yang menjual dunia untuk membeli akhirat, karena hakekat kehidupan adalah di akhirat. Jangan mengorbankan kesempatan hidup yang mahal hanya untuk kesementaraan dunia, tetapi jadikanlah ia modal meraih keuntungan kebahagiaan abadi di akhirat. Manfaatkanlah nikmat karunia Allah berupa umur, kesempatan, kesehatan, harta benda, ilmu dll untuk beribadah, beramal shaleh, membuat jariyah agar panen raya di akhirat kelak. Jangan hanya menikmati karunia Allah untuk selera nafsu, terlebih melalaikan dari ibadah dan bersyukur kepada pemberi nikmat. Senantiasa berbuat baik kepada sesama dan jangan melakukan kerusakan di dunia dengan kufur nikmat, menggunakan nikmat sebagai sarana maksiat, takabbur dll. Pelajaran hidup yang didapatkan santri selama belajar di pesantren sangat banyak dan semua sangat bernilai dan berharga: wawasan yang luas berupa tsaqafah islamiyah 69
dan umum secara seimbang, bahasa Arab dan Inggris sebagai jendela dunia dan ilmu pengetahuan, kecakapan berorganisasi, pramuka, bermasyarakat, berbagai macam ketrampilan, kesenian, olahraga, tazkiyatunnafsi dll masih sangat banyak lagi yang belum disebutkan, tetapi yang paling istimewa adalah mereka dibekali dengan orientasi kehidupan yang benar, mereka diberi falsafah kehidupan, untuk apa hidup, bagaimana hidup, apa yang harus diperjuangankan dalam hidup, itulah bekal utama yang diberikan pondok kepada para santrinya.
70
AYAT KE-18 KARAKTER UMMAT MUHAMMAD SAW
ُ ۡ َ َ ُ ٓ ْح ُ ُ ْح َ ْح َ َ َ ُ ٓ َ ْحٞ ْك َ ْح َ َ ر ْحفلر ُر َُٓنمل ۞ َممد رسل ٱللِ اٱَّلِي نع ۥ أ ِشداَ لَع ٱل ِ ْح ۡ ۡ َ َ ُ َ ْح ۡۖاَ ۡي َن ُه ۡمۖۡ ت ََى ُه ۡم ُركعل ُس ْحجدا يَيۡ َتغلن فضال ّ ِن َ ٱللِ َارِض َونل ُ َ َ َ َ ُ ّ ۡ َ َ ْك ُ َ ُ ۡ َ ۡ ْح ِِۚممله ۡم ِِف ُا ُجلهِ ِهم ِن أث َِ ٱّسجلدِ ِۚ ذّ ِ َ نثلهم ِِف ٱِللرىة ِس َ ۡ َ ََۡ ۡ َ ََُ ََ َُ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َا َن َثلُ ُه ٱس َتغلظ مل ك َز ۡر ٍع أخَج شط ۥ فلزر ۥ ف َن ٱۡل ِف م ِ ِ ِ ِ ََ ََ ۡ َ ۡ ُ ْح َ َ َ ُ لَع ُسلو ِ ِۦ َُ ۡعج ٱّز ْح َ مظ اه ُم ٱلرف ب ْك لر ۗۡ َا ََ َد غ ِل اع ر فٱستلى ِ ِ ِ ِِ َۡ َ ْح ُ ْح ۡ َ َ ُ ْ َ ُ ْ ْح ت ن ِۡن ُهم ْحنغفِ ََ اأجَا ِ ٱلل ٱَّلِي َ ََاننلا َاَ ِمللا ٱلصلِح َ ََ ِظ ٢٩ ممۢا Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tandatanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang 71
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath: 29) Refleksi a. Sifat-sifat shahabat nabi dan umat Islam: i. Tegas dan keras terhadap orang kafir, lemah lembut dan kasih sayang sesama mereka. ii. Banyak beribadah dan beramal shaleh bersama-sama. iii. Senantiasa ikhlas beramal semata-mata untuk mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya iv. Air muka mereka bersih akibat wudhu dan sujud/shalat. Orang yang selalu memelihara “sarair” saat kesendiriannya maka Allah akan memperbaiki lahiriahnya ketika bersama orang banyak. b. Hal ini selaras dengan firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui”. (al-Maidah: 54) c. Mereka adalah tunas-tunas umat yang tumbuh, tegak lurus berpegang teguh pada syariah, menjadi penguat dan pembela ajaran nabi yang membuat para penanamnya (penyemai) ta’ajjub sekaligus mendongkolkan hati orangorang kafir. Mereka generasi yang dijanjikan kemenangan oleh Allah. d. Inilah generasi yang dididik di Gontor, generasi rabbany. Mempunyai shibghah yang jelas, keberpihakan yang jelas (kepada kebenaran), visi yang jelas, misi yang jelas, orientasi kehidupan yang jelas, perjuangan yang jelas, pandangan 72
hidup yang jelas, jalan hidup yang jelas dan pola hidup yang jelas. Mereka beraktivitas beramai-ramai : beribadah, belajar, berolahraga, berkesenian, berlatih ketrampilan, berorganisasi, berpramuka, berlomba di berbagai kegiatan, hingga bercanda secara fair dan sehat, yang semua itu mereka lakukan demi menggapai ridha Allah dan karuniaNya. Pemandangan yang indah, menyaksikan mereka menumbuhkan optimisme dalam jiwa akan masa depan Islam yang cerah, sebaliknya menciutkan nyali orang-orang kafir yang membenci Islam. e. Jangan menjadi pengecut saat menghadapi musuh dan hanya berani dengan sesama kawan. Ayat ini juga mengajarkan pentingnya kebersamaan dalam segala hal serta menyamakan tujuan dalam perjuangan “Mengapai karunia dan ridha Allah”.
73
AYAT KE-19 MEMBELA (AGAMA) ALLAH
ْ ٓ ُ َ َ َ َ َ ْك َ ْح ُ ۡ ُ َ َ َ ُ ُ ْ ْح ۡك ۡم َايُثَ ّهت َٰٓ ۞ يأَهل ٱَّلِي َاننلا لِن تنِصاا ٱلل ينِص ِ ُ َ َ َۡ ۡ ٧ أودانكم Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Muhammad:7)
َ َ ُ ٓ َ لَِل و ۡل ِم ِه ۡم ف َجل َُاهم ُ ۡ ََا ََك َن َي ًّقل ََلَ ۡم َنل ن ِص
ۡ َ ََ َ َ ۞ َالق ۡد أ ۡر َسل َنل ِن ق ۡهلِ َ ُر ُسال ۡ ْ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ َ ْح َ ٱَّلَ ّم ت فٱنتقمنل نِ ٱَّلِي أجَم ۖۡلا ن ِ ِ ِا َ ِ ٱّ ۡ ُم ۡؤ ِنن ٤٧ ني
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa, dan Kami selalu berkewajiban menolong orangorang yang beriman. (ar-Rum: 47) Refleksi a. Orang-orang beriman yang membela agama Allah dan nabiNya, pasti akan dibela Allah menghadapi musuh-musuh mereka, serta meneguhkan kedudukan mereka, baik saat berjuang, maupun dalam kehidupan sehari-hari hingga kelak ketika melewati shirath di hari kiamat. Allah memberi 74
b.
c.
d.
e.
f.
kepada kita satu syarat (membela agama-Nya) dan Dia memberikan janji kepada kita dengan dua balasan (pembelaan dan keteguhan kedudukan). Allah pasti akan menolong orang-orang yang beriman yang membela agama-Nya, namun semua itu ada harga yang harus dibayar, ada syarat yang harus dipenuhi; membela agama Allah. Pertolongan Allah tidak datang cuma-cuma (gratis) Meskipun sering terasa seolah-olah pertolongan Allah datang lambat, sementara itu kondisi sudah semakin mendesak, tetap harus optimis, pertolongan Allah pasti datang dan itu sangat dekat karena Allah sudah berjanji : “Adalah pasti dan hak bagi-Nya untuk menolongan orangorang yang beriman”. Jangan pernah putus asa dan menyerah. Kalau kita sudah yakin bahwa pertolongan Allah pasti datang untuk orang-orang yang beriman, maka tugas kita adalah meningkatkan kualitas keimanan dan selalu menjadi pembela kebenaran dimanapun kita berada. Yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana memantaskan diri untuk mendapat pertolongan Allah, diantaranya dengan menjauhi maksiat dan dosa. Karena Allah akan meninggalkan kita karenanya Kyai Haji Imam Zarkasyi sangat tersentuh dengan ayat ini ketika dibacakan oleh seorang khatib (guru) di suatu jum’at setelah peristiwa Persemar (19 Maret 1967), seolah menjadi jaminan akan datangnya pertolongan dari Allah SWT setelah 10 pondok ditimpa cobaan besar. 10
PERSEMAR (PERISTIWA 19 MARET 1967) Paparan Peristiwa Pagi itu, tiba-tiba saja, terjadi keributan yang luar biasa di Pondok Modern Darussalam Gontor. Teriakan kata-kata kotor dan provokatif para santri, ditingkahi dengan pukulan terhadap benda apa saja dari santri yang lain menyentakkan ketenangan pondok. Sejumlah
75
santri bergerombol, mirip demonstrasi liar; beringas, emosional, serta anarkis. Aksi corat-coret vandalis, dengan tulisan agitatif berakhlaq rendah muncul di mana-mana. Teriakan dan peringatan kyai pun tak lagi mereka hiraukan. Setan telah begitu merasuki santri yang paham maupun yang tak paham terhadap apa yang terjadi pada saat itu. Kian siang, kian banyak pesertanya; tak hanya merambah kawasan pondok. Mereka membuat markas di luar pondok, di desa tetangga, sambil menuntun paksa kambing Pak Lurah, kemudian disembelih, untuk pesta pora mereka. Sangat anarkis. Astaghfirullaha al-‘adzim! Dengan nada wajah merah padam, muka marah, serta perasaan yang hancur, para kyai itu menyaksikan ulah para santrinya. Santri yang beliau didik dengan kasih sayang bagai anak kandung pada fajar itu serta merta membenci, mengejek, mencemooh, serta ingin mengusirnya dari pondok yang didirikannya, dan menggantikannya dengan oknum sepaham dan semadzhab. Itulah Peristiwa Sembilan Belas Maret 1967 (Persemar). Tuntutan, Nafsu, dan Ambisi Tuntutan demi tuntutan dilontarkan untuk memojokkkan kyai. Mula-mula hanya mengenai lauk-pauk. Tetapi, setelah soal ini dapat terselesaikan dengan musyawarah, ganti pribadi pengurus dapur dijadikan persoalan. Dari soal pribadi pengurus dapur, pindah ke soal kesejahteraan guru, kemudian ke soal Kepala Administrasi, pindah lagi ke soal Yayasan dan Wakaf; soal pribadi Pimpinan Pondok Modern Gontor (Trimurti); soal pemilihan umum (Politik); pengusiran pembantu-pembantu Pimpinan Pondok Modern Gontor, dan puncaknya adalah rencana mereka mendongkel “TRIMURTI” dan menggantikan mereka dengan Care Taker yang telah mereka siapkan pula. Perbuatan khianat terkutuk itu benar-benar menggunakan cara-cara komunis (yang sudah dikubur) dengan semboyannya: “Het doel heilig de middelen” al-ghayah tubarriru al-wasilah (segala cara boleh ditempuh, asal tujuan tercapai), tanpa mengenal halal-haram, baik-buruk, benar-salah, dan dosa. Para santri pemberontak itu beralasan; “Kan, sudah membayar uang iuran, tetapi kok, hanya mendapat fasilitas sangat minim? Lauk tidak enak, asrama tidak layak.” Ada juga yang mempertanyakan, “Karena telah diwakafkan, berarti, sekarang Pondok ini milik umat, bukan milik Kyai. Bagaimana mungkin, Kyai yang katanya telah mewakafkan pondoknya, masih
76
menempati tanah wakaf untuk pribadi dan keluarganya? Jadi, Kyai pun boleh diturunkan, diganti.” Begitu di antara hasutan mereka. Namun, mereka tidak tahu bahwa dari 1500 orang santri Gontor ketika itu, tidak lebih dari sepertiganya yang membayar iuran, baik uang sekolah, uang asrama maupun uang makan. Kyai dan pondok pun berkorban, dengan tidak menagih tunggakan iuran kepada santri, dan menomboki biaya makan mereka dari saku pribadi dan keluarganya. Akibatnya, fasilitas menjadi sangat minim. Betapa tidak. Iuran dari 500 orang dipergunakan untuk 1500 orang. Jelas tidak memadai. Apalagi, ketika itu, memang, Indonesia sedang dilanda paceklik yang berkepanjangan. Tetapi, para pemberontak itu seolah dibutakan oleh ambisi terkutuknya: menguasai pondok. Sebenarnya, dalam penjelasan Piagam Wakaf sudah tertulis jelas apa saja yang diwakafkan: Yang diserahkan dalam Piagam ini ialah hanya seluruh warisan untuk 3 orang, Trimurti (Pak Sahal, Pak Fananie, Pak Zarkasyi), dan ditambanh dengan pembelianpembeliannya. Bahwa pohon kelapa itu, tanaman Pak Sahal dengan tangannya sendiri, dengan syarat, bahwa hasil pohon itu akan diambil oleh Pak Sahal sampai selesai menyekolahkan anak-anaknya. Rumah Pak Sahal (Pondok Mesir, Sudan, dan PSB), rumah Pak Zarkasyi, Percetakan Trimurti, semua itu tidak termasuk dalam harta benda yang diwakafkan, yang tersebut dalam Piagam Wakaf. Sunnguh aneh, kok mentolo (sampai hati) perbuatan para santri pemberontak itu. Memang, tindakan mereka-mereka itu tidak mungkin terjadi jika tidak ada nafsu hendak menguasa yang didapat dari tiupan-tiupan dan khayalan beracun, sehingga mabuk, lupa akan otak sehatnya, dan tak menghiraukan sama sekali norma-norma hukum agama, hukum ghaib, apalagi adab sopan santun (toto kromo) sebagai santri. Lantas, para pengkhianat itu kian meningkatkan aksinya dengan mengancam siapa saja yang tidak ikut demonstrasi. Kemudian, naik lagi, akan mengganti ideologi pondok “Berdiri di atas dan Untuk Semua Golongan” menjadi “untuk satu golongan saja,” golongan dan madzhab mereka. Ambisi tersebut didukung oleh beberapa tokoh luar pondok yang memang menginginkan PM. Gontor berpihak kepada golongannya. Arogansi Santri Pemberontak Kian Menjadi. Puncaknya, mereka menginginkan para Kyai pendiri pondok turun jabatan, dan keluar dari pondok. Ketika itu, konon, pemberontak
77
sudah menyiapkan penggantinya, seseorang dari kelompok mereka. Sungguh biadab, dan tidak tahu rasa berterima kasih, tidak bersyukur. Sulit mengungkapkan dengan kata-kata akan kesedihan yang dirasakan oleh para Kyai pendiri. Yang sempat terlontar hanya kata-kata; “Penderitaan kami sangat hebat saat itu.” Tentu, sangat beralasan kalimat yang dilontarkan sang Kyai. Anak yang telah dididik dengan penuh kasih sayang, diberi ilmu yang bermanfaat agar dapat berjasa kepada masyarakat, malah membalasnya dengan ambisi dan perbuatan keji. Jelas, itu merupakan pengkhianatan yang terkutuk. Astaghfirullaha al-‘adzim! Na’udzubillahi min dzalik! Ketegaran, Kesabaran, Keikhlasan, dan Kemenangan Hari berikutnya, setelah para tokoh pemberontak dan pengikutnya pinda ke desa sebelah (dengan maksud menyusun strategi), Pak Zarkasyi mengumpulkan santri yang tersisa, yang tidak ikut atau hanya ikut-ikutan serta masih taat, di Balai Pertemuan Pondok Modern (BPPM). Apa yang Pak Zar lakukan? Mengajari mereka bahasa Arab. Benar saja, rupanya Allah selalu menolong para Kyai Gontor itu. Ketegaran, kesabaran, dan keikhlasan beliau membawanya ke arah kemenangan. Pak Sahal dan Pak Zar begitu tegar, berwibawa, gagah. Puncak ketegaran itu adalah keputusan kedua beliau memulangkan semua santri sebanyak 1500-an orang lebih, tak tersisa. Sebelumnya, para santri yang masih percaya kepada kedua pendiri itu dikumpulkan di BPPM. Tentu saja, nasehat tulus dan kesungguhan mendidik dikedepankan dalam pidato beliau. Terakhir, disampaikan bahwa pondok dinyatakan libur sampai waktu yang belum ditentukan. Semua santri diminta pulang ke kampung halaman masingmasing, dengan bekal cerita dan nasehat Kyai. Mereka diminta menanti surat panggilan dari pondok; surat panggilan dari Direktur KMI (Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyyah) yang memberi kesempatan para santri kembali belajar di PM. Gontor. Yang tak kalah memprihatinkan, ketika salah satu santri yang pulang itu ada yang mengisi waktu liburan sambil mondok di salah satu pondok pesantren yang Kyainya se-ide atau mendukung pemberontak itu. Kyai itu berkata sinis, “Pondokmu bubar, ya? Itu karena arogansi dan egoisme Kyainya.” Astaghfirullaha al-‘adzim. Setelah suasana kondusif, datanglah bantuan dari TNI (Tentara Negara Indonesia) untuk ikut menjaga pondok. Sejumlah tentara itu diperbantukan selama beberapa hari. Mereka tinggal dan menjaga pondok serta para Kyai.
78
Yang sebenarnya tidak memerlukan bantuan keamanan karena masalah yang dihadapi adalah masalah intern. Namun, kecintaan dan rasa hormat yang begitu mendalam membuat pemerintah saat itu memberikan bantuan sebagai rasa simpatik. Beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan Juli 1967, para santri yang mendapat panggilan pun berdatangan. Setelah dilakukan seleksi, tidak lebih dari 400 orang santri saja yang kembali diterima, lolos screening. Pondok pun kembali berjalan dengan wajah baru, semangat baru, niat yang diperbaharui: tafaqquh fi al-din; li i’la-i kalimatillahi. Pada hari pembukaan kembali pondok itu, setelah upacara di depan BPPM (Balai Pertemuan Pondok Modern), dengan mantap dan penuh optimisme, Direktur KMI (Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyyah), KH. Imam Zarkasyi, turun dari mimbar, menuju lonceng besar di depan aula itu. Tangan dan bibirnya bergetar. Dengan mengucap bismillah, dipegang lonceng tu berkali-kali. Air mata haru tak terbendung lagi. Pondok kembali berjalan sebagaimana mestinya, kembali dimulai dari titik nol, namun dengan loncatan yang luar biasa. Kemudian sampai juga kabar tentang santri yang terlibat dan tidak lagi dipanggil oleh Kyai. Banyak di antaranya menjadi gila, meninggal kecelakaan, dan tak sedikit yang sepanjang sisa hidupnya mengalami kesulitan, sakit tak kunjung sembuh, dan tak juga segera mati. Siapa yang menanam, mengetam; dan siapa menabur angin, akan menuai badai. Itu barangkali pepatah yang tepat untuk menggambarkan kondisi mereka. (Sumber: Warta Dunia Gontor, 1435).
79
AYAT KE-20 BERJALAN DIATAS PRINSIP
َ َ ًّ ُ ََ ًّى أَ ْحن ََ ۡمش َسليل َلَع َا ۡجه ِۦٓ أَ ۡهد ۡ َ َ َٰٓ ۞ أفم َم ِش نرِهل ِ ِ ِ ََ ٢٢ ح َرط ْكن ۡس َتقِمم ِ لَع Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus? (al-Mulk: 22) Refleksi a. Menjalani kehidupan diatas hidayah Allah dan ketaatan jauh lebih utama dari pada diatas kesesatan dan kemaksiatan. b. Hidup dengan orientasi – pandangan hidup yang jelas, jalan hidup, cara hidup, pola hidup dan gaya hidup yang jelas, dengan prinsip dan pedoman yang jelas, dengan filsafat dan motto yang jelas, dengan sistem dan kurikulum yang jelas, inilah kita di Pondok, tidak bingung dan tidak meraba-raba. c. Pondok diibaratkan kereta api sudah mempunyai rel – jalur yang jelas, kemana tujuannya, jelas. Masinis boleh berganti tetapi kereta tetap berjalan pada relnya, haram untuk memindah rel kereta. d. Kalau tidak bisa memasukkan bola ke gawang, hendaknya tidak menggeser letak gawang, cara kita menendang bola itulah yang harus diperbaiki dan dilatih. Jangan merubah apa yang di Gontor, kalau ingin membuat yang lain, silahkan di luar Gontor. Gontor ini wakaf bersyarat dan jangan diselewengkan.
80
e. Gontor sudah terbukti baik lagi menghasilkan, berbekal pengalaman panjang saat ini segala sesuatu sudah mapan dan established, ada hal-hal yang tsawabit, tetap dan tidak boleh dirubah, meskipun ada beberpa hal yang memang boleh berubah bahkan harus berubah, tetapi jangan sampai merubah prinsip, jiwa, falsafah-falsafah, syi’ar, nilai, sistem yang baku dan hal-hal prinsip lainnya. “Seandainya apa yang ada ini saja dikerjakan dengan sungguh-sungguh, insyaa Allah pondok ini akan maju, kalau akan membuat hal-hal yang baru hendaknya berhati-hati” pesan terakhir Pak Zarkasyi seminggu menjelang wafat. f. Setelah melewati fase establishment, yang menjadi tugas pelanjut estafet Gontor adalah menjaga kualitas dalam segala hal, mengisi semua aktivitas dengan ruh, jiwa, filsafat hidup dan nilai-nilai pendidikan.
81
AYAT KE-21 INDAHNYA ISTIQAMAH
ُ َ ْك َ ْح ُ ُ ْح ۡ َ َ ُ ْ َ َ َ ْح َ َن ََل ۡم ِه ُم ربنل ٱلل ثم ٱستٰملا تت َ َۡ َ َ ُ ٱِل ْحنةِ ْحٱلَّت ُك ۡنتم ُ ِ ۡ ُت َزنُلا ْ َاأب َ ۡ ِشاا ْ ا َ ا ِ ِ
ْ ُ َ َ ْح ْح ۞ لِن ٱَّلِي ولّلا ْ ُ َ َ ۡ َ َ َ ُ َ ْح َٰٓ ٱّم لئِرة أ َ َّتلفلا َ َ ُ ٣٠ لَ ُدان ت
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; Dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Fusshilat: 30)
َ ٌ َ َ َ ْ َ ۡ ْح ْح َ َ ُ ْ َ ْك َ ْح ُ ُ ْح ٱس َتٰ ُملا فال خ ۡلف ََل ۡم ِه ۡم ۞ لِن ٱَّلِي ولّلا ربنل ٱلل ثم َ ُ َۡ ُ َ ١٣ َا َ ه ۡم َي َزنلن
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (al-Ahqaf: 13) Refleksi a. Fusshilat (30) dan al-Ahqaf (13). Istiqamah ialah teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh, tidak meninggalkannya dan menggantikannya dengan kekufuran atau kemusyrikan, menjaga ketaatan dan tidak 82
menggantikannya dengan dosa dan kemaksiatan. Istiqamah adalah sabar dan teguh di jalan kebenaran. Tidak cukup hanya menyatakan “Allah adalah Tuhan kami” tetapi harus disertai pengakuan akan rububiyah-Nya, peneguhan atas ketauhidan-Nya, kesyukuran atas nikmat-nikmat-Nya dan ketaatan atas segala perintah-Nya. Menjalankan kebaikan secara kontinue meskipun kecil/sedikit lebih baik dari melakukan sesuatu yang banyak/besar namun kemudian terhenti. Sebaik-baik amal perbautan adalah yang langgeng meskipun sedikit. b. Istiqamah dalam menjalankan tugas dan kewajiban, dalam berjuang dan mendidik, dalam mengelola dan memajuan Pondok akan menuai hasil luar biasa, para malaikat akan turun membantu dan menghibur kita, baik di kala kita sedang menjalankan tugas atau kelak saat meregang nyawa. Itulah yang kita butuhkan di pondok, baik sebagai pelajar, guru, ataupun pengurus. Istiqamah dalam prinsip dan nilai, dalam sistem dan aturan yang berjalan. Nabi bersabda sebagai jawaban atas permintaan seseorang untuk memberikan wasiat pungkasan dari beliau: “Katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian istiqamah”.11
11
Kisah tentang Ibnu Hajar; Pelajaran Istiqamah dalam menuntut ilmu: Alkisah, ada seorang pemuda yang menuntut ilmu bertahuntahun, akan tetapi belum mendapatkan ilmu sedikitpun dari sang guru. Ia selalu tertinggal jauh dari teman-temannya. Bahkan sering lupa dengan pelajaran yang telah diajarkan oleh gurunya hingga membuatnya patah semangat dan frustasi. Oleh sebab itu ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Tiba-tiba di tengah perjalanan hujan amatlah lebat, sehingga sang pemuda tersebut memutuskan untuk berteduh di sebuah gua. Di dalam gua tersebut ia mendengar suara aneh yang tak kunjung berhenti, dan ia pun menelisiknya. Hingga sang pemuda tersebut menemukan air yang menetes di batu hingga membuat lubang pada batu tersebut. Dalam hatinya ia berkata: “ Sungguh, sebuah keajaiban.
83
c. Sejak didirikan, Gontor istiqamah - tegar mempertahankan orientasi, visi, misi, kurikulum dan sistemnya. Terlebih setelah dikukuhkan lewat piagam wakaf tahun 1958 dengan syarat-syarat yang tidak boleh dirombak. Alhamdulillah justru dengan keistiqamahannya Gontor bisa meneguhkan shibghah – jati dirinya, berkarakter dan berprinsip yang justru menjadi daya tarik bagi umat. Sebagai contoh dalam masalah kurikulum pendidikan dan pelajaran; kurikulum Gontor meliputi semua kegiatan selama 24 jam di dalam kampus, terdiri dari intra, ekstra dan cokurikuler. Komposisi kurikulum pelajaran bisa dikatakan tetap, hanya buku-buku paket yang mengalami penyempurnaan untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman, karena kurikulum merupakan implementasi dari idealisme Gontor yang diterjemahkan lewat buku-buku pelajaran yang sudah ditentukan. Perubahan kurikulum akan mempunyai konsekwensi pergeseran visi, misi dan orientasi pendidikannya. Gontor istiqamah karena mempunyai prinsip.
Bagaimana mungkin batu itu terlubangi hanya dengan tetesan air yang terus mengenainya?” Ia pun berfikir kembali apa yang ada pada dirinya, “Jika batu yang keras bisa berlubang karena tetesan air, mengapa saya tidak? Saya pasti bisa menyerap pelajaran yang sulit itu asalkan saya mau sabar, rajin, dan tekun”, tukasnya dalam hati. Sang pemuda tersebut mengurungkan niat untuk kembali ke kampung halamannya, dan kembali untuk menuntut ilmu di tempat semula. Hingga akhirnya ia menjadi pemuda yang alim, mempunyai banyak karya, menjadii panutan dan ia pun mendapat julukan “Ibnu Hajar”. (H.M. Bashori) Kisah di atas memberikan inspirasi kepada kita untuk senantiasa tekun dan disiplin dalam menggapai cita-cita yang kita impikan. Semua yang kita lewati untuk menggapai cita-cita tersebut adalah proses. Proses untuk tetap menjaga kontinuitas dan semangat dari usaha kita.
84
AYAT KE-22 KEBERKAHAN
َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ ْ ۡ َ َ َ ۡ َ ْح َ ۡ َ ۡ ُ َ َٰٓ َ َ ُ ْ َ ْح ۞ اّل أن أهل ٱلقَى َاننلا اٱتقلا لفتبنل َلم ِهم اَكت َ ۡ َ ٓ َ ْح ْ ُ َ َ ََ َ ۡ َ َ َ ْ ُ َ ْح ُ ك كذالا فأخذنهم اِمل َكنلا ِ ّ ِن َ ٱّسملَِ اٱۡل ِ ِض ۚ ال َ ۡ ٩٦ س ُهلن ِ يَك Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (al-A’raf: 96)
ْ ُ ّ ُ َ ْ ُ َ َ َ ْح َ ُّ َ ََۡ ۡ َۡ َ َ ۡ َ َ ۡ ٍَ ك َش ب و ا أ م ه م ل َ ل ن ب ت ف ِۦ ا ِ ۞ فلمل نسلا نل ذكَِاا ِ ِ َ ُ ۡ َ ْح َٰٓ َ َ ُ ْ َ ٓ ُ ُ ٓ ْ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ َ ُ ْك ٤٤ يَّت لِذا ف َِيلا اِمل أاتلا أخذنهم بغتة فإِذا هم نهلِسلن
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintupintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (al-An’am: 44) Refleksi a. Yang dikejar dalam kehidupan seorang muslim adalah keberkahan, keberkahan artinya kebaikan yang senantiasa bertambah-tambah dan banyak memberikan manfaat. 85
b. Suasana ketaatan, keimanan, ketakwaan, kekhusyu’an dan kesakralan akan semakin menguatkan ozon keberkahan, sebaliknya pembangkangan, kekufuran, kemaksiatan, kelalaian dan kenistaan hanya akan menyebakan terbukanya pintu-pintu fitnah dalam kehidupan. c. Kehidupan penuh berkah yang sudah nyata adalah pada zaman Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya, karena mereka benar-benar merealisasikan keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan. Ayat ini juga selaras dengan surah (al- Jin: 16)“Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)”. dan (al-Maidah: 65)“Dan Sekiranya ahli kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan”. d. Mewaspadai istidraj yaitu: ketika seseorang mendapatkan segala keinginannya dengan mudah, sementara dia terus menerus melakukan kemaksiatan. Karena bila Allah menghendaki kebaikan, kelanggengan dan perkembangan baik bagi suatu kaum, mereka akan dikaruniai rizki yang sedang (berkecukupan) dan bersih, sementara itu bila Allah mengehendaki kebinasaan suatu kaum, akan ditumpah ruahkan segala macam kenikmatan yang menjadikan mereka lalai dan semakin berani bermaksiat dengan gaya hidup foya-foya. Nabi tidak khawatir dengan kemiskinan yang menimpa kaumnya, tetapi justru mengkhawatirkan ketika pintu-pintu rizki terbuka lebar, mereka akan saling memangsa karena ketamakan dan kerakusan menguasai jiwa. e. Kehidupan di pesantren harus sakral, semua bernilai ibadah, dilandasi keikhlasan dan kejujuran dalam segala hal. Para penghuninya memandang pondok dengan segala dinamikanya sebagai lahan ibadah, beramal shaleh, 86
f.
perjuangan dan pengorbanan. Akumulasi keikhlasan para santri yang tekun beribadah thalabul ilmi, para guru yang gigih mendidik, mengajar sekaligus belajar bahkan menjadi penanggungjawab berbagai bagian di pondok, kerelaan para wali santri melepas anak-anak mereka tercinta untuk belajar penuh keprihatinan dan kesederhanaan di pondok, semua itu yang akan menghadirkan curahnya keberkahan dari Allah. Yang memberkahi itu hanya Allah sebagai sumber berkah, bukan person, kyai ataupun ustadznya. Dan keberkahan Allah akan turun karena kita bergerak, beraktivitas, beramal shaleh dengan ikhlas dan penuh kesungguhan. “al barakah fil harakah” (keberkahan itu ada dalam gerakan).
87
AYAT KE-23 SELF AWARNESS (KESADARAN DIRI)
٧
ۡ ۡ ُ ُ َ ُۡ َ ۡ َ ُۡ َ ۡ َ ۡ َِإَون أ َ َس ۡأ ُت ۡم فَلَهل ِ ۞ لِن أيسنتم أيسنتم ِۡلنف ۡۖسكم
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. (al-Isra’: 7)
َ َ ٓ َ َۡ َ َ َ َ ْح َ َ س ِۖۡۦ َا َن ۡ أ َسل ََ ف َعل ۡم َهل ۗۡ َا َنل َربْك ِ ۞ ن ۡ َ ِمل صلِبل فلِنف ۡ ّ َ ْح ٤٦ اِظلم ل ِل َعهِم ِد
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya. (Fusshilat: 46) Refleksi a. Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu. Kebaikan yang kita lakukan manfaatnya akan kembali kepada kita sendiri, sebaliknya kejelekan hanya akan merugikan diri sendiri. Sangatlah penting untuk mempunyai kesadaran diri sendiri, karena ini merupakan langkah awal keberhasilan. Dengan self awarness kita akan mengetahui potensi kelebihan dan kekurangan kita, mempunyai self motivasi, self koreksi dan self support, mempunyai tujuan jelas dalam hidup, mampu membangun hubungan baik dengan semua pihak. 88
b. Di Pondok, sebanyak mungkin mengambil inisiatif untuk kebaikan, terus mencari terobosan, pekerjaan, berfikir keras, bekerja keras, bersabar keras dan berdo’a keras supaya pondok maju dan berkembang. Semua menjadi amal shaleh dan jariah kita. Yang paling banyak mengambil inisiatif, dia yang akan banyak beruntung, yang paling banyak mau bekerja, dia yang akan memanen hasilnya, dan jika berhasil maka kegembiraannya akan jauh lebih besar dibanding lainnya. c. Semua orang mempunyai raportnya sendiri-sendiri dihadapan Allah, malaikat dan manusia yang lain. Kita boleh mengetahui “raport” orang lain, tetapi tidak etis untuk membacakannya kepada orang lain. Tidak ada kebaikan yang tersia-siakan dan tidak ada kejelekan yang terabaikan, semuanya ada perhitungannya dengan teliti lagi detail. d. Kemajuan tidak akan dicapai tanpa kesadaran diri “halaka imru’un lam ya’rif qadrahu” (seseorang akan binasa kalau tidak mengetahui kadar/ukuran kemampuan dirinya). Santri yang mempunyai kesadaran diri akan berjuang menyempurnakan kekurangannya, meningkatkan kemampuan dan potensinya, pandai menempatkan diri – tahu diri tanpa harus dipaksa-paksa oleh orang lain.
89
AYAT KE-24 BERDISIPLIN
َ َ ْح َ َ َ َ ْح ْ ُ َ ۡ َ َ ْح ۡ َ ْح ري ٌ لِ َ لَع ِ ۞ اٱست ِعمنلا اِٱّصۡبِ اٱّصلل ِِۚ ِإَونهل لره َ ۡ َ ُع ٤٥ ني ِ ِ ٱلخ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (al-Baqarah: 45) Refleksi a. Pejuang harus rajin shalat dan shabar dalam menjalankan tugas. Shalat adalah sarana terbaik untuk mengadu dan bermunajat kepada Allah, shabar merupakan sunnatullah untuk menanti keberhasilan, karena segala sesuatu membutuhkan proses yang panjang. b. Tapi semua itu kadang dirasa sangat berat untuk dilaksanakan kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ (tekun, sungguh-sungguh serta fokus). Demikian pula dalam kontek penerapan disiplin di Pondok akan terasa berat bagi pemula dan anak-anak yang suka melanggar, tetapi ringan bagi anak-anak yang “khusyu’”. Maka setiap saat kita hendaknya berusaha untuk meningkatkan kualitas takhassyu’ kita baik dalam beibadah maupun dalam menjalankan berbagai aktivitas kehidupan. c. Ajaran Islam sarat dengan pendidikan disiplin, mulai shalat dengan ketentuan waktu, tatacara berjama’ah dll, demikian pula puasa yang terikat dengan waktu, haji yang harus sesuai dengan tempat dan waktu serta tata caranya yang 90
d.
e.
f.
g.
h.
harus sesuai dengan bimbingan nabi, semuanya mendidik umat untuk berdisiplin. Tidak akan ada kemajuan tanpa disiplin dan tidak ada disiplin tanpa keteladanan. Keteladanan adalah pilar disiplin, karena lisanul hal (tindakan nyata) lebih fasih dari pada lisanul maqal (ucapan), lebih baik memberi contoh sekali daripada berpidato seribu kali. Orang-orang besar yang berhasil di masyarakat, yang mempunyai prestasi monumental dan fenomenal mereka adalah orang-orang yang berdisiplin dalam segala hal. Maka pendidikan disiplin mutlak diperlukan, dan ditanamkan melalui pembiasaan, kalau perlu dengan paksaan bagi anakanak yang masih lemah mental, semua itu untuk kebaikan mereka sendiri kelak di kehidupan masa depan. Disiplin adalah modal utama keberhasilan dalam segala hal. Disiplin artinya peraturan yang ditaati. Termasuk disiplin waktu (hadir dalam pertemuan tepat waktu, kembali ke pondok setelah liburan tepat waktu, shalat tepat waktu dll). Orang dihargai karena disiplin dan pondok dihargai juga karena disiplin. Anak-anak yanag datang dari liburan tepat waktu mempunyai kesadaran disiplin dan itu modal untuk lebih maju di pondok. Pimpinan dan guru-guru merindukan para santri, hendaknya para santri juga merindukan mereka, lebih jauh lagi merindukan pondoknya, nilai-nilai, jiwa, disiplin pondok dan segenap dinamikanya. Pondok mendidik santri untuk berdisiplin, kadang dibutuhkan metode “memaksa dalam pendidikan disiplin”. Kondisi di luar pondok memaksa kita untuk menjadi tidak baik, maka pondok dengan lingkungan dan disiplinnya memaksa kita untuk menjadi baik. Di luar terjadi jual beli akhlak, hukum, kebenaran, kedudukan karena pertimbangan mereka hanya untung – rugi, bukan baik – buruk apalagi benar dan salah. Jangan tidak berbuat hanya
91
i.
karena takut salah, lebih baik berbuat salah dari pada salah karena tidak berbuat. Kadang berdisiplin terasa berat, kalau tidak disertai kesadaran dan pengertian, dibutuhkan pengorbanan dalam menerapkan disiplin dan kadang ada yang terpaksa menjadi korban disiplin demi menjaga kemaslahatan yang lebih besar dan lebih banyak, karena itu ada ungkapan “Berkorbanlah, dan jangan menjadi korban”. Tetapi kalau sudah menjadi kebiasaan, maka menjalankan disiplin akan terasa ringan bahkan nikmat, persis seperti shalat. Kebiasaan akan membentuk sikap dan kepribadian.
92
AYAT KE-25 SMART DAN SEDERHANA
ْ ُ َ ۡ َ ْ ُُ َ ُ ََ ْ ُ ُ َ َ َ ٓ َ َ ۡ َ ّ ُ ِند َ َ ك ۡم جد اَّكلا اٱۡشبلا ۞ َٰه ِن َادم خذاا زِينت ِ ك مس ِ َ ب ٱّ ۡ ُم َۡسف َا َ َ ش ُ َۡسفُ ٓلا ْ لنْح ُ ۥ َ َ َُيِ ْك ٣١ ِني ِ ِ ِ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan. (al-A’raf: 31) Refleksi a. Ayat ini turun sebagi larangan bagi orang-orang musyrik pada zaman nabi yang belum masuk Islam, dimana mereka berthawaf sambil membuka aurat, lelaki di siang hari dan wanita di malam hari. Menutup aurat bagian dari syarat syahnya shalat serta ibadah, bahkan kita diminta untuk memakai pakaian yang indah dalam ibadah, diantaranya yang berwarna putih bersih. Ayat ini juga mengajarkan kita untuk menerapkan pola hidup sehat; makan dan minum sekedarnya, sesuai kebutuhan. Yang dilarang adalah berlebih-lebihan, dan termasuk berlebih-lebihan adalah memakan dan meminum apa saja yang kita inginkan, apalagi memakan yang haram. b. Kesopanan dalam berpakaian, makan dan minum harus dijaga. i. Berpakaian rapih, sopan dan smart, baik saat beribadah (shalat) maupun beraktivitas. Pakaian bagi wanita sudah jelas aturannya, tidak hanya menutup 93
aurat tetapi juga tidak menampakkan lekuk dan bentuk tubuh secara fulgar, pakaian bukan pembungkus ataupun pembalut badan, seperti yang ngetrend saat ini. Bagi santri putri bajunya harus longgar, ukurannya botol kecap (besar) bisa dimasukkan. Selain itu hendaknya memilih warna yang serasi dan tidak terlalu menyolok dan menarik perhatian. ii. Makan minum sekedarnya jangan sampai berlebihan, karena akan menjadi boros dan tidak sehat. Perilaku yang tidak disukai Allah. Banyak penyakit bersumber dari makanan yang berlebihan yang akhirnya menjadi timbunan penyakit di badan. Islam membolehkan kita makan apa saja yang halal dan baik, yang dilarang adalah berlebih-lebihan. Dalam hal ini santri dibiasakan makan minum dengan pola sederhana, tetapi memenuhi syarat gizi dan kesehatan, itupun disesuaikan dengan pembayaran agar terjangkau semua lapisan. c. Ayat ini juga mengajarkan pola hidup sederhana, sekedarnya, sesuai kebutuhan dan wajar. Kesederhanaan ini menjadi salah satu jiwa Pondok, sekaligus inti pendidikan di Pondok selain kemandirian. Dengan jiwa sederhana anakanak akan berjiwa besar, mampu bertahan menghadapi kesulitan hidup, tegar serta militan tidak gampang menyerah dengan kesulitan. Sederhana tidak berarti miskin atau melarat. Sederhana artinya wajar, sesuai dengan kebutuhan. Sederhana juga menjadi prinsip utama ajaran Islam, bahkan dalam ibadahpun kita harus sederhana, tidak boleh berlebih-lebihan dan menyiksa diri sendiri (takalluf).
94
AYAT KE-26 BERSYUKUR
َ َ ۡ ُ ۡ َ َ ْح َ َ ْك ُ ۡ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ ْح َ ۡك َف َۡ ُتم ِ ۞ ِإَوذ تأذن ربكم لئ ِ شرَتم ۡلزِيدنكمۖۡ الئ ٞ َ َ َ ْح ٧ لِن ََذ ِاِب ُّ ِديد
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 7)
ُ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ َ َ ۡ ُ ۡ ْح َۡر ُٱْل ِرمة أ ِن ٱشرَ ِللِ ان ي ٞ َ ٌّ َ َ َ َ َ َ ْح ْح ١٢ ن نمِمد ِ كفَ فإِن ٱلل غ
َ ۞ َالَ َق ۡد ََاتَيۡ َنل لُ ۡق َم ۡ ُ ۡ َ َ ْح س ِۖۡۦ َا َن ِ فإِن َمل يُر َُ نلِ َف
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; Dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (Luqman: 12)12
12
Luqman adalah seseorang yang memiliki kisah hidup yang penuh dengan hikmah. Namanya bahkan diabadikan sebagai salah satu nama surat di dalam al-Quran. Salah satu kisahnya seperti berikut; Pada suatu ketika Luqman melakukan perjalanan bersama anaknya. Luqman menaiki seekor keledai dan anaknya mengikuti
95
ُ َۡ ۡ َ ٓ ۡ َۡ ّ َ َ ََ َ َۡ ّ َ ََ ََر ب أازَِ ِن أن أش ِ ۞ فتيَ ْحس َم ضل ِ يَك ِن ولّ ِهل اول ر َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ ْح ٓ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ْح َ َ َ َ َ ْح ن ِعمت َ ٱل َِّت أنعمت لَع الَع و ِلي اأن أعمل صلِبل ۡ ََۡ ُ َ َۡ َ َ ْح َ ََۡ َ ١٩ بني ِ تَضى اأد ِ ِ خل ِن اَِنمتِ َ ِِف َِهلدِك ٱلصل
Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang; Ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan Rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (an-Naml: 19) dengan berjalan kaki. Ketika mereka bertemu dengan orang lain dalam perjalanan, orang itu pun berkata, “ Lihatlah orang tua itu, tidak punya perasaan. Ia menaiki keledai sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki”. Mendengar hal tersebut, kemudian Luqman turun dari keledainya dan menyuruh anaknya untuk menaikinya. Beberapa waktu kemudian mereka kembali bertemu orang, mereka berkata,” Lihatlah anak itu, kurang ajar sekali. Ia enak-enak naik keledai, sedangkan bapaknya dibiarkan berjalan kaki”. Terkejut dengan perkataan orang, kemudian Luqman menyuruh anaknya menaiki keledai bersamanya. Kemudian mereka bertemu lagi dengan orang lain, yang berkata, “Kejam sekali mereka, keledai sekecil itu dinaiki oleh dua orang”. Sekali lagi mereka merubah posisi, sekarang keduanya berjalan di samping si keledai. Setelah beberapa saat, mereka kembali bertemu seseorang, “ Betapa bodohnya mereka, punya keledai tapi tidak dinaiki”. “Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah S.W.T semata. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi satu-satunya pertimbangannya.” Hikmah yang bisa diambil dari kisah ini adalah bahwa sekuat apapun manusia berusaha, ia tidak akan bisa menyenangkan semua orang. Cukuplah bersandar atas keridlaan Allah, ketika melakukan sebuah kebaikan.
96
ُ ُ َ َ َ ۡ ُ ُ ْك َ َ ۡ َ ۡ َ َ ْح ۡ ٱۡلنس َ ا ِ َو ِ َليۡ ِ ل ِ ۡيسنلۖۡ نملت أن ۥ كَهل ِ ۞ ااحمنل ُ َُۡ َ َ ُ ََ ُ َ َ َ َ َٰٓ َ ْح َ َّت لِذا اَلغ َا َاض َع ۡت ُ ك َۡهلۖۡ َانمل ُ ۥ َاف ِصل ُ ۥ ثلثلن ش ۡهَا ي َ َ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َ ٓ ۡ ۡ َ ّ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ ُ َ ُ ْح َ ب أازَِ ِن أن أشرَ ن ِعمت ِ أشد ۥ ابلغ أربعِني سنة ول ر َ َ َ َ َ ۡ ۡ َ ْح ٓ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ْح َ َ َ َ َ ْح َ َۡ ُ ضى َٱل َِّت أنعمت لَع الَع و ِلي اأن أعمل صلِبل ت ََ ۡ َ ّ َ ۡ َ ُ ۡ ُ ّ ٓ ُ ّ ْح ۡ َ ۡ ۡ ُ ١٥ ِإَوِن نِ ٱّمسل ِ ِمني ِ َ اأحلِح َِل ِِف ذرِي َِّتِۖ ل ِ ِِن تهت لِِل
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang; ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (al-Ahqaaf: 15) Refleksi a. Ayat yang paling sering dan favorit dibaca dalam acara tasyakuran di Pondok mengajarkan kepada kita agar selalu pandai bersyukur. Setiap saat kita selalu berada dalam liputan nikmat Allah, sudah sepatutnya kita juga selalu bersyukur kepada Allah. Bersyukur atas nikmat dengan jalan memanfaatkan nikmat-nikmat Allah sesuai dengan fungsinya untuk apa diciptakan. Itulah penyebab terjaganya nikmat bahkan bertambahnya nikmat, sementara kufur
97
nikmat menyebabkan hilangnya nikmat dan berganti dengan bencana.13 13
Kisah kemakmuran negri Saba yang berubah menjadi kehancuran sebagai pelajaran akibat kufur nikmat. Saba’ adalah sebuah kerajaan di abad klasik yang berdiri sejak 1300 SM, terletak di wilayah Yaman saat ini. Kemasyhuran negeri Saba’ benar-benar sesuatu yang fenomenal dan menakjubkan bagi siapa saja yang mengetahui kisahnya. SIAPAKAH SABA’ ITU? Dalam hadist Farwah bin Musaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang Saba’? Apakah Saba’ itu? Apakah ia adalah nama sebuah tempat ataukah nama dari seorang wanita?” Beliau pun menjawab,
َ َف َت َم،الع ََب َ َ ِش ِن َ لن َ ْ ََ َالَر َِّن ُ َر ُج ٌل َا َ َل ِ
َ ْ ََ َ َ ليْ َس اِأ ْر ٍ ۚ ا َ ام ََ ٍأ ٌ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ٌ َّ سِتة اشُلَم أربعة
“Dia bukanlah nama suatu tempat dan bukan pula nama wanita, tetapi ia adalah seorang laki-laki yang memiliki sepuluh orang anak dari bangsa Arab. Enam orang dari anak-anaknya menempati wilayah Yaman dan empat orang menempati wilayah Syam.” (HR. Abu Dawud, no. 3988 dan Tirmidzi, no. 3222). Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ada tambahan nama-nama dari anak Saba, “Adapun yang menempati wilayah Yaman, mereka adalah: Madzhij, Kindah, al-Azd, al-Asy’ariyun, Anmar, dan Himyar. Dan yang menempati wilayah Syam adalah Lakhm, Judzam, Amilah, dan Ghassan (HR. Ahmad, no. 2898). Para sejarawan juga mencatat bahwa nama asli dari Saba’ adalah Abdu asy-Syams. Dan sebagaimana kita ketahui, nama-nama kabilah Arab terambil dari nama anak-anak Saba’. KERAJAAN SABA’ Awalnya kerajaan Saba’ dikenal dengan nama Dinasti Mu’iinah sedangkan raja-raja mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba’. Ibu kotanya Sharwah, yang puing-puingnya terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib. Pada periode inilah bendungan Ma’rib mulai dibangun. Periode ini antara tahun 1300 SM hingga 620 SM. Pada periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah
98
mereka dikenal dengan nama Saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya. LETAK GEOGRAFI Dahulu, secara garis besar wilayah Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian, bagian Utara dan bagian Selatan. Arab bagian Selatan lebih maju dibandingkan Arab bagian Utara. Masyarakat Arab bagian Selatan adalah masyarakat yang dinamis dan memiliki peradaban, mereka telah mengenal kontak dengan dunia internasional karena pelabuhan mereka terbuka bagi pedagang-pedagang asing yang hendak berniaga ke sana. Sementara orang-orang Arab Utara adalah mereka yang terbiasa dengan kerasnya kehidupan padang pasir, mereka kaku dan lugu karena kurangnya kontak dengan dunia luar. Tentu saja geografi kerajaan Saba’ sangat mempengaruhi bagi kemajuan peradaban mereka. KEMAKMURAN KAUM SABA’ Kerajaan Saba’ terkenal dengan hasil alamnya yang melimpah, orang-orang pun banyak berhijrah dan bermitra dengan mereka. Perekonomian mereka begitu menggeliat hidup dan sangat dinamis. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman mengabarkan tentang kemakmuran kaum Saba’
ُُ َ ْ َ َ َ رنِه ْم ََايَ ٌة َج َّن َت َ َ َ َ ْ ََ ني َاش َِمل ٍ ِكلا ِن ّ ِر ْز ِق ِ ِ لقد َكن ّ ِسه ٍإ ِِف مس ٍ لن َ ي ِم ُ ْ َ ْ ُ َّ َ ْ َر َُاا َ ُِه ا ٌ ْل ٌ َط ّم َه ٌة َا َر ٌّب َغ ُف لر رب ِكم ااش ِ
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun, di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15) Kedua kebun tersebut sangat luas dan diapit oleh dua gunung di wilayah Ma’rib. Tanahnya pun sangat subur, menghasilkan berbagai macam buah dan sayuran. Qatadah dan Abdurrahman bin Zaid rahimahumallah mengisahkan, apabila ada seseorang yang masuk ke dalam kebun tersebut dengan membawa keranjang di atas kepalanya, ketika keluar dari kebun itu keranjang tersebut akan penuh dengan buah-buahan tanpa harus memetik buah tersebut. Abdurrahman bin Zaid menambahkan, di sana tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga, kalajengking, dan ular (Tafsir ath-Thabari, 20: 376-377).
99
Menurut al-Qusyairi, penyebutan dua kebun tersebut tidak berarti bahwa di Saba’ kala itu hanya terdapat dua kebun itu saja, tapi maksud dari dua kebun itu adalah kebun-kebun yang berada di sebelah kanan dan kiri lembah atau diantara gunung tersebut. Kebun-kebun di Ma’rib saat itu sangat banyak dan memiliki tanaman yang bervariasi (Fathul Qadir, 4: 422). Yang membuat tanah di Ma’rib menjadi subur adalah bendungan Ma’rib atau juga dikenal dengan nama bendungan ‘Arim, bendungan yang panjangnya 620m, lebar 60m, dan tinggi 16m ini mendistribusikan airnya ke ladang-ladang penduduk dan juga menjadi sumber air di wilayah Ma’rib. Literatur sejarah menyebutkan bahwa yang membangun bendungan ini adalah Raja Saba’ bin Yasyjub sedangkan buku-buku tafsir mencatumkan nama Ratu Bilqis sebagai pemrakarsa dibangunnya bendungan ini. Ratu Bilqis berinisiatif mendirikan bendungan tersebut lantaran terjadi perebutan sumber air di antara rakyatnya yang mengakibatkan mereka saling bertikai bahkan saling membunuh. Dengan dibangunnya bendungan ini, orang-orang Saba’ tidak perlu lagi khawatir akan kehabisan air dan memperebutkan sumber air, karena bendungan tersebut sudah menjamin kebutuhan air mereka, mengairi kebun-kebun dan memberi minum ternak mereka. KEHANCURAN KAUM SABA’ Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang. Setelah ia memeluk Islam, maka kaumnya pun berbondong-bondong memeluk agama Islam yang didakwahkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ tetap mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun kemudian, mereka kembali ke agama nenek moyang mereka, menyembah matahari dan bintangbintang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus tiga belas orang rasul kepada mereka (Tafsir Ibnu Katsir, 6: 507), akan tetapi mereka tetap tidak mau kembali ke agama monotheisme, mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apa pun. Allah pun mencabut kenikmatan yang telah Dia anugerahkan kepada mereka,
َ فَأَ َْ ََ ُض ْلا َفأَ ْر َسلْ َنل ََلَمْه ْم َسمْ َل الع َِ ِم ِ
“Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir al-‘arim.” (QS. Saba’: 16)
100
Penyebab Hancurnya Bendungan Ma’rib Penyebab kehancuran bendungan tersebut tentu saja adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akibat dari kaum Saba’ yang kufur akan nikmat Allah terhadap mereka. Namun, Allah menciptakan suatu perantara yang bisa diterima oleh logika manusia agar manusia lebih mudah untuk merenungi dan mengambil pelajaran. Di dalam buku-buku tafsir disebutkan, seekor tikus yang lebih besar dari kucing sebagai penyebab runtuhnya bendungan Ma’rib. Subhanallah! Betapa mudahnya Allah menghancurkan bendungan tersebut, meskipun dengan seekor makhluk kecil yang dianggap lemah, tikus. Sebab lain yang disebutkan oleh sejarawan adalah terjadinya perang saudara di kalangan rakyat Saba’ sementara bendungan mereka butuh pemugaran karena dirusak oleh musuh-musuh mereka (at-Tahrir wa at-Tanwir, 22: 169), perang saudara tersebut mengalihkan mereka dari memperbaiki bendungan Ma’rib. Allahu a’lam mana yang lebih benar mengenai berita-berita tersebut. Bendungan ini hancur sekitara tahun 542 M. Setelah itu, mereka hidup dalam kesulitan, tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh subur di tanah mereka tidak lagi menghasilkan buah seperti sebelumsebelumnya dan Yaman saat ini termasuk salah satu negeri termiskin dan terkering di Jazirah Arab. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman; “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS. Saba’: 16-17) Dalam firman-Nya yang lain: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nahl: 112 – 113).
101
b. Belajar dengan tekun adalah cara mensyukuri nikmat kecerdasan akal fikiran, mengajar dengan sungguh-sungguh adalah cara mensyukuri nikmat ilmu pengetahuan, beribadah dengan tertib, semangat dan khusyu’ adalah cara mensyukuri nikmat umur, dll. c. Butuh energi untuk banyak bersyukur, kadang manusia lebih ringan bersabar daripada bersyukur, karena kesulitan dan cobaan hidup yang menimpa kita nampak nyata sehingga kita bisa bersabar, namun sering kali limpahan nikmat setiap saat melalaikan kita, hingga kita lupa bersyukur. d. Kesyukuran hendaknya menjadi landasan dan motivasi kita dalam beramal. Seperti nabi yang menikmati tahajjud meski kaki beliau membengkak karena lamanya berdiri, motivasi beliau adalah “apakah aku tidak suka untuk menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur?”. Kenyataannya sangat sedikit dianatara hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur “Dan sangat sedikit diantara hamba-hamba-Ku yang pandai bersyukur”.
Kalau kita renungkan kisah kaum Saba’ dengan perenungan yang mendalam, tentu saja kita menemukan suatu kengerian, bagaimana sebuah negeri yang teramat sangat subur, lalu menjadi negeri yang kering dan tandus. Allah mengabadikan kisah kaum Saba’ ini di dalam al-Quran dan memberi nama surat yang memuat kisah mereka dengan surat Saba’. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar manusia senantiasa mengingat-ingat apa yang terjadi kepada kaum ini. Demikian pula negeri kita, Indonesia, yang disebut sebagai jamrud katulistiwa, tongkat yang dibuang ke tanah akan menjadi pohon, sebagai gambaran kesuburannya, hendaknya kita merenungi apa yang terjadi pada kaum Saba’ agar kita tidak mengulang kisah perjalan mereka. “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (QS. Saba’: 19) Ditulis oleh: Nurfitri Hadi, M.A. (www.KisahMuslim.com)
102
e. Pondok Modern Gontor mengajari para guru dan santrinya untuk pandai bersyukur, setiap kegiatan besar selalu dipungkasi dengan evaluasi dan kesyukuran, bersikap qana’ah menerima semua apa yang diberikan oleh Allah tanpa keluh kesah. Bersyukur dengan mengakui sang pemberi nikmat (Allah), cara mendapatkan nikmat dan bagaimana mentasharrufkan nikmat-nikmat Allah tersebut. Bila tiga hal tadi kita sadari, insyaa Allah akan semakin menambah rasa kesyukuran kita semua.
103
AYAT KE-27 KEUTAMAAN ILMU
ۡ ْ ُ َ َ ْك َ ْح َ َ َ ُ ٓ ْ َ َ َ ُ ۡ َ َ ْح َ َ َٰٓ ۞ يأَهل ٱَّلِي َاننلا لِذا قِمل لكم تفسبلا ِِف ٱّمجل ِ ِس ۡ َ َ َ ۡ ُ َ ُ ْح ۡ ْ ُ ٱنُشاا ْ يَ َۡفَعِ ْح ُ ُ َٱنُشاا ْ ف ُ ُ ِمل ٱلل فٱف َس ُبلا ََف َسحِ ٱلل لكمۖۡ ِإَوذا ق ْ ُ َ َ َ ْح ُ َ ِنك ۡم َا ْحٱَّلِي َ أُاتُلا ْ ۡٱلع ۡل َم َد َر ُ جت َا ْح َٱلل امل ن ٱَّلِي َاننلا ِ ِۚ ِ َ َ ُ َ ١١ ٞت ۡع َمللن خهِري
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (alMujadilah: 11)
َ ََۡ ۡ ۡ َ َ َّ َ َ ّ َ ۡ ۡ َ َ ُ ْح ت ر ِّب نلَفِد ٱَّلَب َُ قهل أن ِ ۞ ول ل ۡل َكن ٱَّلَب َُ نِدادا ل َِكِم ۡ َ َ ُ نف َد َِك ِ َم ۡ َ ّت َر ّّب َا ١٠٩ ج ۡئنَل ا ِ ِمثل ِ ِۦ َن َددا ل ت ِ ِ
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (al-Kahfi: 109)
104
َ َۡ ۡ َ َ ۡ َ ْح َ ۢ ِم َاٱَّلَ ۡب َُ ََ ُم ْكد ُۥ نٞ ِض ۚ ِن َش َج ََ ٍة أ ۡو َل ِ ۞ اّل أنمل ِِف ٱۡل َ ۡ َ ُ َ ۡ ُ ْح َ َ ۡ َ َ ُ ْح َ ٱلل ِ ل ْحن ْح ٞيز َيرِمم ٌ ٱلل ََز َب ۡع ِد ِۦ سهعة أِبَ نل نفِدت ِكِمت ِ ِ
٢٧
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Luqman: 27) Refleksi a. Dalam pandangan manusia, banyak sebab seseorang dianggap bermartabat; bisa karena nasab, penampilan yang smart, pakaian yang bagus, kekayaan yang melimpah, jabatan yang tinggi, keilmuan yang luas dan lain-lain. Namun Allah mempunyai parameter sendiri, kemuliaan karena “taqwa”, dan derajat didapat karena “ilmu dan amal” serta ditinggikan (arraf’u) karena iman dan ilmu. Hal itu karena ilmu sangat istimewa. 14 14
Berikut adalah kisah Atha’ bin Abi Rabah, salah seorang ulama tabi’in yang dimuliakan Allah karena iman dan ilmunya; Ketika berada di sepuluh hari terakhir bulan Dzulhijjah tahun 97H. Saat dimana Baitul ‘Atiq dibanjiri oleh lautan manusia yang menyambut panggilan Allah hingga memenuhi seluruh ruas jalan. Ada yang berjalan kaki dan ada yang berkendaraan. Ada yang lanjut usia ada pula yang muda belia, yang laki-laki maupun yang wanita, ada yang putih ada pula yang hitam warna kulitnya, ada orang Arab ada pula orang ‘Ajam, ada raja ada pula rakyat jelata. Mereka datang berbondong-bondong menyahut seruan rajanya manusia dengan penuh khusyuk, tunduk, penuh harap dan suka cita. Sementara itu, Sulaiman bin Abdul Malik, khalifah kaum muslimin, raja tertinggi di dunia sedang berthawaf di Baitul ‘Atiq tanpa mengenakan penutup kepala, tanpa alas kaki, tanpa mengenakan apapun selain sarung dan rida’. Tak ada bedanya antara dirinya dengan
105
rakyat biasa. Beliau layaknya saudara-saudaranya karena Allah. Di belakangnya turut kedua puteranya. Mereka laksana bulan purnama yang terang dan bercahaya, atau bagai sekuntum bunga merekah yang indah dan wangi baunya. Setelah usai melakukan thawaf, khalifah menghampiri seorang kepercayaannya dan bertanya, “Di manakah temanmu itu?” sambil menunjuk ke sudut barat Masjidil Haram dia menjawab, “Di sana, beliau sedang berdiri untuk shalat.” Dengan diiringi kedua puteranya khalifah bertandang menuju lokasi yang dimaksud. Para pengawal khalifah bermaksud menyimak kerumunan orang untuk melapangkan jalan bagi khalifah agar tidak berdesakdesakan, namun beliau mencegahnya sembari berkata, “Ini adalah suatu tempat yang tidak membeda-bedakan antara raja dan rakyat jelata, tiada yang lebih utama antara satu dengan yang lain sedikitpun melainkan karena amal dan taqwanya. Boleh jadi seseorang yang kusut berdebu diterima ibadahnya oleh Allah dengan penerimaan yang tidak diberikan kepada para raja.” Kemudian beliau berjalan menuju laki-laki yang dimaksud, beliau dapatkan ia dalam keadaan shalat, hanyut dalam ruku’ dan sujudnya. Sementara orang-orang duduk di belakang, di kanan dan kirinya. Maka duduklah khalifah di penghabisan majlis begitu pula dengan kedua anaknya. Kedua putera mahkota itu mengamati dengan seksama, seperti apa gerangan lelaki yang dimaksud oleh amirul mukminin. Hingga beliau berkenan duduk bersama manusia banyak untuk menunggu laki-laki tersebut menyelesaikan shalatnya. Ternyata dia adalah seorang tua Habsyi yang berkulit hitam, keriting rambutnya dan pesek hidungnya. Apabila duduk laksana burung gagak berwarna hitam. Setelah merampungkan shalatnya, syaikh itu menolehkan pandangannya di mana khalifah duduk, maka khalifah Sulaiman bin Abdul Malik segera mengucapkan salam dan orang tua itu pun membalasnya dengan serupa. Di sini khalifah menghadap orang tua tersebut dan menggunakan kesempatan itu untuk bertanya tentang manasik haji, rukun dan demi rukunya, sedang orang tua tadi menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Dia jelaskan dengan rinci dan tidak menolak kesempatan bagi yang ingin menambahnya. Dia sandarkan seluruh pendapat kepada hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah merasa cukup dengan pertanyaannya, khalifah mendo’akan syaikh tersebut agar mendapatkan balasan yang lebih baik, lalu khalifah berkata kepada kedua puteranya, “Berdirilah kalian!”
106
maka berdirilah keduanya dan mereka pun beranjak menuju tempat sa’i. Di tengah perjalanan sa’i antara Shafa dan Marwah, kedua pemuda itu mendengar seruan para penyeru, “Wahai kaum muslimin, tiada yang berhak berfatwa di tempat ini kecuali Atha’ bin Abi Rabah...jika tidak bertemu dengannya hendaknya menemui Abdullah bin Abi Najih.” Seorang dari pemuda itu langsung menoleh kepada ayahnya sembari berkata, “Petugas amirul mukminin menyuruh manusia agar tidak meminta fatwa kepada seorang pun selain Atha’ bin Abi Rabah dan temannya, namun mengapa kita tadi justru datang dan meminta fatwa kepada seorang laki-laki yang tidak memberikan prioritas kepada khalifah dan tidak pula memberi hak penghormatan khusus kepadanya? Sulaiman berkata kepada putranya, “Wahai anakku, pria yang kamu lihat dan engkau melihat kami berlaku hormat di hadapannya tadilah yang bernama Atha’ bin Abi Rabah, orang yang berhak berfatwa di masjidil Al-Haram. Beliau mewarisi ilmu Abdullah bin Abbas dengan bagian yang banyak.” Kemudian beliau melanjutkan, “Wahai anakku carilah ilmu… karena dengan ilmu, rakyat, bawahan bisa menjadi terhormat… para budak bisa melampaui derajat para raja…” Ungkapan Sulaiman bin Abdul Malik seperti yang beliau katakan kepada putranya tentang keutamaan ilmu tidaklah berlebihan. Atha’ bin Abi Rabah sebagai bukti nyata. Masa kecil beliau hanyalah sebagai seorang budak milik seorang wanita penduduk Makkah. Hanya saja Allah ta'ala memuliakan budak Habsyah ini sejak beliau pancangkan kedua telapak kakinya di atas jalan ilmu. Beliau membagi waktunya menjadi tiga bagian, sebagian untuk majikannya, beliau berkhidmat dengan baik dan menunaikan hak-hak majikannya, sebagian lagi beliau pergunakan waktunya untuk menyendiri bersama Rabb-nya, beliau tenggelam dalam peribadatan yang begitu suci dan ikhlas karena Allah ta'ala. Sepertiga lainnya beliau pergunakan untuk berkutat dengan ilmu. Beliau datangi sisa-sisa para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang masih hidup, dan berhasil mereguk ilmu dari sumbernya yang jernih. Beliau mengambil ilmu dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Zubeir dan sahabat-sahabat lain yang mulia ridhwanullah ‘alaihim hingga dadanya penuh dengan ilmu fikih dan riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
107
Begitu majikan penduduk makkah melihat budaknya telah menjual dirinya kepada Allah… dan berbakat untuk menuntut ilmu maka ia cabut haknya terhadap Atha’, dia merdekakan budaknya demi taqarrub kepada Allah subhanahu wa ta'ala, dengan harapan mudahmudahan dia dapat memberi manfaat bagi Islam dan kaum muslimin. Sejak hari itu, Atha’ bin Abi Rabah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat tinggalnya, menjadi rumah tempat beliau bermalam, sebagai madrasah tempat beliau memperdalam ilmu, tempat shalat untuk taqarrub kepada Allah dengan takwa dan ketaatan, hingga para pakar sejarah mengatakan, “Masjid tersebut menjadi tempat tidur bagi Atha’ bin Abi Rabah selama kurang lebih 20 tahun.” Sampailah tabi’in yang agung ini ke derajat yang tinggi, dalam hal ilmu, puncak keluhuran martabat yang tiada manusia yang mampu memperoleh derajat tersebut melainkan sedikit sekali pada zaman beliau. Telah diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu berkunjung ke Makkah untuk melakukan umrah. Orang-orang mengerumuni beliau untuk menanyakan persoalan agama dan meminta fatwa kepada beliau, lalu beliau berkata, “Sungguh aku heran kepada kalian wahai penduduk Makkah, mengapa kalian mengerumuni aku untuk bertanya masalah-masalah tersebut padahal di tengah-tengah kalian ada Atha’ bin Rabah?!” Atha’ bin Abi Rabah mencapai puncak derajat dalam hal agama dan ilmu karena dua hal: Pertama, beliau mampu mengendalikan jiwanya sehingga tidak memberikan peluang untuk sibuk dalam urusan yang tidak berguna baginya. Kedua, beliau mampu mengatur waktunya sehingga tidak membuangnya secara sia-sia, seperti mengobrol ataupun perbuatan tak berguna lainnya. Muhammad bin Surqah menceritakan kepada jama’ah yang mengunjungi beliau, “Maukah aku ceritakan kepada kalian sesuatu yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kalian sebagaimana kami telah mendapatkan manfaat karenanya?” Mereka berkata, “Mau.” Beliau berkata, “Suatu hari Atha’ bin Abi Rabah menasehatiku, ‘Wahai putra saudaraku, sesungguhnya orang-orang sebelum kita (yakni para sahabat) tidak menyukai banyak bicara.’ Lalu aku katakan, ‘Apa yang dianggap banyak bicara menurut mereka?’ beliau menjawab, ‘Mereka menganggap bahwa setiap ucapan termasuk berlebih-lebihan melainkan dalam rangka membaca al-Kitab dan memahaminya, atau membaca hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan dan
108
harus diketahui, atau memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, atau berbicara tentang ilmu yang dengannya menjadi sarana taqarrub kepada Allah Ta’ala, atau engkau membicarakan tentang kebutuhan dan pekerjaan yang harus dibicarakan.’ Lalu beliau memperhatikan raut wajahku seraya berkata, ‘Apakah kalian mengingkari firman Allah Ta’ala, ‘Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),’ (alInfithar: 10 – 11).” Dan bahwa masing-masing dari kalian disertai oleh dua malaikat. “Yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir,”(Qaaf: 17-18). Kemudian beliau berkata, “Tidakkah salah seorang diantara kita merasa malu manakala dibukakan lembaran catatan amal yang dikerjakan sepanjang siang, lalu dia mendapatkan di dalamnya sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan urusan agama maupun kepentingan dunianya?” Sungguh, Allah subhanahu wa ta'ala memberikan manfaat kepada banyak orang dengan ilmu Atha’ bin Abi Rabah. Diantara mereka ada yang menjadi ahli ilmu yang handal, ada yang menjadi pengusaha dan lain-lain. Imam Abu Hanifah an-Nu’man menceritakan pengalaman beliau, “Aku pernah melakukan lima kesalahan ketika melakukan manasik di Makkah, lalu seorang tukang cukur mengajariku. Peristiwa itu terjadi ketika aku bermaksud mencukur rambut karena hendak menyudahi ihram, maka aku mendatangi seorang tukang cukur, lalu aku bertanya, “Berapa upah yang harus aku bayar untuk mencukur rambut kepala?” tukang cukur itu menjawab, “Semoga Allah memberikan hidayah kepada Anda, ibadah tidak mempersayaratkan itu, duduklah dan posisikan kepala sesuka Anda.” Aku pun merasa grogi dan duduk. Hanya saja ketika itu aku duduk membelakangi kiblat, maka tukang cukur itu mengisyaratkan agar aku menghadap kiblat dan akupun menuruti kata-katanya. Yang demikian itu semakin membuat aku salah tingkah. Lalu aku serahkan kepala bagian kiri untuk dipangkas rambutnya, namun tukang cukur itu berkata, “Berikan bagian kanan.” Lalu aku pun menyerahkan bagian kanan kepalaku. Tukang cukur itu mulai memangkas rambutku sementara aku hanya diam memperhatikannya dengan takjub. Melihat sikapku, tukang cukur itu berkata, “Mengapa Anda diam saja?
109
Bertakbirlah!” lalu aku pun bertakbir hingga aku beranjak untuk pergi. Untuk kesekian kalinya tukang cukur itu menegurku, “Hendak kemanakah Anda?” Aku katakan, “Aku hendak pergi menuju kendaraanku.” Tukang cukur itu berkata, “Shalatlah dua rakaat terlebih dahulu baru kemudian pergilah sesuka Anda.” Aku pun shalat dua rakaat, lalu aku berkata kepada diriku sendiri, “Tidak mungkin seorang tukang cukur bisa berbuat seperti ini melainkan pasti dia memiliki ilmu.” Kemudian aku bertanya kepadanya, “Darimanakah Anda mendapatkan tatacara manasik yang telah Anda ajarkan kepadaku tadi?” orang itu menjawab, “Aku melihat Atha’ bin Abi Rabah mengerjakan seperti itu lalu aku mengambilnya dan memberikan pengarahan kepada manusia dengannya.” Sungguh, gemerlapnya dunia telah merayu Atha’ bin Abi Rabah namun beliau berpaling dan menampiknya dengan serius. Sepanjang hayat beliau hanya mengenakan baju yang harganya tidak lebih dari 5 dirham saja. Para khalifah telah meminta kesediaan beliau untuk menjadi pendamping mereka, namun beliau tidak mengabulkannya. Karena beliau takut agamanya ternoda oleh dunianya. Namun demikian, terkadang beliau mengunjungi khalifah jika beliau merasa hal itu dapat mendatangkan manfaat bagi kaum muslimin maupun kebaikan bagi Islam. Seperti dalam peristiwa yang dikisahkan oleh Utsman bin Atha’ Al-Khurasani. “Aku pergi bersama ayah untuk menghadapi Hisyam bin Abdul Malik, tatkala perjalanan kami telah dekat dengan Damsyik, tiba-tiba kami bertemu dengan orang tua yang menunggangi himar hitam, mengenakan baju lusuh dan memakai jubah yang telah usang, penutup kepala yang telah kusut melekat pula pada kepalanya. Pelana yang dipakai terbuat dari kayu yang murahan, aku tertawa geli karenanya. Lalu aku bertanya kepada ayah, “Siapakah orang ini?” Ayah berkata, “Diam kamu, dia adalah penghulu para ahli fikih di Hijaz Atha’ bin Abi Rabah.” Ketika telah dekat jarak kami dengannya, ayah bergegas turun dari bighalnya sedangkan Atha’ turun dari himarnya. Keduanya saling berpelukan dan saling menanyakan kabarnya, kemudian keduanya kembali dan menaiki kendaraannya. Mereka berjalan hingga berhenti di depan pintu istana Hisyam bin Abdul Malik. Keduanya diminta duduk hingga mendapatkan izin untuk masuk. Setelah ayah keluar, aku bertanya kepadanya, “Ceritakanlah apa yang Anda lakukan berdua di dalam istana?” beliau berkata,
110
“Tatkala Hisyam mengetahui bahwa Atha’ bin Abi Rabah berada di depan pintu, maka beliau bersegera dan mempersilahkan kami masuk. Demi Allah, aku tidak akan bisa masuk melainkan bersama Atha’. Demi melihat Atha’, Hisyam berkata, “Marhaban! Marhaban! Silahkan, silahkan…beliau terus menyambut silahkan…silahkan!” hingga Hisyam mendudukkan Atha’ di atas kasurnya dan menempelkan lututnya ke lutut Atha’. Ketika itu majelis dihadiri oleh para bangsawan, tadinya mereka bercakap-cakap namun seketika mereka menjadi diam. Kemudian Hisyam menghadap Atha’ dan terjadilah dialog antara mereka berdua. Hisyam: “Apa keperluan Anda wahai Abu Muhammad?” Atha’: “Wahai amirul mukminin, penduduk Haramain, keluarga Allah dan tetangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hendaknya mendapatkan pembagian rezeki dan pemberian.” Hisyam: “Baik…wahai penulis, tulis bagi penduduk Makkah dan Madinah untuk menerima bantuan selama satu tahun.” (Lalu Hisyam bertanya lagi kepada Atha’), “Masih adakah keperluan lain wahai Abu Muhammad?” Atha’: “Benar, wahai amirul mukminin, penduduk Hijaz dan penduduk Najd, asal mula Arab dan tempat para pemimpin Islam, janganlah diambil kelebihan sedekah mereka..” Hisyam: “Baik…! Wahai penulis, tulis agar kita menolak penyerahan sedekah mereka.” Masih adakah keperluan yang lain wahai Abu Muhammad?” Atha’: “Benar wahai amirul mukminin, ahluts tsugur (yang ribat fii sabilillah di perbatasan) mereka berdiri menjaga dari musuh, mereka membunuh siapapun yang menimpakan keburukan kepada kaum muslimin, hendaknya dikirim rezeki kepada mereka. Karena jika mereka terbunuh niscaya akan lenyaplah perbatasan.” Hisyam: “Baiklah…! Wahai penulis, tulislah agar kita mengirim makanan kepada mereka.” Masih adakah keperluan lainnya wahai Abu Muhammad?” Atha’: “Benar wahai amirul mukminin, ahlu dzimmah, janganlah dibebani dengan apa-apa yang tidak mereka mampui, karena ketundukan mereka adalah kekuatan bagi kalian untuk mengalahkan musuh kalian.” Hisyam: (berkata kepada penulisnya) “Wahai penulis, tulislah bagi ahlu dzimmah agar mereka tidak dibebani dengan apa-apa yang tidak
111
b. Ilmu akan memperbaiki amal, amal tanpa ilmu sesat namun ilmu tidak diamalkan juga bencana. Maka sangat mulia mereka yang hidup dan beraktivitas di kebun-kebun ilmu semacam pesantren, mereka menggabungkan antara keutamaan belajar dan mengajar, setiap langkah mereka dalam menuntut ilmu semakin mendekatkan diri ke pintu surga dan sayap-sayap malaikat senantiasa menaungi mereka mampui.” Masih adakah keperluan yang lain wahai Abu Muhammad?” Atha’: “Benar…bertakwalah kepada Allah atas dirimu wahai amirul mukminin, ketahuilah bahwa engkau diciptakan seorang diri, engkaupun akan mati seorang diri, dikumpulkan di mahsyar seorang diri, dihisab seorang diri, dan demi Allah engkau tidak melihat siapapun...!” Hisyam menundukkan kepalanya sambil menangis, lalu berdirilah Atha’ dan aku pun berdiri bersama beliau. Namun, ketika kami melewati pintu tiba-tiba ada seseorang yang membuntuti beliau sambil membawa sebuah bejana yang aku tidak tahu apa isinya sembari mengatakan, “Sesungguhnya amirul mukminin menyuruhku untuk menyerahkan ini kepada Anda!” Atha’ menjawab, “Tidak.” Lalu beliau membaca ayat: “Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam,” (AsySyu’ara: 109). Demi Allah, beliau masuk ke istana khalifah dan keluar dari sisinya sementara beliau sama sekali tidak minum seteguk air pun. Pada gilirannya Atha’ bin Abi Rabah dikaruniai umur panjang hingga 100 tahun, beliau penuhi umurnya dengan ilmu dan amal, beliau isi dengan kebaikan dan takwa, beliau sucikan dirinya dengan zuhud terhadap apa yang dimiliki manusia, dan mengharap apa yang ada di sisi Allah. Begitu ajal menjemput, alangkah ringan beban dunia yang dipundaknya. Karena kebanyakan bekalnya adalah amal untuk akhirat. Ia bawa pahala 70 kali haji dan 70 kali wukuf di Arafah. Beliau memohon kepada Allah Ta’ala keridhaan dan surga-Nya dan memohon perlindungan kepada-Nya dan kemurkaan-Nya dan siksa neraka.” Sumber: Buku "Mereka Adalah Para Tabi'in", Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, Pustaka At-Tibyan, hlm. 15-24
112
mereka di majelis-mejelis ilmu, sementara itu segenap ikan di lautan hingga semut di lubangnya sibuk memohonkan ampun bagi orang yang menuntut ilmu. c. Saling berlapang dalam majelis ilmu, majelis peperangan (agar berbaris rapi) dan berbagai majelis lainnya. Para shahabat sering berdesak-desakan di majelis ilmu nabi, mereka ingin sedekat mungkin dengan nabi, juga karena ketamakan mereka akan ilmu, sebagaimana mereka juga berdesak-desakan (bersegera dan berlomba) saat ada majelis perang, karena itu ditegur oleh Allah agar saling melapangkan satu dengan lainnya. Dan bila majelis sudah selesai, kemudian diseru untuk pekerjaan lain, untuk shalat berjama’ah dan semisalnya supaya bersegera dan tidak bermalas-malasan. d. Keutamaan orang-orang yang beriman dan berilmu, akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. Harus saling berlapang dada, memberikan kesempatan, tahu diri, jangan memonopoli, yang berkualitas akan diperlukan dan dicari, tidak usah menonjolkan diri. Supaya semua lapang, legowo dan bergairah. e. Yang dimaksud dengan kalimat Allah ialah: Ilmu-Nya dan Hikmat-Nya. Ilmu dan hikmah Allah sangat banyak dan luas, tidak akan pernah habis dikaji dan dipelajari, seseorang semakin bertambah ilmu, semakin bertambah kesadarannya akan kebodohannya, karena semakin tahu bahwa yang belum diketahui semakin banyak. f. Para santri yang belajar di pesantren harus bangga dan bersyukur, karena mereka sedang berada di jalan Allah, setiap langkah mereka mendekatkan diri ke pintu surga, para malaikat menaungi mereka dengan sayap-sayap rahmahnya, para binatang (semut hingga ikan di lautan) memohonkan ampunan kepda Allah bagi mereka. Pesantren dan majelis-majelis ilmu lainnya disebut Rasulullah dalam haditsnya sebagai “taman surga” (raudhathul jannah). 113
AYAT KE-28 ULAMA SUU’
ُ ٱنسلَ َخ ن ِۡن َهل فَ َأ ۡت َه َع َ َِي ََ َات ۡم َن ُ ََ َاَٰت ِ َنل ف ٓ ۞ َاٱتۡ ُل ََلَ ۡمه ۡم َن َهأ َ ْحٱَّل ِ ۡ َ َ َ ۡ َ ْح َ َ ََ َاّ ۡل ِشئنَلّ ََف ۡع َن ُ ا ِ َهل َالر ْحِن ُ ٓۥ١٧٥ َ ٱُّ ۡم َط ُ فَكن ِن َ ٱلغلاِي َ ۡ َ ََ ۡ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْح ۡ َۡ ب لِن ُت ِمل َك ٱل ل ث م ك ۥ ل ث م ف ى ل ه ع ه ٱت ا ۚ ِض ِ أخْل لَِل ٱۡل ِ ِ ْ ُ ْح َ َ َ ُ ۡ َ ۡ ْح َ َ ْح َۡ َۡ ۡ ََۡ َۡ َ َ ْت ۡك ُ يَ ۡل ُ ث ذّ ِ َ نثل ٱلقل ِم ٱَّلِي كذالا ه َلم ِ يلهث أا ت ِۚ َ ْح ۡ َ َ َۡ َ َ ْح ١٧٦ ۡأَِبَٰت ِ َنل فٱو ُص ِص ٱلق َص َص ل َعل ُه ۡم ََ َتفر َُان Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi alKitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian, itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (al-A’raf: 175-176) Refleksi a. Peringatan keras dari Allah bagi ulama’ suu’, mereka yang dikaruniai ilmu pengetahuan, tetapi tidak mengamalkannya, 114
b.
c.
d.
e.
f.
bahkan lebih senang mengejar kejayaan semu dunia, tunduk kepada hawa nafsu, meninggalkan akal sehat dan wahyu. Perumpamaan mereka seperti anjing yang senantiasa menjulurkan lidahnya, baik saat dihardik maupun ditinggalkan. Seseorang, sebenarnya, dengan ayatayat Allah (ilmu) akan ditinggikan derajatnya, diberikan kebahagiaan dunia dan akhirat, tetapi sebagian orang malah menggunakan ilmunya untuk menyesatkan manusia. Kisah ini menurut sebagian riwayat menceritakan seorang yang bernama Bal’am bin Ba’urah dari umatnya nabi Musa, sementara yang lain mengatakan bahwa kisah ini tentang Umayyah bin Sallat Attsaqafi, seorang yang mengetahui banyak tasyri’ nabi-nabi terdahulu namun ilmunya digunakan untuk menyesatkan manusia, agar menolak Islam yang dibawa nabi Muhammnad SAW. Bahaya kufur dari nikmat ilmu Allah dengan meninggalkan amal dengannya, melawan kebenarannya dan memperalatnya untuk menyesatkan manusia, karena mengagungkan hawa nafsu dan jeratan syetan, sehingga ilmu, akal dan wahyu tidak dipedulikan. Mengejar ketinggian derajat dari Allah dengan iman dan ilmu, menerapkannya dalam bentuk berbagai amal shaleh, menutup pintu-pintu masuk syetan, menjauhi pertemanan yang jelek serta membiasakan diri dengan segala sifat terpuji. Keberkahan dan manfaat ilmu akan dicabut dari mereka yang tidak mengamalkan ilmunya, bahkan tanggungjawabnya semakin berat di hadapan Allah kelak pada hari kiamat. Semoga semua peringatan ini menjadi pelajaran dan ibrah berharga bagi kita semua, para pendidik, guru dan penuntut ilmu di pesantren.
115
AYAT KE-29 POLA PERGAULAN DI PONDOK
ْح ّ ُه ۡم َ ِن
َ َ َُ ََۡ َِ ٞ َ ََ ۡٱِلَ َت َٰى وُ ۡل ل ۡح َال ۞ ِف ْك َ ٱل ۡن َمل لن ل س ي ا َ خ ٱٓأۡل ا ِ ۗ ِ ِۖ ِ ِ ۡ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ُ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ُ ۡ َ ْح َ س َد ۖۡ ِإَون َّتلل ِطلهم فإِخونكم اٱٞخ ۡري ِ لل ََعل ُم ٱّ ُمف ۡ َ َ ۡ َ ٓ َ ْح ُ َ َ ۡ َ َ ُ ۡ ْح ْح َ َ َ ٞ ٌ ٢٢٠ ٱّ ُم ۡصل ِحِ ِۚ اّل شلَ ٱلل ۡلعنتكم لِن ٱلل َزِيز يرِمم
Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; Dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (al-Baqarah: 220) Refleksi a. Ayat juga menjelaskan metode pergaulan dalam kehidupan di pesantren; i. Mu’amalah (pergaulan secara umum) ii. Mu’asyarah (pergaulan kekeluargaan) yang baik iii. Mushahabah (pertemanan) iv. Musyarakah (menyertai mereka dalam kegiatan) hingga, v. Mukhalathah (berbaur dengan mereka) dalam suka dan duka. Begitu dekat dan kuat ikatan antara guru-guru dengan anak didiknya. Guru di pesantren bukan hanya mengajar di kelas, 116
tetapi juga menjadi orang tua pengganti bagi para santri, teman bermain mereka, motivator di kala mereka lemah semangat, tauladan dalam kebiakan, inspirator keunggulan bahkan arsitek kepribadian anak didik mereka. b. Anak yatim dimuliakan Allah dengan diangkat sebagai anak umat, karena umat Islam secara keseluruhan berkewajiban menyantuni mereka, agar tidak rusak pendidikan dan masa mudanya, hingga menjadi beban dan benalu masyarakat. c. Para santri diibaratkan anak yatim yang harus disantuni; yatim ilmu, pendidikan, ketrampilan hidup, kepemimpinan, kemasyarakatan dll dan para guru adalah kakak serta orang tua mereka.
117
AYAT KE-30 ‘IFFAH
ُ َ ُ َ ۡ َ َ ْح َ ِصاا ْ ِف ۡ َ لن ُ ِ ۞ ّ ِلۡ ُف َق ََآَِ ْحٱَّلِي َ أ ۡي ِضبل مل ٱللِ َ يست ِطمع ي س ِ ِ ِ َۡ ٓ ُ َ َ ۡ َ ُ ُ ُ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ َ ْح ْك ٱِل َعف ِف ت ۡع َِف ُهم ِِض ۚ َيسههم ٱِللهِل أغنِملَ ن ِ ِِف ٱۡل ْ ُ ُ َ َ ْح َ َُ َۡ َ ۡ ُ َ َ لن ٱنلْح َ ۡ ِ لس ل ْللفلۗۡ َا َنل تنفِقلا نِ ۡ خ ۡري فإِن سممهم َ يسل ِ ِب َ ْح ٌ ِ لل ا ِۦ ََل ٢٧٣ مم ِ ٱ
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. (al-Baqarah: 273)
َ ۡ َ َ ْ ُ َ َ َٰٓ َ ۡ َ ُ ْ ۡ َ َ َ َ ْح َّت لِذا اَلغلا ٱنلّ َِك َ فإِن ََان ۡس ُتم ّن ِۡن ُه ۡم ۞ اٱبتللا ٱِلتٰى ي َ َ ُ ُ َۡ َ َ ۡ َُ َ َۡ ۡ َۡ ْٓ ُ َ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ لهل ٓ ل ۡسافل َاب ِ َدارا أن رشدا فٱدفعلا لِِل ِهم أنوّهمۖۡ ا َ تأكل ِ َۡ َ َ َ ْ َُ ۡ َ ۡ ُ ََۡۡ َ َ َ ۡ ۡباا َا َن َكن غن ِ ّمل فليَ ۡس َت ۡعفِفۖۡ َا َن َكن فقِريو فلمأكل يك َ َ َ َ ْ ََ َ َ ۡ َ َ ََ ۡ ۡ اف فإِذا دف ۡع ُت ۡم ل ِ ِۡل ِه ۡم أ ۡن َوّ ُه ۡم فأش ِه ُداا ََل ۡم ِه ۡم َاكِف ِۚ ِ َُ اِٱّ َمع ْح ٦ سيهل ِ اِٱللِ َي 118
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya, dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka, dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (an-Nisa’: 6) Refleksi a. Orang-orang muhajirin yang datang ke Madinah, meninggalkan rumah dan kekayaan mereka, sementara mereka belum bisa berusaha, bekerja untuk mendapatkan rizki, meskipun demikian mereka tidak pernah memintaminta, tidak menampakkan sikap memelas, baik dalam ekspresi air muka maupun penampilan hingga pakaian mereka, orang yang melihat beranggapan mereka orangorang kaya yang berkecukupan. Sikap inilah yang perlu diteladani oleh umat Islam, sikap ‘iffah, menahan diri untuk tidak meminta-minta, tidak tamak dan rakus. Tetap menjaga air muka, iffah jangan mudah menadahkan tangan meminta bantuan, lebih baik disangka kaya daripada dipandang miskin hingga perlu disantuni. Tangan diatas lebih baik dari tangan di bawah. b. Barang siapa yang berusaha mencukupi dirinya sendiri, maka Allah akan memperkaya dirinya, barangsiapa yang menjaga harga dirinya, maka Allah akan memeliharanya, barangsiapa yang menahan diri untuk tidak meminta, maka Allah akan mencukupinya, dan barang siapa yang meminta kepada orang lain, padahal dia masih mempunyai
119
uang/harta, maka sungguh dia sudah mendesak orang dengan meminta-minta. (al-hadits) c. Give and give and give you will gain, tidak ada kamus take and give di pondok, karena itu transaksional. d. Lebih baik dipandang oleh orang lain sebagai orang kaya – berkecukupan meskipun dalam kekurangan karena ‘iffah, dari pada dianggap miskin oleh orang lain sehingga perlu disantuni dan dikasihani orang lain, padahal dia kaya dan berkecukupan. Apapun dan bagaimanapun keadaaan kita hendaknya tetap menjaga ‘iffah (air muka) dan sikap menjaga harga diri. Itulah yang dicontohkan oleh para shahabat muhajirin. e. Mengelola kekayaan pondok seperti mengelola harta anak yatim, kalau kita sudah berkecukupan hendaknya beristi’faf (tidak mengambil hak kita) tetapi kalau kita masih dalam kekurangan diperbolehkan mengambi sesuai dengan ketentuan yang wajar. Hati-hati dan tidak boleh sembarangan dengan harta umat.
120
AYAT KE-31 HANYA SECEDUK TANGAN
ُ ُ ُ ّ۞ فَلَ ْحمل فَ َص َل َطل َ ٱِل ُنلدِ وَل َ ل ْحن ْح ُ ۡ لت ا َٱلل ُن ۡهتَلِمكم اِنَ َه ِ ِ ْح ْح َ َ َ ِن ل َ َف َم َۡش ٓ ِّ ب ن ِۡن ُ فَلَيۡ َس ن ِِّن َا َن ل ۡم ََ ۡط َع ۡم ُ فإِنْح ُ ۥ ن ن ِ ِ ِ ْح ْ َ ۡ ُ َ َ َ َ َ ْت َف غ َۡفَۢة ب َم ِد ِۦ ف َِشبُلا ن ِۡن ُ ل َ ولِمال ّن ِۡن ُه ۡم فل ْحمل َج َ َ ٱغ لا َز ُۥ ِ ِ ِ ۡ َ َ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َ ّان ُنلا َن َع ُ ۥ ولّلا َ َطلوة نلَل ٱِلَ ۡل َم ِبَل َ ََ َ ُه َل َا ْحٱَّلِي لت ِ َ َ َ ْح َ َ ُ ْك َ َ ْح ُ ْك َ ُ ْ ْح َكم ّ ِن ف ِئة َِا ُج ُنلدِ ِۦ ول ٱَّلِي َظنلن أنهم نلقلا ٱلل َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ۢ ۡ ْح َ ْح ُ َ َ ْح ٢٤٩ َ ۡبي ٱلص ولِمل ٍة غلهت ف ِئة كثِري بِإِذ ِن ٱلل ِۗۡ اٱلل نع ِِ
Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; Bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orangorang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orangorang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (al-Baqarah: 249)
121
Refleksi a. Thalut adalah seorang yang dipilih Allah untuk menjadi pemimpin Bani Israil di saat mereka lemah, bercerai-berai dan tertindas. Pada mulanya Bani Israil menolak kepemimpinan Thalut hanya karena tidak mempunyai harta melimpah, demikian yang mereka fahami, pemimpin haruslah kaya raya, karena mereka hanya memandang kehormatan seseorang dari sisi materi. Akhirnya mereka terpaksa menerima kepemimpinan Thalut setelah Allah memberikan bukti-bukti penguat atas keabsahan dan kelayakan kepemimpinannya, diantaranya keluasan ilmu dan kekuatan fisiknya, disamping membawa kotak “tabut” yang berisi beberapa pusaka Musa AS. b. Dalam sebuah riwayat pasukan Thalut dari Bani Israil terdiri dari delapan puluh ribu orang (80.000) untuk berperang melawan raja Jalut dengan pasukannya. Melalui Thalut Allah hendak menguji tekad dan kesungguhan Bani Israil, diantaranya : mereka diuji dengan sebuah sungai yang mereka lalui, yang terletak diantara Yordan dan Palestina, dalam situasi lelah, payah dan haus mereka diuji dengan air segar, agar tidak meminumnya kecuali hanya seceduk tangan. Terbukti kemudian mayoritas pasukan Thalut tidak bisa menahan godaan air segar yang memang mereka butuhkan untuk bertahan hidup dan menghilangkan dahaga. Konon 76.000 pasukan minum air dengan sepuaspuasnya, hanya 4.000 pasukan yang setia mentaati perintah Thalut. Mereka yang minum tidak lagi mempunyai keberanian menghadapi peperangan, hanya yang tersisa (4.000) yang siap berjuang hingga mendapatkan kemenangan. c. Untuk menjadi pasukan Allah, dibutuhkan kebulatan tekad, kesetiaan, ketulusan, ketaatan pada komando dan tentu saja yang siap berkurban mengalahkan keinginan kepentingan pribadinya demi mentaati perintah Allah.
122
Tanpa karakter ini mereka tidak layak menjadi pasukan pembela agama Allah. Bagaimana dengan kita yang di Pondok? d. Ayat juga menegaskan bahwa kuantitas tidak jaminan keberhasilan, terutama bila tidak berkualitas, sebaliknya jumlah yang sedikit namun berkualitas akan lebih menjanjikan untuk meraih kemenangan. e. Dalam kehidupan di Pondok, ayat ini sebagai tamsil agar tidak tergoda menjadi rakus dengan harta di tengah melimpahnya sarana dan fasilitas dalam perjuangan pondok. Cukup seceduk tangan saja. Hidup-hidupilah pondok, jangan mencari penghidupan dari pondok. Tetap ‘iffah, mengambil sekedarnya dari hak-hak kita, sisanya kita simpan untuk diambil kelak di akhirat.
123
AYAT KE-32 SHIBGHAH GONTORIYAH
َ ۡ َ َ ۡ َ َ ْح َ ُ َ َُ ُ َۡ َ َ ۡ ْح ۡ َ َ ُ حهغة ۖۡاَن ِهۥ عهِدان ِ ِ حهغة ٱللِ ان أيس ِن ٱلل ِ ۞
١٣٨
Shibghah Allah, dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (alBaqarah: 138) Refleksi a. Shibghah artinya celupan. Shibghah Allah: celupan Allah yang berarti iman kepada Allah yang tidak disertai dengan kemusyrikan. b. Menguatkan, menegaskan dan mengokohkan shibghah Gontoriah, jati diri, identitas, kepribadian dan karakter didikan Gontor; militan, pekerja keras, bersungguhsungguh, kreatif, dinamis, produktif, ikhlas dalam segala sesuatu. Meneguhkan nilai-nilai, jiwa, filsafat hidup dan juga sistem yang sudah established. c. Masyarakat bisa merasakan bahwa anak-anak didikan Gontor mempunyai style, pembawaan, kebiasaan, sikap dan kepribadian yang khas. Mereka supel mudah bergaul, peduli dengan umat dan perjuangan kemasyarakatan, pekerja keras, dinamis dan kreatif dan lebih dari semua itu mereka melakukan semua itu untuk menggapai ridha Allah, tidak ada untung komersiil.
124
d. Shibghah Gontoriyah ini perlu dikuatkan, sehingga para santri mempunyai kepribadian yang unggul dan utama dalam kehidupan masyarakat yang heterogen. e. Dengan menyadari bahwa para santri sudah mempunyai shibghah gontoriyah yang jelas, maka dimanapun dan kapanpun berada, mereka akan tetap menjaga jati dirinya, mereka akan tampak dengan karakter yang khas diantara masyarakat umum, menempatkan diri secara patut sebagai santri atau guru Gontor. Mereka menjadi cahaya penerang di tengah-tengah kegelapan.
125
AYAT KE-33 KETELADANAN
ْ ُ ۡ َ َ َ َ ّ ٞ َ َ َ ٌ َ ۡ ُ ْح ُ َ َ َ َ ْح ۞ لق ۡد َكن لك ۡم ِِف َر ُسل ِ ٱللِ أسل يسنة ّ ِم َكن يَجلا َ َ َ َ َ َ َ ْح َ ۡ َ ْح ٢١ ٱلل كثِريو َخَ اذك ِ ٱلل َاٱِلَ ۡلم ٱٓأۡل Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (al-Ahzab: 21) Refleksi a. Sebab utama keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mendidik para shahabat adalah kuatnya keteladanan, beliau sebagai tauladan hidup, alqur’an dan cahaya yang berjalanjalan di tengah-tengah masyarakat, sehingga memberikan pengaruh yang sangat kuat kepada umatnya. b. Keteladanan inilah yang disetting untuk menjadi sarana utama pendidikan Gontor, selain miliu (lingkungan) dan kegiatan. Maka santri dan guru tinggal bersama dalam satu kampus untuk membentuk miliu pendidikan yang positif. c. Seorang santri menjadi cermin bagi santri lainnya, santri yang aktif, dinamis, tekun, multazim dengan disiplin, berprestasi akan memberikan sentuhan dan pengaruh positif bagi teman-teman lainnya, demikian pula santri senior dalam segala hal menjadi panutan adik-adiknya, guru-guru tanpa terkecuali juga cermin tauladan bagi semua
126
santri dan pengasuh/kyai pesantren merupakan sentral figur yang akan ikut mewarnai corak pesantrennya. d. Memberikan keteladanan sekali, lebih fasih daripada pidato seribu kali, keteladanan akan masuk ke hati, pidato lebih banyak masuk telinga kanan dan keluar lagi lewat telinga kiri.
127
AYAT KE-34 PERJUANGAN SEBAGAI JALAN HIDUP
ََ ِ ان
۠ َ َ َ َ َ َ َ ْح صري ٍة أنل ِ لَِل ٱللِ لَع ا َ َ ٱّ ۡ ُم ِۡشك ١٠٨ ِني ِ
ْٓ ُ َۡ ۡ ٓ ِ ِ ۞ وُل َه ِذ ِۦ َسي مِل أدَلا ۠ َ َ ٓ َ َ ْح َ َ َ ُ ۡ َ َ ْح ٱتهع ِنِۖ اسهح ٱللِ انل أنل ِن
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orangorang yang musyrik". (Yusuf: 108)
َ َ ْح ُ ُ َ َ َ ْح ُ ْ ْك ٱّسهُل ح َر ِِط ُم ۡس َتقِممل فٱته ِعل ۖۡ ا َ تتهِعلا ِ ُ َ ْح ُ ُ َ ََ َسيِمل ِ ِۦ ذل ِك ۡم َا ْححىكم ا ِ ِۦ ل َعلك ۡم
َ َ َ َ ْح ۞ اأن هذا َ َ َ ُ ف َتف ْحَق اِك ۡم َ ُ َ ١٥٣ ت ْحتقلن
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalanjalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertaqwa. (al-An’am: 153) Refleksi a. Jalan dakwah nabi berdasarkan bashirah dan hujjah yang nyata. Hidup adalah perjuangan, apapun profesi kita jangan pernah meninggalkan mengajar dan berdakwah. Kita menyeru kepada Allah, bukan kepada partai, golongan maupun kelompok sempit dan fanatik. 128
b. Para kader pondok
(guru dan santri) hendaknya menjalankan tugas-tugas berdasarkan bashirah (pengetahuan), memahami latar belakang masalah, sejarah, filosofi, target dan sasarannya, jangan hanya taklid buta, apalagi melek walang, menjalankan tugas seperti robot. c. Hanya setia mengikuti jalan yang digariskan Allah, yang dicontohkan nabi, itulah jalan keselamatan dan persatuan, sedang mengikuti jalan-jalan lain hanya akan mendatangkan perselisihan dan pertentangan. Ini pula jalan yang kita tempuh di Pondok, berdakwah melalui pendidikan generasi umat, menanamkan aqidah lurus, membiasakan ibadah yang benar dan membentuk akhlak yang luhur. Inilah metode kita dalam berjuang. d. Mewaspadai munculnya alairan-aliran sesat dan sempalan serta madzhab perusak yang terinfiltrasi oleh zionisme, liberalisme, syiisme, komunisme dll, benteng aqidah dan pemikiran harus dikuatkan, imunitas diri dari penggerogotan kesesatan harus dikokohkan
129
AYAT KE-35 MUHASABAH
ُ َ ۡ َ َ َ َٰٓ َ ْك َ ْح َ َ َ ُ ْ ْح ُ ْ ْح ۡس ْحنل وَ ْحد َنت ٞ نظ َۡ َن ۡف ۞ يأَهل ٱَّلِي َاننلا ٱتقلا ٱلل اِل َ ُ َ ُ ٱلل َخه َ ٱلل ل ْحن ْح َ ل َِغد َا ْحٱت ُقلا ْ ْح ١٨ ري ۢ ا ِ َمل ت ۡع َمللن ِۖ ِ ِ
Hai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (Akhirat); Dan bertaqwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Hasyr: 18) Refleksi a. Hidup berwawasan masa depan, dengan tetap muhasabah (introspeksi) apa-apa yang sudah kita siapkan sebagai bekal menyongsong kehidupan yang lebih abadi, dalam bentuk kekinian menyiapkan diri untuk menyongsong masa depan, karena apa yang kita rasakan saat ini merupakan akumulasi dari hasil kerja kita masa-masa lalu. b. Orang cerdas hidup untuk masa depan, orang bodoh hidup untuk hari ini. Masa depan yang lebih pasti, lebih abadi harus disiapkan sejak saat ini. Karena hidup di dunia hanya sementara, orang yang mengorbankan hidupnya untuk kesementaraan sangatlah merugi, yang benar dia harus mempertaruhkan hidupnya untuk kebahagiaan hakiki di masa depan (akhirat) nanti. c. Bekal masa depan adalah amal shaleh yang dilandasi iman serta dikerjakan dengan ikhlas. Itulah yang harus diperbanyak tanpa batas. Itulah sebab utama kebahagiaan 130
hakiki dan mata uang yang berlaku di kampung akhirat kelak. d. Harus introspeksi; apa yang sudah kita persiapkan, apa yang sudah kita lakukan, bagaimana kita menghabiskan umur, masa muda, kesehatan, keuangan dan lain-lainnya, sudahkah kita memanfaatkan dengan baik, atau masih menyia-nyiakan? e. Untuk jangka pendek (masa depan dekat) baik kehidupan pribadi, keluarga maupun institusi, kita juga mesti mempersiapkan diri, mengevaluasi diri dan tetap berorientasi ke masa depan. Pendidikan Gontor harus mendahului zamannya, tidak hanya merespon dan memenuhi tuntutan zaman, tetapi mendahului zaman. Anak-anak kita adalah anak-anak masa depan dengan tantangannya yang berbeda dengan tantangan kita, kita harus mempersiapkan mereka menghadapi zamannya. “Ajarilah anak-anakmu, karena sebenarnya mereka diciptakan untuk zaman mereka yang berbeda dengan zaman kalian”. (Umar bin Khatthab)
131
AYAT KE-36 MENJAGA KETURUNAN
َ َ ان ُنلا ْ َا ْحٱت َه َع ۡت ُه ۡم ُذ ّر ْحي ُت ُهم بإ َ ََ َ ۞ َا ْحٱَّلِي ْۡل ۡقنَل اهم َ ۡ يم أ ِِ ِ ٍ ِِ ْك َ ُ ۡ َشَ ك ُّذ ّر ْحي َت ُه ۡم َا َنل ٓ َأ َ ِۡل َن ُهم ّ ِن ۡ َع َملهم ِن َٱمَِٕۢي امل ۡ ِۚ ِ ِ ِِ ِ ٞ ب َره َ َك َس ٢١ ِني Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (at-Thur: 21)
ۡ َ َ ۡ ُ َ ُ َ ْ ٓ ُ ْ ُ َ َ َ َ َٰٓ َ ْك َ ْح َ ُ َُ َ ۡ ُ ۞ يأَهل ٱَّلِي َاننلا ولا أنفسكم اأهلِمكم نلرو اولدهل ٞ َ ٌ َ َٰٓ َ َ َ ۡ َ َ ُ َ َ ۡ َ ُ ْح ْح َ ۡ ُ َ ْحٞ َ َٱلل ٱنللس اٱْل ِجلر َلمهل نلئِرة غِالظ ِشداد َ َعصلن َ ُ َ ُۡ َ َ ُ َ ََۡ ۡ ُ َ ََ ٓ َ ٦ نل أمَهم ايفعللن نل يؤمَان
Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrim: 6)
132
ۡ ۡ َ ْح ْ ُ َ ۡ َ ْ ُ َ َ َ ُ ْح ضعفل خلفلا ِ ۞ َاِلَخش ٱَّلِي َ ّ ۡل ت ََكلا ِن ۡ خلفِ ِه ۡم ذ ّرِية َ ْ ُ ُ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ ۡ َ ْح ُ ْ ْح ٩ ٱلل َاِلَقلّلا و ۡل َ َس ِديدا َلم ِهم فلمتقلا Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (anNisa’: 9)
ْ ُ َ َ ۡ ۡ َ ۡ ٌ َ َ ُ ْ ْح َ َ َ ْح ََ َ َ ۞ فخلف ِن ۢ بع ِدهِم خلف أضلَلا ٱّصلل اٱتهعلا َ َ َ ۡ َ َ َ َ ْح ٥٩ تِۖ ف َس ۡلف يَلق ۡلن غ ًّمل ِ ٱُّهو Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Refleksi a. Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga. Kita sangat-sangat berkepentingan mendidik anak cucu, menjaga aqidah dan ibadah serta akhlak mereka agar kelak bisa bersama-sama bersatu kembali di surga Allah. Jangan sampai melalaikan pendidikan dan penjagaan. b. Ayat ini menjelaskan karunia Allah yang luar biasa kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa anak cucu mereka yang juga beriman meskipun tingkat keshalihan dan ketaqwaannya belum menyamai orang tua mereka, akan diangkat derajatnya oleh Allah, bergabung dengan orang tua mereka di surga. Ini adalah keberkahan iman dan ketaatan orang tua yang dilimpahkan Allah kepada anak cucu mereka. Ketaatan dan keshalihan orang tua juga akan 133
berdampak positif langsung terhadap kehidupan anak-anak mereka di dunia (at-Thur: 21) c. Menjaga aqidah umat, itulah bagian dari misi pendidikan Gontor, dengan membina aqidah yang benar serta bersih dari berbagai noda-noda kemusyrikan kemudian menanamkannya agar kokoh bersemayam di dasar sanubari. Berikutnya adalah membangun ibadah yang benar, yang bebas dari tambahan dan penyimpangan, meningkatkan kekhusyu’an agar bisa menikmati setiap munajat kepada Allah, kemudian membentuk akhlak yang mulia, kepribadian luhur serta adab yang tinggi dalam diri santri. Semua itu dalam rangka melindungi diri sendiri dan keluarga dari api neraka. d. Orang tua dan pendidik tidak akan melalaikan tugas menyiapkan generasi pelanjut perjuangan. Karena kaderkader kita yang akan melanjutkan misi perjuangan kita, merealisasikan cita-cita dan idealisme kita, meneruskan amal shaleh kita serta meninggikan nama baik kita. Jangan sampai mereka terlahir sebagai generasi lemah, pecundang, tidak berkemampuan dan berkecakapan, menjadi beban masyarakat dan penikmat hasil perjuangan. Generasi pertama sebagai perintis dan kedua sebagai pejuang dan pengembang, maka jangan sampai ketiga hanya menjadi penikmat serta keempat menjadi perusak. e. Ketakwaan dan kejujuran adalah pangkal membentuk generasi yang kuat dan baik. (an-Nisa’: 9) f. Shalat harus ditegakkan, diutamakan dan dijadikan sebagai kurikulum utama pendidikan. Seluruh aktivitas bermuara, beredar mengikuti shalat. Shalat sebagai mizan (timbangan) komitmen kita kepada Islam. Generasi yang melalaikan shalat biasanya akan jatuh terpuruk sebagai penikmat nafsu dan itulah muara kehancuran suatu bangsa. Shalat adalah perkara paling utama dalam agama, kalau sudah dilalaikan maka melalaikan urusan lainnya akan semakin mudah. 134
Melalaikan shalat bisa berarti meninggalkan shalat sama sekali dan itu menyebabkan seseorang menjadi kafir, atau tidak menjalankannya dengan baik dan benar, tidak menjaga waktu, tidak dikerjakan dengan khusyu’, enggan berjama’ah sehingga masjid-masjid menjadi kosong. Semua itu termasuk kategori meninggalkan shalat. g. Sebaliknya kemenangan dan kejayaan bermula dari kekhusyu’an dalam shalat (al-Mukminun: 1-2), akhlak yang terpuji juga sebagai pengaruh positif dari shalat yang ditegakkan, jiwa yang tenang dalam menghadapi kesulitan kehidupan juga hasil dari pendidikan shalat.
135
AYAT KE-37 KADERISASI DAN REGENERASI
ٓ َ َ َ َ َ ۡ َۡ ۡ ٓ ٓ لِذ نلدى٢ ت َر ّبِ َ ع ۡه َد ُۥ َزك َِ ْحيل ِ ذِك َُ َرنم١ ۞ كهمع ٓص َ ۡ ۡ ۡ َ ّ ّ َ َ َ ّ َ ٓ َ ُ َ ْح ب ل ِ ِِن َاه َ ٱل َعظ ُم ن ِِّن َاٱش َت َعل ِ ول ر٣ رب ۥ ن ِداَ خفِمل ّ َ ّ َ َ ٓ َ ُ ۢ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ ُ ۡ ْح ُخ ۡفت ّ ِ ِإَوِن ِ ٤ ب شقِمل ِ ٱَّأس شيهل اّم أك اِدَعئِ َ ر َ ۡ ٓ َ َ َ َ ُ ْح َ ۡ َ ّ َ َا ِِلل َ ِ ٱّ ۡ َم َو ت ٱم ََأ ِِت َعو َِو فهب َِل ِن لن ِ َل ِن َا َراَِي َاَكن ّ َ َُۡ ۡ َ َ َُۡ َ ۡ ُ ََ ُ َ ٦ ض ّمل ِ ب َر ِ ي َِث ِن اي َِث نِ َا ِ َعقلبۖۡ اٱجعل ر٥
Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang Rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau. Ya Tuhanku, dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub; Dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai". (Maryam: 1-6)
136
ّ َ َ َ َ َ ْح ُ ْح َ اِكل ِ َمت فأتمه ۖۡ ول ل ِ ِِن َ َ َ ُ َ ُ ذ ّرِ ْحي َِّتِۖ ول َ ََ َنل ع ۡه ِدي
َ َٰٓ ۞ ِإَوذِ ۡٱب َت ِل لِاۡ َر َِٰٓۧ َم َر ْكب ُ ۥ َ َ َ ُ لس ل ِ َنلنلۖۡ ول َا ِن ِ َجلَِل َ ّ ْحِلن ْح َ ٱلظلِم ١٢٤ ني ِ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (Perintah dan Larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". (al-Baqarah: 124) Refleksi a. Yang dimaksud oleh Zakaria dengan mawali ialah orangorang yang akan mengendalikan dan melanjutkan urusannya sepeninggalnya. Yang dikhawatirkan Zakaria ialah kalau mereka tidak dapat melaksanakan urusan itu dengan baik, karena tidak seorangpun diantara mereka yang dapat dipercayainva, oleh sebab itu Dia meminta dianugerahi seorang anak. b. Kisah ini mengingatkan pentingnya kaderisasi untuk regenerasi, generasi zakaria (tua) harus menyiapkan kader pelanjut perjuangan, kader yang akan mewarisi perjuangan, ilmu dan hikmah, bukan mewarisi kursi dan kedudukan. Mewarisi nilai dan jiwa serta idealisme, bukan mewarisi fasilitas dan sarana. Bagaimana kepribadian dan sifat-sifat kader yang tangguh ada dalam kisah ini. Banyak pesantren yang melalaikan kaderisasi, akan mundur bahkan gulung tikar sepeninggalan kyai kharismatiknya. c. Ujian terhadap Nabi Ibrahim a.s. diantaranya: membangun Ka'bah, membersihkan ka'bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain. Allah telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim
137
a.s., karena banyak di antara Rasul-rasul itu adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s. d. Pak Zar sering membaca ayat ini, mengingatkan generasi pelanjut estafet perjuangan Gontor, agar mereka berkualitas, memantaskan diri dan jangan sampai dzalim, karena janji Allah untuk mengangkat para pemimpin tidak akan mengenai orang-orang yang dzalim. Ujian dan cobaan, penugasan-penugasan, kepercayaan, merupakan sarana penggemblengan kader pemimpin di Gontor. e. Belajar dari pesantren-pesantren terdahulu yang sempat mencapai masa kejayaannya, namun kemudian surut pamornya dan ditinggalkan para santrinya setelah kyai kharismatiknya wafat, hal itu disebabkan kelalaian dalam kaderisasi dan regenerasi. Yang paling dekat dengan Gontor baik tempat maupun waktu adalah Pesantren Tegal Sari. 15 15
Pesantren Tegalsari Tegalsari adalah salah satu pesantren bersejarah di Indonesia. Pesantren ini terletak di desa Tegalsari kecamatan Jetis kabupaten Ponorogo, pada abad ke-18 sampai abad ke-19. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Besari. Pesantren ini memiliki ribuan santri, berasal dari seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Di antara santri-santrinya yang terkenal adalah Pakubuwono II, penguasa Kerajaan Kartasura, Raden Ngabehi Ronggowarsito seorang Pujangga Jawa yang masyhur dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto Sejarah Dalam sejarahnya, Pesantren Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang
138
latar belakang Pakubuwono II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Pakubuwono II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan keraton menuju ke timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Pakubuwono II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai wara`; dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam. Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa Pakubuwono II. Api pemberontakan akhirnya reda. Pakubuwono II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sultan Pakubuwono II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan. Setelah Kyai Ageng Hasan Besari wafat, dia digantikan oleh putra ketujuhnya yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Besari, Pesantren Tegalsari mulai surut. Sepeninggal Kyai Ageng Hasan Besari, kejayaan Pesantren Tegalsari tinggal kenangan. Jumlah santrinya kian menyusut. Walaupun demikian, banyak para santri dan anak cucunya yang mengembangkan agama Islam dengan mendirikan Pondok Pesantren di berbagai daerah di seluruh Nusantara. Salah satu yang terbesar adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di wilayah kecamatan Mlarak. Pondok ini didirikan oleh tiga orang cucu Kyai Ageng Hasan Besari. (Disadur dari Wikipedia bebas)
139
AYAT KE-38 MILITANSI PEMUDA
ۡ ُ َ َ َ َ ۡ َ َ ْح ۡ ُ َ ُ ْك َ ََ ٱْل ّق ل ْحن ُه ۡم ف ِۡتمَ ٌة ۡاننُلا ْ ا ََبّهم َ ِ ِۚ ِ ِ ۞ َن نقص َلم َ نهأهم ا ِِ ِ َۡ ُ ١٣ َازِدن ُه ۡم هدى
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka Petunjuk. (al-Kahfi: 13)
ُ ۞ وَلُّلا ْ َس ِم ۡع َنل فََّت يَ ۡذ ُك َُ ُه ۡم َُ َقل ُ َ ُِه ٓۥ لاۡ َره ٦٠ ِمم ِ
Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ". (alAnbiya’: 60)
َ ۢ َب ۡع ِد ض ۡعف ُ ٓ َ َنل يَُل َُ َاه َل
َ َ َ ۡ ُ ْح ِج َعل ن ضعف ثم ُ َۡ َ َ ض ۡعفل َاشيۡ َهة َيل ُق
ْح ُ ْح ُ ََ َ ٱلل ٱَّلِي خلقكم ّ ِن ۞ ُ ُ ُ َ و ْحل ث ْحم َج َعل ِن ۢ َب ۡع ِد و ْحلة ُ ِ ۡٱل َعل ُ مم ۡٱل َق ِد ٥٤ َي
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dia-lah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (ar-Rum: 54) 140
Refleksi a. Masa muda adalah masa paling energik, potensial, serba kuat. Masa muda identik dengan tindakan revolusioner, seperti para pemuda “ashabul kahfi” yang berani menentang kelaliman raja Dikianus, pemuda Ibrahim yang menghancurkan patung-patung sesembahan kaumnya. Para santri adalah generasi muda yang revolusioner, harus bergerak, kreatif, dinamis dan banyak inisiatif. b. Kehidupan manusia melalui tiga fase: fase lemah, di kala kecil dan serba mengandalkan bantuan orang tua. Fase kuat, di masa muda penuh vitalitas dan produktivitas dan kelak akan kembali kepada fase lemah di masa tua, dimana banyak kekuatan sudah berkurang dan kembali seperti anak-anak lagi. Maka masa muda harus dimanfaatkan dengan baik untuk menimba ilmu, pengalaman, memperluas wawasan, mengasah ketrampilan, beribadah dan beramal shaleh serta berjuang menegakkan kalimah Allah. (Arrum: 54) c. Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul dan Nabi dalam usia yang relatif muda (40 th), para pengikutnya mayoritas anak-anak muda, sementara itu kebanyakan orang tua malah berbaris memusuhi beliau. Usamah bin Zaid diangkat menjadi panglima perang dalam usia 18 tahun, Mus’ab bin Umair mengislamkan mayoritas penduduk Madinah juga ketika masih 21 tahun, Muhammad al-Fatih membebaskan konstantinopel juga masih sangat muda belia. Itulah prestasi anak-anak muda. Para santri adalah kawula muda, yang harus menyadari betapa besar potensi yang mereka miliki. Pemuda yang tumbuh dalam suasana ibadah thalabul ilmi, insyaa Allah akan mendapat naungan perlindungan Allah pada hari kiamat kelak.
141
AYAT KE-39 GENERASI PEMENANG
َ َ َ ْح ُ ْح ْ َُ ُ َ َ ُ ْ ْح ت ۞ اَد ِ ٱلل ٱَّلِي َ ََاننلا نِنك ۡم َاَ ِمللا ٱلصلِح َ ۡ َ َ ۡ ۡ َ َ ْح َ َ َ ۡ ٱس َتخلف ٱَّلِي َ نِ ق ۡهل ِ ِه ۡم ِض ۚ كمل ِ ليَ ۡس َتخلِف ْحن ُه ۡم ِِف ٱۡل ْح َ َ َ َ َۡ َ َ َ ُ َ ّ َ ْح ٱرتَض ّ ُه ۡم َاِلُ َه ّ ِدنلْح ُهم ّ ِن ۢ َب ۡع ِد َِن ّ ُه ۡم دِينَ ُه ُم ٱَّلِي اِلمر َ ََ َ ُ ُۡ َ َ َُُۡ ۡ ۡ ۡ َ ۡ َ ِشكلن ِِب شيل َا َن كف ََ َب ۡع َد ِ خلف ِ ِهم أننل َعهدان ِن َ ي َ ُ َ ۡ ُ ُ َ َٰٓ َ ْ ُ َ َ َ ٥٥ سقلن ِ ذّ ِ َ فأالئِ َ هم ٱلف
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku, dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (an-Nur: 55)
َ َ ُ َ ۡ ُ ّ َۡ ۡ ُ َ ُ َ َ َ ۡ َ ٓ ُ َ ْح َ ُ َ ۞ هل ٱَّلِي أرسل رسلِهۥ اِٱّهدى ادِي ِ ٱْل ِق ِِلظ ِهَ ۥ لَع َ ُ ۡ ُۡ َ َ َۡ َ ُّ ّ ٣٣ ِشكلن ِ ٱلِي ِ ِك ِ ِۦ اّل ك َِ ٱّم 142
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (at-Taubah: 33) Refleksi a. Janji kemenangan ini telah benar-benar terbukti, bahkan sebelum Rasulullah SAW wafat, dimana jazirah Arab telah ditaklukkan dan tidak ada lagi selain Islam agama yang eksis di sana, kemudian dilanjutkan oleh para khulafa’urrasyidin, daulah ummawiyah, abbasiyah, ustmaniyin dll hingga lebih dari tuju abad umat Islam memimpin dunia dan membangun peradaban luhur. Saat ini dan sudah sejak beberapa abad yang lampau umat Islam terlemahkan, tertindas, terjajah, terbelakang didominasi oleh bangsabangsa Barat dalam berbagai lapangan kehidupan. Tetapi janji Allah masih tetap berlaku, janji kemenangan akan diberikan lagi manakala umat Islam membayar syaratsyaratnya. b. Kabar gembira berupa janji kemenangan ini ditujukan kepada mereka yang menggabungkan antara iman yang benar dan amal shaleh, yang benar-benar hanya menyembah Allah SWT dan sama sekali tidak mensekutukan-Nya. Dan janji Allah yang pasti ditepati itu berupa: kekuasaan di muka bumi, keteguhan agama Islam serta menukar keadaan dari ketakutan menjadi keamanan. c. Kita wajib beriman akan kebenaran janji tersebut, dan pasti Allah akan menunaikan janji-Nya, hal ini dapat menumbuhkan optimisme dalam diri kita dalam meretas perjuangan yang penuh onak dan duri, tetapi kita juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan Allah untuk mendapatkan kebenaran janji-janji tersebut. Allah akan memenuhi janjinya, bila syarat-syaratnya telah kita penuhi. d. Pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor sarat dengan nilai-nilai perjuangan serta pengorbanan, ayat ini 143
sungguh membesarkan hati kami para pendidik di Gontor, maka dengan optimisme kita menyongsong lahirnya generasi pemenang yang akan mengibarkan bendera kejayaan Islam, tugas kita hanyalah bertekun, berusaha keras, mendidik, membentuk dan menyiapkan lahirnya generasi pemimpin masa depan. e. Bila dicermati jaminan kemenangan tersebut (agar Islam dimenangkan di atas agama lainnya) terdapat dalam surah al-Bara’ah (berlepas diri) artinya umat Islam harus bisa berlepas dari dominasi Yahudi dan Nashrani (bangsa Barat), kembali kepada identitas mereka yang sejati, kemudian dalam surat as-Shaff (barisan) artinya umat Islam harus berbaris rapi dan bersatu padu dalam memperjuangkan kemenangan ini, kemudian terdapat di surat al-Fath (kemenangan) artinya setelah kita berbara’ah, kembali pada jati diri Islam serta berjuangan seraya memadukan barisan, maka kemenangan akan datang.
144
AYAT KE-40 KAWAH CONDRO DIMUKO
َ ُ ْح ۡ َ ْح ُ ّ َ َٰٓ َ ْك َ ۡ ُ ْح ُ َ َُٓ ۡ ّ ۡ ن ِصف ۥ أاِ ٱنقص٢ و ِم ٱِلل لِ َ ولِمال١ ۞ يأَهل ٱّمزنِل ۡ ُ َ ْح َ َ َ َ ۡ ُۡ َّ َ َۡ َ ۡ َۡ ۡ لِنل سنل ِِق٤ أا زِد َلم ِ ارت ِِل ٱلقََان تَتِمال٣ ن ِۡن ُ ولِمال َ َۡ َ ُِه أَ َش ْكد َا ۡطل َاأَ ۡو َلم َ ِ ل ِ ْحن نَل ِشئَ َة ْحٱِلۡل٥ َ وَ ۡل َ ثَقِمال َ لم ِ ۡ َ َ َ َ ْح ۡ َٱذ ُك َ َ ِف ٱنلْح َهلر َس ۡهبل َ ِٱس َم َر ّب ا ٧ يال ل ط ِ ّ لِن٦ قِمال ِ ِ ِ َ َ ۡ َ ٨ َاتيَ ْحتل ل ِ ِۡل ِ ت ۡيتِمال Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (al-Muzzammil: 1-8)
َ ُ ُ َ َ ْح ْح َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ َ ْح َۡان ۡٱل َفج ۡ ََ۞ أو ِ ِم ٱّصلل ِلّلكِ ٱُّم ِس لَِل غس ِق ٱِل ِل او ِِۖ َ َ َ ْح ۡ َ َ َ ۡ َ ُ ْح َا ِن َ ٱِلۡ ِل ف َت َه ْحج ۡد ا ِ ِۦ نلف ِلة٧٨ لِن و َۡ ََان ٱلف ۡج َِ َكن َمُ ُهلدا 145
ۡ ۡ َ ّ َ ُ ْح ۡ ْح َ َ َ ْح َ َ َ َٰٓ َ َ ۡ َ َ َ َ ْك ُ خل ِن ِ ب أد ِ اول ر٧٩ ل َ ََس أن َهعث َ رب َ نقلنل َمملدا ّ َ ۡ َ ۡ ََ ۡ ُ ُۡ ۡ ََ ۡ َ ُ ْح َ ۡ َ َ حدق اٱجعل َِل ِن لن ِ حدق اأخ َِج ِن ُمَج ِ ندخل ۡ ْح ٨٠ صريو ِ ُسل َطنل ن Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku dengan cara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (al-Isra’: 78-80) Refleksi a. Ayat-ayat ini memberikan bimbingan bagaimana seorang hamba yang menyadari kelemahan dirinya sementara dia mengemban misi dan tugas mulia dari Allah untuk selalu mempunyai hubungan mesra dengan Rabb-nya. Ibarat mesin untuk hidup membutuhkan energi, baterai yang menjadi sumber kekuatannya. Itulah ibadah menghidupkan malam, mentadabburi al-Qur’an dan munajat mihrab di keheningan. b. Allah menggembleng Nabi beserta para shahabat dengan qiyamullail, tilawatil qur’an, tabattul (tekun beribadah) dan berbagai kegiatan untuk mengokohkan kepribadian dan mentalitas mereka, sehingga menjadi militan dan tidak mudah goyah diterpa godaan dan tantangan. Itu pula yang dibutuhkan oleh setiap pejuang, pendidik, guru dan da’i di masyarakat. c. Para santri yang sedang menuntut ilmu membutuhkan enerzi lebih dan sulthanan nashira (kekuatan yang memberi 146
kemenangan) melalui qiyamullail, pada sepertiga malam terakhir do’a sangat mustajab dan juga sangat bagus untuk belajar karena fikiran jernih dan suasana hening. Demikian pula dalam mengelola pondok, kita butuh kekuatan semangat, energi berlimpah, istiqamah dalam prinsip dan dukungan langit, semua itu akan kita dapatkan melalui qiyamullail. d. Jangan hanya hidup untuk diri sendiri, nanti kita akan tersisihkan di pinggiran halaman buku kehidupan, hiduplah untuk memperjuangkan prinsip-prinsip kebenaran, untuk memberikan manfaat bagi kehidupan dan kemaslahatan bagi sesama. Dan untuk itu kita harus menggembleng diri dengan ibadah malam. e. Pahala yang dijanjikan Allah bagi mereka yang rajin menghidupkan malam untuk shalat dan ibadah adalah maqaman mahmuda (kedudukan yang mulia, baik di dunia maupun kelak di akhirat, disempurnakan dengan do’a untuk dimasukkan ke tempat masuk yang benar, dan bila keluar juga dari tempat keluar yang benar serta mendapatkankan kekuatan yang memberikan pertolongan – kemenangan. f. Qiyamullail adalah tolak ukur untuk kesemangatan dan kekuatan kemauan, kalau kita tidak mampu melawan kemalasan, rasa kantuk dan dinginnya malam, bagaimana kita akan mampu berjuang menghadapi musuh-musuh Islam?
147
AYAT KE-41 BANGKIT
ََ َ َ َ َ َ ْح َ َ َ َ ّ ۡ ۡ َ اث ِملا٣ ارب َ فر ِۡب٢ فأن ِذر ۡ َ َۡ َُۡ ََ َ ُِ ر َ ِ َاّ ََِ ّب٦ ِث ا َ تمَن شست٥
ۡ ُقم١ َُِ ّي َأ ْكَ َهل ٱّ ۡ ُم ْحدث َٰٓ َ ۞ ۡ َ َا ْك٤ َۡ َف َط ّه َۡ ٱَّ ۡج َز فٱه ُج ِ ۡ َ ۡ ٱح ٧ ۡب ِ ف
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah! Dan perbuatan dosa tinggalkanlah! Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak! Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah! (al-Muddattsir: 1-7) Refleksi a. Ayat ini turun sebagai komando kepada nabi untuk mulai berdakwah, inilah awal fase kerasulan, dan sebelumnya – sejak turun surah al-‘alaq 1-5 – adalah fase kenabian, dimana beliau belum ditugasi untuk berdakwah menyampaikan ajaran Islam. b. Berselimut adalah kiasan bagi siapapun, termasuk kita yang masih diselimuti kemalasan untuk bangkit bergerak dan menggerakkan, berjuang dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran. c. Tidak sepatutnya kita bermalas-malasan, karena kita ini umat yang mempunyai tugas dan misi dalam hidup, menjadi khalifah Allah, pemakmur bumi, hamba Allah yang merealisasikan ibadah dalam berbagai bentuk gerakan 148
kehidupan, serta menjadi pelanjut estafet perjuangan Rasulullah SAW. d. Karakter yang harus dimiliki seorang da’i, pendidik dan pejuang adalah: i. Bangkit, aktif, dinamis; memberi peringatan, mengajar, mendidik, berdakwah. Setelah turun ayat ini Nabi bersabda kepada Khadijah “Wahai Khadijah sudah berlalu waktu untuk tidur (berdiam diri)” dan sejak saat itu beliau terus berdakwah dan berjuang hingga kembali menghadap Allah. ii. Selalu membesarkan Allah, bukan membesarkan nafsu dan egonya iii. Selalu membersihkan perangai dan akhlaknya, karena pakaian adalah kiasan bagi akhlak dan perilaku yang kemanapun seseorang pergi pasti akan disertainya. iv. Menjauhi perbuatan dosa dan penyembahan berhala. Seorang da’i akan berdosa besar kalau menyeru kepada kebaikan tetapi dia justru melakukan kemaksiatan, atau tidak melaksanakan apa yang dia anjurkan. Seharusnya dia menjadi orang pertama yang melaksanakannya sebelum orang lain. Dengan demikian orang akan mempercayainya. v. Ikhlas berkurban dan berbakti tidak untuk mencari imbalan yang lebih banyak, tidak ada interes-interes duniawi vi. Bersabar karena Allah dalam menjalankan tugas dan mengharapkan hasil. e. Mentalitas seperti ini sangat dibutuhkan oleh mereka yang berjuang di dalam Pondok.
149
AYAT KE-42 MENINGGIKAN KALIMAH ALLAH
َ ْ ُ َ َ َ ْح َ ُ ُ ُ َ َ ۡ َ َ َ ُ ْح ُ ۡ َ ۡ َ َ ُ ْح َلِن ِ ۞ لِ َ تنِصا فقد نِص ٱلل لِذ أخَج ٱَّلِي كفَاا ث َۡ َ َ ُ ُ ۡ َۡ ُ ۡ َۡۡ َ ُت َز ۡن ل ْحن ْح ۡۖٱلل َن َع َنل َ به ِ ِۦ ِ ني لِذ ه َمل ِِف ٱلغلرِ لِذ ََقل ل ِص ِ ِ ٱثن َ َ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َ ْح ُ َ َ َ ُ َ َ ۡ َ ْح َ ُ ُ ُ ْح فأنز ٱلل سرِمنت ۥ َلم ِ اأيد ۥ ِِبنلد لم تَاهل اجعل ِكِمة ْح َ َ َ ُ ْ ْك ۡ َ َ َ َ ُ ْح ُ ِه ۡٱل ُع ۡلمَلۗۡ َا ْح ٌ يز َير ٌ ٱلل ََز َ ِ ِٱلل ِمم ٱَّلِي كفَاا ٱّسفِل ۗ اَّك ِمة ِ ٤٠ Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orangorang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah, dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (at-Taubah: 40) Refleksi a. Ayat dirangkai dengan ayat-ayat sebelumnya berisi teguran kepada sebagian orang Islam yang enggan berjuang bersama nabi dalam berbagai peperangan, terutama perang Tabuk yang memang sangat berat karena medannya jauh 150
dan saat itu mereka dalam kondisi musim paceklik. Tapi disinilah Allah menguji kekuatan iman hamba-Nya. Kalau mereka enggan membela Rasulullah, maka pasti Allah akan membelanya. b. Dalam perjuangan di jalan Allah apapun yang terjadi jangan bersedih, jangan takut. Kalau kita menegakkan kalimah Allah pasti Allah akan melindungi, membantu, mengirimkan pasukan (bala bantuan) yang tidak kita ketahui berupa apa. Kemenangan pasti milik Allah dan para pembelaNya dan kehancuran hanya milik musuh-musuh Allah. c. Bahkan ketika tidak ada lagi manusia yang membela kita, selama kita memperjuangkan agama Allah, pasti Allah akan melindungi dan memenangkan kita, seperti yang terjadi pada nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakr saat dikepung pasukan Quraisy di dalam gua Tsur menjelang hijrah.16 16
Aisyah bercerita ; Kemudian berangkatlah Rasulullah dan Abu Bakar ke gua Tsur, disana mereka bersembunyi sampai 3 malam. Gua Tsur berada di gunung Mekkah. Dinamakan gua Tsur karena ditemukan oleh orang yang bernama Tsur bin Abdu Mapah. Diriwayatkan; Keduanya keluar dari buah kayu, yakni perkakas pintu kecil pintu rumah Abu Bakar. Mereka menuju gua selalu dimalam hari. Diriwayatkan; Sesungguhnya Abu Jahal pernah berpapasan dengan mereka saat berlalu. Kata asma' binti Abu Bakar; Abu Bakar pergi dengan membawa hartanya 5.000 dinar. Orang-orang Quraisy merasa kehilangan Nabi Muhammad SAW, mereka mencari disekitar Mekkah wilayah dataran tinggi atau rendah. Orang dari berbagai sudut. Orang yang pergi ke gua Tsur jejaknya pasti disana. Mereka tak henti-hentinya melacak, namun jejak itu hilang belum sampai ke gua Tsur. Orang-orang Quraisy amat berat kehilangan Nabi SAW, dan mereka berjanji menghadiahkan 100 unta bila berhasil mengembalikan Nabi Muhammad. Diriwayatkan; Sesungguhnya ketika beliau SAW masuk ke gua bersama Abu Bakar, Allah menumbuhkan pohon Roah yang terkenal dengan sebutan pohon Ummi Ghoilan. Pohon itu tumbuh dan menghalangi orang-orang kafir melihat gua. Kemudian Allah 'Azza Wa
151
d. Keyakinan yang kuat dan mantap menjadi garansi atas lindungan dan pertolongan Allah. Sebagaimana Allah telah menyelamatkan nabi-Nya ketika dikepung musuhnya di gua Tsur, seperti Allah melindungi Ibrahim dari panas api yang membakar, seperti Allah menyelamatkan Musa dan umatnya ketika terpojok di tepi lautan menghindari kejaran Fir’aun, seperti Allah menyelamatkan Yunus dari perut ikan Jalla memerintahkan laba-laba untuk membuat rumah didepan gua, lalu mengutus dua ekor merpati liar untuk singgah dan membuat sarang dipintu gua. Ini merupakan upaya penghalang orang-orang kafir terhadap beliau SAW. Dan dikatakan bahwa merpati-merpati di Tanah Haram ini, adalah keturunan dari dua merpati tersebut setelah berhasil menjaga Rasulullah SAW dan Abu Bakar. Lalu keturunan mereka dipelihara di Tanah Haram tanpa ada yang mengganggu. Datanglah para pemuda Quraisy dari tiap marga dengan membawa tongkat, pentung, dan pedang. Sebagian mereka melihat gua, mereka melihat ada dua sarang merpati di luar mulut gua, diapun kembali kepada kawan-kawannya. Kawan-kawannya bertanya ; "Bagaimana usaha kamu?" "Aku melihat ada dua merpati liar, lalu aku menyimpulkan bahwa tidak mungkin ada seseorang di dalamnya". Padahal Rasulullah SAW. mendengar perbincangan mereka. Mengertilah beliau bahwa Allah telah melindunginya. Sebagian diantara mereka ada yang berkata, “Kita masuk saja ke dalam gua itu.” Umayah bin Khalaf membantah, "Apa keperluanmu masuk gua!" Disanapun ada laba-laba yang lebih tua dari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Andaikan dia masuk tentulah telurnya pecah dan sarangnya berantakan. Cara ini lebih tajam untuk melemahkan anggapan daripada dilawan dengan tentara. Pikirkanlah.........bagaimana mungkin sebatang pohon mampu melindungi orang yang dicari dan menyesatkan yang mencari! Juga seekor laba-laba datang dan menutup pintu pencarian. Dan bagaimana upaya laba-laba menenun rumahnya sampai yang dicari (Nabi SAW) menjadi kabur bagi yang mencari! Peristiwa hebat merupakan tanda-tanda kemuliaan Nabi SAW. dan alangkah cantiknya gubahan Ibnu Naqib ; "Tatkala ulat sutra memintal benang. Benang itu amat indah untuk dipakai segala sesuatu. Namun laba-laba lebih mulia, karena upaya memintal diatas kepala Nabi SAW."
152
paus, demikian pula Allah pasti akan membela dan memenangkan hamba-nya yang berjuang di jalannya. (Wa kadzalika nunjil mu’minin) e. Ma’iyah Allah (kebersamaan Allah) akan menyertai hambahambanya yang beriman dan berjuang di jalan-Nya, kebersamaan Allah itu berupa perlindungan dan pertolongan. f. Jiwa dan perasaan seperti inilah yang diwarisi oleh para pengasuh pesantren ketika menghadapi berbagai macam tantangan dan hambatan perjuangan baik dari masyarakat yang belum faham, maupun dari aparat yang kadangkadang mempunyai kepentingan.
153
AYAT KE-43 GONTOR SYAJARAH THAYYIBAH
َ ََۡ ََ ََۡ َ َُ ٱلل َن َثال َِك ِ َمة َط ّمهَة َك َج ََة َط ّمهة ُ ِض َب ْح َ ۞ أّم تَ كمف ٍ ِ ِ ُ ُ ۡ ٓ ُ َ َ ُ ْح ٓ َ ْح ُ ََۡ ٞ َ َُ ۡ َ َ يمِۢن ِ تؤ ِِت أكلهل ك٢٤ َِأحلهل ثلاِت افَعهل ِِف ٱّسمل َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ ّ َ َ َ ۡ ُ ْح َ ُ َ َ ْح ُ ۡ َ َ َ ْح ْح ٢٥ لس لعلهم َتذكَان ِ ۡضب ٱلل ٱۡلنثل ّ ِلن ِ بِإِذ ِن ربِهلۗۡ اي
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Ibrahim: 24-25) Refleksi a. Termasuk dalam kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan perbuatan yang baik serta mencegah dari kemungkaran. Kalimat tauhid seperti laa ilaa ha illallaah. Sebaliknya termasuk dalam kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala perkataan yang tidak benar dan perbuatan yang tidak baik. b. Seorang mukmin dengan aqidahnya yang kuat ibarat pohon kurma (nakhlah) yang akarnya kokoh menghujam tanah, batangnya kuat dan tegap dan cabangnya menjulang ke angkasa, memberikan buah setiap musim kepada masyarakat, berupa amal shaleh karena imannya mendorongnya untuk selalu berbuat kebajikan. “Seorang 154
mukmin tidak akan pernah kenyang (puas) melakukan kebaikan hingga akhirnya masuk surga”. (al-hadits) karena amal shaleh merupakan bukti kebenaran iman. c. Syajarah thayyibah, gambaran tepat untuk institusi Gontor, akarnya kuat (landasan dan fondasinya kokoh), cita-citanya menjulang tinggi ke angkasa, dahan dan dedaunannya menaungi negri serta memberikan manfaat bagi umat setiap musim melalui para alumninya. d. Pohon yang kuat dan baik bermula dari akar yang sehat dan kuat, akar inilah yang menjadi landasan perjuangan Gontor berupa ide-ide besar, latar belakang, faktor-faktor pendorong, visi, misi dan orientasi yang jelas bagi Pondok. Sistem yang rapi, aktivitas dan dinamika yang padat ibarat batang pohon yang kokoh diatas prinsip-prinsip perjuangan yang mapan. Dahan dan ranting hingga pohon merupakan bentuk dari pengembangan cabang-cabang, unit usaha, kegiatan kelembagaan dan buahnya adalah para alumni yang sepanjang tahun siap berkiprah di masyarakat. e. Masyarakat semakin merasakan hasil kiprah para alumni, mereka berjuang di berbagai bidang profesi, tidak terhitung yang menjadi kyai, da’i, pendidik, akademisi, pegawai, pengusaha, politisi dll mereka mengisi semua lahan perjuangan dan kehidupan. Apapun profesi mereka, mereka tetap mendidik, mengajar dan berdakwah.
155
AYAT KE-44 MEMBERI YANG TERBAIK
ْ ُ ُ ْ ُ ُ َ ُ ۞ لَ َت َنلُّلا ْ ۡٱل ْح ِۡب َي ْحَّت تن ِفقلا م ْحِمل ُتِ ْكهلن َا َنل تنفِقلا ن ِ َ َشَ فَإ ْحن ْح ٞ ِ ٱلل ا ِۦ ََل ۡ َ ٩٢ مم ِ ِ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Ali ‘Imran: 92)
َ َ َ ْح َ َ َ ْح َ ۡ َ ۡ َ َ ْح ََ ُ ْح احدق٥ فأنل ن أعطى اٱتِق٤ ۞ لِن َس ۡع َمك ۡم ُّ ْحَّت ۡ ۡ ُُ ّ َُ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ ُ ٧ فسني َِس ۥ ّ ِليَسى٦ اِٱْلسن
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga). Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (alLail: 4-7)
َ ُ ُ َ ْح َ ُ ْح َ َ ْح َ لن أَ ۡن َوّ َ ُه ۡم ِف مل ٱللِ ك َمث ِل َي ْحه ٍة ي س ۞ نثل ٱَّلِي ينفِق ِ ِ ِ َ َ َ َ ۡ َ ۡ ََ َ ُ َ ُ ُ ّ ُ ُ َ ّ ْ َ ُ َ ْح َ ْح لل يُض ِعف ك سۢنهلة نِلئة يهةۗ اٱ ِف ل ِ ِ ِ أۢنهتت سهع سنلا ُ ّ َِم ي َ َُل ٓ َُ َا ْح ٌ ِ ٱلل َو ِس ٌع ََل ٢٦١ مم
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa 156
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiaptiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (al-Baqarah : 261) Refleksi a. Berusaha untuk bisa memberikan segala sesuatu yang terbaik, yang kita cintai sebagai bukti kebenaran cinta hakiki kita kepada Allah. (Ali ‘Imran: 92) b. Agar mendapat kemudahan dalam segala urusan hendaknya kita menerapkan rumus ini: Memberi, bertaqwa kepada Allah serta membenarkan dengan pahala yang lebih baik (surga), sebaliknya sikap bakhil, merasa diri sudah hebat serta mendustakan pahala yang baik (surga) di akhirat maka hanya akan menuai kesulitan demi kesulitan hidup. (Allail: 4-7) c. Infaq di jalan Allah, berkorban harta benda merupakan harga yang harus dibayar dalam memperjuangkan prinsip dan nilai luhur. Harta kita adalah yang kita nafkahkan, nafkah akan menumbuhkan harta menjadi berkah, bermanfaat dan pahalanya dilipatgandakan Allah. Orang beriman tidak mungkin menjadi kikir. (al-Baqarah : 261) d. Tidak akan menjadi melarat orang yang suka berinfak dan tidak akan kaya orang yang bakhil. Tidak akan bangkrut orang yang berkurban (mewakafkan hartanya di jalan Allah) bahkan Allah akan menjadikannya mulia, kaya jasa dan diberkahi hidupnya. Contoh nyata adalah kehidupan keluarga Trimurti (tiga besaudara pendiri Gontor) yang ikhlas mewakafkan harta warisan orang tuanya, justru menjadi kaya raya, anak cucunya tidak ada yang terlantar pendidikan dan kehidupannya. e. Perjuangan identik dengan pengorbanan, terutama berkurban harta benda. Tidak akan ada keberhasilan dalam perjuangan tanpa pengorbanan. Berkurbanlah tetapi jangan sampai menjadi kurban. 157
AYAT KE-45 TA’AWUN
ََ ْ َُ َََ ۡ ۡ ََ ْ َُ ََ ََ ّ لَع ۡٱل ۡب َا ْح َ ٱِل ۡق ٱۡلث ِم لَع لا ن لا ع ت َ ا ى ل ۞ اتعلانلا ۡۖ ِ ِ ِ ۡ ٢ َاٱل ُع ۡد َو ِ ِۚن Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (al-Maidah: 2)
ۡ َ ُ َۡ ُ َ ۡ ُۡ َ َ ُ ۡ ُۡ َ ۡ ض ُه ۡم أ َ ۡا ِِلَل ٓ َُ َب ض يَأ ُم َُان ع ۞ اٱّمؤنِنلن اٱّمؤنِنت بع ِۚ َ ۡ ُ َ َ ُ ُ َ ْح َ ُ ۡ َ ۡ ۡ ٱّصلل َ َايُؤتلن اف َايَ ۡن َه ۡلن ََ ِ ٱّمنر َِ اي ِقمملن ِ َُ اِٱّ َمع َ َٰٓ َ ْ ُ ٓ ُ َ ُ َ َ َ ْح َ َ َ ُ ُ َ ْح ُ َ ري ۡ َ َ َس َ ٱلل ۗۡ ل ْحن ْح ُ نم ُه ُم ْح ٱلل ِ ِ ٱّزكل اي ِطمعلن ٱلل ارسلِهۥ أالئ ٞ يز َير ٌ ََز ٧١ ِمم ِ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi Rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (at-Taubah: 71) Refleksi a. Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam dosa dan permusuhan. Banyak hal tidak bisa kita 158
b.
c.
d. e.
kerjakan sendiri, kita harus membangun tradisi amal jama’i dan saling mensupport, jangan egoistis dan ananiyah, jangan menonjol-nonjolkan diri sendiri, tetap jaga kebersamaan. Orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan harus saling mendukung, menjaga dan melindungi dari hal-hal yang mengancam dan membahayakan mereka. Amar ma’ruf nahi munkar menjadi suatu keharusan untuk menjaga nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, kalau tidak lagi kita pedulikan, maka kemungkaran akan merajalela, kita dan keluarga akan menjadi korban dan adzab Allah segera datang. Menegakkan shalat dan menunaikan zakat merupakan pilar spiritual dan sosial yang harus diperjuangkan umat Islam. Keharmonisan, kebersamaan, kekompakan dan saling menolong menjadi ciri khas kehidupan di pesantren kita. Yang kecil menghormati yang lebih senior dan yang senior menyayangi yang lebih junior. Kakak kelas membimbing adikadiknya, dan yang baru masuk pesantren menghormati serta mentaati seniornya. Semangat ta’awun meliputi segala kegiatan, antar bagian saling menguatkan bukan saling berbenturan dan mengalahkan, karena semua menuju pada satu cita-cita; meninggikan kalimah Allah, kejayaan Islam karena Allah.
159
AYAT KE-46 RENDAH HATI
ٞ َ ٞ َ ۡ ُ ُ َ ٓ َ ّ ۡ ُ ُ ۡ ُ َ َٰٓ َ ْح َ ْحٞ َ َ ۠ َ َ ٓ َ ُ ۡ ْح ِ ۞ ول لِنمل أنل بِش نِثلكم يلَح لَِل أنمل لِلهكم لِل و ۡۖيد َ ۡ ُۡ ََ َ َف َم ََك َن يَ َۡ ُجلا ْ ل َِقل ٓ ََ َر ّب ِۦ فَ ۡل َم ۡع َم ۡل َع ِشك ي َ ا ل ب ل ص ال م ِ ِ ِ َ َّ َ َ َ َ ۢ ١١٠ اِعِهلد ِ رب ِ ِۦٓ أيدو Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku; "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (al-Kahfi: 110) Refleksi a. Allah memerintahkan nabi-Nya Muhammad SAW untuk mendeklarasikan bahwa beliau adalah manusia biasa seperti lainnya dalam sifat-sifat kemanusiaan, yang dikaruniai wahyu oleh Allah, sehingga kalau beiau mampu melakukan hal-hal besar, itu karena mu’jizat dari Allah, demikian pula ketika beliau mampu mengisahkan hal-hal ghaib dari kisah kaum terdahulu, hal itu semata-mata dari wahyu yang diberikan Allah. b. Ada dua syarat agar amal kita diterima oleh Allah dan kelak kita mendapatkan pahalanya di akhirat: i. Sesuai dengan syari’at nabi Muhammad SAW , dan ii. Dijalankan dengan ikhlas karena Allah.
160
c. Sesungguhnya aku ini hanyalah.... (innama ana) uslub para nabi, bukan aku adalah... (wa qaala ana ...) uslub para tiran. Tetap tawadhu’, rendah hati, jangan congkak, merasa lebih hebat, lebih menonjol dan arogan. Kita hanyalah salah satu, bukan satu-satunya, hanya dianggap... bukan sebenarnya. Dalam beramal shaleh harus ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan syariah agar diterima. d. Suatu keberhasilan dalam bidang tertentu, bukan hasil prestasi pribadi (majhud fardi) tetapi merupakan akumulasi keberhasilan orang banyak. Semua orang mempunyai andil, masa demi masa, generasi demi generasi. Semua komponen mempunyai andil atas pencapaian keberhasilan Pondok, bukan hanya pimpinannya, tetapi juga guru khatnya, guru imla’nya, tukang sapunya, tukang masaknya dll semuanya mempunyai andilnya sendiri-sendiri. Semuanya mempunyai raport, baik di mata manusia maupun di pandangan Allah SWT. e. Apa yang kita capai sekarang ini tidak lepas dari hasil rintisan orang-orang yang terdahulu. Kalau kita bisa melihat ke arah yang lebih jauh, hal itu karena kita berdiri tinggi di atas pundak para raksasa. Maka tidak elok seseorang membanggakan prestasi dirinya, merasa paling berjasa, sebagai perintis, kalau tidak ada dia seolah-olah tidak ada prestasi apa-apa. Nabi Adam tidak pernah mengatakan kalau tidak karena saya, tidak akan ada umat manusia, nabi Ibrahim juga tidak mengatakan kalau tidak karena saya, tidak akan ada ibadah haji, nabi Muhammad SAW juga tidak pernah mengatakan, kalau bukan karena saya, tidak ada umat Islam, demikian pula Trimurti pendiri pondok tidak ada yang mengatakan, kalau bukan karena kami, tidak akan ada Gontor.
161
AYAT KE-47 KRITERIA PEMIMPIN
ُْٓ َ ُ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ َ ُ ۡ َ ْك ُ ۡ ْح ْح َ ُ ّك ۡم َطل لت َملَِك ولّلا ۞ اول ّهم نيِمهم لِن ٱلل ود بعث ل ۡ َ َ َ ۡ َ َ ُ ۡ ُ ۡ ُ َ ُ ُ َ َ ْح ََن ُ أَ َي ْكق اٱّ ۡ ُم ۡل َ ن ِۡن ُ َاّ َ ۡم يُ ۡؤت أِن يكلن ِه ٱّمل َ َلمنل ا ِ ِ َ ۡ َ َ َ ّ َ ۡ َ َ َ ْح ْح َ ُ َ ٱح َطفى ُ ََل ۡمك ۡم َا َزاد ُۥ ب َ ۡس َطة ِِف سعة ِن ٱّمل ِ ِۚ ول لِن ٱلل َ ۡ ُ ۡ ُ ُ ۡ ۡ َ ۡ ۡ َ ْح ُ ر ُ ۥ َن ي َ َُل ٓ َُ َا ْح ٞٱلل َو ِس ٌع ََلِمم ٱِلس ِمِۖ اٱلل يؤ ِِت مل ِ ٱلعِل ِم ا
٢٤٧
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami? Padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak." Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (al-Baqarah: 247)
َ َۡ ت َج ۡ َ ٱس ُ ت ۡٱل َقل ْكي ۡٱۡلَن ۡ ري َن َ ۡ ۞ ل ْحن َخ ٢٦ ِني ِ ِ ِ
Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (al-Qashash: 26)
162
Refleksi a. Thalut dijadikan pemimpin oleh Allah atas Bani Israil karena mempunyai kriteria pemimpin ideal yang dibutuhkan. Karakter pemimpin menurut al-Qur’an adalah yang mempunyai keluasan dalam ilmu serta kekuatan dalam fisik. Hal ini sangat sesuai dengan motto pendidikan Gontor: Berbudi tinggi, berbadan sehat dan perpengetahuan luas serta berfikiran bebas (terbuka). Memang Gontor merupakan kawah condrodimuko calon-calon pemimpin umat. b. Seperti keyakinan bani Israil, orang-orang awam juga mempunyai anggapan bahwa kepemimpinan bisa dibeli dengan uang, sehingga money politic marak di saat-saat pemilu. Akhirnya hanya mampu melahirkan pemimpin yang tamak kekuasaan, tidak berkualitas serta korup, harga mahal yang harus kita bayar karena sistem demokrasi yang terdistorsi. c. Al-qawiyyu al-amiin, kuat dan dapat dipercaya. Dua karakter yang produktif sebagai kader barisan pembela pondok. Kuat ilmunya, imannya, kemauannya, kecakapannya, wawasannya sekaligus jujur, amanah, ikhlas dan dapat dipercaya. d. Kekuatan adalah syiar Islam. Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, meskipun pada diri masing-masing ada kebaikan. Maka kita diajari berdo’a oleh nabi agar terhindar dari sebab-sebab kelemahan: dari hamm (kegelisahan) dan hazan (kesedihan); kelemahan jiwa, dari ‘ajz (kelemahan) dan kasl (kemalasan); kelemahan produktivitas, dari jubn (sifat pengecut) dan bukhl (kebakhilan); kelemahan hati serta dari ghalabatiddain (dibelenggu hutang) dan qahrirrijal (dikuasai orang lain); kelemahan kemerdekaan diri. e. Di Pondok anak-anak diharuskan berolah raga, menerapkan pola hidup sehat, menjauhi segala yang melemahkan agar tumbuh menjadi generasi sehat, kuat dan berwibawa. 163
f.
Fikiran dikuatkan dengan ilmu pengetahuan, hati dan jiwa dengan ibadah serta raga (badan) dengan olahraga. Kesehatan dan kekuatan adalah modal dunia dan agama, tanpa kesehatan kita tidak bisa belajar dengan baik, bekerja dengan maksimal dan menjalankan tugas-tugas kemasyarakatan dengan sempurna. Calon pemimpin umat harus berwawasan yang luas, berilmu mendalam serta berbadan sehat dan kuat.
164
AYAT-48 MENOLAK INTERVENSI
َ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ ْ ُ َ َ َ َ ُ ُ ۡ َ َ ۡ ْح َ اهل َا َج َعلُ ٓلا ْ أََ ْحِز ۞ وللت لِن ٱّمللك لِذا دخللا وَية أفسد َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ٓ َ ْح ٣٤ أهلِهل أذِلة اكذّ ِ َ َفعللن Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; Dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. (an-Naml: 34) Refleksi a. Menilik sejarah pesantren, ada benarnya kalau pesantren yang banyak didirikan di derah pelosok pedesaan sebagai kompensasi dari kekalahan perang fisik melawan penjajah (Belanda), mereka tidak ingin setelah kalah perang fisik, juga kalah dalam perang pemikiran, budaya dan kultur. Dari sini jelas bahwa pesantren sejak awal mula berdirinya sudah anti penjajah dan penjajahan, pesantren alergi dengan campur tangan dan intervensi, khususnya penjajah (Belanda). Kalau ada pesantren dan kyai yang tidak anti penjajah dan penjajahan, patut diragukan kepesantrenan dan kekyaiannya. Intervensi adalah kedzaliman. b. Pekerjaan penjajah K5 i. Kacaukan ii. Kendalikan iii. Kuasai iv. Kuras dan keruk
165
v.
Kuruskan, dibuat lemah dan miskin sementara penjajah yang kenyang. Orang Islam dipaksa ta’ajjub pada patung liberty, empire hotel, big band supaya tidak ta’ajjub pada ka’bah. Dunia sudah banyak yang rukuk kepada penjajah yang kafir c. Pesantren selanjutnya menjadi benteng aqidah dan kultur dari pengaruh penjajah, tempat penggemblengan para santri yang mandiri, non kooperatif dengan penjajah. Di zaman kemerdekaan, pesantren tetap berjiwa merdeka, bebas dan mandiri. Jasa pesantren dalam upaya memerdekakan bangsa tidak bisa disangkal, demikian pula dalam alam kemerdekaan dengan mencerdaskan umat, karena pemerintah sendiri tidak mampu mengemban amanah untuk meratakan pendidikan bagi seluruh anak bangsa. d. Meski pesantren tidak lagi bersikap non-koooperatif atau oposan dengan pemerintah, pesantren tetap tidak akan menerima campur tangan dan intervensi. Keterbukaan yes, intervensi no. Silahkan pemerintah membantu pesantren tetapi jangan bersyarat, mendikte, apa lagi memaksakan kehendak. Karena intervensi terhadap pesantren akan mengganggu kemandiriannya, bisa merubah orientasinya dan menghilangkan marwah (wibawa)nya. e. Untuk menolak intervensi pihak luar, hendaknya pesantren menguatkan kemandiriannya di berbagai bidang; kurikulumnya harus mandiri, sesuai dengan visi, misi dan orientasi perjuangannya, ekonominya harus mandiri agar tidak bergantung pada bantuan pihak luar yang berpotensi melakukan intervensi, sistemnya harus mandiri yang khas pesantren untuk menjaga nilai-nilai keikhlasan dan kesederhanaannya dll. f. Mengapa di Pondok Pesantren tidak boleh ada organisasi persatuan wali murid? i. Karena bisa mengintervensi pondok
166
ii. iii. iv. v.
Karena wali santri tidak semua faham pondok dan tidak sama dengan yang dikonsep oleh pimpinan Karena wali santri harus percaya pada pondok Karena dari sejarah pondok pesantren, berdirinya pesantren bermula dari kyai bukan wali santri Wali santri boleh memberikan input, tetapi terserah Kyai menerima atau menolak
167
AYAT KE-49 MEWASPADAI MUSUH ISLAM
َ ٓ ُ ُ َ َ ُ ۡ ُ ْ ُ َ ْح َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ْح ُ ْح ۞ ي َِيدان أن َط ِفلا نلر ٱللِ اِأفوهِ ِهم ايأِب ٱلل لِ َ أن َ ۡ َ َ َ ُ ُ ْح َ ٣٢ لر ُۥ َاّ ۡل ك َِ َ ٱلكفِ َُان يتِم ن
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (at-Taubah: 32)
َ ُ ُ ُ َ ُ ۡ ُ ْ ُ َ ْح ُ ٱللِ اأَ ۡف َوهِه ۡم َا ْح ٱلل ُنت ِ ْكم نلرِ ِۦ َاّ ۡل ۞ ي َِيدان ِِلط ِفلا نلر ِ ِ َ ۡ َ َ ٨ ك َِ َ ٱلكفِ َُان
Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahayaNya, walau orang-orang kafir membencinya". (as-Shaff: 8) Refleksi a. Waspada bahwa musuh-musuh Islam akan berusaha terus memadamkan cahaya Allah, melalui berbagai macam propaganda dan tipu daya, tetap yakin mereka akan gagal, Allah akan menyempurnakan cahaya-Nya (agama) maka kita hendaknya menjadi bagian dari pembela dan penegak kalimah-Nya. b. Orang yang paling keras memusuhi kita adalah orang-orang musyrikin, atheis/komunis, Yahudi. Kemudian bersama Yahudi, orang-orang nashrani juga tidak akan rela kepada kita hingga kita mengikuti millah (tradisi) agama mereka. 168
Target mereka adalah “Hingga mengembalikan kalian murtad dari agama kalian”. Berbagai kekufuran akan bersatu menjadi millah wahidah (satu agama) untuk menjadikan Islam dan umatnya sebagai musuh bersama. c. Rasulullah sudah memperingatkan umatnya, bahwa kelak kita akan mengikuti tradisi mereka sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sedepa demi sedepa hingga seandainya mereka masuk lubang biawak, umat ini pasti akan mengikutinya juga. Dan sepertinya berita kenabian itu sudah terasa dan terbukti akhir-akhir ini. d. Di akhir zaman dan sepertinya sudah terjadi umat Islam akan dikepung musuh-musuhnya seperti para pemangsa yang mengepung makanan di atas nampan, mereka tidak lagi segan ataupun takut terhadap kita, karena kita dihinggapi penyakit wahn, cinta dunia dan takut mati. e. Hidup adalah ujian kesetiaan pada prinsip kebenaran, berbagai macam cobaan hanya akan mematangkan kita, mengasah keimanan kita agar bersinar kemilau dan meningkatkan kualitas pribadi kita. Jalan menegakkan kebenaran pastilah penuh onak dan duri, melewati tebing terjal, jurang dalam dan bukit yang sulit didaki. Itulah sunnatullah, karena Allah hendak membuktikan kebenaran iman kita semuanya. f. Para guru dan santri harus memahami aksioma-aksioma ini, karena itulah kebenaran dan realita yang kita hadapi saat ini yang semuanya sudah diberitakan Allah dan Rasul-Nya. Hidup adalah aqidah dan perjuangan. Dan pesantren kita merupakan benteng aqidah dari perang peradaban dan pemikiran yang masih berlangsung dengan dahsyat. Mereka yang memusuhi Islam dan umatnya, pastilah juga membenci pondok, karena pondok pesantren berada di garda depan perjuangan dan dakwah islamiyah. Waspadai berbagai upaya untuk melemahkan, memojokkan, menepikan peran pesantren, mengurangi kemandiriannya, membelokkan orientasinya dengan berbagai cara dan sarana. 169
AYAT KE-50 MUJAHADAH
َ َ ْ ُ َ َ َ َ ْح َ َ ْح ْح َ ٱلل ّ َم َع ِمنل نلَ ۡه ِد ََ ْحن ُه ۡم ُس ُهل َنل ِإَون ٱَّلي جهداا ف ِ ۞ا ۡ ٱّ ۡ ُم َ سن ٦٩ ني ب ِ ِ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalanjalan Kami. Dan sesungguhnya, Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (al-Ankabut: 69) Refleksi a. Mujahadah – bekerja keras dan bersungguh-sungguh akan membuka pintu-pintu taufiq dan hidayah dari Allah, hanya mereka yang bermujahadah akan membuat prestasi, tanpa kerja keras tidak akan pernah ada prestasi. Mujahadah artinya mencoba untuk mengeluarkan kemampuan puncak yang dimiliki seseorang. b. Mujahadah dalam segala hal dituntut, tetapi harus dimulai dari mujahadatunnafs (melawan nafsu dan ego diri sendiri), hal ini termasuk jihad akbar karena menuntut kontinuitas, tiada henti seumur hidup kita. c. Mujahadah yang benar harus karena Allah, di jalan Allah, menuju ridha Allah sesuai dengan aturan Allah (fiina), intinya ikhlas karena Allah. d. Janji Allah kepada mereka yang bermujahadah; “Niscaya akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami”. Bukan hanya satu jalan (sabil) tetapi banyak jalan (subul), banyak kemudahan, banyak keberhasilan, banyak prestasi. Hidayah ini adalah hidayah taufiq, yang kalau seseorang sudah mendapat 170
e.
f.
g.
h.
i.
taufiq-Nya, nisacaya akan terbuka semua pintu, terbentang semua jalan, energi terlipatgandakan sehingga akan mempunyai pencapaian-pencapaian yang di atas kemampuan manusiawi. Mujahadah bisa berbentuk pengorbanan bodho, bahu, pikir lek perlu sak nyawane pisan. Mujahadah dengan kerja total, beh-behan, maksimal. Allah tidak menjamin untuk memberikan hidayah menuju jalan-jalan kesuksesan bagi orang-orang yang sekedar bekerja (walladzina ‘amilu) tetapi jaminan itu diberikan kepada orang-orang yang bermujahadah. Pertolongan Allah menyertai orang-orang yang berbuat baik, ihsan artinya itqan, ihkam, diqqah, bekerja profesional, sistematis, tuntas dan berkualitas. Ihsan bila diterapkaan dalam shalat akan menghasilkan shalat yang prestatif, khusyu’ “seolah-olah kamu melihat Allah”, kalau tidak bisa seperti itu minimal “merasakan kehadiran dan pengawasan Allah”, dan bila diterapkan dalam berbagai pekerjaan maksudnya profesional. Kata Jihad, ijtihad dan mujahadah berasal dari akar kata yang sama (jahada) dan mempunyai spirit arti yang sama. i. Hanya saja jihad sering untuk makna perjuangan fisik dengan senjata, dan ini adalah perjuangan kaum muslimin pada umumnya ii. Ijtihad untuk perjuangan fikiran, ini adalah perjuangan para ulama yang berfikir keras untuk menyimpulkan hukum-hukum agama yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah iii. Mujahadah untuk perjuangan jiwa dan hati, ini merupakan perjuang orang-orang yang khusus untuk menggapai makrifatullah. Di Gontor santri dan guru berjihad memerangi kebodohan dan keterbelakangan, berijtihad dalam berfikir, belajar serta mengajar, dan semua itu disertai mujahadah ruhiyah untuk mendapat ridha Allah. 171
AYAT KE-51 TAWAKKAL
َ ت ل ۡذ َر َن ۡم َ ۡ َ َ َ َ ۡ ُ َ َ َ َ َا َل ِ ْح ْح ت ِ ك ٱلل قتلهم انل رنم َ ِ ِل ٱّ ۡ ُم ۡؤ ِنن َ ني ن ِۡن ُ ا َ َالَٓ َي َسنل ل ْحن ْح َ ِ َا ِِلُ ۡه ٱلل ِ
ُ ُ َۡ ََ ۞ فل ۡم تقتُلله ۡم َ َ ك ْح ْح ٱلل َر َِم ِ َال ٞ ِ مع ََل ٌ َس ِم ١٧ مم
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Anfal: 17)
ۡ َ ْح َ َ ۡ ْح ُ َ ۡ ُُۡ ََۡ يمۡث ِ ايَزو ن٢ ٱلل َي َعل ِهُۥ ُم ََجل َا َن ََ ْحت ِق ۞ ُ َ َ ۡ َ ُ َ َ َ َ َ ْح ۡ َ َ ْح َ ٱللِ َف ُه َل َي ۡس ُه ُ ٓۥ ل ْحن ْح ٱلل َبلِغ سب ان َتلَّك لَع ِ َ َيت ِ َ َ ۡ َ ّ ُ ُ َ ۡ َ َ َ ْح ۡ ۡ ٣ ِك َشَ ودرو ِ أم َِ ِۦ ود جعل ٱلل ل
..........Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki Nya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (at-Thalaq: 2-3) 172
Refleksi a. Menghadirkan campur tangan Allah dalam perjuangan. i. Allah tidak akan tinggal diam saat kita memperjuangkan agama-Nya, menegakkan kalimahNya dan membela para kekasih-Nya, Allah pasti akan hadir terlibat bersama kita, mengirimkan tentaranya yang tidak terlihat untuk merealisasikan kemenangan kita, namun tidak berarti kita diam tanpa usaha, justru karena kita berusaha dan berjuang dengan sungguhsungguh Allah hadir bersama kita. ii. Pada hakekatnya Allah yang melempar ketika kita melempar, bukan kita, tetapi tetaplah kita harus melakukan aktivitas melempar, bahkan kata rama (melempar) datang sekali setelah dua kali didahului kata ramaita (kamu melempar), artinya harus ada usaha manusiawi, baru Allah yang akan menentukan dan memberikan keputusannya. Siti Maryam pun harus menggerakkan batang kurma untuk mendapatkan kurma muda berjatuhan, meskipun batang kurma yang kokoh bergeming dengan tenaga lemah Maryam yang baru melahirkan, tetapi itulah ketentuannya, harus ada usaha dan ikhtiar. b. Kunci ajaib bernama tawakkal.17 17
Kisah Siti Hajar, Buah Indahnya Tawakkal Menjadi Cikal Bakal Kota Mekkah. Hajar adalah istri kedua Ibrahim AS. setelah Sarah AS. Hajar adalah budak dari Sarah. Sarah AS. memberikannya untuk dinikahi suaminya (Ibrahim AS.), karena Sarah AS. tidak bisa mempunyai anak lagi karena sudah terlalu tua. Dan Allah merahmati mereka dengan seorang anak dari Hajar AS. yang dinamakan Ismail AS. Di kemudian hari Ismail dijadikan Allah sebagai seorang nabi. Ismail adalah anak satu-satunya Ibrahim yang lahir ketika Ibrahim AS. sudah berumur lebih dari 80 tahun. Allah memberikannya anak setelah sekian lama dia merindukannya. Tiba-tiba pada suatu hari Ibrahim AS. menerima perintah bahwa dia harus membawa Hajar AS.
173
(istrinya) dan Ismail AS. yang baru lahir, ke suatu gurun pasir, yang sekarang kita ketahui sebagai kota Mekkah. Pada masa itu tidak ada apapun disana, tidak ada orang sama sekali, gurun itu benar-benar kosong. Dia diperintahkan untuk meninggalkan mereka berdua di sana. Jadi dia berjalan ke tempat itu dan Hajar AS. tidak tahu apaapa, yang dia tahu adalah mereka akan melakukan perjalanan dan akan kembali ke rumah. Ketika mereka sampai di tengah gurun, mereka duduk-duduk. Kemudian Ibrahim AS. bangkit dan mulai berjalan kembali ke Palestina, dan dia tidak bilang apa-apa kepada istrinya. Jadi Hajar AS. mengejarnya, “Ya Ibrahim, kepada siapa kau meninggalkan kami? Tidak ada seorang pun disini.” Tapi Ibrahim AS. tidak menjawab pertanyaannya, karena jika dia menjawab, maka akan terjadi percakapan, dan dia takut hatinya menjadi luluh. Dia harus memenuhi perintah Allah SWT. karena Allah punya rencana. Jadi dia tetap berjalan tanpa menoleh kepada istrinya, dan istrinya tetap mengikutinya, “Ya Ibrahim, kepada siapa kau meninggalkan kami?” Dia tetap tidak menjawab dan terus berjalan. Akhirnya Hajar AS. berhenti sejenak dan berpikir, dan karena kesalehan dan pengetahuan yang diberikan Allah SWT., dia bertanya satu pertanyaan yang sederhana, “Ya Ibrahim! Apakah Allah yang telah memerintahkanmu untuk melakukan ini?” Dan Ibrahim AS. masih tanpa menoleh kepadanya, menjawab hanya dengan satu jawaban. “Ya”, kata Ibrahim sambil terus berjalan. Lalu Hajar AS. berhenti dan mengamati suaminya berjalan semakin jauh, dia menjadi tenang dan berkata: “Dengan begitu, Allah tidak akan membiarkan kita... Allah tidak akan membiarkan kita...” Ketika persediaan makanan dan air sudah habis, Ismail mulai merengek-rengek menahan lapar dan dahaga. Karena khawatir akan anaknya, Hajar mulai berlari di antara Safa dan Marwa. Kemudian Allah memberikan mereka sebuah sumber air yang disebut air Zam Zam. Lalu sekelompok orang datang dan tinggal disana. Seiring berjalannya waktu, tumbuhlah sebuah desa disana. Ismail AS. dan Hajar AS. tumbuh di antara orang-orang ini. Pada akhirnya orang-orang semakin ramai berdatangan ke sana hingga akhirnya tumbuhlah sebuah kota. Kota ini tercipta karena kesalehan Hajar. Allah mengangkat derajatnya di dalam al-Qur’an, dia diangkat derajatnya hingga hari ini. Jutaan muslim di seluruh dunia pergi berhaji. Baik pria dan wanita
174
i.
ii.
iii.
iv.
Taqwa dan tawakkal, dua hal yang tidak terpisahkan. Orang yang benar bertawakkal adalah orang yang bertaqwa dan orang yang bertaqwa pasti akan bertawakkal kepada Allah. Taqwa akan mendatangkan jalan keluar bagi segala kesulitan hidup serta menghadirkan rizki dari Allah melalui jalan yang tidak terduga, serta tawakkal adalah kunci ajaib (sihir) yang kalau benar kita melakukannya akan mendatangkan serba jaminan kecukupan dari Allah. Allah pasti menjalankan keputusan-Nya. Tawakkal yang benar menurut sebuah hadits adalah seperti burung yang pagi-pagi benar sudah bangun meninggalkan sarangnya untuk berusaha meski dalam keadaan perut kosong, dan sore harinya pulang kembali ke sarangnya dalam keadaan kenyang. Sekali lagi tawakkal tidak menafikan amal perbuatan serta usaha maksimal, tawakkal adalah ketergantungan hati yang hanya kepada Allah bukan kepada selain-Nya. Persoalannya kita sering berserah diri kepada Allah tanpa usaha, atau kadang berusaha dengan terlalu mengandalkan pada kemampuan diri tanpa bersandar pada Allah, kedua-duanya akan berujung pada kegagalan. Perjuangan di Pondok kental dengan nuansa taqwa dan tawakkal, sungguh kita hanyalah makhluk yang lemah yang tidak mempunyai daya upaya kecuali dari Allah, banyak hal yang kita capai bukan karena usaha dan kemampuan kita, tetapi semata karena dibantu oleh Allah SWT. Kewajiban kita adalah bekerja keras dan cerdas, Allah akan melihat dan menghargai usaha
melakukan ritual dari seorang wanita. Apa yang kita lakukan? Kita berlari-lari kecil di antara Safa dan Marwa hanya karena seorang wanita. Sumber Blog: Lampu Islam
175
v.
kita, selanjutnya pasrahkan semua kepada Allah, sandarkan kepada-Nya. Kita mendidik dan mengajar, Allah yang membuat anak pintar, ilmu meresap di hati dan menimbulkan pencerahan untuk diamalkan, bukan kita. Kalau kita mengajar dengan obsesi anak akan menjadi pintar karena usaha kita, maka kita akan kecewa.
176
AYAT KE-52 DO’A
َ ََ َ َ مب َد َۡ َل َ ْح ُ يبۖۡ أُج ٌ ََ َ َ َِهلدِي َع ّن فَإ ِّن و ِٱلاع ّ۞ ِإَوذا سأ ِ ِ ِِ ِ ْ ُ َ ۡ ََۡ َ َ َ ۡ ۡ ْ َ ْح َ ُ ١٨٦ مهلا َِل َاِلُؤن ُِنلا ِِب ل َعل ُه ۡم يَ َۡش ُدان ج ِ لِذا دَع ِنِۖ فليست
Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintahKu) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (al-Baqarah: 186)
َ ُ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ َ ْك ُ ُ ۡ ُ ٓ َ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ ْح ْح جب لكم لِن ٱَّلِي يستر ِۡبان ِ لِن أست ِ َ۞ اول ربكم ٱد َ ُ ُ ۡ َ َ ْح َ ٦٠ َ خ َِي ِ ع ۡ َ َِهلد ِِت َس َمدخللن َج َهن َم دا
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (al-Mukmin/Ghafir: 60) Refleksi a. Allah menggembirakan hamba-Nya untuk berdo’a kepadaNya, memastikan bahwa Allah Maha Dekat, mendengar keluh-kesah hamba-Nya serta berjanji akan mengabulkannya. i. Do’a adalah senjata orang yang beriman, usaha tanpa do’a adalah kesombongan, sebaliknya do’a tanpa 177
usaha juga kebohongan. Dengan do’a kita menjadi kuat, karena kita terhubung langsung dengan Allah, bersandar kepada Allah yang segala urusan berada di genggaman-Nya. Kualitas ubudiyah kita (keikhlasan dan kesungguhan dalam ibadah) yang akan membuka tabir penyekat antara kita dengan Allah, maka dalam berdo’a harus yakin dan agar do’a dikabulkan hendaknya kita bertawassul dengan memenuhi seruan serta perintah Allah. Tetapi jangan sampai do’a kita mengandung unsur dosa dan memutuskan tali persaudaraan.18
ii.
18
Berikut ini adalah kisah tentang tiga pemuda sholeh yang terperangkap dalam gua dan kemudian bertawassul dengan amal sholehnya dalam berdo’a sehingga bisa keluar dengan selamat. Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khaththab berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda; 'Dulu sebelum kamu, ada tiga orang berjalan-jalan kemudian mereka mendapatkan sebuah gua yang dapat dimanfaatkan untuk berteduh, maka merekapun masuk ke dalamnya. Kemudian tiba-tiba ada batu dari atas bukit yang menggelinding dan menutupi pintu gua itu sehingga mereka tidak dapat keluar.’ Salah seorang diantara mereka berkata, 'Sesungguhnya tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu sekalian dari bencana ini kecuali bila kamu sekalian berdo’a kepada Allah Ta'ala dengan menyebutkan amal-amal sholeh yang pernah kalian perbuat.' Salah seorang di antara mereka menimpali, 'Wahai Allah, saya mempunyai ayah ibu yang sudah tua renta, saya biasa mendahulukan memberi minuman susu kepada keduanya sebelum saya memberikannya kepada keluarga dan budak saya. Pada suatu hari saya terlambat pulang dari mencari kayu dan saya menemui keduanya sudah tidur, saya terus memerah susu untuk persediaan minum keduanya. Karena saya mendapati mereka berdua telah tidur maka saya pun enggan untuk membangunkan mereka. Kemudian saya berjanji
178
tidak akan memberi minum susu itu baik kepada keluarga maupun kepada budak sebelum saya memberi minum kepada ayah bunda. Saya menunggu ayah bunda, hingga terbit fajar barulah keduanya bangun sementara anak-anakku menangis, mereka mengelilingi kakiku. Setelah mereka bangun, kuberikan minuman susu kepada keduanya. Wahai Allah jika saya berbuat seperti itu kerana mengharapkan wajahMu maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.' Maka bergeserlah sedikit batu itu tetapi mereka belum dapat keluar dari gua tersebut. Yang lain berkata, 'Wahai Allah, sesungguhnya saya mempunyai saudara sepupu yang sangat saya cintai.' Pada riwayat yang lain dikatakan, 'Saya sangat mencintainya sebagaimana lazimnya orang laki-laki mencintai seorang perempuan, kemudian saya ingin berbuat zina dengannya tetapi ia selalu menolaknya. Selang beberapa tahun ia tertimpa kesulitan kemudian datang kepada saya dan saya berikan kepadanya 120 dinar, dengan syarat ia harus mau bersebadan dengan saya, dan ia pun setuju. Ketika saya sudah menguasainya, pada riwayat lain dikatakan, kemudian ketika saya berada di antara kedua kakinya dia berkata, 'Takutlah kamu kepada Allah dan jangan kau robekkan selaput daraku kecuali dengan cara yang benar.' Kemudian saya meninggalkannya, padahal dia adalah seorang yang sangat saya cintai dan saya telah merelakan emas (dinar) yang saya berikan kepadanya. Wahai Allah, jika saya berbuat seperti itu karena mengharapkan ridhaMu, geserkanlah batu yang menutup gua ini.' Maka bergeserlah batu itu tetapi mereka belum dapat keluar dari gua itu. Orang yang ketiga berkata, 'Wahai Allah, saya mempekerjakan beberapa karyawan dan semuanya saya gaji dengan sempurna kecuali ada seorang yang pergi, meninggalkan saya dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dahulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan sehingga menjadi banyak. Selang beberapa lama dia datang kepada saya dan berkata, 'Wahai hamba Allah, berikanlah gaji saya yang dulu itu.' Saya berkata, 'Semua yang kamu lihat itu baik unta, sapi, kambing mahupun budak
179
yang menggembalakannya adalah gajimu.' Ia berkata, 'Wahai hamba Allah, janganlah engkau mempermainkan saya.' Saya menjawab, 'Saya tidak mempermainkan kamu.' Kemudian diapun mengambil semuanya dengan tidak meninggalkan sisa sedikit pun. Wahai Allah jika saya berbuat itu karena mengharap ridhaMu, maka geserkanlah batu ini.' Lalu batu itupun bergeser dan mereka dapat keluar dari dalam gua." HR. Al-Bukhari, no. 2272; Muslim, no. 2743; Ahmad, 2/116 Pelajaran yang dapat dipetik: 1. Anjuran untuk memanjatkan doa pada saat-saat genting dan kritis, atas dasar melaksanakan perintah Allah, artinya, "Dan Rabbmu berfirman,'Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu." (Ghafir : 60). 2. Bertawassul dengan cara yang disyariatkan yakni dengan amal shalih. 3. Bahwa takwa itu sangat mempengaruhi kejayaan seseorang terutama ketika berhadapan dengan situasi genting. Allah berfirman, artinya, "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (athThalaq: 2). 4. Keutamaan birrul walidain, berbuat baik kepada keduanya dan lebih mendahulukan keduanya dari yang lain. 5. Keutamaan iffah dan menjauhkan diri dari segala yang haram. 6. Diperbolehkan ijarah, yaitu suatu aqad untuk memperoleh manfaat dalam waktu tertentu dengan bayaran setimpal, sebab dalil diperbolehkannya berasal dari al-Qur’an, sebagaimana firman Allah, artinya, "Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya." (ath-Thalaq: 6). Dan dari as-Sunnah,
َ َ ٌ ْ َ الْقِ َم َاذك ََ نِن ُه ْم … َا َر ُجل:لن ِة ُ ََ ُ َاّ َ ْم َُ ْع ِط ِ أَ ْج
َ ََ ٌََ َ ثالثة أنل خ ْص ُم ُه ْم يَ ْل َم ْ َ َْْ َ ْ َ ََ َْْ جريا فلستلَف نِن ِ ا ِستأجَ أ
"Ada 3 golongan yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, di antaranya: Seseorang yang menyewa tenaga orang, namun setelah terpenuhi ia tidak membayar upahnya."
180
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
Do’a juga mencerminkan cita-cita, idealisme serta orientasi kehidupan seseorang. Do’a yang sering dipanjatkan akan membentuk cita-cita, harapan dan idealisme yang diperjuangkan. Orang yang rajin berdo’a, tidak mungkin tidak mempunyai cita-cita. Berdo’a, mendo’akan dan minta dido’akan oleh siapa saja sangat dianjurkan, karena kita tidak tahu dari mulut siapa do’a untuk kebaikan kita dikabulkan Allah. Tidak semua do’a terkabulkan seperti harapan kita, tetapi tidak ada do’a yang sia-sia, tidak akan merugi orang berdo’a; ada kalanya langsung dan segera dikabulkan, ada kalanya ditunda sampai waktu yang tepat sesuai ilmu dan hikmah Allah, ada kalanya diganti dengan hal yang lebih baik dan ada kalanya disimpan menjadi pahala di akhirat. Do’a dan bala’ saling menolak di langit, semakin banyak kita berdo’a semakin banyak kemungkinan terhindar dari bala’ dan mara bahaya. Yang pasti hanya Allah yang mengabulkan do’a, maka jangan sampai berdo’a kepada selain Allah yang memperosokkan seseorang ke dalam syirik (dosa besar yang tidak terampuni tanpa taubat nashuha sebelum ajal).
HR. Al-Bukhari, no. 2227 7. Keutamaan menepati janji. 8. Keutamaan menunaikan amanah dan lapang dada dalam pergaulan. 9. Penetapan adanya karamah para wali sebagaimana pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah. _________________ Sumber: Sittuna Qishshah Rawaha an-Nabi wash Shahabah al-Kiram, Syaikh Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Edisi Indonesia: 61 KISAH PENGANTAR TIDUR, Pent. Darul Haq Jakarta.
181
viii.
ix.
x.
xi.
xii.
xiii.
xiv.
Allah Maha Dekat, tidak butuh perantara dalam berdo’a, tidak pula dengan suara keras melampaui batas. Dalam berdo’a hendaknya memadukan antara rasa harap sekaligus takut, dua suasana yang akan menghantarkan kita menuju kekhusyu’an. Makanan yang halal menjadi kunci utama terkabulnya do’a. Karena itu hendaknya kita hanya mencari rizki yang halal dengan cara yang benar supaya rizki yang kita dapatkan semuanya baik. Alangkah baiknya bila kita mencari waktu-waktu dan tempat serta keadaan dimana do’a-do’a lebih mustajab, seperti di waktu sepertiga malam terakhir, saat sedang berpuasa, bepergian dll. Ketika berdo’a harus yakin kalau Allah mendengarkan dan akan mengabulkan do’a kita serta tidak dibenarkan memohon tergesa-gesa untuk segera dikabulkan. Ketika berdo’a bersama santri dan guru, di berbagai munasabah dan khususnya setelah shalat fardhu, ribuan santri yang sedang menuntut ilmu mengamini, sungguh sebuah kekuatan yang dahsyat dan sangat kuat harapan kita untuk dikabulkan. Seorang guru, pendidik atau pemimpin harus selalu mendo’akan santrinya, seperti mendo’akan anakanaknya, memohon kepada Allah agar pendidikan yang diberikan bisa membekas, ilmunya bermanfaat, akhlaknya meningkat, hati dan fikirannya dibuka, karena pada hakekatnya Allah-lah yang memberikan ilmu dan pemahaman, bukan guru-pendidik, kita hanya menjadi wasilah saja. Pendidik yang tidak pernah mendo’akan santrinya, bohong dan terlalu sombong. Do’a adalah sumsum dan otak ibadah, do’a adalah senjata orang yang beriman, maka kita harus
182
xv.
mengasah senjata kita, serta pandai memanfaatkannya. “Modal kami hanya mujahadah dan do’a” begitu jawaban Kyai Zarkasyi ketika seorang tamu bertanya rahasia kemajuan Gontor. Bermujahadah dan do’a sangat tepat menjadi modal pejuang di Pondok maupun di luar pondok. Mantingan, 30 Oktober 2015
183
Tentang Penyusun:
Ahmad Suharto, lahir di Balun Sudagaran, Cepu - Blora, 30 Oktober 1965 adalah anak kelima H. Abdul Qadir dan Hj. Markhamah dari 9 bersaudara, setelah menamatkan jenjang belajarnya di SD dan SMP di kota kelahirannya, melanjutkan studi di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo (1985), dilanjutkan IPD (Institut Pendidikan Darussalam) Gontor untuk jenjang S1 dan UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) untuk jenjang S2. Sejak 1994 menikah dengan Silvana Yunita – Banyuwangi dan dikaruniai 3 putra serta seorang putri. Saat ini berdomisili di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus Putri I Sambirejo - Mantingan – Ngawi - Jawa Timur Indonesia. Menulis merupakan salah satu sarana aktualisasi diri untuk merealisasikan prinsip hidupnya; “Merubah yang nisbi bernilai abadi”, beberapa buku yang sudah diterbitkan : 1. Ayat-ayat Perjuangan 2. Menggali Mutiara Perjuangan Gontor 3. Wisata Peradaban ke Jepang 4. Sistematika Shalat 5. Mawaidz Facebookiyah 6. Senjata Spiritual Santri (revisi buku Bekal Rihiyah Santri) 184
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Membangun Mentalitas Ilmiyah Tahajjud Tata Ruang al-Qur’an Perbandingan Madzhab Fiqih Pedoman Berprestasi (tarjamah Daliluttafawwuq) Panduan Praktis Manasik Haji dan Umrah.
Disamping itu juga aktif mempublikasikan I’dad (persiapan mengajar) untuk menjadi buku pedoman guru seperti: a. Tabsith Mufid li Bidayatil Mujtahid I dan II, b. Taisir fi Uslubil Istijwab I dan II (Rangkuman Musthalah Hadits) c. Attafsir al Muyassar d. Al ‘Anashir al Mufasshalah li Darsi attafsir dan lain-lain.
185